You are on page 1of 30

http://ireyogya.org/sutoro/komunatarianisme_demokrasi_lokal.

pdf

Komunitarianisme Demokrasi Lokal


Sutoro Eko Pemilihan kepala desa (pilkades) konon dianggap sebagai arena demokrasi yang paling nyata di desa. Dalam pilkades terjadi kompetisi yang bebas, partisipasi masyarakat, pemilihan secara langsung dengan prinsip one man one vote. Tetapi dalam banyak desa, pilkades yang berlangsung secara demokratis sering harus dibayar dengan risiko politik yang mahal. Kekerasan meledak ketika kubu calon kades yang kalah melampiaskan kekecewaannya. Buntutnya adalah dendam pribadi yang terus dibawa, serta permusuhan (perang dingin) antarpendukung yang sebenarnya mereka saling bertetangga. Sudah empat tahun saya menjabat kades tapi belum bisa mengakhiri dendam dan permusuhan. Lawan saya itu sekarang ingin melampiaskan dendam dengan berusaha masuk menjadi anggota BPD. Untungnya dia gagal, demikian tutur seorang kades kepada saya, tiga bulan silam. Bagaimana kita memahami kasus itu? Apakah demokrasi akan cenderung mengakibatkan permusuhan? Apakah karena pemahaman demokrasi para warga masyarakat yang masih kurang? Atau memang karena model dan praktek demokrasi desa selama ini tidak sesuai dengan kultur lokal? Ada orang yang punya jawaban sementara bahwa kekerasan pasca pilkades terjadi bukan karena risiko dari demokrasi, melainkan karena warga kurang memahami demokrasi. Memang jawaban ini masuk akal. Secara normatif kubu yang menabur kekerasan di atas tidak bisa menjadi the good looser, tidak bisa menerima kekalahan, atau tidak sportif. Kekerasan tentu tidak disebabkan oleh faktor tunggal. Kekerasan tidak disebabkan oleh demokrasi. Demokrasi justru merupakan cara untuk mengatasi kekerasan. Tetapi saya malah ingin menegaskan bahwa wacana dan praktek demokrasi selama ini tidak sesuai dengan kultur lokal atau kebiasaan hidup sehari-hari di desa. Mungkin terlalu naif bila orang desa dipaksa untuk memahami dan mempraktekkan model demokrasi yang tidak berakar pada kultur politik setempat. Liberal vs Komunitarian Demokrasi adalah cara atau seni pergaulan hidup untuk mencapai kebaikan bersama. Banyak orang memahami bahwa prinsip dasar demokrasi adalah kebebasan individu. Saya menolak pandangan ini. Prinsip dasar demokrasi, dalam pandangan saya, adalah mendengarkan dan menghargai orang lain. Jika demokrasi dimaknai sebagai pemerintahan rakyat, maka pemerintah harus banyak mendengarkan suara rakyat dalam mengambil keputusan dan bertindak. Sebagai seni pergaulan hidup demokrasi bisa diwujudkan dalam level prosedural dan kultural. Demokrasi prosedural antara lain terkait dengan mekanisme pembuatan keputusan, penentuan pemimpin, dan artikulasi kepentingan masyarakat. Demokrasi pada 1level kultural terkait dengan budaya atau tatakrama (fatsoen) pergaulan hidup seharihari dalam arena masyarakat sipil. Ini tercermin dalam kultur yang toleran, terbuka, egalitarian, bertanggungjawab, mutual trust, kepedulian warga, kompetensi politik, dan seterusnya. Gagasan demokrasi seperti itu mungkin bisa diterima secara universal. Akan tetapi pemikiran dan penerapan demokrasi prosedural sangat beragam karena dipengaruhi oleh dua tradisi pemikiran: demokrasi liberal vs demokrasi komunitarian. Menurut tradisi liberal, demokrasi prosedural diukur dengan bekerjanya tiga nilai penting: kontestasi (kompetisi), liberalisasi dan partisipasi. Seperti terlihat dalam tabel 1, ketiga

elemen ini berbasis pada individualisme dan semangat kebebasan individu. Secara prosedural kompetisi, liberalisasi dan partisipasi dilembagakan dalam pemilihan dan lembaga perwakilan. Setiap individu bebas berkompetisi memperebutkan jabatanjabatan publik baik eksekutif maupun lembaga perwakilan (legislatif) melalui proses pemilihan. Setiap individu bebas berpartisipasi dalam pemilihan umum, atau menggunakan hak suaranya secara bebas tanpa tekanan, ancaman atau mobilisasi. Prinsip one man one vote sangat dipegang teguh oleh pandangan liberal ini. Di sisi lain, untuk menjamin kebebasan kompetisi dan partisipasi, sangat diperlukan liberalisasi, atau sebuah jaminan hukum atas penggunaan hak-hak politik setiap individu. Artinya setiap orang harus bebas untuk berbicara, berkumpul, berserikat, memperoleh informasi dari pers yang bebas dan lain-lain. Proses pemilihan sebagai sebuah wadah kompetisi dan partisipasi harus berjalan secara bebas dan fair, yang dalam konteks Indonesia dikenal dengan asas luber dan jurdil. Tabel 1 Dua tradisi demokrasi Demokrasi komunitarian lahir sebagai kritik atas demokrasi liberal, karena demokrasi liberal ini dinilai menjadi hegemoni universal yang melakukan penyeragaman praktek demokrasi prosedural di seluruh dunia. Orang di manapun akan mengatakan bahwa demokrasi adalah kebebasan individu, pemilihan secara bebas, dan partisipasi. Jarang sekali orang yang berargumen bahwa demokrasi adalah metode untuk mencapai kebersamaan secara kolektif. Tradisi komunitarian, yang peka terhadap masalah ini, memaknai demokrasi secara partikularistik dengan memperhatikan keragaman budaya, No. Item Liberal Komunitarian 1. Sumber Tradisi liberal ala Barat Komunitarian ala masyarakat lokal 2. Basis Individualisme Kolektivisme 3. Semangat Kebebasan individu Kebersamaan secara kolektif 4. Wadah Lembaga perwakilan, partai politik dan pemilihan umum Komunitas, commune, rapat desa, rembug desa, forum warga, asosiasi sosial, paguyuban, dll 5. Metode Voting secara kompetitif Musyawarah 6. Model Demokrasi perwakilan Demokrasi deliberatif

2 struktur sosial, sistem ekonomi dan sejarah setiap negara. Dua penganut demokrasi komunitarian, Barber (1983) dan Walzer (1984), menyatakan bahwa individualisme liberal cenderung merusak kewarganegaraan dan menafikkan civic virtue. Artinya, semangat individualisme liberal itu tidak mampu memberikan landasan yang kokoh bagi kebebasan dan kesetaraan warga dalam bingkai demokrasi komunitas. Penganut komunitarian yakin bahwa rakyat selalu berada dalam ikatan komunal ketimbang individualistik, karena itu model demokrasi perwakilan cenderung menciptakan alienasi partisipasi publik dan tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar publik. Kaum komunitarian memang menaruh perhatian pada otonomi individu seperti kaum liberal, namun yang ditonjolkan bukan kebebasan individu tetapi penghargaan pada otonomi individu serta pemberian kesempatan pada setiap individu untuk memaksimalkan aktualisasi diri dalam ikatan kolektif. Gagasan demokrasi komunitarian sangat relevan diterapkan pada level komunitas yang kecil (semisal desa) karena kegagalan demokrasi prosedural-liberal mewadahi partisipasi publik. Demokrasi liberal secara konvensional mereduksi praktek demokrasi hanya dalam kerangka pemilihan pemimpin dan lembaga perwakilan, yang diyakini sebagai wadah partisipasi publik. Format demokrasi perwakilan yang didesain itu dilembagakan secara formal melalui peraturan, yang mau tidak mau menimbulkan apa yang disebut oleh Robert Michel sebagai oligarki elite. Segelintir elite yang mengendalikan pemerintahan dan pembuatan keputusan itu umumnya bersikap konservatif dan punya kepentingan sendiri yang tercerabut dari konstituennya, tetapi mereka selalu mengklaim mewakili rakyat banyak. Karena itu, demokrasi komunitarian sebagai pilar self-governing community, hendak mempromosikan partisipasi publik dalam urusan publik, pemerintahan dan pembangunan di level komunitas. Melampaui batasan-batasan formal, demokrasi komunitarian merekomendasikan pentingnya perluasan ruang publik, pengaktifan peran kelompok- kelompok sosial, forum warga, serta jaringan antarkelompok, yang bukan saja untuk keperluan self-help kelompok, tetapi juga sebagai wahana awareness warga, civic engagement dan partisipasi dalam urusan pemerintahan di tingkat komunitas. Elemen-elemen komunitarian yang dinamis inilah yang memungkinkan penyelenggaraan pemerintahan (governance) dan pembuatan keputusan berbasis komunitas (bukan segelintir elite) secara partisipatif serta memungkinkan penggalian potensi dan kreativitas individu dalam ikatan kolektif. Model demokrasi deliberatif merupakan bentuk ekstrem demokrasi prosedural yang dijiwai oleh tradisi komunitarian. Demokrasi deliberatif berbeda dengan demokrasi perwakilan dan demokrasi langsung dalam hal penentuan pemimpin dan mekanisme pembuatan keputusan. Menurut penganjur demokrasi deliberatif, mekanisme penentuan pemimpin dan pembuatan keputusan dilakukan dengan cara partisipasi warga secara langsung, bukan melalui voting atau perwakilan, melainkan melalui dialog, musyawarah dan pengambilan kesepakatan. Model demokrasi seperti ini memungkinkan partisipasi secara luas dan menghindari terjadinya oligarki elite dalam pengambilan keputusan. Demokrasi deliberatif juga menghindari kompetisi individual memperebutkan posisi pemimpin dalam proses pemilihan (voting) langsung, sehingga akan mengurangi juga praktek-praktek teror, kekerasan, money politics, KKN dan seterusnya. 3 Demokrasi Desa Ide dan format demokrasi komunitarian dan liberal sudah lama dikenal dan dipraktekkan dalam konteks kehidupan politik di desa. Sebelum mengenal lembaga-

