You are on page 1of 15

KEBIASAAN BURUK

1. Menghisap ibu jari dan menghisap bibir Menghisap ibu jari adalah tabiat yang biasa di kalangan kanakkanak. Kebanyakan kanak-kanak akan menghentikan tabiat ini apabila mencapai umur 2 hingga 4 tahun. Pada anak sampai umur 3 tahun menghisap jari adalah hal yang umum, jika kebiasaan menghisap itu berlanjut maka perlu dihentikan. Kebiasaan menghisap yang berlanjut mungkin merupakan petunjuk adanya kecemasan pada anak sehingga perlu terapi psikologis seperti diberi kesibukan, diberi suasana yang menyenangkan, diberi rasa pahit, membalut jari yang dihisap, pada bibir bawah yang dihisap perlu dilatih, jika masih berlanjut, perlu diberikan terapi piranti ortodonsia. Tabiat menghisap ibu jari yang berterusan dapat menyebabkan : Gigi jongang / gigi tongos

Masalah gigitan

Gigitan terbuka gigi pada rahang atas dan bawah tidak rapat 2. Mendorong lidah ke depan Merupakan sisa-sisa dari kebiasaan menghisap jari. Dapat juga timbul karena ada tonsilitis dan faringitis kronis yang menyebabkan tenggorokan sakit. Kebiasaan mendorong lidah kedepan berkaitan dengan kebiasaan jelek menelan yang salah. Pada saat menelan yang benar,bibir atas dan bibir bawah menutup, gigi-gigi dalam keadaan oklusi, dan lidah berada pada langit-langit. Jika pada saat menelan, lidah berada pada gigi-gigi depan, maka akan mendorong gigi-gigi maju kedepan dan menyebabkan tongos. Hal ini perlu latihan supaya tidak menyebabkan kelainan pada gigi.

3. Bernafas melalui mulut Aktifitas yang pertama kali dilakukan manusia setelah lahir adalah bernafas. Benafas secara normal dilakukan melalui hidung, namun karena adanya penyumbatan padajalan nafas yang normal maka dapat terjadi penyimpanganjalan nafas yaitu bernafas melalui mulut. Bemafas tnelalui mulut dapat menjadi kebiasaan buruk walaupun kausanya telah dihilangkan. Bemafas melalui mulut selain dianggap sebagai kebiasaan burukjuga merupakan keadaan patologis yang dapat menimbulkan berbagai anomali. Anomali-anomali yang timbul akibat bemafas melalui mulut tampak pada penyimpangan-penyimpangan aktifitas otot-otot rongga mulut. Aktifitas otot yang menyimpang tersebut akan mempengarubi struktur dental dan struktur skeletal, dan akan menimbulkan suatu anomali dimana ini terjadi akibat lengkung maksila menjadi sempit sehingga gigi-gigi pada lengkung maksila berdesakan dan mengakibatkan gigi anterior protrusi. 4. Bruxism Bruxism adalah kebiasaan buruk berupa menggesek-gesek gigi-gigi rahang atas dan rahang bawah, bisa timbul pada masa anak-anak maupun dewasa. Biasanya tindakan ini dilakukan pada saat tidur di malam hari dan penderita tidak menyadari bahwa ia memiliki kebiasaan buruk tersebut.

Pada anak-anak, kadang kebiasaan ini timbul pada masa gigi-geligi sedang tumbuh. Pada orang-orang dewasa biasanya bruxism timbul karena adanya maloklusi (hubungan yang tidak baik antara gigi-gigi rahang atas dan rahang bawah), stres, rasa marah, rasa sakit, atau frustasi. Bruxism dapat menyebabkan abrasi (aus) permukaan gigi-gigi pada rahang atas dan rahang bawah, baik itu gigi susu maupun gigi permanen. Lapisan email (lapisan terluar dari gigi) yang melindungi permukaan atas gigi hilang, sehingga dapat timbul rasa ngilu pada gigi-gigi tersebut. Bila kebiasaan ini berlanjut terus dan berlangsung dalam waktu lama, dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan periodontal (jaringan penyangga gigi), maloklusi, patahnya gigi akibat tekanan yang berlebihan, dan kelainan pada sendi Temporo Mandibular Joint (sendi yang menghubungkan rahang bawah dan tulang kepala).

