You are on page 1of 48

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta

didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

[sunting] Filosofi pendidikan


Pendidikan biasanya berawal saat seorang bayi itu dilahirkan dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan bisa saja berawal dari sebelum bayi lahir seperti yang dilakukan oleh banyak orang dengan memainkan musik dan membaca kepada bayi dalam kandungan dengan harapan ia bisa mengajar bayi mereka sebelum kelahiran. Bagi sebagian orang, pengalaman kehidupan sehari-hari lebih berarti daripada pendidikan formal. Seperti kata Mark Twain, "Saya tidak pernah membiarkan sekolah mengganggu pendidikan saya."[rujukan?] Anggota keluarga mempunyai peran pengajaran yang amat mendalam, sering kali lebih mendalam dari yang disadari mereka, walaupun pengajaran anggota keluarga berjalan secara tidak resmi.

[sunting] Fungsi pendidikan


Menurut Horton dan Hunt, lembaga pendidikan berkaitan dengan fungsi yang nyata (manifes) berikut:
y y y y

Mempersiapkan anggota masyarakat untuk mencari nafkah. Mengembangkan bakat perseorangan demi kepuasan pribadi dan bagi kepentingan masyarakat. Melestarikan kebudayaan. Menanamkan keterampilan yang perlu bagi partisipasi dalam demokrasi.

Fungsi laten lembaga pendidikan adalah sebagai berikut.


y

Mengurangi pengendalian orang tua. Melalui pendidikan, sekolah orang tua melimpahkan tugas dan wewenangnya dalam mendidik anak kepada sekolah. Menyediakan sarana untuk pembangkangan. Sekolah memiliki potensi untuk menanamkan nilai pembangkangan di masyarakat. Hal ini tercermin dengan adanya perbedaan pandangan antara sekolah dan masyarakat tentang sesuatu hal, misalnya pendidikan seks dan sikap terbuka. Mempertahankan sistem kelas sosial. Pendidikan sekolah diharapkan dapat mensosialisasikan kepada para anak didiknya untuk menerima perbedaan prestise, privilese, dan status yang ada dalam masyarakat. Sekolah juga

diharapkan menjadi saluran mobilitas siswa ke status sosial yang lebih tinggi atau paling tidak sesuai dengan status orang tuanya. Memperpanjang masa remaja. Pendidikan sekolah dapat pula memperlambat masa dewasa seseorang karena siswa masih tergantung secara ekonomi pada orang tuanya.

Menurut David Popenoe, ada empat macam fungsi pendidikan yakni sebagai berikut:
y y y y y

Transmisi (pemindahan) kebudayaan. Memilih dan mengajarkan peranan sosial. Menjamin integrasi sosial. Sekolah mengajarkan corak kepribadian. Sumber inovasi sosial.

Makalah Tentang Model Pembelajaran Kooperatif Bab I Pendahuluan

A. Latar Belakang Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali mereka dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan bekerja sama. Dalam membelajarkan matematika kepada siswa, apabila guru masih menggunakan paradigma pembelajaran lama dalam arti komunikasi dalam pembelajaran matematika cenderung berlangsung satu arah umumnya dari guru ke siswa, guru lebih mendominasi pembelajaran maka pembelajaran cenderung monoton sehingga mengakibatkan peserta didik (siswa) merasa jenuh dan tersiksa. Oleh karena itu dalam membelajarkan matematika kepada siswa, guru hendaknya lebih memilih berbagai variasi pendekatan, strategi, metode yang sesuai dengan situasi sehingga tujuan pembelajaran yang direncanakan akan tercapai. Perlu diketahui bahwa baik atau tidaknya suatu pemilihan model pembelajaran akan tergantung tujuan pembelajarannya, kesesuaian dengan materi pembelajaran, tingkat perkembangan peserta didik (siswa), kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran serta mengoptimalkan sumber-sumber belajar yang ada.

B. Tujuan Tulisan ini bertujuan untuk menambah wawasan para pembaca,

khususnya para mahasiswa jurusan matematika, fakultas keguruan dan ilmu pendidikan Universitas Lampung agar nantinya dalam membuat rencana pelaksanaan pembelajaran dapat menerapkan model pembelajaran kooperatif yang sesuai dengan tingkat perkembangan siswa dan materi pembelajaran.

Bab II Model Pembelajaran Kooperatif

A. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Usaha-usaha guru dalam membelajarkan siswa merupakan bagian yang sangat penting dalam mencapai keberhasilan tujuan pembelajaran yang sudah direncanakan. Oleh karena itu pemilihan berbagai metode, strategi, pendekatan serta teknik pembelajaran merupakan suatu hal yang utama. Menurut Eggen dan Kauchak dalam Wardhani(2005), model pembelajaran adalah pedoman berupa program atau petunjuk strategi mengajar yang dirancang untuk mencapai suatu pembelajaran. Pedoman itu memuat tanggung jawab guru dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan guru adalah model pembelajaran kooperatif.

Apakah model pembelajaran kooperatif itu? Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok.Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah) dan jika memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender. Model pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Nur (2000), semua model pembelajaran ditandai dengan adanya struktur tugas, struktur tujuan dan struktur penghargaan. Struktur tugas, struktur tujuan dan struktur penghargaan pada model pembelajaran kooperatif berbeda dengan struktur tugas, struktur tujuan serta struktur penghargaan model pembelajaran yang lain. Tujuan model pembelajaran kooperatif adalah hasil belajar akademik siswa meningkat dan siswa dapat menerima berbagai keragaman dari temannya, serta pengembangan keterampilan sosial.

B. Prinsip Dasar Dan Ciri-Ciri Model Pembelajaran Kooperatif Menurut Nur (2000), prinsip dasar dalam pembelajaran kooperatif

sebagai berikut: 1.Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya. 2.Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota 3.kelompok mempunyai tujuan yang sama. 4.Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya. 5.Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi. 6.Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya. 7.Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif. Sedangkan ciri-ciri model pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut : 1. Siswa dalam kelompok secara kooperatif menyelesaikan materi belajar sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai. 2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan yang berbeda-beda, baik tingkat kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender. 3. Penghargaan lebih menekankan pada kelompok dari pada masingmasing individu. Dalam pembelajaran kooperatif dikembangkan diskusi dan komunikasi dengan tujuan agar siswa saling berbagi kemampuan, saling belajar berpikir kritis, saling menyampaikan pendapat, saling memberi kesempatan menyalurkan kemampuan, saling membantu belajar, saling menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun teman lain.

C. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Terdapat 6(enam) langkah dalam model pembelajaran kooperatif. 1. Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan mengkomunikasikan

kompetensi dasar yang akan dicapai serta memotivasi siswa. 2. Menyajikan informasi. Guru menyajikan informasi kepada siswa. 3.Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar. Guru menginformasikan pengelompokan siswa. 4.Membimbing kelompok belajar. Guru memotivasi serta memfasilitasi kerja siswa dalam kelompok kelompok belajar. 5. Evaluasi. Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi pembelajaran yang telah dilaksanakan. 6.Memberikan penghargaan. Guru memberi penghargaan hasil belajar individual dan kelompok. Bab III Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD A. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD) yang dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin (dalam Slavin, 1995) merupakan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan pembelajaran kooperatif yang cocok digunakan oleh guru yang baru mulai menggunakan pembelajaran kooperatif. Student Team Achievement Divisions (STAD) adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan empat orang yang merupakan campuran menurut tingkat kinerjanya, jenis kelamin dan suku. Guru menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh siswa dikenai kuis tentang materi itu dengan catatan, saat kuis mereka tidak boleh saling membantu. Tipe pembelajaran inilah yang akan diterapkan dalam pembelajaran matematika. Model Pembelajaran Koperatif tipe STAD merupakan pendekatan Cooperative Learning yang menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Guru yang menggunakan STAD mengajukan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu mengunakan presentasi Verbal atau teks. B. Tahap Pelaksanaan Pembelajaran Model STAD. 1.Persiapan materi dan penerapan siswa dalam kelompok

Sebelum menyajikan guru harus mempersiapkan lembar kegiatan dan lembar jawaban yang akan dipelajarai siswa dalam kelompok-kelomok kooperatif. Kemudian menetapkan siswa dalam kelompok heterogen dengan jumlah maksimal 4 - 6 orang, aturan heterogenitas dapat berdasarkan pada : a).Kemampuan akademik (pandai, sedang dan rendah) Yang didapat dari hasil akademik (skor awal) sebelumnya. Perlu diingat pembagian itu harus diseimbangkan sehingga setiap kelompok terdiri dari siswa dengan siswa dengan tingkat prestasi seimbang. b). Jenis kelamin, latar belakang sosial, kesenangan bawaan/sifat (pendiam dan aktif), dll. 2. Penyajian Materi Pelajaran a. Pendahuluan Di sini perlu ditekankan apa yang akan dipelajari siswa dalam kelompok dan menginformasikan hal yang penting untuk memotivasi rasa ingin tahu siswa tentang konsep-konsep yang akan mereka pelajari. Materi pelajaran dipresentasikan oleh guru dengan menggunakan metode pembelajaran. Siswa mengikuti presentasi guru dengan seksama sebagai persiapan untuk mengikuti tes berikutnya b. Pengembangan Dilakukan pengembangan materi yang sesuai yang akan dipelajari siswa dalam kelompok. Di sini siswa belajar untuk memahami makna bukan hafalan. Pertanyaan-peranyaan diberikan penjelasan tentang benar atau salah. Jika siswa telah memahami konsep maka dapat beralih kekonsep lain. c. Praktek terkendali Praktek terkendali dilakukan dalam menyajikan materi dengan cara menyuruh siswa mengerjakan soal, memanggil siswa secara acak untuk menjawab atau menyelesaikan masalah agar siswa selalu siap dan dalam memberikan tugas jangan menyita waktu lama. 3.Kegiatan kelompok Guru membagikan LKS kepada setiap kelompok sebagai bahan yang akan dipelajari siswa. Isi dari LKS selain materi pelajaran juga digunakan untuk melatih kooperatif. Guru memberi bantuan dengan memperjelas perintah, mengulang konsep dan menjawab pertanyaan. Dalam kegiatan kelompok ini, para siswa bersama-sama mendiskusikan masalah yang dihadapi, membandingkan jawaban, atau memperbaiki miskonsepsi. Kelompok diharapkan bekerja sama dengan sebaik-baiknya dan saling membantu dalam memahami materi pelajaran. 4.Evaluasi Dilakukan selama 45 - 60 menit secara mandiri untuk menunjukkan apa yang telah siswa pelajari selama bekerja dalam kelompok. Setelah kegiatan presentasi guru dan kegiatan kelompok, siswa diberikan tes secara individual. Dalam menjawab tes, siswa tidak diperkenankan saling membantu. Hasil evaluasi digunakan sebagai nilai perkembangan individu dan disumbangkan sebagai nilai perkembangan kelompok. 5. Penghargaan kelompok Setiap anggota kelompok diharapkan mencapai skor tes yang tinggi

karena skor ini akan memberikan kontribusi terhadap peningkatan skor rata-rata kelompok. Dari hasil nilai perkembangan, maka penghargaan pada prestasi kelompok diberikan dalam tingkatan penghargaan seperti kelompok baik, hebat dan super. 6.Perhitungan ulang skor awal dan pengubahan kelompok Satu periode penilaian (3 4 minggu) dilakukan perhitungan ulang skor evaluasi sebagai skor awal siswa yang baru. Kemudian dilakukan perubahan kelompok agar siswa dapat bekerja dengan teman yang lain. C. Materi Matematika yang Relevan dengan STAD. Materi-materi matematika yang relevan dengan pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Divisions (STAD) adalah materi-materi yang hanya untuk memahami fakta-fakta, konsepkonsep dasar dan tidak memerlukan penalaran yang tinggidan juga hapalan, misalnya bilangan bulat, himpunan-himpunan, bilangan jam, dll. Dengan penyajian materi yang tepat dan menarik bagi siswa, seperti halnya pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat memaksimalkan proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. D. Keunggulan Model Pembelajaran Tipe STAD Keunggulan dari metode pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah adanya kerja sama dalam kelompok dan dalam menentukan keberhasilan kelompok ter tergantung keberhasilan individu, sehingga setiap anggota kelompok tidak bisa menggantungkan pada anggota yang lain. Pembelajaran kooperatif tipe STAD menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal.

BAB IV Simpulan dan Saran A. Simpulan 1. Pembelajaran kooperatif adalah strategi belajar dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan yang berbeda 2. Pembelajaran dengan pendekatan keterampilan proses dalam seting pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat mengubah pembelajaran dari teacher center menjadi student centered. 3. Pada intinya konsep dari model pembelajaran tipe STAD adalah Guru menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut

Saran 1.Diharapkan guru mengenalkan dan melatihkan keterampilan proses dan keterampilam kooperatif sebelum atau selama pembelajaran agar siswa mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta dapat menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut. 2.Agar pembelajaran dengan pendekatan keterampilan proses berorientasi pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat berjalan, sebaiknya guru membuat perencanaan mengajar materi pelajaran, dan menentukan semua konsep-konsep yang akan dikembangkan, dan untuk setiap konsep ditentukan metode atau pendekatan yang akan digunakan serta keterampilan proses yang akan dikembangkan.

DAFTAR PUSTAKA

Ismail. (2003). Media Pembelajaran (Model-model Pembelajaran). Jakarta: Proyek Peningkatan Mutu SLTP. Sri Wardhani. (2006). Contoh Silabus dan RPP Matematika SMP. Yogyakarta: PPPG Matematika. Tim PPPG Matematika. (2003). Beberapa Teknik, Model dan Strategi Dalam Pembelajaran Matematika. Bahan Ajar Diklat di PPPG Matematika, Yogyakarta: PPPG Matematika. Widowati, Budijastuti. 2001 Pembelajaran Kooperatif. Surabaya : Universitas Negeri Surabaya.

sumber asli: http://makalah-di.blogspot.com/2009/11/makalah-tentang-modelpembelajaran.html

Makalah Profesi Kependidikan di Indonesia adalah makalah yang membahas tentang profesi kependidikan di indonesia atau lebih khususnya kita melihat ke rumusan masalahnya yaitu, Bagaimanakah pendidikan di indonesia?, Bagaimanakah professional guru?, Apa yang menjadi permasalahan guru di Indonesia. Untuk lebih jelasnya tentang pendidikan di indonesia, silahkan anda baca makalah di bawah ini, mudah mudahan

makalah ini dapat membantu anda. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kenyataan di lapangan mutu pendidik dan tenaga kependidikan masih memprihatinkan. Masyarakat banyak mengkritisi sebagian dari pendidik dan tenaga kependidikan, khususnya guru kurang mampu melaksanakan pembelajaran secara efektif, bermakna dan menyenangkan. Kondisi objektif di lapangan menunjukkan sebagian guru kurang memahami dan menguasai kurikulum, pelaksanaan evaluasi hasil belajar, pengembangan bahan ajar, serta keterampilan dalam menggunakan metode dan media pembelajaran. Secara nasional, sebagian besar guru SD,SMP,SMA,SMKdan SLB masih kurang sesuai dengan kualifikasi minimal yang ditetapkan. Program pendidikan dan pelatihan (Diklat) dalam jabatan (in-service training) untuk meningkatkan kualifikasi guru, program penyetaraan D2 untuk guru SD/MI dan D3 untuk guru SMT/MTs, serta diklat lainnya yang berskala luas masih memerlukan evaluasi untuk mengetahui sejauh mana relevansi dan pengaruhnya terhadap peningkatan mutu pendidikan di Indonesia tercinta ini. B. Tujuan Makalah ini bertujuan mengetahui : Pendidikan di Indonesia Profesional guru di Indonesia Permasalahan kependidikan C. Rumusan Masalah Bagaimanakah pendidikan di indonesia Bagaimanakah professional guru Apa yang menjadi permasalahan guru di Indonesia D. Batasan Masalah Makalah Ini Hanya Terbatas pada Dunia Pendidikan di Indonesia BAB II PEMBAHASAN Profesi Kependidikan di Indonesia A. Pengertian Profesi Makagiansar, M. 1996 profesi guru adalah orang yang Memiliki latar belakang pendidikan keguruan yang memadai, keahlian guru dalam melaksanakan tugas-tugas kependidikan diperoleh setelah menempuh pendidikan keguruan tertentu Nasanius, Y. 1998 mengatakan profesi guru yaitu kemampuan yang tidak dimiliki oleh warga masyarakat pada umumnya yang tidak pernah mengikuti pendidikan keguruan. Ada beberapa peran yang dapat dilakukan guru sebagai tenaga pendidik, antara lain: (a) sebagai pekerja profesional dengan fungsi mengajar, membimbing dan melatih (b) pekerja kemanusiaan dengan fungsi dapat merealisasikan seluruh kemampuan kemanusiaan yang dimiliki, (c) sebagai petugas kemashalakatkatan dengan fungsi mengajar dan mendidik masyarakat untuk menjadi warga negara yang baik. Galbreath, J. 1999 Profesi guru adalah orang yang Bekerja atas panggilan hati nurani. Dalam melaksanakan tugas pengabdian pada masyarakat hendaknya didasari atas dorongan atau panggilan hati nurani. Sehingga guru akan merasa senang dalam melaksanakan tugas berat mencerdakan anak didik. Menurut Dra. Ani M.Hasan,M.Pd, Profesi dalam pengertian yang lebih luas yaitu kegiatan untuk memperoleh nafkah yang dilakukan dengan suatu keahlian tertentu. Sedangkan dalam arti sempit profesi berarti kegiatan yang dijalankan berdasarkan keahlian tertentu dan sekaligus dituntut daripadanya pelaksanaan norma-norma sosial dengan baik. Sedangkan Sumargi profesi guru adalah profesi khusus _ luhur. Mereka yang memilih profesi ini wajib menginsafi dan menyadari bahwa daya dorong dalam bekerja adalah keinginan untuk mengabdi kepada sesama serta menjalankan dan menjunjung tinggi kode etik yang telah diikrarkannya, bu-kan sematamata segi materinya belaka B. Pendidikan di Indonesia Ada beberapa hal yang menjadi penyebab runtuhnya pendidikan di Indonesia: Negara memang belum menjalankan amanat Undang-Undang Dasar negara kita secara konsekuen dan bertanggung jawab. Kecilnya anggaran pendidikan, belum lagi dikorupsi sana-sini, berpengaruh besar pada mahalnya biaya Pendidikan Dasar - Menengah yang harus ditanggung oleh rakyat. Di banyak negara untuk sekolah negeri dari SD-SMU gratis. Di Indonesia? Dampaknya juga pada nasib guru, baik kesejahteraan secara materiil (gaji, honor, dll.), maupun pembinaan

lanjut untuk meningkatkan kualitas kinerja guru (penataran, pelatihan, dll). Adalah tidak masuk akal mengharapkan kualitas pengajaran yang bagus dari guru yang miskin harta dan miskin pengetahuan atau ketrampilan. Sebaliknya jangan salahkan guru yg terpaksa ngobyek untuk mencari tambahan biaya hidup. Ketika menjadi guru bukan lagi pilihan hidup. Harus diakui, bahwa faktor psikologis dan kecintaan seorang guru terhadap bidang pekerjaannya sebagai guru akan memberi pengaruh besar pada kualitas proses belajar mengajar dan pembinaan siswa di sekolah. Kecintaan pada pekerjaan sebagai guru ini hanya dimiliki oleh orang-orang yang memang memilih jadi guru. Bagaimana seseroang bisa memiliki kecintaan ini kalau dia menjadi guru karena terpaksa? Ketika saya menjabat Kepala Divisi Pendidikan di Yayasan tempat saya bekerja, tidak sedikit pelamar dengan latar belakang pendidikan sarjana hukum, perbankan, dll. Dalam wawancara terungkap mereka melamar karena setelah sekian lama melamar pekerjaan ke sana-sini tidak pernah diterima. Jadi nasiblah yang menghanyutkan mereka melamar menjadi guru. Kalaupun diterima, dari pengalaman, setelah beberapa saat mereka menjadi guru,ketika ada peluang lain, mereka keluar begitu saja. Dan bagi saya itu oke, mungkin lebih baik keluar dari pada terpaksa jadi guru. Lisensi keguruan. Guru atau dosen adalah sebuah profesi akademis, bukan bakat alami. Artinya tidak semua orang bisa menjadi guru atau dosen. Sebagai contoh: seorang ahli mesin tidak serta merta bisa jadi dosen tehnik mesin kalau dia tidak memiliki ilmu mengajar. Demikian juga seorang sarjana ekonomi tidak serta merta bisa menjadi guru ekonomi. Memang dia ahli dalam mesin&ekonomi, tetapi dia tidak memiliki keahlian dalam ilmu mengajar. Ketimpangan ini akan berpengaruh pada kualitas pengajaran yang ia berikan dan tentunya juga berpengaruh pada siswa. Itu sebabnya, mestinya untuk menjadi guru atau dosen seseorang harus memiliki lisensi sebagai guru/dosen. Lisensi ini hanya dimiliki oleh orang-orang yang sudah menempuh pendidikan keguruan. Dia adalah seorang pdagogie (pengajar/pendidik), minimal dia harus menguasai ilmu didaktik, metode mengajar dan psikologi. Saya tidak punya data, berapa prosen (%) guru/ dosen di sekolah/PT di Indonesia yang memiliki kompetensi (lisensi) keguruan? Mungkin ada teman yang bisa membantu? Ketika tenaga guru tidak sebanding dengan jumlah murid/kelas. Adik saya menjadi Kepala Sekolah di sebuah SD Negeri di pedalaman Kalimantan Barat. Di sekolah yang memiliki 6 kelas (kelas I-VI) hanya ada 3 orang guru. Jadi masing-masing guru mengajar 2 kelas sekaligus. Bagi adik saya dengan tugas sebagai Kepala Sekolah, yg sering menyita waktu karena dia harus sering bolak-balik ke Kabupaten yang berjarak 6 jam naik bus dari tempat mengajar, masih harus ditambah tugas mengajar dan wali kelas. Dalam situasi seperti ini juga adalah tidak realistis menuntut kualitas pendidikan. Malapetaka penyebab hancurnya pendidikan di Indonesia juga dirancang oleh pemerintah sendiri, ketika hanya bidang studi tertentu saja seperti Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika yg diuji dalam UAN. Kebijakan ini merupakan kesalahan fatal yang dilakukan pemerintah. Metode atau sistem ujian ini tidak hanya tidak mengukur kemampuan belajar siswa secara menyeluruh, tetapi juga akan menyebabkan bencana lainnya seperti: rendahnya tingkat keseriusan siswa mengikuti pelajaran lain yang tidak termasuk dalam mata pelajaran yg diuji dalam UAN. Secara psikologis juga guru-guru mata pelajaran yg tidak termasuk dalam UAN bisa merasa rendah diri, jengkel, frustasi, dll., dan itu akan menurunkan semangat mengajar, sehingga mengajar hanya asal-asalan (karena tidak punya beban atau karena kecewa?), juga mungkin siswa tidak respek pada guru-guru tsb. Lalu secara ekonomis, dengan maraknya sistem les privat, membuat guru-guru mapel UAN menjadi

