You are on page 1of 34

I. Manusia, Makna, dan Sejarah Agama Islam.

1.1 Manusia dan agama. 1.1.1 Hubungan manusia dan agama. Agama menurut bahasa sangsakerta, agama berarti tidak kacau (a = tidak gama = kacau) dengan kata lain, agama merupakan tuntunan hidup yang dapat membebaskan manusia dari kekacauan. Didunia barat terdapat suatu istilah umum untuk pengertian agama ini, yaitu : religi, religie, religion, yang berarti melakukan suatu perbuatan dengan penuh penderitaan atau mati-matian, perbuatan ini berupa usaha atau sejenis peribadatan yang dilakukan berulang-ulang. Istilah lain bagi agama ini yang berasal dari bahasa arab, yaitu addiin yang berarti : hukum, perhitungan, kerajaan, kekuasaan, tuntutan, keputusan, dan pembalasan. Kesemuanya itu memberikan gambaran bahwa addiin merupakan pengabdian dan penyerahan, mutlak dari seorang hamba kepada Tuhan penciptanya dengan upacara dan tingkah laku tertentu, sebagai manifestasi ketaatan tersebut (Moh. Syafaat, 1965). Sekurang-kurangnya ada empat alasan yang melatarbelakangi perlunya manusia terhadap Agama. Keempat alasan tersebut secara singkat dapat dikemukakan sebagai berikut: A. Latar Belakang Fitrah Manusia Kenyataan bahwa manusia memiliki fitrah keagamaan tersebut buat pertama kali ditegaskan dalam ajaran Islam. Yakni bahwa agama adalah kebutuhan fitrah manusia sebelumnya. Manusia belum mengenal kenyataaan ini. Baru masa ini, muncul beberapa orang yang menyerukan dan mempopulerkannya dalam keagamaan yang ada dalam diri manusia inilah yang melatarbelakangnya perlunya manusia pada agama.oleh karenanya ketika datang wahyu tuhan yang menyeru manusia agar beragama, maka seruan tersebut memang pukulan dengan fitrahnya itu, dalam konteks ini minsalnya membacakan yang berbunyi. Artinya : Hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia sesuai dngan fitrah itu. (QS.Al-Rum : 30). Adanya potensi fitarah agama yang terdapat pada manusia tersebut dafat pua dianalisis melalui istilah Ihsan yang digunakan Al-Quran untuk menunjukan manusia. Mengacu kepada informasi yang diberikan Al-Quran, Musa Asyari sampai pada suatu kesimpulan, bahwa manusia Ihsan adalah manusia yang menerima pelajaran dari tuhan tentang apa yang tidak diketahuinya. Melalui uraian tersebut diatas dapat kita simpilkan bahwa latar belakang perlunya manusia pada agama adalah karena dalam diri manusia sudah terdapat potensi untuk

beragama. Potensi beragama ini memerlukan pembinaan, pengarahan, dan seterusnya dengan mengenal agama kepadanya. 2. Kelemahan Dan Kekurangan Manusia. Faktor lain yang melatarbelakangi manusia memerlukan agama adalah karena disamping manusia memiliki berbagi kesempurnaan juga memiliki kekurangan. Hal ini antara lain digunakan oleh kata Al-Nafs menurut Quraish Shihab. Bahwa dalam pandangan Al-Quran Nafs diciptakan Allah dalam keadaan sempurna yang berfungsi menampung serta mendorong manusia berbuat kebaikan dan keburukan, dan karena itu sisi dalam manusia inilah yang oleh Al-Quran dianjurkan untuk diberi perhatia lebih besar. Kita misalnya membacakan ayat yang berbunyi.

Artinya : Demi nafs serta demi penyempurna ciptaan, Allah mengilhamkan kepadanya kefasikan dan ketaqwaan.(QS.Al-Syams : 78) Dalam literatur teologi Islam kita jumpai pandangan kaum mutazilah yang rasionalis, karena banyak mendahulukan pendapat akal dalam memperkuat argumensinya dari pada pendapat wahyu, namun demikian, mereka sepakat manusia dengan akalnya memiliki kelemahan. Akal memang dapat mengetahui yang baik dan yang buruk. Tetapi tidak semua yang baik dan yang buruk dapat diketahui akal. Dalam hubungan inilah, kaum Mutazilah mewajibkan pada tuhan agar menurunkan wahyu dengan tujuan kekurangan yang dimiliki akal dapat dilengkapi dengan informasi yang datang dari wahyu (agama). Dengan demikian, Mutazilah secara tidak langsung memandang bahwa manusia memerlukan Wahyu. 3. Tentang Manusia Faktor lain yang menyebabkan manusia memerlukan agama adalah karena manusia dalam kehidupannya senantiasa menghadapi berbagai tantangan, baik yang datang dari luar maupun yang datng dari dalam. Tantangan dari dalam berufa dorongan hawa nafsu dan bisikan setan. Sedangkan yang datang dari luar dapat berupa rekayasa dan upaya-upaya yang dilakukan manusia yang secara sengaja berupa ingin memalingkan mnausia dari tuhan. Mereka dengan rela mengeluarka biaya, tenaga, dan fikiran yang dimanifestasikan dalam berbagai bentuk kebudayaan yang didalamnya mengandung misi menjauhkan manusia dari tuhan. Allah berfirman dalam Al-Quran Surat AlAnfal : 36 Yang artinya : sesungguhya orang-orang yang kafir itu menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah.(QS.Al-Anfal:36) Orang-orang kafir itu sengaja mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk mereka gunakan agar orang-orang mengikuti keinginannya. Barbagai bentuk budaya, hiburan,

obat-obat terlarang dan lain sebaginya dibuat dengan sengaja. Untuk itu, upaya membatasi dan membentengi manusia adalah dengan mengajar mereka agar taat menjalankan agama. Godaan dan tantangan hidup demikian itu, saat ini meningkat, sehingga uapaya mengagamakan masyarakat menjadi penting. Disamping itu, hubungan antara manusia dan agama dapat diuraikan dalam beberapa aspek, yaitu: 1. Fitrah terhadap Agama Dalam masyarakat sederhana banyak peristiwa yang terjadi dan berlangsung di sekitar manusia dan di dalam diri manusia, tetapi tidak dapat dipahami oleh mereka. Yang tidak dipahami itu dimasukkan ke dalam kategori gaib. Karena banyak hal atau peristiwa gaib ini menurut pendapat mereka, mereka merasakan hidup dan kehidupan penuh kegaiban. Menghadapi peristiwa gaib ini mereka merasa lemah tidak berdaya. Untuk menguatkan diri, mereka mencari perlindungan pada kekuatan yang menurut anggapan mereka menguasai alam gaib yaitu Dewa atau Tuhan. Karena itu hubungan mereka dengan para Dewa atau Tuhan menjadi akrab. Keakraban hubungan dengan Dewa-Dewa atau Tuhan itu terjalin dalam berbagai segi kehidupan: sosial, ekonomi, kesenian dan sebagainya. Kepercayaan dan sistem hubungan manusia dengan para Dewa atau Tuhan ini membentuk sistem agama. Karena itu, dalam masyarakat sederhana mempunyai hubungan erat dalam agama. Gmbaran ini berlaku di seluruh dunia. Kenyataan ditemukannya berbagai macam agama dalam masyarakat sejak dahulu hingga kini membuktikan bahwa hidup di bawah sistem keyakinan adalah tabiat yang merata pada manusia. Tabiat ini telah ada sejak manusia lahir sehingga tak ada pertentangan sedikit pun dari seseorang yang tumbuh dewasa dalam sebuah sistem kehidupan. Agama-agama yang berbeda-beda tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat tersebut. Susunan jagat raya yang demikian mengagumkan telah menggiring manusia kepada keberadaan Sang Pencipta yang Maha Sempurna. Pendapat bahwa kemunculan alam ini sebagai sebuah proses kebetulan sangat tidak memuaskan hati manusia dari masa ke masa. Bahkan teori-teori tentang tentang peluang tidak dapat menjawab prosesproses penciptaan pada makhluk bersel satu sekalipun yang merupakan bagian yang amat kecil dalam penciptaan. Keberadaan Sang Pencipta lebih mendatangkan rasa tentram pada intelek manusia. Watak-watak yang ada pada seluruh unsur alam ini baik yang mati maupun yang hidup lebih mengagumkan lagi. Proses terjadinya hujan, pergerakan planet-planet mengelilingi matahari, burung-burung yang mengudara dengan ringannya dan mengembara ke berbagai belahan dunia menempuh jarak puluhan ribu kilometer, keunikan lebah menata masyarakatnya dan lain-lainnya, seakan-akan mencerminkan sikap ketundukan kepada hukum universal yang diletakkan Sang Pencipta di alam raya ini.

Oleh karena itu, penyembahan manusia kepada Pencipta adalah suatu bagian dari karekteristik penciptaan itu sendiri sebagaimana sebagaiman penciptaan satelit mengorbit pada planetnya. Allah SWT berfirman dalam AlQuran : Tidakkah kamu tahu bahwasanya Allah kepada-Nyabertasbih apa yang ada di langit dan di bumi dan ( juga) burung dengan mengembangkan sayapnya. Masing-masing telah mengetahui (cara) shalatnya dan tasbihnya dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S: An-Nuur, 24:41) Keteraturan seluruh elemen alam ini membangkitkan kesadaran bahwa kehidupan manusia pun memerlukan keteraturan tersebut. Penerimaan manusia pada sebuah sistem aturan hidup terus berlangsung dari masa ke masa. Agama adalah suatu bentuk sistem tersebut yang kehadirannya berlangsung sejak lama di berbagai sudut bumi dengan bentuk yang berbeda-beda. Kekhasan watak manusia memunculkan dimensi yang berbeda-beda pada hukum-hukumnya. Penyimpangan atas hukum alam menyebabkan kehancuran fisik dan penyimpangan pada hukum manusia yang dapat menyebabkan kehancuran fisik dan juga sosial. Dimensi pahala dan dosa serta hari pembalasan terdapat pada hampir semua agama yang ada di dunia. Dimensi ini secara luas diterima manusia bahkan dalam cara berpikir modern sekalipun. Paham materialisme yang menganggap materi sebagai hakikat yang abadi di alam ini justru tidak mendapat tempat di dunia moden. Bertrand Russel menyatakan bahwa Teori Relativitas telah menjebol pengertian tradisional mengenai substansi lebih dahsyat dari argumen filosofi mana pun. Materi bagi pengertian sehari-hari adalah sesuatu yang bertahan dalam waktu dan bergerak dalm ruang. Tetapi bagi ilmu alam, relativitas pandangan tersebut tak dapat lagi dibenarkan. Sebongkah materi tidak lagi merupakan sebuah benda yang tetap dengan keadaan yang bermacam-macam tetapi merupakan suatu sistem peristiwa, yang saling berhubungan. Yang semula dianggap sifat padat dari benda-benda sudah tidak ada lagi, dan juga sifat-sifat yang menyebabkan materi di mata seorang materialisme nampak lebih nyata daripada kilasan pikiran, juga tidak ada lagi. Allah SWT berfiman: Dan mereka berkata: Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa. Mereka tidak mempunyai Pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanya menduga-duga saja. (Q.S: Al-Jaasiyah, 45:24)

2. Pencarian Manusia terhadap Agama Akal yang sempurna akan senantiasa menuntut kepuasan berpikir. Oleh karena itu, pencarian manusia terhadap kebenaran agama tak pernah lepas dari muka bumi ini. Penyimpangan dari sebuah ajaran agama dalam sejarah kehidupan manusia dapat

diketahui pada akhirnya oleh pemenuhan kepuasan berpikir manusia yang hidup kemudian. Nabi Ibrahim a.s. dikisahkan sangat tidak puas menyaksikan bagaimana manusia mempertuhankan benda-benda mati di alam ini seperti patung, matahari, bulan, dan bintang. Demikian pula Nabi Muhammad SAW, pada akhirnya memerlukan tahannus karena jiwanya tak dapat menerima aturan hidup yang dikembangkan masyarakat Quraisy di Mekkah yang mengaku masih menyembah Tuhan Ibrahim. Allah berfiman; Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung lalu Dia memberi petunjuk. ( Q.S: Ad-Dhuhaa, 93:7) Seiring dengan sifat-sifat mendasar pada diri manusia itu Alquran dalam sebagian besar ayat-ayatnya menantang kemampuan berpikir manusia untuk menemukan kebenaran yang sejati sebagaimana yang dibawa dalam ajaran islam. Keteraturan alam dan sejarah bangsa-bangsa masa lalu menjadi obyek yang dianjurkan untuk dipikirkan. Perbandingan ajaran antar berbagai agama pun diketengahkan Alquran dalam rangka mengokohkan pengambilan pendapat manusia. Akibat adanya proses berpikir ini, baik itu merupakan sebuah kemajuan atau kemunduran, terjadilah perpindahan (transformasi) agama dalam kehidupan manusia. Tatkala seseorang merasa gelisah dengan jalan yang dilaluinya kemudian ia menemukan sebuah pencerahan, maka niscaya ia akan memasuki dunia yang lebih memuaskan akal dan jiwanya itu. Ketenangan adalah modal dasar dalam upaya mengarungi kehidupan pribadi. Padahal masyarakat itu adalah kumpulan pribadipribadi. Masyarakat yang tenang, bangsa yang cerah sesungguhnya lahir dari keputusan para anggotanya dalam memilih jalan kehidupan. Allah berfirman: Orang-orang kafir berkata: Mengapa tidak diturunkan kepadanya (Muhammad) tanda (mukjizat) dari Tuhannya? Katakanlah: Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki dan menunjuki orang-orang yang bertobat kepada-Nya. (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah, ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram. ( Q.S: Ar-Rad, 13:27-28)