5. Mengunyah satu sisi Mengunyah pada satu sisi saja memang punya beberapa macam dampak, antara lain, gigi pada sisi yang tidak pernah dipakai malahan jadi kotor dan banyak karang giginya. Sekalinya mau dipakai juga jadi sulit seperti yang anda alami. Pada beberapa orang bahkan otot pipi jadi tidak simetris sehingga wajah juga ikut-ikutan tidak simetris. Bisa juga sendi rahangnya jadi sakit, dsb. Pada anak anak, bagian yang sering berfungsi akan memicu perkembangan rahang, sedangkan bagian yang dibiarkan pasif menjadi tidak begitu berkembang.

HUBUNGAN PENYAKIT SISTEMIK DENGAN PERAWATAN GIGI


1. ALERGI Alergi terhadap obat anestesi biasanya dipicu oleh bahan pengawet dalam ampul dari anestesi yang mengandung antiseptik. Antiseptik ini dimaksudkan obat anestesi dapat bertahan lama. Pasien juga bisa alergi terhadap bahan dan produk kedokteran gigi diantaranya resin akrilik, antiseptik tertentu,larutan prosesing radiograf dan handscoon. Reaksi alergi yang timbul biasanya bersifat ringan berupa stomatitis (eritem inflamasi) dan urtikaria kulit. Beberapa pasien alergi terhadap anestesi golongan amida. Alergi terhadap anestesi lokal dapat menyebabkan syok anafilaktik . Gejala permulaannya berupa Sakit Kepala, Pusing, Gatal dan perasaan panas Sistem Organ Gejala Kulit Eritema, urticaria, angoedema, conjunctivitis, rhinitis, edema paru dan batuk, nafas cepat dan pendek, terasa tercekik karena edema epiglotis, stridor, serak, suara hilang, wheezing, dan obstruksi komplit, Cardiovaskular Hipotensi, diaphoresis, kabur pandangan, sincope, aritmia dan hipoksia Gastrintestinal, Mual, muntah, cramp perut, diare, disfagia, inkontinensia urin SSP, Parestesia, konvulsi dan trombositopenia .Jika terjadi komplikasi syok anafilaktik setelah anestesi, maka tindakan yang perlu dilakukan, adalah: 1. Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi dari kepala untuk meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha memperbaiki curah jantung dan menaikkan tekanan darah. 2. Penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung paru, yaitu: A. Airway (membuka jalan napas). Jalan napas harus dijaga tetap bebas, tidak ada sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar. Posisi kepala dan leher diatur agar lidah tidak jatuh ke belakang menutupi jalan napas, yaitu dengan melakukan ekstensi kepala, tarik mandibula ke depan, dan buka mulut. B. Breathing support : segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak ada tanda-tanda bernapas, baik melalui mulut ke mulut atau mulut ke hidung. Pada syok anafilaktik yang disertai udem laring, dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi jalan napas total atau parsial. Penderita yang mengalami sumbatan jalan napas parsial, selain ditolong dengan obat-obatan, juga harus diberikan bantuan napas dan oksigen Penderita dengan sumbatan jalan napas total, harus segera ditolong dengan lebih aktif, melalui intubasi endotrakea, krikotirotomi, atau trakeotomi.

