You are on page 1of 13

Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI)

UKBI dirintis melalui berbagai peristiwa kebahasaan yang diprakarsai Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional. Gagasan awal terungkap dalam Kongres Bahasa Indonesia IV pada tahun 1983. Atas dasar Kongres Bahasa Indonesia V pada tahun 1988 tentang perlunya sarana tes bahasa Indonesia yang standar, Pusat Bahasa lalu membakukan sebuah instrumen evaluasi bahasa Indonesia. Pada tahun 1990-an, instrumen evaluasi itu diwujudkan yang kemudian dinamai Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI). Sejak saat itu, UKBI dikembangkan untuk menjadi tes standar yang dirancang guna mengevaluasi kemahiran seseorang dalam berbahasa Indonesia, baik tulis maupun lisan. Dengan UKBI seseorang dapat mengetahui mutu kemahirannya dalam berbahasa Indonesia tanpa mempertimbangkan di mana dan berapa lama ia telah belajar bahasa Indonesia. Sebagai tes bahasa untuk umum, UKBI terbuka bagi setiap penutur bahasa Indonesia, terutama yang berpendidikan, baik warga Negara Indonesia maupun warga negara asing. Dengan UKBI, Instansi Pemerintah dan swasta dapat mengetahui mutu karyawan atau calon karyawannya dalam berbahasa Indonesia. Demikian pula, perguruan tinggi dapat memanfaatkan UKBI dalam seleksi penerimaan mahasiswa. Melalui Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 152/U/2003 tanggal 28 Oktober 2003, dikukuhkanlah UKBI sebagai sarana untuk menentukan kemahiran berbahasa Indonesia di kalangan masyarakat. UKBI dikembangkan berdasarkan prinsip penyusunan tes terkini dan telah diujikan kepada berbagai lapisan masyarakat dari berbagai jenjang pendidikan, termasuk sejumlah penutur asing. Hasil UKBI menghasilkan kecocokan dengan kenyataan kemampuan berbahasa Indonesia seseorang. Saat ini beberapa institusi, baik negeri maupun swasta, telah menjadikan UKBI sebagai agenda tetap mereka. Materi UKBI berupa penggunaan bahasa Indonesia dalam berbagai situasi dan laras, seperti sejarah, kebudayaan, hukum, teknologi, dan ekonomi. Dengan materi itu UKBI menguji kemampuan seseorang dalam berkomunikasi lisan dan tulis dalam bahasa Indonesia. Berkaitan dengan itu, UKBI tersusun atas lima seksi, yaitu:

1. Mendengarkan Seksi ini bertujuan mengukur kemampuan memahami informasi yang diungkapkan secara lisan, baik dalam bentuk dialog maupun monolog. Seksi ini terdiri atas 40 butir soal pilihan ganda dengan alokasi waktu 25 menit. 2. Merespon Kaidah Seksi ini bertujuan mengukur kemampuan merespon penggunaan kaidah bahasa Indonesia ragam formal, yaitu ejaan, bentuk dan pilihan kata, serta kalimat. Seksi ini terdiri atas 25 butir soal pilihan ganda dengan alokasi waktu 20 menit. 3. Membaca Seksi ini bertujuan mengukur kemampuan memahami isi wacana tulis. Seksi ini terdiri atas 40 butir soal pilihan ganda dengan alokasi waktu 45 menit. 4. Menulis Seksi ini bertujuan mengukur kemampuan menggunakan bahasa Indonesia tulis berdasarkan informasi yang terdapat dalam diagram, tabel, atau gambar. Dalam seksi ini terdapat satu butir soal dengan alokasi waktu 30 menit untuk menulis wacana dengan 200 kata. 5. Berbicara Seksi ini bertujuan mengukur kemampuan menggunakan bahasa Indonesia lisan berdasarkan informasi yang terdapat dalam diagram, tabel, atau gambar. Dalam seksi ini terdapat satu butir soal dengan alokasi waktu 15 menit untuk menyajikan gagasan secara lisan.