3. Konsistensi Keagamaan Manusia diciptakan dengan hati nurani yang sepenuhnya mampu mengatakan realitas secara benar dan apa adanya. Namun, manusia juga memiliki ketrampilan kejiwaan lain yang dapat menutupi apa-apa yang terlintas dalam hati nuraninya, yaitu sifat berpura-pura. Meskipun demikian seseorang berpura-pura hanya dalam situasi tertentu yang sifatnya temporal atau aksidental. Tiada keberpura-puraan yang permanen dan esensial. Sikap konsisten seseorang terhadap agamanya terletak pada pengakuan hati nuraninya terhadap agama yang dipeluknya. Konsistensi ini akan membekas pada seluruh aspek kehidupannya membentuk sebuah pandangan hidup. Namun membentuk sikap konsistensi, juga bukanlah persoalan yang mudah. Di antara langkah-langkahnya adalah; a. Pengenalan Seseorang harus mengenal dengan jelas agama yang dipeluknya, sehingga bisa membedakannya dangan agama yang lain. Hal ini dapat dilakukan dengan mengetahui ciri-ciri pokok dan cabang yang terdapat dalam sebuah agama. Jika ada orang yang menyatakan bahwa semua agama itu sama, maka hampir dipastikan bahwa ia sebenarnya tak mengenali agama itu satu persatu. b. Pengertian Ajaran agama yang dipeluk pasti memiliki landasan yang kuat, tempat dari mana seharusnya kita memandang. Mengapa suatu ajaran diajarkan, apa faedahnya untuk kehidupan pribadi dan masyarakat, apa yang akan terjadi jika manusia meninggalkan ajaran tersebut dan lain-lainnya, ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya akan mengantarkan kita kepada sebuah pengertian. Seseorang yang mengerti ajaran agamanya akan dengan mudah mempertahankannya dari upaya-upaya pengacauan orang lain. Ia juga dapat menyiarkan ajaran agamanya dengan baik dan bergairah. c. Penghayatan Penghayatan terhadap suatu agama lebih tinggi nilainya daripada sekedar pengertian. Ajaran yang hidup dalam dan menjadi sebuah kecenderungan yang instingtif mencerminkan tumbuhnya sebuah kesatuan yang tak terpisahkan antara agama dan kehidupan. Interaksi seseorang terhadap ajaran agamanya pada fase ini tidak sekedar dengan pikirannya tetapi lebih masuk ke relung-relung hatinya. Dengan penghayatan yang dalam seseorang dapat mengamalkan ajaran agamanya, melahirkan keyakinan atau keimanan yang mendorongnya untuk melaksanakan agama dengan tulus ikhlas. d. Pengabdian Seseorang yang tidak lagi memiliki ambisi pribadi dalam mengamalkan ajaran

agamanya akan dapat memasuki pengabdian yang sempurna. Kepentingan hidupnya adalah kepentingan agamanya, tujuan hidupnya adalah tujuan agamanya, dan jiwanya adalah warna agamanya. Orang yang memilki fase bagaikan sudah tidak memilki diri lagi, karena demikianlah hakikat penghambaanyaitu . Fase penghambaan ini disebut ibadah, yaitu penyerahan diri secara total dan menyeluruh kepada Tuhannya. Penghambaan ini akan menjelmakan pengamalan cara ibadah tertentu (ritual, mahdhah) dan meletakkan seluruh hidupnya dibawah pengabdian kepad Tuhannya (ghair mahdah) e. Pembelaan Apabila kecintaan seseorang terhadap agamanya telah demikian tinggi, maka tak boleh ada lagi perintang yang menghalang jalannya agama. Rintangan terhadap agama adalah rintangan terhadap dirinya sendiri, sehingga ia akan segera melakukan pembelaan. Ia rela mengorbankan apa saja yang ada pada dirinya harta benda bahkan nyawa, bagi nama baik dan keagungan agama yang dipeluknya. Pembelaan ini juga disebut jihad, yaitu suatu jiwa yang sungguh-sungguh dalam membela agamanya. Itulah makna konsistensi keagamaan seseorang yang tampak pada jalankehidupannya. Sejarah mencatat fenomena ini dalam berbagai agama dan ideologi yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan manusia. Para pahlawan muncul dalam berbagai bangsa. Dalam kaitan ini Allah SWT berfirman: Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar. (Q.S: AlHujurat, 49:15) Dari uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa agama, sangat perlu bagi manusia terutama bagi orang yang berilmu, apapun disiplin ilmunya. Karena dengan agama ilmunya akan lebih bermakna. Bagi kita umat islam, agama yang dimaksud adalah agama yang kita peluk yaitu agama islam. Kenapa islam ? Karena agama islam adalah agama akhir yang tetap mutakhir, agama yang selalu mendorong manusia untuk mempergunakan akalnya untuk memahami ayat-ayat kauniyah (Sunnatullah) yang terbentangdi alam semesta, dan memahami ayat-ayat quraniyah yang terdapat didalam al-quran. Agama Islam adalah agama keseimbangan dunia dan akhirat, agama yang tidak mempertentangkan iman dan ilmu, bahkan menurut sunnah Rasulullah SAW, Islam mewajibkan manusia, baik laki-laki maupun perempuan untuk menuntut ilmu pengetahuan mulai dari buaian sampai ke liang lahat : Minal mahdi ilal lahd, yang kemudian dirumuskan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan Life long Education yang diterjemahkan kedalam bahasa indonesia yaitu pendidikan seumur hidup, menuntut ilmu selama

dikandung badan. Singkat kata, dengan ilmu kehidupan manusia akan bermutu, dengan agama kehidupan manusia akan lebih bermakna. Dengan ilmu dan agama kehidupan manusia akan sempurna dan bahagia. Dalam masyarakat modern pun agama tetap diperlukan manusia. Di kalangan cendekiawan muslim Indonesia ada pemikiran untuk memadukan ilmu dengan agama, mengendalikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan agama supaya manusia sejahtera. Islam memiliki beberapa keistimewaan yang menjdi akidah umat di setiap masa, yaitu antara lain: a. Luwes, logis dan praktis Islam bukanlah agama dongengan. Ajarannya luwes, jelas dan bisa di pahami. Islam tidak membenarkan adanya khurafat, tidak pula keyakinan-keyakinan yang mematikan akal dan membuat kejumudan intelektual, islam tidak membenarkan keyakinan yang bisa melenyapkan keimanan akan ke Esaan Allah SWT, risalah Muhammad SAW, dan kehidupan akhirat, yang semua itu menjadi dasar pokok akidah islamiah. Semua berdiri di atas dasar Akal pikiran yang sehat dan logika yang tepat dan pasti. Islam menganjurkan manusia mempergunakan akal pikirannya dan merenungi segala perkaranya. Islam juga menganjurkan mengkaji dan mencari kebenaran (hakikat) dan berusaha keras mendapatkan ilmu pengetahuan (marifat). Allah memerintahkan umat manusia memohon tambahan ilmu kepada Tuhannya, sebagaimana difirmankan: Dan katakanlah! Berikanlah aku tambahan ilmu (Q.S. Thahaa, 20:114) Islam juga menjelaskan, betapa jauh perbedaan antara orang berilmu dan tidak berilmu. Allah berfirman: Apakah kamu lebih beruntung, hai orang musyrik ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam, dengan sujud dan berdiri, sedangkan ia takut kepada azab akhirat dan mengharaokan rahmat Tuhannya? Katakanlah! Samakah orang-orang yang berilmu dan orang-orang yang tidak berilmu? Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. (Q.S. Az-Zumar, 39:9) Islam menyelamatkan manusia dari ajaran khurafat dan kebodohan. Islam membimbing manusia menuju dunia ilmu pengetahuan dan cahaya yang terangbenderang. Dalam hal itu islam adalah agama yang praktis, bukan hanya merupakan teori kosong yang mandul. Isla menegaskan, bahwa iman itu bukanlah kepercayaan semata yang harus diimani umat manusia, tetapi islam menegaskan, agar iman itu dijadikan sumber pancaran kehidupan konkret, menjalar kepada seluruh amal perbuatan islami, bagai mengalirnya air ke dalam sel-sel makhuk hidup. Karena itu maka iman kepada Allah, menuntut pelaksanaan perintah-Nya. Maka islam bukan semata-mata merupakan ungkapan kata dan penuturan lidah melalui pembacaan zikir kepada Allah, memuji dan menyanjung-Nya, tetapi seluruh kehidupan manusia secara total itulah yang harus diislami. Karena itu Allah SWT berfirman:

Orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, bagi mereka kebahagian dan tempat kembali yang baik. (Q.S. Ar-Rad, 13:29)

b. Islam Tatanan Lengkap untuk Kehidupan Islam bukanlah agama yang efisiensinya hanya dalam kehidupan individu semata, sebagaimana yang digambrkan oleh kebanyakan orang. Akan tetapi, islam adalah suatu tatanan lengkap untuk kehidupan umat manusia, didalam berbagai bidang dan dimensi kehidupan

1.1.2 Manusia menurut tinjauan islam Siapakah manusia? Apa hakikatnya? Para ahli berbeda-beda dalam mendefinisikan manusia disebabkan perbedaan sudut pandang mereka yang beraneka. Manusia dari kata sansekerta; manu, Laten: mens = berpikir, berakal budi; homo = seorang yang dilahirkan dari tanah; humus = tanah. Manusia adalah ciptaan Allah yang paling besar, untuk itu terlebih dahulu dia harus mengenal Nya. Kalau manusia itu sudah mengenal jiwanya pasti ia akan mengenal Tuhannya. Pernyataan ini identik dengan bunyi suatu kalimat : Barang siapa sudah mengenal jiwanya, maka ia akan mengenal Tuhannya Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya ( At-Tiin : 4 ) Manusia ditinjau dari susunan postulat tubuhnya adalah ciptaan Allah yang paling sempurna ditimbang makhluk hidup lainnya yang ada dimuka bumi. Berangkai dari persepsi semacam itu maka eksistensi manusia balik yang bersifat ekstern maupun intern selalu memperlihatkan kesempurnaan dari ciptaan yang begitu mendetail lewat gerakan anggota tubuhnya. Manusia adalah makhluk yang tercipta berdasarkan ketentuan Allah, bukan secara kebetulan dan serampangan. Ia tercipta untuk tujuan tertentu bukan untuk kesia-siaan. Walaupun manusia dinobatkan sebagai khalifah karena dikaruniai pemberian, mempunyai berbagai pengetahuan dan mampu menganalisa aspek-aspek penting dalam kekhalifahan dan mengkaji hukum-hukum alam, namun ia masih tergolong sebagai makhluk yang lemah, seringkali ditaklukan oleh hawa nafsu, dan tidak mengenal jiwanya. Sesungguhnya manusia itu diciptakan bersifat keluh kesah dan kikir. Apabila ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah dan kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah. Dan apabila ia mendapat kesenangan, ia amat kikir (Al-Maarij 1921) Manusia yang mengagumkan ini tercipta dan bermula dari tiada, lalu ia menciptakan