primadona. Guru-guru tsb mendapat banyak murid les dan ini berarti penambahan pendapatan yg lumayan. Itu bagus bagi guru tsb. Tetapi tidak baik bagi guru-guru lain. Bisa menimbulkan iri hati, dll., dan akhirnya menggangu keharmonisan antar guru di sekolah. C. Profesional Guru profesional adalah guru yang mengenal tentang dirinya. Yaitu bahwa dirinya adalah pribadi yang dipanggil untuk mendampingi peserta didik untuk/dalam belajar. Guru dituntut untuk mencari tahu terus-menerus bagaimana seharusnya peserta didik itu belajar. Maka apabila ada kegagalan peserta didik, guru terpanggil untuk menemukan penyebab kegagalan dan mencari jalan keluar bersama dengan peserta didik; bukan mendiamkannya atau malahan menyalahkannya. Proses mendampingi peserta didik adalah proses belajar. Karena sekolah merupakan medan belajar, baik guru maupun peserta didik terpanggil untuk belajar. Guru terpanggil untuk bersedia belajar bagaimana mendampingi atau mengajar dengan baik dan menyenangkan; peserta didik terpanggil untuk menemukan cara belajar yang tepat. Medan belajar adalah medan yang menyenangkan, bukan menyiksa apalagi mengancam. Oleh karena itu, yang harus terlibat dalam medan belajar adalah hati atau lebih daripada budi. Jadi perkara belajar adalah perkara hati dan budi; memberikan penekanan pada peran budi sematamata seperti yang lazim terjadi pada saat ini akan merintangi kemajuan pendidikan. Menjadi guru bukan sebuah proses yang yang hanya dapat dilalui, diselesaikan, dan ditentukan melalui uji kompetensi dan sertifikasi. Karena menjadi guru menyangkut perkara hati, mengajar adalah profesi hati. Hati harus banyak berperan atau lebih daripada budi. Oleh karena itu, pengolahan hati harus mendapatkan perhatian yang cukup, yaitu pemurnian hati atau motivasi untuk menjadi guru. Memang harus disadari bahwa kondisi guru seperti yang tercermin pada temuan di atas harus menjadi keprihatinan bersama. Kondisi itulah yang harus dihadapi, bukan menjadi ajang untuk menyangkal atau malahan untuk menyalahkan pihak-pihak tertentu (yang tidak ada manfaatnya sama sekali). Dari itu semua yang paling berkepentingan adalah pribadi guru sendiri. Namun, itu sekaligus pula jangan sampai untuk mematahkan semangat rekan guru yang masih ingin menghidupi keguruannya. Sikap yang harus senantiasa dipupuk adalah kesediaan untuk mengenal diri dan kehendak untuk memurnikan keguruannya. Mau belajar dengan meluangkan waktu untuk menjadi guru. Seorang guru yang tidak bersedia belajar tak mungkin kerasan dan bangga jadi guru. Kerasan dan kebanggaan atas keguruannya adalah langkah untuk menjadi guru yang profesional. C. Kode Etik Guru Salah satu masalah mendasar dari draf kode etik guru yang disusun dengan mendapat masukan para ahli pendidikan ini adalah adanya campur aduk antara perumusan konsepsi filosofis tentang guru dan pedoman praktis bagi seorang guru untuk bertindak. Padahal keduanya jelas berbeda. Dari 18 pasal yang ada, Pasal 1 sampai 7 lebih merumuskan konsepsi filosofis seorang guru, sedangkan Pasal 8 sampai 18 baru rumusan operasional kode etik guru. Tetapi secara keseluruhan dari Pasal 1 sampai 18 disebut Kode Etik Guru Indonesia. Kerumitan akan terjadi bila draf kode etik itu disahkan Menteri Pendidikan Nasional dan RUU Guru yang mengacu kode etik guru pun lolos. Bagaimana Dewan Kehormatan Guru dapat menilai seseorang guru melanggar kode etik bila rumusan kode etik sendiri tidak jelas. Apakah seorang guru yang di mata muridnya amat ideal (kemampuan mengajarnya baik, menghargai murid, dan perilakunya dapat diteladani) dapat dikenai sanksi administratif atau diajukan ke Dewan Kehormatan Guru karena guru bersangkutan tidak disiplin beribadah? Sebab, salah satu butir nilai dasar profesi guru adalah disiplin beribadah sebagai cermin insan beriman dan bertakwa kepada Tuhan

Yang Maha Esa. Atau apakah seorang guru di pelosok Maluku bisa dikenai sanksi administratif Dewan Kehormatan Guru karena tidak memiliki kompetensi teknologi dan informatika sebagaimana diatur Pasal 7 Ayat (5) mengenai nilai-nilai dasar kompetensi guru, padahal guru bersangkutan menjalankan fungsi mengajar dan mendidik secara baik. Mereka tidak memiliki kompetensi teknologi dan informatika karena infrastrukturnya tidak mendukung. kode etik guru indonesia Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia indonesia seutuhnya berjiwa Pancasila Guru memiliki dan melaksanakan kewjujuran professional Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan tanggung jawab bersama terhadap pendidikan Guru secara pribadi dan secara bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu da martabat profesinya guru memelihara hubungan profesi semangat kekeluargaan dan kesetiakawanana nasional Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organiosasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian Guru melaksanaakn segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan BAB III KESIMPULAN A. Kesimpulan Namun sebenarnya persoalan guru tidak berasal dari internal guru saja, yang paling dominan justru faktor eksternal (ekonomi dan politik). Apakah yakin martabat guru akan naik setelah diproklamasikan sebagai profesi, bila proses perekrutan guru CPNS (calon pegawai negeri sipil) tahun 2004 masih diwarnai suap antara Rp 20 juta hingga Rp 75 juta? Menurut hemat penulis, jika mau membuat program 100 hari yang monumental, realistis, dan jelas indikatornya adalah mencegah penerimaan guru CPNS dengan menggunakan uang suap. Caranya, menyerahkan seleksi guru kepada lembaga rekrutmen swasta yang independen dan kredibel serta tersentral. Bila proses perekrutan guru CPNS sudah bersih dari KKN, barulah guru bisa lebih profesional dan bermartabat, karena menjadi guru berkat kemampuannya, bukan karena menyuap B. Saran Kesejahteraan guru dalam hal ekonomi dan pengetahuan, terutama untuk guru di sekolah negeri (mestinya juga dalam skala tertentu untuk sekolah swasta), memang adalah tanggung jawab negara, bukan tanggung jawab orang tua murid. Orang tua murid bisa diminta partisipasi, tetapi porsinya harus tetap kecil. Barulah akan tercipta guru yang profesional karena ekonomi salah satu penyebab terpuruknya profesionalisme guru di Indonesia. DAFTAR PUSTAKA Pantiwati, Y. 2001. Upaya Peningkatan Profesionalisme Guru Melalui Program Sertifikasi Guru Bidang Studi (untuk Guru MI dan MTs). Makalah Dipresentasikan. Malang: PSSJ PPS Universitas Malang. Journal PAT. 2001. Teacher in England and Wales. Professionalisme in Practice: the PAT Journal. April/Mei 2001. (Online) (http://members. aol.com/PTRFWEB/journal1040.html, diakses 7 Juni 2001) Semiawan, C.R. 1991. Mencari Strategi Pengembangan Pendidikan Nasional Menjelang Abad 21. Jakarta: Grasindo. Stiles, K.E. dan Loucks-Horsley, S. 1998. Professional Development Strategies: Proffessional Learning Experiences Help Teachers Meet the Standards. The Science Teacher. September 1998. Sumargi. 1996. Profesi Guru Antara Harapan dan Kenyataan. Suara Guru No. 3-4/1996. http://makalahfrofesikependidikan.blogspot.com/2010/07/profesi-kependidikan-diindonesia.html Supriadi, D. 1998. Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Jakarta: Depdikbud

Read more at: http://aadesanjaya.blogspot.com/2011/01/makalah-profesi-kependidikandi.html Copyright aadesanjaya.blogspot.com

Makalah Profesi Kependidikan di Indonesia adalah makalah yang membahas tentang profesi kependidikan di indonesia atau lebih khususnya kita melihat ke rumusan masalahnya yaitu, Bagaimanakah pendidikan di indonesia?, Bagaimanakah professional guru?, Apa yang menjadi permasalahan guru di Indonesia. Untuk lebih jelasnya tentang pendidikan di indonesia, silahkan anda baca makalah di bawah ini, mudah mudahan makalah ini dapat membantu anda. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kenyataan di lapangan mutu pendidik dan tenaga kependidikan masih memprihatinkan. Masyarakat banyak mengkritisi sebagian dari pendidik dan tenaga kependidikan, khususnya guru kurang mampu melaksanakan pembelajaran secara efektif, bermakna dan menyenangkan. Kondisi objektif di lapangan menunjukkan sebagian guru kurang memahami dan menguasai kurikulum, pelaksanaan evaluasi hasil belajar, pengembangan bahan ajar, serta keterampilan dalam menggunakan metode dan media pembelajaran. Secara nasional, sebagian besar guru SD,SMP,SMA,SMKdan SLB masih kurang sesuai dengan kualifikasi minimal yang ditetapkan. Program pendidikan dan pelatihan (Diklat) dalam jabatan (in-service training) untuk meningkatkan kualifikasi guru, program penyetaraan D2 untuk guru SD/MI dan D3 untuk guru SMT/MTs, serta diklat lainnya yang berskala luas masih memerlukan evaluasi untuk mengetahui sejauh mana relevansi dan pengaruhnya terhadap peningkatan mutu pendidikan di Indonesia tercinta ini. B. Tujuan Makalah ini bertujuan mengetahui : Pendidikan di Indonesia Profesional guru di Indonesia Permasalahan kependidikan C. Rumusan Masalah Bagaimanakah pendidikan di indonesia Bagaimanakah professional guru Apa yang menjadi permasalahan guru di Indonesia D. Batasan Masalah Makalah Ini Hanya Terbatas pada Dunia Pendidikan di Indonesia BAB II PEMBAHASAN Profesi Kependidikan di Indonesia A. Pengertian Profesi Makagiansar, M. 1996 profesi guru adalah orang yang Memiliki latar belakang pendidikan keguruan yang memadai, keahlian guru dalam melaksanakan tugas-tugas kependidikan diperoleh setelah menempuh pendidikan keguruan tertentu Nasanius, Y. 1998 mengatakan profesi guru yaitu kemampuan yang tidak dimiliki oleh warga masyarakat pada umumnya yang tidak pernah mengikuti pendidikan keguruan. Ada beberapa peran yang dapat dilakukan guru sebagai tenaga pendidik, antara lain: (a)

sebagai pekerja profesional dengan fungsi mengajar, membimbing dan melatih (b) pekerja kemanusiaan dengan fungsi dapat merealisasikan seluruh kemampuan kemanusiaan yang dimiliki, (c) sebagai petugas kemashalakatkatan dengan fungsi mengajar dan mendidik masyarakat untuk menjadi warga negara yang baik. Galbreath, J. 1999 Profesi guru adalah orang yang Bekerja atas panggilan hati nurani. Dalam melaksanakan tugas pengabdian pada masyarakat hendaknya didasari atas dorongan atau panggilan hati nurani. Sehingga guru akan merasa senang dalam melaksanakan tugas berat mencerdakan anak didik. Menurut Dra. Ani M.Hasan,M.Pd, Profesi dalam pengertian yang lebih luas yaitu kegiatan untuk memperoleh nafkah yang dilakukan dengan suatu keahlian tertentu. Sedangkan dalam arti sempit profesi berarti kegiatan yang dijalankan berdasarkan keahlian tertentu dan sekaligus dituntut daripadanya pelaksanaan norma-norma sosial dengan baik. Sedangkan Sumargi profesi guru adalah profesi khusus _ luhur. Mereka yang memilih profesi ini wajib menginsafi dan menyadari bahwa daya dorong dalam bekerja adalah keinginan untuk mengabdi kepada sesama serta menjalankan dan menjunjung tinggi kode etik yang telah diikrarkannya, bu-kan sematamata segi materinya belaka B. Pendidikan di Indonesia Ada beberapa hal yang menjadi penyebab runtuhnya pendidikan di Indonesia: Negara memang belum menjalankan amanat Undang-Undang Dasar negara kita secara konsekuen dan bertanggung jawab. Kecilnya anggaran pendidikan, belum lagi dikorupsi sana-sini, berpengaruh besar pada mahalnya biaya Pendidikan Dasar - Menengah yang harus ditanggung oleh rakyat. Di banyak negara untuk sekolah negeri dari SD-SMU gratis. Di Indonesia? Dampaknya juga pada nasib guru, baik kesejahteraan secara materiil (gaji, honor, dll.), maupun pembinaan lanjut untuk meningkatkan kualitas kinerja guru (penataran, pelatihan, dll). Adalah tidak masuk akal mengharapkan kualitas pengajaran yang bagus dari guru yang miskin harta dan miskin pengetahuan atau ketrampilan. Sebaliknya jangan salahkan guru yg terpaksa ngobyek untuk mencari tambahan biaya hidup. Ketika menjadi guru bukan lagi pilihan hidup. Harus diakui, bahwa faktor psikologis dan kecintaan seorang guru terhadap bidang pekerjaannya sebagai guru akan memberi pengaruh besar pada kualitas proses belajar mengajar dan pembinaan siswa di sekolah. Kecintaan pada pekerjaan sebagai guru ini hanya dimiliki oleh orang-orang yang memang memilih jadi guru. Bagaimana seseroang bisa memiliki kecintaan ini kalau dia menjadi guru karena terpaksa? Ketika saya menjabat Kepala Divisi Pendidikan di Yayasan tempat saya bekerja, tidak sedikit pelamar dengan latar belakang pendidikan sarjana hukum, perbankan, dll. Dalam wawancara terungkap mereka melamar karena setelah sekian lama melamar pekerjaan ke sana-sini tidak pernah diterima. Jadi nasiblah yang menghanyutkan mereka melamar menjadi guru. Kalaupun diterima, dari pengalaman, setelah beberapa saat mereka menjadi guru,ketika ada peluang lain, mereka keluar begitu saja. Dan bagi saya itu oke, mungkin lebih baik keluar dari pada terpaksa jadi guru. Lisensi keguruan. Guru atau dosen adalah sebuah profesi akademis, bukan bakat alami. Artinya tidak semua orang bisa menjadi guru atau dosen. Sebagai contoh: seorang ahli mesin tidak serta merta bisa jadi dosen tehnik mesin kalau dia tidak memiliki ilmu mengajar. Demikian juga seorang sarjana ekonomi tidak serta merta bisa menjadi guru ekonomi. Memang dia ahli dalam mesin&ekonomi, tetapi dia tidak memiliki keahlian dalam ilmu mengajar. Ketimpangan ini akan berpengaruh pada kualitas pengajaran yang ia berikan dan tentunya juga berpengaruh pada siswa. Itu sebabnya, mestinya untuk menjadi guru atau dosen seseorang harus memiliki lisensi sebagai guru/dosen. Lisensi ini hanya dimiliki oleh orang-orang yang sudah menempuh

pendidikan keguruan. Dia adalah seorang pdagogie (pengajar/pendidik), minimal dia harus menguasai ilmu didaktik, metode mengajar dan psikologi. Saya tidak punya data, berapa prosen (%) guru/ dosen di sekolah/PT di Indonesia yang memiliki kompetensi (lisensi) keguruan? Mungkin ada teman yang bisa membantu? Ketika tenaga guru tidak sebanding dengan jumlah murid/kelas. Adik saya menjadi Kepala Sekolah di sebuah SD Negeri di pedalaman Kalimantan Barat. Di sekolah yang memiliki 6 kelas (kelas I-VI) hanya ada 3 orang guru. Jadi masing-masing guru mengajar 2 kelas sekaligus. Bagi adik saya dengan tugas sebagai Kepala Sekolah, yg sering menyita waktu karena dia harus sering bolak-balik ke Kabupaten yang berjarak 6 jam naik bus dari tempat mengajar, masih harus ditambah tugas mengajar dan wali kelas. Dalam situasi seperti ini juga adalah tidak realistis menuntut kualitas pendidikan. Malapetaka penyebab hancurnya pendidikan di Indonesia juga dirancang oleh pemerintah sendiri, ketika hanya bidang studi tertentu saja seperti Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika yg diuji dalam UAN. Kebijakan ini merupakan kesalahan fatal yang dilakukan pemerintah. Metode atau sistem ujian ini tidak hanya tidak mengukur kemampuan belajar siswa secara menyeluruh, tetapi juga akan menyebabkan bencana lainnya seperti: rendahnya tingkat keseriusan siswa mengikuti pelajaran lain yang tidak termasuk dalam mata pelajaran yg diuji dalam UAN. Secara psikologis juga guru-guru mata pelajaran yg tidak termasuk dalam UAN bisa merasa rendah diri, jengkel, frustasi, dll., dan itu akan menurunkan semangat mengajar, sehingga mengajar hanya asal-asalan (karena tidak punya beban atau karena kecewa?), juga mungkin siswa tidak respek pada guru-guru tsb. Lalu secara ekonomis, dengan maraknya sistem les privat, membuat guru-guru mapel UAN menjadi primadona. Guru-guru tsb mendapat banyak murid les dan ini berarti penambahan pendapatan yg lumayan. Itu bagus bagi guru tsb. Tetapi tidak baik bagi guru-guru lain. Bisa menimbulkan iri hati, dll., dan akhirnya menggangu keharmonisan antar guru di sekolah. C. Profesional Guru profesional adalah guru yang mengenal tentang dirinya. Yaitu bahwa dirinya adalah pribadi yang dipanggil untuk mendampingi peserta didik untuk/dalam belajar. Guru dituntut untuk mencari tahu terus-menerus bagaimana seharusnya peserta didik itu belajar. Maka apabila ada kegagalan peserta didik, guru terpanggil untuk menemukan penyebab kegagalan dan mencari jalan keluar bersama dengan peserta didik; bukan mendiamkannya atau malahan menyalahkannya. Proses mendampingi peserta didik adalah proses belajar. Karena sekolah merupakan medan belajar, baik guru maupun peserta didik terpanggil untuk belajar. Guru terpanggil untuk bersedia belajar bagaimana mendampingi atau mengajar dengan baik dan menyenangkan; peserta didik terpanggil untuk menemukan cara belajar yang tepat. Medan belajar adalah medan yang menyenangkan, bukan menyiksa apalagi mengancam. Oleh karena itu, yang harus terlibat dalam medan belajar adalah hati atau lebih daripada budi. Jadi perkara belajar adalah perkara hati dan budi; memberikan penekanan pada peran budi sematamata seperti yang lazim terjadi pada saat ini akan merintangi kemajuan pendidikan. Menjadi guru bukan sebuah proses yang yang hanya dapat dilalui, diselesaikan, dan ditentukan melalui uji kompetensi dan sertifikasi. Karena menjadi guru menyangkut perkara hati, mengajar adalah profesi hati. Hati harus banyak berperan atau lebih daripada budi. Oleh karena itu, pengolahan hati harus mendapatkan perhatian yang cukup, yaitu pemurnian hati atau motivasi untuk menjadi guru. Memang harus disadari bahwa kondisi guru seperti yang tercermin pada temuan di atas harus menjadi keprihatinan bersama. Kondisi itulah yang harus dihadapi, bukan menjadi ajang untuk menyangkal atau malahan

