You are on page 1of 14

Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

SEJAK awal tahun 2002 lalu sudah terdapat istilah OJK. Apa itu OJK? OJK adalah otoritas jasa keuangan, yaitu suatu fungsi pengawasan lembaga keuangan secara menyeluruh. Rencananya OJK akan menjadi satu-satunya regulator dalam bidang keuangan. Nantinya, fungsi pengawasan lembaga yang bergerak di bidang keuangan dan pasar modal akan di awasi menjadi satu. Seperti yang kita ketahui saat ini, Indonesia memiliki dua lembaga pengawas keuangan. Yang pertama Bank Indonesia (BI) sebagai pengawas dalam bidang perbankan. Kedua, Bapepam sebagai pengwas keuangan non bank yang diawasi dibawah Kementerian Keuangan. Sampai saat ini tugas perbankan memang masih ditangani BI. Namun, tugas itu nantinya akan dilakukan lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen dan dibentuk dengan undangundang (pasal 34 ayat 1). Pembentukan lembaga pengawasan tersebut akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2010 (pasal 34 ayat 2). Nantinya, OJK akan mengambil peran pengawasan perbankan. Dengan dibentuknya OJK, Kementerian Keuangan akan melepaskan salah satu 'anaknya' yaitu Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). Bapepam dilepas karena lembaga inilah yang tampaknya akan dijadikan cikal bakal OJK nantinya. Penundaan dua kali pendirian OJK ini dari 2002 dan 2010 sebenarnya menunjukkan bahwa ide pendirian OJK ini tidak pernah matang dan tetap belum matang sampai saat ini karena ada perkembangan ekonomi dunia yang terus berubah dan berlawanan dengan ide OJK. Ada pandangan pundak BI kian menanggung beban berat. Bukan hanya sisi moneter yang harus dipikul BI saat ini, melainkan juga sisi pengawasan perbankan yang wajib terus dijaga supaya semuanya berjalan mulus. Peristiwa Bank Century merupakan benang merah yang menunjukkan hubungan sebab akibat antara tsunami finansial yang terjadi jauh di Negeri Paman Sam dan perbankan nasional. Sekalipun sebagian orang menyatakan bahwa perbankan nasional masih berdaya tahan tinggi. Ada juga dalih OJK ini sebagai alat untuk pencegahan risiko sistemis. Pembentukan OJK bertujuan untuk menekan tindak kriminal finansial (reduction of financial crime). Potensi risiko semacam itu akan terus membayangi perbankan nasional ke depan, terlebih peristiwaperistiwa agung yang makan banyak biaya seperti pemilihan umum.

Nah, dengan terbentuknya OJK nanti, BI bisa bernapas lega. Sebab, BI akan lebih fokus untuk menyelesaikan tugas utama, yakni mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.Kestabilan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan sangat berperan dalam membangun perekonomian nasional yang sehat. Roda sektor riil bisa kembali berputar kencang. Pembentukan OJK bertujuan untuk menekan tindak kriminal finansial (reduction of financial crime). Potensi risiko semacam itu akan terus membayangi perbankan nasional ke depan terlebih peristiwaperistiwa agung yang makan banyak biaya seperti pemilihan umum. Ada pandangan yang mengatakan, OJK Inggris tidak mampu mencegah jatuhnya Northern Rock Bank karena OJK sama sekali lepas dari bank sentral.Tentu peristiwa itu bukan berarti OJK tidak memiliki taji yang tajam untuk mengawasi bank. Jangan alpa, kejatuhan suatu bank sangat dipengaruhi oleh aneka faktor.(adn) (rhs)

OJK akan Dikendalikan oleh Pejabat BI


Hubungan antara Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) serta kewenanganya akan diatur dalam RUU Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK). Sedangkan dalam RUU OJK hanya mengatur organisasinya saja. Pemerintah optimis tahun ini RUU OJK akan segera disahkan. Menurut Robinson Simbolon, Kepala Biro Perundang-undangan dan Bantuan Hukum Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), akhir Maret ini pemerintah akan mengirimkan RUU OJK, RUU JPSK, serta revisi RUU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Hal ini diungkapkan Robinson di kantornya, Selasa (2/3). UU BI No. 3 Tahun 2004 memang mengamanatkan agar lembaga independen yang mengawasi lembaga keuangan bank dan non bank harus dibentuk paling lama tahun 2010. Robinson sendiri mengakui, pembahasan RUU OJK tidak akan memakan waktu yang lama. Walaupun berat, Robinson optimis dalam waktu tiga bulan RUU OJK dapat dirampungkan. Tinggal faktor politiknya saja. Kalau dari kita, pemerintah paling tidak sudah mengajukan RUU-nya, tuturnya. Terkait dengan materi dari RUU OJK, Ketua Bapepam-LK Fuad Rahmany menyatakan bahwa yang mengendalikan OJK tetap orang-

