You are on page 1of 42

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kitin dan Kitosan Kitin mempunyai rumus empiris (C6H9O4.NHCOCH3)n dan merupakan zat padat yang tidak larut dalam air, pelarut organik, alkali pekat, asam mineral lemah tetapi larut dalam asam-asam mineral yang pekat. Polisakarida ini mempunyai berat molekul tinggi dan merupakan polimer berantai lurus dengan nama lain -(1,4)-2-asetamida-2-dioksi-D-glukosa (N-asetil-D-Glukosamin)

(Suryanto et al., 2005). Kitin mempunyai persamaan dengan selulosa, dimana ikatan yang terjadi antar monomernya terangkai dengan ikatan glukosida pada posisi

-1,4.

Sedangkan perbedaannya pada selulosa adalah gugus hidroksil yang terikat pada atom karbon nomor 2, pada kitin digantikan oleh gugus asetamida (NHCOCH3) sehingga kitin menjadi sebuah polimer berunit N-asetil-glukosamin. Struktur kitin dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur kitin (Murray et al., 2003).

Kitin merupakan homopolimer dari

-1,4 N-asetil-D-glukosamin dan

merupakan polimer kedua terbanyak di alam setelah selulosa. Senyawa ini dapat ditemukan pada cangkang udang, kepiting, molusca, seranggga, annelida, dan beberapa dinding sel jamur dan alga. Kitin dapat dihidrolisis secara enzimatis oleh enzim kitinase, menghasilkan monomer (Yurnaliza, 2002). Rantai kitin antara satu dengan yang lainnya berasosiasi dengan ikatan hidrogen yang sangat kuat antara gugus N-H dari satu rantai dan gugus C=O dari rantai yang berdekatan. Ikatan hidrogen menyebabkan kitin tidak dapat larut dalam air dan membentuk Suryantoa et al., (2005)). Kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dengan menggunakan basa kuat. Gugus amina dan hidroksil menjadikan kitosan bersifat lebih aktif dan bersifat polikationik (Widodo et al., 2005). formasi serabut (fibril) ((Cabib, (1987) dalam

-1,4-N-asetil-D-glukosamin

Gambar 2. Struktur kitosan (Murray et al., 2003).

B. Mikroba penghasil kitinase Aktinomisetes, bakteri dan jamur merupakan organisme yang mampu memanfaatkan kitin sebagai sumber karbon dan nitrogen. Genus bakteri yang sudah banyak dilaporkan memiliki kitinase antara lain Aeoromonas, Alteromonas, Chromobacterium, Enterobacter, Ewingella, Pseudoalteromonas, Pseudomonas, Serratia, Vibrio, Bacillus, Pyrococcus ((Chernin et al., (1998); Pleban et al., (1997); Gao et al., (2003) dalam Suryantoa et al., (2005)) dan Clostridia ((Patil et al., (2000) dalam Wahyuni (2008)). Koloidal kitin merupakan salah satu substrat yang dapat digunakan untuk menginduksi kitinase pada bakteri, jamur dan aktinomisetes. Substrat ini mampu menginduksi enzim hidrolitik seperti -1,4-N-asetilglukosaminidase, endokitinase dan kitobiosidase pada Aeromonas caviae, Enterobacter agglomeras, Bacillus cereus ((Inbar and Chet, (1991); Chernin et al., (1995); (Pleban et al., (1997) dalam Suryanto et al., (2005)). C. Kitinase Harman et al., (1993) dan Sahai et al., (1993) dalam Suryanto et al., (2005) membagi kitinase dalam tiga tipe yaitu : 1. Endokitinase (EC 3.2.1.14) yaitu kitinase yang memotong secara acak ikatan -1,4 bagian internal mikrofibril kitin. Produk akhir yang terbentuk bersifat mudah larut berupa oligomer pendek N-asetilglukosamin (GIcNAc) yang mempunyai berat molekul rendah seperti kitotetraose.

10

Gambar 3. Reaksi pemutusan ikatan -1,4 pada bagian internal mikrofibril kitin 2. Eksokitinase (EC 3.2.1.14) dinamakan juga kitobiodase atau kitin 1,4--kitobiodase, yaitu enzim yang mengatalisis secara aktif pembebasan unit-unit diasetilkitobiose tanpa ada unit-unit monosakarida atau polisakarida yang dibentuk. Pemotongan hanya terjadi pada ujung non reduksi mikrofibril kitin dan tidak secara acak.

Gambar 4. Reaksi pembebasan unit-unit diasetilkitobiose oleh enzim eksokitinase

11

3. -1,4-N-asetilglukosaminidase (EC 3.2.1.30) merupakan suatu kitinase yang bekerja pada pemutusan diasetilkitobiose, kitotriose dan kitotetraose dengan menghasilkan monomer-monomer GIcNAc.

Gambar 5. Reaksi pemutusan diasetilkitobiose, kitotriose dan kitotetraose dan menghasilkan monomer-monomer GIcNAc Kitinase berguna dalam produksi kitooligosakarida. Kitooligosakarida berperan sebagai pertahanan tanaman, juga digunakan dalam kesehatan manusia. Sebagai contoh, kitoheksosa dan kitoheptosa memperlihatkan aktivitas anti tumor. GicNAc berguna sebagai obat anti inflamasi. Senyawa ini dalam tubuh manusia disintesis dari glukosa dan digabungkan dengan glikoprotein dan

glikosaminoglikan ((Patil et al., (2000) dalam Suryantoa et al., (2005)). Kitinase juga berperan dalam produksi protein sel tunggal dari limbah kitin untuk makanan hewan ((Shaikh et al., (1993) dalam Suryantoa et al., (2005)). Kitinase juga dapat

12

digunakan dalam pertanian sebagai pengendalian jamur patogen tanaman dan hama serangga. Kombinasi -toksin dan kitinase dilaporkan lebih efektif dalam membunuh hama serangga ((Patil et al., (2000) dalam Suryantoa et al., (2005)). D. Data awal karakteristik isolat bakteri kitinolitik SSD2A7.1 dan SSA2B4.1 Data awal karakteristik isolat SSA2B4.1 dan isolat SSD2A7.1 diperoleh dari penelitian Wahyuni et al., (2008) meliputi data indeks kitinolitik (IK), aktivitas enzim kitinase, waktu optimum produksi enzim dan pH optimum serta suhu optimum enzim kitinase dari kedua isolat tersebut adalah sebagai berikut : Tabel 1. Indeks kitinolitik isolat-isolat bakteri kitinolitik pada suhu 37oC No 1 Kode Isolat SSA2B4.1 Asal Air Tambak udang Salenrang Bontoa Maros SulSel Air Tambak udang Kec. Langnga Pinrang SulSel IK (suhu 370C) 4,0 Waktu inkubasi 2 hari

SSD2A7.1

6.7

6 hari

Isolat SSA2B4.1 memiliki IK sebesar 4,0 setelah diinkubasi selama 2 hari, sedangkan isolat SSD2A7.1 memiliki IK sebesar 6,7 setelah diunkubasi selama 6 hari. Setelah diperoleh data IK dari kedua isolat tersebut yang cukup tinggi, maka dilakukanlah produksi enzim kitinase yang kemudian dievaluasi aktivitas enzim kitinase yang terbaik pada fermentasi 2, 4 dan 6 hari. Berikut data hasil pengujian aktivitas enzim (U/mL) dari kedua isolat tersebut.