C. Circulation support, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a. karotis, atau a. femoralis), segera lakukan kompresi jantung luar. Penilaian A, B, C ini merupakan penilaian terhadap kebutuhan bantuan hidup dasar yang penatalaksanaannya sesuai dengan protokol resusitasi jantung paru. 1. Segera berikan adrenalin 0.30.5 mg larutan 1 : 1000 untuk penderita dewasa atau 0.01 mk/kg untuk penderita anak-anak, intramuskular. Pemberian ini dapat diulang tiap 15 menit sampai keadaan membaik. Beberapa penulis menganjurkan pemberian infus kontinyu adrenalin 24 ug/menit. 2. Dalam hal terjadi spasme bronkus di mana pemberian adrenalin kurang memberi respons, dapat ditambahkan aminofilin 56 mg/kgBB intravena dosis awal yang diteruskan 0.40.9 mg/kgBB/menit dalam cairan infus. 3. Dapat diberikan kortikosteroid, misalnya hidrokortison 100 mg atau deksametason 510 mg intravena sebagai terapi penunjang untuk mengatasi efek lanjut dari syok anafilaktik atau syok yang membandel. 4. Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur intravena untuk koreksi hipovolemia akibat kehilangan cairan ke ruang ekstravaskular sebagai tujuan utama dalam mengatasi syok anafilaktik. Pemberian cairan akan meningkatkan tekanan darah dan curah jantung serta mengatasi asidosis laktat. Pemilihan jenis cairan antara larutan kristaloid dan koloid tetap merupakan perdebatan didasarkan atas keuntungan dan kerugian mengingat terjadinya peningkatan permeabilitas atau kebocoran kapiler. Pada dasarnya, bila memberikan larutan kristaloid, maka diperlukan jumlah 34 kali dari perkiraan kekurangan volume plasma. Biasanya, pada syok anafilaktik berat diperkirakan terdapat kehilangan cairan 2040% dari volume plasma. Sedangkan bila diberikan larutan koloid, dapat diberikan dengan jumlah yang sama dengan perkiraan kehilangan volume plasma. Tetapi, perlu dipikirkan juga bahwa larutan koloid plasma protein atau dextran juga bisa melepaskan histamin. 5. Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila penderita syok anafilaktik dikirim ke rumah sakit, karena dapat meninggal dalam perjalanan. Kalau terpaksa dilakukan, maka penanganan penderita di tempat kejadian sudah harus semaksimal mungkin sesuai dengan fasilitas yang tersedia dan transportasi penderita harus dikawal oleh dokter. Posisi waktu dibawa harus tetap dalam posisi telentang dengan kaki lebih tinggi dari jantung. 6. Kalau syok sudah teratasi, penderita jangan cepat-cepat dipulangkan, tetapi harus diawasi/diobservasi dulu selama kurang lebih 4 jam. Sedangkan penderita yang telah mendapat terapi adrenalin lebih dari 23 kali suntikan, harus dirawat di rumah sakit semalam untuk observasi.

2. JANTUNG Bakteri yang ditemukan pada plak gigi merupakan salah satu faktor penyebab endokarditis. Bakteri pada karies gigi maupun gingiva yang rusak dapat masuk ke dalam sirkulasi darah lewat gingiva yang berdarah. Bakteri ini dengan mudah menyerang katup jantung maupun otot jantung yang telah melemah. Gejalanya berupa demam, bising jantung, perdarahan di bawah kulit, bahkan embolisasi (penyumbatan) pembuluh darah kecil di organ-organ tubuh lainnya. Meskipun jarang, penyakit ini dapat berakibat fatal dan kadang kala memerlukan operasi katup jantung darurat. Selain itu juga sangat dianjurkan pemberian antibiotika sebagai profilaksi pada orang yang menderita prolaps katup jantung, penyakit jantung rematik dan kelainan jantung bawaan, sebelum mendapatkan tindakan pengobatan gigi. Bakteri yang beredar tersebut juga dapat menyebabkan peradangan pada dinding pembuluh darah koroner yang dapat menimbulkan aterosklerosis. Infeksi gingiva yang berdarah, menyebabkan bakteri dapat memasuki aliran darah dan selanjutnya terjadi peningkatan kadar factor-faktor peradangan dalam darah seperti fibrinogen, C-reaktif protein, dan beberapa hormon protein. Jika seseorang mengalami serangan jantung, tunggu sampai minimal 6 bulan sebelum menjalani perawatan gigi. Tanyakan, apakah pasien mengonsumsi obat antikoagulan karena dapat menyebabkan perdarahan saat dilakukan prosedur pembedahan mulut. Beberapa obat hipertensi dapat mengakibatkan mulut kering atau mengganggu indra pengecap, Golongan kalsium antagonis, kadang dapat menyebabkan gusi membengkak dan menebal, hingga sulit mengunyah. Pada beberapa kasus, gingivektomi mungkin diperlukan. Jika prosedur gigi membutuhkan anestesi, hati-hati jika obat anestesi mengandung epinefrin. Penggunaan epinefrin pada beberapa pasien hipertensi dapat menyebabkan perubahan kardiovaskular, angina, serangan jantung, dan aritmia. Selain itu, sebaiknya prosedur dental dilakukan dengan cepat dan tepat agar pasien tidak lelah.