untuk menyalahkan pihak-pihak tertentu (yang tidak ada manfaatnya sama sekali). Dari itu semua yang paling berkepentingan adalah pribadi guru sendiri. Namun, itu sekaligus pula jangan sampai untuk mematahkan semangat rekan guru yang masih ingin menghidupi keguruannya. Sikap yang harus senantiasa dipupuk adalah kesediaan untuk mengenal diri dan kehendak untuk memurnikan keguruannya. Mau belajar dengan meluangkan waktu untuk menjadi guru. Seorang guru yang tidak bersedia belajar tak mungkin kerasan dan bangga jadi guru. Kerasan dan kebanggaan atas keguruannya adalah langkah untuk menjadi guru yang profesional. C. Kode Etik Guru Salah satu masalah mendasar dari draf kode etik guru yang disusun dengan mendapat masukan para ahli pendidikan ini adalah adanya campur aduk antara perumusan konsepsi filosofis tentang guru dan pedoman praktis bagi seorang guru untuk bertindak. Padahal keduanya jelas berbeda. Dari 18 pasal yang ada, Pasal 1 sampai 7 lebih merumuskan konsepsi filosofis seorang guru, sedangkan Pasal 8 sampai 18 baru rumusan operasional kode etik guru. Tetapi secara keseluruhan dari Pasal 1 sampai 18 disebut Kode Etik Guru Indonesia. Kerumitan akan terjadi bila draf kode etik itu disahkan Menteri Pendidikan Nasional dan RUU Guru yang mengacu kode etik guru pun lolos. Bagaimana Dewan Kehormatan Guru dapat menilai seseorang guru melanggar kode etik bila rumusan kode etik sendiri tidak jelas. Apakah seorang guru yang di mata muridnya amat ideal (kemampuan mengajarnya baik, menghargai murid, dan perilakunya dapat diteladani) dapat dikenai sanksi administratif atau diajukan ke Dewan Kehormatan Guru karena guru bersangkutan tidak disiplin beribadah? Sebab, salah satu butir nilai dasar profesi guru adalah disiplin beribadah sebagai cermin insan beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atau apakah seorang guru di pelosok Maluku bisa dikenai sanksi administratif Dewan Kehormatan Guru karena tidak memiliki kompetensi teknologi dan informatika sebagaimana diatur Pasal 7 Ayat (5) mengenai nilai-nilai dasar kompetensi guru, padahal guru bersangkutan menjalankan fungsi mengajar dan mendidik secara baik. Mereka tidak memiliki kompetensi teknologi dan informatika karena infrastrukturnya tidak mendukung. kode etik guru indonesia Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia indonesia seutuhnya berjiwa Pancasila Guru memiliki dan melaksanakan kewjujuran professional Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan tanggung jawab bersama terhadap pendidikan Guru secara pribadi dan secara bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu da martabat profesinya guru memelihara hubungan profesi semangat kekeluargaan dan kesetiakawanana nasional Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organiosasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian Guru melaksanaakn segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan BAB III KESIMPULAN A. Kesimpulan Namun sebenarnya persoalan guru tidak berasal dari internal guru saja, yang paling dominan justru faktor eksternal (ekonomi dan politik). Apakah yakin martabat guru akan naik setelah diproklamasikan sebagai profesi, bila proses perekrutan guru CPNS (calon pegawai negeri sipil) tahun 2004 masih diwarnai suap antara Rp 20 juta hingga Rp 75 juta? Menurut hemat penulis, jika mau membuat program 100 hari yang monumental, realistis, dan jelas indikatornya adalah mencegah penerimaan guru CPNS dengan menggunakan uang suap. Caranya, menyerahkan seleksi guru kepada lembaga

rekrutmen swasta yang independen dan kredibel serta tersentral. Bila proses perekrutan guru CPNS sudah bersih dari KKN, barulah guru bisa lebih profesional dan bermartabat, karena menjadi guru berkat kemampuannya, bukan karena menyuap B. Saran Kesejahteraan guru dalam hal ekonomi dan pengetahuan, terutama untuk guru di sekolah negeri (mestinya juga dalam skala tertentu untuk sekolah swasta), memang adalah tanggung jawab negara, bukan tanggung jawab orang tua murid. Orang tua murid bisa diminta partisipasi, tetapi porsinya harus tetap kecil. Barulah akan tercipta guru yang profesional karena ekonomi salah satu penyebab terpuruknya profesionalisme guru di Indonesia. DAFTAR PUSTAKA Pantiwati, Y. 2001. Upaya Peningkatan Profesionalisme Guru Melalui Program Sertifikasi Guru Bidang Studi (untuk Guru MI dan MTs). Makalah Dipresentasikan. Malang: PSSJ PPS Universitas Malang. Journal PAT. 2001. Teacher in England and Wales. Professionalisme in Practice: the PAT Journal. April/Mei 2001. (Online) (http://members. aol.com/PTRFWEB/journal1040.html, diakses 7 Juni 2001) Semiawan, C.R. 1991. Mencari Strategi Pengembangan Pendidikan Nasional Menjelang Abad 21. Jakarta: Grasindo. Stiles, K.E. dan Loucks-Horsley, S. 1998. Professional Development Strategies: Proffessional Learning Experiences Help Teachers Meet the Standards. The Science Teacher. September 1998. Sumargi. 1996. Profesi Guru Antara Harapan dan Kenyataan. Suara Guru No. 3-4/1996. http://makalahfrofesikependidikan.blogspot.com/2010/07/profesi-kependidikan-diindonesia.html Supriadi, D. 1998. Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Jakarta: Depdikbud Read more at: http://aadesanjaya.blogspot.com/2011/01/makalah-profesi-kependidikandi.html Copyright aadesanjaya.blogspot.com

Makalah Prioritas Kerja Profesi Guru Makalah Prioritas Kerja Profesi Guru adalah makalah yang berkaitan dengan proritas kerja guru dimana guru itu harus bekerja sesuai dengan profesinya, karena sebagian guru tidak menerapkan dengan sepenuhnya apa profesi guru yang sebenarnya, Profesi dalam pengertian yang lebih luas yaitu kegiatan untuk memperoleh nafkah yang dilakukan dengan suatu keahlian tertentu. Sedangkan dalam arti sempit profesi berarti kegiatan yang dijalankan berdasarkan keahlian tertentu dan sekaligus dituntut daripadanya pelaksanaan norma-norma sosial dengan baik. Untuk lebih jelasnya silahkan anda simak makalah di bawah ini. A. Latar Belakang Lagu himne guru menunjukkan betapa pentingnya keberadaan seorang guru bagi kehidupan seorang manusia dalam mengenal dunia. Tanpa guru, tidak akan muncul generasi pintar yang

akan membangun bumi ini. Semua orang pasti mengakui jasa seorang guru bagi dirinya walau hanya di dalam hati, tetapi mereka hanya mengakui dengan tanpa upaya memberikan suatu penghargaan yang lebih dibanding kepada profesi lain. Akibatnya, profesi guru yang dulu merupakan profesi yang paling bergengsi dan menjadi dambaan bagi generasi muda pada zaman leluhur kita, kini menjadi profesi yang kurang diminati dan dihargai dibanding dengan profesi lainnya. Orang tua akan sangat bangga jika anaknya menjadi seorang dokter, insinyur, tentara, polisi, atau profesi lainnya dibanding menjadi seorang guru. Pada jaman penjajahan Belanda, status profesi guru memang sangat tinggi. Guru dipandang sebagai pemimpin masyarakat yang disegani dan mempunyai status ekonomi yang relatif tinggi. Dalam buku Siti Sahara, Wanita Guru Pertama dari Mandailing, dalam Guru Pahlawan Tanpa Tanda Jasa ditulis, pada tahun 1920-an misalnya, Ibu Guru Siti Sahara mempunyai gaji sebesar 40 gulden sebagai guru Kepala Sekolah Wanita di Bireum. Suatu jumlah yang amat besar waktu itu, mengingat ungkapan pada masa kolonial mengatakan bahwa seorang inlander cukup hidup dengan segobang (2,5) sen sehari. B. Tujuan Prioritas kerja Profesi Guru. Untuk mengetahui prioritas dsan kesahteraan guru C. Rumusan Masalah Bagaimanakah sebenarnya Prioritas Kesejahteraan Guru Prioritas kerja Profesi Guru A. Pengertian Profesi Menurut Dra. Ani M.Hasan,M.Pd, Profesi dalam pengertian yang lebih luas yaitu kegiatan untuk memperoleh nafkah yang dilakukan dengan suatu keahlian tertentu. Sedangkan dalam arti sempit profesi berarti kegiatan yang dijalankan berdasarkan keahlian tertentu dan sekaligus dituntut daripadanya pelaksanaan norma-norma sosial dengan baik. Sedangkan Sumargi profesi guru adalah profesi khusus _ luhur. Mereka yang memilih profesi ini wajib menginsafi dan menyadari bahwa daya dorong dalam bekerja adalah keinginan untuk mengabdi kepada sesama serta menjalankan dan menjunjung tinggi kode etik yang telah diikrarkannya, bu-kan semata-mata segi materinya belaka Pada masa penjajahan Jepang, status profesi guru juga masih terhormat. Para guru diberi julukan Sensei yang dalam kebudayaan Jepang mempunyai kedudukan sosial yang amat dihormati. Dalam masa awal perjuangan kemerdekaan, para guru juga dihargai karena mereka bukan saja mengambil peran amat penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, tetapi juga ada yang ikut aktif menjadi tentara rakyat dan berperang mengusir penjajah. Pascakemerdekaan sampai tahun 1950-an, citra dan status profesi guru dalam masyarakat juga masih tinggi. Para guru masih dilihat dan diperlakukan bukan hanya sebagai pendidik yang pantas digugu dan ditiru di sekolah, tetapi juga sebagai pemimpin masyarakat yang terhormat. Tingginya citra guru pada zaman penjajahan dan awal kemerdekaan di Indonesia berkait erat dengan citra masyarakat memandang profesi guru. Pada masa itu, guru dicitrakan amat bagus karena berkait erat dengan status sosial (ekonomis, politis dan budaya) pemegang profesi yang bersangkutan dan kredibilitas professional para guru. Status ekonomi para guru pada waktu itu memang tinggi. Mereka mendapat imbalan jasa yang memadai untuk hidup sejahtera bersama keluarga. B. PROFESIONAL Secara politis, guru diperlukan pemerintahan penjajah dalam rangka menunjang politik etisnya. Dengan kebijakan memberikan pendidikan dasar pada sementara inlander untuk tugas-tugas administratif yang diperlukan penjajah. Dari sisi budaya, relasi guru dengan padepokan-padepokan sebagaimana terungkap dalam hubungan dengan para kyai di pesantren-pesantren, guru sungguh dilihat sebagai pemimpin yang digugu dan ditiru. Dalam masyarakat Jawa ada ungkapan, guru ratu wong tuwo akaro. Artinya, orang wajib menaati pertama-tama gurunya, kemudian rajanya, dan

baru orang tuanya. Dari uraian itu, jelas salah satu cara mengangkat citra guru bukan dengan memberikan sertifikasi seperti pengacara atau dokter, melainkan dengan memperbaiki citranya dalam masyarakat. Perbaikan citra erat kaitannya dengan mengubah cara pandang masyarakat terhadap pekerjaan guru. Persoalannya, kini citra guru sudah telanjur terpuruk dan bahkan pekerjaan guru dianggap pelarian karena tidak ada pekerjaan yang lebih layak. Menurut penelitian Dr Martinus Tukir Handoko dari sekian banyak guru sebenarnya pada mulanya tidak mempunyai motivasi menjadi guru. Pada mulanya, mereka memang bersekolah di Sekolah Pendidikan Guru, tetapi sebenarnya tidak mempunyai maksud menjadi guru. Ada yang karena tidak diterima di sekolah lain, ada yang karena dipaksa orang tuanya, karena ekonomi keluarganya yang lemah, sehingga terpaksa masuk ke pendidikan guru. Banyak orang tak mau menjalani profesi tersebut, sementara mereka yang sudah menjadi guru beralih ke profesi lain yang memberikan kesejahteraan lebih baik. Menurut data Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, jumlah guru SD yang berpindah profesi per Juli 2004 sudah mencapai 50,6 persen dari 993.108 guru yang ada. Menjadikan guru sebagai profesi tidak menjamin citra guru akan meningkat. Bahkan guru semakin dituntut pengabdiannya yang besar kepada masyarakat bahkan dengan imbalan yang amat rendah. Mending, menjadi pengacara atau dokter yang memperoleh izin membuka praktik sendiri manakala imbalan dari pekerjaan resminya sangat kecil. Guru sangat tergantung pada pekerjaan yang diciptakan oleh orang lain entah itu perorangan, yayasan atau pemerintah. Dengan demikian, guru harus patuh terhadap norma-norma yang dibuat oleh kekuasaan di luar dirinya sendiri. Profesionalisme adalah suatu paham yang mencitakan dilakukannya kegiatan-kegiatan kerja tertentu dalam masyarakat, berbekalkan keahlian yang tinggi dan berdasarkan rasa keterpanggilan - serta ikrar (fateri/profiteri) untuk menerima panggilan tersebut - untuk dengan semangat pengabdian selalu siap memberikan pertolongan kepada sesama yang tengah dirundung kesulitan di tengah gelapnya kehidupan (Wignjosoebroto, 1999). Dengan demikian seorang profesional jelas harus memiliki profesi tertentu yang diperoleh melalui sebuah proses pendidikan maupun pelatihan yang khusus, dan disamping itu pula ada unsur semangat pengabdian (panggilan profesi) di dalam melaksanakan suatu kegiatan kerja. Hal ini perlu ditekankan benar untuk membedakannya dengan kerja biasa (occupation) yang semata bertujuan untuk mencari nafkah dan/ atau kekayaan materiil-duniawi. Lebih lanjut dijabarkan, profesionalisme dalam tiga watak kerja yang merupakan persyaratan dari setiap kegiatan pemberian "jasa profesi" (dan bukan okupasi). Pertama, bahwa kerja seorang profesional itu beriktikad untuk merealisasikan kebajikan demi tegaknya kehormatan profesi yang digeluti, dan oleh karenanya tidak terlalu mementingkan atau mengharapkan imbalan upah materiil; Kedua, bahwa kerja seorang profesional itu harus dilandasi oleh kemahiran teknis yang berkualitas tinggi yang dicapai melalui proses pendidikan dan/atau pelatihan yang panjang, eksklusif dan berat; Ketiga, bahwa kerja seorang profesional - diukur dengan kualitas teknis dan kualitas moral - harus menundukkan diri pada sebuah mekanisme kontrol berupa kode etik yang dikembangkan dan disepakati bersama didalam sebuah organisasi profesi. Ketiga watak kerja tersebut mencoba menempatkan kaum profesional (kelompok sosial berkeahlian) untuk tetap mempertahankan idealisme yang menyatakan bahwa keahlian profesi yang dikuasai bukanlah komoditas yang hendak diperjual-belikan sekadar untuk memperoleh nafkah, melainkan suatu kebajikan yang hendak diabdikan demi kesejahteraan umat manusia. Kalau di dalam pengamalan profesi yang diberikan

ternyata ada semacam imbalan (honorarium) yang diterimakan, hal itu semata hanya sekadar "tanda kehormatan" (honour) demi tegaknya kehormatan profesi, yang jelas akan berbeda nilainya dengan pemberian upah yang hanya pantas diterimakan bagi para pekerja upahan saja. C. Kode Etik Guru KODE ETIK GURU INDONESIA Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia indonesia seutuhnya berjiwa Pancasila Guru memiliki dan melaksanakan kewjujuran professional Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan tanggung jawab bersama terhadap pendidikan Guru secara pribadi dan secara bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu da martabat profesinya Guru memelihara hubungan profesi semangat kekeluargaan dan kesetiakawanana nasional Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organiosasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian Guru melaksanaakn segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan A. Kesimpulan Masih rendahnya tingkat profesionalisme guru saat ini disebabkan oleh faktor-faktor yang berasal dari internal guru itu sendiri dan faktor lainnya yang berasal dari luar. Faktor-faktor tersebut antara lain: Penghasilan yang diperoleh guru belum mampu memenuhi kebutuhan hidup harian keluarga secara mencukupi. Oleh karena itu, upaya untuk menambah pengetahuan dan informasi menjadi terhambat karena dana untuk membeli buku, berlangganan koran, internet, tidak tersedia. Bahkan, untuk memenuhi kebutuhan dapur harus juga melakukan kerja sampingan lainnya. Di samping itu, kurangnya minat guru untuk menambah wawasan sebagai upaya meningkatkan tingkat profesionalisme sebab bertambah atau tidaknya pengetahuan serta kemampuan dalam melaksanakan tugas rutin tidak berpengaruh terhadap pendapatan yang diperolehnya. Kalaupun ada, hal itu tidak seimbang dengan pengorbanan yang telah dikeluarkan. Serta, meledaknya jumlah lulusan sekolah guru dari tahun ke tahun. Hal itu merupakan akibat dari mudahnya pemerintah memberikan izin pendirian LPTK (Lembaga Pendidikan Tinggi Keguruan). Mereka yang tidak tertampung oleh pasar kerja, mencoba menjadi guru, sehingga profesi ini menjadi pekerjaan yang "murah". Ironis memang, guru yang telah banyak menghasilkan para pemimpin, politisi dan ilmuwan serta berbagai profesi lainnya, kini dianggap sebagai profesi "murah" dan menjadi kelompok masyarakat yang terpinggirkan. Hal ini bukanlah harus dilawan oleh guru secara fisik atau perang kata-kata agar yang lain mau mengakui dan menerima guru sebagai tenaga yang profesional yang berjasa bagi pembangunan negeri ini. J Sudarminta mengatakan, dari sisi guru sendiri rendahnya mutu guru tampak dari gejala: 1) lemahnya penguasaan bahan yang diajarkan; 2) ketidaksesuaian antara bidang studi yang dipelajari guru dan yang dalam kenyataan di lapangan dijabarkan; 3) kurang efektifnya cara pengajaran; 4) kurangnya wibawa guru di hadapan murid; 5) lemahnya motivasi dan dedikasi untuk menjadi pendidik yang sungguh-sungguh; semakin banyak yang kebetulan menjadi guru dan tidak betul-betul menjadi guru; 6) kurangnya kematangan emosional, kemandirian berpikir, dan keteguhan sikap sehingga dari kepribadian mereka sebenarnya tidak siap sebagai pendidik dan 7) relatif rendahnya kapasitas intelektual calon guru dan para guru. B. Saran Mengangkat citra guru, sebagaimana zaman penjajahan, jelas tidak mungkin. Namun, jika pemerintah mau sungguh-sungguh, seperti perbaikan insentif material dan kesejahteraan hidup, maka profesi guru akan membaik. Komitmen politik

Mendiknas mestinya tidak hanya menjadikan guru sebagai profesi tetapi juga didahului dengan perbaikan kesejahteraan dan kualitas guru. DAFTAR PUSTAKA Azzra, Azyumardi. 2004, Birokrasi, Fobi Sekolah, dan Citra Guru. Dalam Horison Esai Indonesia Kitab 2 Taufiq Ismail (editor), Jakarta: Horison dan Ford Foundation De Porter, Bobbi.dkk. 2001. Peran Seorang Guru , Bandung: Kaifa Pendidikan, http://makalahfrofesikependidikan.blogspot.com/2010/07/bab-i-pendahuluan.html Madjid, Nurcholis.2001. Pengantar Langkah Strategis Mempersiapk an SDM Berkualitas, dalam Pengantar Menuju Masyarakat belajar - Indradjati Sidi, Jakarta: Paramadina dan LOGOS Read more at: http://aadesanjaya.blogspot.com/2011/01/makalah-prioritas-kerja-profesiguru.html Copyright aadesanjaya.blogspot.com