dari debu. dari setepul debu ini muncul keturunan bani Adam, Allah menciptakan manusia secara bertahab, mengalami beberapa fase perkembangan dan evolusi, dari debu menjadi sperma dan kemudian menjadi segumpal darah. ini merupakan bukti kebesaran Allah. Firman Allah S. Adz. Dzariyat : 20 21 Yang dimaksud manusia disini, ya manusia secara umum. Mereka diciptakan dari segumpal darah dengan jenis dan ras yang berbeda beda, tapi mereka mempunyai proses penciptaan yang sama, hal ini menunjukkan bahwa Allah mengistimewakan manusia, agar mereka ingat dan menyadari bahwa Dia telah memberikan kemuliaan, melindungi peranan dan menjunjung tinggi kedudukan mereka diantara makhlukmakhluk yang lain. Penobatan manusia sebagai khalifah di Bumi, adalah suatu kehormatan besar dari Allah sebagai penciptanya, sehingga Dia memerintahkan para Malaikat untuk bersujud kepada manusia. Yang lebih besar dari peristiwa ini dan merupakan keistimewaan bagi manusia adalah ditiupkan Nya roh (ciptaan) Allah kedalam dirinya. Ini sebagai sinyalemen bahwa asal usul manusia itu suci, tercipta dari bahan yang berkualitas tinggi dan memiliki fitrah yang murni. Kehormatan inilah yang merupakan harta yang tak ternilai harganya bagi manusia yang diperoleh secara langsung dari Allah yang Maha Agung. Sebagian kerangka dasar Penciptaan Manusia: 1. Untuk memperlihatkan dan membuktikan keadilan dan kekuasaan Allah, maka Dia ciptakan bumi sebagai tempat berpijak dan hidup manusia. Dia (Allah penuhi seluruh bekal kehidupan manusia sebelum berperan dibumi) 2. Sebagai perwujudan dari sifat keadilan dan kebijaksanaan Allah, Dia sempurnakan manusia sebelum turun keatas bumi. Adam tercipta sebagai bukti kelebihan dan kemutlakan dari kekuasaan Allah yang dari Nya terpantul kebesaran zat yang Maha Pencipta. Dalam penciptaan Adam terdapat berbagai macam pelajaran, kaca perbandingan yang mengandung beribu hikmah dimana kita lihat kelebihan Adam dan anak cucunya dalam berbagai aspek dan kita saksikan betapa Allah membedakannya dari makhluk yang lain: a. Keistimewaan Adam yang diberikan oleh Allah terlihat pada saat Malaikat diperintahkan untuk bersujud kepadanya. b. Kelebihan Adam nampak ketika ia diciptakan oleh Allah dengan kedua tangan Nya (yakni Kuasa Allah) c. Bumi beserta isi alam semesta tunduk kepada Adam, agar ia boleh mengelola, merekayasa dan mengembangkan kehidupan manusia. d. Adam memiliki potensi intelektual dan kemampuan berkreasi untuk mendatangkan hasil dari alam semesta ini demi kebaikan hidup didunia. Hakekat dan Martabat manusia dalam Islam Manusia adalah makhluk ciptaan Allah

yang misterius dan sangat menarik. Dikatakan misterius karena semakin dikaji semakin terungkap betapa banyak hal-hal mengenai manusia yang belum terungkapkan betapa banyak hal-hal mengenai manusia yang belum terungkapkan. Dan dikatakan menarik karena manusia sebagai subjek sekaligus sebagai objek kajian yang tiada henti-hentinya terus dilakukan manusia khususnya para ilmuwan. Oleh karena itu ia telah menjadi sasaran studi sejak dahulu, kini dan kemudian hari. Hampir semua lembaga pendidikan tinggi mengkaji manusia, karya dan dampak karyanya terhadap dirinya sendiri, masyarakat dan lingkungan hidupnya. Didalam Al-Quran manusia disebut antara lain dengan a. Bani Adam (Q.S. Al-Isra:70) b. Basyar (Q.S. Al-Kahfi: 10) c. Al-Insan (Q.S. Al-Insan: 1) d. An-Nas (Q.S. an- Anas (114):1) Berbagai rumusan tentang manusia telah pula diberikan orang. Salah satu diantaranya, berdasarkan studi isi Al-Quran dan Al-Hadits, berbunyi (setelah disunting) sebagai berikut: Al-insan (manusia) adalah makhluk ciptaan Allah yang memiliki potensi untuk beriman (kepada Allah), dengan mempergunakan akalnya mampu memahami dan mengamalkan wahyu serta mengamati gejala-gejala alam, bertanggung jawab atas segala perbuatannya dan berakhlak (N.A Rasyid, 1983: 19) Kelebihan Manusia Dari Makhluk Lainnya, Fungsi Dan Tanggung Jawab Manusia Dalam Islam Bertitik tolak dan rumusan singkat itu, menurut ajaran Islam, manusia, dibandingkan dengan makhluk lain, mempunyai beberapa ciri utamanya adalah: 1. Makhluk yang paling unik, djadikan dalam bentuk yang paling baik, ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Firman Allah: Artinya: Sesungguhnya Kami telah menjadikan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya (QS. At-Tin:4) Karena itu pula keunikannya (kelainannya dari makhluk ciptaan Tuhan yang lain) dapat dilihat pada bentuk struktur tubuhnya, gejala-gejala yang ditimbulkan jiwanya, mekanisme yang terjadi pada setiap organ tubuhnya, proses pertumbuhannya melalui tahap-tahap tertentu. Hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungan hidupnya, ketergantungannya pada sesuatu, menunjukkan adanya kekuasaan yang berada diluar manusia itu sendiri. Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah karena itu seyogyanya menyadari kelemahannya. Kelemahan manusia berupa sifat yang melekat pada dirinya disebutkan Allah dalam Al-Quran, diantaranya adalah: a. Melampaui batas (QS. Yunus:12) b. Zalim (bengis, kejam, tidak menaruh belas kasihan, tidak adil, aniaya) dan

mengingkari karunia (pemberian) Allah (QS. Ibrahim: 34) c. Tergesa-gesa (QS. Al-Isra:11) d. Suka membantah (QS. Al-Kahfi:54) e. Berkeluh kesah dan kikir (QS. Al-Maarij:19-21) f. Ingkar dan tidak berterima kasih (QS. Al-Adiyat: 6) Namun untuk kepentingan dirinya manusia ia harus senantiasa berhubungan dengan penciptanya, dengan sesama manusia, dengan dirinya sendiri, dan dengan alam sekitarnya. 2. Manusia memiliki potensi (daya atau kemampuan yang mungkin dikembangkan) beriman kepada Allah. Sebab sebelum ruh (ciptaan) Allah dipertemukan dengan jasad di rahim ibunya, ruh yang berada di alam ghaib itu ditanyain Allah, sebagaimana tertera dalam Al-Quran: Artinya: apakah kalian mengakui Aku sebagai Tuhan kalian? (para ruh itu menjawab) ya, kami akui (kami saksikan) Engkau adalah Tuhan kami). (QS. Al-Araf:172) 3. Manusia diciptakan Allah untuk mengabdi kepada-Nya dalam Al-Quran surat AzZariyat: Artinya: tidaklah Aku jadikan jin dan manusia, kecuali untuk mengabdi kepada-Ku. (QS. Az-Zariyat:56) Mengabdi kepada Allah dapat dilakukan manusia melalui dua jalur, jalur khusus dan jalur umum. Pengabdian melalui jalur khusus dilaksanakan dengan melakukan ibadah khusus yaitu segala upacara pengabdian langsung kepada Allah yang syaratsyaratnya, cara-caranya (mungkin waktu dan tempatnya) telah ditentukan oleh Allah sendiri sedang rinciannya dijelaskan oleh Rasul-Nya, seperti ibadah shalat, zakat, saum dan haji. Pengabdian melalui jalur umum dapat diwujudkan dengan melakukan perbuatan-perbuatan baik yang disebut amal sholeh yaitu segala perbuatan positif yang bermanfaat bagi diri sendiri dan masyarakat, dilandasi dengan niat ikhlas dan bertujuan untuk mencari keridaan Allah. 4. Manusia diciptakan Tuhan untuk menjadi khalifah-Nya di bumi. Hal itu dinyatakan Allah dalam firman-Nya. Di dalam surat al-Baqarah: 30 dinyatakan bahwa Allah menciptakan manusia untuk menjadi khalifah-Nya di bumi. Perkataan menjadi khalifah dalam ayat tersebut mengandung makna bahwa Allah menjadikan manusia wakil atau pemegang kekuasaan-Nya mengurus dunia dengan jalan melaksanakan segala yang diridhai-Nya di muka bumi ini (H.M. Rasjidi, 1972:71) Manusia yang mempunyai kedudukan sebagai khalifah (pemegang kekuasaan Allah) di bumi itu bertugas memakmurkan bumi dan segala isinya. Memakmurkan bumi artinya mensejahterakan kehidupan di dunia ini. Untuk itu manusia wajib bekerja,

beramal saleh (berbuat baik yang bermanfaat bagi diri, masyarakat dan lingkungan hidupnya) serta menjaga keseimbangan dan bumi yang di diaminya, sesuai dengan tuntunan yang diberikan Allah melalui agama. 5. Disamping akal, manusia dilengkapi Allah dengan perasaan dan kemauan atau kehendak. Dengan akal dan kehendaknya manusia akan tunduk dan patuh kepada Allah, menjadi muslim. Tetapi dengan akal dan kehendaknya juga manusia dapat tidak dipercaya, tidak tunduk dan tidak patuh kepada kehendak Allah, bahkan mengingkari-Nya, menjadi kafir. Karena itu di dalam Al-Quran ditegaskan oleh Allah: Artinya: Dan katakan bahwa kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu. Barangsiapa yang mau beriman hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang tidak ingin beriman, biarlah ia kafir. (QS. Al-kahfi: 29) Dalam surat Al-Insan juga dijelaskan: Artinya: Sesungguhnya kami telah menunjukinya jalan yang lurus (kepada manusia), ada manusia yang syukur, ada pula manusia yang kafir. (QS. Al-Insan: 3) 6. Secara individual manusia bertanggung jawab atas segala perbuatannya. Hal ini dinyatakan oleh Allah dalam Al-Quran : Artinya: Setiap orang terikat (bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya. (QS. At-Thur: 21) 7. Berakhlaq. Berakhlaq adalah ciri utama manusia dibanding mahkluk lain. Artinya manusia adalah makhluk yang diberikan Allah kemampuan untuk membedakan yang baik dengan yang buruk. Dalam islam kedudukan akhlaq sangat penting, ia menjadi komponen ketiga dalam Islam. Kedudukan ini dapat dilihat dalam sunah yang menyatakan bahwa beliau diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlaq manusia yang mulia. Dari ungkapan Al-Quran itu jelaslah bahwa manusia berasal dari zat yang sama yaitu tanah. Pada kesempatan lain Al-Quran mengatakan bahwa manusia diciptakan dari air(mani) yang terpencar dari tulang sulbi(pinggang) dan tulang dada (QS. At-Thariq: 6-7), begitu juga segala sesuatu (alam). Dan dalam masa 40 hari mani yang telah terpadu, berangsur menjadi darah segumpal. Proses kejadian manusia itu secara jelas disebutkan dalam Al-Quran (dan Al-Hadits) yang telah dibuktikan kebenarannya secara ilmiah oleh Maurice Bucaile dalam bukunya Bibel, Quran dan Sains Modern terjemahan H.M. Rasjidi (1978) Al-Quran yang mengungkapkan proses kejadian manusia itu antara lain terdapat didalam surat Al-Muminun ayat 12-14 secara ringkas adalah : 1) Diciptakan dari saripati tanah (sulalatin min thin), lalu menjadi 2) Air mani (nutfhah disimpan dalam rahim), kemudian menjadi 3) Segumpal darah (alaqah), diproses 4) Kami jadikan menjadi segumpal daging (mudhghah) 5) Tulang belulang (idhaman) 6) Dibungkus dengan daging (rahman). 7) Makhluk yang (berbentuk) lain (janin?). (Q.S. Al-Mukminun; 12-14) Ditiup roh (dari Allah) pada hari yang ke 120 usia kandungan 9) Lalu lahir sebagai bayi (Q.S. Al-Hajj;