lembaga perwakilan desa dan pemilihan kepala desa secara langsung, nenek moyang desa sudah menerapkan praktek demokrasi komunitarian model deliberatif. Bentuk yang paling konkret adalah rembug desa dan gotong-royong. Paling tidak demokrasi desa itu dibingkai dengan tiga tata yang dihasilkan dari kontrak sosial masyarakat setempat: tata krama (fatsoen), tata susila (etika) dan tata cara (aturan main) atau rule of law. Tata krama dan tata susila adalah bentuk budaya demokrasi yang mengajarkan toleransi, penghormatan terhadap sesama, kesantunan, kebersamaan, dan lain-lain. Tata cara adalah sebuah mekanisme atau aturan main untuk mengelola pemerintahan, hukum waris, perkawinan, pertanian, pengairan, pembagian tanah, dan lain-lain. Meski nenek moyang desa tidak mengenal secara lateral terhadap demokrasi, tetapi bentuk governance ini telah dipraktekkan dengan baik. Rembug desa merupakan wadah demokrasi deliberatif (permusyawaratan) desa, yang memegang kedaulatan tertinggi di atas kedudukan lurah (eksekutif). Rembug desa, yang mewadahi lurah dan perangkatnya, para tetua desa, tokoh masyarakat dan seluruh kepala keluarga, menjadi tempat bagi rakyat desa membuat keputusan secara langsung dan memilih lurah dengan mekanisme permusyaratan (musyawarah). Basis ekonomi warga masyarakat yang relatif setara memungkinkan proses permusyawaratan (deliberation) berjalan dengan baik tanpa dominasi orang-orang kaya. Akan tetapi rembug desa juga punya dua kelemahan. Pertama, proses deliberasi cenderung didominasi oleh para tetua desa, yang kurang mengakomodasi warga yang muda usia. Dengan kata lain, ketergantungan warga masyarakat terhadap tetua desa sangat tinggi. Kedua, rembug desa adalah wadah kepala keluarga yang kesemuanya kaum laki-laki, sehingga tidak mengakomodasi aspirasi kaum perempuan. Seperti pengalaman demokrasi langsung di Yunani Kuno, tata cara pemerintahan dan pengelolaan publik di desa konon menempatkan kaum perempuan sebagai warga kelas dua yang hanya bekerja di sektor domestik. Karena itu, rembug desa belum menjamin kesetaraan antara tetua dengan pemuda dan antara laki-laki dengan perempuan. Jika rembug desa menjadi arena deliberasi dan pembuatan keputusan yang partisipatif, maka gotong royong adalah arena civic engagement bagi warga desa. Gotong- royong yang dikelola secara otonom menjadi tempat bagi warga secara komunal untuk keperluan self-help baik privat maupun publik, menciptakan solidaritas, kebersamaan dan mutual trust. Tetapi zaman terus bergerak dan berubah. Kehidupan desa semakin kompleks, rumit dan heterogen. Modernisasi dan birokratisasi negara yang tidak manusiawi merasuk ke desa yang justru merusak kearifan demokrasi komunitarian desa. Proses ini dimulai sejak zaman kolonial dan diteruskan oleh negara-bangsa Indonesia modern. Pembangunan desa terus digalakkan. Lembaga-lembaga modern diperkenalkan. Termasuk praktek demokrasi liberal juga dimasukkan ke desa, yaitu dengan praktek pemilihan langsung kepala desa, pembentukan lembaga-lembaga perwakilan rakyat, dan masuknya partai- partai politik ke desa. 4 Modernisasi yang tidak manusiawi justru memperkuat individualisme, merusak tradisi gotong-royong. Bersamaan dengan mengalirnya proyek-proyek pembangunan yang tidak berbasis pada komunitas, gotong-royong dipolitisir oleh tangan-tangan negara. Tangan-tangan negara, seperti Pak Kadus, sangat rajin melakukan mobilisasi warga agar mengikuti gotong-royong di dusunnya untuk menggarap proyek pembangunan, yang mayoritas berupa pembangunan fisik. Berbeda dengan tradisi sambatan, gotong-royong justru menjadi arena pemaksaan warga. Jika warga tidak berangkat gotong-royong dianggap wong ora lumrah atau pengkhianat pembangunan sehingga patut dikucilkan.

Pak Kades juga senang sekali mempolitisasi gotong royong sebagai indikator swadaya masyarakat, yang notabene diuangkan dalam struktur APBDES. Kata teman saya, Bambang Hudayana, praktek menguangkan gotong royong ini namanya pemerasan yang tidak manusiawi. Di tempat lain model demokrasi liberal diterapkan secara seragam oleh negara yang diformalkan melalui peraturan, baik undang-undang maupun peraturan daerah. Bentuk konkretnya adalah pemilihan kepala desa secara langsung dan pelembagaan perwakilan seperti Lembaga Musyawarah Desa (LMD) dan yang sekarang adalah Badan Perwakilan Desa. Sampai saat ini pemilihan langsung dianggap oleh banyak orang sebagai indikator demokrasi yang paling gampang dan sahih. Pokoknya semua unsur pamong desa harus dipilih langsung supaya lebih demokratis dan aspiratif, demikian pendapat umum yang saya temukan di berbagai desa tempat kami belajar. Orang tidak pernah berpikir secara jernih, mendalam dan penuh kebajikan, bahwa demokrasi bukan sekadar pemilihan. Orang desa hampir tidak pernah berkaca dan menyelesaikan persoalan, mengapa setiap pemilihan langsung menimbulkan teror, perpecahan, fragmentasi, konflik, politik uang, KKN dan seterusnya. Orang mestinya berpikir bahwa demokrasi secara substantif adalah metode politik yang dialogis dan partisipatif untuk mengatasi persoalan bersama dan mencapai tujuan bersama. Pemilihan kepala desa sangat menarik untuk dicermati. Pilkades dianggap sebagai arena demokrasi dan sekaligus sebagai arena pergolakan politik paling seru di desa, karena melibatkan kompetisi aktor-aktor politik dan mobilisasi massa besar-besaran. Kemenangan seorang kandidat kades atau kompetitor sangat ditentukan oleh dukungan suara individu dalam proses pemilihan, tetapi dukungan itu tidak bisa lepas dari basis komunal, baik yang terkait dengan kekerabatan (keluarga), teman dan baru tetangga. Kekerabatan (trah) semakin tampak dan solid bila salah satu anggotanya tampil menjadi calon kades. Energi akan mereka kerahkan untuk memberikan dukungan calon kades itu. Tetapi kohesivitas ketetanggaan atau pertemanan bisa pecah karena proses pilkades. Sekarang Anda bayangkan dalam sebuah desa, ada calon A dari dusun I, B dari dusun II dan C dari dusun III, yang berkompetisi dalam pilkades. Kekuatan ketiga calon relatif seimbang, tetapi yang paling seru bersaing adalah calon A dan B. Pendukung A adalah para kerabat yang tidak hanya tinggal di dusun I, tetapi juga dusun II dan III. Demikian juga calon B, yang mempunyai pendukung (kerabat) di dusun I dan III. Peta politik sebenarnya sudah bisa dilihat sejak awal. Calon B punya kerabat (pendukung) P, Q dan R yang bertetangga dengan calon A. P, Q dan R punya tetangga (teman) X, Y dan Z yang berhasil disusupkan ke barisan pendukung A. Dari ucapannya X, Y dan Z adalah pendukung A, tetapi sebenarnya mereka adalah pendukung B. 5 Apa yang terjadi dari peta politik itu? Yang jelas kompetisi A dan B sangat seru. Hubungan ketetanggaan antara A dengan P, Q dan R sudah mulai retak sebelum pilkades digelar. Kompetisi politik merembet ke pertikaian pribadi. Tetapi calon A sangat optimis bakal menang, antara lain karena didukung oleh sayap kader yang luas dan persediaan dana yang cukup. X, Y dan Z (yang sebenarnya merupakan pendukung B) diyakini A sebagai kader yang baik. Namun, sehari sebelum pilkades dimulai, diketahui bahwa X, Y dan Z ternyata kader B yang disusupkan. Hari pilkades datang juga. Kompetisi seru. Calon A yang semula sangat optimis ternyata kalah melawan B. Pasca pemilihan, para pendukung A melakukan tindak kekerasan karena kecewa. X, Y dan Z dijadikan sasaran pertama kali. Rumah mereka dirusak dan mereka luka-luka. Sampai sekarang A beserta kubunya masih menggelar perang dingin dengan para tetangganya: P, Q, dan R serta X, Y dan Z.