orang yang berasal dari BI maupun OJK. Nanti Bapepam-LK menjadi OJK, tetapi orang-orangnya ini juga, ujarnya. OJK nantinya akan berkoordinasi dengan BI dalam hal pengawasan di bidang jasa keuangan, sesuai dengan ketentuan penjelasan pasal 34 UU BI. Untuk itu akan dibentuk suatu forum koordinasi antara Kementerian Keuangan, BI, dan LPS. Forum ini dinamakan Forum Stabilitas Sistem Keuangan. Penting untuk mengatur dalam RUU OJK agar koordinasi di antara lembaga tersebut wajib hukumnya, terang Fuad. Deputi Gubernur BI Bidang Pengawasan masuk dalam struktur OJK. Hal ini untuk memastikan bahwa semua informasi tentang perbankan tetap dimiliki oleh bank sentral sebagai otoritas moneter. Karena sebagai otoritas moneter, dia (BI, red) tetap harus memiliki informasi terhadap perbankan. BI harus tahu apa yang terjadi dengan perbankan, papar Fuad. Posisi Bapepam-LK sendiri nantinya tidak lagi di bawah Kementerian Keuangan. Selain itu, salah satu direktorat di Kementerian Keuangan akan masuk dalam struktur OJK untuk melakukan analisa tentang sektor finansial. Setiap institusi, lanjut Fuad, harus memiliki makro prudensial. Harus ada orang BI maupun Kementerian Keuangan yang menjadi komisioner di OJK. Dalam RUU OJK, pengawas bank, pasar modal dan lembaga keuangan bukan bank seperti asuransi akan dibentuk. Antara regulator dansupervisor akan dipisah, ini model yang kita kembangkan jadi akan ada check and balance antara regulator dan supervisor. Inilah ciri OJK, ujarnya. Selain itu, Fuad juga menilai penting untuk melakukan sinkronisasi antara RUU OJK dan RUU JPSK. Menurut Fuad, RUU JPSK sangat penting, karena menyangkut sistem keuangan. Hubungan antara BI, OJK, dan LPS dalam pengamanan sistem keuangan, akan diatur dalam UU JPSK. Begitu juga halnya dengan masalah kewenangan ketiga lembaga itu. Sedangkan dalam UU OJK, hanya mengatur terkait dengan organisasinya saja. Untuk itulah, menurut Fuad, RUU JPSK penting untuk segera disahkan. Terkait bagaimana hasil akhir bentuk dari OJK ini, Fuad menyerahkan sepenuhnya kepada DPR yang berwenang membentuk undangundang. Hal senada diungkapkan Robinson. Robinson juga mengakui, tidak ada cadangan lain yang dipersiapkan oleh Bapepam-LK terhadap RUU OJK jika pada akhirnya DPR menolak draf tersebut. Kendati UU BI mengatur bahwa OJK harus dibentuk paling lama tahun ini, namun

apabila RUU OJK ditolak, tidak berarti pasal 34 UU BI tentang OJK menjadi batal demi hukum.

OJK Ancam Fiskal?


JAKARTA - Terbentuknya lembaga pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) disinyalir akan membengkakkan fiskal. Pasalnya gaji pegawai OJK yang tinggi menggunakan dana APBN dalam pembayarannya. Ekonom dan Dosen Economics of Crime FEB UGM Rimawan Pradiptyo mengatakan, tingginya pegawai gaji OJK ini kemungkinan minimal akan sama dengan gaji pegawai bank sentral. "Orang BI memang mau digaji dengan standar Kementerian Keuangan? Tidak kan. Nanti setidaknya gajinya akan sesuai standar BI, dan digunakan untuk membayar APBN. Standar gaji BI gunakan APBN mahal," ungkap Rimawan dalam diskusi di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta, Rabu (2/11/2011). Lebih lanjut dia mengatakan dengan adanya OJK nanti akan sangat membutuhkan tambahan orang di daerah, dan menurutnya jika melakukan tambahan orang di daerah, orang tersebut baru bisa melakukan pengawasan dalam lima tahun mendatang. "Kita butuh training, orang itu mesti ada tambahan orang untuk di daerah, butuh tenaga, masih kurang rekrut orang. Celakanya, kalau orang direkrut dia tidak bisa langsung mengawas, karena setelah lima tahun kerja baru bisa mengawasi," tambahnya. Oleh karena itu dia menunggu kinerja pemerintah dalam menjalankan OJK ini, dia berharap jangan sampai dengan biaya yang mahal namun tidak memberikan dampak apa-apa. "Itu nanti kita tunggu, jangan sampai biaya yang dikeluarkan mahal, apakah berefek besar atau tidak," pungkasnya. (wdi)

RUU OJK, Solusi Sarat Masalah?