3. HIPERTENSI Manifestasi Klinis Peningkatan tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala. Gejala baru muncul setelah terjadi komplikasi pada ginjal, mata, otak atau jantung. Gejala lain yang sering ditemukan adalah sakit kapala, epistaksis, marah, telinga berdengung, rasa berat di tengkuk, sukar tidur, mata berkunang-kunang, dan pusing. Hal hal yang harus diperhatikan : Pada pasien yang ingin melakukan ekstraksi tekanan darah harus dikontrol karena dapat menyebabkan darah merembes dan tidak bisa berhenti.

Memberitahukan pasien agar tidak cemas dan gugup sebelum melakukan pencabutan agar tidak terjadi vasokontriksi pembuluh darah. Tidak menambahkan vasokonstriksi pada anestesi.

Efek dari obat anti hipertensi : 1. Hiperplasia Gingiva merupakan pembesaran gingival noninflamatori yang disebabkan oleh meningkatnya jumlah sel penyusunnya. Gambaran klinis hiperplasia gingiva yaitu gingiva membesar, padat, warna merah muda, resilien, tidak sakit, tidak sensitive, tidak mudah berdarah, berstippling, dan bergranular7. Calcium channel blocker sering menyebabkan hiperplasia gingiva dan berdasarkan survei 12-20% disebabkan oleh nipedifine. Hiperplasia ginggiva dilaporkan muncul setelah 2 bulan terapi hipertensi. Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat pengguna nifedipine dengan jangka waktu relatif lama. Pembesaran ginggiva dapat mengecil dalam waktu 1 minggu atau lebih setelah pemberhentian obat, namun juga tergantung pada lamanya pemakaian nifedipine dan kebersihan oral penderita6. Maka jika bertemu pasien yang didiagnosa hiperplasia ginggiva dan menderita hipertensi, periksa kembali riwayat pemakaian obat antihipertensinya, jika mengkonsumsi nifedipin hentikan pemakaian untuk sementara waktudan beri nasihat kepada pasien agar menjaga kebersihan gigi dan mulut 2. Xerostomia Mulut kering akibat aliran air ludah yang berkurang. Xerostomia dapat menyebabkan kesulitan dalam berbicara dan mengkonsumsi makanan.Xerostomia juga merupakan penyebab utama nafas yang bau dan munculnya banyak karies(lubang gigi) dalam rongga mulut. Hal ini dikarenakan,saliva (air ludah) dalam mulut yang berfungsi sebagai buffer dan pendorong terjadinya remineralisasi produksinya menjadi berkurang, sehingga menyebabkan rongga mulut lebih rentan terhadap infeksi8. Ketika kuman masuk ke dalam darah, bisa melalui pembuluh darah yang terbuka akibat gusi berdarah, jenis-jenis bakteri tertentu akan menempel pada platelet, dan menyebabkan sel-sel ini menggumpal dalam pembuluh sehingga menyumbat dan mengganggu alirah darah ke jantung sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan tekanan darah. Perawatan untuk mencegah xerostomia lebih berat dapat berupa menghindari konsumsi obat-obatan yang mengandung dekongestan dan antihistamin, mengisap-isap permen atau permen karet non-gula/mengandungxylitol secara teratur, dan menggunakan air ludah sintetis (karboksimetil selulosa)8. Penderita hipertensi yang mengkonsumsi clonidine dalam dosis besar (>0,6 mg/hari) harus digganti obat antihipertensinya jika ingin melakukan bedah gigi, dan tidak boleh meminum obat obatan selama 1hari. 3. Pemilihan Anestesi lokal pemakaian anestesi danvasokontriktor (misalnya epinefrin) harus dihindari pada penderita hipertensi tak terkontrol.