5) 10) Dia jadikan pendengaran, penglihatan dan hati (Q.S. An-Nahl; 78) 11) Tumbuh anak-anak, lalu dewasa, tua (pikun) (Q.S. Al-Hajj; 5) 12) Kemudian mati (Q.S. Almukminun; 15) 13) Dibangkit (dari kubur) di hari kiamat (Q.S. AlMukminun; 16) Melalui sunahnya, Nabi Muhammad menjelaskan pula proses kejadian manusia, antara lain dalam hadits berbunyi sebagai berikut: Artinya : Sesungguhnya, setiap manusia dikumpulkan kejadiannya dalam perut ibunya selama empat puluh hari sebagai muthfah (air mani), empat puluh hari sebagai alaqah (segumpal darah) selama itu pula sebagai mudhgah (segumpal daging). Kemudian Allah mengutus malaikat untuk meniupkan ruh (ciptaan) Allah ke dalam tubuh (janin) manusia yang berada dalam rahim itu (H.R. Bukhari dan Muslim). Dari proses kejadian dan asal manusia menurut Al-Quran itu, Ali Syariati, sejarawan dan ahli sosiologi Islam, yang dikutip oleh Mohammad Daud Ali, mengemukakan pendapatnya berupa interpretasi tentang hakikat penciptaan manusia. Menurut beliau ada simbolisme dalam penciptaan manusia dari tanah dan dari ruh (ciptaan) Allah. Makna simbiolisnya adalah, manusia mempunyai 2 dimensi (bidimensional) : dimensi ketuhanan, dan dimensi kerendahan atau kehinaan. Makhluk lain hanya mempunyai satu dimensi saja (uni-dimensional). Dalam pengertian simbiolis, lumpur (tanah) hitam, menunjuk pada keburukan, kehinaan yang tercemin pada dimensi kerendahan. Disamping itu, dimensi lain yang dimiliki manusia adalah dimensi keilahian yang tercemin dari perkataan ruh (ciptaan)-Nya itu. Dimensi ini menunjuk pada kecenderungan manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah, mencapai asaluruh (ciptaan) Allah dan atau Allah sendiri. Karena hakekat penciptaan inilah maka manusia pada suatu saat dapat mencapai derajat yang tinggi, tetapi pada saat yang lain dapat meluncur ke lembah yang dalam, hina dan rendah. Fungsi kebebasan manusia untuk memilih, terbuka baik kejalan Tuhan maupun sebaliknya, kejurang hinaan. Kehormatan dan arti penting manusia, dalam hubungan ini, terletak dalam kehendak bebas (free will)nya untuk menentukan arah hidupnya. Hanya manusialah yang dapat menentukan tuntutan dan sifat nalurinya, mengendalikan keinginan dan kebutuhan fisiologisnya untuk berbuat baik atau jahat, patuh atau tidak patuh kepada hukum hukum Tuhan. Dari uraian tersebut diatas dapatlah disimpulkan bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang terdiri dari jiwa dan raga, berwujud fisik dan ruh (ciptaan) Allah. Sebagai makhluk illahi hidup dan kehidupannya berjalan melalui 5 tahap, masingmasing tahap tersebut alam yaitu : 1) Di alam ghaib (alam ruh atau arwah) 2) Di alam rahim 3) Di alam dunia (yang fana ini) 4) Di dalam barzakh dan 5) Di alam akhirat (yang kekal = abadi) yakni alam tahapan terakhir hidup dan kehidupan (ruh) manusia. Di satu sisi manusia sering mendapat pujian Tuhan. Dibandingkan dengan makhlukmakhluk lain, ia mempunyai kapasitas yang paling tinggi (Q.S. Hud: 3), mempunyai

kecenderungan untuk dekat kepada Tuhan melalui kesadarannya tentang kehadiran Tuhan yang terdapat jauh di alam sadarnya (Q.S. Ar-Rum: 43). Manusia diberi kebebasan dan kemerdekaan serta kepercayaan penuh untuk memilih jalannya masing-masing (Q.S. Al-Ahzab: 72; Al-Ihsan : 2-3) Ia diberi kesadaran moral untuk memilih mana yang baik mana yang buruk, sesuai dengan hati nuraninya atas bimbingan wahyu (Q.S. Asy-Syams(91):7-8). Manusia dimuliakan Tuhan dan diberi kesempurnaan dibandingkan dengan makhluk lain (Q.S. Al-Isra:70), diciptakan Tuhan dalam bentuk yang sebaik-baiknya (Q.S. At-Tiin(95):4) Namun disisi lain, manusia ini juga mendapat celaan Tuhan, amat aniaya dan mengikari nikmat (Q.S. Ibrahim: 34), sangat banyak membantah (Q.S. Al-Hajj: 67) dan kelemahan lain yang telah disebut didepan. Dengan mengemukakan sisi pujian dan celaan tidak berarti bahwa ayat-ayat Al-Quran bertentangan satu sama lain, tetapi hal itu menunjukkan potensi manusiawi untuk menempati tempat terpuji, atau meluncur ke tempat tercela. Al-Quran seperti telah disebut di muka, menjelaskan bahwa manusia diciptakan dari tanah, kemudian setelah sempurna kejadiannya, Tuhan menghembuskan kepadanya ruh ciptaan-Nya (Q.S. Sad: 71-72). Dengan tanah manusia dipengaruhi oleh kekuatan alam seperti makhluk-makhluk lain sehingga butuh makanan, minuman, hubungan kelamin, dan sebagainya. Dengan ruh (ciptaan) Tuhan, ia diantar kearah tujuan non materi yang tidak terbobot, tidak bersubstansi dan tidak dapat diukur di laboratorium, tidak dikenal oleh alam materi. Sebenarnya masih banyak lagi kajian tentang manusia,uraian diatas hanya sebagian kecil tentang manusia yaitu ditinjau dari kacamata Islam,pantaslah istilah diatas mengatakan Kenalilah dirimu maka engkau akan kenal siapa Tuhanmu. Hidayat Allah (petunjuk) yang diberikan Allah kepada kita yang berupa : insting, pancaindra dan akal, seringkali tidak cukup kuat bagi manusia untuk menemukan apa sesungguhnya fungsi dan tujuan hidupnya di dunia ini. Untuk melengkapi tiga petunjuk tersebut perlu lagi petunjuk keempat berupa agama. Agama memberikan petunjuk kepada manusiasiapa penciptanya dan apa yang wajib dilakukan kepada penciptanya itu. Agamalah yang mengajarkan bahwa manusia bukan hanya hidup di dunia ini saja. Agar hidupnya bahagia, manusia diwajibkan untuk menanam, mengumpulkan bekal kebajikan sebanyak-banyaknya didunia ini untuk dibawanya kepada kehidupan yang lebih kekal di kehidupan nanti.

Definisi Manusia Manusia dalam bahasa Sansekerta memiliki makna, manu, Laten: mens = berpikir, berakal budi; homo = seorang yang dilahirkan dari tanah; humus = tanah. Manusia merupakan mahluk hidup di Bumi seperti manhluk hidup lainnya, di lain pihak manusia memiliki akal dan pikiran di banding dengan mahluk hidup lainnya. Banyak

pemahaman mengenai definisi manusia. Pertama, Materialisme antropologik menjelaskan manusia adalah jasad yang tersusun dari bahan-bahan material dari dunia anorganik. Kedua, Materialisme biologik, manusia adalah badan yang hidup atau organisme yang mempersatukan segala pembawaan dan kegiatan kehidupan badan di dalam dirinya. Ketiga, Idealisme antropologik, manusia adalah mahluk yang memiliki kehidupan spiritual-intelektual yang tidak bergantung pada materi. Selain pehaman-pehaman tersebut, pendapat para ahli juga ada yang memberikan penjelasan tentang manusia. Pertama, teori psikoanalisis, homo valens, manusia merupakan mahluk berkeinginan, manusia adalah manusia yang memiliki prilaku hasil interaksi antara komponen biologis, psikologis dan sosial. Kedua, teori behaviorisme, manusia merupakan mahluk mesin, segala tingkah laku manusia terbentuk sebagai hasil proses pembelajaran terhadap lingkungannya, bukan disebabkan aspek rasional dan emosionalnya. Ketiga, teori kognitif, homo sapiens, manusia merupakan mahluk berpikir, manusai bukan lagi dianggap sebagai mahluk yang pasif terhadap lingungannya, tetapi mahluk yang selalu berusaha memahami lingkungannya, yang selalu berpikir untuk mempertahankan, meningkatkan, dan mengaktualisasikan diri.

Definisi Agama Islam


Agama menunjukkan kepada manusia siapa Pencipta dan kewajiban untuk beribadah kepada penciptanya. Agama juga memberikan manusia bahwa hidup tidak hanya di dunia saja. Manusia akan hidup bahagia jika mereka mengumpulkan amal-amal baik ang banyak di dunia untuk bekal di akhirat kelak. Agama menjelaskan bahwa manusia selaku hamba Allah harus menjalin hubungan secara vertikal, yaitu mengabdi dan beribadah kepada Allah serta sebagai khalifah harus menjalin hubungan secara horizontal, yaitu berhubungan dengan manusia lain dan lingkungan untuk memakmurkan bumi. Agama islam merupakan rahmatan lil alamin yang memiliki arti rahmat bagi seluruh umat. Isal mtidak hanya mengatur hubungan vertikal, tetapi juga mengatur hubungan horizontal. Al-Quran merupakan kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantara malaikat Jibril. Al-Quran berisi kebenaran abadi, membenarkan kitab suci sebelumnya dan penyempuran ajaran kitab-kitab sebelumnya. Arti Islam dalam tinjauan etimologinya berasal dari kata aslama-yuslimu-islaman memiliki makna selamat dan damai juga memiliki arti tunduk, patuh dan berserah

diri. Islam membawa arti damai kepada Pencipta dengan tunduk, patuh, berserah diri sepenuhnya kepada Allah SWT. Islam merupakan satu-satunya agama yang diturunkan Allah SWT kepada umatnya. Agama yang diridhai oleh-Nya adalah agama Islam. Allah tidak akan menerima agama selain Islam. Islam memiliki beberapa karakteristiknya. Pertama, ajaran yang sederhana, rasional dan praktis karena mampu mendorong manusia menggunakan akal dan pikirannya. Kedua, kesatuan antara kebendaan dan kerohanian. Ketiga, Islam memberikan petunjuk bagi seluruh kehidupan manusia karena Islam mengajarkan manusia agar hidup bahagia di dunia dan akhirat. Keempat, keseimbangan antara individu dan masyarakat, Islam mengakui manusia sebagai individu dan membela hak asasinya. Kelima, Islam bersifat menyeluruh dan universal. Keenam, Ketetapan dan perubahan, aturan dan hukum Islam tidak terikat oleh batas ruang dan waktu. A. Islam agama fitrah. Fitrah memiliki arti kejadian asli, ciptaan, alamiah dan bahkan agama. Islam merupakan agama fitrah karena merupakan ciptaan Allah SWT. Islam merupakan satu-satunya agama yang diturunkan oleh Allah SWT kepada manusia dan dia tidak pernah menurunkjan agama lain. Allah memperlakukan manusia di dunia ini tanpa pilih kasih dan membeda-bedakan. B. Islam agama para Nabi. Al-Quran menjelaskan dalam ayatnya seperti QS 3:84, 22:78, 2:132, 3:67, 2:130-132, 12:101,27 : 29-31, 3 :52, 5 :3,7:158, 4:79, 4:7, 21:107-108. Nabi Ibrahim, Ishaq a.s, Ismail a.s, Yaqub a.s dan bani israil, Nabi yusuf, Nabi Sulaiman, Nabi Isa dan Muhammad SAW memeluk agama islam. Islam yang dibawa Muhammad SAW telah sempurna sesuai dengan ayat yang ada di dalam Al-Quran, yaitu agama Islam yang di bawanya ditujukan pada selkuruh umat manusia dan berlaku sepanjang masa dengan memerhatikan beberapa aspek, seperti aspek kejiwaan manusia,kesamaan, menyampingkan kesulitan dan meraih kesuksesan,pedoman sepanjang masa dan menghagai akal sehat. C. Islam agama tauhid. Islam memiliki ajaran pokoknya dan utamanya adalah keimanan yang murni kepada Tuhan Yang Maha Esa. Agama Islam mengajarkan ketundukan, kepatuhan dan berserah diri sepenuhnya kepada keesaan Allah SWT. Ajaran tauhid merupakan tugas dari semua nabi. Setiap nabi diutus oleh Allah untuk umat yang dipilihkannya untuk