PetaPolitik.Com Deadlock pembahasan RUU Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang sudah masuk tahap finalisasi di DPR yang disebabkan masih belum adanya kesepakatan antara DPR dan Pemerintah mengenai pembentukan Dewan Komisioner sebagai pimpinan OJK membutuhkan satu sidang lagi. Menurut Dr. Hari Azhar Aziz yang juga Wakil Ketua Komisi XI DPR dikarenakan masih harus memperhatikan nilai-nilai Sistem Ekonomi Pancasila. Kita mencoba mencari titik temu dengan pemerintah karena RUU OJK yang tengah digodok harus memperhatikab nilai dan prinsip dasar Sistem Ekonomi Pancasila serta implikasibya terhadap NKRI, UUD 45 dan Bhinneka Tunggal Ika, karena berfunsgi optimal bagi kepentingan negara sekaligus warganya, katanya dalam Forum Renovasi Indonesia di Hotel Atlet Century Jakarta, Kamis (6/10). Hari Azhar Aziz yang juga anggota Pansus OJK menambahkan belajar dari Pengalaman beberapa negara maju seperti Korea Selatan yang pernah memiliki OJK Tapi gagal memanfaatkannya. Jangan sampai pembentukan OJK dengan biaya besar Hanya akan menuai kegagalan belaka di saat kita sangat membutuhkan Dana bagi peningkatab taraf kehidupan rakyat, jelas Hari Azhar Azis menambahkan. Sementara itu Ir Bagus Satriayanto, Ketua FRI meyatakan pihaknya mengajak semua pihak terkait untuk memahami persoalan yang Ada. Kita harus hati-Jati melaksanakan pasal 34 UU no 23 tahun 1996 yang telah beberapa kali mengalami perubahan menjadi UU no 6 tahun 2009, jelas Bagus Satriyanto.[Lur]

Halo Otoritas Jasa Keuangan


Jum'at, 10 Juni 2011 09:46 wib Ilustrasi. Foto: Heru Haryono/okezone Kasus perbankan bagai tiada henti menerpa industri perbankan nasional. Besar atau kecil hal ini menunjukkan gigi pengawasan bank belum menggigit untuk tidak mengatakan tumpul. Lalu kita pun teringat kembali akan nasib Rancangan Undang-Undang (RUU) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang belum terwujud hingga detik ini. Mampukah OJK nanti melakukan pengawasan dengan jitu? Ya, tetapi ada syaratnya.

Harap ingat bahwa UU No 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU No 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI) menitahkan pembentukan lembaga pengawasan akan dilaksanakan selambatlambatnya 31 Desember 2010. Nasib RUU OJK itu sama sebangun dengan RUU Jaring Pengaman Sektor Keuangan (JPSK). Keduanya menemui jalan buntu. Kebuntuan muncul ketika masuk pada pembahasan mengenai struktur kelembagaan Dewan Komisioner (DK) sebagai pimpinan OJK. Konsep awal menyatakan, DK mempunyai tujuh anggota yang meliputi seorang ketua merangkap anggota, tiga kepala eksekutif merangkap anggota, dan tiga orang anggota. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menolak untuk memberikan hak suara kepada dua anggota ex-officio. Anggota ex-officio adalah anggota DK yang otomatis menjadi anggota karena jabatannya di pemerintah dan BI. Resistensi masih tampak di tubuh BI. BI rasanya belum legawa melepas kendali pengawasan dengan tetap memegang posisi ketua OJK. Sarinya, Deputi Gubernur BI bidang pengawasan secara ex-officio dapat menjadi anggota DK OJK sekaligus sebagai chief supervisory officer. Apa Tugas OJK? OJK memiliki tugas pengaturan dan pengawasan secara terpadu,independen dan akuntabel terhadap kegiatan jasa keuangan di bidang perbankan, pasar modal dan industri keuangan nonbank (IKNB). Yang dimaksud IKNB adalah kegiatan jasa keuangan yang disediakan oleh lembaga keuangan selain bank yang mencakup dana pensiun, lembaga pembiayaan, lembaga penjaminan, pegadaian, perusahaan perasuransian dan lembaga yang menyelenggarakan jaminan sosial,pensiun dan kesejahteraan yang bersifat wajib dan industri keuangan nonbank lainnya. Boleh dikatakan, OJK masih menjadi mimpi bagi industri keuangan Tanah Air. Indonesia telah mempunyai BI dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) yang masing-masing bertindak sebagai lembaga pengawas perbankan dan bukan bank. Dengan bahasa terang benderang, pembentukan OJK belum begitu mendesak. Namun, tatkala kita mencermati kasus perbankan yang menimpa Citibank dan Bank Mega akhir-akhir ini, sungguh gigitan pengawasan