4. Diabetes Mellitus Mobiliti gigi ditambah banyaknya kalkulus pada gigi.

- Diabetes mellitus yang tidak terkontrol serta berhubungan dengan polidispia dan poliuria dapat menyebabkan mulut kering ( xerostomia ). Diabetes dapat menimbulkan rasa nyeri pada lidah.

- Mulut berbau aseton, karena pada krisis diabetes terdapat konsentrasi keton yang tinggi dalam darah, sehingga menimbulkan ketosis. Asam asetostik, asam hidroksibutirik dan aseton, semua terdapat pada keadaan ini. - Pada anak-anak penderita diabetes mellitus, cenderung terjadi pembengkakan gusi dan tulang pendukung. Pada penderita ini haruslah secara teratur dijaga kebersihan gigi dan gusi untuk mencegah kehilangan gigi. - Di dalam rongga mulut, diabetes mellitus dapat meningkatan jumlah bakteri, sehingga harus hati-hati jika ingin melakukan ekstraksi gigi. Ekstraksi gigi hanya dilakukan jika gula darah terkontrol agar tidak terjadi infeksi pada luka bekas pencabutan

Ada dua tipe DM. Tipe pertama adalah tipe ketergantungan insulin atau IDDM (insulin dependent diabetes mellitus). Tipe kedua merupakan tipe non-IDDM. Pada tipe pertama ini, pankreas tak mampu memproduksi insulin yang merupakan facilitator penting untuk memasukkan gala ke dalam sel-sel tubuh yang nantinya akan diubah menjadi energi. Orang yang pada usia muda terkena penyakit gala, biasanya masuk dalam tipe ini. Penderita harus menerima pasokan insulin melalui suntikan karena sudah tak bisa dipacu dengan obat-obatan. Biasanya, gejala terjadi secara tiba-tiba dan kadar gula dalam darah sangat tinggi. Pada tipe kedua lebih disebabkan pada faktor usia. Produksi insulin yang dihasilkan oleh pankreas mulai berkurang. Biasanya penderita yang terkena penyakit tipe ini berusia di atas 40 tahun. Tidak terlihat gejala spesifik dan terjadi secara perlahan-lahan. Dengan bantuan beberapa obat obatan dan pola hidup sehat, DM tipe ini bisa diatasi. Dalam kondisi kadar gula yang naik, penyakit ini sebenarnya mudah dikenali. Di antara tanda-tandanya, intensitas buang air kecil yang meningkat, terutama pada malam hari, perasaan lapar dan haus yang sering timbul walaupun penderita baru saja makan atau minum. Gejala lainnya, yaitu sering merasa gatal dan kesemutan, mata kabur, infeksi kulit, disfungsi ereksi, dan beberapa gejala lainnya. Secara umum, penderita diabetes mellitus perlu perawatan kesehatan mulut yang teratur dan sering sebab penderita diabetes mellitus lebih peka terhadap infeksi. Hal ini disebabkan antara lain karena imunitas selular dan hormonal penderita diabetes mellitus menurun; fungsi leukosit terganggu; dan kadar gula dalam darah tinggi. Perawatan kedokteran gigi yang

dilakukan pada penderita diabetes melitus baik IDDM maupun NIDDM sebenarnya sama. Karena sebenarnya pada diabetes melitus terjadi gangguan pada insulinnya.