menyebarkan ajaran tauhid, seperti beribadah kepada-Nya dan agar sesuai hidup dengan aturan-Nya. D. Islam agama kebenaran. Islam selain agama yang benar, juga membawa kebenaran bagi umat manusia di dunia. Kebenaran itu adalah Islam, Kitab-kitab Allah dan Nabi Muhammad SAW. Muhammda membaw akebenran dan ajaran tauhid yang sebelumnya juga sudah dibawa oleh nabis sebelumnya. Para Nabi telah di utus kepada umatnya membawa peringatan dan kebenaran tentang keesaan Allah, hukum-hukum, aturan dan pedoman untuk melakukan kehidupan di Bumi. E. Islam agama universal. Islam bersifat menyuluruh, umum dan berlaku untuk semua orang di dunia tanpa pilih kasih. Islam agam,a yang diturunkan oleh Allah untuk semua manusia didunia, Ilsam adalah rahmat umat manusia.pada jaman sebelum nabi Muhammad, Islam masih bersifat lokal atau regional karena ada beberapa faktor kendala tertentu seperti transportasi dan komunikasi. Akan tetapi, setelah dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, Islam megalami kesempurnaan dang bersifat menyuluh untuk seluruh umat manusia. Walaupun Islam mengalami perkembangan, ajaran yang dibawa adalah tetap yaitu ajaran tauhid dan syariah. F. Islam Agama Fleksibel. Islam merupakan agama yang memberikan keluwesan, kemudahan dan idak memberatkan. Al-Quran dan Al-Sunnah memuat pokok-pokok ajaran berbagai masalah dunia dan akhirat. Islam menghargai kedudukan akal sehat dan pikiran, Islam mengkehendaki kemudahan bagi umatnya. G. Islam agama damai. Islam mengajarkan manusia damai dengan Allah dan dengan sesamanya serta lingkungannya. Damai dengan tuhan maksudnya adalah menjalankan ibadah dan berserah diri semata kepada Allah SWT dan melakukan apa yang Dia kehendaki. Damai dengan makhluk maksudnya adalah menjauhi perbuatan jahat dan kesewenang-wenangannya serta melakukan perbuatan baik dan bermanfaat kepada orang lain. Muslim sejati adalah orang yang memlihara kedamaian kepada Allah dan sesamanya serta menjadi rahmat bagi lingkungannya. H. Islam agama Sempurna. Pada awalnya Islam bersifat lokal dan regional. Islam mengalami perkembangan dari masa ke masa sampai pada tangan Muhammd SAW mengalami keempurnaan dengan

ditandainya diturunkan Al-Quran yang memiliki pokok-pokok kehidupan yang mnyuluh, pengakuan akan akal sehat dan pikiran. Selain Al-Quran, Islam juga memiliki Al-Hadits Al-Sunnah yang merupakan pelengkap untuk Al-Quran.

Manusia menurut Islam.


Islam menggolongkan kedudukan manusia yang dikaitkan dengan hubungan vertikal kepada Allah dan tujuan hidupnya. Pertama, muttaqin yaitu orang yang cinta dan hormat kepada Allah. Kedua, muhsin yaitu orang yang berbuat baik dan amal shaleh. Ketiga, Mumin yaitu orang yang percaya kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, Rasul-rasul-Nya, kitab-kitab-Nya, hari akhir dan Qadla-Qadar. Keempat, Muslim yaitu orang yang tunduk, patuh dan berserah diri kepada Allah SWT. Kelima, kafir yaitu orang yang tidak percaya, ingkar dan menolak kebenaran. Keenam, musryik yaitu orang yang menyekutukan Allah. Ketujuh, Munafik yaitu orang yang mengaku islam tapi tidak beriman dan erakhir adalah fasik, orang yang sengaja melakukan dosa. Al-Quran memberi informasi mengenai hakekat manusia dengan memberikan sebutan-sebutan yang disesuaikan oleh sisi dan fungsinya yang beraneka juga, seperti Bani Adam, Al-Basyar, Al-Insan,An-Nas dll. Bani Adam. Pada sejarahnya, manusia memiliki satu nenek moyang yang sama. Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup 'auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat. ( QS Al-Insan, An-Nas, 7:26) Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh setan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya 'auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dan suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman. (QS Al-Araf, 7:27) Al-Basyar.manusia dari aspek biologis merupakan mahluk hidup sebagaimana juga halnya hewan dan tumbuhan yang membutuhkan makan dan minum serta berkembang biak.

dan berkatalah pemuka-pemuka yang kafir di antara kaumnya dan yang mendustakan akan menemui hari akhirat (kelak) dan yang telah Kami mewahan mereka dalam kehidupan di dunia:(orang) ini tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, Dia makan dari apa yang kamu makan, dan meminum dari apa yang kamu minum. ( QS Al-Mukminun. 23:33) Dan sesungguhnya jika kamu sekalian mentaati manusia yang seperti kamu, niscaya biola demikian, kamu benar-benar (menjadi) orang-orang yang merugi. (QS Al-Mukminun, 23:34) Al-Insan. Manusia memiliki kecerdasan dan akal yang telah dianugerahi oleh Allah SWT, sehingga dapat menyerap apa yang dipandang, didengar dan dialami dan mengolahnya sebagai ilmu pengetahuan. Dia menciptakana manusia. Mengajarnya pandai berbicara. (QS Ar-Rahman, 55: 34 ) Hai jamaah jin dan manusia (al-ins), jika kamu sanggup menembus (melintas) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya melainkan dengan kekuatan. (QS Ar-Rahman. 55:33) An-Nas. Selain makhluk individu, manusia juga merupakan mahluk sosial. Manusida merupakan mahluk yang senang berkelompok, disebut juga An-Nas. Hai manusia (An-Nas), sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakan kamu dan orang-orang sebelummu agar kamu bertaqwa. (QS Al-Baqarah. 2:21) Manusia dan mahluk hidup lainnya memiliki kesamaan, yaitu naluri, fitrah atau instink untuk memenuhi kebutuhan dan pancaindera. Dengan dua potensi tersebut, manusia terkadang lebih tamak dan agresif, kemudian Allah melengkapi manusia dengan Qalb. 1. Penerima rahmat. Manusia telah dianugerahi oleh Allah atas alam semesta, Islam, para rasul, Muhammad SAW, Al-Quran dan lain-lain. 2. Penerima amanat. Allah SWT telah memberikan amanat kepada manusia, yaitu hak-hak dan kewajibankewajiban. Hak-haknya merupakan anugerah Allah SWT berupa bumi dan alam semesta yang ditundukkan untuk bekal manusia dan kewenangan manusia utuk mengelola bumi dan alam lingkungannya.Sedangkan kewajibannya adalah mengelola, memakmurkan, melestarikan alam dan bumi untuk kemamkmuran manusia dan tunduk serta taat beribadah kepada Allah SWT.

3. Hamba Allah. Manusia merupakan hamba Allah yang wajib patuh tunduk, beribadah semata kepada Allah SWT, dengan menjalankan aturan-aturan yang telah digariskan oleh Allah SWT. 4. Khalifah. Manusia memiliki potensi untuk mengelola, memakmurkan dan menjaga bumi dan lingkungannya. Tugas manusia sebagai khalifah adalah menguasai dan memakmurkan bumi, meratakan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia, berlaku adil bagi seluruh makhluk baik manusia dan non manusia serta meletakkan keseimbangan lingkungan dan melestarikannya. Pembahasan tentang hubungan manusia dan agama, sejak dahulu, merupakan topik yang sangat menarik bagi para pemikir dan cendekiawan. Mungkin hal itu disebabkan oleh fakta sejarah umat manusia dengan suku bangsanya yang beragam bercerita kepada kita akan keterkaitan makhluk Tuhan ini dengan agama. Umat manusia secara umum meyakini adanya Tuhan yang menciptakan alam dan wajib untuk dipuja dan disembah. Keyakinan yang demikian itu merupakan asas dan pokok dari sebuah agama. Apakah itu agama? Menurut sebagian orang (baca: cendekiawan), agama adalah sebuah fenomena yang sulit didefinisikan. WC Smith mengatakan, "Tidak berlebihan jika kita katakan bahwa hingga saat ini belum ada definisi agama yang benar dan dapat diterima". Meski demikian, para cendekiawan besar dunia memiliki definisi, atau yang lebih tepatnya kita sebut dengan kesimpulan mereka tentang fenomena agama. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut: a. Sebagian pemikir mengatakan bahwa apa saja yang memiliki tiga ciri khas di bawah ini dapat disebut sebagai agama: Keyakinan bahwa di balik alam materi ini ada alam yang lain, Penciptaan alam memiliki tujuan, Alam memiliki konsep etika. b. Spencer mengatakan bahwa agama adalah kepercayaan akan sesuatu yang Mahamutlak. c. Dewey menyebutkan agama sebagai pencarian manusia akan cita-cita umum dan abadi meskipun dihadapkan pada tantangan yang dapat mengancam jiwanya; agama adalah pengenalan manusia terhadap kekuatan gaib yang hebat.

Pada semua definisi tersebut di atas, ada satu hal yang menjadi kesepakatan semua, yaitu kepercayaan akan adanya sesuatu yang agung di luar alam. Namun, lepas dari semua definisi yang ada di atas maupun definisi lain yang dikemukakan oleh para pemikir dunia lainnya, kita meyakini bahwa agama adalah kepercayaan akan adanya Tuhan yang menurunkan wahyu kepada para nabi-Nya untuk umat manusia demi kebahagiaannya di dunia dan akhirat. Dari sini, kita bisa menyatakan bahwa agama memiliki tiga bagian yang tidak terpisah, yaitu akidah (kepercayaan hati), syari'at (perintah-perintah dan larangan Tuhan) dan akhlak (konsep untuk meningkatkan sisi rohani manusia untuk dekat kepada-Nya). Meskipun demikian, tidak bisa kita pungkiri bahwa asas terpenting dari sebuah agama adalah keyakinan akan adanya Tuhan yang harus disembah. Setelah kita mengenal arti dari sebuah agama, tiba saatnya kita untuk bertanya-tanya mengapa manusia mesti beragama? Apa yang mendorong kita untuk beragama? Bukankah dengan beragama seseorang berarti telah membatasi ruang gerak dan tutur katanya, karena setiap agama mesti memiliki garis-garis besar yang tidak boleh dilanggar? Pertanyaan-pertanyaan semacam ini wajar muncul. Sebagai orang yang telah beragamapun kita masih berhak untuk mengajukannya, sebab dengan menjawabnya dengan benar kita akan lebih dapat memahami agama yang merupakan kunci kebahagiaan kita. Dalam menjawab pertanyaan "mengapa manusia mesti beragama?", banyak hal yang bisa kita utarakan dalam menjawabnya, dan tentunya tidak mungkin untuk kita sebutkan semuanya di sini. Menurut kami, jawaban yang paling sesuai untuk dipaparkan demi menjawab pertanyaan yang mendasar ini adalah jawaban yang menda-sar pula, yang berpulang kepada hakikat manusia itu sendiri. Seperti makhluk-makhluk yang lain, secara naluriah manusia selalu mencari apa yang diperlukannya. Jika seekor singa mencari mangsanya di saat lapar, manusia juga mencari sesuatu yang dapat mengusir rasa laparnya. Dari sini kita katakan bahwa dalam kehidupannya manusia memiliki sederet kebutuhan yang harus dipenuhinya. Namun apakah kebutuhan manusia hanya terbatas pada sisi lahiriyahnya saja, seperti makan, minum, harta, wanita dan semisalnya, sehingga dengan memiliki hal-hal tersebut, berarti ia telah hidup dengan sempurna, atau tidak? Seseorang yang perutnya kenyang, kebutuhan biologisnya terpenuhi, hartapun ia miliki, tetapi ia bodoh sama sekali, apakah ia telah mendapatkan ke-sempurnaan dalam hidup? Dalam terminologi Islam, manusia diyakini sebagai makhluk yang selain memiliki sisi hewani yang sarat dengan kebutuhan-kebutuhan hewani seperti makan, minum, kesenangan jasmani dan semisalnya, layaknya hewan-hewan lain, ia juga memiliki sisi agung yang dapat menghantarkannya menjadi khalifah Allah di muka bumi. Inilah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Sisi kedua manusia ini disebut sebagai sisi rohani. Dari sisi rohani ini, kebutuhan manusia adalah ilmu pengetahuan. Manusia merasa berhak untuk mengetahui apa-apa yang ada disekitarnya. la merasa bahwa itu merupakan haknya yang tidak akan pernah ia berikan kepada siapapun