Selain problem relasi sosial itu, uang juga menjadi masalah tersendiri dalam pilkades, apalagi di desa-desa yang sangat basah. Setiap calon kades pasti mengeluarkan uang yang tidak sedikit. Minimal, sekitar dua bulan penuh, calon kades harus mengeluarkan biaya operasional untuk jamuan, uang makan, rokok, bensin, bayar dukun, dan lainlain. Biaya operasional ini dianggap sebagai kewajaran, yang ternyata secara diamdiam dimanfaatkan oleh warga desa. Banyak warga yang bertandang ke rumah calon kades, yang ternyata hanya untuk cari rokok dan makan. Ini riil. Kalau ada calon kades yang tidak melakukan open house bisa dipastikan dia akan gagal. Bentuk uang lainnya yang kotor adalah praktek politik uang yang dikeluarkan oleh calon kades untuk membeli suara pemilih. Politik uang ini bukan peristiwa asing lagi karena terjadi di banyak tempat, yang sering mengikuti peristiwa pemilihan. Karena uang memegang peran penting dalam pilkades, maka sekarang banyak kades yang menolak peraturan yang membatasi jabatan kades hanya lima 5 tahun, sebab masa yang pendek ini belum cukup untuk memulihkan modal uang yang dikeluarkan. Perpecahan antarwarga, konflik, dan politik uang akan cenderung muncul dalam pilkades, meski tidak semua desa di Indonesia akan mengalaminya. Tetapi apa kalau ketiga problem itu hanya muncul di beberapa desa akan dibiarkan begitu saja? Tentu saja tidak. Kalau mau ditangani bagaimana caranya? Cara yang paling ekstrem, menurut saya, adalah menggantikan model demokrasi liberal menjadi model demokrasi deliberatif atau demokrasi komunitarian. Gampangnya, kepala desa tidak lagi dipilih secara langsung tetapi dihasilkan melalui proses dialog publik dan rembug desa yang panjang. Usulan itu tentu ditentang banyak orang dan tidak akan diterima. Lebih banyak orang yang setuju kalau kepala desa dipilih secara langsung. Warga desa sendiri akan memilih model liberal ini. Tetapi mereka tidak pernah mendialogkan secara partisipatif bagaimana mengatasi masalah-masalah seputar pilkades. Kalau ada masalah biasanya mereka lari ke polisi atau tentara. Jika usulan saya tadi ditolak, saya masih punya cadangan usulan lain. Proses deliberasi bisa dilakukan tanpa merubah model pilkades secara langsung. Ruang publik melalui dialog bisa diperluas untuk mengimbangi proses demokrasi prosedural yang hanya terbatas pada pilkades. Untuk mengantisipasi dan mengatasi problem konfliktual dalam pilkades, seluruh elemen desa bisa menggelar kontrak sosial untuk merumuskan traktat bersama yang disepakati dan ditaati oleh warga. Pembuatan traktat bersama ini selain sebagai arena learning democracy by doing juga akan menghasilkan aturan main yang bisa digunakan untuk mengatasi konflik, 6 kekerasan, dan politik uang dalam pilkades. Tetapi susah juga memulai kontrak sosial itu. Soalnya orang desa sudah terbiasa dikerangkeng oleh pragmatisme, konservatisme, harmoni, patuh secara lateral pada peraturan, dan lain-lain. Revitalisasi Melalui Modal Sosial Problem pilkades yang rumit di atas semakin diperumit dengan problem partisipasi masyarakat, sebagai elemen penting demokrasi desa. Selama ini ada tiga kecenderungan umum partisipasi masyarakat. Pertama, para elite desa, terutama kepala desa, memahami partisipasi sebagai bentuk dukungan masyarakat terhadap kebijakan. Ini artinya partisipasi bukan dalam pengertian keterlibatan warga secara otonom, melainkan mobilisasi peran serta masyarakat dalam implementasi kebijakan. Kedua, partisipasi dalam proses pembuatan keputusan merupakan domain elite desa yang duduk dalam lembaga perwakilan. Secara empirik, segelintir elite itu merumuskan kebijakan desa sendiri, kurang berbasis pada kebutuhan komunitas, dan dari segi proses kurang didukung oleh dialog atau konsultasi publik. Ketiga, awareness warga

desa terhadap persoalan partisipasi sangat lemah. Umumnya mereka mempercayakan dan menyerahkan urusan partisipasi kepada pemuka masyarakat. Bagaimanapun partisipasi publik merupakan elemen paling krusial dalam membangun demokrasi komunitarian di level desa. Upaya membangun partisipasi ini bisa diletakkan dalam kerangka modal sosial, yang menurut saya, merupakan basis demokrasi komunitarian. Secara konkret modal sosial bisa berbentuk institusi lokal atau kelompok- kelompok sosial horisontal yang selama ini sangat bervariasi dimiliki oleh warga desa. Di desa ada RT, arisan, yasinan, kelompok tani, kelompok kesenian, kelompok pengrajin dan lain-lain. Dalam prakteknya berbagai institusi lokal itu terjebak dalam rutinitas dan lebih banyak digunakan untuk keperluan self-help maupun basis ketahanan sosial masyarakat setempat, dan sedikit-banyak untuk membangun mutual trust antar anggota kelompok. RT, misalnya, secara konvensional digunakan sebagai arena untuk mobilisasi warga mengikuti gotong royong dalam proyek pembangunan fisik. Hampir tidak pernah RT digunakan untuk membicarakan secara kritis masalah pelayanan publik, anggaran desa, kinerja pemerintah desa dan BPD, penanganan konflik, dan sebagainya. Karena itu, tantangan ke depan adalah, bagaimana merevitalisasi modal sosial yang bisa berfungsi sebagai basis partisipasi publik, sebagai arena warga meningkatkan awareness pada persoalan pemerintahan, dan sebagai wadah kontrol masyarakat terhadap pemerintah.

http://id.wikipedia.org/wiki/Komunitarianisme#Artikelartikel_tentang_komunitarianisme

Komunitarianisme
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Belum Diperiksa

Komunitarianisme sebagai sebuah kelompok yang terkait, namun berbeda filsafatnya, mulai muncul pada akhir abad ke-20, menentang aspek-aspek dari liberalisme, kapitalisme dan sosialisme sementara menganjurkan fenomena seperti masyarakat sipil. Komunitarianisme tidak dengan sendirinya memushi liberalisme in dalam pengertian katanya di Amerika saat ini, namun penekanannya berbeda. Paham ini mengalihkan pusat perhatian kepada komunitas dan masyarakat serta menjauhi individu. Masalah prioritas, entah pada individu atau komunitas seringkali dampaknya paling terasa dalam masalah-masalah etis yang paling mendesak, seperti misalnya pemeliharaan kesehatan, aborsi, multikulturalisme, dan hasutan.
Daftar isi [sembunyikan] 1 Terminologi 2 Komunitarianisme filosofis

3 Komunitarianisme ideologis 3.1 Filsafat komunitarian 3.1.1 Modal sosial 3.1.2 Hak-hak positif 3.2 Perbandingan dengan filsafatfilsafat politik lainnya 3.2.1 Libertarianisme 3.2.2 Otoritaritarianisme 3.3 Gerakan komunitarian 3.3.1 Pengaruh di Amerika Serikat 4 Komunitarianisme filosofis 5 Lihat pula 5.1 Penulis 5.1.1 Teoretikus awal 5.1.2 Tokoh masa kini 5.2 Konsep 6 Pranala luar 6.1 Organisasi komunitarian 6.2 Penentang 6.3 Artikel-artikel tentang komunitarianisme

[sunting]

Terminologi
Meskipun istilah komunitarianisme berasal dari abad ke- 20, kata ini berasal dari istilah komunitarian tahun 1840-an, yang diciptakan oleh Goodwyn Barmby untuk merujuk kepada orang yang menjadi anggota atau penganjur dari suatu masyarakat yang komunalis. Penggunaan istilah ini di masa modern mendefinisikan ulang pengertian aslinya. Banyak penganjur komunitarian yang menelusuri filsafat mereka kepada para pemikir yang lebih awal. Istilahnya sendiri pada dasarnya digunakan dalam tiga pengertian: 1) Komunitarianisme filosofis menganggap liberalisme klasik secara ontologis dan epistemologis tidak koheren, dan menentangnya dengan alas an-alasan tersebut. Berbeda dengan liberalisme klasik, yang

memahami bahwa komunitias berasal dari tindakan sukarela individuindividu dari masa pra-komunitas, komunitarianisme menekankan peranan komunitas dalam mendefinisikan dan membentuk individu. Kaum komunitarian percaya bahwa nilai komunitas tidak cukup diakui dalam teori-teori liberal tentang keadilan. 2) Komunitarianisme ideologis adalah sebuah ideologi tengah yang radikal, yang menekankan komunitas, dan kadang-kadang ditandai oleh paham kirinya dalam masalah-masalah ekonomi dan konservatisme dalam masalah-masalah sosial. Penggunaan istilah ini diciptakan barubaru ini. Bila istilahnya menggunakan huruf besar, maka kata ini biasanya merujuk kepada gerakan Komunitarian Responsif dari Amitai Etzioni dan para filsuf lainnya. 3) Hukum komunitarian, juga dikenal sebagai acquis communautaire, merujuk kepada seluruh kumpulan hukum yang diakumulasikan dalam organisasi-organisasi supra nasional seperti misalnya Uni Eropa. [sunting]