Melestarikan Bahasa Indonesia dengan UKBI

Suatu saat akan ada persyaratan khusus yang akan dilampirkan oleh pelamar kerja selain tes TOEFL. Lampiran tersebut adalah kemampuan seseorang tentang penggunaan bahasa Indonesia atau lebih dikenal dengan Uji Kemampuan Bahasa Indonesia (UKBI). Menurut sejarahnya, UKBI sudah digagas pada Kongres Bahasa Indonesia IV tahun 1993. Selanjutnya, pada tahun 1983, yaitu pada Kongres Bahasa Indonesia V sarana tes bahasa Indonesia dibentuk. Barulah pada tahun 1990 instrumen evaluasi diwujudkan yang dinamai dengan UKBI. Layaknya TOEFL, UKBI juga memiliki serangkaian materi yaitu mendengar, membaca, menulis, berbicara, dan merespon kaidah kebahasaan. UKBI yang memiliki surat keputusan Mendiknas nomor 152/U/2003 tersebut memiliki kategori istimewa, sangat unggul, unggul, madya, semenjana, marginal, dan terbatas. UKBI hadir untuk mengevaluasi kemahiran seseorang dalam berbahasa Indonesia baik secara tulis maupun lisan. Dalam realisasinya memang masih terbatas untuk para pekerja asing yang hendak bekerja di Indonesia. Ternyata banyak dari mereka yang berhasil menguasai instrumen bahasa Indonesia, termasuk di dalamnya adalah pemakaian ejaan dan tanda baca. Ironisnya, masyarakat kita justru menunjukkan pemahaman yang rendah terhadap pemakaian bahasa.. Hal ini mengakibatkan terjadinya kesalahan yang berterima. Artinya, pemakaian bahasa tersebut salah tetapi karena banyak pemakai di masyarakat akhirnya diterima. Kesalahan yang berterima tersebut tampak pada papan-papan iklan yang dibuat oleh masyarakat. Misalnya, sebuah toko di pinggir jalan yang menjual ulat untuk makanan burung menuliskan Ulat Ada di depan tokonya. Contoh lainnya adalah minyak tanah ada, pulsa ada, lumut ada, dsb. Seharusnya papan iklan tersebut diganti dengan Sedia Ulat atau sedia minyak tanah, sedia pulsa, sedia lumut, dsb. Media massa tentunya juga memiliki andil yang cukup besar terhadap pemakaian bahasa. Masyarakat banyak yang menganggap bahwa kaidah di dalam media massa adalah kaidah yang benar. Padahal dalam kenyataannya banyak media massa yang tidak mengikuti kaidah kebahasaan yang baik dan benar.

Pejabat atau para politisi juga harus bertanggung jawab atas pemakaian bahasa. Sebab mereka adalah figur masyarakat yang perilakunya bisa jadi ditiru oleh masyarakat. Salah seorang pejabat pernah mengatakan tentang kenaikan BBM: Keputusan naiknya BBM sudah jelas, tinggal menunggu when-nya. Tidak kita pungkiri, kosakata tertentu masih terdengar asing di pemakai bahasa Indonesia. Masyarakat Indonesia sudah terbiasa dengan kata download, upload, error, web site. Hal itu akan sangat tidak biasa ketika kita harus mengucapkan unduh, unggah, galat, laman. Belum lagi untuk kata peterana, branwir, kelindan dan sebagainya. Media massa (termasuk media elektronik) dan para figur masyarakat (pejabat, artis dsb) seharusnya memberikan contoh pemakaian bahasa secara benar kepada masyarakat. Oleh karena itu, Pusat Bahasa membentuk pusat kebahasaan di daerahdaerah untuk meluruskan pemakaian bahasa yang benar. Kehadiran UKBI untuk warga Indonesia memang nantinya akan menimbulkan polemik dari berbagai kalangan. Di samping itu, kita juga harus memikirkan nasib bahasa kita di tengah riuhnya bahasa asing agar kita tidak mengikuti jejak Malaysia, yang konon sudah kehilangan kemelayuannya. Itulah kenyataan yang harus kita terima. Kenyataan bahwa bahasa Indonesia sudah mulai tersisihkan. Namun, bukan berarti kita harus tinggal diam tanpa berbuat apa-apa. Hal terdekat yang bisa kita lakukan adalah mengupayakan pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar serta mendukung program UKBI.