13

Tabel 2. Aktivitas Enzim Kitinase (U/ml) Pada Suhu Produksi Enzim 37 oC Aktivitas enzim kitinase (U/mL) 0,449 0,451 Kesimpulan Waktu Optimum Produksi Enzim 6 hari 2 hari

No

Nama Isolat

1 SSD2A7.1 2 SSA2B4.1

Isolat SSA2B4.1 memberikan aktivitas enzim kitinase terbesar pada fermentasi selama 2 hari sedangkan isolat SSD2A7.1 memberikan aktivitas enzim kitinase terbesar pada fermentasi selama 6 hari. Setelah mengetahui aktivitas enzim kitinase dari isolat SSA2B4.1 dan SSD2A7.1 dilakukan pengujian aktivitas enzim kitinase dengan suasana pH buffer yang bervariasi pada nilai pH 2-12 dan pada rentang suhu 20oC-80oC dan diperoleh hasil sebagi berikut : Tabel 3. pH optimum dan suhu optimum enzim kitinase dari isolat SSA2B4.1 dan isolat SSD2A7.1 No. Kode isolat pH Optimum Suhu Optimum (oC) 1 2 SSA2B4.1 SSD2A7.1 4-6 6-8 70 70

Hasil pengujian terhadap adanya logam-logam dan senyawa pengkelat logam terhadap aktivitas enzim memberikan hasil bahwa enzim kitinase dari kedua isolat tersebut bukan termasuk metaloenzim. Hasil pengujian stabilitas enzim terhadap senyawa denaturan menunjukkan enzim dari kedua isolat tersebut sangat tahan terhadap senyawa denaturan. Selain itu dari hasil uji sifat termostabil dari enzim kitinolitik yang berasal dari isolat SSD2A7.1 dan SSA2B4.1 pada suhu 70oC,

14

80oC dan 90oC diperoleh aktivitas enzim yang relatif stabil setelah mengalami pemanasan selama 1-5 jam. Enzim kitinase dari isolat SSD2A7.1 memiliki ketahanan panas selama 5 (lima) jam pada pemanasan 70oC, 80oC dan 90oC pada pH 6,0; serta pemanasan 80oC pada pH 8,0. Sedangkan enzim kitinase dari isolat SSA2B4.1 mampu tahan selama 5 jam pada suhu 70oC pH 6,0 dan 8,0.

Berdasarkan sifat kestabilan yang dimiliki mengindikasikan bahwa kitinase dari isolat SSD2A7.1 adalah kitinase dengan sifat unik. C. Identifikasi isolat bakteri 1. Pewarnaan Gram Christian Gram adalah seorang ahli bakteriologi Denmark yang menemukan suatu pewarnaan bertingkat, yang dinamakan pewarnaan Gram. Pewarnaan Gram dilakukan untuk menentukan jenis Gram bakteri dan bentuk bakteri yang diamati dengan menggunakan mikroskop. Dalam pewarnaan Gram bakteri dibedakan menjadi 2 kelompok, yakni bakteri Gram positif dan Gram negatif. Bakteri Gram positif berwarna ungu atau biru di bawah mikroskop yang disebabkan kompleks warna kristal violet-iodium tetap dipertahankan meskipun diberi larutan pemucat. Sedangkan bakteri Gram negatif berwarna merah atau merah muda karena kompleks warna tersebut larut ketika diberikan larutan pemucat dan kemudian mengambil zat warna kedua yang berwarna merah.

15

Tabel 4. Tahapan pewarnaan Gram Zat warna Kristal violet Larutan lugol Larutan pemucat Safranin Gram positif Ungu Ungu Ungu Ungu Gram negatif Ungu Ungu Tidak berwarna Merah

Perbedaan hasil dalam pewarnaan tersebut disebabkan perbedaan struktur dinding sel dan komposisi dinding sel dari kedua kelompok bakteri tersebut, karena kemampuannya membedakan suatu kelompok bakteri tertentu dengan kelompok lainnya, pewarnaan Gram juga disebut pewarnaan diferensial (Waluyo, 2008).

Gambar 6. Perbedaan dinding sel bakteri Gram negatif dan Gram positif (Anonimd, 2009).

16

2. Uji biokimia Mikroorganisme tumbuh dan berkembangbiak dengan menggunakan berbagai bahan yang terdapat di lingkungannya. Zat hara yang terdapat di lingkungan sekelilingnya terdiri dari molekul sederhana seperti H2S dan NH4+, atau molekul organik yang kompleks seperti protein dan polisakarida. Mikroba mengoksidasikan zat hara ini untuk memperoleh energi dan senyawa pemula untuk sintesis dinding sel, membran dan flagela. Penggunaan zat hara tergantung aktivitas metabolisme mikroba. Metabolisme seringkali menghasilkan hasil sampingan yang dapat digunakan untuk identifikasi mikroorganisme. Untuk mengidentifikasi suatu mikrorganisme dilakukan uji biokimia untuk mengetahui aktivitas metabolisme mikroorganisme. Uji biokimia ini mencakup uji fermentasi karbohidrat, uji hidrolisis pati, uji methyl red, uji Voges-Proskauer , uji oksidase, uji katalase, uji indol, uji sitrat, uji pencairan gelatin, uji urease, uji hidrogen sulfida (H2S), uji selulase dan uji protease. Pengamatan aktivitas metabolisme diketahui dari kemampuan mikroorganisme untuk menggunakan dan menguraikan molekul yang kompleks seperti pati dan protein. Selain itu pengamatan juga dilakukan pada molekul yang sederhana seperti sakarida. Hasil dari berbagai uji ini digunakan untuk pencirian dan identifikasi mikroorganisme (Lay, 1994).

17

a. Uji fermentasi karbohidrat. Kemampuan memfermentasikan berbagai karbohidrat dan produk

fermentasi yang dihasilkan merupakan ciri yang sangat berguna dalam identifikasi mikroorganisme. Hasil akhir fermentasi karbohidrat ditentukan oleh sifat mikroba, media biakan yang digunakan serta faktor lingkungan, antara lain suhu dan pH. Media fermentasi harus mengandung senyawa yang dapat dioksidasikan dan

difermentasikan oleh mikroorganisme. Untuk menentukan adanya fermentasi karbohidrat, di laboratorium digunakan media kaldu karbohidrat dan media MR-VP (Methyl Red-Voges Proskauer). Kaldu karbohidrat yang digunakan mengandung 0,5-1% karbohidrat. Karbohidrat yang sering dipakai adalah glukosa, sukrosa, laktosa, manitol dan maltosa. Selain karbohidrat ke dalam media ditambahkan juga ekstrak daging dan pepton sebagai sumber nitrogen, vitamin dan mineral. Bakteri yang ditumbuhkan dalam media biakan cair karbohidrat, akan mengalami fermentasi dan menghasilkan asam. Asam yang dihasilkan akan menurunkan pH media biakan. Untuk mendeteksi ada tidaknya penurunan pH maka digunakan indikator. Indikator yang sering digunakan ialah merah fenol, brom kresol ungu atau brom timol biru. Bila terjadi penurunan pH maka akan terjadi perubahan warna menjadi warna kuning. Pada pH diatas 7 merah fenol berwarna merah dan brom kresol ungu berwarna ungu sedangkan brom timol biru berwarna biru.