a. Bidang Periodonsia Diabetes Mellitus (DM) merupakan faktor predisposisi terhadap timbulnya infeksi. Di dalam mulut DM dapat meningkatkan jumlah bakteri sehingga menyebabkan adanya kelainan pada jaringan periodontal, dan bila berlanjut dapat menyebabkan gigi menjadi goyah. Pasien dengan penyakit diabetes, resiko terinfeksi jaringan periodontal semakin besar bahkan mencapai 2-4 kali daripada pasien non diabetes. Infeksi periodontal kronis menyebabkan inflamasi sistemik yang nantinya meningkatkan resistensi insulin dan hiperglikemia. Resistensi insulin menghambat control glikemia secara optimal dan meningkatkan resiko penyakit jantung. Penyakit diabetes yang dapat menjadi penyebab utama lesi ginggiva, xerostomia, hiperaemi mukosa, palatum dan lidah terasa kering/terbakar, hilangnya papilla lidah dan masalah vaskularisasi dini

diabetes mellitus, hendaknya secara teratur mengontrol kadar glukosa darah minimal tiga bulan sekali

negative seperti yang ditemukan pada penyakit periodontal. r minimal dua kali sehari serta test HbA1c minimal tiga bulan sekali b. Bidang Bedah mulut Ekstraksi gigi pada pasien dengan kelainan penyakit sistemik membutuhkan pertimbangan yang serius dari beberapa aspek tindakan dan reaksi. Pasien dengan penyakit diabetes mellitus memiliki resiko lebih tinggi dalam ekstraksi gigi. Pembekuan darah pada penderita diabetes mellitus, baik yang IDDM ataupun yang NIIDM sedikit terganggu. Artinya cloating time penderita tidak seperti orang non diabetes. Salah satu komplikasi akut diabetes mellitus adalah koma hiperosmoler non ketotik. Panyakit ini disebabkan tingginya kadar gula darah melebihi 600 mg% yang mengakibatkan pasien mudah shock kan agar bleeding dapat teratasi.

Pada tindakan pembedahan, terdapat sedikit perbedaan antara penderita DM tipe 1 dan tipe 2. Pada penderita DM tipe 1, sebelum dilakukan pembedahan harus dilakukan terapi insulin, dengan memberikan suntikan insulin karena jumlah insulinnya tidak mencukupi kebutuhan. Sedangkan pada DM tipe 2, tidak perlu diberikan suntikan insulin. Selain itu, pada pemberian anastesi local, penderita DM harus dihindarkan dari bahan vasokonstriktor karena mengandung adrenalin yang dapat meningkatkan glukosa dalam darah. c. Bidang Prostodonsia

Penyakit sistemik seperti diabetes mellitus dapat menghambat dilakukannya perawatan prostodonsia. Penyakit kronis yang serius menurunkan adaptibilitas dan fisiologis dan psikiologis. Pada penderita diabetes mellitus, biasanya pasien enggan kembali ke untuk control sebab tidak percaya diri terhadap bau nafas yang khas. Hal ini dapat menghambat pengamatan perkembangan pertumbuhan yang terjadi. Selain itu, xerostomia yang merupakan gejala diabetes mellitus juga dapat menghambat retensi pesawat ortodonsia dengan menghambat daya adhesi antara basis gigi tiruan lepasan dengan mukosa mulut dan daya kohesi cairan saliva. -perubahan besar pada kondisi rongga mulut atau bentuk gigi tiruan secara drastis.

rongga mulut. d. Bidang Orthodonsia Penderita DM pada perawatan orto, misalnya dalam pemakaian alat orto (kawat) dapat menyebabkan gingivitis. Pada penderita DM terdapat kecenderungan gigi goyang. Hal ini merupakan salah satu kontraindikasi pemerataan gigi, karena dengan adanya pemakaian kawat, akan menghasilkan tekanan yang terlalu besar pada gigi, sehingga gigi goyang yang akhirnya akan menyebabkan gigi tanggal.