Pengertian profesionalisme Sebelum penulis menguraikan pengertian profesionalisme terlebih dahulu akan dikemukakan pengertian profesi sehingga mudah dimengerti apa yang dimaksud profesionalisme. Profesi adalah Bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (ketermpilan, kejujuran) tertentu (Nurdin, 2002: 15) sedangkan kata profesional berasal dari kata sifat yang berarti pencaharian dan sebagai kata benda yang berarti orang yang mempunyai keahlian seperti guru, dokter, hakim, dan sebagainya (Usman, 1995: 14). Dengan kata lain pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain (Sudjana, 1988: 14) Setiap guru profesional menguasai pengetahuan yang mendalam dalam spesialisnya. Penguasaan pengetahuan ini merupakan syarat yang penting di samping keterampilan/keterampilan lain. Guru profesional selain menguasi seluk-beluk pendidkan dan pengajaran serta ilmu-ilmu lainya, guru juga dibekali pendidikan khusus untuk menjadi guru dan memiliki keahlian khusus yang diperlukan sesuai dengan profesinya. Pekerjaan guru adalah suatu profesi tersendiri, pekerjaan ini tidak dapat dikerjakan oleh sembarang orang tampa memiliki keahlian sebagai seorang guru. Banyak yang pandai berbicara tertentu, namun orang itu belum dapat disebut sebagai seorang guru (Hamalik, 2004: 118-119) Menurut Sudjana (2008: 13) pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang secara khusus disiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat atau tidak memperoleh pekerjaan lainya. Dari rumusan di atas dipersiapkan untuk itu mengandung arti luas. Bisa dipandang melalui proses pendidikan bisa pula diperoleh dari proses laitihan. Namun menurutnya, untuk pekerjaan yang bersifat profesional lebih-lebih untuk pekerkaan yang bersifat profesional penuh seperti profesi dokter, maka dipersiapkan untuk itu harus mengacu pada proses pendidikan, dan bukan sekedar latihan. Karena semakin tinggi tingkat pendidikan yang dijalaninya maka akan semakin tinggi pula derajat profesi yang disandangya. Ini berarti tinggi rendahnya pengakuan profesionalisme sangat menggan tung pada tingkat keahlian dan pendidikan yang ditempuhnya. Kemudian pendapat yang hampir sana dikemukakan

oleh Ali (1992: 23) keahlian atau kemampuan profesional tidak mesti harus diperoleh daei jenjang pendidikan, tetapi bisa saja seseorang yang secara tekun mempelajari dan melatih diri dalam suatu bidang tertentu menjadi profesional. Hanya saja menurutnya, profesi yang disandang melalui jenjang pendidikan akan memperoleh pengakuan yang bersifat formal naupun informal, sedangkan yang diperoleh dari selain pendidikan formal pada umunya hanya akan mendapat pengakuan yang bersifat informal saja. 2. Pengertian Guru Profesional Guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahua terhadap anak didik, jadi seorang guru yang mengabdikan diri kepada masyarakat dan tentunya guru memiliki tanggung jawab dan melaksanakan proses belajar mengajar di tempat-tempat tertentu, tidak mesti di lembaga formal tetapi bisa juga di masjid, surau, musallah, di rumah dan sebagainya (Djamarah, 2003: 31) Sedangkan guru bahasa Arab yang profesional menurut Al Qosimiy secara garis besar ada tiga hal yang sangat mendasar yang membedakan antara guru asing dengan guru lokal dilihat dari profesionalisnya dalam membentuk mental belajar siswa bidang studi bahasa Arab sebagai berikut: Bahwasanya guru lokal tidak dapat berbicara atau menbahas persis bahasa asing (bahasa Arab) sebagai mana bahasa penduduk aslinya secara faseh, sedangkan guru asing dia mampu melakukan hal ini tampa ada kesulitan karena sesungguhnya dia berbicara dengan bahasany, maka secara otomatis guru tersebut tidak akan kesulitan dalam mewujudkan hal tersebut. Dan dengan cara ini dia mengajarkan seswa membahas atau membicarakan yang benar (serius) dengan gambaran kebiasaan. Guru lokal tidak mampu membahas atau berbicara dengan bagus menyaingi guru asing dalam (leluasa). Jumlah mufradat menggambarkan istilah-istilah yang ia ketahui sebagaimana bahwasanya ia tidak dapat mendekati secara mutlak dalam memahami makna-makna yang terkandung di dalam isi mata pelajaran tersebut, yang beragam seperti setiap lafaz-lafaz. Menggunakan guru sebagai guru bahasa asing baik dalam menyelesaikan makna-makna mufrad atau kaidah-kaidah tersebut dalam meningkatkan pemahaman siswa serta membentuk mental belajar siswa (Al Qasimiy, 1989: 79) Dari uraian di atas peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa syarat guru bahasa Arab yang profesional dalam meningkatkan pemahaman siswa pada mata pelajaran bahasa Arab, harus diajarkan oleh guru bahasa asing daripada guru lokal. Karena sesungguhnya dia mengajarkan bahasanya sendiri, naka secara otomatis tidak menemukan kesulitan dan kompleksnya siswa dapat mengetahui secara mendetail pada mata pelajaran bahasa Arab mengenai istilah-istilah dan struktur kalimat serta dengan baik dan akan dapat berbicara dengan faseh serta menulis dan membaca dengan baik yang pada akhirnya dapat membentuk mental belajar seswa yang optimal. Seseorang guru selain memiliki pengetahuan atau wawasan mengenai pendidikan juga harus dibekali dengan persyaratan tentang profesionalisnya itu, mengenbai persayaratan guru tersebut meliputi: a. Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa Guru sesuai dengan tujuan ilmu pendidikan islam tidak mungkin mendidika anak didik bertakwa kepada Allah SWT, jika guru sendiri tidak bertakea kepadanya. Sebaliknya guru adalah teladan bagi anak didiknya. b. Sehat jasmani Kesehatan jasmanikerapkali dijadikan salah satu syarat bagi mereka untuk menjadi guru. c. Berkelakuan baik Budi pekerti guru penting dalam pendidikan watak anak didik, guru harus menjadi tauladan bagi siswa didiknya karena anak-anak cebderung bersifat meniru (Djamarah, 2000: 32) Ketiga persyaratan tersebut diharapkan telah demiliki oleh seorang guru sehingga ia mampu memenuhi fufngsi sebagai pendidik profesional yakni pendidik bangsa, guru di sekolah atau pimpinan di masyarakat. Dari

persyaratan di atas menunjukan bahwa guru sebagai pendidik profesional mempunyai citra yang baik di masyarakat apabila dapat menunjukan kepada masyarakat bahwa guru layak menjadi panutan atau tauladan bagi masyarakat di sekelilingya (Soejipto, 2007: 42) Berdasarkan pengertian daripada guru profesional tersebut dapat dikatakan guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruanya sehingga mampu melaksanakan tugas dan fungsinya dengan sebaik-baiknya (Uzer, 1995: 15) Jadi seorang guru adalah orang yang benar-benmar terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki pengalaman yang kaya dibidangya masing-masing. Terdidika dan terlatih disini bukan hanya memperoleh pendidikan formal tetapi juga harus menguasai berbagai strategi atau tekhnik di dalam kegiatan bekajar mengajar serta menguasai kandasan-kandasan kependidikan yang tentunya juga akan memenuhi beberapa persyaratan atau kriteria sehingga dikatakan benar-benar terdidik dan terlatih. Sesungguhnya guru yang bertanggung jawab memiliki bebnerapa sifat menurut Tanlain dalam (Djamarah, 2002: 36) terdiri dari: Menerima dan mematuhi norma-norma dan nilai-nilai kemanusiaan Memiliki tugas mendidik dengan bebas berani gembira (tugas bukan menjadi beban baginya) Sadar akan nilai-nilai yang berkaitan dengan perbuatanya serta akibat-akibat yang timbul dari kata hatinya. Menghargai orang lain termasuk anak didik Bijaksana dan hati-hati (tidak nekat, sombong dan tidak singkat akal) Takwa Terhadap Tuhan Yang Maha Esa Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan utama. Dalam proses bekajar mengajar tersirat suatu makna adanya satu kesatuan antara seswa yang belajar dan guru yang mengajar. Antara kedua pihak ini terjadi suatu interaksi yang satu sama lain dan saling menunjang. Sebagai proses belajar mengajar memerlukan seuatu perencanaan yang matang, yakni mengkoordinasikan unsur-unsur tujuan, bahan pengajaran, kegiatan belajar mengajar, metode dan alat bantu mengajar, serta penilaian atau evaluasi. Dan tahap selamjutnya adalah melaksanakan rencana tersebut dalam bentuk tindakan atau praktek mengajar (Sudjana, 2000: 9) Senada dengan pendapat di atas Usman juga menegaskan bahwa proses belajar mengajar sebagai interaksi semua komponen atau unsur yang terdapat dalam belajar mengajar yang satu dengan yang lainya saling berikatan dalam ikatan untuk mencapai tujuan. Komponen belajar mengajar yang dimaksud adalah tujuan instruksional yang ingin dicapai materi pelajaran, metode mengajar, alat pengajaran dan evaluasi sebagai alat ukur tercapai atau tidaknya tujuan (Usman, 1999: 5) Berdasarkan paparan di atas maka guru pada posisinya sebagai sutradara sekaligus sebagai aktor utama dalam setiap kegiatan belajar mengajar, dianggap memiliki peran yang sangat penting dan sangat menentukan arah bagi pencapaian tujuan yang ingin diinginkan. Untuk itu, dalam melaksanakan profesi keguruanya seorang guru dituntut memiliki kemampuan profesional sebagai bekal dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab, sebab guru yang profesional akan lebih mampu menciptakan kelas sehingga hasil belajar yang diciptakan oleh para siswa akan berada pada tingkat yang lebih optimal. Pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang secara khusus dipersiapkan untuk itu, dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang tidak punya keahlian dan hanya karena tidak dapat memperolehpekerjaan lain (sudjana, 2000: 13) Berdasarkan pengertian di atas, maka yang dimaksud dengan gru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan yang maksimal (Usman, 1999: 15) 3. Kriteria

profesionalisme guru Jabatan guru dikenal sebagai suatau pekerjaan profesional sebagaimana seorang menilai bahwa dokter, insinyur, ahli hukum, dan sebagainya sebagai profesi tersendiri maka gurupun adalah suatu profesi tersendiri. Pekerjaan ini tidak bisa dikerjakan oleh sembarangan orang tampa memiliki keahlian khusus sebagai guru. Banyak orang pandai berbicara tertentu namun orang demikian belum dapat disebut sebagai seorang guru. Ada perbedaan prinsip antara guru yang profesional dengan guru yang bukan profesional, contohnya seorang yang akan bekerja secara profesional bilamana orang tersebut memiliki kemampuan (Ability) dan motivasi (motivasion) maksudnya adalah: seorang akan bekerja secara profesional bilamana memiliki kemampuan kerja yang tinggi dan kesungguhan hati untuk mengerjakan dengan sebaikbaiknya. Sebaliknya seseorang yang tidak profesional bila mana hanya memenuhi salah satu dari dua persyaratan di atas (Bafadal, 2003 : 5). Jadi betapun tingginya kemampuan seseorang (guru) ia tidak akan bekerja secara profesional apabila tidak memiliki motivasi kerja yang tinggi, sebaliknya betapun tingginya motivasi kerja seseorang (guru) ia tidak akan sempurna dalam menyelesaikan tugas-tugasnya bilamana tidak didukung oleh kemampuanya. Sedangkan kriteria guru bahasa Arab secara khusus adalah sebagai berikut : Menguasai budaya Arab serta seluk beluk sosial Menguasai cara atau metode bahasa Arab dengan ilmu jiwa bahasa Arab Menguasai materi belajar bahasa Arab karena materi bahasa Arab berbeda dengan materi pelajaran yang lain, bahasa Arab itu meliputi unsur-unsur antara lain : a) bahasa seperti ucapan, kosa kata dan kawaid, b) keterampilan berbahasa, meliputi keterampilan mendengar, bidara, membeca, dan menulis. Menguasai evaluasi belajar atau mampu mengevaluasi proses belajar mengajar bahasa Arab (alQosimy, 1989 : 91) Dengan demikian dari pengertian di atas profesionalitas guru pada bidang studi bahasa Arab hendaknya mengikuti syarat-syarat atau peraturan yang telah ditentukan oleh al-Qoisimy agar siswa termotivasi oleh guru dalam membentuk mental belajarnya. 4. Fungsi dan Tugas Guru Sebagai seorang pendidik yang memahami fungsi dan tugasnya, guru khususnya ia dibekali dengan berbagai ilmu keguruan sebagai dasar, disertai pula dengan seperangkat latihan keterampilan keguruan dan pada kondisi itu pula ia belajar memersosialisasikan sikap keguruan yang diperlukannya. Seorang yang berpribadi khusus yakni ramuan dari pengetahuan sikap danm keterampilan keguruan yang akan ditransformasikan kepada anak didik atau siswanya. Guru yang memahami fungsi dan tugasnya tidak hanya sebatas dinding sekolah saja, tetapi juga sebagai penghubung sekolah dengan masyarakat yang juga memiliki beberapa tugas menurut Rostiyah (dalam Djamarah, 2000 : 36) mengemukakan bahwa fungsi dan tugas guru profesional adalah : Menyerahkan kebudayaan kepada anak didik berupa kepandaian, kecakapan dan pengalaman-pengalaman Membentuk kepribadian anak yang harmonis sesuai cita-cita dan dasar negara kita Pancasila Menyiapkan anak menjadi warga negara yang baik sesuai dengan Undang-Undang Pendidikan yang merupakan keputusan MPR No. 2 Tahun 1983 Sebagai prantara dalam belajar Guru adalah sebagai pembimbing untuk membawa anak didik ke arah kedewasaan. Pendidik tidak maha kuasa, tidak dapat membentuk anak menurut kehendak hatinya Guru sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat Sebagai penegak disiplin. Guru menjadi contoh dalam segala hal, tata tertib dapat berjalan apabila guru menjalaninya terlebih dahulu Sebagai adminstrator dan manajer Guru sebagai perencana kurikulum Guru sebagai pemimpin Guru sebagai sponsor dalam kegiatan anak-anak Seorang guru baru dikatakan sempurna jika fungsinya sebagai pendidik dan juga berfungsi sebagai pembimbing. Dalam hal ini pembimbing

yang memiliki sarana dan serangkaian usaha dalam memajukan pendidikan. Seorang guru menjadi pendidik yang sekaligus sebagai seorang pembimbing. Contohnya guru sebagai pendidik dan pengajar sering kali akan melakukan pekerjaan bimbingan, seperti bimbingan belajar tentang keterampilan dan sebagainya dan untuk lebih jelasnya proses pendidikan kegiatan mendidik, mengajar dan membimbing sebagai yang taka dapat dipisahkan. Membimbing dalam hal ini dapat dikatakan sebagai kegiatan menuntun anak didik dalam perkembanganya dengan jelas dmemberikan langkah dan arah yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Sebagai pendidik guru harus berlaku membimbing dalam arti menuntun sesuai dengan kaidah yang baik dan mengarahkan perkembangan anak didik sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan, termasuk dalam hal ini yang terpenting ikut memecahkan persoalan-persoalan dan kesulitan-kesulitan yang dihadapi anak didik. Dengan demikian diharapkan menciptakan perkembangan yang lebih baik pada diri siswa, baik perkembangan fisik maupun mental. Dari uraian di atas secara rinci peranan guru dalam kegiatan belajar mengajar dapat disebutkan sebagai berikut : 1. Fasilitator Sebagai fasilitator guru hendaknya dapat menyediakan fasilitas yang memungkinkan kemudahan kegiatan belajar mengajar. 2. Motivator Sebagai motivator guru hendaknya dapat mendorong anak didik agar bergairah dan aktif belajar 3. Informator Sebagai informator guru harus dapat memberikan informasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi selain sejumlah bahan pelajaran untuk setiap mata pelajaran yang diprogramkan dalam kurikulum. 4. Pembimbing Peran guru yang tidak kalah pentingnya dari semua peran yang telah disebutkan di atas adalah sebagai pembimbing 5. Korektor Sebagai korektor guru harus bisa membedakan mana nilai yang baik dan buruk 6. Inspirator Sebagai inspirator guru harus dapat membedakan ilham yang baik bagi kemajuan anak didik 7. Organisator Sebagai organisator adalah sisi lain dari peranan yang diperlukan oleh guru dalam bidang ini memiliki kegiatan pengelolaan kegiataan akademik dan lain sebagainya. 8. Inisator Sebagai inisiator guru harus dapat menjadi pencetur ide-ide kemajuan dan pendidikan dalam pengajaran 9. Demonstrator Dalam interaksi edukatif, tidak semua bahan pelajaran anak didik pahami 10. Pengelolaan kelas Guru hendaknya dapat mengelola kelas dengan baik karena kelas adalah tempat terhimpun semua anak didik dan guru dalam rangka menerima bahan pelaaran dari guru. 11. Mediator Guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan dalam berbagai bentuk dan jenisnya baik media non material maupun material. 12. Supervisor Guru hendaknya dapat membantu memperbaiki dan menilai secara kritis terhadap proses pengajaran. 13. Evaluator Guru dituntut untuk menjadi evaluator yang baik dan jujur dengan memerikan penilaian yang menyentuh aspek intrinsik dan ekstrinsik Read more at: http://aadesanjaya.blogspot.com/2011/01/profesionalisme-guru.html Copyright aadesanjaya.blogspot.com

l Citra Guru Profesional Citra Guru Profesional BABI PENDAHULUAN A. Latar Belakang Guru adalah bagian dari kesadaran sejarah pendidikan di dunia. Citra guru berkembang dan berubah sesuai dengan perkembangan dan perubahan konsep dan persepsi manusia terhadap pendidikan dan kehidupan itu sendiri. Profesi guru pada

mulanya dikonsep sebagai kemampuan memberi dan mengembangkan pengetahuan peserta didik. Tetapi, beberapa dasawarsa terakhir konsep, persepsi dan penilaian terhadap profesi guru mulai bergeser. Hal itu selain karena perubahan pandangan manusia-masyarakat terhadap integritas seseorang yang berkaitan dengan produktivitas ekonomisnya, juga karena perkembangan yang cukup radikal di bidang pengetahuan dan teknologi, terutama bidang informasi dan komunikasi, yang kemudian mendorong pengembangan media belajar dan paradigma teknologi pendidikan. Dalam perkembangan berikutnya, sekaligus sebagai biasnya, guru mulai mengalami dilema eksistensial. B. Rumusan Masalah Apa Pengertian Citra Guru Profesional ? Apa Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Citra Guru ? Bagaimana Identifikasi dan Contoh Citra Guru ? C. Tujuan Menjelaskan Definisi Citra Guru Menjelaska Citra Guru dari Masa ke-masa Mengetahui Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Citra Guru BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Menurut kamus besar bahasa indonesia terdapat pengertian kata citra dan profesional Citra merupakan gambaran, rupa, gambaran yang dimiliki mengenai orang banyak, mengenai pribadi, organisasi atau produk, kesan mental yang ditimbulkan oleh sebuah kata, fase atau kalimat dan merupakan unsur dasar yang khas dalam karya prosa untuk evaluasi Profesi merupakan pekerjaan yang dilandasi oleh pengetahuan atau pendidikan tertentu Profesional, berkenaan dengan pekerjaan, berkenaan dengan keahlian, memerlukan kepandaian khusus untuk melaksanakannya, mengharuskan citra adanya pembayaran untuk melakukannya Profesionalisme merupakan kualitas, mutu dan tindak tanduk yang merupakan suatu profesi Guru (dalam bahasa jawa) seorang yang harus digugu dan harus ditiru oleh semua muridnya. Harus di gugu artinya segala sesuatu yang disampaikan olehnya senantiasa dipercaya dan diyakini sebagai kebenaran oleh semua murid. Segala ilmu pengetahuan yang datang dari guru dijadikan sebagai sebuah kebenaran yang tidak perlu dibuktikan atau diteliti lagi. Seorang guru juga harus ditiru, artinya seorang guru menjadi suri tauladan bagi semua muridnya. Mulai dari cara berfikir, cara bebicara, hingga cara berprilaku sehai-hari. Sebagai seorang yang harus digugu dan ditiru seorang dengan sendirinya memiliki peran yang luar biasa dominannya bagi murid. Dalam sebuah proses pendidikan guru merupakan satu komponen yang sangat penting, selain komponen lainnya seperti tujuan, kurikulum, metode, sarana dan prasarana lingkungan, dan evaluasi Guru profesional adalah guru yang mampu menerapkan hubungan yang berbentuk multidimensional guru yang demikian adalah guru yang secara internal memenuhi kriteria administratif, akademis dan kepribadian. Guru adalah bagian dari kesadaran sejarah pendidikan di dunia. Citra guru berkembang dan berubah sesuai dengan perkembangan dan perubahan konsep dan persepsi manusia terhadap pendidikan dan kehidupan itu sendiri. Profesi guru pada mulanya dikonsep sebagai kemampuan memberi dan mengembangkan pengetahuan peserta didik. Tetapi, beberapa dasawarsa terakhir konsep, persepsi dan penilaian terhadap profesi guru mulai bergeser. Hal itu selain karena perubahan pandangan manusia-masyarakat terhadap integritas seseorang yang berkaitan dengan produktivitas ekonomisnya, juga karena perkembangan yang cukup radikal di bidang pengetahuan dan teknologi, terutama bidang informasi dan komunikasi, yang kemudian mendorong pengembangan media belajar dan paradigma teknologi pendidikan. Dalam perkembangan berikutnya, sekaligus sebagai biasnya, guru mulai mengalami dilema eksistensial. Slogan pahlawan tanpa tanda jasa senantiasa melekat pada profesi guru. Hal ini didasarkan pada pengabdiannya yang begitu tinggi dan tulus dalam dunia pendidikan. Tidak hanya itu, sikap kearifan, kedisiplinan, kejujuran,