Komunitarianisme filosofis
Para filsuf komunitarian terutama prihatin dengan masalah-masalah ontologis dan epistemologis, jadi berbeda dengan masalah-masalah kebijakan. Tanggapan komunitarian terhadap buku John Rawls, A Theory of Justice mencerminkan ketidakpuasan terhadap citra yang disajikan Rawls tentang manusia sebagai individu yang atomistik. Meskipun Rawls memungkinkan ruang untuk belas kasih (benevolence), misalnya, ia memandanganya semata-mata sebagai salah satu dari banyak nilai yang ada di dalam kepala seseorang. Kaum komunitarian mengklaim nilai-nilai dan keyakinan yang ada di ranah publik, di mana perdebatan berlangsung. mereka mengatakanb Paulus menjadi seorang individu berarti mengambil sikap dalam masalah-masalah yang beredar di ranah publik. Misalnya, di Amerika Serikat perdebatan tentang politik senjata api, ada sejumlah sikap yang harus diambil, namun semua sikap ini pertama-tama mempradugakan keberadaan suatu perdebatan politik senjata api; ini adalah suatu pengertian di mana komunitas ada sebelum individualisme. Demikian pula, baik tradisi-tradisi linguistik maupun non-linguistik

dikomunikasikan kepada anak-anak dan menjadi latar belakang bagi perumusan dan pemahaman keyakinan individu. Ketergantungan individu terhadap anggota-anggota komunitas biasanya dimaksudkan bersifat deskriptif. Ini tidak berarti bahwa individu harus menerima keyakinan-keyakinan mayoritas, seperti misalnya keyakinan historis bahwa perbudakan dapat diterima, ia harus melakukannya dengan alasan-alasan yang masuk akal di dalam komunitas yang bersangkutan (misalnya, alasan-alasan keagamaan Kristen, alasan-alasan yang berasal dari konsepsi Pencerahan tentang hak-hak asasi manusia) dan bukan semata-mata alasan lama manapun. Dalam pengertian ini, penolakan terhadap suatu keyakinan mayoritas mengandalkan tradisi yang mendalam dari keyakinan-keyakinan mayoritas lainnya. Namun demikian, pengertian yang sebaliknya, pengertian terobosan yang, seperti misalnya astronomi Kepler atau Galileo, dikembangkan oleh seorang individu dalam arah yang berlawanan dengan 'keyakinankeyakinan mayoritasyang tradisional', yang hingga saat itu tidak pernah dibahas dalam literatur komunitarian. Para penulis berikut ini mempunyai kecenderungan-kecenderungan komunitarian dalam pengertian filsafati, namun semuanya telah berusaha keras untuk menjauhkan diri dari ideology politik yang dikenal sebagai komunitarianisme, yang dibahas lebih jauh di bawah ini. Michael Sandel -- Liberalism and the Limits of Justice Charles Taylor -- Sources of the Self Alasdair MacIntyre -- After Virtue Michael Walzer -- Spheres of Justice Christos Yannaras seorang filsuf dan teolog Yunani yang gagasannya cenderung pada komunitarianisme dari perspektif teologis dan ontologis. [sunting]

Komunitarianisme ideologis
[sunting]

Filsafat komunitarian
[sunting]

Modal sosial

Mulai pada akhir abad ke-20, banyak penulis mulai mengamati kemerosotan dalam jaringan sosial di Amerika Serikat. Dalam bukunya Bowling Alone, Robert Putnam mengamati bahwa hampir setiap bentuk organisasi sipil telah mengalmai penurunan dalam jumlah keanggotaan yang diperlihatkan oleh kenyataan bahwa, meskipun lebih banyak orang yang bermain boling daripada pada tahun 1950-an, jumlah liga boling yang ada makin berkurang. Hasil dari penurunan dalam "modal sosial" ini, yang digambarkan oleh Putnam sebagi "nilai kolektif dari semua 'jaringan sosial' dan kecenderungan-kecenderungan yang muncul dari jaringan-jaringan ini untuk melakukan sesuatu untuk sesama". Menurut Putnam dan para pengikutnya, modal sosial adalah sebuah komponen penting dalam pembangunan dan pemeliharaan demokrasi. Kaum komunitarian berusaha untuk meningkatkan modal sosial dan lembaga-lembaga masyarakat sipil. Responsive Communitarian Platform menggambarkannya demikian: "Banyak tujuan sosial... membutuhkan kemitraan antara kelompokkelompok publik dan privat. Meskipun tidak berusaha menggantikan komunitas-komunitas lokal, pemerintah mungkin perlu memberdayakannya melalui strategi-strategi dukungan, termasuk pembagian penghasilan dan bantuan teknis. Ada kebutuhan besar untuk studi dan percobaan dengan penggunaan struktur-struktur masyarakat sipil dan kerja sama publik-swasta, secara kreatif khususnya dalam hal-hal yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan, pendidikan dan pelayanan sosial." [sunting]

Hak-hak positif
Yang utama bagi filsafat dari banyak kaum komunitarian adalah konsep tentang hak-hak positif; artinya, hak-hak atau jaminan-jaminan untuk hal-hal tertentu. Hak-hak tersebut mencakup antara lain pendidikan gratis, perumahan yang terjangkau, lingkungan hidup yang aman dan bersih, pemeliharaan kesehatan yang universal, jaringan pengaman social, atau bahkan hak untuk mendapatkan pekerjaan. Untuk mencapai tujuan-tujuan ini, biasanya mereka mendukung programprogram pengaman sosial, pendidikan umum yang gratis, program-

program pekerjaan publik, dan hokum-hukum yang membatasi hal-hal seperti pencemaran lingkungan dan pengendalian senjata api. Suatu keberatan yang lazim dikemukakan ialah bahwa dengan memberikan hak-hak seperti itu, mereka melanggar hak-hak negatif warga negara; artinya hak-hak untuk "tidak" mengalami sesuatu. Misalnya, mengambil uang dalam bentuk pajak untuk membiayai program-program seperti itu seperti yang dilukiskan di atas membuat individu tidak memiliki properti. Para penganjur hak-hak positif menjawab bahwa tanpa masyarakat, individu tidak akan memiliki hak "apapun", jadi wajarlah bila mereka harus memberikan kembali kepada masyarakat. Lebih jauh mereka berpendapat bahwa tanpa hak-hak positif, hak-hak negatif dijadikan tidak relevan. Misalnya, apakah artinya hak untuk memiliki pers bebas di dalam suatu masyarakat yang memiliki tingkat melek huruf 15 %? Selain itu, sehubungan dengan pajak, kaum komunitarian "memahami hal ini bukan terutama dalam arti dimanfaatkan demi tujuan-tujuan orang lain, melainkan lebih sebagai cara untuk menyumbang demi tujuan-tujuan komunitas yang saya anggap sebagai tujuan-tujuan saya sendiri" (Sandel, Liberalism and the Limits of Justice, 143). Alternatifnya, sebagian orang mengakui bahwa hak-hak negatif dapat dilanggar oleh tindakan pemerintah, namun mengatakan bahwa hal itu dapat dibenarkan bila hak-hak positif yang dilindungi mengalahkan hak-hak negatif yang dilangar. Para komentator lainnya, tidak harus kaum komunitarian, berpendapat bahwa "hak-hak negatif" sendiri identik dengan hak-hak positif dalam praktik, karena hak untuk tidak mengalami sesuatu menyiratkan hak untuk dilindungi dari orang-orang yang mungkin akan melakukan sesuatu atas diri kita - dan perlindungan ini pada dasarnya sama dengan suatu hak positif. Apa yang dimaksud dengan hak alamiah adalah hal yang diperdebatkan dalam politik modern; misalnya, apakah pemeliharaan kesehatan yang universal dapat dianggap sebagai hak sejak lahir, ataukah seberapa jauh pemerintah dapat bertindak untuk melinungi lingkungan hidup. [sunting]

Perbandingan dengan filsafat-filsafat politik

lainnya
Templat:Titik masuk ideologi politikKomunitarianisme tidak dapat digolongkan kiri atau kanan, dan memang banyak yang mengklaim bahwa paham ini mewakili golongan tengah radikal. Kaum liberal di Amerika atau kaum demokrat sosial di Eropa pada umumnya menganut posisi komunitarian dalam masalah-masalah yang berkaitan dengan ekonomi, seperti misalnya kebutuhan akan perlindungan lingkungan hidup dan pendidikan publik, tetapi tidak untuk masalah-masalah budaya. Kaum komunitarian dan konservatif pada umumnya sepakat dalam masalah-masalah budaya, seperti misalnya dukungan untuk pendidikan watak dan program-program yang berbasis keagamaan, namun kaum komunitarian tidak menganut paham kapitalisme laissezfaire yang umumnya dianut oleh kaum konservatif. [sunting]

Libertarianisme
Komunitarianisme dan libertarianisme menekankan nilai-nilai dan kepedulian yang berbeda. Libertarianisme adalah sebuah filsafat individualis, dengan fokus yang kuat pada hak-hak warga negara dalam demokrasi. Kaum komunitarian percaya bahwa kepedulian ini terlalu banyak diperhatikan, dan mengatakan bahwa "mengusahakan kepentingan-kepentingan pribadi semata-mata akan merusakkan jaringan lingkungan sosial yang kepadanya kita semua tergantung, dan hal itu akan merusakkan pengalaman bersama kita dalam pemerintahan diri sendiri (self-government) yang demokratis." Mereka percaya bahwa hak-hak harus disertai dengan tanggung jawab sosial dan pemeliharaan lembaga-lembaga masyarakat sipil, kalau hak-hak itu ingin dipertahankan, namun kaum libertarian percaya bahwa aksi-aksi pemerintah untuk mempromosikan tujuan-tujuan ini sesungguhnya menyebabkan hilangnya kebebasan pribadi. Selain itu, kaum libertarian menolak upaya-upaya komunitarian untuk memajukan pendidikan watak dan inisiatif-inisiatif yang dikembangkan oleh pihak-pihak agama, dengan megnatakan bahwa pemerintah tidak punya urusan untuk terlibat dalam apa yang mereka anggap sebagai rekayasa sosial. [sunting]