Mengukur Kompetensi Guru Bahasa Indonesia dengan UKBI

Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI) dirintis melalui berbagai peristiwa kebahasaan yang diprakarsai Pusat Bahasa, Depdiknas. Melalui Surat Keputusan Mendiknas Nomor 152/U/2003 tanggal 28 Oktober 2003, Menteri Pendidikan Nasional telah mengukuhkan UKBI sebagai sarana untuk menentukan kemahiran berbahasa Indonesia di kalangan masyarakat. Selain itu, UKBI telah memperoleh Surat Pendaftaran Ciptaan Nomor 023993 dan 023994 dari Departemen Kehakiman dan Hak Azasi Manusia pada tanggal 8 Januari 2004. Gagasan awal terungkap dalam Kongres Bahasa Indonesia IV pada tahun 1983. Selanjutnya, dalam Kongres Bahasa Indonesia V pada tahun 1988 muncul pula gagasan tentang perlunya sarana tes bahasa Indonesia yang standar. Oleh karena itu, Pusat Bahasa mulai menyusun dan membakukan sebuah instrumen evaluasi bahasa Indonesia. Pada awal tahun 1990-an, instrumen evaluasi itu diwujudkan, kemudian dinamai dengan Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI). Sejak saat itu UKBI dikembangkan untuk menjadi tes standar yang dirancang guna mengevaluasi kemahiran seseorang dalam berbahasa Indonesia, baik tulis maupun lisan. Dengan UKBI seseorang dapat mengetahui mutu kemahirannya dalam berbahasa Indonesia tanpa mempertimbangkan di mana dan berapa lama ia telah belajar bahasa Indonesia. Sebagai tes bahasa untuk umum, UKBI terbuka bagi setiap penutur bahasa Indonesia, terutama yang berpendidikan, baik warga negara Indonesia maupun warga negara asing. Dengan UKBI, instansi pemerintah dan swasta dapat mengetahui mutu karyawan atau calon karyawannya dalam berbahasa Indonesia. Demikian pula, perguruan tinggi dapat memanfaatkan UKBI dalam seleksi penerimaan mahasiswa. UKBI termasuk jenis tes kemahiran (proficiency test) untuk tujuan umum (general purposes). Sebagai sebuah tes kemahiran, UKBI mengacu pada situasi penggunaan bahasa pada masa yang akan datang yang akan dihadapi oleh peserta uji. Dalam pengembangan UKBI, ancangan tes yang diterapkan adalah pengukuran beracuan kriteria (criterion-referenced measurement). Kriteria yang diacu oleh UKBI berupa penggunaan bahasa Indonesia dalam kehidupan nyata penutur bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa dalam kehidupan nyata tersebut dikelompokkan ke dalam beberapa ranah komunikasi yang merujuk pada ranah kecakapan hidup umum, yaitu ranah

kesintasan dan ranah kemasyarakatan serta ranah kecakapan hidup khusus, yaitu ranah keprofesian dan ranah keilmiahan. Materi soal UKBI diejawantahkan dari materi-materi penggunaan bahasa Indonesia lisan dan tulis dalam ranah-ranah komunikasi tersebut. Dalam penggunaan bahasa Indonesia lisan, UKBI mengukur keterampilan reseptif peserta uji dalam kegiatan mendengarkan dan mengukur keterampilan produktif peserta uji dalam kegiatan berbicara. Dalam penggunaan bahasa Indonesia tulis, UKBI mengukur keterampilan reseptif peserta uji dalam kegiatan membaca dan mengukur keterampilan produktif peserta uji dalam kegiatan menulis. Selain menekankan pengukuran terhadap empat keterampilan berbahasa tersebut, UKBI juga mengukur pengetahuan peserta uji dalam penerapan kaidah bahasa Indonesia. (sumber: http://ukbi.pusatbahasa.diknas.go.id/web/lang/)