BI dan Bapepam-LK belum berasa tajam. Kedua lembaga pengawasan yang selama ini dirindukan sebagai pengawas ulung masih belum memenuhi harapan minimal oleh nasabah bank dan lembaga keuangan bukan bank. Baik BI maupun Bapepam-LK terkesan kurang kompak dalam mengusut suatu kasus sehingga seolah-olah satu sama lain saling melempar handuk. Ini semua mengesankan bahwa OJK masih diperlukan kehadirannya. Namun, tetap tidak ada jaminan bahwa segera setelah lahir OJK semuanya akan berjalan mulus. Artinya, tanpa kasus. Oleh karena itu, terdapat aneka faktor yang wajib dipertimbangkan dalam membangun suatu lembaga pengawasan setingkat OJK ke depan. Pertama, saling menggandeng tangan dengan erat antara BI dan Bapepam-LK. Tidak ada jalan pintas selain harus membangun visi dan misi yang sama persis manakala kedua lembaga pengawas tersebut bersatu. Setiap langkah mau tak mau dan suka tak suka harus sejalan dan searah (alligned) dengan visi dan misi ketika kelak OJK terbentuk. Lahirnya OJK akan menghapus jurus cuci tangan di antara dua lembaga pengawas tersebut karena kini memiliki tujuan yang sama. Bukan lagi ini urusan BI dan itu urusan Bapapem-LK. Satu tujuan OJK. Kedua, meningkatkan kompetensi. Pegawai kedua lembaga itu wajib meningkatkan kompetensi. Apa itu kompetensi (competency)? Kompetensi merupakan gabungan dari pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill) dan sikap atau perilaku atau kualitas pribadi (attitude) yang diperlukan oleh setiap karyawan agar dapat menyelesaikan pekerjaan secara optimal (Lyle M Spencer & Signe M Spencer, Competence at Work: Models for Superior Performance, 1993). Kompetensi itu mencakup kompetensi keras (hard competency) dan kompetensi lunak (soft competency). Kompetensi keras meliputi pengetahuan yang berada di otak dan keterampilan di tangan kita sedangkan kompetensi lunak melingkupi sikap yang bersemayam di hati kita. Ketiga, mengantongi sertifikasi. Salah satu kiat untuk mengerek kompetensi adalah dengan mewajibkan pegawai OJK nantinya untuk memiliki sertifikasi dalam aneka bidang pengawasan bank dan bukan bank. Langkah ini akan menuntun pegawai untuk mampu mengendus bau busuk sehingga tidak meledak menjadi kasus. Tentu saja itu tidak semudah membalikkan telapan tangan. Ini semua membutuhkan pula

pengalaman cukup panjang yang tidak bisa dibeli dengan apa pun. Keempat, berjalan seiring dengan RUU Pasar Modal. Supaya efektif sudah seharusnya pembahasan RUU OJK di DPR sekaligus membahas revisi UU Pasar Modal. Hal ini dapat dimengerti karena lembaga pengawasan pasar modal kelak akan disatukan dengan OJK. Jangan lupa UU Pasar Modal No 8 Tahun 1995 itu belum pernah direvisi setelah 16 tahun berlalu.Namun, kini Bapepam-LK segera mengajukan revisi UU itu. Ketika OJK terbentuk tentu masih diperlukan pengawasan internal masing-masing bank dan bukan bank.OJK tak bakal mampu mengetahui potensi risiko kasus sejak dini ketika pengawas internal tidak berfungsi dengan baik. Selain itu, diperlukan pula pengawasan melekat atasan terhadap bawahannya dan sebaliknya. Ingat, bisa saja seorang pemimpin bermain mata dengan nasabahnya. Pola ini diharapkan dapat mencegah ambruknya integritas pegawai yang bisa memandulkan prosedur operasi standar (standard operating procedures/SOP). Alhasil, risiko kasus bakal dapat ditahan. PAUL SUTARYONO Pengamat Perbankan BP (Koran SI/Koran SI/ade)