Otoritaritarianisme

Ada orang yang mengatakan bahwa fokus komunitarianisme terhadap kohesi sosial membangkitkan persamaan dengan komunisme atau otoritarianisme, tetapi ada perbedaan-perbedaan yang mendasar antara komunitarianisme dan otoritarianisme. Pemerintahan yang otoriter seringkali memerintah dengan kekerasan, disertai dengan pembatasan-pembatasan yang ketat terhadap kebebasan pribadi, hak-hak politik dan sipil. Pemerintahan yang otoriter terang-terangan menunjukkan peranannya sebagai panglima. Masyarakat sipil dan demokrasi biasanya bukanlah ciri-ciri rezim yang otoriter . Kaum komunitarian, sebaliknya, menekankan penggunaan organisasi non pemerintah untuk mencapai tujuan-tujuannya. [sunting]

Gerakan komunitarian
Gerakan komunitarian modern pertama kali diutarakan oleh Responsive Communitarian Platform, yang ditulis di Amerika Serikat oleh sebuah kelompok etikus, aktivis, dan ilmuwan sosial termasuk Amitai Etzioni, Mary Ann Glendon, dan William Galston. Communitarian Network, yang didirikan pada 1993 oleh Amitai Etzioni, adalah kelompok yang paling terkenal yang menganjurkan komunitarianisme. Sebuah kelompok pemikir yang disebut Institute for Communitarian Policy Studies juga dipimpin oleh Etzioni. Suara-suara lain dalam komunitarianisme termasuk Don Eberly, direktur dari Civil Society Project, dan Robert Putnam, penulis Bowling Alone. [sunting]

Pengaruh di Amerika Serikat


Sebagai cerminan dari dominasi politik liberal dan konservatif di Amerika Serikat, tidak ada partai besar dan hanya sedikit pejabat terpilih yang menganjurkan komunitarianisme. Jadi tidak ada konsensus tentang kebijakan-kebijakan individual, namun sebagian dari yang kebijakan paling didukung oleh kaum komunitarian umumnya telah diberlakukan. Ada yang mengatakan bahwa konsep "konservatisme belas kasih" yang dianjurkan oleh Presiden Bush selama kampanyenya pada 2000 adalah suatu bentuk pemikiran komunitarian konservatif. Kebijakan-kebijakan

yang dikutip mencakup dukungan ekonomi dan retorika untuk pendidikan, relawanisme, dan program-program komunitas, serta penekanan sosial pada pengutamaan keluarga, pendidikan watak, nilainilai tradisional, dan proyek-proyek yang dipusatkan pada kelompokkelompok keagamaan. Dana Milbank, yang menulis dalam Washington Post, mencatat tentang kaum komunitarian modern, "Masih belum ada apa yang disebut komunitarian KTV, dan karena itu tidak ada konsensus tentang kebijakan. Sebagian orang, seperti misalnya [John] DiIulio dan penasihat luar Bush, Marvin Olasky, mendukung solusi-solusi keagamaan untuk komunitis, sementara yang lainnya, seperti Etzioni dan Galston, lebih menyukai pendekatan-pendekatan sekular." [1] [sunting]

Komunitarianisme filosofis
Para filsuf komunitarian terutama peduli dengan masalah-masalah ontologis dan epistemologis, jadi berbeda dengan masalah-masalah kebijakan. Tanggapan komunitarian terhadap buku John Rawls, A Theory of Justice, mencerminkan ketidakpuasan terhadap citra yang disajikan oleh Rawls tentang manusia sebagai individu yang atomistik. Meskipun Rawls memberikan ruang bagi kemurahan hati (benevolence), ia memandangnya hanya sebagai salah satu dari banyak nilai yang ada di dalam diri seorang individu. [sunting]

http://sansigner.wordpress.com/2008/05/24/komunitarianisme/

Posted by sansen situmorang under Social, Political and Economic, Teori Sosial | Tag: Teori Sosial | Leave a Comment

By Sansen Situmorang
Filsafat Komunitarianisme berasal dari dasar kata komunitarian, istilah tersebut di cibtakan oleh Goodwyn

Barmby pada abad ke 20 tepatnya tahun 1840 -an[1]. gagasan gagasan mereka pada dasarnya bertolak belakang dengan paham liberalisme, kapitalisme dan sosialisme. ada tiga konsep dasar dari perkembangan pemikirannya antara lain. Pertama Komunitarianisme filosofis pemahaman mereka lebih mengedepankan peranan komunitas ketimbang individu yang membentuk komunitas tersebut. menurut Budiman Sudjatmiko[2], orientasi mereka pada upaya memuaskan kebutuhan seluruh komunitas (terlepas punya daya beli atau tidak), peran aktif negara, serta bersifat holistik atau saling tergantung antarmanusia, dan manusia dengan alam. Stereotif mereka melihat individu memiliki keter gantungan satu-sama lainnya dalam satu kesatuan dalam komunitas[3]. menurut mereka, hubungan indifidu terhadap komunitas bersifat deduktif, karena mereka menganggap individu memiliki kebebasan. individu memiliki hak untuk berbeda pendapat atau menolak pend apat mayoritas komunitas. menurut penulis, pandangan yang lebih menekankan akan peranan komunitas dari pada individu dalam komunitas itulahlah yang bertolak belakang dengan gagasan-gagasan dari teori-teori liberalism tetutama bila mana di kaitkan dengan nilai keadialan. Kedua, Komunitarianisme ideologis pemikirannya banyak di pengaruhi oleh Amitai Etzioni [4] seorang sosiolog Israel-Amerika berkelahiran Jerman pada awal tahun 1990 an. dalam frase ini, pemikiran mereka lebih menekankan pada modal social, menurut mereka modal social sebuah komponen penting dalam pembangunan dan pemeliharaan demokrasi. maksudnya, pemerintah memiliki peran penti ng sebagai agen pelayan masyarakat, untuk mencapai tujuan

yang kompleks itu, pemerintah (public) di perbolehkan bekerja sama perusahaan-perusahaan swasta (privat) selama tidak merugikan masyarakat. biasanya bentuk dari kerjasama antara pemerintah dan swast a di bidang pelayanan-pelayanan social seperti pendidikan dan kesehatan. Karena kurangnya literature penulis mengenai gagasan pemikiran komunitarian tentang modal social maka penulis mengajukan dua pertanyaan dasar sehingga pada nantinya pertanyaan ini dapat memjawab perdebatan-perdebatan mengenai filsafat komunitarian. pertanyaan pertama, sampai dimana tingkat intervensi pemerintah sebagai agen pelayan masyarakat? dan kedua, apakah pihak swasta di berikan kekuasaan untuk menguasai sumber-sumber yang menjadi kebutuhan dasar manusia (public good) seperti air, listrik, minyak bumi, dll. bilamana pertanyaan penulis di benarkan maka sampai di mana pemberian untuk memprivatisasi barang public di berikan? apakah pemerintah juga di libatkan? Kedua pandangan mereka tentang hak-hak positifmaksudnya pelimpahan hak individu (hak negative) untuk kepentingan bersama. mereka beranggapan kepentingan bersama merupakan kepentingan dari pada individu itu sendiri[5]. sebagai gambaran pemerintah berhak memberlakukan pajak pada setiap warga negararanya (mengambil hak individu/hak negatif), kemudian sebagai timbal baliknya, pemerintah akan mengupayakan dan meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat seperti pendidikan gratis, pemeliharaan kesehatan yang terjangkau, mensubsidi BBM atau pengalihan bantuan kepada masyarakat yang memiliki tingkat kesejahteraan rendah. tentunya gambaran diatas bertolak belakang dengan filsafat individual (liberalism) dalam system yang demokratis. komunitarian berpandangan individualis akan menghancurkan hubungan kebersamaan yang ada sebelumnya dalam

pemerintahan demokrasi. prinsip dari pemikiran mereka adalah individu memiliki hak bilamana di sertai dengan kewajiban akan tanggung jawab sosial individu itu sendiri.

Menurut penulis ada persamaan antara pandangan komunitarianisme dengan komunisme (otoritarianisme), yang menjadi titik persamaan adalah sama-sama memperjuangkan kebersamaan kolektif. Tetapi ada yang membedakan, kalau komunitarianis, menerima system kehidupan masyarakat yang demokratis untuk mencapai tujuannya. mengapa? karena menurut mereka demokrasi adalah metode untuk mencapai kebersamaan secara kolektif[6]. Dengan lebih mengedepankan pentingnya perluasan ruang publik, pengaktifan peran kelompok-kelompok sosial, forum warga, serta jaringan antarkelompok, yang bukan saja untuk keperluan self-help kelompok, tetapi juga sebagai wahana awareness warga, civic engagement dan partisipasi dalam urusan pemerintahan di tingkat komunitas. Elemen-elemen komunitarian yang dinamis inilah yang memungkinkan penyelenggaraan pemerintahan (governance) dan pembuatan keputusan berbasis komunitas (bukan segelintir elite) secara partisipatif serta memungkinkan penggalian potensi dan kreativitas individu dalam ikatan kolektif[7]. kesimpulannya, mereka lebih melibatkan organisasi non pemerintah untuk mencapai tujuan mereka. dua tipe system pemerintahan (governance). Pertama sistem pemerintahan demokratis (democratic governance). Kedua, sistem pemerintahan otoritarian (authoritarian governance). dari dua system pemerintahan tersebut. dapat di kembangkan menjadi 4 model governance, seperti gambaran di bawah : Tipologi model governance[8]

kriteria utama: basis politik (negara atau masyarakat) dan basis ekonomi (pasar atau nonpasar). Sistem politik yang berbasis masyarakat identik dengan system demokrasi, Dalam hal ini negara berbagi kekuasaan dan peran dengan masyarakat ketika mengelola pemerintahan, termasuk pembangunan dan kebijakan publik. Sedangkan sistem politik yang berbasis pada negara berarti sistem itu otoritarian (monocentris). Formasi negara tersusun secara hirarkhis-sentralistik, yang mengendalikan seluruh kehidupan masyarakat. Negara tidak berbagi kekuasaan dan peran dengan masyarakat. adanya suatu pembatasan hak dasar warga negara. kesimpulannya didalam system yang otoriter, peran negara sangatlah besar dibandingkan peran individu. sebagai timbal baliknya pemerintah akan mengurus semua kebutuhan baik secara social, ekonomi dan politik setiap warga negaranya. Sistem ekonomi nonpasar berarti proses produksi dan distribusi barang-jasa dikelola oleh komunitas (misalnya koperasi) atau oleh negara (misalnya melalui BUMN). Menurut Sutoro Eko, Model tata pemerintahan komunitarian (communitarian governance) yang lebih tepat adalah demokrasi social.[9] karena menurutnya, berbasiskan masyarakat (self-governing community) dan sistem ekonomi nonpasar, terutama yang berbasis pada komunitas. tata pemerintahan ini di contohkanNya seperti Pemerintahan dan masyarakat adat (seperti banjar di Bali atau nagari di Sumatera Barat)