Kemampuan Bahasa Indonesia Siswa dan Guru

Penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dari tahun ke tahun mengalami degradasi. Degradasi penggunaan bahasa Indonesia tidak hanya dilihat dari rendahnya siswa dan guru dalam melakukan interaksi proses pembelajaran di kelas, melainkan juga rendahnya hasil ujian nasional (UN) bahasa Indonesia bagi siswa dan uji kemahiran bahasa Indonesia (UKBI) bagi guru. Kenyataan yang ironik itu diungkapkan Rektor Universitas Muhammadyah Prof. Dr. Hamka (Uhamka), Suyatno, ketika menyampaikan orasi ilmiah saat ia dikukuhkan sebagai guru besar bidang ilmu pendidikan bahasa, Kamis (20/8) di kampus Uhamka, Jakarta. Selain Suyatno, dua dosen lain yang dikukuhkan sebagai guru besar adalah Abdul Mad jid Latief bidang Ilmu Administrasi Pendidikan dan Sylviana Murni bidang manajemen pendidikan. Dalam orasi berjudul Bahasa Indonesia sebagai Sarana Pengembangan Guru Profesional , Suyatno menampilkan data terkini. Data laporan hasil ujian nasional SMP negeri dan swasta tahun 2008/2009 secara nasional , dari 3.441.815 orang peserta UN, peserta yang rentang nilainya 7,00 sampai 7,99 hanya 32,86 persen atau 1.131.121 peserta. Yang memperoleh nilai 10 hanya 0,02 persen (834 orang). Sedangkan ditingkat SMA/MA hasil UN tahun 2008/2008, yang rentang nilainya 7,00 7, 99 adalah 40,6 persen atau 252.460 (jurusan IPA), 28,2 persen atau 240.815 (jurusan IPS), dan 30,7 persen atau 13.445 (jurusan bahasa). Yang meraih nilai 10 di jurusan IPA dan IPS tidak ada, sedangkan di jurusan bahasa ada 6 orang dari 43.688 peserta ujian. Untuk nilai bahasa Indonesia 0,01 sampai 5,99 cukup signifikan besarnya, yaitu 17,26 persen untuk jurusan IPA, 32,53 persen IPS dan 23,2 persen untuk jurusan bahasa. Tidak hanya kemampuan berbahasa Indonesia anak didik yang rendah, kemampuan bahasa Indonesia para guru juga rendah. Dari uji kemahiran bahasa Indonesia oleh Pusat Bahasa Depdiknas tahun 2008, dari 100 sampel hasil tes UKBI guru, hanya 9 orang dalam peringkat unggul, 49 madya, 41 semenjana, dan 1 marginal. Tidak ada predikat istimewa (816-900) dan sangat unggul (717-815). Menurut Suyatno, rendahnya kemampuan berbahasa Indonesia atau pendidikan bahasa akan sangat berdampak pada rendahnya kemampuan membaca dan kemampuan

menulis. "Sangat jarang ditemukan siswa atau pun guru yang memiliki karya tulis yang berbobot dan memiliki nilai ilmiah dengan kualitas bahasa Indonesia yang tinggi," katanya. Menurut pandangan Suyatno, guru-guru sekarang dan akan datang seharusnya berada pada minimal tingkatan madya (skor 465-592) agar dapat berdampak pada pembelajaran bahasa Indonesia yang menyenangkan dan mampu meningkatkan nilai UN bahasa Indonesia yang akan datang, sekaligus mengefektifkan proses pembelajaran yang ada. (sumber: edukasi.kompas.com)