ketulusan, kesopanan serta sebagai sosok panutan menjadikan profesi satu ini berbeda dengan yang lain. Lantaran tanggung jawab dari profesi guru tidak berhenti pada selesai ia mengajar, melainkan keberhasilan siswa dalam menangkap, memahami, mempraktekkan serta mengamalkan ilmu yang diterima dalam kehidupan sehari-hari baik langsung maupun tak langsung. Hal ini membuat citra seorang guru di mata masyarakat selalu berada di tempat yang lebih baik dan mulia. Djamin (1999) mengemukakan citra guru mempunyai arti sebagai suatu penilaian yang baik dan terhormat terhadap keseluruhan penampilan yang merupakan sosok pengembang profesi ideal dalam lingkup fungsi, peran dan kinerja. Citra guru ini tercermin melalui: Keunggulan mengajar, Memiliki hubungan yang harmonis dengan peserta didik, dan Memiliki hubungan yang harmonis pula terhadap sesama teman seprofesl dan pihak lain baik dalam sikap maupun kemampuan profesional. Dari sudut pandang peserta didik, citra guru ideal adalah seseorang yang senantiasa memberi motivasi belajar yang mempunyai sifatfsifat keteladanan, penuh kasih sayang, serta mampu mengajar di dalam suasana yang menyenangkan. B. Citra Guru dalam Masyarakat Tradisional (Pramodem) Di dalam bahasa Sansekerta, guru berarti yang dihormati. Rasa hormat ini sampai kini masih hidup di tengah masyarakat tradisional/pedesaan. Mereka masih menaruh rasa hormat dan status sosial yang tinggi terhadap profesi guru. Di kepulauan Sangihe, misalnya, masyarakat menyebut guru pria dengan panggilan tuan, lengkapnya tuan guru, suatu panggilan yang penuh rasa kagum dan hormat terhadap profesi guru. Masyarakat pedesaan umumnya menganggap profesi guru sebagai profesi orang suci (saint) yang mampu memberi pencerahan dan dapat mengembangkan potensi yang tersimpan di dalam diri siswa. Selain itu sebagian besar masyarakat tradisional memiliki mitos yang kuat bahwa guru adalah profesi yang tidak pernah mengeluh dengan gaji yang minim, profesi yang dapat dilakukan oleh siapa saja dan profesi yang bangga dengan gelar pahlawan tanpa tanda jasa. Dalam pandangan masyarakat tradisional, guru dianggap profesional jika anak sudah dapat membaca, menulis dan berhitung, atau anak mendapat nilai tinggi, naik kelas dan lulus ujian. C. Citra Guru dalam Masyarakat Modern Dalam pandangan masyarakat modern, guru belum merupakan profesi yang profesional jika hanya mampu membuat murid membaca, menulis dan berhitung, atau mendapat nilai tinggi, naik kelas, dan lulus ujian. Masyarakat modern menganggap kompetensi guru belum lengkap jika hanya dilihat dari keahlian dan ketrampilan yang dimiliki melainkan juga dari orientasi guru terhadap perubahan dan inovasi. Bagi masyarakat modern, eksistensi guru yang mandiri, kreatif, dan inovatif merupakan salah satu aspek penting untuk membangun kehidupan bangsa. Banyak ahli berpendapat bahwa keberhasilan negara Asia Timur (Cina, Korsel dan Jepang) muncul sebagai negara industri baru karena didukung oleh penduduk/SDM terdidik dalam jumlah yang memadai sebagai hasil sentuhan manusiawi guru. Salah satu bangsa modern yang menghargai profesi guru adalah bangsa Jepang. Bangsa Jepang menyadari bahwa guru yang bermutu merupakan kunci keberhasilan pem bangunan. She no on wa yama yori mo ta/(ai umiyorimo fu/(ai yang berarti jasa guru lebih tinggi dari gunung yang paling tinggi, lebih dalam dari laut paling dalam. Hal ini merupakan ungkapan penghargaan bangsa Jepang terhadap profesi guru. Guru pada sejumlah negara maju sangat dihargai karena guru secara spesifik, Memiliki kecakapan dan kemampuan untuk memimpin dan mengelola pendidikan; Memiliki ketajaman pemahaman dan kecakapan intektual, cerdas emosional dan sosial untuk membangun pendidikan yang bermutu; dan Memiliki perencanaan yang matang, bijaksana, kontekstual dan efektil

untuk membangun humanware (SDIVI) yang unggul, bermaltabat dan memiliki daya saing. Keunggulan mereka adalah terus maju untuk mencapai yang terbaik dan memperbaiki yang terpuruk. Mereka secara berkelanjutan (sustainable) terus menigkatkan mutu diri dari guru biasa ke guru yang baik dan terus berupaya meningkat ke guru yang Iebih baik dan akhirnya menjadi guru yang terbaik, yang mampu memberi inspirasi, ahli dalam materi, memiliki moral yang tinggi dan menjadi teladan yang baik bagi siswa. Di negara kita, guru yang memiliki keahlian spesialisasi harus diakui masih Iangka. Walaupun sudah sejak puluhan tahun disiapkan, namun hasilnya masih belum nampak secara nyata. Ini disebabkan karena masih cukup banyak guru yang belum memiliki konsep diri yang baik, tidaktepat menyandang predikat sebagai guru, dan mengajar mata pelajaran yang tidak sesuai dengan keahliannya (m/Vsmatch). Semuanya terjadi karena kemandirian guru belum nampak secara nyata, yaitu sebagian guru belum mampu melihat konsep dirinya (se/fconsepz), ide dirinya (se/fidea), dan realita dirinya (se/frea/ity). Tipe guru sepeni ini mustahil dapat menciptakan suasana kegiatan pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM). Guru adalah bagian dari kesadaran sejarah pendidikan di dunia. Citra guru berkembang dan berubah sesuai dengan perkembangan dan perubahan konsep dan persepsi manusia terhadap pendidikan dan kehidupan itu sendiri. Dalam hal ini profesi guru pada mulanya dikonsep sebagai kemampuan memberi dan mengembangkan pengetahuan pesena didik. Namun, beberapa dasawarsa terakhir konsep, persepsi, dan penilaian terhadap profesi guru mulai bergeser. Hal itu selain karena perubahan pandangan manusia-masyarakat terhadap integritas seseorang yang berkaitan dengan produktivitas ekonomisnya, juga karena perkembangan yang cukup radikal di bidang pengetahuan dan teknologi, terutama bidang informasi dan komunikasi, yang kemudian mendorong pengembangan media belajar dan paradigma teknologi pendidikan. Dalam perkembangan berikutnya, sekaligus sebagai biasnya, guru mulai mengalami dilema eksistensial. Artinya, penguasaan ilmu pengetahuan tidak lagi menjadi hegemoni guru, tetapi menyebar seluas perkembangan teknologi informasi dan komunikasi seperti dunia penerbitan, buku, majalah, koran, Serta media elektronik lainnya. Untukitu, posisi krusial guru perlu dijernihkan tatkala kita hendak merumuskan kembali pendidikan yang Iebih memajukan masa depan generasi berikutnya. Dengan demikian, para guru dituntut tampil lebih profesional, lebih tinggi ilmu pengetahuannya dan lebih cekatan dalam penguasaan teknologi komunikasi dan informasi. Artinya, guru mau tidak mau dan dituntut harus terus meningkatkan kecakapan dan pengetahuannya selangkah ke depan lebih dari pengetahuan masyarakat dan anak didiknya. Dalam kehidupan bermasyarakat pun guru diharapkan lebih bermoral dan berakhlak daripada masyarakat kebanyakan, tetapi di situlah muncul problem tatkala para guru tidak memiliki kemampuan materi untuk memiliki segala akses dan jaringan informasi sepeti TV, buku-buku, majalah, dan koran. Guru-guru memiliki gaji dan tunjangan yang jauh dari cukup untuk meningkatkan profesinya sekaligus memperkaya informasi mengenai perkembangan pengetahuan dan berbagai dinamika kehidupan modern. Sehingga, rasanya sangat sulit di era modern ini guru dapat tampil lebih profesional, memiliki tanggung jawab moral profesi sebagai konsekuensi etisnya. D. Guru Abad 21 adalah Guru dengan Profesionalitas Tinggi Memasuki abad 21, tugas guru tidak akan semakin ringan. Menurut Wardiman Djojonegoro dalam ke|1as kerjanya yang disampaikan pada SeminarNasional Wawasan Profesi Guru Tahun ZUUQ ICMI On/vil Jawa Timur di Surabaya tanggal 21 Desember 1996, bangsa kita menyiapkan diri untuk memiliki

sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Ciri SDM yang berkualitas tersebut adalah Memiliki kemampuan dalam menguasai keahlian dalam suatu bidang yang berkaitan dengan iptek; Mampu bekerja secara profesional dengan orientasimutu dan keunggulan; dan Dapat menghasilkan karya-kalya unggul yang mampu bersaing secara global sebagai hasil dari keahlian dan profesionalitasnya. Makagiansar (1990) menyebutkan bahwa untuk menghadapi era globalisasi, Salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam bidang pendidikan adalah ketidakpastian. Untuk itu seseorang harus memiliki empat kemampuan, yaitu kemampuan antisipasi, kemampuan menge|1i dan mengatasi masalah, kemampuan mengakomodasi, dan kemampuan melakukan reorientasi. Tilaar (1998) menyatakan bahwa masyarakat millenium ketiga nanti mempunyai karakteristik masyarakat teknologi, masyarakat terbuka dan masyarakat madani yang secara keseluruhan akan berpengaruh pada visi, misi dan tujuan pendidikan. Pertumbuhan teknologi akan mengubah bentuk dan cara hidup manusia yang sama sekali akan berlainan dengan kehidupan manusia dewasa ini. Teknologi dapat memajukan kehidupan manusia tetapi juga dia akan mampu menghancurkan kebudayaan manusia itu sendiri. Kemajuan teknologi pula yang akan membuka dunia sekaan tanpa batas, baik geografis, sosial maupun budaya. Saling keterpengaruhanantara bangsa yang satu dengan bangsa yang Iain akan menjadi ciri utama masyarakatterbuka. Secara optimistik, masyarakat yang terbuka tersebut akan bermuara pada lahirya masyarakat madani, masyarakat yang berkembang baik kemampuan intelektualnya, maupun aspek- aspek kehidupan lainnya Sena tanggung jawabnya. Sesungguhnya, dengan tantangan yang dihadapi ke depan adalah globalisasi dengan dominasi teknologi dan informasi yang sangat kuat, kemampuan dasar yang mesti dimiliki bangsa ini tidak boleh hanya sebatas penguasaan kemampuan membaca, menulis dan berhitung. Harusjauh melampaui tiga hal tersebut. Menghadapi tantangan demikian, diperlukan guru yang benar-benar profesional. Tilaar (1998) memberikan empat ciri utama agar seorang guru terkelompok ke dalam guru yang profesional. Masing-masing adalah: Memiliki kepribadian yang matang dan berkembang; Memiliki keterampilan untuk membangkitkan minat peserta didik Memiliki penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kuat; dan Sikap profesionalnya berkembang secara berkesinambungan. Menurut Djojonegoro (1996) guru yang bermutu memiliki paling tidak empat kriteria utama, yaitu kemampuan profesional, upaya profesional, waktu yang dicurahkan untuk kegiatan profesional dan kesesuaian antara keahlian dan pekerjaannya. Kemampuan profesional meliputi kemampuan intelegensia, sikap dan prestasi kerjanya. Upaya profesional adalah upaya seorang guru untuk mentransformasikan kemampuan profesional yang dimilikinya ke dalam tindakan mendidik dan mengajar secara nyata. Waktu yang dicurahkan untuk kegiatan profesional menunjukkan intensitas waktu dari seorang guru yang dikonsentrasikan untuktugas-tugas profesinya. Guru yang bermutu ialah mereka yang dapat membelajarkan siswa secara tuntas, benar dan berhasil. Untuk itu guru harus menguasai keahliannya, baik dalam disiplin ilmu pengetahuan maupun metodologi mengajarnya. Selanjutnya Samani (1996) mengemukakan empat prasyarat agar seorang guru dapat profesional. Masing-masing adalah kemampuan guru mengolah/menyiasati kurikulum, kemampuan guru mengaitkan materi kurikulum dengan Iingkungan, kemampuan guru memotivasi siswa untuk belajar sendiri dan kemampuan guru untuk mengintegrasikan berbagai bidang Studi/mata pelajaran menjadi kesatuan konsep yang utuh. Nlasih terkait dengan harapan-harapan yang digayutkan di pundaksetiap guru, H. Muhammad Surya, Ketua Umum Pengurus

Besar PGRI, mengemukakan ada sembilan karakteristik citra guru yang diidealkan. Nlasing- masing adalah guru yang: Memiliki semangatjuang yang tinggi disertai kualitas keimanan dan ketaqwaan yang mantap, Mampu mewujudkan dirinya dalam keterkaitan dan padanan dengan tuntutan Iingkungan dan perkembangan iptek, Mampu belajar dan bekerja sama dengan profesi lain, Memiliki etos kerja yang kuat, Memiliki kejelasan dan kepastian pengembangan jenjang karir, Berjiwa profesionalitas tinggi, Memiliki kesejahteraan Iahir dan batin, material dan nonmaterial, Memiliki wawasan masa depan, dan Mampu melaksanakan fungsi dan peranannya secara terpadu. E. Faktor-Faktor yang Nlempengaruhi Citra Guru Sudjana (dalam Mustafa, 2005) menjelaskan rendahnya pengakuan masyarakat terhadap profesi guru yang mengakibatkan rendahnya citra guru disebabkan oleh faktor berikut: Adanya pandangan sebagian masyarakat, bahwa siapa pundapat menjadi guru asalkan ia berpengetahuan; Kekurangan guru di daerah terpencil, memberikan peluang untuk mengangkat seseorang yang tidak mempunyai keahlian untuk menjadi guru; dan Banyak guru yang belum menghargai profesinya, apalagi berusaha mengembangkan profesinya itu. Perasaan rendah diri karena menjadi guru, penyalahgunaan profesi untuk kepuasan dan kepentingan pribadinya. Syah (2000) menyorot rendahnya tingkat kompetensi profesionalisme guru, penguasaan guru terhadap materi dan metode pengajaran yang masih berada di bawah standar, sebagai penyebab rendahnya mutu guru yang bermuara pada rendahnya citra guru. Secara rinci dari aspek guru rendahnya mutu guru menurut Sudarminta (dalam Nlujiran, 2005) antara Iain tampak dari gejala-gejala berikut: Lemahnya penguasaan bahan yang diajarkan; Ketidaksesuaian antara bidang Studi yang dipelajari guru dan yang dalam kenyataan Iapangan yang diajarkan; kurang efektifnya cara pengajaran; Kurangnya wibawa guru di hadapan murid; Lemahnya motivasi dan dedikasi untuk menjadi pendidik yang sungguhsungguh; semakin banyak yang kebetulan menjadi guru dan tidak betul- betul menjadi guru; Kurangnya kematangan emosional, kemandirian berpikir, dan keteguhan sikap dalam cukup banyak guru sehingga dari kepribadian mereka sebenarnya tidak siap sebagai pendidik; kebanyakan guru dalam hubungan dengan murid masih hanya berfungsi sebagai pengajar dan belum sebagai pendidik; dan Relatif rendahnya tingkat intelektual para mahasiswa calon guru yang masuk LPTK (Lembaga Pengadaan Tenaga Kependidikan) dibandingkan dengan yang masuk Universitas. Uraian di atas memberikan penekanan bahwa profesionalisme merupakan Salah satu garansi bagi peningkatan citra guru. Hal ini sejalan dengan pesan penting yang muncul dalam Undang-undang No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Pengakuan guru dan dosen sebagai profesi diharapkan dapat memacu tumbuhnya kesadaran terhadap mutu dan gilirannya akan meningkatkan citra guru di tengah masyarakat. Sebagaimana ditegaskan dalam pasal 7 (1) bahwa profesi guru dan dosen mempakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip tertentu. Sanusi (1991) menunjuk ciri-ciri profesi, mencakup fungsi dan signifikansi sosial dari profesi tersehut, keterampilan para anggota profesi yang diperoleh melalui pendidikan dan atau Iatihan yang akuntabel, adanya disiplin ilmu yang kokoh, kode etik, dan adanya imbalan finansial dan material yang sepadan. Kemudian, secara teknis penguatan profesionalisme itu dikaitkan dengan pentingnya perhatian terhadap kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa Salah satu upaya untuk meningkatkan citra guru adalah dengan menguasai kompetensi guru dengan baik. BAB III PENUTUP Rangkuman Citra guru mempunyai arti sebagai suatu penilaian yang baik dan terhormat terhadap keseluruhan

penampilan yang merupakan sosok pengembang profesi ideal dalam Iingkup fungsi, peran dan kinerja. Citra guru ini tercermin melalui keunggulan mengajar, memiliki hubungan yang harmonis dengan peserta didik, memiliki hubungan yang harmonis pula terhadap sesama teman seprofesi dan pihak Iain baik dalam sikap maupun kemampuan profesional. Masyarakat pedesaan umumnya menganggap profesi guru sebagai profesi orang suci yang mampu memberi pencerahan dan dapat mengembangkan potensi yang tersimpan di dalam diri siswa. Selain itu sebagian besar masyarakat tradisional memiliki mitos yang kuat bahwa guru adalah profesi yang tidak pernah mengeluh dengan gaji yang minim, profesi yang dapat dilakukan oleh siapa saja dan profesi yang bangga dengan Dalam pandangan masyarakat modern, guru belum merupakan profesi yang profesional jika hanya mampu membuat murid membaca, menulis dan berhitung, atau mendapat nilai tinggi, naik kelas dan Iulus ujian. Nlasyarakat modern menganggap kom-petensi guru belum Iengkap jika hanya dilihat dari keahlian dan ketrampilan yang dimiliki melainkan juga dari orientasi guru terhadap perubahan dan inovasi. Sudjana dalam Mustafa (2005) menjelaskan rendahnya pengakuan masyarakat terhadap profesi guru yang mengakibatkan rendahnya citra guru disebabkan oleh faktor berikut, (1) adanya pandangan sebagian masyarakat, bahwa siapa pun dapat menjadi guru asalkan ia berpengetahuan; (2) kekurangan guru di daerah terpencil, memberikan peluang untuk mengangkat seseorang yang tidak mempunyai keahlian untuk menjadi guru; (3) banyak guru yang belum menghargai profesinya, apalagi berusaha mengembangkan profesinya itu. Perasaan rendah diri karena menjadi guru, penyalahgunaan profesi untuk kepuasan dan kepentingan pribadinya DAFTAR PUSTAKA Bafadal, Ibrahim.2004 Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah Dasa.Jakarta:Bumi Aksara Chulsum Umi, Windy Novia.2oo6 kamus Besar Bahasa Indonesia.Surabaya:Kashiko Nurdin Muhammad.2008.Kiat Menjadi Guru Profesional.Jogjakarta:Ar-Ruzz Aqid Zainal, Elham Rohmati.2008.Membangun Profesionalisme Guru dan Pengawas Sekolah.Bandung:CV. Yrama Widya Jalal, Fasli dan Dedi Supriadi. 2000. RefonnasiPendidikan dalam konteks Otonomi Daerah. Yogyakarta: Adicita Katya Nusa. Makagiansar, Makamina. 1990. Dimensi dan Tantangan Pendidikan dalam Era Globalisasi. Mimbar Pendidikan. Nomor 4 Tahun IX: Samani, Muchlas. 1996. Prospek Guru Tahun 2000. Makalah SeminarNasiona/ Wawasan Profesi Guru Tahun 200Q ICMI On/vil Jawa Timur, 21 Desember 1996 di Surabaya. Supriadi, Dedi 1999. Mengangkat Citra dan Martabat Guru Yogyakarta: Adicita Karya Nusa. Surya, Muhammad. 2000. Aspirasi Peningkatan Kemampuan Profesional dan Keseja hteraan Guru. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. Tahun ke 5 Nomor 021. Jakarta: Balitbang Depdiknas. Suyanto. 200 1 .Wadah dan Dinamaka Pendidikan Anak Bangsa. Yogyakarta: Adicita. Tilaar, H .A. R. 1998. Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional dalam Perspektif abad Xxi. Magelang: Tera Indonesia. Read more at: http://aadesanjaya.blogspot.com/2010/11/citra-guru-profesional.html Copyright aadesanjaya.blogspot.com