Daftar Pustaka :
1. Kymlicka, Will, Komunitarianisme dalam, Teori Keadilan: Suatu Pengantar Ke Arah Filsafat Politik Kontemporer, Pengantar dan Penerjemah: Agus Wahyudi, (dari judul asli: Contemporary Political Philosophy: An Introduction, Oxford

University Press,Oxford, 1990, pp. 199-237), 2. Wikipedia.org, Komunitarianisme, http://id.wikipedia.org/wiki/Komunitarianisme terakhir di olah mei 13, 2008 3. Sudjatmiko, Budiman. Antara Proklamasi dan Deklarasi, PDI Perjuangan Koordinator Wilayah Negeri Belanda. Dec 26, 2007. dapat di lihat pada URL :http://www.korwilpdip.org 4. Situmorang, Sansen. ADART Komisariat Kalibata, Cawang, dan BS.Taman Harapan, 2006. sansigner.wordpress.com/adart xcbs/2006 5. Lihat, Ayuni, Mumtaz. Ideologi, di akses Mei 13, 2008 http://torrentmalaya.com/index.php?option=com_content&ta sk=view&id=294&Itemid=1 6. Sandel, Michael J. Liberalism and the Limits of Justice, Blackwell Publishing. 1985 hal.143 7. Eko, Sutoro. Mengkaji Ulang Good Governance. tidak ada informasi mengenai tahun pembuatan
http://www.ireyogya.org/sutoro/mengkaji_ulang_gg.pdf.

8. Makalah, Eko, Sutoro. Komunitarianisme Demokrasi Lokal, tidak ada keterangan tahun pembuatannya.
http://www.ireyogya.org/sutoro/komunatarianisme_demokrasi_lokal.pdf.

[1]

Lihat, wikipedia.org, Komunitarianisme,http://id.wikipedia.org/wiki/Komunitarianisme terakhir di olah mei 13, 2008 [2] Sudjatmiko, Budiman. Antara Proklamasi dan Deklarasi, PDI Perjuangan Koordinator Wilayah Negeri Belanda. Dec 26, 2007. dapat di lihat pada URL :http://www.korwilpdip.org [3] Situmorang, Sansen. ADART Komisariat Kalibata, Cawang, dan BS.Taman Harapan, 2006. sansigner.wordpress.com/adart xcbs/2006 [4] Lihat, Ayuni, Mumtaz. Ideologi, di akses Mei 13, 2008

http://torrentmalaya.com/index.php?option=com_content&task=view&id=294&Itemi d=1 [5] Lihat, Sandel, Liberalism and the Limits of Justice, 143 [6] Makalah, Eko, Sutoro. Komunitarianisme Demokrasi Lokal, tidak ada keterangan tahun pembuatannya url ; http://www.ireyogya.org/sutoro/komunatarianisme_demokrasi_lokal.pdf. [7] abit. [8] Lihat makalah, Eko, Sutoro. Mengkaji Ulang Good Governance. tidak ada informasi mengenai tahun pembuatan url : http://www.ireyogya.org/sutoro/mengkaji_ulang_gg.pdf. [9] Abit,

http://rusnaini.staff.fkip.uns.ac.id/category/artikel-saya/

Archive for the Artikel saya Category

Komentar dan analisis atas artikel Gerard Delanty (2002), Communitarianism and Citizenship.
Thursday, February 4th, 2010

Gerard Delanty mengemukakan bahwa komunitarianisme menekankan pada peranan komunitas dalam mendefinisikan dan membentuk individu. Kemunculan teori ini berlandaskan pandangan bahwa identitas dan karakter pribadi tidak mungkin terbentuk tanpa lingkungan masyarakat. Delanty juga mengemukakan komunitarianisme memiliki tiga tipe utama: komunitarianisme liberal (liberal communitarianism), komunitarianisme konservatif (conservative communitarianism) dan komunitarianisme sipil (civic communitarianism). Meskipun ada perbedaan dalam setiap tipe, namun secara umum Delanty mengemukakan bahwa komunitarian sangat menekankan pada fakta bahwa setiap orang perlu mengetahui sejarah perkembangan masyarakat. Selain itu, di dalam masyarakat ada code of conduct yang harus dipatuhi anggota karena dengan cara inilah eksistensi dan keberlangsungan masyarakat atau kehidupan suatu komunitas dapat terjamin. Komunitarianisme juga percaya bahwa komunitas dibutuhkan untuk

menyeimbangkan kekuatan sentripetal dan sentrifugal yang terkandung didalam masyarakat. Kekuatan sentrifugal seperti individualisasi, ekspresi pribadi dan kebebasan kelompok dapat merusak kohesi sosial dan secara ekstrem dapat menghasilkan anarki sosial. Kekuatan sentripetal seperti pelayanan nasional, hukum, mobilisasi ikatan sosial dan pengaturan konsepkonsep normatif mungkin akan menjadi kebersamaan yang berlebihan. Oleh karena itu, komunitas perlu memelihara kekuatan-kekuatan ini secara seimbang agar tidak terjatuh ke dalam anarki sosial atau kolektivisme (Kalidjernih, 2007). (more) Posted in Artikel saya | No Comments

Komentar dan analisis atas artikel Deane Curtin (2002), Ecological Citizenship.
Thursday, February 4th, 2010

Deane Curtin mengemukakan gagasan kewarganegaraan ekologis yang cukup menjanjikan karena beresonansi mendalam dengan ide-ide Barat tentang makna untuk menjalani kehidupan manusia secara utuh, juga berpotensi untuk memerintah dalam individualisme korosif yang berhubungan dengan lingkungan dan membentuk keseimbangan kepribadian setiap individu dan masyarakat umum. Kewarganegaraan ekologis membicarakan bagaimana manusia sebagai individu yang memiliki identitas diri (identitas moral) beradaptasi dengan lingkungan komunitas baik dalam kapasitas internal (aktivitas) menerima otoritas dari komunitas ataupun secara eksternal membentuk/terlibat dalam membentuk komunitas konstitutif. Menurut pandangan kewarganegaraan ekologis, jika kita memandang etika lingkungan sebagai lensa kewarganegaraan ekologis maka kita akan mampu bertanggungjawab pada lingkungan, dan gagasan kewarganegaraan ekologis memberikan pencerahan gagasan bahwa komunitas moral umum lebih dari sekedar komunitas manusia. Menjadi warga negara yang sadar lingkungan (ekologi) perlu transformasi identitas moral dengan penerimaan alam sekitar dalam komunitas tersebut. Hal yang amat sulit jika lingkungan alam yang menjadi komunitas kita bertentangan dengan identitas diri pribadi (modal individual), inilah yang disebut transformasi kewarganegaraan ekologis. Transformasi akan memberikan pencerahan kewarganegaraan melalui pemikiran peran teknologi yang bertanggungjawab dan bernilai agar tidak menyakitkan (agar dapat mengubah pemikiran kita untuk pilihan-pilihan dimasa depan). (more) Posted in Artikel saya | No Comments

Komentar dan analisis atas artikel Andrew Linklater (2002), Cosmopolitan Citizenship.
Thursday, February 4th, 2010