5. Kelainan Sel Darah Merah Anemia a. Anemia defisiensi zat Besi Manifestasi Oral Glositis atrofik serta cheilitis angularis terjadi pada 15% penderita anemia, gambaran klinis glositis bervariasi mulai terjadinya penipisan papila pada pinggir lidah sampai terjadinya atrofi papila filiformis dan fungiformis pada kasus yang parah. Pasien rentan terhadap stomatitis aphthosa rekurens karena terjadi penipisan mukosa oral., dapat juga disertai keluhan glossodynia. Pada kasus yang sudah berlangsung lama terdapat keluhan disfagia.

Pertimbangan Dental 1. Periksa darah rutin

2. Pembedahan atau perwatan perio sebaiknya ditunda karena meningkatkan perdarahan dan luka lama sembuh 3. Anestesi umum dengan Hb minimal 10 g/dl

4. Jangan mengobati dengan Fe kecuali penyebab anemia hipokrom mikrositik diketahui. b. Anemia Hemolitik Anemia kerana kerusakan eritosit yang berlebihan, usia eritrosit berkurang (normal 120 hari). Manifestasi Oral 1. 2. Mukosa pucat terutama pada palatum mole, lidah, jaringan sublingual. Jaundice, mudah terlihat pada sclera, dasar mulut.

c. Thalasemia Manifestasi Oral 1. 2. 3. Protrusi bimaksilla pada thalasemia mayor Wajah dan gigi abnormal, saddle nose Open bite

Pertimbangan Dental Penyembuhan lama pada tindakan bedah. Pada pasien yang anemik tindakan perawatan gigi terutama pembedahan bias mengakibatkan hipoksia jantung dan memperburuk gejala cerebral.

6. Hepatitis - Pada hepatitis neonatal terjadi diskolorisasi pada gigi sulung menjadi warna kuning. Keadaan ini disebabkan oleh depositnya bilirubin pada email dan dentin yang sedang dalam tahap perkembangan. - Menyebabkan oral hygiene buruk, dalam hal ini bau mulut tidak sedap

- Hepatitis aktif kronis dapat menyebabkan gangguan endokrin sehingga menimbulkan penyakit multiple endokrinopati keturunan dan kandidosis mukokutaneus. - Timbul ulkus - ulkus karena berkurangnya zat zat vitamin dan gizi dalam rongga mulut. - Proses makan menjadi tidak benar sehingga peran saliva terganggu

7. Kelainan Hati Lainnya Sirosis hepatis Lobus hati menjadi rusak dan digantikan dengan jaringan fibrosa, sehingga terjadi penurunan dari fungsi hati. Gambaran intra oral Kelenjar parotis membengkak sehingga terjadi hipersalivasi (banyak mengandung ion kalsium, natrium), protein total bertambah, amilase meningkat, terdapat hiper pigmentasi pada mulut. Terapi Hal yang harus diperhatikan pada perawatan gigi yaitu komplikasi perdarahan defisiensi clothing factor dan thrombocytopenia untuk mencegah perdarahan dan harus dilakukan pemeriksaan darah seperti complete blood count (CBC) sebelum perawatan. Pada penderita atresia bilier dapat terjadi diskolorisasi pada gigi sulung menjadi warna hijau, disebabkan oleh depositnya bilirubin pada email dan dentin yang sedang dalam tahap perkembangan.

8. HIV/AIDS Infeksi karena jamur (Oral Candidiasis) Kandiasi mulut sejauh ini merupakan tanda di dalam mulut yang paling sering dijumpai baik pada penderita AIDS maupun AIDS related complex (ARC) dan merupakan tanda dari manifestasi klinis pada penderita kelompok resiko tinggi pada lebih 59% kasus. Kandiasis mulut pada penderita AIDS dapat terlihat berupa oral thrush, acute atrophic candidiasis, chronic hyperplastic candidiasis, dan stomatis angularis (Perleche). Infeksi karena virus Infeksi virus pada penderita dapat terlihat berupa stomatis herpetiformis, herpes zoster, hairy leukoplakia, cytomegalovirus. Infeksi karena bakteri

Infeksi karena bakteri dapat berupa HIV necrotizing gingivitis o o Lesi ini dapat tersembunyi atau mendadak disertai pendarahan waktu menggosok gigi, rasa sakit dan halitosis.

