You are on page 1of 29

PENDEKATAN TINGKAH LAKU DALAM MENEJEMEN KELAS DAN APLIKASINYA PADA SEKOLAH DASAR

Bahan Diskusi Kuliah Manejemen Kelas Kelas B

Oleh : Kelompok 3

1) Lucky Wahyuning A 2) Damai Yudha 3) Sri Umi Rahayu 4) Nurfardianah

100210204000 100210204000 100210204074 100210204000

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JEMBER 2012

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, berkah, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul Pendekatan Tingkah Laku Dalam Menejemen Kelas dan Aplikasinya Pada Sekolah Dasardengan tepat waktu tanpa halangan yang berarti. Makalah ini disusun untuk memberikan informasi dan pemahaman tentang kepada pembaca dan juga untuk memenuhi tugas mata kuliah Menejemen Kelas. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Prof. M.Sulton Mansyud M.Pd selaku dosen pembimbing mata kuliah Manajemen Kelas dan pihak-pihak yang telah membantu terselesaikannya makalah ini. Penulis berharap, semoga informasi yang ada dalam makalah ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membantu untuk penyempurnaan makalah ini.

Jember, 27 Februari 2012

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... DAFTAR ISI .................................................................................................. BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1.1 1.2 1.3 LatarBelakang ....................................................................................... RumusanMasalah .................................................................................. Tujuan ...................................................................................................

i ii 1 1 2 2 3 3 4 6 11 16 18 18 18 19

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................. 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 .............................................................................................................. .............................................................................................................. .............................................................................................................. .............................................................................................................. ..............................................................................................................

BAB III PENUTUP ...................................................................................... 1.1 Simpulan.................................................................................................. 1.2 Saran.. .. DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan hal yang penting bagi suatu negara untuk menjadi negara maju, kuat, makmur dan sejahtera. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia tidak bisa terpisah dengan masalah pendidikan bangsa. Guru memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah. Guru sangat berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Di dalam kelas guru malaksanakan dua kegiatan pokok yaitu kegiatan mengajar dan kegiatan mengelola kelas. Kegiatan mengajar pada hakikatnya adalah proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar siswa. Semua komponen pengajaran yang meliputi tujuan, bahan pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, metode, alat dan sumber, serta evaluasi diperankan secara optimal guna mencapai tujuan pengajaran yang telah ditetapkan sebelum pengajaran dilaksanakan. Pengelolaan kelas tidak hanya berupa pengaturan kelas, fasilitas fisik dan rutinitas. Kegiatan pengelolaan kelas dimaksudkan untuk menciptakan dan mempertahankan suasana dan kondisi kelas. Sehingga proses belajar mengajar dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Di kelaslah segala aspek pendidikan pengajaran bertemu dan berproses. Guru dengan segala kemampuannya, siswa dengan segala latar belakang dan sifat-sifat individualnya. Kurikulum dengan segala komponennya, dan materi serta sumber pelajaran dengan segala pokok bahasanya bertemu dan berpadu dan berinteraksi di kelas. Oleh sebab itu sudah selayaknyalah kelas dikelola dengan bagi, professional, dan harus terus-menerus.

Mengingat tugas utama dan paling sulit bagi pengajar adalah pengelolaan kelas, sedangkan tidak ada satu pendekatan yang dikatakan paling baik. Sebagian besar guru kurang mampu membedakan masalah pengajaran dan masalah pengelolaan. Masalah pengajaran harus diatasi dengan cara pengajaran dan masalah pengelolaan harus diatasi dengan cara pengelolaan. Pengelolaan kelas diperlukan karena dari hari ke hari bahkan dari waktu ke waktu tingkah laku dan perbuatan siswa selalu berubah. Hari ini siswa dapat belajar dengan baik dan tenang, tetapi besok belum tentu. Kemarin terjadi persaingan yang sehat dalam kelompok, sebaliknya dimasa mendatang boleh jadi persaingan itu kurang sehat. Kelas selalu dinamis dalam bentuk perilaku, perbuatan, sikap, mental, dan emosional siswa. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apakah yang dimaksud dengan manajemen kelas? 2. Apakah tujuan manajemen kelas? 3. Bagaimana pengaruh manajemen kelas dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas? 4. Apa sajakah pendekatan tingkah laku yang digunakan dalam manajemen kelas? 5. Bagaimana aplikasi dari pendekatan tingkah laku tersebut? 1.3 Tujuan dan Manfaat 1. Untuk menjelaskan pengertian manajemen kelas. 2. Untuk menjelaskan tujuan dari manajemen kelas. 3. Untuk mendeskripsikan pengaruh manajemen kelas dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas. 4. Untuk mengetahui pendekatan tingkah laku yang digunakan dalam manajemen kelas.

5. Untuk mengetahui aplikasi dari pendekatan tingkah laku tersebut dalam manajemen kelas. Manfaat Penulisan 1. Bagi Guru 1. Sebagai motivasi untuk meningkatkan ketrampilan dalam memilih strategi pembelajaran yang bervariasi sehingga dapat memperbaiki sistem pembelajaran yang tentunya berpengaruh pada hasil belajar siswa. 2. Menjadi masukan untuk menerapkan manajemen kelas yang baik. 3. Memeberi masukan kepada guru bagaimana pendekatan tingkah laku dalam manajemen kelas yang baik. 2. Bagi Sekolah Perbaikan proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan potensi belajar siswa yang akhirnya berpengaruh pada kualitas lulusan sekolah

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Manajemen Kelas Manajemen dari kata Management . Diterjemahkan pula menjadi pengelolaan, berarti proses penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran. Sedangkan pengelolaan adalah proses yang memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat dalam pelaksanaan dan pencapaian tujuan. Maksud manajemen kelas adalah mengacu kepada penciptaan suasana atau kondisi kelas yang memungkinkan siswa dalam kelas tersebut dapat belajar dengan efektif. Terdapat beberapa defenisi tentang manajemen kelas berikut ini : 1. Berdasarkan Konsepsi Lama Dan Modern Menurut konsepsi lama, manajemen kelas diartikan sebagai upaya mempertahankan ketertiban kelas. Menurut konsepsi modern manajemen kelas adalah proses seleksi yang menggunakan alat yang tetap terhadap problem dan situasi manajemen kelas (Lois V. Jhonson dan Mary Bany, 1970) 2. Berdasarkan Pandangan Pendekatan Operasional Tertentu (Disarikan dari Wilford A. Weber 1986 ) a. Seperangkat kegiatan guru untuk menciptakan dan mempertahankan ketertiban suasana kelas melalui penggunaan disiplin (Pendekatan Otoriter). b. Seperangkat kegiatan guru untuk menciptakan dan mempertahankan ketertiban suasana kelas melalui intimidasi (Pendekatan Intimidasi). c. Seperangkat kegiatan guru untuk memaksimalkan kebebasan siswa (Pendekatan Permisif).