dengan harga berapapun juga. Saat mendengar suara ketukan pintu rumahnya atau saat mendengar suara teriakan orang yang meminta pertolongan ia merasa berhak untuk mengetahui siapa yang berada di balik pintu dan apa yang terjadi pada orang yang berteriak tadi. Hal ini terjadi karena manusia didaptakan Tuhan dengan dibekali rasa ingin tahu. Perasaan inilah yang mendorongnya untuk mengetahui realitas yang ada di sekitarnya dan melakukan banyak eksperlmen demi menyingkap tabir misteri yang menyelimuti alam secara umum. Ilmu pengetahuan dan teknologi yang berhasil dicapai oleh umat manusia adalah berkat rasa keingintahuannya ini. Namun, manusia yang demikian ini apakah merasa cukup dengan mengetahui alam sekitarnya untuk kemudian lalai pada hakikat dirinya sendiri, padahal ia termasuk bagian dari alam dan bahkan bagian yang paling dekat dengan "diri"nya? Di satu sisi, seperti yang ditegaskan oleh para ahli, manusia adalah makhluk yang sarat dengan misteri. Karena itu, sudah sewajarnya jika rasa ingin tahu manusia terhadap dirinya lebih besar dari rasa ingin tahunya pada alam sekitar. Dalam diri setiap insan, banyak pertanyaan tentang dirinya sendiri yang selalu menghantui pikiran dan perasaannya. Namun dari sekian banyaknya pertanyaan itu, ada beberapa pertanyaan yang paling penting yang menuntut untuk segera dijawab. Jika seseorang berhasil mendapatkan jawaban yang memuaskan, maka ia akan merasa tenang karena telah menemukan jatidirinya, dan jika tidak, maka tak ubahnya ia seperti orang yang telah kehilangan sesuatu yang paling berharga dalam hidup, yakni dirinya sendiri. Pertanyaan itu sama dengan pertanyaan pertama yang dilontarkan seseorang kala mendapatkan dirinya di sebuah ruangan yang berwarna serba putih, setelah sebelumnya pingsan karena sebuah kecelakaan. Setelah membuka matanya untuk pertama kali, ia akan bertanya, "Di manakah ia berada", "Untuk apa ia di sini" dan pertanyaan semisalnya. Manusia yang telah mengetahui ia berada di alam ini bertanya, "Dari manakah aku berasa!?" "Untuk apakah aku berada di dunia?" dan "Setelah alam ini, ke manakah aku akan pergi?" Pertanyaan-pertanyaan ini ada di lubuk setiap insan, karena ia muncui dari fitrah manusia. Para ahli teologi Islam mengatakan bahwa fitrah adalah satu hal yang dibekalkan Allah kepada setiap manusia. Karenanya, ciri-ciri sesuatu yang bersifat fitri adalah tidak dipelajari, ada pada semua manusia, tidak terkurung oleh batas-batas teritorial dan masa, dan tidak akan pernah hilang. Tetapi, perlu dicatat bahwa kadang-kala kesenangan duniawi, kekuasaan, kesombongan, dan semisalnya bisa menutupi fitrah manusia, sehingga ia tidak terpanggil untuk menjawab pertanyaan-perta-nyaan seperti di atas. Salah satu contohnya adalah Fir'aun, di mana kekuasaan, harta, kesombongan dan apa-apa yang ia miliki telah menutupi fitrahnya. Namun, di saat balatentara yang setia kepadanya dan kekuasaan yang ia banggakan tidak dapat menyelamatkan dirinya dari siksa Allah, saat itulah segala tabir yang menutui fitrahnya sirna dan dengan suara yang menge-naskan ia berseru, "Aku beriman bahwa tidak Tuhan selain Tuhan Bani Israil, dan aku termasuk orang yang berserah diri". (Q.S. Yunus : 90) Kembali kepada pertanyaan-pertanyaan di atas, pertanyaan pertama jika dijawab dengan benar akan menghasilkan jawaban bahwa manusia berasal dari ketiadaan dan

ada setelah diciptakan oleh Allah SWT. Dialah Tuhan pencipta segala sesuatu. Banyaknya bukti yang menunjukkan kepenciptaan Allah SWT membuat klaim mereka yang mengingkarinya bagai sebuah lelucon atau cerita penghantar tidur. Singkatnya pertanyaan pertama berkenaan dengan konsep ketuhanan. Dengan mendapatkan pertanyaan pertama, orang melangkah untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan "Untuk apa aku berada di dunia?" Dari pertanyaan ini timbul pula pertanyaan "Apa yang harus aku perbuat di dunia ini?" 3awaban dari "Untuk apa berada di dunia" ada pada tujuan mengapa Tuhan yang Mahabijaksana mendptakan manusia. (Hal ini telah dibahas dengan panjang lebar oleh para ahli tafsir saat mereka menafsirkan ayat 56 surah AI-Dzariyat, rujuk tafsir AI-Mizan dan tafsir lainnya.) Sedangkan pertanyaan "Apa yang harus aku perbuat di dunia?" adalah apaapa yang diperintahkan oleh Allah melalui para duta-Nya yaitu para nabi dalam bentuk sebuah agama samawi (langit), yang mengandung banyak perintah dan larangan demi kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat. Singkatnya pertanyaan ini berkenaan dengan konsep kenabian. Sedangkan pertanyaan tentang ke mana kita akan pergi setelah meninggalkan dunia ini berhubungan dengan masalah alam akhirat dan apa yang akan kita alami di sa-na. Pertanyaan ini berhubungan pula dengan pertanyaan: apakah yang kita lakukan di dunia bisa memberi kita kebahagiaan atau malah kesengsaraan abadi? Dengan menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tadi, berarti seseorang telah mengetahui bahwa ia diciptakan oleh Allah SWT demi sebuah tujuan agung yang menyangkut kebahagiaan atau kesengsaraannya di dunia dan alam akhirat, Kebahagiaannya itu bisa ia dapatkan dengan melakukan apa yang Dia perintahkan dan me-ninggaikan apa yang Dia larang. Sebagian ahli teologi mengatakan bahwa ketertarikan manusia kepada agama dan masalah ketuhanan adalah bersumber dari fitrahnya sendiri. Jadi, setiap manusia dengan merujuk pada dirinya dan mendengarkan suara dari lubuk hatinya yang paling dalam akan menemukan Tuhan. Hanya saja, di saat ia akrab dengan alam materi, mungkin ia akan mencari sesuatu benda materi dan menyebutnya sebagai tuhan atau perwujudan dari Tuhan yang ia rasakan dalam hatinya. Dari sinilah muncul berbagai agama sesat, seperti penyembahan berhala, petuhanan matahari, angin, api, dan semisalnya, dan hal ini tidak berarti bahwa masalah ketuhanan bukan sebuah masalah fitri, seperti di atas. Sebab, kesalahan tadi tidak bersumber dari fitrah, tapi dari manusia itu sendiri yang salah dalam menerapkan sifat ketuhanan pada selain Tuhan yang sebenarnya. Sama seperti rasa sakit perut yang dirasakan oleh se-seorang. Rasa sakit tersebut adalah benar karena ia merasakannya sendiri. Hanya saja, ia bisa salah dalam mendiagnosa rasa sakitnya. Rasa sakit itu bisa jadi ia anggap maag, padahal mungkin sesungguhnya usus buntu atau penyakit perut lainnya. Herannya, kepercayaan umat manusia akan agama secara umum dan Tuhan secara khusus, dikaitkan oleh sebagian orang dengan rasa takut mereka. Bertrand Russel mengatakan, "Saya berpendapat bahwa agama berdiri di atas pondasi rasa takut. Rasa takut akan ketidaktahuan".

Kelemahan pertama klaim Russel di atas adalah bahwa pendapat ini tidak memiliki argumen sama sekali. Jika kita terima pen-dapat ini dan kita katakan bahwa Russel memiliki bukti akurat yang menguatkan klaimnya, apakah itu berarti bahwa agama yang didasari oleh takut tidak nyata dan hanya dongeng dan khayalan belaka? Apakah semua yang didasari oleh rasa takut tidak berharga dan tidak nyata? Bukankah ilmu kedokteran yang berhasil digali oleh manusia didasari oleh rasa takut mereka akan penyakit dan kematian? Apakah dengan demikian berarti ilmu kedokteran tidak nyata dan hanya khayalan? Siapkah Russel menerima kesimpulan ini? Memang, manusia di zaman purbakala hidup dengan dikelilingi oleh beribu-ribu macam bahaya yang siap mengancam jiwanya. Binatang buas yang ada disekitar mereka, hukum rimba yang berlaku di antara sesama, goncangan gempa, tiupan angin topan, dan sederet bencana alam lainnya, adalah bahaya-bahaya yang mengancam keselamatan umat manusia di zaman itu. Dan sangatlah wajar jika mereka yang merasa takut karena merasa keselamatannya terancam, mencari sesuatu yang dapat memberinya ketenangan, yang oleh Russel disebut dengan agama. Namun, logiskah kiranya dengan hanya melihat fenomena yang demikian ini lalu kita memberlakukannya pada semua aspek kehidupan umat manusia dari awal hingga akhir generasi anak Adam ini, tanpa melihat sisi lain kehidupan mereka? Jika pendapat Russel ini diterima, berarti orang yang paling beragama dan paling berinnan adalah orang yang paling penakut, dan tentunya kesimpulan seperti ini ditolak oleh semua orang yang masih memiliki sedikit kemampuan untuk berpikir. Selain itu, fakta menunjukkan bahwa para pendakwah agama umumnya adalah orangorang yang pemberani. Bukankah untuk masuk ke dalam sebuah lingkungan yang tidak beragama atau salah dalam beragama, diperlukan keberanian yang luar biasa? Bukankah ketegaran mereka dalam beragama hingga berani mempertaruhkan jiwanya menunjukkan keberanian mereka yang hebat? Pertanyaan kita yang terakhir, bukankah banyak pemikir yang beragama dan bahkan taat beragama? Apakah kepercayaan mereka akan agama --setelah melakukan banyak penelitian ilmiah-- didasari oleh rasa takut mereka akan bencana alam? Jika pendapat Russel benar, berarti akal dan logika para pemikir tersebut tidak bernilai sama sekali. Siapkah kita menerima kesimpulan ini? Sebagian lagi berpendapat bahwa agama adalah alat yang dipergunakan oleh para penguasa untuk memperbudak rakyatnya dan mengajarkan mereka untuk me-nerima kesengsaraan dengan senang hati. Memang, tidak kita pungkiri bahwa agama Kristen di abad pertengahan telah dijadikan oleh para penguasa (baca: gereja) sebagai alat penindasan. Dalam sejarah Islam juga kita saksikan bahwa para penguasa Bani Umayyah dan Bani Abbasiyyah juga melakukan hai yang sama. Namun, itu tidak berarti bahwa agama memang diadakan untuk itu. Singkatnya harus dibedakan antara agama dan penyalahgunaan agama. Agama adalah sebuah wadah tempat manusia menjadikan kehidupannya penuh arti. Agamalah yang mendorong manusia membangun kepribadiannya. Bukankah dalam ajaran agama Islam, selain diperintahkan untuk menerima kenyataan yang ada, kita juga dipe-rintahkan untuk melakukan perombakan demi perbalkan keadaan kita?

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah keadaan mereka sendiri" (Q.S. Al-Ra'd: 11) Secara biologis, manusia digolongkan sebagai homo sapiens, spesies yang unik dan memiliki kemampuan otak yang tinggi. Dari segi kerohanian, manusia berhubungan dengan jiwa, nurani, atau hati masing-masing, dimana hal ini menyhal-hal yang dipercayainya, termasuk agama. Dari segi kebudayaan manusia dijelaskan berdasarkan kemampuannya berbahasa, kelompoknya dalam masyarakat yang majemuk dan beraneka ragam, dan jga perkembangan teknologinya yang semakin hari semakin berkembang seiring dengan perjalanan waktu. Manusia diciptakan oleh Allah swt, semuanya dengan potensi baik dalam dirimya. Namun, potensi untuk menjadi buruk juga besar bagi manusia karena terkait dengan perasaan, insting dan hawa nafsu. Hal inilah yang membuat manusia mudah tergoda oleh syaitan sehingga banyak melakukan perbuatan yang dilarang oleh agama. Apabila potensi takwa seseorang lemah, maka akan mudah sekali melakukan perbuatan-perbuatan yang buruk tersebut. Hal inilah yang membuat manusia perlu mengenal agama. Agama sangat dibutuhkan oleh manusia untuk menjadi pedoan hidupnya, menjadi pegangan dalam setiap kebingungannya, menjadi penerang dalam kegelapan yang menyelimutinya. Agama yang dimaksud disini adalah agama Islam. Islam memiliki nilai-nilai moral yang harus ditanamkan sejak usia dini, agar kelak dapat mengendalikan hawa nafsu dan melakukan perintah-perintah Allah swt. Agama menurut bahasa sanskerta, agama berarti tidak kacau (a = tidak gama = kacau) yang berarti agama menjauhkan hidup kita dari segala macam kekacauan. Didunia barat terdapat suatu istilah umum untuk pengertian agama ini, yaitu : religi, religie, religion, yang berarti melakukan suatu perbuatan dengan penuh penderitaan atau mati-matian, perbuatan ini berupa usaha atau sejenis peribadatan yang dilakukan berulang-ulang. Istilah lain bagi agama ini yang berasal dari bahasa arab, yaitu addiin yang berarti : hukum, perhitungan, kerajaan, kekuasaan, tuntutan, keputusan, dan pembalasan. Kesemuanya itu memberikan gambaran bahwa addiin merupakan pengabdian dan penyerahan, mutlak dari seorang hamba kepada Tuhan penciptanya dengan upacara dan tingkah laku tertentu, sebagai manifestasi ketaatan tersebut. Dari sudut sosiologi, Emile Durkheim (Ali Syariati, 1985 : 81) mengartikan agama sebagai suatu kumpulan keayakinan warisan nenek moyang dan perasaan-perasaan pribadi, suatu peniruan terhadap modus-modus, ritual-ritual, aturan-aturan, konvensikonvensi dan praktek-praktek secara sosial telah mantap selama genarasi demi generasi.