Iuran OJK Dibebankan ke Nasabah


INILAH.COM, Jakarta - Pada tahap awal, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih dibiayai oleh APBN, namun ke depan iuran tersebut akan dibebankan kepada pelaku jasa keuangan. Kondisi tersebut mengakibatkan, lembaga keuangan yang diawasi OJK membebani iuran tersebut ke nasabah. "Pembiayaan OJK berdasarkan iuran pelaku jasa keuangan yang akan membebani konsumen/nasabah sehingga menurunkan efektivitas OJK dalam pengawasan," kata Dosen Economics of Crime UGM, Rimawan Pradiptyo dalam Media Briefing ICW di Jakarta, Rabu (2/11). Rimawan menegaskan berapapun iuran yang dikenakan ke lembaga keuangan pasti dialihkan ke konsumen. "Ini yang menjadi perbedaan antara premi LPS dan OJK. Kalau premi LPS, nasabah ngga keberatan karena mereka dapat jaminan. Sekarang kalau kemudian beban iuran dibebankan bank kepada nasabah terus untuk apa nasabah harus bayar itu semua?" paparnya. Rimawan mempertanyakan apakah iuran tersebut termasuk pajak

atau retribusi. "Definisi iuran itu apakah merupakan retibusi atau pajak. Kalau iuran OJK itu dibayar lembaga keuangan sebagai pajak akan jadi dobel taxation. Tapi kalau retribusi pertanyaan jasanya apa? Jasanya untuk diawasi. Terus kalau diawasi bagaimana?" tuturnya. Dengan demikian iuran OJK akan menciptakan masalah baru. "Logikanya kayak gaji sipir itu dibayar sama tahanan. Bagaimana coba logikanya?" tanyanya. [hid]

Inilah Kunci Kesuksesan OJK


INILAH.COM, Jakarta - Pemilihan Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus didukung oleh 4 stakeholders sehingga berjalan dengan lancar. "Kalau tanpa didukung oleh empat stakeholders maka tidak akan berjalan dengan lancar," ujar Ekonom Standard Chartered Bank, Fauzi Ichsan di Jakarta, Kamis (16/2/2012). Dia menjelaskan, untuk 4 stakeholders tersebut terdiri dari DPR, pemerintah terutama Kementerian Keuangan dan Bapepak-LK, Bank Indonesia (BI) sebagai pembantu teknis industri perbankan dan perbankan. Namun yang terpenting adalah dukungan dari BI dan perbankan. Hal ini untuk menjamin optimalnya OJK ke depan. Hal ini untuk mengurangi unsur politik yang berasal dari DPR. [hid]

Mewujudkan Otoritas Jasa Keuangan yang Efektif


Pilihan untuk menentukan model pengawasan industri keuangan sejatinya banyak. Tentunya, setiap model memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Sebab, pada dasarnya tidak ada model pengawasan industri keuangan di negara mana pun yang sempurna. Tetap saja, setiap model pengawasan memiliki celah untuk terjadi suatu penyimpangan. Sejatinya, model pengawasan yang saat ini berlaku di Indonesia, telah cukup baik terutama dalam 10 tahun terakhir. Bank Indonesia (BI) selaku otoritas perbankan telah banyak melakukan perbaikan di bidang pengaturan dan pengawasan perbankan. Begitu juga dengan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga

Keuangan (Bapepam-LK) juga telah menjalankan fungsi pengaturan dan pengawasan sektor keuangan nonbank dengan baik. Namun demikian, celah tetap saja ada. Kasus Bank Century adalah kasus terakhir yang secara nyata menunjukkan bahwa sistem pengawasan industri keuangan kita masih bisa ditembus. Setidaknya, terdapat empat model pengawasan yang berlaku di berbagai negara, yaitu pendekatan institusional (institutional approach), pendekatan terintegrasi (integrated approach), twin peaks approach, dan pendekatan fungsional (functional approach). Setiap negara yang menganut pendekatan tertentu, tentunya juga telah menyesuaikan dengan karakteristik industri keuangan di negaranya. Dapat dikatakan bahwa model pengawasan sektor keuangan yang berlaku di Indonesia saat ini adalah lebih pada pendekatan institusional (institutional approach). Di mana, regulator yang mengawasi suatu institusi adalah didasarkan status badan hukum dari institusi yang diawasi tersebut. Di Indonesia, bank diatur dan di awasi oleh BI, sedangkan perusahaan sektor keuangan nonbank diatur dan diawasi oleh Bapepam-LK. Kelebihan dari model ini adalah bahwa masingmasing otoritas menjadi lebih fokus dalam mengatur dan mengawasi industrinya. Namun, model ini juga memiliki kekurangan, manakala terjadi suatu aktivitas yang sifatnya bersinggungan. Bila koordinasi tidak terjalin dengan baik, model ini berpotensi menimbulkan celah yang dapat dimanfaatkan pelaku industri untuk melakukan moral hazard. Namun, sejak berlakunya Undang-Undang (UU) Nomor 21/2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 22 November 2011, terlihat bahwa Indonesia akan bergeser dalam menerapkan model pengawasan terhadap industri keuangannya. Sesuai dengan Pasal 5 UU No 21/2011, terlihat bahwa OJK memiliki fungsi untuk menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. Terlihat bahwa melalui Pasal 5 tersebut Indonesia akan menerapkan model pengawasan secara terintegrasi (integration approach), yang berarti akan meninggalkan model pengawasan secara institusional. Dengan diberlakukannya UU No. 21/2011 ini, maka seluruh fungsi pengaturan dan pengawasan terhadap sektor

keuangan yang kini masih tersebar di BI dan Bapepam-LK akan menyatu ke dalam OJK. Model pengaturan dan pengawasan secara terintegrasi ini memiliki kelebihan terutama dalam merespons tren industri keuangan yang semakin terintegrasi. Kini, kita bisa menyaksikan bahwa fenomena universal banking, atau bank yang bisa melayani segala jenis pelayangan keuangan sudah menjadi pemandangan umum. Dengan adanya OJK sebagai "super-regulatory body, nantinya masalah perizinan, pengaturan, pengawasan, dan exit policy akan lebih mudah, karena berada di satu atap. Selain itu, OJK sebagai superregulatory body juga memungkinkan pemanfaatan economies of scaledan economies of scope, sehingga pengawasannya menjadi lebih mendalam. Namun, OJK sebagai "superregulatory body" juga memiliki kelemahan. Terlalu luas lingkup kerja (pengaturan dan pengawasan) serta terlalu banyak industri yang diawasi, maka bila tidak didukung dengan sistem dan SDM yang andal, efektivitasnya dapat diragukan. Buktinya sudah terlihat di depan mata. Akibat krisis global 2008, Pemerintah Inggris pada akhirnya harus membubarkan Financial Services Autority (OJK-nya Inggris). Pemerintah Inggris menyatakan bahwa OJK-nya dinilai telah gagal dalam mendeteksi krisis yang akhirnya meruntuhkan industri keuangan mereka. Kini, pemerintah Inggris akhirnya mengembalikan fungsi pengawasan perbankannya kepada Bank Sentral Inggris, Bank of England. Model pengawasan sektor keuangan telah ditetapkan oleh DPR dan Pemerintah,dan akhirnya pilihan jatuh pada sistem OJK. Oleh karenanya, tidak pada tempatnya lagi kita memperdebatkan keberadaan OJK. Yang terpenting saat ini adalah bagaimana agar OJK bisa bekerja dan menjalankan fungsinya dengan baik. Kita melihat bahwa tantangan yang akan dihadapi OJK ini tidak ringan, sekalipun nantinya akan didukung oleh SDM dan sistem yang berasal dari institusi yang berpengalaman (BI dan Bapepam-LK). Tak dapat dipungkiri bahwa kekhawatiran dan ketidakpastian terhadap efektivitas OJK ini memang masih ada. Oleh karenanya, salah satu hal penting yang harus kita letakkan adalah bagaimana membangun kepercayaan (trust) bahwa OJK ini akan mampu menjalankan perannya secara baik. Salah satu faktor yang harus dipenuhi untuk mewujudkan trust ini adalah dengan menempatkan orang-orang profesional yang

memiliki kapabilitas, reputasi, integritas yang baik, serta memperoleh dukungan kuat dari stakeholders (BI,Pemerintah, dan DPR) sebagai anggota Dewan Komisioner OJK (DK OJK). Semestinya, mereka yang akan duduk sebagai DK OJK adalah orang yang memiliki pengalaman dan pemahaman yang kuat, tidak hanya di tingkat microprudential (industri keuangan terkait), tetapi juga di tingkat macroprudential (relasi industri keuangan dengan stabilitas makro, fiskal, dan moneter). Saya berpendapat bahwa pertaruhan OJK ini sangat besar. Bila kita gagal membangun kepercayaan, kredibilitas OJK bisa jatuh. Dan bila telah jatuh, upaya membangunnya kembali akan sulit. Oleh karenanya, jangan bermain api dengan masalah trust ini, dengan menempatkan orang-orang yang tidak tepat di OJK. SUNARSIP Ekonom The Indonesia Economic Intelligence (IEI) (//ade)