Syarat Guru Profesional Syarat Guru Profesional memang merupakan hal yang harus dimiliki oleh setiap guru. Guru profesional merupakan impian semua guru di tanah air, banyak hal utuk mewujudkan rasa keprofesionalitas seorang guru seperti sayarat-syarat dibawah. Untuk menjadi seorang guru profesional tidaklah sulit, karena profesionalnya seorang guru datang dari guru itu sendiri, Seorang guru sebenarnya memiliki komitmen yang sama yaitu mencerdaskan anak bangsa. Dewasa ini image seorang guru dimata masyarakat sangatlah susah seorang guru itu menyandang GURU PROFESIONAL, mengapa demikian? karena masyarakat menilai bahwa guru pada masa ini tidak seperti guru dimasa abad ke 12 yang memiliki pengabdian tinggi di dunia pendidikan, Didukung juga dengan adanya berbagai survey kelayakan mengajar yang diadakan oleh pemerintah. LSM, maupun organisasi lainnya bahwa kelakan mengajar seorang guru dibawah standar. Berikut ini ada beberapa Syarat Guru Profesional, 1. Komitmen Tinggi Seorang profesional harus mempunyai komitmen yang kuat pada pekerjaan yang sedang dilakukannya. 2. Tanggung Jawab Seorang profesional harus bertanggung jawab penuh terhadap pekerjaan yang dilakukannya sendiri. 3. Berpikir Sistematis Seorang yang profesional harus mampu berpikir sitematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari pengalamannya. 4. Penguasaan Materi Seorang profesional harus menguasai secara mendalam bahan / materi pekerjaan yang sedang dilakukannya. 5. Menjadi bagian masyarakat professional Seyogyanya seorang profesional harus menjadi bagian dari masyarakat dalam lingkungan profesinya. Mudah mudahan anda semua termasuk dalam syarat guru profesional, Read more at: http://aadesanjaya.blogspot.com/2010/11/syarat-guru-profesional.html Copyright aadesanjaya.blogspot.com

Citra Guru dalam Masyarakat Modern Dalam pandangan masyarakat modern, guru belum merupakan profesi yang profesional jika hanya mampu membuat murid membaca, menulis dan berhitung, atau mendapat nilai tinggi, naik kelas, dan lulus ujian. Masyarakat modern menganggap kompetensi guru belum lengkap jika hanya dilihat dari keahlian dan ketrampilan yang dimiliki melainkan juga dari orientasi guru terhadap perubahan dan inovasi. Bagi masyarakat modern, eksistensi guru yang mandiri, kreatif, dan inovatif merupakan salah satu aspek penting untuk membangun kehidupan bangsa. Banyak ahli berpendapat bahwa keberhasilan negara Asia Timur (Cina, Korsel dan Jepang) muncul sebagai negara industri baru karena didukung oleh penduduk/SDM terdidik dalam jumlah yang memadai sebagai hasil sentuhan manusiawi guru. Salah satu bangsa modern yang menghargai profesi guru adalah bangsa Jepang. Bangsa Jepang menyadari bahwa guru yang bermutu merupakan kunci keberhasilan pem bangunan. She no on wa yama yori mo ta/(ai umiyorimo fu/(ai yang berarti jasa guru lebih tinggi dari gunung yang paling tinggi,

lebih dalam dari laut paling dalam. Hal ini merupakan ungkapan penghargaan bangsa Jepang terhadap profesi guru. Guru pada sejumlah negara maju sangat dihargai karena guru secara spesifik, Memiliki kecakapan dan kemampuan untuk memimpin dan mengelola pendidikan; Memiliki ketajaman pemahaman dan kecakapan intektual, cerdas emosional dan sosial untuk membangun pendidikan yang bermutu; dan Memiliki perencanaan yang matang, bijaksana, kontekstual dan efektil untuk membangun humanware (SDIVI) yang unggul, bermaltabat dan memiliki daya saing. Keunggulan mereka adalah terus maju untuk mencapai yang terbaik dan memperbaiki yang terpuruk. Mereka secara berkelanjutan (sustainable) terus menigkatkan mutu diri dari guru biasa ke guru yang baik dan terus berupaya meningkat ke guru yang Iebih baik dan akhirnya menjadi guru yang terbaik, yang mampu memberi inspirasi, ahli dalam materi, memiliki moral yang tinggi dan menjadi teladan yang baik bagi siswa. Di negara kita, guru yang memiliki keahlian spesialisasi harus diakui masih Iangka. Walaupun sudah sejak puluhan tahun disiapkan, namun hasilnya masih belum nampak secara nyata. Ini disebabkan karena masih cukup banyak guru yang belum memiliki konsep diri yang baik, tidaktepat menyandang predikat sebagai guru, dan mengajar mata pelajaran yang tidak sesuai dengan keahliannya (m/Vsmatch). Semuanya terjadi karena kemandirian guru belum nampak secara nyata, yaitu sebagian guru belum mampu melihat konsep dirinya (self consept), ide dirinya (self idea), dan realita dirinya (selfr eality). Tipe guru sepeni ini mustahil dapat menciptakan suasana kegiatan pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM). Guru adalah bagian dari kesadaran sejarah pendidikan di dunia. Citra guru berkembang dan berubah sesuai dengan perkembangan dan perubahan konsep dan persepsi manusia terhadap pendidikan dan kehidupan itu sendiri. Dalam hal ini profesi guru pada mulanya dikonsep sebagai kemampuan memberi dan mengembangkan pengetahuan pesena didik. Namun, beberapa dasawarsa terakhir konsep, persepsi, dan penilaian terhadap profesi guru mulai bergeser. Hal itu selain karena perubahan pandangan manusia-masyarakat terhadap integritas seseorang yang berkaitan dengan produktivitas ekonomisnya, juga karena perkembangan yang cukup radikal di bidang pengetahuan dan teknologi, terutama bidang informasi dan komunikasi, yang kemudian mendorong pengembangan media belajar dan paradigma teknologi pendidikan. Dalam perkembangan berikutnya, sekaligus sebagai biasnya, guru mulai mengalami dilema eksistensial. Artinya, penguasaan ilmu pengetahuan tidak lagi menjadi hegemoni guru, tetapi menyebar seluas perkembangan teknologi informasi dan komunikasi seperti dunia penerbitan, buku, majalah, koran, Serta media elektronik lainnya. Untukitu, posisi krusial guru perlu dijernihkan tatkala kita hendak merumuskan kembali pendidikan yang Iebih memajukan masa depan generasi berikutnya. Dengan demikian, para guru dituntut tampil lebih profesional, lebih tinggi ilmu pengetahuannya dan lebih cekatan dalam penguasaan teknologi komunikasi dan informasi. Artinya, guru mau tidak mau dan dituntut harus terus meningkatkan kecakapan dan pengetahuannya selangkah ke depan lebih dari pengetahuan masyarakat dan anak didiknya. Dalam kehidupan bermasyarakat pun guru diharapkan lebih bermoral dan berakhlak daripada masyarakat kebanyakan, tetapi di situlah muncul problem tatkala para guru tidak memiliki kemampuan materi untuk memiliki segala akses dan jaringan informasi sepeti TV, buku-buku, majalah, dan koran. Guru-guru memiliki gaji dan tunjangan yang jauh dari cukup untuk meningkatkan profesinya sekaligus memperkaya informasi mengenai perkembangan pengetahuan dan berbagai dinamika kehidupan modern. Sehingga, rasanya sangat sulit di era modern ini

guru dapat tampil lebih profesional, memiliki tanggung jawab moral profesi sebagai konsekuensi etisnya. Read more at: http://aadesanjaya.blogspot.com/2010/11/citra-guru-dalam-masyarakatmodern.html Copyright aadesanjaya.blogspot.com

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Citra Guru Sudjana (dalam Mustafa, 2005) menjelaskan rendahnya pengakuan masyarakat terhadap profesi guru yang mengakibatkan rendahnya citra guru disebabkan oleh faktor berikut: Adanya pandangan sebagian masyarakat, bahwa siapa pundapat menjadi guru asalkan ia berpengetahuan Kekurangan guru di daerah terpencil, memberikan peluang untuk mengangkat seseorang yang tidak mempunyai keahlian untuk menjadi guru; dan Banyak guru yang belum menghargai profesinya, apalagi berusaha mengembangkan profesinya itu. Perasaan rendah diri karena menjadi guru, penyalahgunaan profesi untuk kepuasan dan kepentingan pribadinya. Syah (2000) menyorot rendahnya tingkat kompetensi profesionalisme guru, penguasaan guru terhadap materi dan metode pengajaran yang masih berada di bawah standar, sebagai penyebab rendahnya mutu guru yang bermuara pada rendahnya citra guru. Secara rinci dari aspek guru rendahnya mutu guru menurut Sudarminta (dalam Nlujiran, 2005) antara Iain tampak dari gejala-gejala berikut: Lemahnya penguasaan bahan yang diajarkan; Ketidaksesuaian antara bidang Studi yang dipelajari guru dan yang dalam kenyataan Iapangan yang diajarkan; Kkurang efektifnya cara pengajaran; Kurangnya wibawa guru di hadapan murid; Lemahnya motivasi dan dedikasi untuk menjadi pendidik yang sungguh-sungguh; semakin banyak yang kebetulan menjadi guru dan tidak betul- betul menjadi guru; Kurangnya kematangan emosional, kemandirian berpikir, dan keteguhan sikap dalam cukup banyak guru sehingga dari kepribadian mereka sebenarnya tidak siap sebagai pendidik; kebanyakan guru dalam hubungan dengan murid masih hanya berfungsi sebagai pengajar dan belum sebagai pendidik; dan Relatif rendahnya tingkat intelektual para mahasiswa calon guru yang masuk LPTK (Lembaga Pengadaan Tenaga Kependidikan) dibandingkan dengan yang masuk Universitas. Uraian di atas memberikan penekanan bahwa profesionalisme merupakan Salah satu garansi bagi peningkatan citra guru. Hal ini sejalan dengan pesan penting yang muncul dalam Undang-undang No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Pengakuan guru dan dosen sebagai profesi diharapkan dapat memacu tumbuhnya

kesadaran terhadap mutu dan gilirannya akan meningkatkan citra guru di tengah masyarakat. Sebagaimana ditegaskan dalam pasal 7 (1) bahwa profesi guru dan dosen mempakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip tertentu. Sanusi (1991) menunjuk ciri-ciri profesi, mencakup fungsi dan signifikansi sosial dari profesi tersehut, keterampilan para anggota profesi yang diperoleh melalui pendidikan dan atau Iatihan yang akuntabel, adanya disiplin ilmu yang kokoh, kode etik, dan adanya imbalan finansial dan material yang sepadan. Kemudian, secara teknis penguatan profesionalisme itu dikaitkan dengan pentingnya perhatian terhadap kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa Salah satu upaya untuk meningkatkan citra guru adalah dengan menguasai kompetensi guru dengan baik. Read more at: http://aadesanjaya.blogspot.com/2010/11/faktor-faktor-yangmempengaruhi-citra.html Copyright aadesanjaya.blogspot.com

Pengembangan Profesi Keguruan A. Konsep Dasar Proses pendidikan merupakan suatu proses yang snagat profesional artinya dilaksanakan oleh pelaku-pelaku yang profesional. Karena guru sebagai salah satu pelaku pendidikan, maka guru di dalam masyarakat adlah seorang profesional. Sama halnya dengan profesi-profesi lainnya, profesi guru di dalam masyarakat adalah suatu profesi yang kompetitif. Ini memberi pemahaman bahwa profesi guru haruslah betul-betul memiliki karakteristik yang profesional karena sifat pekerjaannya, tetapi juga profesional guru harus berhadapan dan bersaingan dengan profesi-profesi lainnya di dalam masyarakat. Berbagia kegiatan di dalam masyarakat hanya menerima para profesional, artinya barang siapa yang tidak profesional tidaka akan survive. Karena mereka tidak mampu berkompetisi dengan orang lain yang lebih profesional atau juga profesi ainnya yang lebih kompetitif. Jika profesi gur tidak kompetitif dan tidak profesional, maka degna sendirinya akan berakibat kepada mati atau hilangnya profesi tersebut dari masyarakat. Hal ini tentunya sangat bertentangan dengan masyarakat abad 21 (merupakan satu kesatuan dari masyarakat teknologi, masyarakat terbuka, dan masyarakat madani) yang menuntut adanya perkembangan manusia, dan itu tidak mungkin tanpa adanya guru yang profesional. Guru-guru yang profesional inilah yang diharapkan dapat membawa atau mengantar peserta didiknya mengarungi dunia ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memasuki masyarakat abad 21 yang melek ilmu pengetahuan dan teknolog, dan sangat kompetitif. Jika guru tidak mengusai ilmu pengetahuan dan teknologi tidak mungkin mereka dapat membantu dan membimbing peserta didiknya mengarungi dunia pengetahuan dan teknologi tersebut. Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi oleh guru yang profesional bukanlah pengetahuan yang setengah-tengah tetapi merupakan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tuntas, karena ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri berkembang dengan cepat. Guru yang tidak mempunyai ilmu pengetahuan yang kuat, tuntas dan setengah-setengah akan tercecer dan tidak mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ia akan berada jauh di belakang, dan akhirnya akan tertinggal dari profesinya. Jadi jelaslah bahwa profesi guru adlaah suatu profesi yang harus terus-menerus

berkembang karena praktis pendidikan akan terus menerus terjadi dan unik bagi setiap individu dan masyarkaat di dalam situasi dan waktu yang berbeda sesuai dengan perkembanga ilmu pengetahuan dan teknologi. Sinyalemen ini memberikan makna bahwa guru sebagai pelaku proses pendidikan harus terus menerus mengubah diri, sehingga mereka memiliki ilmu pengeratahuan yang kuat, tuntas dan tidak setengah-setengah sebagai profesional kependidikan. Selain itu, karena profesi gur merupakan suaut profesi untuk membantu dan membimbing perkembangan anak didik (manusia), mak ahubungan natara manusia dengan manusia menjadi penting untk diperhatikan dalam rangka pengembangan profesionalisme guru. Dengan kata lain, pengembangan diri guru sebagai profesional kependidikan harus dapat membantu guru bukan hanya sekedar memiliki ilmu pengetahuan yang kuat, tuntas dan tidak setengah-setengah tetapi tidak kalah pentingnya untuk membantu mereka memiliki kepribadian yang matang dan terus berkembang. Termasuk di dalam kepribadian ini ialah sifat-sifat fisiknya yang memungkinkan ia dapat membimbing peserta didik yang sedang dalam tahap perkembangannya, mempunyai ciri-ciri kepribadian yang kuat dan seimbang, mempunyai visi tentang etik tingkah laku manusia sebagai individu dan sebagai anggota masyarakat. Kepribadian diri seorang guru profesional adalah kepribadian yang prima yang secar ektrim dikatakan oleh Maister dalam buku True Professionalism bahwa professionalism is predominantly an attitude, not a set of competencies. Dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kuat, tuntas dan tidak setengah-setengah, serta didukung dengan kepemilikan kepribadian yang prima, maka diharapkan guru akan terampil membangkitkanminat peserta didik kepada ilmu pengetahuan dan teknologi. Dan akhirnya melalui proses pendidikan yang profesional yang dilaksanakan oleh pelakupelaku (khususnya guru yang profesional dengan karakteristiknya tersebut di atas), maka peserta didik dapat dibantu dean dibimbing untuk mampu berkompetitif di masyarakat abad 21 yang ditandai dengan perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi secara cepat. Berangkat dari pemahaman tersebut, maka disadari ata tidak pengembangan profesi guru secara berkesinambungan mutlak dilakukand alam kondisi formal maupun tidak di dalam perencanaan pengembangan profesional. Berbagai strategi pengembangan perlu dikembangkan secara komprehensif, sehingga guru benar-benar menjadi tenaga profesional yang dapat memenuhi berbagai tantangna dan menyelesaikan berbagai persoalan di dalma melaksanakan tugas rutinnya maupun hal-hal lain yang tak terduga yang dihadapinya sehari-hari di dalam proses pendidikan yang profesional. Mereka harus didorong, diberi kesempatan, dan difasilitasi secara optimal untuk melakukanberbagai kegiatan pengembangan. Dengan demikian guru akan memiliki kesempatan berbagai kegiatan pengembangan. Dengan demikian gur akan memiliki kesanggupan untuk memperkecil jarak antara pengetahuan, keterampilan, dan kepribadian yang mereka miliki sekrang dengan apa yang menjadi tuntutan ke depan berkaitan dengan profesinya itu. Proses pengembangan profesionalisme gur ini dapat ditumbuh-kembangkan bukanhanya untuk berlangsung di LPTK tetapi juga harus terjadi di dalam praktekpraktek pendidikan lainnya (pre-service and in-service). Bersama-sama dengan usahausaha lain (misalnyakerjasmaa dengan organisasi profesi), lembaga-lembaga pre-service danin-service harus menjaid satu kesatuan yang tidak terpisahka, membangun kerja sama dan saling mendukung untuk melahirkan guru-guru yang profesional dalam rangka menyajikan proses pendidikan yang profesional bagi anak didik agar dapat berperan aktif dalam kehidupan masyarakat abad 21. B. Strategi Pengambangan Profesi Guru Berangkat

dari karakteristik guru untuk masyarakat abad 21 yang akan disimpulkan dari penjelasan sebelumnya, antara lain: Memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi yang kuat, tuntas dan tidak setengah-setengah. Memiliki kepribadian yang prima. Memiliki keterampilan untuk membangkitkan minat peserta didik kepada ilmu pengetahuan dan teknologi. Maka dalam rangka pengembangan profesionalisme guru secara berkelanjutan dapat dilakukan dengan berbagai strategi, antara lain sebagai berikut: Berpartisipasi di dalam pelatihan berbasis kompetensi. Bentuk pelatihan yang fokusnya adalah keterampilan tertentu yang dibutuhkan oleh guru untuk melaksanakan tugasnya secara efektif. Pelatihan ini cocok dilaksanakan pada salah satu bentuk pelatihan pre-service atau in-service. Model pelatihan ini berbeda dengan pendekatan pelatihan yang konvensional, karena penekanannya leibh kepada evaluasi performan nyata suatu kompetensi tertentu dari peserta latihan. Berpartisipasi di dalam kursus dan program pelatihan tradisional (termasuk di dalamnya pendidikan lanjut). Workshop in-service, seminar, perkuliahan tingkat sarjana/pasca sarjana, konferensi adalah bentuk-bentuk pilihan pelatiahn yang sudah lama ada dan diakui cukup bernilai. Walaupun disadari bahwa seringkali bahwa berbagai bentuk kursus/pelatihan tradisional ini seringkali tidak dapat memenuhi kebutuhan praktis dari pekerjaan guru. Oleh karena itu, suatu kombinasi antara materi akademis dengan pengalaman lapangan akan sangat efektif untuk pengembangan kursus/pelatihan trandisional ini. Sementara itu, sebagai bagian dari pelatihan tradisional, guru juga dapat mengambangkan profesionalismenya melalui pendidikan lanjut di universitas/LPTK. Membaca dan menulis jurnal atau makalah ilmiah lainnya. Sebagaimana diketahui bahwa jurnal atau bentuk makalah ilmiah lainnya secara berkesinambungan diproduksi oleh individual pengarang, lembaga pendidikan maupun lembaga-lembaga lain. Jurnal atau bentuk karya ilmiah lainnya tersebut tersebar dan dapat ditemui diberbagai pusat sumber belajar (perpustakaan, internet, dan sebagainya). Walaupun artikel dalam jurnal cenderung singkat, tetapi ia mengarahkan pembacanya kepada konsep-konsep baru dan pandangan untuk menuju kepada perencanaan dan penelitian baru. Ia juga memiliki kolom berita yang berkaitan dengan pertemuan, pameran, seminar, program pendidikan, dan sebagainya yang mungkin menarik bagi guru. Oleh karenanya, dengan membaca dan memahami banyak jurnal atau makalah ilmiah lainnya dalam bidang pendidikan yang terkait dengan profesi guru, maka guru dengan sendirinya dapat mengembangkan profesionalisme dirinya. Selanjutnya dengan meningkatnya pengetahuan seiring dengan bertambahnya pengalaman, guru mungkin dapat membangun konsep baru, keterampilan khusus dan alat/media belajar untuk dapat kontribusikan kepada orang satu profesi atau profesi lain yang memerlukan. Kontribusi tersebut dimungkinkan dalam bentuk penulisan artikel/makalah karya ilmiah yang sangat bermanfaat bagi pengembangan profesional guru bersangkutan maupun orang lain. Berpartisipasi di dalam kegiatan konferensi atau pertemuan ilmiah. Konferensi atau pertemuan ilmiah memberikan makna penting untuk menjaga kemutakhiran (up to date) hal-hal yang berkaitan dengan profesi guru. Tujuan utama kebanyakan konferensi atau pertemuan ilmiah adalah menyajikan berbagai informasi dan inovasi terbaru di dalam suatu bidang tertentu. Partisipasi guru minimal pada kegiatan konferensi atau pertemuan ilmiah setiap tahun akan memberikan kontribusi yang berharga dalam membangun profesionalisme guru dalam melaksanakan tanggungjweabanya penyampaian makalah utama, kegiatan diskusi kelompok kecil, ameran ilmiah, informasi pertemuan untuk bertukar pikiran atau ide-ide baru, dan sebagainya saling berintegrasi untuk memberikan