18

Kaldu karbohidrat selain digunakan untuk uji pembentukan asam juga digunakan untuk uji pembentukan gas. Pembentukan gas dapat ditentukan dengan menggunakan tabung Smith atau tabung Durham. Tabung Smith digunakan bila jumlah dan macam gas yang dihasilkan harus ditentukan, sedangkan tabung Durham digunakan bila hanya ingin mengetahui ada tidaknya gas yang terbentuk tanpa harus mengetahui jumlah gas yang terbentuk dan jenis gas yang terbentuk. Bila terbentuk gas, maka gas akan masuk ke dalam tabung Durham dan mendesak cairan dalam tabung Durham. Gas yang terbentuk terlihat sebagai gelembung udara yang terperangkap dalam tabung Durham. Setelah diinkubasi diamati perubahan warna dan pembentukan gas dalam tabung Durham. Hal ini dapat menjadi tanda senyawa apa yang difermentasikan dan dapat menjadi dasar acuan dalam identifikasi bakteri (Lay, 1994). Berdasarkan hasil fermentasi karbohidrat bakteri dapat dikelompokkan menjadi 5 kelompok yaitu : 1. Bakteri asam laktat (BAL) homofermentatif yang hanya mampu menghasilkan asam laktat, dengan hasil uji berupa warna media berubah menjadi warna kuning atau lebih kuning dari warna tabung kontrol dan tidak terbentuk gas pada tabung Durham. 2. Bakteri asam laktat (BAL) heterofermentatif yang mampu menghasilkan asam laktat, etil alkohol, serta gas CO2, dengan hasil uji berupa warna media berubah menjadi warna kuning atau lebih kuning dari warna tabung kontrol dan terbentuk gas pada tabung Durham.

19

3. Bakteri aseton, butil alkohol yang mampu menghasilkan aseton, butil alkohol, asam butirat, isopropil alkohol, asam asetat, asam format serta gas CO2 dan H2, dengan hasil uji berupa warna media tidak berubah dan terbentuk gas dalam tabung Durham (Lay, 1994). 4. Bakteri coli-aerogeneses tifoid yang mampu menghasilkan 2,3 butana diol, asam format, asam asetat, asam suksinat, etil alkohol serta gas CO2 dan H2, dengan hasil uji berupa warna media berubah menjadi warna kuning atau lebih kuning dari warna tabung kontrol dan terbentuk gas pada tabung Durham, namun pada uji VP memberikan hasil uji positif dan uji MR memberikan hasil uji yang bervariasi (tergantung genus dan spesies bakteri). 5. Bakteri asam propionat yang mampu menghasilkan asam propionat, asam asetat dan CO2, dengan hasil uji berupa warna media berubah menjadi warna kuning atau lebih kuning dari warna tabung kontrol dan terbentuk gas pada tabung Durham, namun pada uji MR memberikan hasil uji positif dan uji VP memberikan hasil uji yang bervariasi (tergantung genus dan spesies bakteri) (Pelczar et al., 1998).

b. Uji methyl red Uji methyl red (MR) dilakukan untuk mengetahui apakah bakteri dapat membentuk asam campuran dan asam yang sedemikian banyaknya sehingga dapat mengubah indikator metil merah menjadi merah. Beberapa jenis bakteri dapat

20

membentuk asam tetapi tidak cukup banyak untuk dapat mengubah warna indikator. Bakteri seperti Escherichia coli dapat memberikan hasil pengujian positif karena dapat menurunkan pH sampai di bawah 5,0. Sebaliknya Klebsiella aerogenes mengadakan dekarboksilasi dan kondensasi asam piruvat untuk membentuk asetilmetilkarbinol, sehingga pH meningkat, dan bila ditambahkan metil merah warnanya menjadi kuning, yang berarti hasil pengujian negatif. Pengujian seharusnya jangan dilakukan sebelum biakan berumur dua hari pada suhu 37oC atau tiga hari pada suhu 30oC. Metil merah berwarna merah pada lingkungan dengan pH 4,4 dan berwarna kuning dalam lingkungan dengan pH 6.2.

6,2 E. aerogenes 5,1 E. coli 4,4

pH 6,2 kuning pH 5,1 kuning Kemerahan pH 4,4 merah perubahan warna MR

Gambar 7. Perubahan warna indikator MR pada bakteri Escherichia coli dan

Klebsiella aerogenes.

Uji ini sangat berguna dalam membedakan beberapa kelompok bakteri yang mampu memfermentasikan karbohidrat menjadi asam campuran, gas dan menentukkan kisaran pH asam yang dihasilkan dari fermentasi karbohidrat dan mengidentifikasi kelompok bakteri yang menempati saluran pencernaan (Lay, 1994).

21

c. Uji Voges-Proskauer Uji Voges-Proskauer digunakan untuk membedakan antara organisme yang menghasilkan asam dalam jumlah yang besar dan yang menghasilkan nonasidik atau produk netral seperti asetilmetilkarbinol (asetoin) dari hasil metabolisme glukosa. Produk netral ini membuat bakteri dapat memfermentasi karbohidrat dalam jumlah yang besar. Adanya kandungan asetoin yang diproduksi dalam larutan ditandai dengan perubahan warna larutan dari kuning menjadi merah muda hingga merah tua. Staphylococcus aureus dapat memproduksi asetoin sebagai hasil fermentasi glukosa yang membedakannya dengan Staphylococcus lainnya. Uji ini juga digunakan untuk mengidentifikasi mikroorganisme yang dapat memfermentasikan karbohidrat menjadi 2,3-butanadiol sebagai produk utama, dan akan terjadi penumpukan bahan tersebut dalam media pertumbuhan. Penambahan 40% KOH dan 5% larutan -naftol dalam etanol dapat menentukan adanya asetoin (asetilmetilkarbinol) yakni suatu senyawa awal dalam sintesis

2,3-butanadiol. Pada penambahan KOH, adanya asetoin ditunjukkan oleh perubahan warna kaldu menjadi merah muda. Perubahan warna ini diperjelas dengan penambahan larutan -naphtol. Perubahan warna kaldu biakan lebih jelas pada bagian yang berhubungan dengan udara, karena sebagian 2,3-butanadiol dioksidasikan kembali menjadi asetoin sehingga memperjelas hasil reaksi.