Pentingnya UKBI Berdasarkan penjelasan di atas maka tak dapat disangkal lagi bahwa UKBI sangat perlu dan penting untuk dijadikan syarat. Hal ini karena UKBI mengukur kompetensi berbahasa Indonesia seseorang secara lengkap dan terukur. Sudah selayaknya jika guru bahasa Indonesia wajib mengikuti UKBI. Bagi lembaga pendidikan jika akan merekrut guru Bahasa Indonesia maka harus mempertanyakan skor kemahiran berbahasa Indonesianya atau sertifikat UKBI wajib dimiliki. Bukan hanya wajib bagi guru Bahasa Indonesia tetapi juga guru-guru mata pelajaran lainnya, tentunya standar skor yang diwajibkan berbeda. Demikian pula bagi instansi pemerintah yang akan merekrut tenaga PNS maka UKBI harus menjadi salah satu syaratnya. Tidak menutup kemungkinan bagi instansi swasta juga mewajibkan karyawannya mengikuti UKBI. Jika kita kembali kepada sejarah, pada tanggal 28 Oktober 1928 Sumpah Pemuda diikrarkan dengan tekad satu bangsa, satu tanah air, dan menjunjung bahasa persatuan Bahasa Indonesia. Jika bukan kita yang bangga dengan kemampuan berbahasa kita siapa lagi? Jika siswa atau guru dapat membanggakan skor TOEFL mereka, mengapa skor UKBI tidak? Apalagi kenyataan sekarang menunjukkan bahwa remaja Indonesia sudah tak mampu lagi berbahasa Indonesia dengan baik dan benar. Taufik Ismail mengatakan siswa Indonesia telah rabun membaca dan pincang menulis, tetapi jalang manakala menonton televisi. Lihat saja bagaimana bahasa yang mereka gunakan jika ber-SMS dengan temannya. Demikian pula gaya bahasa pada media maya dan situs jejaring sosial FB atau sejenisnya, maka bahasa yang digunakan oleh penggunanya hanya dimengerti oleh remaja jaman sekarang saja. Jika Debby Sahertian pernah mengeluarkan kamus bahasa gaul, maka kini merebaknya Bahasa Alay semakin meresahkan. Jika TOEFL menjadi syarat mengapa UBKI tidak? P4TK Bahasa Jakarta mengeluarkan data bahwa kompetensi guru bahasa Indonesia melalui UKBI sangat memperihatinkan. Jika kompetensi guru bahasa Indonesia seperti itu maka bagiamana mungkin kompetensi berbahasa Indonesia siswa menjadi baik? Lalu bagaimana nilai kelulusan UN mata pelajaran Bahasa Indonesianya? Pertanyaan-pertanyaan lain yang menjadi efek domino akan terus bermunculan. Penyebabnya mungkin sekali bahwa kompetensi guru, khususnya kompetensi guru Bahasa Indonesia di Republik ini belum

terukur secara valid dan realibel. Sehingga UKBI tak dapat ditunda lagi untuk dijadikan persyaratan. Sayangnya lembaga yang mempunyai hak paten UKBI yaitu Pusat Bahasa belum melakukan sosialisasi yang gencar tentang UKBI ini. Pusat Bahasa hanya memenuhi pesanan lembaga yang ingin melaksanakan UKBI. Hanya lembagalembaga tertentu saja yang memanfaatkan UKBI ini. Salah satu lembaga yang sering memanfaatkan UKBI ini adalah lembaga P4TK Bahasa Jakarta. Lembaga ini akan melaksanakan UKBI bagi Bapak Ibu guru yang melakukan Diklat di lembaga ini secara gratis, karena biaya ditanggung oleh P4TK Bahasa Jakarta. Padahal biaya yang dibutuhkan untuk UKBI ini hanya Rp 150.000,00 saja per orang, lebih murah daripada tes TOEFL kan? Jika guru di lingkungan Yayasan Pupuk Kaltim ini ditanyakan apakah pernah mengetahui apalagi mengikuti UKBI maka jawabannya hanya dapat dihitung dengan jari saja. Sebagai data pembanding di SMP Yayasan Pupuk Kaltim, hanya ada 2 guru Bahasa Indonesia yang pernah mengikuti UKBI. Itu pun dilakukan di Jakarta setelah mengikuti saat Diklat di P4TK Jakarta selama satu bulan pada tahun 2002. Sertifikat UKBI itu pun sudah kadaluarsa, karena selayaknya setiap 2 tahun sekali UKBI itu kembali harus dilakukan. Berarti kompetensi yang 2 orang itu pun masih harus di uji kembali. Melalui tulisan ini pihak manajemen Yayasan Pupuk Kaltim sudah selayaknya mencari tahu lebih banyak lagi tentang pentingnya UKBI. Sehingga di masa yang akan datang UKBI dapat menjadi tolok ukur kompetensi guru Bahasa Indonesia di Yayasan Pupuk Kaltim yang tercinta ini. * (Penulis: Retno Utami, S.Pd. Guru SMP YPK, Maret 2011)*