d. Seperangkat kegiatan guru menciptakan suasana kelas dengan cara mengikuti petunjuk/resep yang telah disajikan (Pendekatan Masak). e. Seperangkat kegiataan guru untuk menciptakan suasana kelas yang efektif melalui perencanaan pembelajaran yang bermutu dan dilaksanakan dengan baik (Pendekatan Instruksional). f. Seperangkat kegiatan guru untuk mengembangkan tingkah laku peserta didik yang diinginkan dengan mengurangi tingkah laku yang tidak diinginkan (Pendekatan Pengubahan Tingkah Laku). g. Seperangkat kegiatan guru untuk mengembangkan hubungan interpersional yang baik dan iklim sosio-emosional kelas yang positif (Pendekatan Penciptaan Iklim Sosioemosional). h. Seperangkat kegiatan guru untuk menumbuhkan dan mempertahankan organisasi kelas yang efektif (Pendekatan Sistem Sosial) B. Pengaruh Manajemen Kelas dalam Meningkatkan Kualitas Pembelajaran di Kelas Pembelajaran yang berkualitas tidak hanya ditentukan oleh pembaharuan kurikulum, fasilitas yang tersedia, kepribadian guru yang simpatik, pembelajaran yang penuh kesan, wawasan pengetahuan guru yang luas tentang semua bidang, melainkan juga guru harus menguasai kiat memanejemeni kelas. Dengan dikuasainya prinsip-prinsip manajemen kelas, hal ini akan menjadi filter-filter penyaring yang menghilangkan kekeliruan umum dari manajemen kelas. Manajemen kelas dapat mempengaruhi tingkat kualitas pembelajaran di kelas karena manajemen kelas benar-benar akan mengelola susasana kelas menjadi sebaik mungkin agar siswa menjadi nyaman dan senang selama mengikuti proses belajar mengajar. Oleh karena itu, kualitas belajar siswa seperti pencapaian hasil yang optimal dan kompetensi dasar yang diharapkan dapat tercapai dengan baik dan memuaskan. Selain itu, manajemen kelas juga akan menciptakan dan

mempertahankan suasana kelas agar kegiatan mengajar dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Di samping itu juga, dengan manajemen kelas tingkat daya serap materi yang telah diajarkan guru akan lebih membekas dalam ingatan siswa karena adanya penguatan yang diberikan guru selama proses belajar mengajar berlangsung. C. PENDEKATAN TINGKAH LAKU Pendekatan yang digunakan dalam pengelolaan kelas, antara lain sebagai berikut. 1. Pendekatan dengan penerapan sejumlah "Iarangan dan anjuran" . Pendekatan ini pada pelaksanaannya hampir sama dengan pendekatan otoriter dan pendekatan permisif, karena dalam penerapannya akan muncul bentuk: a. penghukuman atau pengancaman b. penguasaan atau penekanan c. pengalihan atau pemasabodohan Ketiga bentuk tersebut akan memungkinkan muncul perilaku siswa yang tidak diharapkan seperti tingkah laku negatif, kekerasan, pura-pura patuh, menurunnya semangat siswa atau sikap mencari kambing hitam. Coba Anda kaji contoh berikut ini, mana yang termasuk bentuk penghukuman, penekanan atau pemaksa kebodohan. a. "Jika kamu tidak memperbaiki tingkah lakumu, maka saya akan memanggil orang tuamu". b. "Jika kalian terus begitu, sekarang terserah kalian, apakah akan meneruskan tugas atau bubar saja".

c. "Karena kalian begitu, maka setiap pelajaran dari saya, maka kau Amir, Hasan dan Agus duduk di kantor dan menulis satu buku penuh, saya akan memperbaiki kelakuan saya". Pendekatan ini dianggap kurang efektif karena pendekatan ini bagi guru bersikap reaktif. Hanya terbatas pada masalah-masalah yang muncul secara insidental saat itu, kurang 14 mengarah pada pemecahan masalah yang bersifat jangka panjang (yang akan datang), bersikap absolut (mutlak) dan tidak membuka peluang bagi pengambilan tindakan-tindakan yang lebih luwes dan kreatif. Semboyan dari pendekatan ini adalah "Jika terjadi masalah ini lakukanlah itu atau itu". Apabila pendekatan ini dilakukan maka ada beberapa tindakan guru yang perlu diperhatikan antara lain: Jangan menegur siswa dihadapan kawan-kawannya Apabila memberikan peringatan pada siswa hendaknya tidak merggunakan suara tinggi Bersikap tegas dan adil terhadap semua siswa Jangan pilih kasih Sebelum menghukum siswa, terlebih dahulu buktikan bahwa siswa itu bersalah Patuhiah pada aturan-aturan yang sudah Anda terapkan. 2. Pendekatan Pengubahan Tingkah Laku (Behavior Modification) Pendekatan ini bertolak dari psikologi Behavioristik. Yang menganggap bahwa semua tingkah laku merupakan hasil belajar. Dan juga berdasarkan prinsip psikologi bahwa setiap individu perlu diperhitungkan dalam proses pembelajaran. Prinsip psikologi tersebut adalah, meliputi:

a. Tindakan

penguatan positif, yaitu memberikan stimulus positif, berupa

ganjaran atau pujian terhadap perilaku atau hasil yang memang diharapkan, misalnya berupa ungkapan seperti "Nah seperti ini kalau mengerjakan tugas, tulisannya rapi mudah dibaca". Jenis-jenis penguatan positif itu ada yang: 1) Penguatan primer (dasar) yaitu penguatan-penguatan yang tidak dipelajari dan selalu diperlukan untuk berlangsungnya hidup, seperti, makanan, air, 15 udara yang segar dan sebagainya. Suasana seperti ini dapat membentuk perilaku siswa yang baik dan betah di dalam kelas. 2) Penguatan sekunder bersyarat yang menjadi penguat sebagai hasil proses belajar atau dipelajari, seperti diperhatikan, pujian (penguat sosial), nilai angka, rangking (penguatan simbolik), kegiatan atau permainan yang disenangi siswa (penguatan bentuk kegiatan). Ditinjau dari segi waktu, penguatan positif bisa diberikan secara: 1) Terus menerus pada setiap kali terjadi perbuatan baik atau yang diharapkan 2) Tenggang waktu atau berkala, yaitu setelah jangka jam pelajaran dimulai, atau setiap "sekian" kali perbuatan. Ada dua macam penjadwalan dalam panguatan berkala yaitu: Penjadwalan interval yaitu pemberian penguatan siswa setiap jangka waktu tertentu. Penjadwalan rasio, Pada umumnya, penjadwalaninterval lebih efektif untuk "Mempertahankan" tingkah laku yang dimaksud terus menerus terjadi. Dan penjadwalan rasio lebih efektif untuk "Meningkatkan frekuensi penampilan tingkah laku yang dimaksud" . Yang perlu diperhatikan guru juga adalah bahwa makna suatu penguat bersifat "Unik" artinya sangat tergantung pada si pemberi dan si penerima penguat tersebut. Apa yang oleh seorang siswa dianggap sebagai penguat, bagi siswa lain belum tentu diterima demikian. Dalam hal ini, pemahaman

guru terhadap kondisi psikologis siswa akan sangat membantu. Ada tiga cara yang dikenal dalam upaya pemilihan dan penerapan tindakan penguat, yaitu: Memperhatikan gelagat/tanda-tanda atau petunjuk khusus dengan cara mengamati hal-hal apa yang ingin dilakukan oleh siswa. Memperhatikan petunjuk-petunjuk tambahan dengan mengamati apa yang terjadi setelah siswa menampilkan perilaku tertentu. Dalam hal ini guru mencoba menetapkan tindakan dan perilaku apa yang dilakukan guru dan temanteman siswa itu yang tampaknya menguatkan perilaku siswa yang bersangkutan. Memperoleh petunjuk-petunjuk tambahan dengan cara langsung bertanya kepada siswa yang bersangkutan apa yang ingin dimilikinya, dan untuk apa untuk siapa biasanya siswa itu melakukan sesuatu yang berarti. b. Tindakan penghukuman, yaitu suatu penampilan perangsang yang tidak diinginkan atau tidak disukai, dengan harapan menurunkan frekuensi pemunculan tingkah laku yang tidak dikehendaki. Tindakan hukuman dalam pergelolaan kelas masih bersifat kontroversial (dipertentangkan). Sebagian menganggap bahwa hukuman merupakan alat yang efektif untuk dengan segera menghentikan tingkah laku yang tidak dikehendaki, sekaligus merupakan contoh "yang tidak dikehendaki" bagi siswa lain. Sebagian lain melihat bahwa akibat sampingan dari hubungan pribadi antara guru 17 (yang menghukum) dan siswa (terhukum) menjadi terganggu, atau siswa yang dihukum menjadi "Pahlawan" di mats teman-temannya. c. Tindakan penghilangan, yaitu tidak memberikan ganjaran yang diharapkan seperti yang lalu (menahan pemberian penguatan positif), atau pembatalan pemberian ganjaran yang sebenarnya diharapkan siswa. Contoh: Didi yang waktu sebelumnva mendapat pujian alas hasil pekerjaannya baik dan rapi yang diserahkan kepada Pak Umar, pada waktu penyerahan pekerjaan

berikutnya dengan hasil yang sama, Pak Umar menerima dan memeriksa tanpa memberi pujian. d. Tindakan penguatan negatif, yaitu meniadakan perangsang yang tidak menyenangkan atau tidak disukai. Atau dengan kala lain menghilangkan hukuman. Contoh : Wawan yang waktu sebelumnya dimarahi Pak guru karena pekerjaannya tidak benar dan tidak rapi, pada pengumpulan tugas berikutnya Pak guru tidak memarahinya lagi. Harapan dari tindakan-tindakan tersebut dapat menghentikan atau mengurangi perilaku-perilaku yang tidak dikehendaki serta dapat meneruskan atau meningkatkan perilaku-perilaku yang dikehendaki. Seperti digambarkan pada contoh-contoh di atas, guru dapat menumbuhkan perilaku-perilaku yang dikehendaki pada diri siswa melalui penerapan penguatan positif dan penguatan negatif. Dan guru mengurangi perilaku siswa yang tidak dikehendaki melalui penerapan penghukuman dan penghilangan. Berdasarkan uraian di alas dapat disimpulkan bahwa penerapan pendekatan perubahan tingkah laku (behavior modivication) mengandung prinsip. Mengabaikan persetujuan atas tingkah laku yang tidak diinginkan, menunjukan persetujuan atas tingkah laku yang diinginkan, itu sangat efektif menumbuhkan tingkah laku yang baik pada siswa. Menunjukan persetujuan atas tingkah laku yang baik merupakan kunci pengelolaan kelas yang efektif. 3. Pendekatan Iklim Sosioemosional (Sosio-Emotional Climate) Pendekatan ini bertolak dari asumsi bahwa: a. Proses pembelajaran yang efektif mempersyaratkan adanya iklim

sosioemosional yang baik artinya suasana hubungan interpesonal yang baik antara guru dan siswa serta antara siswa dengan siswa. b. Guru menduduki posisi terpenting bagi terbentuknya iklim sosioemosional yang baik itu.

Oleh karena itu, pendekatan ini berkeyakinan bahwa suasana atau iklim kelas yang baik berpengaruh terhadap kegiatan belajar mengajar. Hubungan guru dengan siswa yang penuh simpati dan saling menerima merupakan kunci pelaksanaan dari pendekatan ini. Dengan demikian, pendekatan ini menekankan pentingnya tingkah laku atau tindakan guru yang menyebabkan siswa memandang guru itu benar-benar terlibat dalam pembinaan siswa dan memperhatikan apa yang dialami siswa baik suka maupun duka. Implikasi dari pendekatan ini adalah bahwa siswa bukan semata-mata sebagai individu yang sedang mempelajari pelajaran tertentu, tetapi dipandang sebagai keseluruhan pribadi yang sedang berkembang. Upaya-upaya yang dapat dilakukan guru dalam penerapkan pendekatan ini antara lain: 1) Membantu setiap anak untuk menyadari dan menerima dirinya masingmasing (Ke "diri" annya). 2) Menyiapkan masing-masing anak untuk memberi kontribusi (sumbangan) kepada bermacam-macam antivitas di kelas. 3) Menyadari siswa untuk menerima dan mengerti perbedaan-perbedaan individual (masing-masing siswa) 4) Membuat rencana kerja sehingga kemampuannya masing-masing anak dalam kelas bermanfaat. Susunan yang tercipta, hubungan interpersonal dan iklim sosioemosonal dapat dilihat diagram berikut ini: DIAGRAM HUBUNGAN INTERPERSONAL 20 Tiga jenis sikap guru sebagaimana tercantum pada diagram merupakan dasar yang dapat menumbuhkembangkan hubungan interpersonal antara guru dengan guru, guru dengan siswa, dan siswa dengan siswa. Sikap-sikap tersebut dapat dijabarkan menjadi tindakan-tindakan guru, sebagai berikut:

1) Guru berusaha menyusun program kelas dan pelaksanaannya yang didasari oleh hubungan manusiawi yang diwarnai oleh sikap saling menghargai dan saling menghormati antar personal di kelas. 2) Setiap siswa diberi kesempatan untuk ikut serta dalam kegiatan kelas sesuai dengan kemampuan masing-masing, sehingga timbul suasana sosial dan emosional yang menyenangkan pada setiap siswa dalam elaksanakan tugas dan tanggung jawab masing-masing. 3) Bersikap terbuka untuk bersedia mendengar pendapat, saran, gagasan dan lain-lain dari siswa sehingga pengelolaan kelas berlangsung dinamis. 4) Menjalin hubungan yang harmonis dan manusiawi yang penuh saling pengertian, saling menghormati dan saling menghargai antara sesama guru. 4. Pendekatan Proses Kelompok (Group Proses) Pendekatan ini bertolak dari asumsi bahwa: a. Pengalaman belajar di sekolah berlangsung dalam suasana kelompok, yaitu kelompok kelas. b. Tugas guru yang terutama dalam pengelolaan kelas adalah membina dan memelihara kelompok yang efektif dan produktif. Berdasarkan asumsi tersebut, maka susunan atau pengelolaan kelas dengan pendekatan ini memiliki ciri sistem sosial sebagaimana dijumpai di luar sekolah, tentu saja dengan aktivitas mengarah pada perilaku atau tujuan yang dikehendaki. Lois V. Johnson dan Mary A. Bany (1970) dalam (Noorhadi 1985:27) mengemukakan bahwa kelompok sosial mempunyai ciri-ciri sebagai berikut. a. Multi personal dengan tingkat keakraban tertentu; b. Suatu sistem interaksi; c. Suatu organisasi atau struktur; d. Suatu motif tertentu atau mempunyai tujuan bersama; e. Suatu kekuatan atau standar tingkah laku tertentu; dan

f. Mempunyai pola tingkah laku yang dapat diobservasi yang merupakan kepribadian suatu kelompok. Johnson dan Bany (1970) dalam (Noorhadi, 1985:28) mengemukakan halhal yang berkaitan dengan proses kelompok. a. Keakraban, yaitu sifat saling tertarik atau saling membutuhkan antara sesama siswa/anggota sehingga mereka menjadi suatu ikatan. b. Solidaritas, yaitu kesatuan dan persetujuan yang komplit dalam segi-segi tujuan, pendapat, minat, dan perasaan kelompok yang memiliki solidaritas mampu mencegah timbulnya ancaman dari luar yang dapat memecah belah kelompoknya. c. Loyalitas, yaitu keinginan para anggotanya terhadap kelompok itu sendiri. Nampak dalam bentuk-bentuk norma atau nilai sosial yang diidentifikasi oleh kelompok. Norma dan nilai sosial ini diwujudkan bila anggotanya mendapat suatu ancaman dan bencana dan berusaha untuk mempertahankan dirinya. d. Moral yang dianut untuk menciptakan keakraban tidak hanya perasaan bersatu tetapi merupakan kualitas yang tersembunyi yang membuat kelompok gigih mempertahankan diri dalam menghadapi kesulitan. e. Kepuasaan, yaitu kondisi yang memberi pengaruh kepada anggotaanggotanya menyebabkan mereka bekerja secara harmonis bersama-sama terutama dalam menghadapi kesulitan. f. Iklim, yaitu kondisi yang dirasakan dalam kelompok, iklim ini berkaitan dengan kondisi tegang, sepi, tenang, balk. hangat, persahabatan, dan sebagainya. Dari pendapat Johnson & Bany di atas dapat disimpulkan bahwa kesatuan kelompok yaitu: a. Keakraban kelompok, bergantung kepada tingkat saling menerima dan menyenangi antara anggota dalam kelompok, dan

b. Kesatuan bersumber dart rasa memiliki. Karena itu guru harus berupaya agar anggota/siswa diterima dan disukai oleh teman-temannya dalam kelas. c. Kesatuan dan kerjasama kelompok dipengaruhi oleh adanya kepuasan kebutuhan yang dimanifestasikan dalam bentuk pengakuan kelompok dan antar hubungan siswa yang harmonis. Schmuck dalam (Noorhadi, 1985 : 28) mengemukakan enam unsur yang berkenaan dengan pengelolaan kelas melalui pendekatan proses kelompok, yaitu: a. Harapan, adalah prestasi yang ada pada guru dan siswa berkenaan dengan hubungan mereka. Harapan merupakan ramalan tentang apa yang diperbuat oleh diri sendiri dan orang lain dalam sating berhubungan itu. Dengan demikian harapan yang menyangkut bagaimana anggota-anggota kelompok akan berperilaku akan amat berpengaruh terhadap bagaimana guru dan siswa akan berperilaku dalam sating berhubungan. Satu kelompok kelas yang efektif akan terjadi apabiia harapan yang berkembang pada diri guru dan siswa adalah tepat, realistik, dan jelas dimengerti oleh guru dan siswa. Perilaku guru menampakkan harapan-harapan yang berkenaan dengan perilaku siswa, dan dengan demikian siswa akan berperilaku sesuai dengan harapan guru itu. b. Kepemimpinan dalam hal ini diartikan sebagai perilaku yang mendorong kelompok bergerak ke arah pencapaian tujuan. Dengan demikian perilaku kepemimpinan tidak dapat dipisahkan dari tindakan-tindakan yang dilakukan oleh anggota dalam: 1) Membantu menumbuhkan norma kelompok; 2) Menggerakan kelompok mendekati pencapaian tujuan; 3) Meningkatkan mutu interaksi antar anggota ketompok; dan 4) Mengembangkan kerataan hubungan dalam kelompok. Guru yang efektif adalah guru yang mampu menciptakan iklim dimana siswa mewujudkan fungsi-fungsi kepemimpinan sehingga semua anggota