22

Berdasarkan hal tersebut maka tabung yang berisi kaldu dikocok sehingga berbuih, kemudian dibuka tutup tabungnya dan dimiringkan di atas meja. Uji Voges-Proskauer merupakan uji tidak langsung untuk mengetahui adanya 2,3-butanadiol karena dalam uji ini yang terdeteksi adalah pembentukan asetoin. Namun karena asetoin merupakan senyawa awal dalam pembentukan 2,3-butanadiol dan selalu diperoleh secara serentak, sehingga uji Voges-Proskauer dapat digunakan untuk menentukan adanya 2,3-butanadiol (Lay, 1994). d. Uji katalase Setiap bakteri mempunyai suatu enzim yang tergolong flavoprotein yang dapat bereaksi dengan oksigen membentuk senyawa-senyawa beracun yaitu hidrogen peroksida (H2O2) dan suatu radikal bebas yaitu superoksida (O2-*) sebagai berikut : Flavoprotein H2O2 + O2-* Bakteri yang bersifat aerobik dan bersifat anaerobik aerotoleran mempunyai enzim katalase yang dapat memecah H2O2 dan enzim superoksida dismutase yang memecah radikal bebas tersebut. 2 O2-* + 2H+ H2O2 H2O2 + O2(g) H2O + O2 (g)

Bakteri yang bersifat anaerobik fakultatif juga mempunyai enzim superoksida dismutase, tetapi tidak mempunyai enzim katalase, melainkan mempunyai enzim peroksidase yang mengatalisis reaksi antara H2O2 dengan

23

senyawa organik, menghasilkan senyawa yang tidak beracun. Reaksinya adalah sebagai berikut : H2O2 + senyawa organik senyawa organik teroksidasi + H2O

Bakteri yang bersifat anaerobik obligat tidak mempunyai enzim superoksida dismutase maupun katalase. Oleh karena itu, oksigen merupakan racun bagi bakteri tersebut karena senyawa yang terbentuk dari reaksi flavoprotein dengan oksigen yaitu H2O2 dan suatu radikal bebas yaitu O2-*. Jenis bakteri ini akan memberikan hasil uji katalase negatif (Fardiaz, 1992). Katalase adalah enzim yang mengatalisis penguraian hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O dan O2. Hidrogen peroksida bersifat toksik terhadap sel karena bahan ini dapat menginaktivasikan beberapa jenis enzim dalam sel. Hidrogen peroksida terbentuk sewaktu metabolisme aerob, sehingga

mikroorganisme yang tumbuh dalam lingkungan aerob harus menguraikan bahan toksik tersebut. Katalase merupakan salah satu enzim yang digunakan mikroorganisme untuk menguraikan hidrogen peroksida, enzim lainnya yang dapat menguraikan hidrogen peroksida adalah peroksidase. Pada penguraian hidrogen peroksida oleh peroksidase tidak dihasilkan gas atau gelembung oksigen. Penentuan adanya katalase diuji dengan larutan 3% H2O2 pada koloni terpisah. Pada bakteri yang bersifat katalase-positif terlihat pembentukan gelembung udara sekitar koloni.

24

Uji katalase berguna dalam identifikasi kelompok bakteri aerobik dan anaerobik aerotoleran dengan bakteri anaerobik fakultatif. Pada bakteri bentuk kokus, uji katalase digunakan untuk membedakan Staphylococcus dan Streptococcus. Kelompok Streptococcus bersifat katalase-negatif, sedangkan Staphylococcus bersifat katalase-positif. e. Uji oksidase Transport elektron sering disebut juga sistem rantai respirasi atau sistem oksidasi terminal. Transport elektron berlangsung pada krista (membran dalam) dalam mitokondria. Molekul yang berperan penting dalam reaksi ini adalah NADH dan FADH2, yang dihasilkan dari siklus Krebs. Selain itu, molekul lain yang juga berperan adalah molekul oksigen (O2), koenzim Q (Ubiquinone), sitokrom b, sitokrom c, dan sitokrom a atau sitokrom oksidase. Pertama-tama, NADH dan FADH2 mengalami oksidasi, dan elektron berenergi tinggi yang berasal dari reaksi oksidasi ini ditransfer ke koenzim Q. Energi yang dihasilkan ketika NADH dan FADH2 melepaskan elektronnya cukup besar untuk menyatukan ADP dan fosfat anorganik menjadi ATP. Kemudian koenzim Q dioksidasi oleh sitokrom b. Selain melepaskan elektron, koenzim Q juga melepaskan 2 ion H+. Setelah itu sitokrom b dioksidasi oleh sitokrom c. Energi yang dihasilkan dari proses oksidasi sitokrom b oleh sitokrom c juga menghasilkan cukup energi untuk menyatukan ADP dan fosfat anorganik menjadi ATP, kemudian sitokrom c mereduksi sitokrom a.

25

Pada keadaan aerobik atau pada mikroorganisme yang bersifat aerobik, jenis sitokrom a yang dimiliki adalah sitokrom aa3 atau sitokrom oksidase. Pada tahap selanjutnya sitokrom oskidase ini kemudian akan dioksidasi oleh sebuah atom oksigen yang merupakan zat yang paling elektronegatif dalam rantai

tersebut, dan merupakan akseptor elektron terakhir.

Gambar 8. Transport elektron pada respirasi anaerob (kiri) dan Transport elektron pada respirasi aerob (kanan). Setelah menerima elektron dari sitokrom oksidase, oksigen tersebut kemudian bergabung dengan ion H+ yang dihasilkan dari oksidasi koenzim Q oleh sitokrom b membentuk air (H2O). Oksidasi yang terakhir ini menghasilkan energi yang cukup besar untuk dapat menyatukan ADP dan gugus fosfat anorganik

26

menjadi ATP. Jadi, secara keseluruhan ada tiga tempat pada Transport elektron yang menghasilkan ATP (Jakubowski,. 2008). Uji oksidase berfungsi untuk menentukan adanya sitokrom oksidase yang dapat ditemukan pada mikroorganisme tertentu. Mikroorganisme aerobik dan anaerobik fakultatif memiliki enzim sitokrom oksidase dan oksigen sebagai akseptor elektronnya sehingga dalam uji ini akan memberikan hasil uji positif yang ditunjukkan dengan perubahan warna koloni bakteri menjadi hitam dalam waktu 30 menit setelah penambahan reagen uji. Perubahan warna ini disebabkan sitokrom oksidase mengoksidasikan larytan reagen. Pada mikroorganisme anaerobik obligat akan memberikan hasil uji negatif yang ditandai dengan tidak terjadi peruabahn warna (Lay, 1994). f. Uji reduksi nitrat Dalam keadaan kekurangan oksigen atau pada mikroorganisme yang bersifat anaerob dan tidak memiliki enzim sitokrom oksidase (sitokrom aa3), maka mikroorganisme akan menggunakan molekul bukan oksigen sebagai akseptor elektron terakhir. Nitrat (NO3-) digunakan oleh mikroorganisme tertentu sebagai akseptor elektron terakhir dengan cara mereduksi nitrat menjadi nitrit (NO2-). Beberapa mikroorganisme mereduksikan nitrit menjadi gas nitrogen (N2). NO3- + 2e- + 2 H+ 2NO2- + 7e- + 8 H+ NO2- + H2O N2(g) + 4 H2O

27

Kemampuan mereduksi nitrat dapat digunakan sebagai ciri dalam identifikasi bakteri Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa mampu menggunakan nitrat sebagai akseptor elektron terakhir. E. coli mereduksikan nitrat menjadi nitrit sedangkan P. aeruginosa mampu mereduksikannnya lebih lanjut menjadi N2. Sebaliknya Straphylococcus epidermis tidak dapat menggunakan nitrat sebagai akseptor elektron terakhir. Uji nitrat dilakukan dengan menumbuhkan mikroorganisme dalam kaldu nutrien yang mengandung 0,5 % KNO3 dan dilengkapi tabung Durham. Setelah masa inkubasi, diamati pembentukan gas dalam tabung Durham dan keberadaan nitrit dalam media biakan. Gas yang terperangkap dalam tabung Durham merupakan campuran gas N2 dan CO2. Gas N2 berasal dari penguraian sempurna nitrat sedangkan CO2 merupakan produk respirasi anaerobik. Keberadaan nitrit dalam media dapat diuji dengan penambahan asam sulfanilat dan -naftilamin yang akan bereaksi dengan nitrit yang ditunjukkan dengan perubahan warna media menjadi merah atau merah muda (Lay, 1994). g. Uji indol Asam amino triptofan merupakan komponen asam amino yang lazim terdapat pada protein, sehingga asam amino ini dengan mudah dapat digunakan oleh mikroorganisme akibat penguraian protein. Bakteri menguraikan triptofan membentuk asam piruvat yang kemudian dapat digunakan sebagai sumber energinya. Bakteri tertentu seperti Escherichia coli triptofan sebagai sumber karbon. mampu menggunakan