Linklater mengemukakan kewarganegaraan kosmopolitan adalah salah satu kunci dalam mencari jalan baru secara politik untuk menghadapi kewajiban individu secara politis pula yang selama ini terpusat kepada negara bangsa. Kewarganegaraan kosmopolitan merupakan gagasan mencari hak dan kewajiban universal yang mengikat semua orang-orang secara bersamasama di dalam dunia yang adil dan sejahtera. Konsepsi pertama kewarganegaraan kosmopolitan menekankan akan kebutuhan rasa saling memiliki tidak hanya sebatas nasional saja, tanggung jawab pribadi terhadap lingkungan dan tindakan untuk menciptakan lebih banyak wujud-wujud warganegara dunia dari masyarakat politis. Sebagai Konsepsi yang kedua berkaitan dengan pengembangan suatu sistim hak azasi manusia yang universal. Adanya kepercayaan bahwa umat manusia secara berangsurangsur akan semakin dekat dengan kewarganegaraan dunia melalui suatu evolusi hukum kosmopolitan yang melindungi hak-hak. Selama ini orang beranggapan bahwa identitas dan kewarganegaraan nasional diasumsikan terikat dengan batasan geografis negara yang bersangkutan. Namun identitas /naratif/ asal muasal nasional lemah manakala berhadapan dengan identitas lain, yaitu lokal dan transnasional. Kewarganegaraan kosmopolitan merupakan gagasan kewarganegaraan baru yang didasarkan atas keberadaan komunitas transnasional di mana hak kewarganegaraan didasarkan pada basis perseorangan, bukan oleh teritorial. Kewarganegaraan bukan lagi domain nation tetapi dapat berasal dari berbagai identitas termasuk perlunya memikirkan hak kewarganegaraan yang berada di luar batas nation-state. Dapat dikatakan kewarganegaraan kosmopolitan pasca nasional penting untuk menunjukkan adanya kompleksitas global, seperti pergerakan populasi dan pertukaran pekerja antar negara. Selain itu, kewarganegaraan kosmopolitan menjadi kebutuhan riil bagi mereka yang membutuhkan hak kewarganegaraan baru di luar batas wilayah nation-state. Namun, sistem politik dan sistem hukum yang berbeda antar negara juga menyulitkan terwujudnya kewarganegaraan kosmopolitan. Mengacu pada dokumen kenegaraan Indonesia, gagasan kewarganegaraan kosmopolitan bisa diterima sejauh tidak bertentangan dengan UUD 1945, Pancasila dan hukum yang berlaku di Indonesia. (more) Posted in Artikel saya | No Comments

Komentar dan analisis atas artikel Christian Joppke: Multicultural

Citizenship
Thursday, February 4th, 2010

Joppke mendiskusikan kewarganegaraan multikultural dalam teori yang terdiri dari teori radikal dan teori liberal. Selanjutnya Joppke membedakan kewarganegaraan multikultural secara eksplisit, yang merupakan program resmi negara, dan kewarganegaraan multikultural implisit, dimana klaim keragaman tersebar luas tanpa tertulis dalam peraturan negara yang bersangkutan. Secara eksplisit kewarganegaraan multikultural dapat ditemukan dalam sejumlah kecil negara-negara Barat. Joppke mengemukakan serangan formulasi radikal Iris Marion Young mengatakan penindasan (oppression) adalah kata kunci untuk skenarionya: masyarakat dipandang terdiri dari kelompok-kelompok sosial, yang terdiri atas kelompok dominan dan kelompok tertindas. Young memberikan definisi yang luas dari penindasan mengikuti daftar panjang: Perempuan, kulit hitam, penduduk asli Amerika, Chicanos, Puerto Rico dan kelompok berbahasa Spanyol lainnya, orang Asia Amerika, gay, lesbian, kelas pekerja, orang-orang miskin, orang tua, dan orang yang sakit mental dan orang cacat fisik. Daftar kedua menambahkan orang muda dan mengeluarkan orang orang Asia Amerika. (more) Posted in Artikel saya | No Comments

http://sukmayudha1992.wordpress.com/2009/06/20/komunitarianisme/

Komunitarianisme sebagai sebuah kelompok yang terkait, namun berbeda filsafatnya, mulai muncul pada akhir abad ke-20, menentang aspek-aspek dari liberalisme, kapitalisme dan sosialisme sementara menganjurkan fenomena seperti masyarakat sipil. Komunitarianisme tidak dengan sendirinya memushi liberalisme in dalam pengertian katanya di Amerika saat ini, namun penekanannya berbeda. Paham ini mengalihkan pusat perhatian kepada komunitas dan masyarakat serta menjauhi individu. Masalah prioritas, entah pada individu atau komunitas seringkali dampaknya paling terasa dalam masalah-masalah etis yang paling mendesak, seperti misalnya pemeliharaan kesehatan, aborsi, multikulturalisme, dan hasutan. Terminologi Meskipun istilah komunitarianisme berasal dari abad ke- 20, kata ini berasal dari istilah komunitarian tahun 1840-an, yang diciptakan oleh Goodwyn

Barmby untuk merujuk kepada orang yang menjadi anggota atau penganjur dari suatu masyarakat yang komunalis. Penggunaan istilah ini di masa modern mendefinisikan ulang pengertian aslinya. Banyak penganjur komunitarian yang menelusuri filsafat mereka kepada para pemikir yang lebih awal. Istilahnya sendiri pada dasarnya digunakan dalam tiga pengertian: 1) Komunitarianisme filosofis menganggap liberalisme klasik secara ontologis dan epistemologis tidak koheren, dan menentangnya dengan alas an-alasan tersebut. Berbeda dengan liberalisme klasik, yang memahami bahwa komunitias berasal dari tindakan sukarela individu-individu dari masa prakomunitas, komunitarianisme menekankan peranan komunitas dalam mendefinisikan dan membentuk individu. Kaum komunitarian percaya bahwa nilai komunitas tidak cukup diakui dalam teori-teori liberal tentang keadilan. 2) Komunitarianisme ideologis adalah sebuah ideologi tengah yang radikal, yang menekankan komunitas, dan kadang-kadang ditandai oleh paham kirinya dalam masalah-masalah ekonomi dan konservatisme dalam masalahmasalah sosial. Penggunaan istilah ini diciptakan baru-baru ini. Bila istilahnya menggunakan huruf besar, maka kata ini biasanya merujuk kepada gerakan Komunitarian Responsif dari Amitai Etzioni dan para filsuf lainnya. 3) Hukum komunitarian, juga dikenal sebagai acquis communautaire, merujuk kepada seluruh kumpulan hukum yang diakumulasikan dalam organisasiorganisasi supra nasional seperti misalnya Uni Eropa. Komunitarianisme filosofis Para filsuf komunitarian terutama prihatin dengan masalah-masalah ontologis dan epistemologis, jadi berbeda dengan masalah-masalah kebijakan. Tanggapan komunitarian terhadap buku John Rawls, A Theory of Justice mencerminkan ketidakpuasan terhadap citra yang disajikan Rawls tentang manusia sebagai individu yang atomistik. Meskipun Rawls memungkinkan ruang untuk belas kasih (benevolence), misalnya, ia memandanganya semata-mata sebagai salah satu dari banyak nilai yang ada di dalam kepala seseorang. Kaum komunitarian mengklaim nilai-nilai dan keyakinan yang ada di ranah publik, di mana perdebatan berlangsung. mereka mengatakanb Paulus menjadi seorang individu berarti mengambil sikap dalam masalah-masalah yang beredar di ranah publik. Misalnya, di Amerika Serikat perdebatan tentang politik senjata api, ada sejumlah sikap yang harus diambil, namun semua sikap ini pertama-tama mempradugakan keberadaan suatu perdebatan politik senjata api; ini adalah suatu pengertian di mana komunitas ada sebelum individualisme. Demikian pula, baik tradisi-tradisi linguistik

maupun non-linguistik dikomunikasikan kepada anak-anak dan menjadi latar belakang bagi perumusan dan pemahaman keyakinan individu. Ketergantungan individu terhadap anggota-anggota komunitas biasanya dimaksudkan bersifat deskriptif. Ini tidak berarti bahwa individu harus menerima keyakinan-keyakinan mayoritas, seperti misalnya keyakinan historis bahwa perbudakan dapat diterima, ia harus melakukannya dengan alasan-alasan yang masuk akal di dalam komunitas yang bersangkutan (misalnya, alasan-alasan keagamaan Kristen, alasan-alasan yang berasal dari konsepsi Pencerahan tentang hak-hak asasi manusia) dan bukan semata-mata alasan lama manapun. Dalam pengertian ini, penolakan terhadap suatu keyakinan mayoritas mengandalkan tradisi yang mendalam dari keyakinan-keyakinan mayoritas lainnya. Namun demikian, pengertian yang sebaliknya, pengertian terobosan yang, seperti misalnya astronomi Kepler atau Galileo, dikembangkan oleh seorang individu dalam arah yang berlawanan dengan keyakinan-keyakinan mayoritasyang tradisional, yang hingga saat itu tidak pernah dibahas dalam literatur komunitarian. Para penulis berikut ini mempunyai kecenderungan-kecenderungan komunitarian dalam pengertian filsafati, namun semuanya telah berusaha keras untuk menjauhkan diri dari ideology politik yang dikenal sebagai komunitarianisme, yang dibahas lebih jauh di bawah ini. Michael Sandel Liberalism and the Limits of Justice Charles Taylor Sources of the Self Alasdair MacIntyre After Virtue Michael Walzer Spheres of Justice Christos Yannaras seorang filsuf dan teolog Yunani yang gagasannya cenderung pada komunitarianisme dari perspektif teologis dan ontologis. Komunitarianisme ideologis Filsafat komunitarian Modal sosial Mulai pada akhir abad ke-20, banyak penulis mulai mengamati kemerosotan dalam jaringan sosial di Amerika Serikat. Dalam bukunya Bowling Alone, Robert Putnam mengamati bahwa hampir setiap bentuk organisasi sipil telah mengalmai penurunan dalam jumlah keanggotaan yang diperlihatkan oleh kenyataan bahwa, meskipun lebih banyak orang yang bermain boling daripada pada tahun 1950-an, jumlah liga boling yang ada makin berkurang. Hasil dari penurunan dalam modal sosial ini, yang digambarkan oleh Putnam sebagi nilai kolektif dari semua jaringan sosial dan kecenderungankecenderungan yang muncul dari jaringan-jaringan ini untuk melakukan