kelompok merasakan bahwa mereka memliki kekuatan dan harga diri untuk melaksanakan tugas-tugas akademik dan tugastugas lain yang dibebankan kepada mereka. c. Kemenarikkan, adalah berkaitan dengan pola keakraban yang terdapat dalam kelompok kelas. Kemenarikkan juga dapat diartikan sebagai tingkat hubungan persahabatan di antara anggota kelompok kelas. Tingkat kemenarikkan ini tergantung kepada sampai sejauh hubungan interpersonal yang positif di antara anggota kelompok kelas, misalnya bagaimana guru berusaha untuk

meningkatkan sikap menerima dari pacta anggota kelas terhadap kehadiran siswa/anggota baru yang selama ini mereka menolak. d. Norma merupakan suatu pedoman tentang cara berpikir, cara berperilaku, dan rasa yang diakui bersama oleh anggota kelompok. Hubungan interpersonal sangat dipengaruhi oleh norma ini, sebab norma memberikan pedoman tentang apa yang dapat diharapkan dari orang lain dan yang harus dilakukan terhadap orang lain. Kelompok kelas yang efektif ditandai norma yang produktif. Dalam hal ini tugas guru adalah membantu kelompok untuk mengembangkan, menerima dan mempertahankan normanorma kelompok yang produktif. Metode disukai kelompok yang produktif dapat mengubah norma-norma yang tidak produktif. e. Komunikasi, merupakan dialog antar anggota kelompok baik melalui komunikasi verbal maupun non verbal. Komunikasi memungkinkan terciptanya interaksi yang bermakna di antara anggota kelompok dan memungkinkan terciptanya proses kelompok. Komunikasi yang efektif ditandai dengan penafsiran secara benar dan tepat proses yang disampaikan, dengan demikian tugas guru adalah mempunyai arah ganda, artinya guru bertugas membuka seluruh komunikasi yang memungkinkan siswa secara bebas mengemukakan pikiran dan perasaannya, di samping itu juga menarik pikiran dan perasaan yang mereka komunikasikan kepada guru. Sebagai tambahan, guru perlu juga

membantu siswa untuk mengembangkan kemampuan khusus berkomunikasi, seperti membuat paraphase dan mengemukakan balikan. f. Keeratan berkaitan dengan rasa kebersamaan yang dipunyai kelompok kelas, atau merupakan jumlah keseluruhan dari rasa yang dipunyai oleh semua anggota kelompok terhadap kelompok itu. Keeratan ini menekankan hubungan individu terhadap kelompok secara keseluruhan, bukan terhadap individuindividu lain di dalam kelompok, keeratan dipengaruhi oleh hal-hal berikut ini: 1) Besar kecilnya minat terhadap tugas-tugas kelompok; 2) Sejauh mana sikap sating menyukai terhadap sesama anggotanya; dan 3) Sejauh mana kelompok memberikan prestasi tertentu kepada anggotanya. Berdasarkan uraian di alas dapat disimpulkan bahwa pengelolaan kelas dengan pendekatan proses kelompok adalah sebagai berikut. Guru hendaknya

mampu membentuk dan memelihara kelompok kelas maupun kelompok keciI , yang efektif dan produktif. Kelompok efektif dan produktif dapat terjadi apabila dalam kelompok tersebut memiliki harapan, kepemimpinan, keterkaitan, suasanaliklim, baik fisik (tempat, udara dan sebagainya) maupun non fisik (solidaritas, loyalitas, kepuasan, keakraban), norma aturan dan komunikasi. Guru tanggap dan mampu merubah kelompok yang tidak efektif dan tidak produktif. 5. Pendekatan Elektis (Electic approach) Pendekatan ini menekankan pada potensialitas, kreativitas dan inisiatif guru dalarn memilih berbagai pendekatan dalam satu situasi yang dihadapinya. Penggunaan pendekatan elektis memungkinkan digunakannya dua atau lebih pendekatan dalam satu situasi pembelajaran. Penggunaan pendekatan ini menuntut pula kemampuan guru untuk berimprovisasi dalam menghadapi masalah yang dihadapi siswa. Guru tidak hanya terpaku pada penerapan salah satu pendekatan dalam perbaikan tingkah laku siswa, tetapi dalam melaksanakan tugasnya hendaknya mampu menerapkan pendekatan-pendekatan tersebut secara bersamaan

dua atau tiga pendekatan. Demikianlah telah Anda pelajari perihal pendekatan dalam pengelolaan kelas. 6. Pendekatan Kebebasan Pengelolaan diartikan secara suatu proses untuk membantu anak didik agar merasa bebas untuk mengerjakan sesuatu kapan saja dan dimana saja. Peranan guru adalah mengusahakan semaksimal mungkin kebebasan anak didik. 7. Pendekatan Resep Pendekatan resep (cook book) ini dilakukan dengan memberi satu daftar yang dapat menggambarkan apa yang harus dan apa yang tidak boleh dikerjakan oleh guru dalam mereaksi semua masalah atau situasi yang terjadi di kelas. Dalam daftar itu digambarkan tahap demi tahap apa yang harus dikerjakan oleh guru. Peranan guru hanyalah mengikuti petunjuk seperti yang tertulis dalam resep. 8. Pendekatan Pengajaran
Pendekatan ini didasarkan atas suatu anggapan bahwa dalam suatu perencanaan dan pelaksanaan akan mencegah munculnya masalah tingkah laku anak didik, dan memecahkan masalah itu bila tidak bisa dicegah. Pendekatan ini menganjurkan tingkah laku guru dalam mengajar untuk mencegah dan menghentikan tingkah laku anak didik yang kurang baik. Peranan guru adalah merencanakan dan mengimplementasikan pelajaran yang baik. D. IMPLEMENTASI PENDEKATAN TINGKAH LAKU DALAM KURIKULUM