kesempatan kepada guru untuk memimpin atau menjadi presenter dan bertukar ide-ide dengan lainnya, sehingga guru akan menjadi lebih aktif di dalam komunitas ilmiahnya. Selain itu, menghadiri konferensi atau pertemuan ilmiah juga memberikan kesempatan kepada guru untuk membangunan jaringan kerjasama dengan orang lain yang seprofesi atau tidak untuk saling bertukar permasalahan dan mencapai keberhasilan. Menghadiri perkuliahan umum atau presentasi ilmiah. Biasanya perguuan tinggi lokal atau organisasi profesi sering mengadakan perkuliahan atau presentasi ilmiah yang dibawakan oleh tenaga ahli yang terbuka bagi umum. Kebanyak dari mereka berhubungan degnan berbagai isu termasuk pendidikan. Dalam rangkaian perkuliahan umum berbagai inovasi baru dalam pendidikan biasanya dipresentasikan. Pada kesemaptan tersebut guru akan belajar berbagai keterampilan baru atau teknik-teknik/metodologi mutakhir dalma proses penddikan yang tentunya sangat diperlukan untuk mengembangkan profesinya. Melakukan penelitian (khususnya penelitian tindakan kelas). Penelitian tindakan kelas yang merupakan studi sistematik yang dilakukan guru melalui kerjasama atau tidak denganahli pendidikan dalam rangka merefleksikan dan sekaligur meningkatkan praktik pembelajaran secara terus menerus juga merupakan strategi yang tepat untuk meningkatkan profesionalisme guru. Berbagai kajian yang bersifat reflektif oleh guru yang dilakukan untukmeningkatkan kemantapan rasional, memperdalam tugasnya, dan memperbaiki kondisi di mana praktik pembelajarna berlangsung akan bermanfaat sebagai inovasi pendidikan. Dalam hal ini, guru diberdayakan untuk mengambil berbagai prakarsa profesional secara mandiri dengan penuh percaya diri. Jika proses ini berlangsung secara terus menerus, maka akan berdampak kepada peningkatan profesionalisme guru. Secara lebih rinci bagaimana penelitian tindakan kelas ini dilakukan akan dijelaskan secara aplikatif dalam modul penelitian tindakan kelas pada masing-masing bidang studi. Magang. Bentu pre-service atau in-service bagi guru junior untuk secara gradual menjadi guru yang profesional melalui proses magang di kelas tertentu dengan bimbingan gur bidang studi tertentu. Berbeda dengan pendekatan training yang konvensional, fokus pelatihan magang ini adalah kombinasi antara materi akademis dengan suatu pengalaman lapangan di bawah supervisi guru yang senior dan pengalaman (guru yang lebih profesional). Menggunakan sumber-sumber media pemberitaan. Pemilihan yang hati-hati program radio dan TV, dan sering membaca surat kabar juga akan meningkatkan pengetahuan guru mengenai pengambangna mutakhir dari proses pendidikan. Berbagai bentuk media tersebut seringkali memuat artikel-artikel maupun program-program yang berkaitan dengan berbagai isu atau penemuan terkini mengenai pendidikan yang disampaikan dan dibahas secara mendalam oleh para selektif yang terkait dengan bidang yang ditekuni guru akan dapat membantu proses peningkatan profesionalisme guru. Berpartisipasi di dalam organisasi/komunitas profesional. Ikut serta menjadi anggota organisasi/komunitas profesional juga akan meningkatkan profesionalisme untuk selalu mengembangkan dan memelihara profesionalismenya dengna membangun hubungan yang erat degan masayrakat (swasta, industri, dan sebagainya). Dalam hal ini yang terpenting adalah guru harus pandai memilih suatu bentuk organisasi proesional yang dapat memberi manfaat untuk bagi dirinya melalui bentuk investasi waktu dan tenaga. Pilih secara bijak organisasi yang dapat memberikan kesempatan bagi guru antara lain untuk: (1) secara aktif berpartisipasi di dalam kegiatan yang menantang dan menarik (misalnya melakukan penelitian, membuat laporan penelitian, penulisan/penerbitan karya ilmiah, dan sebagainya), (2) membangun hubungan

dengan masyarakat secara baik (misalnya membangun partipasi masyarakat untuk efektivitas proses pembelajaran, menyediakan forum-forum untuk menyatukan berbagai pandangan tentang anak didik dan pembinaannya), (3) memiliki kemampuan dan pengalaman dalam rangka pengembangan pendidikan (misalnya pengembangan kurikulum, penyediaan konsulatasi untuk melakukan inobasi, dan sebagainya). Mengunjungi profesional lainnya di luar sekolah. Bertukar pikiran atau berdiskusi dengan orang-orang (profesional lainnya di luar sekolah) yang memiliki minat yang sama dengna guru tetapi memiliki keahlian dan pengalaman dalam bidang pendidikan melibihi dirinya akan sangat menarik bagi guru. Kesempatan tersebut akan menjadi suaut alat belajar yang produktif bagi guru dalam rangka memunculkan berbagai ide-ide yang dapat diimplementasikan di sekolahnya. Oleh karenanya, mengunjungi profesional yang lainn di luar sekolah merupakan metode yang snagant berharga untuk memperoleh informasi terkini dalam rangka proses pengembangan profesional guru. Bekerja dengan profesional lainnya di dalam sekolah. Seseoran gcenderung untuk berpikir dari pada keluar untuk memperoleh pertolongan atau informasi mutahkhir akan leibh mudah jika berkomunikasi dengan orang-orang di dalam tempat kerja yang sama. Pertemuan secara formal maupun informal untuk mendiskusikan berbagai isu atau permasalahan pendidkan termasuk bekerjasama dalam berbagai kegiatan lain (misalnya merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi program-program sekolah), guru dan staf lain yang profesional dapat menolong guru dalam memutakhirkan pegnetahuannya. Berpartisipasi di dalam berbagai kegiatan tersebut dapat menjaga keaktifan pikiran dan membuka wawasan yang memungkinkan guru untuk terus memperoleh informasi yang diperlukannya dan sekaligus membuat perencanaan untuk medapatkannya. Semakin guru terlibat dalam perolehan informasi, maka guru semakin meraskan akuntabel, dan semakin guru merasakan akuntabel semakin termotibasi untuk mengembangkan dirinya. Kesimpulan jika guru mengambil manfaat secara penuh dari berbagai strategi pengembangan diri sebagiamana dijelaskan di atas, maka guru akan memperoleh suatu kekayaan informasi. Jika kekayaan informasi tersebut dikombinasikan secara utuh akan dapat membantu guru untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan teknologi yang utuh dan kuat, kepribadian yang prima, dan mampu memotivasi dan meningkatkan minat anak didik terhadap ilmu pengetahuan dan teknlogi yang sangat diperlukan dalam menjalani kehidupannya di dalam masyarakat abad 21 yang penuh dengan perasaingan. Dengan kata lain pengimpelementasian secara terintegrasi dari berbagai strategi pengembangan profesi guru tersebut akan dapat membantu untuk memelihara secara efektif program pengembangan profesionalisme guru. Read more at: http://aadesanjaya.blogspot.com/2010/11/pengembangan-profesikeguruan.html Copyright aadesanjaya.blogspot.com

Sikap Profesional Keguruan A. Sasaran Sikap Profesional Guru sebagai pendidikan profesional mempunyai citra yang baik di masyarakat apabila dapat menunjukkan kepada masyarakat bahwa ia layak menjadi panutan atau teladan masyarakat sekelilingnya.

Masyarakat terutama akan melihat bagaimana sikap dan perbuatan guru itu sehari-hari, apakah memang ada yang patut diteladani atau tidak. Baimana guru meningkatkan pelayanannya, meningkatkan pengetahuannya, memberi arahan dan dorongan kepada naka didiknya dan bagaimana cara guru berpaiakan dan berbicara serta cara bergaul baik dengan siswa, teman-temannya serta anggota masyarakat, sering menjadi perhatian masyarakat luas. Walaupun segala perilaku guru selalu diperhatikan masyarakat, tetapi yang akan dibicarakan dalam bagian ini adalah khusus perilaku guru yang berhubungan denga profesinya. Hal ini berhubungan dengan bagaimana pola tingkah laku guru dalam memahami, menghayati, serta mengamalkan sikap kemampuan dan sikap profesionalnya. Pola tingkah laku guru yang berhubungan dengan itu akan dibicarakan sesuai dengan sasarannya, yakni sikap profesional keguruan terhadap: Peraturan perundang-undangan, Organisasi profesi, Teman sejawat, Anak didik, Tempat kerja, Pemimpin, serta Pekerjaan. B. Sikap Terhadap Peraturan Perundang-undangan Dalam rangka pembangunan di bidang pendidikan di Indonesia, Departemen Pendidikan Nasional mengeluarkan ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan yang meruapakankebijaksanaan yang akan dilaksanakan oleh aparatnya, yang meliputi antara lain: pembangunan gedung-gedung pendidikan, pemerataan kesempatan belajar antara lain dengan melalui kewajiban belajar, peningkatan mutu pendidikan, pembinaan generasi muda dengan menggiatkan kegiatan karang taruna, dan lain-lain. Kebijaksanaan pemerintah tersebut biasanya akan dituangkan ke dalam bentuk ketentuan-ketentuan pemerintah. Dari ketentuan-ketentuan pemerintah ini selanjutnya dijabarkan ke dalam program-program umum pendidikan. Guru merupakan unsur aparatur negara dan abdi negara. Karena itu, guru mutlak perlu mengetahui kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan, sehingga dapat melaksanakan ketentuan-ketentuan yang merupakan kebijaksanaan tersebut. Kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan ialah segala peraturan-peraturan pelaksanaan baik yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan Nasional, di pusat maupun di Daerah, maupun departemen lain dalam rangka pembinaan pendidikan di negara kita. Setiap guru Indonesi awajib tunduk dan taat kepada ketentuan-ketentuan pemerintah. Dalam bidang pendidikan ia harus taat kepada kebijaksanaan dan peraturan, baik yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan Nasional maupun Departemen yang berwenang mengatur pendidikan, di pusat maupun di daerah dalam rangka melaksanakan kebijaksanan-kebijaksanaan pendidikan di Indonesia. C. Sikap Terhadap Organisas Profesi Guru secara bersama-sama memelihara dan meningktkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian. Dasar ini menunjukkan kepada kita betapa pentingnya peranan organisasi profesi sebagai wadah dan sarana pengabdian. PGRI sebagai organisasi profesi memerlukan pembinaan, agar lebih berdaya guna dan berhasil guna sebagai wadah usaha untuk membawakan misi dan memantapkan profesi guru. Keberhasilan usaha tersebut sangat tergantung kepada kesadaran para anggotanya, rasa tanggung jawab, dan kewajiban para anggotanya Organisasi PGRI merupakan suatu sistem, di mana unsur pembentukannya adalah guruguru. Oleh karena itu, guru harus bertindak sesuai dengan tujuan sistem. Ada hubungan timbal balik antara naggota profesi dengan organisasi, baik dalam melaksanakan kewajiban maupun dalam mendapatkan hak. Organisasi profesional harus membina mengawasi para anggtoanya. Siapakah yang dimaksud dengan organisasi itu? Jelaskan yang dimaksud bukan hanya ketua, atau sekretaris, atau beberapa orang pengurus tertentu saja, tetapi yang dimaksud dengan organisasi di sini adalah semua anggota dengna

seluruh pengurus dan segala perangkat dan alat-alat perlengkapannya. Kewajiban membina organisasi profesi merupakan kewajiban semua anggota dan semua pengurusnya. Oleh karena itu, semua anggota dan pengurus organisasi profesi, karena pejabat-pejabat dalam organisasi merupakan wakil-wakil formal dan keseluruhan anggota organisasi, maka merekalah yang melaksanakan tindakan formal berdasarkan wewenang yang telah didelegasikan kepadanya oleh seluruh anggota organisasi itu. Dalam kenyataannya, para pejabat itulah yang memegang peranan fungsional dalam melakukan tindakan pembinaan sikap organisasi, merekalah yang mengkomunikasikan segala sesuatu mengenai sikap profesi kepada para anggotanya. Dan mereka pula yang mengambil tindakan apabila diperlukan. Setiap anggota harus memberikan sebagian waktunya untuk kepentingan pembinaan profesinya, dan semua waktu dan tenaga yang diberikan oleh para anggota ini dikoordinasikan oleh para pejabat organisasi tersebut, sehingga pemanfaatnya menjadi efektif dan efisien. Dengan perkataan lain setiap anggota profesi, apakah ia sebagai pengurus atau anggota biasa, wajib berpartisipasi guna memelihara, membina, dan meningkatkan mutu organisasi profesi, dalam rangka mewujudkan cita-cita organisasi. Untuk meningkatkan mutu suatu profesi, khususnya profesi keguruan, dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan melakukan penataran, lokakarya, pendidikan lanjutan, pendidikan dalam jabatan, studi perbandingan, dan berbagai kegiatan akademik lainnya. Jadi, kegiatan pembinaan profesi tidak hanya terbatas pada pendiidkan prajabatan atau pendidikan lanjutan di perguruan tinggi saja, melainkan dapat juga dilakuka setelah yang bersangkutan lulus dari pendidikan prajabatan ataupun sedang dalam melaksanakan jabatan. Usaha peningkatan dan pengembangan mutu profesi dapat dilakukan secara perseorangan oleh para anggotanya, ataupun juga dapat dilakukan secara bersama. Lamanya program peningkatan pembinaan itu pun beragam sesuai dengan yang diperlukan. Secara perseorangan peningkatan mutu profesi seorang guru dapat dilakukan baik secara formal maupun secara informal. Peningkatan secara formal merupakan peningkatan mutu melalui pendidikan dalam berbagai kursus, sekolah, maupun kuliah di perguruan tinggi atau lembaga lain yang berhubungan dengan bidang profesinya. Di samping itu, secara informal guru dapat saja meningkatkan mutu profesinya dengan mendapatkan infomal guru dapat saja meningkatkan mutu profesinya dengan mendapatkan informasi dari mass media (surat kabar, majalah, radio, televisi, dan lain-lain) atau dari buku-buku yang sesuai dengan bidang profesi yang bersangkutan. Peningkatan mutu profesi keguruan dapat pula direncanakan dan dilakukan secara bersama atau berkelompok. Kegiatan berkelompok ini dapat beruap penataran, lokakarya, seminar, simposium, atau bahkan kuliah di suatu lembaga pendidikan yang diatur secara tersendiri. Misalnya program penyetaraan D-III guru-guru SMP, adalah contoh-contoh, kegiatan berkelompok yang diatur tersendiri. Kalau sekarang kita lihat kebanyakan dari usaha peningkatan mutu profesi diprakarsai dan dilakukan oleh pemerintah, maka di waktu mendatang diharapkan organisasi profesilah yang seharusnya merencanakan dan melaksanakannya, sesuai dengan fungsi dan peran organisasi itu sendiri. D. Sikap terhadap Teman Sejawat Dalam ayat 7 Kode Etik Guru disebutkan bahawa Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial. Ini berarti bahwa: (1) Guru hendaknya menciptakan dan memlihara hubngan sesama guru dalam lingkungan kerjanya, dan (2) Guru hendaknya menciptakan dan memelihara semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial di dalam dan di luar lingkungan kerjanya. Dalam hal ini Kode Etik

Guru Indonesia menunjukkan kepada kita betapa pentingnya hubngan yang harmonis perilaku diciptakan dengan mewujudkan persaan bersaudara yang mendalam antara sesama anggota profesi. Hubungan sesama anggota profesi dapat dilihat dari dua segi, yakni hubungan formal dan hubungan kekeluargaan. Hubungan formal ialah hubungan yang perlu dilakukan dalam rangka melakukan tugas kedinasan. Sedangkan hubungan keleuargaan ialah hubungan persaudaraan yang perlu dilakukan, baik dalam lingkungan kerja maupun dalam hubungan keseluruhan dalam rangka menunjang tercapainya keberhasilan anggota profesi dalam membawakan misalnya sebagai pendidik bangsa. 1. Hubungan Guru Berdasarkan Lingkungan Kerja Seperti diketahui, dalam setiap sekolah terdapat seorang kepala sekolah dan beberapa orang guru ditambah dengan beberapa orang personel sekolah lainnya sesui dengan kebutuhan sekolah tersebut. Berhasil tidaknya sekolah membawakan misinya akan banyak bergantung kepada semua manusia yang terlibat di dalamnya. Agar setiap personel sekolah dapat berfungsi sebagimana mestinya, mutlak adanya hubunga yang baik di antara sesma personel yaitu hubungan baik antara kepala sekolah dengan guru, guru dengan guru, dankepala sekolah ataupun guru dengan semua personel sekolah lainnya. Semua personel sekolah in iharus dapat menciptakan hubungan baik dengan anak didik di sekolah tersebut. Sikap profesional lain yang perlu ditumbuhkan oleh guru adalah sikap ingin bekerja sama, saling harga menghargai, saling pengertian, dan tanggung jawab. Jika ini sudah berkembang, akan tumbuh rasa senasib sepenanggungan seta menyadari akan kepentingan bersama, tidak mementingkan kepentingan diri sendiri dengan mengorbankan kepentingan orang lain (Hermawan, 1979). Dalam suatu pergaulan hidup, bagaimanapun kecilnya jumlah manusia, akan terdapat perbedaan-perbedaan pikiran, perasaan, kemauan, sikap, watak, dan lain sebagainya. Sekalipun demikian hubungan tersebut dapat berjalan lancar, tenteram, dan harmonis, jika di antara meraka tumbuhan sikap saling pengertian dan tenggang rasa antara satu dengna lainnya. Adapun kebiasaan kita pada umumnya, untuk kadang-kadang bersikap kurang sungguh-sungguh dan kurang bijaksana, sehingga hal ini menimbulkan keretakan di antara sesama kita. Hal ini tidak boleh terjadi karena kalau diketahui murid ataupun orang tua murid, apalagi masyarakat luas, mereka akan resah dan tidak percaya kepada sekolah. Hal ini juga dapat mendatangkan pengaruh yang negatif kepada anak didik. Oleh sebab itu, agar jangan terjadi keadaan yang berlarut-larut, kita perlu saling maaf-memaafkan dan memupuk suasana kekeluargaan yang akrab antara sesama guru dan aparatur di sekolah. 2. Hubungan Guru Berdasarkan Lingkungan Keseluruhan Kalau kita ambil sebagai contoh profesi kedokteran, maka dalamsumpah dokter yang diucapkan pada upacara pelantikan dokter baru, antara lain terdapat kalimat yang menyatakan bahawa setiap dokter akan memperlakukan teman sejawatnya sebagai saudara kandung. Dengan ucapan ini para dokter menganggap profesi mereka sebagai suatu keluarga yang harus dijunjung tinggi dan dimuliakan. Sebagai saudara mereke berkewajiban saling mengoreksi dan saling menegur, jika terdapat kesalahan-kesalihan atau penyimpangan yang dapat merugikan profesinya. Meskipun dalam prakteknya besar kemungkinan tidak semua anggota profesi dokter itu melaksanakan apa yang diucapkannya dalam sumpahnya, tetapi setidak-tidaknya sudah ada norma-norma yang mengatur dan mengawasi penampilan profesi itu. Sekarang apa yang terjadi pada profesi kita, profesi keguruan? Dalam hal ini kita harus mengakui dengan jujur bahwa sejauh ini profesi keguruan masih memerlukan pembinaan yang sungguh-sungguh. Rasa persaudaraan seperti tersebut, bagikita masih perlu ditumbuhkan sehingga kelak akan

dapat kita lihat bahwa hubungan guru dengan teman sejawatnya berlangsung seperti halnya dengan profesi kedokteran. Uraian ini dimaksudkan sebagai perbandingan untuk dijadikan bahan dalam meningkatkan hubungan guru dengan guru sebagai anggota profesi keguruan dalam hubungan keseluruhan. E. Sikap Terhadap Anak Didik Dalam Kode Etik Guru Indonesia dengan jelas dituliskan bahwa: Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila. Dasar ini mengandung beberapa prinsip yang harus dipahami oleh seorang ufur dalam menjalankan tugasnya sehari-hari, yakni: tujuan pendidikan nasional, prinsip membimbing, dan prinsip pembentukan manusi Indonesia seutuhnya. Tujuan pendidikan nasional dengan jelas dapat dibaca dalam UU No. 2/1989 tentang Pendidikan Nasional, yakni membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila. Prinsip yang lain adalah membimbing peserta didik, bukan mengejar, atau mendidik saja. Pengertian membimbing seperti yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara dalam sistem amongnya. Tiga kalimat padat yang terkenal daari sistem itu adalah ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, dan tut wuri handayani. Ketiga kalimat itu mempunyai arti bahwa pendidikan harus dapat memberi contoh, harus dapat memberikan pengaruh, dan harus dapat mengendalikan peserta didik. Dalam tut wuri terkandung maksud membiarkan peserta didik menuruti bakat dan kodratnya sementara guru memperhatikannya. Dalam handayani berarti guru mempengaruhi peserta didik, dalam arti membimbing atau mengajarnya. Dengan demikian membimbing mengandung arti bersikap menentukan ke arah pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila, dan bukanlah mendikte peserta didik, apalagi memaksanya menurut kehendak sang pendidik. Mottto tut wuri handayani sekarang telah diambil menjadi motto dari Departemen Pendidikan Nasional RI. Prinsip manusia seutuhnya dalam kode etik ini memandang manusia sebagai kesatuan yang bulat, utuh, baik jasmani maupun rohani, tidak hanya berilmu tinggi tetapi juga bermoral tinggi pula. Guru dalam mendidik seharusnya tidak hanya mengutamakan pengetahuan atau perkembangan intelektual saja, tetapi juga harus memeperhatikan perekmbangan seluruh pribadi peserta didik, baik jasmani, rohani, sosial maupun yang lainnya yan gsesuai dengna hakikat pendidikan. Ini dimaksudkan agar peserta didik pada akhirnya akan dapat menjadi manusia yang mampu menghadapi tantangan-tantangan dalam kehidupan sebagai insan dewasa. Peseta didik tidak dapat dipandang sebagai obyek semata yangharus patuh kepada kehendak dan kemauan guru. F. Sikap Terhadap Tempat Kerja Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa suasana yang baik di tempat kerja akan meningkatkan produktivitas. Hal ini disadari dengan sebaik-baiknya oleh seetiap guru, dan guru berkewajiban menciptakan suasana yang demikian dala lingkungannya. Untuk menciptakan suasana kerja yang baik ini ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu: Guru sendiri, Hubungan guru dengan orang tua dan masyarakat sekeliling. Terhadap guru sendiri dengan jelas juga dituliskan dalm salah satu butir dari Kode Etik yang berbunyi: Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar. Oleh sebab itu, guruharus aktif mengusahakan suasan yang baik itu dengna berbagai cara, baik dengan penggunaan metode mengajar yang sesuai, maupun dengan penyediaan alat belajar yang cukup, serta pengaturan organisasi kelas yang mantap, ataupun pendektan lainnya yang diperlukan. Suasana yang haromis di sekolah tidak akan terjadi bila personil yang terlihat di dalamnya, yakni kepala sekolah, guru, staf administrasi dan siswa, tidak menjalin hubungan yang baik di antara sesamanya. Penciptaan suasana kerja menantang harus