Soal Uraian: 1. Apakah manfaat UKBI? Jawab: UKBI digunakan untuk mengevaluasi kemahiran seseorang dalam berbahasa Indonesia, baik tulis maupun lisan. 2. UKBI disusun atas berapa seksi? Sebutkan! Jawab: UKBI terdiri atas 5 seksi, yaitu: a. Mendengarkan b. Merespon kaidah c. Membaca d. Menulis e. Berbicara 3. Bagaimana sejarah berdirinya UKBI? Jawab: Menurut sejarahnya, UKBI sudah digagas pada Kongres Bahasa Indonesia IV tahun 1993. Selanjutnya, pada tahun 1983, yaitu pada Kongres Bahasa Indonesia V, sarana tes bahasa Indonesia dibentuk. Barulah pada tahun 1990 instrumen evaluasi diwujudkan dan diberi nama UKBI. 4. Sebutkan kategori yang terdapat pada UKBI berdasarkan surat keputusan Mendiknas nomor 152/U/2003! Jawab: kategori istimewa, sangat unggul, unggul, madya, semenjana, marginal, dan terbatas. 5. Siapa sajakah sasaran UKBI? Jawab: UKBI terbuka bagi setiap penutur bahasa Indonesia, terutama yang berpendidikan, baik warga negara Indonesia maupun warga negara asing. 6. Keterampilan apa saja yang diukur dalam UKBI? Jawab:

Dalam penggunaan bahasa Indonesia lisan, UKBI mengukur keterampilan reseptif peserta uji dalam kegiatan mendengarkan dan mengukur keterampilan produktif peserta uji dalam kegiatan berbicara. Dalam penggunaan bahasa Indonesia tulis, UKBI mengukur keterampilan reseptif peserta uji dalam kegiatan membaca dan mengukur keterampilan produktif peserta uji dalam kegiatan menulis. Selain menekankan pengukuran terhadap empat keterampilan berbahasa tersebut, UKBI juga mengukur pengetahuan peserta uji dalam penerapan kaidah bahasa Indonesia. 7. Sebutkan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar oleh masyarakat mengalami penurunan secara signifikan! Jawab: Penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dari tahun ke tahun mengalami degradasi. Degradasi penggunaan bahasa Indonesia tidak hanya dilihat dari rendahnya siswa dan guru dalam melakukan interaksi proses pembelajaran di kelas, melainkan juga rendahnya hasil ujian nasional (UN) bahasa Indonesia bagi siswa dan uji kemahiran bahasa Indonesia (UKBI) bagi guru. 8. Apa pendapat yang dilontarkan Suyatno setelah menilik hasil uji kemahiran bahasa Indonesia yang dilaksanakan oleh Pusat Bahasa Depdiknas tahun 2008 dari 100 sampel hasil tes UKBI guru? Jawab: Dari 100 sampel hasil tes UKBI guru, hanya 9 orang dalam peringkat unggul, 49 madya, 41 semenjana, dan 1 marginal. Tidak ada predikat istimewa (816-900) dan sangat unggul (717-815). Berdasarkan hasil tersebut, Suyatno berpendapat bahwa rendahnya kemampuan berbahasa Indonesia tersebut akan sangat berdampak pada rendahnya kemampuan membaca dan kemampuan menulis siswa dan guru. Selain itu, guru-guru sekarang dan akan datang seharusnya berada pada minimal tingkatan madya (skor 465-592) agar dapat berdampak pada pembelajaran bahasa Indonesia yang menyenangkan dan mampu meningkatkan nilai UN bahasa Indonesia yang akan datang, sekaligus mengefektifkan proses pembelajaran yang ada.

9. Mengapa nilai UN mata pelajaran bahasa Indonesia tidak mengalami kemajuan yang signifikan? Jawab: Penyebabnya mungkin sekali bahwa kompetensi guru, khususnya kompetensi guru Bahasa Indonesia di negara ini belum terukur secara valid dan realibel, sehingga kompetensi siswa pun tidak akan mengalami kemajuan. 10. Mengapa pelaksanaan UKBI masih belum maksimal? Jawab: Karena lembaga yang mempunyai hak paten UKBI, yaitu Pusat Bahasa belum melakukan sosialisasi yang gencar tentang UKBI ini. Pusat Bahasa hanya memenuhi pesanan lembaga yang ingin melaksanakan UKBI. Sehingga, hanya lembagalembaga tertentu saja yang memanfaatkan UKBI ini.

You might also like