Seperti dikemukakan terdahulu, pendekatan pengubahan tingkah laku didasarkan atas prinsip-prinsip psikologi behavioral. Prinsip pokoknya ialah bahwa semua tingkah laku itu dipelajari, baik tingkah laku yang disukai maupun tidak disukai. Para penganut pendekatan ini percaya bahwa seorang siswa yang bertingkah laku menyimpang melakukan perbuatannya itu karena satu atau dua alasan: 1. siswa telah mempelajari tingkah laku yang menyimpang itu, atau 2. siswa itu belum mempelajari tingkah laku yang sebaiknya. Pendekatan pengubahan tingkah laku dibangun atas dua anggapan dasar:

1. ada empat proses yang perlu diperhitungkan dalam belajar bagi semua orang pada segala tingkatan umur dan dalam segala keadaan dan 2. proses belajar itu sebagian atau seluruhnya dipengaruhi (dikontrol) oleh kejadian-kejadian yang berlangsung di lingkungan. Dengan demikian, tugas pokok guru adalah menguasai dan menerapkan keempat proses yang telah terbukti (bagi kaum behavioris) merupakan pengontrol tingkah laku manusia, yaitu: penguatan positif, penghukuman, penghilangan dan penguatan negatif. Para penganut pemberian penguatan menekankan bahwa apabila seorang siswa menampilkan tingkah laku tertentu, maka tingkah lakunya itu diikuti oleh akibat (konsekwensi) tertentu. Ada empat kategori dasar dari akibat: 1. 2. 3. 4. apabila ganjaran diberikan, apabila hukuman diberikan, apabila ganjaran dihentikan, dan apabila hukuman dihentikan.

Pemberian ganjaran disebut penguatan positif dan pemberian hukuman disebut saja penghukuman. Penghentian pemberian ganjaran disebut penghilangan (extinention) atau penundaan (time out), tergantung pada keadaannya. Penghentian hukuman disebut penguatan negatif. Frekuensi munculnya tingkah laku tertentu sejalan dengan jenis mana yang mengikuti tingkah laku itu. Penguatan positif, yaitu pemberian ganjaran setelah ditampilkannya tingkah laku yang dimaksud, mengakibatkan ditingkatkannya frekuensi pemunculan tingkah laku yang dimaksud. Tingkah laku yang memperoleh ganjaran itu diperbuat dan diulangi lagi di waktu mendatang. Contoh: Bambang menulis laporan dengan rapi dan menyerahkannya kepada guru (tingkah laku siswa). Guru memuji pekerjaan Bambang itu dan memberikan komentar bahwa laporan Bambang yang ditulis dengan rapi lebih mudah dibaca dibandingkan dengan yang ditulis secara tidak rapi (penguatan positif). Untuk laporan-laporan berikutnya, Bambang terus memperhatikan kerapian laporan itu (frekuensi tingkah laku yang dikuatkan itu meningkat). Penghukuman menampilkan perangsang yang tidak diinginkan atau tidak disukai (yaitu hukuman) setelah dilakukannya suatu perbuatan tertentu yang menyebabkan frekuensi pemunculan tingkah laku itu menurun. Contoh: Jamilus menyerahkan kepada guru laporan yang kurang rapi (tingkah laku siswa). Guru memahami Jamilus karena tidak memperhatikan kerapian laporan itu,

mengatakan bahwa laporan yang tidak rapi sukar dibaca dan menyuruh Jamilus menulis laporan itu kembali (hukuman). Untuk laporan-laporan selanjutnya, Jamilus telah memperhatikan kerapian laporan itu (frekuensi tingkah laku yang mendapatkan hukuman itu menurun). Penghilangan adalah menahan (tidak lagi memberikan) ganjaran yang diharapkan akan diberikan seperti yang sudah-sudah (menahan pemberian penguatan positif). Penghilangan ini menghasilkan penurunan frekuensi tingkah laku yang semula mendapat penguatan. Contoh: Susi, yang laporan-laporan sebelumnya memperoleh pujian dari guru, menyerahkan kepada guru laporan yang rapi (tingkah laku siswa yang sebelumnya mendapat penguatan). Guru menerima laporan itu dan setelah dibaca mengembalikan laporan itu tanpa komentar (menahan pemberian penguatan positif). Untuk laporan-laporan berikutnya Susi menjadi kurang rapi (frekuensi tingkat laku yang telah dikuatkan menurun). Penundaan merupakan tindakan tidak jadi memberikan ganjaran atau mengecualian pemberian ganjaran untuk siswa tertentu. Penundaan seperti ini menurunkan frekuensi penguatan dan menurunkan frekuensi tingkah laku yang dimaksudkan itu. Contoh: Para siswa di kelas Ibu Eti (guru Bahasa Inggris) yakin bahwa guru mereka itu akan menyelenggarakan permainan kata-kata (word game) jika para siswa mengerjakan tugas dan baik. Permainan seperti itu amat digemari oleh para siswa. Ternyata siswasiswa memang mengerjakan tugas dengan baik, kecuali Jayeng. Ibu Eti mengatakan bahwa Jayeng tidak diperkenankan ikut serta dalam permainan itu dan duduk sendiri terpisah dari kelompok-kelompoknya (mengecualikan pemberian ganjaran untuk siswa tertentu). Selanjutnya, Jayeng mengerjakan tugas-tugas dengan lebih baik (frekuensi tingkah laku laku menurun). Penguatan negatif adalah peniadaan perangsang yang mengenakkan atau tidak disukai (yaitu hukuman) setelah ditampilkannya suatu tingkah laku yang mengakibatkan menurunnya frekuensi tingkah laku yang dimaksud. Peniadaan hukuman itu memperkuat tingkah laku yang ditampilkan dan meningkatkan kecenderungan diulanginya tingkah laku tersebut. Contoh: Jamilus adalah salah seorang siswa yang harus menerus menyerahkan kepada guru laporan-laporan yang ditulis dengan tidak rapi. Meskipun guru terus menerus menegur dan memarahinya, laporan-laporan Jamilus itu tidak lebih baik. Pada suatu