Pertarungan Para Dewa di OJK (Otoritas Jasa Keuangan)


Posted March 9, 2012 Filed under: esai | Pertarungan Para Dewa di OJK (Otoritas Jasa Keuangan) oleh @TrioMacan2000 Eng iiing eeeng Sebagian besar publik apalagi yg dikampung2 sana banyak yg ga tau tentang OJK. Apa itu? Binatang apa? Nama Bus Kota? Karena tidak tau, sebagian rakyat cuek saja ketika UU OJK disahkan dan ketika para calon komisioner atau pimpinannya diseleksi menkeu/DPR. Padahal, OJK itu pny fungsi, tugas, kewenangan& tanggung jawab luar biasa besar serta sgt mempengaruhi kehidupan bangsa/rakyat OJK sgt berpengaruh & berkuasa. Pd OJK tsb terdapat 50% fungsi pemerintah yg terkait dgn sektor keuangan yg menguasai hajat hidup rakyat. Itu artinya sebagian besar kewenangan pemerintah pd sektor keuangan dipangkas dan diserahkan kpd lembaga independen yg bernama OJK Pemerintah terpaksa rela menyerahkan kewenangannya itu karena harus patuh pd kesepakatan dgn IMF yg dulu sdh ditandatangani RI. IMF dan RI sepakat bhw OJK harus dibentuk secepatnya sbg solusi bobrok atau rendahnya standar pengaturan, pemeriksaan dan pengawasan kita. Konsep OJK itu mengacu pada lembaga otoritas sejenis di barat utamanya ingris dan jerman yg punya 1 lembaga

otoritas tunggal. Karena ada OJK, maka sebagian fungsi dan kewenangan depkeu dan BI (pemerintah) otomatis terpangkas dan diserahkan kepada OJK ini. Sbg kompensasi pemangkasan kekuasaan pemerintah ini, pada OJK diberikan jatah 2 org pejabat tinggi BI & depkeu ex officio sbg pimp OJK. Namun pejabat tinggi dari BI & depkeu itu tdk menjabat sbg ketua atau wakil ketua OJK. Tapi hanya sebagai komisioner biasa OJK saja. Jumlah komisoner OJK ada 9 orang. 7 diantaranya dipilih oleh DPR berdasarkan nama2 hasil seleksi yg diajukan Menkeu sbg ketua pansel Skrg ini seleksi pimp OJK sdg berlangsung dan sudah memasuki tahap tes kesehatan. Ada 38 orang yg dinyatakan lolos. DPR akan pilih 7. 7 nama pimp OJK ini diserahkan kpd presiden utk diangkat dan ditetapkan sbg pimp OJK yg bertugas 5 tahun. Mereka harus best of the best. Setelah itu presiden atas usul menkeu dan Gub BI tunjuk 2 orang lagi sbg wakil pemerintah ex officio sbg tambahan sehingga total 9 org. Saya sendiri pernah diminta scra tak resmi oleh teman2 di DPR utk beri masukan mengenai OJK ini. Tentu terkait dgn bahaya& risiko OJK OJK ini superbody. Ditangan OJK terletak maju mundur, kejayaan & kehancuran ekonomi bangsa. Salah kelola atau salah pilih orang : kiamat Selama 2 hari, di Hotel Mulia, saya beri masukan2 mengenai risiko OJK thdp bangsa & kesejahteraan rakyat. Risiko/bahaya utama adalah Terpilihnya atau dikuasainya OJK ini oleh pimp, pejabat2 (eselon I, II, III dst) yg memiliki agenda tersembunyi diluar agenda negara RI OJK ini nanti akan menguasai asset 8000 Triliun dan terus semakin membesar sesuai pertumbuhan ekonomi / sektor keuangan OJK punya hampir semua kewenangan terkait perbankan, pasar modal, jasa keuangan lainya ( pembiayaan, pegadaian, perumahan dst, dst ) OJK yg berhak menerbitkan aturan, memeriksa, mengawasi, menindak semua lembaga keuangan/pasar modal dst bahkan ikut menentukan pejabat2 Lembaga2 perbankan, pasar modal dan keuangan di seluruh indonesia melalui mekanisme fit n proper test yg jd kewenangan OJK OJK punya kewenangan mulai dari menerbitkan sampai mencabut izin. Mulai dari menegur sampai menindak. Intinya OJK ini super body. Semua pihak, perorangan atau korporasi, harus patuh pd OJK. Jika melanggar bisa kena hukuman 2-6 tahun penjara. Denda 5-45 milyar Singkatnya, OJK ini seperti KPK di sektor keuangan, perbankan dan pasar modal namun lebih berkuasa karena punya kewenangan mengatur. Nah, seperti adagium dlm ilmu politik : power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely (lord acton), OJK ini sangat sangat berbahaya jika OJK dikendalikan oleh orang2 yg diragukan intergritas, nasionalisme dan kemampuan/kapabilitasnya. Negara hancur OJK juga pertarungan antara negara versus Pasar ; Negara vs Kapitalis (pemilik modal) ; Negara vs Asing ; Negara vs Kriminal dst. Tak heran,