28

O CH2 CH C NH2 N H triptofan indol OH triptofanase H2O N H HO asam piruvat O

H3C

C C

+
O

NH 3 amoniak

H3C C N H N(CH3)2 indol

+
N H N H N(CH3)2

H2O

p-dimetil amino benzaldehida (reagen kovac)

rosindol (berwarna merah)

Gambar 9. Hidrolisis triptofan dan uji indol (Lay, 1994). Pembentukan indol dari triptofan oleh mikroorganisme dapat diketahui dengan menumbuhkannya dalam media biakan yang kaya dengan triptofan (Lay, 1994). Untuk uji ini biasanya dipakai kaldu tripton (1%) karena medium ini mengandung banyak triptofan. Triptofan biasanya diberikan dalam bentuk tripton yang merupakan suatu polipeptida yang kaya dengan residu triptofan (Lay,1992). Medium untuk uji pembentukan indol dapat digunakan medium tripton cair atau hidrolisat kasein. Penumpukan indol dalam media biakan dapat diketahui dengan penambahan berbagai reagen yaitu reagen Gnezda, reagen Kovacs, reagen Ehrlich, reagen Salkowski, dan reagen Coles dan Onslow. Masing-masing reagen menunjukan hasil yang berbeda jika terbentuk indol. Untuk media biakan semi

29

padat, terbentuknya indol ditandai dengan terbentuknya senyawa yang tidak larut dalam air dan berwarna merah pada permukaan medium, sedangkan untuk medium tripton cair juga menghasilkan hasil uji positif terbentuknya indol yang berbeda-beda, yakni tergantung pada jenis reagen yang digunakan. Pada pengujian dengan reagen Gnezda, terbentuknya indol ditandai dengan terbentuknya kristal asam oksalat yang berwarna merah muda. Pada pengujian dengan reagen Kovacs, terbentuknya indol ditandai dengan terbentuknya warna merah pada lapisan larutan reagen. Pada pengujian dengan reagen Erhlich, terbentuknya indol ditandai dengan terbentuknya warna merah ungu dibawah lapisan eter. Pada pengujian dengan reagen Salkowski, terbentuknya indol ditandai dengan terbentuknya warna merah pada media, sedangkan Pada pengujian dengan reagen Coles dan Onslow, terbentuknya indol ditandai dengan terbentuknya warna merah ungu pada kapas penutup tabung reaksi (Waluyo, 2008). Triptofan merupakan suatu asam amino dengan gugus indol. Bakteri tertentu mampu menghasilkan enzim triptofanase yang mengkatalisis penguraian gugus indol dari triptofan. Dalam media biakan, indol menumpuk sebagai bahan buangan, sedangkan bagian lainnya dari molekul triptofan seperti asam piruvat dapat digunakan sebagai sumber energi melalui siklus asam sitrat, sedangkan amonium (NH4+) dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan zat hara mikroorganisme.

30

h. Uji hidrogen sulfida ( H2S) Banyak protein kaya akan asam amino sistein dan metionin. Asam amino ini dihasilkan saat protein dihidrolisiskan untuk memenuhi kebutuhan zat hara mikroorganisme. Pembentukan asam sulfida (H2S) oleh mikroorganisme menunjukan adanya penguraian asam amino yang mengandung sulfur. Mikroorganisme yang tumbuh akan menghasilkan enzim desulfurase saat dibiakkan dalam media yang kaya dengan asam amino yang mengandung H2S. Fe2+ yang terdapat dalam media biakan bereaksi dengan H2S dan menghasilkan senyawa FeS yang berwarna hitam dan tidak larut air.

H H2N

O OH

HS C C C H H OH sistein

desulfurase sistein

H2S

H3C

C C

NH3

hidrogen sulfida

asam piruvat

amoniak

H2S

FeSO 4 ferro sulfat

FeS ferro sulfida

+ H2SO 4
asam sulfat

Gambar 10. Penguraian sistein oleh enzim desulfurase (Lay, 1994). Produksi H2 S dapat terlihat dengan menggunakan media yang

mengandung polipeptida dan kaya asam amino yang mengandung sulfur dan ion Fe2+. Dalam hal ini dapat digunakan media TSIA (Triple Sugar Iron Agar). Pada media ini H2S akan bereaksi dengan Fe menjadi FeS yang berwarna hitam.

31

Jika medium yang digunakan adalah lead asetat agar maka H2S bereaksi dengan Pb menjadi PbS yang berwarna hitam. Media TSIA digunakan terutama untuk mengidentifikasi bakteri Gram negatif. Media ini mengandung 3 macam gula yaitu glukosa, laktosa, sukrosa, indikator merah fenol dan FeSO4 untuk memperlihatkan pembentukan H2S yang ditunjukan dengan terbentunya endapan hitam. Konsentrasi glukosa adalah 1/10 dari konsentrasi laktosa atau sukrosa agar fermentasi glukosa saja yang dapat terlihat. Reaksi dibaca setelah 24-48 jam (Lay, 1994). i. Uji sitrat Uji sitrat digunakan untuk melihat kemampuan mikroorganisme menggunakan sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon dan energi. Untuk uji ini digunakan medium Simmons citrate agar yang merupakan medium sintetik dengan trinatrium sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon, amonium (NH4+) sebagai sumber nitrogen dan brom timol biru sebagai indikator pH. Bila

mikroorganisme mampu menggunakan sitrat, maka asam akan dihilangkan dari medium biakan, sehingga menyebabkan peningkatan pH dan mengubah warna medium dari hijau menjadi biru. Perubahan warna dari hijau menjadi biru menunjukkan bahwa mikroorganisme mampu menggunakan sitrat sebagai satusatunya sumber karbon, sedangkan pada medium sitrat koser kemampuan menggunakan sitrat ditunjukkan oleh kekeruhan yang menandakan adanya pertumbuhan mikroba.