ketika Jamilus menyerahkan laporan yang agak rapi. Guru menerima laporan Jamilus itu tanpa komentar dan tanpa teguran atau marah yang selama ini ditempatkan kepadanya (peniadaan hukuman). Selanjutnya, laporan-laporan Jamilus menjadi lebih rapi (frekuensi tingkah laku meningkat). Dapat diringkaskan, guru dapat menumbuhkan tingkah laku yang diinginkan pada diri siswa melalui penerapan penguatan positif, yaitu pemberian ganjaran dan penguatan negatif yaitu peniadaan hukuman. Guru dapat mengurangi tingkah laku yang tidak diinginkan pada diri siswa melalui penerapan penghukuman, yaitu pemberian perangsang yang tidak mengenakkan; penghilangan yaitu menahan pemberian ganjaran yang biasanya diberikan dan penundaan, yaitu mengecualikan siswa dari pemberian ganjaran tertentu. Perlu diingat bahwa penerapan masingmasing jenis akibat (konsekuensi) itu berkaitan dengan diterus atau dihentikannya penampilan suatu tingkah laku di masa depan. Jika guru memberikan penguatan terhadap perbuatan yang menyimpang, maka besar kemungkinan perbuatan yang menyimpang itu akan diulangi atau diteruskan; dan sebaliknya, apabila guru menghukum tingkah laku yang baik, maka besar kemungkinan perbuatan yang sebenarnya baik it akan dihentikan penampilannya. Tentang kapan penguatan itu diberikan juga penting. Tingkah laku siswa yang dianggap baik dan perlu diteruskan hendaknya diberi penguatan sesegera mungkin setelah tingkah laku itu ditampilkan. Tingkah laku siswa yang tidak diinginkan dan perlu dihentikan hendaklah diberi hukuman sesegera mungkin setelah tingkah laku itu ditampilkan. Tingkah laku yang tidak segera diberi penguatan akan cenderung melemah dan tingkah laku yang tidak segera diberi hukuman akan cenderung berkembang (menguat). Dengan demikian, unsur waktu dalam pemberian penguatan dan hukuman adalah penting. Makin cepat makin baik merupakan kata-kata yang perlu diperhatikan bagi guru berkenaan dengan keefektifannya dalam mengelola kelas. Frekuensi pemberian penguatan juga perlu diperhatikan. Penguatan terus menerus yaitu yang diberikan setelah setiap kali tingkah laku yang dimaksudkan ditampilkan, berakibat makin seringnya penampilan tingkah laku itu. Dengan demikian, jika guru ingin memperkuat tingkah laku tertentu dari seorang siswa maka guru itu hendaklah memberikan ganjaran pada setiap penampilan tingkah laku yang dimaksud. Penguatan yang terus menerus itu terutama sekali efektif bagi tahap-tahap awal penguasaan suatu tingkah laku khusus tertentu, dan sekali tingkah laku itu sudah terbina pada diri siswa, penguatan berkala akan lebih efektif. Ada dua macam penjadwalan dalam penguatan berkala, yaitu penjadwalan interval dan penjadwalan rasio. Penjadwalan interval dilaksanakan apabila guru memberikan penguatan kepada siswa setiap setelah jangka waktu tertentu.

Misalnya, guru memberikan penguatan setiap jam. Penjadwalan rasio dilaksanakan apabila guru memberikan pengaturan kepada siswa setiap setelah siswa menampilkan sekian kali tingkah laku yang dimaksud. Misalnya, guru memberikan penguatan setiap siswa telah menampilkan empat kali tingkah laku yang dimaksud. Pada umumnya, penjadwalan interval lebih efektif diterapkan untuk mempertahankan agar tingkah laku yang dimaksudkan itu terus menerus dapat berlangsung secara tetap, sedangkan penjadwalan rasio lebih efektif untuk meningkatkan frekuensi penampilan tingkah laku itu. Dalam proses pemberian penguatan, ganjaran yang diberikan disebut penguat (reinforce). Jenis-jenis penguat dapat digolongkan ke dalam dua klasifikasi besar: 1. penguat besar, yaitu penguat-penguat yang tidak dipelajari dan selalu diperlukan untuk berlangsungnya hidup (seperti makanan, air, udara yang segar), dan 2. penguat bersyarat, yaitu penguat-penguat yang dipelajari (seperti pujian, kasih sayang, uang). Penguat bersyarat meliputi: 1. penguat sosial, yaitu pemberian ganjaran terhadap tingkah laku tertentu oleh orang lain dalam kaitannya dengan suasana sosial (seperti tepuk tangan, pujian); 2. penguat penghargaan yaitu jenis ganjaran yang merupakan tanda penghargaan, yang mana tanda penghargaan itu mungkin dapat ditukarkan dengan ganjaran nyata yang dapat bermanfaat (seperti uang tanda tukar kebutuhan sekolah lainnya); 3. penguatan kegiatan, yaitu jenis ganjaran yang berupa kesempatan untuk melakukan kegiatan tertentu (seperti kesempatan berekreasi, membaca bebas di perpustakaan). Dalam menyelenggarakan penguatan haruslah diperhatikan pengaruh penguatan itu pada diri masing-masing siswa. Keberhasilan suatu usaha penguatan harus dilihat sampai berapa jauh penguatan itu mampu meningkatkan frekuensi penampilan tingkah laku yang diberi penguatan itu. Dengan demikian, arti suatu ganjaran hanya bisa dimengerti dalam kaitannya dengan siswa tertentu. Ganjaran bagi seorang siswa mungkin memang merupakan ganjaran, tetapi bagi siswa lainnya justru merupakan hukuman. Tanggapan guru terhadap tingkah laku siswa yang dimaksudkan sebagai pujian dan ganjaran, dirasakan oleh siswa sebagai hukuman dan sebaliknya, yang dimaksudkan sebagai hukuman justru seringkali terjadi. Seringkali siswa melakukan tindakan yang menyimpang untuk menarik