Sedangkan menurut M. Natsir agama merupakan suatu kepercayaan dan cara hidup yang mengandung faktor-faktor antara lain :

a.Percaya kepada Tuhan sebagai sumber dari segala hukum dan nilai-nilai hidup. b.Percaya kepada wahyu Tuhan yang disampaikan kepada rosulnya. c.Percaya dengan adanya hubungan antara Tuhan dengan manusia. d.Percaya dengan hubungan ini dapat mempengaruhi hidupnya sehari-hari. e.Percaya bahwa dengan matinya seseorang, hidup rohnya tidak berakhir. f.Percaya dengan ibadat sebagai cara mengadakan hubungan dengan Tuhan. g.Percaya kepada keridhoan Tuhan sebagai tujuan hidup di dunia ini. Sementara agama islam dapat diartikan sebagai wahyu Allah yang diturunkan melalui para Rosul-Nya sebagai pedoman hidup manusia di dunia yang berisi Peraturan perintah dan larangan agar manusia memperoleh kebahagaian di dunia ini dan akhirat kelak. Sesuai dengan asal muasal katanya (sansekerta: agama,igama, dan ugama) maka makna agama dapat diutarakan sebagai berikut: agama artinya peraturan, tata cara, upacara hubungan manusia dengan raja; igama artinya peraturan, tata cara, upacara hubungan dengan dewa-dewa; ugama artinya peraturan, tata cara, hubungan antar manusia; yang merupakan perubahan arti pergi menjadi jalan yang juga terdapat dalam pengertian agama lainnya. Bagi orang Eropa, religion hanyalah mengatur hubungan tetap (vertikal) anatar manusia dengan Tuhan saja. Menurut ajaran Islam, istilah din yang tercantum dalam Al-Quran mengandung pengertian hubungan manusia dengan Tuhan (vertikal) dan hubungan manusia dengan manusia dalam masyarakat termasuk dirinya sendiri, dan alam lingkungan hidupnya (horisontal). Persamaan istilah agama tidak dapat dijadikan alasan untuk menyebutkan bahwa semua agama adalah sama, karena adanya perbedaan makna atas istilah agama tersebut, yang berbeda atas sistem, ruang lingkupnya, dan klasifikasinya. Karena agama merupakan kepentingan mutlak setiap orang dan setiap orang terlibat dengan agama yang dipeluknya maka tidaklah mudah untuk membuat suatu defenisi yang mencakup semua agama, namun secara umum dapat didefenisikan sebagai berikut: agama adalah kepercayaan kepada Tuhan yang dinyatakan dengan mengadakan hubungan dengan-Nya melalui upacara, penyembahan dan permohonan, dan membentuk sikap hidup manusia menurut atau berdasarkan ajaran agama itu. Dari sudut pandang manusia, yang ada adalah Allah Sang Pencipta dan alam semesta yang diciptakan Allah. Sebelum Allah menciptakan Adam sebagai manusia pertama, alam semesta telah diciptakan-Nya dengan tatanan kerja yang teratur, rapi, dan serasi. Keteraturan, kerapian, dan keserasian ini dapat dilihat dari dua kenyataan: Pertama,berupa keteraturan, kerapian, dan keserasian dalam hubungan alamiah antara bagian-bagian di dalamnya dengan pola saling melengkapi dan mendukung; Kedua, keteraturan yang ditugaskan kepada malaikat untuk menjaga dan melaksanakannya. Kedua hal itulah yang membuat berbagai keteraturan, kerapian, dan keserasian yang kita yakini sebagai Sunnatullah yakni ketentuan dan hukum yang ditetapkan Allah. Seperti pada matahari sebagai pusat dari sistem tata surya, berputar pada sumbunya dan memancarkan energinya kepada alam semesta secara teratur dan tetap.Ada tiga

sifat utama Sunnatullah yang disinggung dalam Al-Quran, yaitu: pasti, tetap, dan obyektif. Sifat yang pertama, yaitu pasti, tentu menjamin dan memberi kemudahan kepada manusia membuat rencana, sehingga dapat membuat perhitungan yang tepat menurut Sunnatullah: " Dia telah menciptakan sesuatu, dan Dia (pula yang) memastikan (menentukan) ukurannya dengan sangat rapi." (QS 25:2) " Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan (kepastian) bagi tiap sesuatu." (QS 65:3) Sifat yang kedua adalah tetap, tidak berubah-ubah:
"

Tidak ada yang sanggup menggubah kalimat-kalimat Allah." (QS 6:115) " Dan engkau tidak akan menemui perubahan dalam Sunnah kami " (QS 17:77) Sifat yang ketiga adalah obyektif: ", bahwasanya dunia ini akan diwarisi oleh hamba-hamba-Ku yang saleh." (QS 21:105) Demikianlah alam semesta diciptakan Allah dengan hukum-hukum yang berlaku baginya yang (kemudian) diserahkan-Nya kepada manusia untuk dikelola dan dimanfaatkan, sebagai khalifah. Untuk dapat menjalankan kedudukannya itu manusia diberi bekal berupa potensi seperti akal yang melahirkan berbagai ilmu sebagai alat untuk mengelola dan memanfaatkan alam semesta serta mengurus bumi ini. Dengan akal dan ilmu yang dikuasainya, manusia akan mampu mengelola dan memanfaatkan alam semesta serta bumi ini untuk kepentingan manusia serta makhluk lain. Atas pelaksanaan amanat tersebut manusia akan dimintai pertanggungjawabannya di akherat apakah telah mengikuti dan mematuhi pola dan garis besar yang diberikan melalui para nabi dan rasul yang termuat dalam ajaran agama. Al-Quran tidak menggolongkan manusia ke dalam kelompok hewan selama manusia mempergunakan akal dan karunia Tuhan lainnya. Namun bila manusia tidak mempergunakan akal dan berbagai potensi pemberian Tuhan yang sangat tinggi nilainya seperti: pemikiran, kalbu, jiwa, raga, serta pancaindera secara baik dan benar, ia akan menurunkan derajatnya sendiri menjadi hewan: " Mereka (manusia) punya hati tetapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah), punya mata tetapi tidak dipergunakan untuk melihat (tandatanda kekuasaan Allah), punya telinga tetapi tidak mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka (manusia) yang seperti itu sama (martabatnya) dengan hewan bahkan lebih rendah (lagi) dari binatang." (QS 7:179) Di dalam Al-Quran manusia disebut antara lain dengan al-insan (QS 76:1), an-nas (QS 114:1), basyar (QS 18:110), bani adam (QS 17:70). Berdasarkan studi isi AlQuran dan Al-Hadits, manusia (al-insan) adalah makhluk ciptaan Allah yang memiliki potensi untuk beriman kepada Allah dan dengan mempergunakan akalnya mampu memahami dan mengamalkan wahyu serta mengamati gejala-gejala alam,

mempunyai rsa tanggung jawab atas segala perbuatannya dan berakhlak (N.A. Rasyid, 1983: 19). Berdasarkan rumusan tersebut, manusia mempunyai berbagai ciri sebagai berikut: 1. Makhluk yang paling unik, dijadikan dalam bentuk yang sangat baik, ciptaan Tuhan yang paling sempurna. "Sesungguhnya Kami telah menjadikan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya." (QS 95:4) 2. Manusia memiliki potensi (daya atau dikembangkan) beriman kepada Allah. kemampuan yang mungkin

" Bukankah Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab, Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi. " (QS 7:172) 3. Manusia diciptakan Allah untuk mengabdi kepada-Nya. "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku." (QS 51:56) 4. Manusia diciptakan Tuhan untuk menjadi khalifahnya di bumi. "Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: Sesunggunya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. " (QS 2:30) 5. Manusia dilengkapi akal, perasaan, dan kemauan atau kehendak. "Dan katakanlah: kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir. " (QS 18:29} 6. Manusia secara individual bertanggung jawab atas segala perbuatannya. " Setiap orang (manusia) terikat (bertanggung jawab) terhadap apa yang dilakukannya." (QS 52:21) 7. Manusia itu berakhlak. Manusia menurut agama Islam, terdiri dari dua unsur, yaitu unsur materi berupa tubuh yang berasal dari tanah dan unsur immateri berupa roh yang berasal dari alam gaib. Sedangkan menurut hadits, Rasulullah bersabda: "Sesungguhnya, setiap manusia dikumpulkan kejadiannya dalam perut ibunya selama empat puluh hari sebagai nuthfah (air mani), empat puluh hari sebagai alaqah (segumpal darah), selama itu pula sebagai mudhghah (segumpal

daging). Kemudian Allah mengutus malaikat untuk meniupkan roh ke dalam tubuh manusia, yang berada dalam rahim itu" (HR Bukhari dan Muslim) Ali Syariati sejarawan dan ahli sosiologi Islam terkemuka mengemukakan pendapatnya mengenai intrepretasi hakikat kejadian manusia. Manusia menpunyai dua dimensi: dimensi ketuhanan (kecendrungan manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah) dan dimensi kerendahan atau kehinaan (lumpur mencerminkan keburukan-kehinaan). Karena itulah manusia dapat mencapai derajat yang tinggi namun dapat pula terperosok dalam lembah yang hina, yang manusia dibebaskan untuk memilihnya. Ali Syariati memberikan makna tentang filsafat manusia: 1. Manusia tidaklah sama (konsep hukum), tetapi bersaudara (asal kejadian). 2. Manusia mempunyai persamaan antara pria dan wanita (sumber yang sama yakni dari Tuhan). 3. Manusia mempunyai derajat yang lebih tinggi dari malaikat karena pengetahuan yang dimilikinya. 4. Manusia memiliki fenomena dualistis: terdiri dari tanah dan roh Tuhan, yang terdapat kebebasan pada dirinya untuk memilih. Atas kebebasan memilih tersebut, manusia bergerak dalam spektrum yang mengarah ke jalan Tuhan atau sebaliknya mengarah ke jalan setan. Manusia dengan akalnya sebagai suatu hidayah Allah kepada-Nya , memilih apakah ia akan terbenam dalam lumpur kehinaan atau menuju ke kutub mulia ke arah Tuhan. Dalam menentukan pilihan manusia memerlukan petunjuk yang benar yang terdapat dalam agama Allah yaitu agama Islam, yang menyeimbangkan antara dunia dan akherat. Manusia sebagai makhluk Ilahi hidup dan kehidupannya berjalan melalui lima tahap: (1) alam gaib, (2) alam rahim, (3) alam dunia, (4) alam barzakh, dan (5) alam akherat. Dari kelima tahapan kehidupan manusia itu, tahap kehidupan di dunia merupakan tahap yang menentukan tahap kehidupan selanjutnya, sehingga manusia dikaruniai Allah dengan berbagai alat perlengkapan dan bekal agar dapat menjalankan tugas sebagai khalifah di bumi, serta pedoman agar selamat sejahtera di dunia dalam perjalanannya menuju tempatnya yang kekal di akherat nanti. Pedoman itu adalah agama. Sesunguhnya manusia diciptakan Allah untuk beribadah kepada-Nya. Apa arti ibadah? Apakah secara ritual menyembah Allah, shalat lima waktu, puasa, zakat, dan berhaji saja? Bila memang itu maknanya, lalu bagaimana dengan usaha mempertahankan hidup? Apakah hanya dengan shalat maka hidangan akan disediakan Allah begitu saja? Tentu tidak, kita sebagai manusia harus berusaha memperoleh makan dan minum. Sebagai manusia kita harus bekerja untuk memperoleh penghasilan guna memenuhi kebutuhan hidup. Bila ibadah hanya diartikan sebatas pada ibadah ritual belaka dan tidak memasukkan bekerja sebagai suatu ibadah pula, maka merugilah manusia karena hanya sedikit dari waktunya untuk beribadah, bila dibandingkan ibadah dalam artian luas yang tidak terbatas pada ibadah ritual belaka. Prof.DR. M. Mutawwali As-Syarani mengutarakan bahwa: manusia diberi sarana oleh-Nya, diberi bumi yang tunggal dan beribadah pada-Nya, Alah telah memberi