32

O H2C HO C H2C ONa O ONa O ONa CH 2 sitrat sintase HO C CH 2


sitrat

O OO OO Oion natrium

3 Na

trinatrium sitrat

NH 4H2PO 4
amonium dihidrogen fosfat

NH 4

H2PO 4dihidrogen posfat

amonium

Na+ + H2PO4-

NaH2PO4 natrium dihidrogen fosfat

Gambar 11. Penggunaan sitrat oleh bakteri. Penanaman dalam medium Simmons citrate agar (SCA) dimaksudkan untuk mengetahui apakah senyawa sitrat dapat dipakai sebagai satu-satunya sumber karbon bagi mikorganisme. Dalam medium ini digunakan trinatrium sitrat sebagai sumber karbon. Bila trinatrium sitrat ini dapat diuraikan maka amonium dihidrogenfosfat turut teruraikan dan akan melepaskan NH4+ sehingga menyebabkan medium menjadi alkalis, dan indikator brom timol biru berubah dari hijau menjadi biru (Gupte, 1990). j. Uji pencairan gelatin Gelatin adalah protein yang diperoleh ketika proses merebus tulang rawan atau jaringan ikat hewan lainnya. Protein ini bila didinginkan membentuk gel. Beberapa mikroorganisme tertentu mampu menghasilkan enzim gelatinase yang dapat menguraikan molekul gelatin menjadi peptida-peptida kecil penyusun gelatin tersebut, sehingga peptida-peptida yang dihasilkan dari proses penguraian

33

tersebut dapat digunakan sebagai zat hara. Hidrolisis gelatin oleh mikroorganisme dikatalisasikan oleh enzim gelatinase. Gelatin yang telah dicerna oleh mikroba tidak dapat membentuk gel dan akan berwujud cair. Gelatin peptida-peptida kecil

Kemampuan untuk mencernakan gelatin dapat digunakan dalam pencirian mikroorganisme, contohnya Serratia marcescens yang dapat mencairkan gelatin dapat dibedakan dari Klebsiella pneumonia atau Escherichia coli yang tidak dapat mencairkan gelatin. Hidrolisis gelatin dapat pula digunakan untuk mengetahui sifat patogen galur mikroorganisme karena seringkali dikaitkan dengan produksi enzim untuk menguraikan bahan pengikat jaringan untuk memudahkan penyebaran organisme. Uji gelatin di laboratorium digunakan dengan cara menusukkan

mikroorganisme yang diuji ke dalam media semi padat yang mengandung kaldu nutrien dan gelatin. Media ini diinkubasi dan diamati kemampuan

mikroorganisme mencairkan gelatin. Pada suhu 35oC gelatin dapat mencair bila diinokulasi dengan mikroorganisme yang mampu mencairkan gelatin. Gelatin yang mencair setelah masa inkubasi, dimasukkan dalam lemari es selama 30 menit untuk mengetahui kemampuan mikrorganisme mencairkan gelatin. Bila mikroorganisme mampu mencerna gelatin, maka media semi padat gelatin tetap berwujud cair setelah dikeluarkan dari lemari es, namun jika media semi padat

34

gelatin membeku kembali setelah dikeluarkan dari lemari es maka di inkubasi selama 1 minggu pada suhu yang sama. k. Uji hidrolisis pati Pati tersusun dari unitunit glukosa yang dihubungkan oleh ikatan 1,4glikosida, walaupun rantai ini mempunyai banyak percabangan karena adanya ikatan 1,6glikosida. Polimer pati terdiri atas 2 jenis yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa terdapat dalam pati sekitar 20% dan terdiri atas unit glukosa yang berkisar 50-300 unit yang membentuk rantai lurus yang berikatan pada atom karbon nomor 1 dan nomor 4 atau disebut ikatan 1,4 (Gambar 12.a). Dalam larutan, rantai ini membentuk heliks (spiral) karena adanya ikatan dengan konfigurasi pada setiap unit glukosa. Bentuk ini terdiri dari enam unit glukosa perputaran heliks, yang menyebabkan amilosa membentuk kompleks dengan bermacam-macam molekul kecil yang dapat masuk ke dalam kumparannya. Warna biru tua atau biru kehitaman yang diberikan pada penambahan iod pada pati adalah contoh pembentukan kompleks tersebut. Sedangkan amilopektin memiliki struktur yang bercabang. Sekalipun setiap molekul dapat mempunyai 300-500 unit glukosa, rantai dengan ikatan 1,4 hanya terdapat rata-rata sepanjang 25-30 unit glukosa. Rantai demikian mempunyai percabangan melalui ikatan 1,6 (Gambar 12.b). Karena strukturnya yang banyak bercabang sehingga pati dapat mengembang dan membentuk koloid dalam air (Hart, 1983).

35

CH2OH O OH OH O

CH2OH O OH
OH

CH2OH O O OH OH O

CH2OH O OH
OH

1,4 - glikosidik

Gambar 12.a. Struktur molekul amilosa

CH2OH O OH OH O

CH2OH O OH
OH

1,6 - glikosidik 1,4 - glikosidik


O CH2OH O O
OH

O CH2OH O OH OH O CH2 OH

CH2OH O O OH
OH

OH OH

Gambar 12.b. Struktur molekul amilopektin Enzim -amilase (EC.3.2.1.1, -1,4-D-glukan glukanohidrolase,

endoamilase) merupakan enzim yang menghidrolisis ikatan -1,4-glikosidik dari pati dan maltodekstrin secara acak pada bagian dalam molekul polisakarida (Ballschmiter et al., 2006). Terdapat tiga jenis enzim amilolitik yaitu -amilase, -amilase, dan glukoamilase. Pada hidrolisis pati, enzim yang berperan adalah -amilase yang bekerja memutuskan ikatan dengan konfigurasi pada pati. Hidrolisis pati oleh enzim -amilase terbagi dalam dua jalur, yaitu hidrolisis amilosa dan hidrolisis amilopektin.

36

Menurut Suhartono (1989) hidrolisis amilosa oleh -amilase terjadi melalui dua tahap. Tahap pertama adalah penguraian amilosa menjadi maltosa dan maltotriosa yang terjadi secara acak. Penguraian ini terjadi secara cepat yang diikuti dengan menurunnya viskositas dengan cepat. Tahapan kedua berlangsung relatif lambat, dengan pembentukan glukosa dan maltosa sebagai hasil akhir. Tahap I : amilosa

maltosa + maltotriosa

Gambar 13.a. Penguraian amilosa menjadi maltosa dan maltotriosa Tahap II : maltotriosa maltosa

maltosa + glukosa glukosa + glukosa

Gambar 13.b. Pembentukkan glukosa dan maltosa dari maltosa dan maltotriosa

37

Hidrolisis amilopektin oleh -amilase menghasilkan glukosa, maltosa dan berbagai jenis -limit dekstrin yang merupakan oligosakarida yang terdiri dari empat atau lebih residu gula yang mengandung ikatan -1,6 glikosidik.
Amilopektin

glukosa + maltosa + oligosakarida (gula > 4, ikatan -1,6 glikosidik)

Gambar 14. Hidrolisis amilopektin oleh -amilase.

Hasil hidrolisis pati oleh enzim -amilase yang berasal dari bakteri yang berbeda akan menghasilkan produk akhir yang berbeda pula. Bakteri jenis Bacillus amyloliquefaciens dan Bacillus subtilis menghasilkan produk akhir berupa maltosa, glukosa dan maltooligosakarida. Bacillus licheniformis

menghasilkan maltosa, maltotriosa dan maltopentosa. Streptomyces hygroscopicus dan Thermoactinomyces vulgaris menghasilkan maltosa. Acinetobacter sp menghasilkan maltosa dan maltotriosa (Suhartono, 1989).