perhatian orang lain. Tanggapan guru yang berupa marah atau omelan, bagi siswa yang haus akan perhatian orang lain dirasakan lebih sebagai ganjaran daripada sebagai hukuman, dan sebagai akibatnya siswa itu terus bertingkah laku menyimpang dengan tujuan menarik perhatian orang lain. Contoh diatas mengisyaratkan bahwa guru harus amat hati-hati dalam memilih dan menerapkan penguat-penguat yang tepat untuk siswa-siswa tertentu. Hal ini tampaknya sukar, namun sebenarnya tidaklah demikian. Jenis-jenis penguat tertentu sebenarnya tidak terlepas dari kebutuhan siswa tertentu, bahkan siswa itu dapat (secara tidak langsung) menunjukkan penguat-penguat yang dibutuhkannya. Ada tiga cara untuk mengenali jenis-jenis penguat yang bersangkutan dengan siswa tertentu: 1. melihat petunjuk-petunjuk (gelagat) khusus berkaitan dengan jenis penguat tertentu dengan jalan mengamati hal-hal apa yang ingin dilakukan oleh siswa; 2. melihat petunjuk-petunjuk tambahan dengan mengamati apa yang terjadi setelah siswa menampilkan tingkah laku tertentu; dalam hal ini guru mencoba menerapkan tindakan atau tingkah laku apa yang dilakukan guru dan temanteman siswa itu yang tampaknya menguatkan tingkah laku siswa yang bersangkutan; dan 3. memperoleh petunjuk-petunjuk tambahan dengan jalan langsung menanyakan kepada siswa yang bersangkutan tentang apa yang ingin dilakukannya jika dia memiliki waktu terluang, apa yang ingin dimilikinya, dan untuk apa atau untuk siapa biasanya siswa itu melakukan sesuatu yang berarti. Setelah secara singkat membahas penggunaan ganjaran, marilah kita singgung sedikit lagi tentang hal yang sebenarnya masih merupakan suatu dilema atau masih diperdebatkan, yaitu penggunaan hukuman untuk mengurangi atau meniadakan tingkah laku yang tidak disukai. Dalam kaitan ini ada tiga pokok pandangan, yaitu:

penggunaan hukuman secara tepat adalah amat efektif untuk mengurangi atau menghilangkan tingkah laku siswa yang menyimpang; penggunaan hukuman secara bijaksana terhadap hal-hal tertentu secara terbatas dapat menimbulkan akibat yang baik secara cepat (segera), tetapi guru harus dengan hati-hati mencatat akibat-akibat sampingan dari hukuman itu, dan penggunaan hukuman itu hendaklah sama sekali dihindarkan karena penanggulangan terhadap tingkah laku siswa yang menyimpang dapat dilakukan dengan cara-cara lain yang tidak perlu menimbulkan akibat sampingan sebagaimana dapat ditimbulkan oleh hukuman.

Keuntungan dan kerugian penggunaan hukuman perlu dikenali.

Beberapa keuntungan ialah: 1. Hukuman dapat menghentikan dengan segera tingkah laku siswa yang menyimpang, dan dapat mencegah berulangnya kembali tingkah laku itu dalam waktu yang cukup lama. 2. Hukuman berfungsi sebagai pemberi petunjuk kepada siswa dengan kenyataan bahwa siswa dibantu untuk segera mengetahui tingkah laku mana yang dapat diterima. 3. Hukuman berfungsi sebagai pengajaran bagi siswa-siswa lain dengan kenyataan bahwa hukuman itu mungkin mengurangi kemungkinan siswasiswa lain meniru tingkah yang mendapat hukuman itu. Kerugian penggunaan hukuman: 1. Hukuman dapat ditafsirkan secara salah. Kadang-kadang penghukuman terhadap tingkah laku tertentu digeneralisasikan untuk tingkah laku-tingkah laku lainnya. Misalnya, seorang siswa yang dihukum karena berbicara tanpa mengindahkan giliran mungkin tetap akan tidak berbicara meskipun kesempatan berbicara baginya terbuka luas. 2. Hukuman dapat menyebabkan siswa yang bersangkutan menarik diri sama sekali. 3. Hukuman dapat menyebabkan siswa agresif. 4. Hukuman dapat menimbulkan reaktif negatif dan kawan-kawan siswa yang bersangkutan. Misalnya, siswa-siswa dapat menampilkan tingkah laku yang tidak diinginkan (seperti menertawakan, simpati) terhadap siswa yang menerima hukuman. 5. Hukuman dapat menimbulkan sikap negatif pada diri sendiri atau terhadap suasana diluar dirinya. Misalnya, hukuman dapat merusak perasaan bahwa diri sendiri cukup berharga atau dapat menumbuhkan sikap negatif terhadap sekolah. Dalam mempertimbangkan keuntungan dan kerugian penggunaan hukuman, pilihan-pilihan yang akan diterapkan harus benar-benar dipertimbangkan secara hati-hati. Jika cara hukuman tertentu memang sudah dipilih, maka penerapannya harus dicatat secara diteliti. Disamping itu, dalam melaksanakan hukuman itu guru harus sudah mempertimbangkan hal-hal atau akibat yang mungkin terjadi dan guru harus sudah siap pula menanggulangi apa yang mungkin terjadi itu. Lebih jauh disarankan agar guru juga mampu memberikan penguatan terhadap tingkah laku yang baik sambil sekaligus mampu menahan pemberian penguatan atau hukuman terhadap tingkah laku yang tidak disukai.

Pembicaraan tentang pendekatan pengubahan tingkah laku dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Mengabaikan tingkah laku siswa yang tidak diinginkan dan menunjukkan persetujuan atas tingkah laku yang diinginkan adalah amat efektif dalam menumbuhkan tidak langkah yang baik bagi siswa-siswa di kelasnya. 2. Menunjukkan persetujuan atas tingkah laku yang baik tampaknya merupakan kunci dari pengelolaan kelas yang efektif. Kesimpulan-kesimpulan diatas dapat diartikan sebagai berikut: 1. Memberikan ganjaran terhadap tingkah laku siswa yang baik dan menahan pemberian ganjaran tingkah laku yang tidak baik adalah amat efektif untuk membina tingkah laku siswa yang lebih baik didalam kelasnya. 2. Menghukum tingkah laku siswa yang tidak baik dapat meniadakan tingkah laku itu tetapi mungkin menimbulkan akibat sampingan yang bersifat negatif. 3. Memberikan ganjaran terhadap tingkah laku yang baik tampaknya merupakan kunci bagi pengelolaan kelas yang efektif. SUMBER BACAAN Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1982. Buku II: Modul Pengelolaan Kelas. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Proyek Pengembangan Institusi Pendidikan Tinggi.

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Manajemen kelas dapat meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas karena situasi dan kondisi kelas memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan kemampuan semaksimal mungkin.

3.2 Saran Di masa yang akan datang, diharapkan sistem manajemen kelas agar lebih ditingkatkan lagi. Perkembangan pembelajaran di dunia global semakin pesat, oleh karena itu guru kelas diwajibkan untuk memiliki kompetensi khusus dalam mengelola kelas agar suasana belajar yang menyenangkan, efektif dan efisien dapat terlaksana dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Manajemen_Kelas http://manajemen.webege.com/index.php?option=com_content&view=article&id=13 6: pendekatan tingkah laku&catid=50:bina-didik&Itemid=70

You might also like