HIV periodontitis Dokter gigi seyogyanya mendiagnosa secara dini proses kerusakan tulang alveolar tersebut dengan tetap mempertimbangkan kemungkinan adnya infeksi HIV. Neoplasma Sarkoma kaposi yang berhubungan dengan AIDS tampak sebagai penyakit yang lebih ganas dan biasanya telah menyebar pada saat dilakukan diagnosa awal Manifestasi mulut Sarcoma kaposi biasanya merupakan tanda awal AIDS dan umumnya (50%) ditemukan dalam mulut pria homoseksual. Selain mulut, sarcoma ini juga dapat ditemukan dikulit kepala dan leher. Sarkoma kaposi pada mulut biasanya terlihat mula mula sebagai macula, nodul dan plak yang datar atau menonjol, biasanya berbewntuk lingkaran dan berwarna merah atau keunguan. Terletak pada palatum dan besarnya dari hanya beberapa millimeter sampai centimeter. Bentuknya tidak teratur, dapat tunggal atau multiple dan biasanya asintomatik, sehingga baru disadari oleh pasien bila lesi sudah menjadi agak besar.

9. Penyakit Pernafasan ASMA Sesak nafas, batuk dan dyspnea sering terjadi. Simtom asma akan bertambah buruk waktu malam dan pagi hari. Faktorpemicu terjadinya asma seperti allergen, olah raga/latihan, udara dingin, iritasi pada saluran pernafasan, reaksi emosional, dan infeksi. Manifestasi oral : o Candidiasis, penurunan jumlah saliva, penambahan jumlah kalkulus, gingivitis, penyakit periodontal dan insidensi karies meningkat. o Palatum yang tinggi dan dry mouth karena pasien sering bernafas lewat mulut

Dokter gigi harus hati-hati dalam melakukan perawatan dental. Selalu melakukan irigasi yang adekuat saat mengebur gigi agar debu sebagai alergen tidak merangsang asma. Perawatan dental yang dilakukan haruslah cepat karena pasien tidak boleh lelah dan perawatan yang lama dapat menyulitkan karena pasien bernafas lewat mulut. 10. Kelainan Pencernaan

- Pasien gastritis atau ulkus peptikum menderita dry mouth sehingga dapat meningkatkan resiko karies. - Tercium bau asam lambung dari mulut pasien.

11. Penyakit Kelenjar Ludah Gangguan pada kelenjar ludah dapat berupa hipersalivasi yang ditandai dengan saliva yang banyak dan encer karena banyak mengandung serousa dan xerostomia atau mulut kering. Pasien dengan xerostomia biasanya mengeluh susah menelan. Xerostomia juga meningkatkan resiko karies dalam rongga mulut.

12. Epilepsi Obat antiepilepsi yang sangat berpengaruh pada keadaan rongga mulut adalah fenitoin. gingival enlargemen) adalah hal yang paling sering terjadi pada pengguna fenitoin. Pembesaran jaringan secara tipikal terjadi antara 1-3 bulan setelah terapi obat diinisiasi dan dimulai di jaringan gusi superfisial di antara gigi (papila interdental). Segmen anterior lebih sering mengalami pembesaran dibandingkan area posterior, tapi keterlibatan yang sama rata tidak umum. Terdapat hubungan terbalik yang jelas antara oral hygiene dan derajat pembesaran dengan penggunaan obat tersebut. Walau oral hygiene yang baik secara tipikal tidak mencegah pembesaran individu yang rentan, ini sering membatasi keparahan dari respon pada level yang menerima. Walau penghentian atau penggantian obat dapat menimbulkan penurunan pembesaran, pemotongan secara bedah pada jaringan yang melampaui batas (contoh gingivectomy) mungkin diperlukan pula adanya oral hygiene yang adekuat untuk individual tertentu.

TUGAS TREATMENT PLANNING

Nama : Devi Febrianita NIM : 04071004033 Pembimbing : drg. Lasma Evy Lani,MARS Penguji: drg. Suryadi Muchzal,M.Kes

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

You might also like