38

Daerah kerja enzim -amilase pada amilosa dan amilopektin yang terdapat pada pati dapat dilihat pada Gambar berikut :

Amilosa

Amilopektin

Gambar 15. Daerah kerja enzim -amilase pada amilosa dan amilopektin (Suhartono, 1989). Pada uji hidrolisis pati, mikroorganisme ditumbuhkan pada media yang mengandung nutrien dan pati. Mikroorganisme yang mampu membentuk amilase dalam media yang mengandung zat pati, akan menghidrolisis pati yang ada pada medium uji sehingga terbentuk zona bening di sekitar daerah pertumbuhan mikroorganisme dan diberi beberapa tetes iodium, bila medium masih mengandung pati maka akan tampak warna biru kehitaman di sekitar pertumbuhan bakteri, namun bila pati terhidrolisis, maka daerah-daerah yang tidak mengandung pati lagi akan tampak jernih (Lay, 1994). l. Uji selulase Selulosa adalah polimer tak bercabang dari glukosa yang dihubungkan melalui ikatan 1,4- glikosida. Molekul lurus dengan unit glukosa rata-rata sebanyak 5000 ini beragregasi membentuk fibril yang terikat melalui ikatan

39

hidrogen di antara gugus hidroksil pada rantai di sebelahnya. Serat selulosa yang mempunyai kekuatan fisik yang tinggi terbentuk dari fibril-fibril ini tergulung seperti spiral dengan arah-arah yang berlawanan menurut satu sumbu (Hart, 1983).

Gambar 16. Struktur selulosa (Murray et al., 2003). Enzim selulase merupakan enzim inducible, yaitu enzim yang dihasilkan sebagai respon terhadap jenis makanan yang terdapat di dalam lingkungan pertumbuhan organisme penghasilnya. Enzim ini merupakan suatu kompleks enzim yang bekerja bersama-sama atau bertahap dalam menguraikan selulosa menjadi unit glukosa (Kim et al., 1995). Kompleks enzim selulase mempunyai tiga komponen utama yang bekerja bersama-sama atau bertahap dalam menguraikan selulosa menjadi unit glukosa, yaitu : 1. Endo-selulase yang memotong ikatan bagian dalam struktur kristal dari selulosa dan mengeluarkan unit selulosa dari rantai polisakarida. 2. Ekso-selulase yang memotong 2-4 unit selulosa dari rantai akhir hasil

produksi endo-selulase dan menghasilkan tetrasakarida atau disakarida seperti selobiosa.

40

3. Selobiose atau -glukosidase yang menghidrolisis produk dari ekso-selulase menjadi monosakarida.

Gambar 17. Mekanisme kerja enzim selulase. Tiga jenis reaksi yang dikatalisis oleh selulase : 1). Memotong interaksi nonkovalen dalam bentuk ikatan hidrogen yang ada dalam struktur kristal selulosa oleh enzim endo-selulase, 2). Hidrolisis serat selulosa menjadi sakarida yang lebih sederhana oleh ekso-selulase, 3). Hidrolisis disakarida dan tetrasakarida menjadi glukosa oleh enzim -glukosidase (Anonimc. 2009). Uji selulase bertujuan untuk mengidentifikasi mikroba yang dapat mencerna selulosa menjadi sakarida yang lebih sederhana seperti khamir jenis
Cryptococcus sp, beberapa golongan fungi yaitu Trichoderma, Penicillium,

Aspergillus dan Sporotrichium ((Mandels et al., (1985); Hoffman et al., (1985); Brown et al., (1987); Lakshmikant et al., (1990); Erikkson et al., (1983) dalam Immanuel et al., (2007)) dan beberapa golongan bakteri yaitu Pseudomonas,

41

Cellulomonas, Bacillus, Micrococcus, Cellovibrio dan Sporosphytophaga ((Nakamura et al., (1982); Immanuel et al., (2006) dalam Immanuel et al., (2007)). Uji positif ditandai dengan tumbuhnya mikroba pada media luria agar (LA) yang mengandung karboksimetilselulosa dan membentuk zona bening di sekitar daerah inokulasi mikroba pada media (Lay, 1994). m. Uji protease Bakteri proteolitik adalah bakteri yang mampu menghasilkan enzim proteinase ekstraseluler, yaitu enzim pemecah protein yang diproduksi di dalam sel kemudian dilepaskan keluar dari sel. Semua bakteri mempunyai enzim protease di dalam sel, tetapi tidak semua bakteri mempunyai enzim protease ekstraseluler. Bakteri proteolitik dapat digolongkan menjadi beberapa kelompok yaitu : 1. Bakteri aerobik atau anaerobik, tidak membentuk spora, misalnya Pseudomonas dan Proteus. 2. Bakteri aerobik atau anaerobik, membentuk spora, misalnya Bacillus. 3. Bakteri anaerobik pembentuk spora, misalnya sebagian spesies

Clostridium (Fardiaz, 1992). Protease ekstraseluler lebih dikenal dengan nama enzim proteolitik atau protease yang merupakan enzim yang dapat menghidrolisis protein menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana seperti peptida-peptida kecil dan asam amino. Oleh karena yang dipecah adalah rantai peptida, maka enzim tersebut

42

dinamakan juga peptidase. Berdasarkan cara pemotongan ikatan peptida, enzim peptidase dapat dibagi menjadi eksopeptidase dan endopeptidase (Mubarik et al., 2000). Eksopeptidase bekerja pada kedua ujung molekul protein, yang terdiri dari dua jenis enzim yaitu karboksipeptidase dan amino peptidase (Naiola et al., (2007). Karboksipeptidase dapat melepaskan asam amino yang memiliki gugus COOH bebas pada ujung molekul protein sedangkan amino peptidase dapat melepaskan asam amino pada ujung lainnya yang memiliki gugus NH2 bebas.
O HO C H C R NH O C ...................................... HN O C C R amino peptidase karboksi peptidase NH2

Gambar 18. Hidrolisis protein oleh enzim eksopeptidase (Poedjiadi, 1994). Sedangkan enzim endopeptidase memecah protein pada tempat-tempat tertentu dalam molekul protein dan biasanya tidak mempengaruhi gugus yang terletak di ujung molekul protein. Endopeptidase bekerja spesifik memutuskan ikatan peptida pada asam amino tertentu dalam molekul protein, seperti : 1. Tripsin memutuskan ikatan peptida setelah asam amino arginin dan lisin dan bekerja optimum pada pH 8. 2. Kimotripsin memutuskan ikatan peptida setelah asam amino fenilalanin, triptofan, tirosin dan bekerja lambat pemutusan ikatan peptida setelah asam amino asparagin, histidin, metionin dan lesin. Bekerja optimum pada pH 8.