kewajiban-kewajiban, karenanya Allah meminta hak agar manusia beribadah kepadaNya dengan tujuan agar manusia dapat terhindar dari soal-soal buruk yang merugikan di dunia. Karena agama merupakan kepentingan mutlak setiap orang dan setiap orang terlibat dengan agama yang dipeluknya maka tidaklah mudah untuk membuat suatu defenisi yang mencakup semua agama, namun secara umum dapat didefenisikan sebagai berikut: agama adalah kepercayaan kepada Tuhan yang dinyatakan dengan mengadakan hubungan dengan-Nya melalui upacara, penyembahan dan permohonan, dan membentuk sikap hidup manusia menurut atau berdasarkan ajaran agama itu. Tujuan penciptaan manusia adalah untuk beribadah kepada Allah sebagai pencipta alam semesta. Allah sendiri yang mencipta dan memerintahkan ciptaan-Nya untuk beribadah kepada-Nya, juga menurunkan panduan agar dapat beribadah dengan benar. Panduan tersebut diturunkan Allah melalui nabi-nabi dan rasul-rasul-Nya, dari Adam AS hingga Muhammad SAW. Nabi-nabi dan rasul-rasul tersebut hanya menerima Allah sebagai Tuhan mereka dan Islam sebagai panduan kehidupan mereka. Beribadah diartikan secara luas meliputi seluruh hal dalam kehidupan yang ditujukan hanya kepada Allah. Kita meyakini bahwa hanya Islamlah panduan bagi manusia menuju kebahagiaan dunia dan akherat. Islam telah mengatur berbagai perihal dalam kehidupan manusia. Islam merupakan sistem hidup, bukan sekedar agama yang mengatur ibadah ritual belaka. Sayangnya, pada saat ini, kebanyakan kaum muslim tidak memahami hal ini. Mereka memahami ajaran Islam sebagaimana para penganut agama lain memahami ajaran agama mereka masing-masing, yakni bahwa ajaran agama hanya berlaku di tempattempat ibadah dan dilaksanakan secara ritual, tanpa ada aplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut biasanya disebabkan karena dua hal: Pertama, terjadinya gerakan pembaruan di Eropa yang fikenal sebagai Renaissance dan Humanisme, sebagai reaksi masyarakat yang dikekang oleh kaum gereja pada masa abad pertengahan atau Dark Ages, kaum gereja mendirikan mahkamah inkuisisi yang digunakan untuk menghabisi para ilmuwan, cendikiawan, serta pembaharu. Setelah itu, pada masa Renaissance, masyarakat menilai bahwa Tuhan hanya berkuasa di gereja , sedangkan di luar itu masyarakat dan rajalah yang berkuasa. Paham dikotomis ini kemudian dibawa ke Asia melalui penjajahan yang dilakukan oleh bangsa-bangsa Eropa; Kedua, masih adanya ulama-ulama yang jumud, kaku dalam menerapkan syariat-syariat Islam, tidak dapat atau tidak mau mengikuti perkembangan jaman. Padahal selama tidak melanggar Al-Quran dan Hadits, ajaran-ajaran Islam adalah luwes dan dapat selalu mengikuti perkembangan zaman. Akibat kejumudan tersebut, banyak kalangan masyrakat yang merasa takut atau kesulitan dalam menerapkan syariat-syariat Islam dan menilainya tidak aplikatif. Ini membuat masyarakat semakin jauh dari syariat Islam. Paham dikotomis melalui sekularisme tersebut antara lain dipengaruhi terutama oleh pemikiran August Comte melalui bukunya Course de la Philosophie Positive (1842) mengemukakan bahwa sepanjang sejarah pemikiran manusia berkembang melalui tiga tahap: (1) tahap teologik, (2) tahap metafisik, dan (3) tahap positif; pemikiran tersebut melahirkan filsafat positivisme yang mempengaruhi ilmu pengetahuan sosial dan humaniora, melalui sekularisme. Namun teori tersebut tidaklah benar, sebab perkembangan pemikiran manusia tidaklah demikian, seperti pada zaman modern ini

(tahap ketiga), manusia masih tetap percaya pada Tuhan dan metafisika, bahkan kembali kepada spiritualisme. Sejarah umat manusia di barat menunjukkan bahwa dengan mengenyampingkan agama dan mengutamakan ilmu dan akal manusia semata-mata telah membawa krisis dan malapetaka. Atas pengalamannya tersebut, kini perhatian manusia kembali kepada agama, karena: (1) Ilmuwan yang selama ini meninggalkan agama, kembali pada agama sebagai pegangan hidup yang sesungguhnya, dan (2) harapan manusia pada otak manusia untuk memecahkan segala masalah di masa lalu tidak terwujud. Kemajuan ilmu pengetahuan telah membawa manusia pada tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi, namun dampak negatifnya juga cukup besar berpengaruh pada kehidupan manusia secara keseluruhan. Sehingga untuk dapat mengendalikan hal tersebut diperlukan agama, untuk diarahkan untuk keselamatan dan kebahagiaan umat manusia. Sehingga dapat disimpulkan bahwa agama sangat diperlukan oleh manusia sebagai pegangan hidup sehingga ilmu dapat menjadi lebih bermakna, yang dalam hal ini adalah Islam. Agama Islam adalah agama yang selalu mendorong manusia untuk mempergunakan akalnya memahami ayat-ayat kauniyah (Sunnatullah) yang terbentang di alam semesta dan ayat-ayat quraniyah yang terdapat dalam Al-Quran, menyeimbangkan antara dunia dan akherat. Dengan ilmu kehidupan manusia akan bermutu, dengan agama kehidupan manusia akan lebih bermakna, dengan ilmu dan agama kehidupan manusia akan sempurna dan bahagia. Kekaffahan beragama itu telah di contohkan oleh Rosulullah sebagai uswah hasanah bagi umat islam dalam berbagai aktifitas kehidupannya, dari mulai masalah-masalah sederhana (seperti adab masuk WC) samapi kepada masalah-masalah komplek (mengurus Negara). Beliu telah menampilkan wujud islam itu dalam sikap dan prilakunya dimanapun dan kapanpun beliu adalah orang yang paling utama dan sempurna dalam mengamalkan ibadah mahdlah (habluminallah) dan ghair mahdlah (hablumminanas). Meskipun beliau sudah mendapat jaminan maghfiroh (ampunan dari dosa-dosa) dan masuk surga, tetapi justru beliau semakin meningkatkan amal ibadahnya yang wajib dan sunah seperti shalat tahajud, zdikir, dan beristigfar. Begitupun dalam berinteraksi dengan sesame, Beliau selalu menampilkan pribadinya sebagai pribadi yang agung danmulia. Kita sebagai umat islam belum semuanya beruswah kepada Rasulullah secara sungguh-sungguh, karena mungkin kekurang pahaman kita akan nilai-nilai islam atau karena sudah terkontaminasi oleh nilai, pendapat, atau idiologi lain yang bersebrangan dengan nilai-nilai islam itu sendiri yang di contohkan oleh Rasulullah SAW. Diantara umat islam masih banyak yang menampilkan sikap dan prilakunya yang tidak selaras, sesuai dengan nila-nilai islam sebagai agama yang dianutnya. Dalam kehidupan sehari-hari sering ditemukan kejadian atau peristiwa baik yang kita lihat sendiri atau melalui media masa mengenai contoh-contoh ketidak konsistenan (tidak istikomah) orang islam dalam mempedomani islam sebagai agamanya. Kondisi umat islam dewasa ini semakin diperparah dengan merebaknya fenomena kehidupan yang dapat menumbuhkembangkan sikap dan prilaku yang a moral atau

degradasi nilai-nilai keimanannya. Fenomena yang cukup berpengaruh itu adalah : 1. Tayangan media televisi tentang cerita yang bersifat tahayul atau kemusrikan, dan film-film yang berbau porno. 2. Majalah atau tabloid yang covernya menampilkan para model yang mengubar aurat. 3. Krisis ketauladanan dari para pemimpin, karena tidak sedikit dari mereka itu justru berprilaku yang menyimpang dari nilai-nilai agama. 4. Krisis silaturahmi antara umat islam, mereka masih cenderung mengedepankan kepentingan kelompoknya (partai atau organisasi) masing-masing. Sosok pribadi orang islam seperti di atas sudah barang tentu tidak menguntungkan bagi umat itu sendiri, terutama bagi kemulaian agama islam sebagai agama yang mulia dan tidak ada yang lebih mulia di atasnya. Kondisi umat islam seperti inilah yang akan menghambat kenajuan umat islam dan bahkan dapat memporakporandakan ikatan ukuwah umat islam itu sendiri. Agar umat islam bisa bangkit menjadi umat yang mampu mewujudkan misi Rahmatan lilalamin maka seyogyanya mereka memiliki pemahaman secara utuh (Khafah) tentang islam itu sendiri umat islam tidak hanya memiliki kekuatan dalam bidang imtaq (iman dan takwa) tetapi juga dalam bidang iptek (ilmu dan teknologi). Mereka diharapkan mampu mengintegrasikan antara pengamalan ibadah ritual dengan makna esensial ibadah itu sendiri yang dimanifestasikan dalam kehidupan sehari-hari, seperti : pengendalian diri, sabar, amanah, jujur, sikap altruis, sikap toleran dan saling menghormatai tidak suka menyakiti atau menghujat orang lain. Dapat juga dikatakan bahwa umat islam harus mampu menyatu padukan antara mila-nilai ibadah mahdlah (hablumminalaah) dengan ibadag ghair mahdlah (hamlumminanas) dalam rangka membangun Baldatun thaibatun warabun ghafur Negara yang subur makmur dan penuh pengampunan Allah SWT. Rosulullah SAW bersabda : Innamaa buitstu liutammima akhlaaq Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak. Yang bertanggung jawab terhadap pendidikan akhlak adalah orang tua, guru, ustad, kiai, dan para pemimpin masyarakat. Pendidikan akhlak ini sangat penting karena menyangkut sikap dan prilaku yang musti di tampilkan oleh seorang muslim dalam kehidupan sehari-hari baik personal maupun sosial (keluarga, sekolah, kantor, dan masyarakat yang lebih luas). Akhlak yang terpuji sangat penting dimiliki oleh setiap muslim (masyarakat sebab maju mumdurnya suatu bangsa atau Negara amat tergantung kepada akhlak tersebut. Untuk mencapai maksud tersebut maka perlu adanya kerja sama yang sinerji dari berbagai pihak dalam menumbuhkembangkan akhlak mulya dan menghancur leburkan faktor-faktor penyebab maraknya akhlak yang buruk.

REFERENSI 1.HD,Kaelany.Islam Agama Universal Edisi Revisi.Jakarta: Midada Rahma Press.2006 2. Ali, Muhammad Daud. Pendidikan Agana Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.1998 3.PENDIDIKAN AGAMA ISLAM ( Buku Teks Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam Pada Universitas Gunadarma ),Penerbit : Universitas Gunadarma,2003. 4. ISLAM AGAMA UNIVERSAL ( Dr. Kaelany HD., MA) 5. Manusia dalam Pandangan Islam IslamWiki 6. Amin, Ahmad,. Ilmu Akhlak, Bulan Bintang, Jakarta. 1968. 7. Bakar Atjeh, Abu. Mutiara Akhlak 1, Bulan Bintang, Jakarta.1968. 8. Hasan, Ali H.M. Agama Islam. Jakarta: Direktorat Jendral Pembinaan Kelambagaan Agama Islam. 1994/1995. 9. Dr. H. Syamsu Yusuf LN, M.Pd.. Psikologi Belajar Agama. Pustaka Bani Qurais. Bandung. 2003. 10.Amin, Ahmad,. Ilmu Akhlak, Bulan Bintang, Jakarta. 1968. 11.Bakar Atjeh, Abu. Mutiara Akhlak 1, Bulan Bintang, Jakarta.1968. 12.Hasan, Ali H.M. Agama Islam. Jakarta: Direktorat Jendral Pembinaan Kelambagaan Agama Islam. 1994/1995. 13.Dr. H. Syamsu Yusuf LN, M.Pd.. Psikologi Belajar Agama. Pustaka Bani Qurais. Bandung. 2003. 14.Al-Quran dan Terjemahannya. 15.Al-Qardhawy, Yusuf. Fiqih Daulah dalam perspektif Al-Quran dan Hadits. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. 16.Ali, Mohammad Daud. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998. 17.http://www.al-shia.org/html/id/service/maqalat/Manusia&Agama.htm

You might also like