dilengkapi dengan terjalinnya hubungan yang baik dengan orang tua dan masyarakat sekitarnya. Ini dimaksudkan untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan. Hanya sebagian kecil dari waktu, di waktu justru digunakan peserta didik di luar sekolah, yakni di rumah dan di masyarakat sekitar. Oleh sebab itu, amatlah beralasan bahwa orang tua dan masyarakat bertanggung jawab terhadap pendidikan mereka. Agar pendidikan di luar ini terjalin dengan baik dengan apa yang dilakukan oleh guru di sekolah diperlukan kerja sama yang baik antara guru, orang tua, dan masyarakat sekitar. Dalam menjalin kerjasama dengan orang tua dan masyarakat, sekolah dapat mengambl prakarsa, misalnya dengan cara mengundang orang tua sewaktu pengambilan rapor, mengadakan kegiatan-kegiatan yang melibatkan masyarakat sekitar, mengikutsertakan persatuan orang tua siswa atau Komite Sekolah dalam membantu meringankan permasalahan sekolah, terutama menanggulangi kekurangan fasilitas ataupun dana penunjang kegiatan sekolah. Keharusan guru membina hubungan dengan orang tua dan masyarakat sekitarnya ini merupakan isi dari butir ke lima Kode Etik Guru Indonesia. G. Sikap Terhadap Pemimpin Sebagai salah seorang anggota organisasi, baik organisasi guru maupun organisasi yang lebih besar, guru akan berada dala bimbingan dan pengawasan pihak atasan. Sudah jelas bahwa pemimpin suatu unit atau organisasi akan mempunyai kebijaksanaan dan arahan dalam memimpin organisasinya, di mana tiap anggota organisasi itu dituntut berusaha untuk bekerja sama dalam melaksanakan tujuan organisasi tersebut. Dapat saja kerja sama yang dituntut pemimpin tersebut berupa tuntutan akan kepatuhan dalam melaksanakan arahan dan petunjuk yang diberikan mereka. Kerja sama juga dapat diberikandalam bentuk usulan dan malahan kritik yang membangun demi pencapaian tujuan yang telah digariskan bersama dan kemajuan organisasi.oleh sebab itu, dapat kita simpulkan bahwa sikap seorang guru terhadap pemimpin harus positif, dalam pengertian harus bekerja sama dalam menyukseskan program yang sudah disepakati, baik di sekolah maupun di luar sekolah. H. Sikap Terhadap Pekerjaan Profesi keguruan berhubungan dengan anak didik, yang secara alami mempunyai persamaan dan perbedaan. Tugas melayani orang yang beragam sangat memerlukan kesabaran dan ketelatenan yang tinggi, terutama bila berhubungan dengna peserta didik yang masih kecil. Barangkali tidak semua orang dikaruniai sifat seperti itu, namun bila seseorang telah memilih untuk memasuki profesi guru, ia dituntut untuk belajar dan berlaku seperti itu. Orang yang telah memilih suatu karier tertentu biasanya akan berhasil baik, bila dia mencitai dengan sepenuh hati. Artinya, ia akan berbuat apa pun agar kariernya berhasil baik, ia committed dengan pekerjaannya. Ia harus mau dan mampu melaksanakan tugsnya serta mampu melayani dengan baik pemakai jasa yang membutuhkannya. Agar dapat memberikan layanan yang memuaskan masyarakat, guru harus selalu dapat menyesuaikan kemampuan dan pengetahuannya dengan keinginan dan permintaan masyarakat, dalam hal ini peserta didik dan para orang tuannya. Keinginan dan permintaan ini selalu berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat yang biasanya dipengaruhi oleh perkembangan ilmu dan teknologi. Oleh karenay, guru selalu dituntut untuk secara terus-menerus meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan mutu layanannya. Keharusan meningkatkan dan mengembangkan mutu ini merupakan butir yang keenam dalam Kode Etik Guru Indonesia yang berbunyi: Guru secara pribadi dan bersama-sama, mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya. Dalam butir keenam ini dituntut kepada guru, baik secara pribadi maupun secara kelompok, untuk selalu meningkatkan mutu dan martabat profesinya. Guru

sebagaimana juga dengan profesi lainnya, tidak mungkin dapat meningkatkan mutu dan martabat profesinya bila guru itu tidak meningkatkan atau menambah pengetahuan dan keterampilannya, karena ilmu dan pengetahuan yang menunjang profesi itu selalu berkembang sesuai dengan kemajuan zaman. Untuk meningkatkan mutu profesi secara sendiri-sendiri,guru dapat melakukannya secara formal maupun informal. Secaar formal, artinya guru mengikuti berbagai pendidikan lanjutan atua kursus yang sesuai dengan bidang tugas, keinginan, waktu, dan kemampuannya. Secara informal guru dapat meningkat pengetahuan dan keterampilannya melalui mass media seperti televis, radio, majalah ilmiah, koran, dan sebagainya, ataupun membaca buku teks dan pengetahuan lainnya yang cocok dengan bidangnya. Read more at: http://aadesanjaya.blogspot.com/2010/11/sikap-profesional-keguruan.html Copyright aadesanjaya.blogspot.com

Tantangan Guru Sebagai Tenaga Profesional Pembahasan sebelumnya memberikan gambaran bahwa secara konsep gur sebagai tenaga profesional harus memenuhi berbagai persyaratan kompetensi untuk menjalankan tugas dan kewenangannya secara profesional, sementara kondisi riil di lapangan masih amat memperhatikan, baik secara kuantitas, kualitas maupun profesionalitas guru. Persoalan ini masih ditambah adanya berbagai tantangan ke depan yang masih kompleks di era global ini. Berikut ini diuraikan sejauh mana tantangan guru di masa depan sebagai wawasan dalam rangka menambah khasanah untuk dipergunakan sebagai pertimbangan dalam meningkatkan profesionalisme guru. Sebagai seorang profesional, guru seharusnya memiliki kapasitas yang memadai untuk melakukan tugas membimbing, membina, dan mengarahkan peserta didik dalam menumbuhkan semangat keunggulan, motivasi belajar, dan memiliki kepribadian serta budi pekerti luhur yang sesuai dengan budaya bangsa Indonesia. Namun emikian, kita semua mengetahui bahwa begitu banyak tantangan yang dihadapi oleh seorang guru dalam upaya untuk melaksanakan tugasnya secara profesional di masa datang, yaitu dalam menghadapi masyarakat abad 21. A. Gambaran Masyarakat Abad 21 Untuk memberikan gambaran tentang tantangan guru yang prfeesional di masa depan, perlu melihat karakteristik masyarakat di era globalisasi dikaitkan dengan peran pendidikan. Menurut Tilaar (1999), setidaknya terdapat tiga karakteristik masyarakat di abad 21, yaitu: (1) masyarakat teknologi; (2) masyarakat terbuka; (3) masyarakat madani. a. Masyarakat Teknologi Masyarakat teknologi yang dimaksud adalah suatu masyarakat yang telah melek teknologi dan menggunakan berbagai aplikasi teknologi, sehingga dapat mengubah cara berfikir dan bertindak bahkan mengubah bentuk dan pola hidup manusia yang sama sekali berlainan dengan kehidupan sebelumnya. Kemajuan teknologi kkomunikasi telah mebuat jarak dan waktu semakin pendek dan cepat, sehingga seolaholah dunia menjadi satu tanpa ada sekat yang membatasi bangsa-bangsa, negara-negara,

bahkan pribadi-pribadi. Kemajuan teknologi dapat memajukan kehidupan manusia, tetapi dapat pula menghancurkan kebudayaan umat manusia. Untukitu, dalam mengiringi kemajuan teknologi tersebut diperlukan upaya penghayatan, di samping penguasaan teknologi itu sendiri. Dalam maysarakat seperti itu, peran pendidikan sangat penting dan strategis, terutama dalam memberikan bimbingan, dorongan, semangat, dan fasilitas kepada masyarakat dan peserta didik untukmemperoleh ilmu pengetahuan dan keterampilan menggunakan teknologi. Selain itu, tidak kalah pentingnya adalah peran pendidikan dalam memberikan arahan dan bimbingan agar penguasaana teknologi tidak menjadi bumerang bagi masyarakat, yang disebabkan kurangnya penghayatan terhadap etika. Pendidikan dapat menumbuhkan pemahaman etika yang benar, agar kehidupan manusia tidak terancam oleh karena kemjuan teknologi itu sendiri. Manakala pendidikan mengisyaratkan adanya keharusan peserta didik untuk menguasai teknologi, maka tentu tidak kalah pentingnya peran guru itu sendiri untuk lebih dulu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi agar dapat memberikan pengetahuan dan keterampilan teknologi terkini kepada peserta didiknya. b. Masyarakat Terbuka Lahirnya teknologi komunikasi yang demikian maju, membuat dunia menjadi satu seolah tanpa sekat, sehingga komunikasi antar pribadi menjadi makin dekat dan hampir tanpa hambatan, yang pada akhirnya melahirkan masyarakat terbuka. Dalam masyarakat terbuka, antara bangsa satu dengan bangsa lain dapat saling mempengaruhi dalam berbagai hal, termasuk mempengaruhi budaya bangsa lain. Hal itu mengancam kehiudpan masyarakat lain oleh karena adanya kemungkinan penguasaan atau dominasi oleh mereka yang lebih kuat, yang berprestasi dan yang memilikimodal terhadap masyarakat yang lemah, tidak berdaya dan miskin. Untuk itu, dalam masyarakat terbuka diperlukan manusia yang mampu mengembangkan kapasitasnya agar menjadi manusia dan bangsa yang kuat, ulet, kreatif, disiplin, dan berprestasi, sehingga tidak menjadi korban dan tertindas oleh zaman yang penuh dengan persaingan. Setiap manusia mempunyai kesempatan yang tidak terbatas untuk belajar dan megnembangkan diri atau bahakan melalui kapasitasnya memberikan sumbangankepada masyarakat lainnya, baik masyarakat lokal maupun masyarakat dunia. Tetapi sebaliknya, bila kapasitas sumber daya manusia itu tidak dikembangkan, maka akan menjadi manusia dan masyarakat yang lemah dan tidak berdaya, yang pada akhinya akan menjadi boneka atau korban bagi mereka yang lebihkuat, lebih kreatif dan memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi. Peran pendidikan sangatlah penting untuk meningkatkan harkat dan martabat suatu masyarakat dan bangsa, agar tidak menjadi bangsa pelayan yang dapat diperintah bangsa lain. c. Masyarakat Madani Masyarakat madani merupakan wujud dari suatu masyarakat terbuka, di mana setiap individu mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan keterampilan menggunakan teknologi, berkarya, berprestasi dan memberikan sesuatu sesuai dengankapasitasnya. Masayraakat madani tumbuh berkembang dalam suatu masyarakat yang saling hormatmenghormati, bukan atas dasar asal-usul atau keturunan, tetapi berdasarkan pada kemampuan individual, memiliki toleransi dan tanggungjawab terhadap kehiudpan pribadi maupun masyrakatnya, serta menjunjung tinggi rasa kebersamaan untuk mencapai kesejahteraan bersama. Masyarakat madani adalah masyarakat yang saling menghargai satu dengan yang lain, yang mengakui akan hak-hak asasi manusia, yang menghormati prestasi individual, dan masyarakat yang turut bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup dari masyarakatnya, termasuk nilai-nilai etis yang diyakini kebenarannya. Masyarakat madani tumbuh dan berkembang bukan dengan sendirinya dan bukan tanpa

upaya terencana, tetapi masyarakat yang dibangun melalui pendidikan. Kunci terwujudnya masyarakat madani adalah pendidikan, karena melalui pendidikan dapat dibangun sumberdaya yang berkualitas dengna kepribadian yang sesuai dengan budaya serta kesadaran individu hidup berdampingna untuk mencapai tujuan bersama. B. Tantangan Guru Sebagai Tenaga Profesional Berdasarkan paparan di atas, setidaknya kita dapat memperoleh gambaran tentang apa dan bagaimana karakteristik masyarakat pada abad 21 dan apa peran pendidikan pada masa yang akan datang serta tantangan bagi seorang guru untuk menyikapinya. Pendidikan pada dasarnya tidak terlepas dari peran penting guru sebagai tulang punggung dan penopang utama dalam proses penyelenggaraan pendidikan. Tantangan guru profesional untuk menghadapi masyarakat abad 21 tersebut dapat dibedakan menjadi tantangna yang bersifat internal dan kesternal. Tantangan intenal adalah tantangan yang dihadapi oleh masyarakat dan bangsa Indonesia, diantaranya penguatan nilai kesatuan dan pembinaan moral bangsa, pengembangan nilainilai demokrasi, pelaksanaan otonomi daerah, dan fenomena rendahnya mutu pendiidkan. Sementara tantangan eksternal adalah tantangan guru profesional dalam menghadapi abad 21 dan sebagai bagian dari masyarakat dunia di era global. 1. Tantangan Internal a. Penguatan nilai kesatauan dan pembinaan moral bangsa Krisis yang berkepanjangan memberi kesan keprihatinan yang dalam dan menimbulkan berbagai dampak yang tidak menguntungkan terhadap kehidupan bermasyarakat di Indonesia. Hal itu terutama dapat dilihat mulai adanya gejala menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat, menurunnya rasa kebersamaan, lunturnya rasa hormat dengan orang tua, sering terjadinya benturan fisik antara peserta didik, dan mulai adanya indikasi tidak saling menghormati antara sesama teman, yang pada akhirnya dikhawatirkan dapat mengancam kesatuan dan persatuan sebagai bangsa. Pendidikan berupaya menanamkan nilai-nilai moral kepada peserta didik dan tantangan nyata bagi guru adalah bagaimana seorang guru memilikikepribadian yang kuat dan matang untuk dapat menanamkan nilai-nilai moral dan etika serta meyakinkan peserta didik terhadap pentingnya rasa kesatuan sebagai bangsa. Rasa persatuan yang telah berhasil ditanam berarti bahwa seseorang merasa bangga menjadi bangsa Indonesia yang berarati pula bangsa terhadap kebudayaan Indoensia yang menjunjung tinggi etika dan nilai luhur untuk siap menjadi masyarakat abad 21 yang kuat dan dapat mewujudkan demokrasi dalam arti sebenarnya. b. Pengembangan nilai-nilai demokrasi Demokrasi dalam bidang pendidikan adalah membangun nilai-nilai demokratis, yaitu kesamaan hak setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan yang layak dan juga kewajiban yang sama bagi masyarakat untuk membangun pendidikan yang bermutu. Dalam pengertian ini, guru sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari proses pendidikan itu sendiri mempunyai tantangan bagiamana membantu dan mengembangkan diri peserta didik menjadi manusia yang tekin, kreatif, kritis, dan produktif dan tidak sekedar menjadi manusia yang selalu mengekor seperti bebek yang hanya menerima petunjuk dari atasan dalam mewujudkan pendidikan yang demokratis, perlu dilakukan berbagai penyesuaian dalam sistem pendidikan nasional. Sejalan dengan itu, pemberlakuan otonomi daerah memberikan peluang melakukan berbagai perubahan dalam penataan sistem pendidikan yang pada hakekatnya adalah memberikan kesempatan lebih besar kepad adaerah dan sekolah untuk mengembangkan proses pendidikan yang bermutu sesuai dengan potensi yang dimilikinya, termasuk potensi masyarakat untuk berpartisipasi dalam berbagai bentuk untuk membantu meningkatkan mutu pendidikan. Pendidikan berbasis masyarakat dan

manajemen berbasis sekolah merupakan perwujudan nyata dari demokrasi dan desentralisasi pendidikan yang bertujuan untuk lebih memberdayakan sekolah dan masyarakat dalam proses pendidikan demi mencapai prestasi sesuai kemampuannya. Guru memiliki peran strategis dalam rangka mewujudkan prestasi bagi peserta didiknya. Untuk itu, tantangan bagi guru dalam wacana desentralisasi pendidikan adalah bagaimana melakukan inovasi pembelajaran sehingga dapat membimbing dan menuntun peserta didik mencapai prestasi yang diharapkan. c. Fenomena rendahnya mutu pendidikan Berbagai hasil studi dan pengamatan terhadap mutu pendidikan pada berbagai negara menunjukkan bahwa secara makro mutu pendidikan di Indonesia masih rendah, dan bahkan secara nilai rata-rata di bawah peringkat negara Asean lainnya. Walaupun demikian, secara individual ada beberapa diantara peserta didik mampu menunjukkan prestasinya di lomba-lomba bertaraf internasional, seperti pada Olimpiade Fisika. Untuk mewujudkan masyarakat yang cerdas, diperlukan proses pendidikan yang bermutu dan kunci utama dalam peningkatan mutu pendidikan adalah mutu guru. Proses pendidikan dalma masyarakat abad 21 adalah suatu interaksi antara guru dengna peserta didik sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam masyarakat yang demokratis dan terbuka. Masyarakat yang demikian menuntut adanya pelayanan yang profesional dari para pelakunya dan guru adalah seorang profesional dalam masyarakat seperti itu. Dengan kata lain, guru dituntut untuk berperlaku dan memiliki karakteristik profesional oleh karena tuntutan dan sifat pekerjaanya dan bersaing dengan profesi-profesi lainnya. Dalam masyarakat abad 21, hanya akan menerima seoran gyang profesional dalam bidang pekerjaannya. Tantangan guru pada masyarakat abad 21 aldaha bagaimana menjadi seorang guru yang profesional untuk membangun masyarakat yang mandiri, memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi, berprestasi, saling menghormati atas dasar kemampuan individual, menjunjung tinggi rasa kebersamaan, dan mematuhi nilai-nilai hukum yang berlaku dan disepakati bersama. 2. Tantangan Eksternal Kecenderungan kehidupan dalam era globalisasi adalah mempunyai dimensi domestik dan global, yaitu kehidupan dalam dunia yang terbuka dan seolah tanpa batas, tetapi tetap menjunjung tinggi nilai-nilai budaya. Dengan situasi kehidupan demikian, akan melahirkan tantangan dan peluang untuk meningkatkan taraf hidup bagi masyarakatnya, termasuk para guru yang profesional. Kehidupan global yang terbuka, seakan-akan dunia seperti sebuah kampuang dengan ciri perdagangan bebas, kompetisi dan kerjasama yang saling menguntungkan, memerlukan manusia yang bermutu dan dapat bersaing dengan sehat. Dalam melakukan persaingan, diperlukan mutu individu yang kreatif dan inovatif. Kemampuan individu untuk bersaing seperti itu, hanya dapat dibentuk oleh suatu sistem pendidikan yang kondusif dan memiliki guru yang profesional dalam bidangnya. Untuk itu, tantangan bagi guru profresional dalam menghadapi globalisasi adalah bagaimana guru yang mampu memberi bekal kepada peserta didik, selain ilmu pengetahuan dan teknologi, juga menanamkan sikap disiplin, kreatif, inovatif, dan kompetitif. Dengan demikian par asisiwa mempunyai bekal yang memadai, tidak hanya dalam hal ilmu pengetahuan dan keterampilan yang relevan tetapi juga memiliki karakter dan kepribadian yang kuat sebagai bangsa Indonesia. Read more at: http://aadesanjaya.blogspot.com/2010/11/tantangan-guru-sebagaitenaga.html Copyright aadesanjaya.blogspot.com

You might also like