43

3. Elastase memotong setelah asam amino alanin, glisin, serin dan valin. 4. Thermolisin memotong sebelum asam amino isoleusin, metionin, fenilalanin, triptofan, tirosin dan valin, selain itu juga dapat memotong setelah asam amino alanin, aspartan, histidin dan treonin. 5. Pepsin memotong sebelum asam amino leusin, fenilalanin, triptofan, dan tirosin. Bekerja optimum pada pH 2. 6. Endopeptidase V8 memotong setelah asam glutamat dan bekerja optimum pada pH 8 (Anonima, 2009). Uji protease bertujuan untuk mengidentifikasi mikroba yang dapat menghasilkan enzim protease atau mikroba yang dapat menghidrolisis protein menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana seperti peptida-peptida kecil dan dari peptida-peptida kecil menjadi asam amino, seperti bakteri golongan Actinomycetes, Bacillus, Pseudomonas, Clostridium dan Proteus serta jamur jenis Phanerochaete chrysosporium (Akhdiya, 2003; Anonima, 2009; Martina et al., 2003). Uji positif ditandai dengan tumbuhnya mikroba pada media luria agar (LA) yang mengandung susu skim dan membentuk zona bening di sekitar daerah inokulasi mikroba pada media (Akhdiya, 2003). n. Uji urease Urease merupakan salah satu bentuk enzim yang berperan dalam proses perkecambahan. Enzim urease memiliki substrat spesifik yaitu urea. Enzim ini dapat mengkatalis reaksi pemecahan urea yang bersifat patogen dalam sel

44

tumbuhan menjadi amonia dan CO2. Urease ditemukan terutama dalam kuantitas besar pada jackbean dan kedelai juga terdapat pada beberapa jaringan hewan dan pencernaan mikroorganisme. Urease ditemukan pada berbagai macam organisme seperti bakteri, jamur dan tumbuhan tingkat tinggi. Urease pada lingkungan berperan dalam jalur sistem transportasi nitrogen. (NH2)2CO

CO2 + 2NH3

Reaksi enzimatis yang melibatkan enzim urease tergolong ke dalam reaksi hidrolisa dimana aktivitasnya dipengaruhi oleh adanya air. Uji urease atau uji hidrolisis urea digunakan untuk mengidentifikasi kelompok Proteus dari patogen-patogen gram negatif lainnya. Salah satu ciri khas Proteus ialah kemampuannya menghasilkan enzim urease yang dapat melepaskan amoniak dari molekul urea. Ciri ini tidak dimiliki oleh bakteri lain yang mungkin dikelirukan dengan Proteus. Medium yang digunakan dalam uji ini adalah kaldu urea yang merupakan larutan ekstrak khamir dan urea yang diberi larutan penyangga. Medium tersebut juga mengandung merah fenol sebagai indikator pH. Bila mikroba yang diidentifikasi menghasilkan urease, maka amonia yang dilepaskan ke dalam medium akan menaikan pH. Bila pH menjadi makin tinggi maka merah fenol akan berubah warna dari kuning menjadi merah keunguan (Hadioetomo, 1985).

45

F. Impelementasi pada bidang pendidikan Materi pelajaran kimia kini telah mulai diajarkan pada peserta didik sejak di Sekolah Menengah Pertama (SMP), namun belum diajarkan dalam bentuk suatu mata pelajaran tersendiri, tetapi masih digabungkan dengan mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) lainnya seperti fisika dan biologi yang dikenal dengan mata pelajaran Sains atau IPA terpadu. Mata pelajaran kimia mulai diajarkan dalam bentuk suatu mata pelajaran tersendiri pada peserta didik di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA). Pusat Kurikulum BALITBANG DEPDIKNAS (2007) mendefinisikan IPA sebagai pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum (universal), dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen. Merujuk pada pengertian IPA tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA meliputi empat unsur utama yaitu: 1. Sikap: rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar; IPA bersifat open ended; 2. Proses: prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah; metode ilmiah meliputi penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen atau percobaan, evaluasi, pengukuran, dan penarikan kesimpulan; 3. Produk: berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum; 4. Aplikasi: penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan seharihari.

46

Keempat unsur itu merupakan ciri IPA yang utuh yang sebenarnya tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dalam proses pembelajaran IPA keempat unsur itu diharapkan dapat muncul, sehingga peserta didik dapat mengalami proses pembelajaran secara utuh, memahami fenomena alam melalui kegiatan pemecahan masalah, metode ilmiah, dan meniru cara ilmuwan bekerja dalam menemukan fakta baru. Kimia merupakan ilmu yang termasuk rumpun IPA, oleh karenanya kimia mempunyai karakteristik sama dengan IPA. Karakeristik tersebut adalah objek ilmu kimia, cara memperoleh dan kegunaannya. Kimia adalah ilmu yang mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana gejala-gejala alam yang berkaitan dengan komposisi, struktur dan sifat, perubahan, dinamika, dan energetika zat. Oleh Sebab itu mata pelajaran kimia mempelajari segala sesuatu tentang zat yang meliputi komposisi, struktur dan sifat, perubahan, dinamika dan energetika zat yang melibatkan keterampilan dan penalaran. Ada dua hal yang berkaitan dengan kimia yang tidak terpisahkan, yaitu kimia sebagai produk (pengetahuan kimia yang berupa fakta, konsep, prinsip, hukum dan teori) temuan ilmuan dan kimia sebagai proses (kerja ilmiah). Oleh sebab itu, pembelajaran kimia dan penilaian hasil belajar kimia harus memperhatikan karakteristik ilmu kimia dan penilaian hasil belajar kimia harus memperhatikan karakteristik ilmu kimia sebagai proses dan produk Mata pelajaran Kimia perlu diajarkan untuk tujuan yang lebih khusus yaitu membekali peserta didik pengetahuan, pemahaman dan sejumlah kemampuan

47

yang dipersyaratkan untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tujuan mata pelajaran Kimia dicapai oleh peserta didik melalui berbagai pendekatan, antara lain pendekatan induktif dalam bentuk proses inkuiri ilmiah pada tataran inkuiri terbuka. Proses inkuiri ilmiah bertujuan menumbuhkan kemampuan berfikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta berkomunikasi sebagai salah satu aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran kimia menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah. Salah satu cara pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah yang dapat dilakukan oleh guru dalam proses pembelajaran IPA terpadu atau Sains untuk jenjang pendidikan SMP maupun mata pelajaran kimia untuk jenjang pendidikan SMA adalah dengan mengadakan praktikum yang berhubungan dengan materi pelajaran yang diajarkan. Guru dapat memperkaya khasanah pengetahuan dalam pembelajaran IPA terpadu atau Sains di SMP maupun mata pelajaran kimia di SMA, salah satunya melalui hasil-hasil penelitian yang berhubungan dengan materi pelajaran yang akan diajarkan, misalnya hasil penelitian karakterisasi sifat biokimia hasil penapisan isolat bakteri kitinolitik yang dapat diimplementasikan pada beberapa

48

materi pembelajaran IPA terpadu atau Sains di SMP dan mata pelajaran kimia di SMA. Deskripsi implementasi hasil penelitian karakterisasi sifat biokimia hasil penapisan isolat bakteri kitinolitik, pada bidang pendidikan dapat disajikan pada Tabel 5 berikut. No. 1. Jenjang Pendidikan SMP Mata Materi Pelajaran Pembelajaran IPA Terpadu 1. Asam dan Basa (sains) Kimia 2. Katalis Kelas/ Semester VII/1 Alokasi Waktu 4 x 40 Menit (2 Kali Pertemuan) 2 x 45 Menit (1 Kali Pertemuan) 10 x 45 Menit (5 Kali Pertemuan) 4 x 45 Menit (2 Kali Pertemuan) 8 x 45 Menit (4 Kali Pertemuan) 2 x 45 Menit (1 Kali Pertemuan) XII/2 2 x 45 Menit (1 Kali Pertemuan)

2.

SMA

XI/1

3. Reaksi Redoks

X/2

4. Asam dan Basa

XII/1

5. Karbohidrat 6. Protein

XI/2 XII/2

49

You might also like