sesuatu untuk sesama. Menurut Putnam dan para pengikutnya, modal sosial adalah sebuah komponen penting dalam pembangunan dan pemeliharaan demokrasi. Kaum komunitarian berusaha untuk meningkatkan modal sosial dan lembagalembaga masyarakat sipil. Responsive Communitarian Platform menggambarkannya demikian: Banyak tujuan sosial membutuhkan kemitraan antara kelompok-kelompok publik dan privat. Meskipun tidak berusaha menggantikan komunitaskomunitas lokal, pemerintah mungkin perlu memberdayakannya melalui strategi-strategi dukungan, termasuk pembagian penghasilan dan bantuan teknis. Ada kebutuhan besar untuk studi dan percobaan dengan penggunaan struktur-struktur masyarakat sipil dan kerja sama publik-swasta, secara kreatif khususnya dalam hal-hal yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan, pendidikan dan pelayanan sosial. Hak-hak positif Yang utama bagi filsafat dari banyak kaum komunitarian adalah konsep tentang hak-hak positif; artinya, hak-hak atau jaminan-jaminan untuk hal-hal tertentu. Hak-hak tersebut mencakup antara lain pendidikan gratis, perumahan yang terjangkau, lingkungan hidup yang aman dan bersih, pemeliharaan kesehatan yang universal, jaringan pengaman social, atau bahkan hak untuk mendapatkan pekerjaan. Untuk mencapai tujuan-tujuan ini, biasanya mereka mendukung program-program pengaman sosial, pendidikan umum yang gratis, program-program pekerjaan publik, dan hokum-hukum yang membatasi hal-hal seperti pencemaran lingkungan dan pengendalian senjata api. Suatu keberatan yang lazim dikemukakan ialah bahwa dengan memberikan hak-hak seperti itu, mereka melanggar hak-hak negatif warga negara; artinya hak-hak untuk tidak mengalami sesuatu. Misalnya, mengambil uang dalam bentuk pajak untuk membiayai program-program seperti itu seperti yang dilukiskan di atas membuat individu tidak memiliki properti. Para penganjur hak-hak positif menjawab bahwa tanpa masyarakat, individu tidak akan memiliki hak apapun, jadi wajarlah bila mereka harus memberikan kembali kepada masyarakat. Lebih jauh mereka berpendapat bahwa tanpa hak-hak positif, hak-hak negatif dijadikan tidak relevan. Misalnya, apakah artinya hak untuk memiliki pers bebas di dalam suatu masyarakat yang memiliki tingkat melek huruf 15 %? Selain itu, sehubungan dengan pajak, kaum komunitarian memahami hal ini bukan terutama dalam arti dimanfaatkan demi tujuantujuan orang lain, melainkan lebih sebagai cara untuk menyumbang demi

tujuan-tujuan komunitas yang saya anggap sebagai tujuan-tujuan saya sendiri (Sandel, Liberalism and the Limits of Justice, 143). Alternatifnya, sebagian orang mengakui bahwa hak-hak negatif dapat dilanggar oleh tindakan pemerintah, namun mengatakan bahwa hal itu dapat dibenarkan bila hak-hak positif yang dilindungi mengalahkan hak-hak negatif yang dilangar. Para komentator lainnya, tidak harus kaum komunitarian, berpendapat bahwa hak-hak negatif sendiri identik dengan hak-hak positif dalam praktik, karena hak untuk tidak mengalami sesuatu menyiratkan hak untuk dilindungi dari orang-orang yang mungkin akan melakukan sesuatu atas diri kita dan perlindungan ini pada dasarnya sama dengan suatu hak positif. Apa yang dimaksud dengan hak alamiah adalah hal yang diperdebatkan dalam politik modern; misalnya, apakah pemeliharaan kesehatan yang universal dapat dianggap sebagai hak sejak lahir, ataukah seberapa jauh pemerintah dapat bertindak untuk melinungi lingkungan hidup. Perbandingan dengan filsafat-filsafat politik lainnya Templat:Titik masuk ideologi politikKomunitarianisme tidak dapat digolongkan kiri atau kanan, dan memang banyak yang mengklaim bahwa paham ini mewakili golongan tengah radikal. Kaum liberal di Amerika atau kaum demokrat sosial di Eropa pada umumnya menganut posisi komunitarian dalam masalah-masalah yang berkaitan dengan ekonomi, seperti misalnya kebutuhan akan perlindungan lingkungan hidup dan pendidikan publik, tetapi tidak untuk masalah-masalah budaya. Kaum komunitarian dan konservatif pada umumnya sepakat dalam masalah-masalah budaya, seperti misalnya dukungan untuk pendidikan watak dan program-program yang berbasis keagamaan, namun kaum komunitarian tidak menganut paham kapitalisme laissez-faire yang umumnya dianut oleh kaum konservatif. Libertarianisme Komunitarianisme dan libertarianisme menekankan nilai-nilai dan kepedulian yang berbeda. Libertarianisme adalah sebuah filsafat individualis, dengan fokus yang kuat pada hak-hak warga negara dalam demokrasi. Kaum komunitarian percaya bahwa kepedulian ini terlalu banyak diperhatikan, dan mengatakan bahwa mengusahakan kepentingan-kepentingan pribadi semata-mata akan merusakkan jaringan lingkungan sosial yang kepadanya kita semua tergantung, dan hal itu akan merusakkan pengalaman bersama kita dalam pemerintahan diri sendiri (self-government) yang demokratis. Mereka percaya bahwa hak-hak harus disertai dengan tanggung jawab sosial dan pemeliharaan lembaga-lembaga masyarakat sipil, kalau hak-hak itu ingin dipertahankan, namun kaum libertarian percaya bahwa aksi-aksi pemerintah

untuk mempromosikan tujuan-tujuan ini sesungguhnya menyebabkan hilangnya kebebasan pribadi. Selain itu, kaum libertarian menolak upayaupaya komunitarian untuk memajukan pendidikan watak dan inisiatif-inisiatif yang dikembangkan oleh pihak-pihak agama, dengan megnatakan bahwa pemerintah tidak punya urusan untuk terlibat dalam apa yang mereka anggap sebagai rekayasa sosial. Otoritaritarianisme Ada orang yang mengatakan bahwa fokus komunitarianisme terhadap kohesi sosial membangkitkan persamaan dengan komunisme atau otoritarianisme, tetapi ada perbedaan-perbedaan yang mendasar antara komunitarianisme dan otoritarianisme. Pemerintahan yang otoriter seringkali memerintah dengan kekerasan, disertai dengan pembatasan-pembatasan yang ketat terhadap kebebasan pribadi, hak-hak politik dan sipil. Pemerintahan yang otoriter terang-terangan menunjukkan peranannya sebagai panglima. Masyarakat sipil dan demokrasi biasanya bukanlah ciri-ciri rezim yang otoriter . Kaum komunitarian, sebaliknya, menekankan penggunaan organisasi non pemerintah untuk mencapai tujuan-tujuannya. Gerakan komunitarian Gerakan komunitarian modern pertama kali diutarakan oleh Responsive Communitarian Platform, yang ditulis di Amerika Serikat oleh sebuah kelompok etikus, aktivis, dan ilmuwan sosial termasuk Amitai Etzioni, Mary Ann Glendon, dan William Galston. Communitarian Network, yang didirikan pada 1993 oleh Amitai Etzioni, adalah kelompok yang paling terkenal yang menganjurkan komunitarianisme. Sebuah kelompok pemikir yang disebut Institute for Communitarian Policy Studies juga dipimpin oleh Etzioni. Suara-suara lain dalam komunitarianisme termasuk Don Eberly, direktur dari Civil Society Project, dan Robert Putnam, penulis Bowling Alone. Pengaruh di Amerika Serikat Sebagai cerminan dari dominasi politik liberal dan konservatif di Amerika Serikat, tidak ada partai besar dan hanya sedikit pejabat terpilih yang menganjurkan komunitarianisme. Jadi tidak ada konsensus tentang kebijakan-kebijakan individual, namun sebagian dari yang kebijakan paling didukung oleh kaum komunitarian umumnya telah diberlakukan. Ada yang mengatakan bahwa konsep konservatisme belas kasih yang dianjurkan oleh Presiden Bush selama kampanyenya pada 2000 adalah suatu bentuk pemikiran komunitarian konservatif. Kebijakan-kebijakan yang dikutip

mencakup dukungan ekonomi dan retorika untuk pendidikan, relawanisme, dan program-program komunitas, serta penekanan sosial pada pengutamaan keluarga, pendidikan watak, nilai-nilai tradisional, dan proyek-proyek yang dipusatkan pada kelompok-kelompok keagamaan. Dana Milbank, yang menulis dalam Washington Post, mencatat tentang kaum komunitarian modern, Masih belum ada apa yang disebut komunitarian KTV, dan karena itu tidak ada konsensus tentang kebijakan. Sebagian orang, seperti misalnya [John] DiIulio dan penasihat luar Bush, Marvin Olasky, mendukung solusi-solusi keagamaan untuk komunitis, sementara yang lainnya, seperti Etzioni dan Galston, lebih menyukai pendekatan-pendekatan sekular. [1] Komunitarianisme filosofis Para filsuf komunitarian terutama peduli dengan masalah-masalah ontologis dan epistemologis, jadi berbeda dengan masalah-masalah kebijakan. Tanggapan komunitarian terhadap buku John Rawls, A Theory of Justice, mencerminkan ketidakpuasan terhadap citra yang disajikan oleh Rawls tentang manusia sebagai individu yang atomistik. Meskipun Rawls memberikan ruang bagi kemurahan hati (benevolence), ia memandangnya hanya sebagai salah satu dari banyak nilai yang ada di dalam diri seorang individu.
Filed under: Politik/Ideologi | Tagged: Komunitarianisme

You might also like