ketika sy temui seorg tokoh bangsa dan diskusi ttg OJK, beliau berpendapat : OJK sarat kepentingan para dewa di Indonesia dan dewa2 di luar negeri. Para dewa di Indonesia itu : Presiden, ketua/elit politik, konglomerat2 dst..Para Dewa di luar negeri itu lembaga2 keuangan asing, negara2 asing, investor2 dan para kapitalis (pemilik modal) asing yg skrg ini merupakan hegemoni barat, yahudi dan China/Asia Timur. Para dea ini pasti akan bertarung mrebutkan kekuasaan dan pengaruhnya di OJK RI. Ada kepentingan mereka. Sebab itulah, ketika saya iseng2 tanya kans saya jd komisoner/pimp OJK, tokoh bangsa itu tertawa masam dan bilang : para dewa telah Kapling2 semua posisi komisoner bahkan pejabat2 dibawahnya. Fakta itu jg disadari oleh pemerintah. Itu sebabnya, pansel OJK yg Diketuai Menkeu sengaja loloskan sebagian besar calon komisioner OJK dari kalangan birokrat utk mencegah intervensi para dewa tadi Tapi tentu saja, birokrat2 yg lolos pansel OJK itu tak bisa dijamin bersih 100%. sudah rahasia umum, birokrat2 kita utamanya di depkeu banyak yg selama ini menjadi agen atau antek2 asing utamanya IMF, WB, AS dan Barat. Meski SMI sdh tidak berkuasa di indonesia, SMI. SMI masih memiliki kader2, loyalis dan pengaruh yg besar dikalangan pejabat depkeu. Mereka masih berkomunikasi intensif serta selalu Konsisten memperjuangkan kepentingan barat dgn kedok globalisasi, pasar bebas, ekonomi pasar, dst..yg sgt berbahaya bagi negara/rakyat Di dalam negeri sendiri, para dewa jg telah mengantongi calon2 pimp OJK yg bakal terpilih yg dipastikan dpt membela kepentingan mrka. Memang dari 38 nama yg maju utk tes selanjutnya, kita sdh dapat menduga2 siapa saja yg bakal lolos mengisi 7 kursi yg tersedia. Juga sdh dapat menduga2 siapa yg akan terpilih jadi ketua &wakil ketua dewan OJK yg akan sangat berkuasa meski bersifat kolektif/kolegial Pertarungan seru menuju kursi Dewan Komisioner OJK ini tak akan beda jauh dgn pertarungan mengisi komsnr KPK yg terbukti calon kuat dari pemerintah seperti Yunus Husein dikalahkan oleh calon2 dari oposisi. Tapi tentu pertarungan OJK ini lbh seru krn ada 2 kekuatan besar lain yg ikut bermain yaitu : konglomerat2 dan negara/lembaga asing. Jika DPR sbg penyeleksi akhir tidak diawasi. Maka, negara dan kekayaan negeri ini kembali jadi bancakan alias dirampok oleh para bajingan2, binatang ekonomi, penguasa hitam yang hanya mementingkan kepuasan nafsunya tanpa memikirkan kepentingan negara, bangsa dan rakyat Indonesia. DPR sebagai wakil rakyat pasti akan lebih menonjolkan posisi dan fungsinya sbg lembaga politik perpanjangan tangan partai drpd memperjuangkan kepentingan rakyat Demkian sekilas OJK part 1 yg dpt saya sampaikan utk pencerahan bg yg belum mengetahuinya..sekian. Terima kasih telab menyimak..salam

You might also like