Professional Documents
Culture Documents
Islam
dalam kegiatan tema “Hoeriyah Adam dan Spirit
Minangkabau Dalam Tari”, bertempat di Ruang Pameran
Taman Budaya Propinsi Sumatera Barat, Jalan
Diponegoro, Padang, pada hari Senin, tanggal 10
Nopember 2008.
Mukaddimah
1
Generasi muda dan tua terbawa arus mencari kesenangan dengan
bernyanyi, menari bersama, kadangkala tanpa mempedulikan lagi
hukum halāl-harām. Ada yang berpikir bahwa hidup itu hanya untuk
bersenang-senang, jatuh cinta, pacaran, dan lain-lain.
1. Seni dan budaya tradisional kita telah tergeser (shifted,
moved, removed) oleh seni budaya dan peradaban produk Barat
yang perhatiannya menekankan kehidupan yang bebas tanpa
ikatan agama apapun.
2. Cabang seni yang paling dipermasalahkan adalah nyanyian,
musik dan tarian. Ketiga bidang itu telah menjadi bagian penting
kehidupan modern, karena kurang kontrol dapat merusak
akhlaq dan nilai-nilai keislāman.
3. Karena dampak negatif itu, kadangkala menyebabkan banyak
orang bertanya-tanya, khususnya yang masih memiliki ghirah
Islam (cemburu terhadap musuh agama). Bagaimana
pandangan Islam terhadap seni budaya? Bolehkah kita bermain
gitar, piano, organ, drum band, seruling, bermain musik blues,
klasik, keroncong (popular Indineisan music originating from
Portuguese songs), musik lembut, musik rock, dan lain-lain?
Bagaimana pula dengan lirik lagu bernada asmara, porno,
perjuangan, qashīdah, kritik sosial, dan sejenisnya? Bagaimana
pandangan hukum Islam dalam seni tari. Apakah tarian Barat
seperti Twist, Togo, Soul, Disko dan sebagainya boleh?
Bagaimana dengan tari tradisional? Bolehkah wanita atau lelaki
menari di kalangan mereka masing-masing?
4. Islam diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW di Makkah dan
Madinah (Arab).
Pada umumnya orang ‘Arab berbakat musik. Seni suara telah menjadi
suatu kebanggaan sejak zamān jāhilliyah. Di Hijāz kita dapati orang
menggunakan musik mensural yang bernama IQA (irama yang
berasal dari semacam gendang, berbentuk rithm) dengan
menggunakan berbagai intrusmen (alat musik), antara lain seruling,
rebana, gambus, tambur, dan lain-lain.
Setelah bangsa ‘Arab masuk Islam, bakat musiknya berkembang
dengan jiwa dan semangat baru yakni tauhid.
( Demikian juga halnya sama dengan kebudayaan tradisonal
Minangkabau, berubah setelah masuk agama Islam.)
5. Pada masa Rasūlullāh, ketika Hijāz menjadi pusat politik,
perkembangan seni musik makin berkembang.
a. Terdapat nash-nash hadist yang membolehkan seseorang menyanyi,
menari, dan memainkan alat-alat musik.
b. Tetapi kebolehan itu disebutkan pada nash-nash tersebut hanya ada pada
acara pesta-pesta perkawinan, khitanan, dan ketika menyambut tamu
2
yang baru datang atau memuji-muji syuhadak, mengingat Allah, atau
menyambut kedatangan hari raya dan yang sejenisnya.
c. Beberapa kutipan riwāyat saja, antara lain ;
a. Riwāyat Bukhārī dan Muslim dari ‘Ā’isyah r.a. ia berkata:2
"Pada suatu hari Rasūlullāh masuk ke tempatku. Di sampingku ada
dua gadis perempuan budak yang sedang mendendangkan
nyanyian (tentang hari) Bu‘ats (Bu‘ats adalah nama salah satu
benteng untuk Al-AWS yang jaraknya kira-kira dua hari perjalanan
dari Madīnah. Di sana pernah terjadi perang dahsyat antara kabilah
Aus dan Khazraj tepat 3 tahun sebelum hijrah).(di dalam riwāyat
Muslim ditambah dengan menggunakan rebana).
(Kulihat) Rasūlullāh s.a.w. berbaring tetapi dengan
memalingkan mukanya.
Pada sā‘at itulah Abū Bakar masuk dan ia marah kepada saya.
Katanya: "Di tempat Nabi ada seruling setan?"
Mendengar seruan itu, Nabi lalu menghadapkan mukanya kepada
Abū Bakar seraya bersabda: "Biarkanlah keduanya, hai Abū
Bakar!". Tatkala Abū Bakar tidak memperhatikan lagi maka saya
suruh kedua budak perempuan itu keluar.
Waktu itu adalah hari raya di mana orang-orang Sudan sedang
(menari dengan) memainkan alat-alat penangkis dan senjata
perangnya (di dalam masjid)....."
ل مِنَ الَ ْنصَارِ َفقَالَ النّبِيّ صلعَْ ْم ٍجُ َأَنّهَا زَفّتِ امْ َرَأةً إِلى ر
ُيَا عَائِشَةُ مَا كَانَ َمعَكُ ْم مِنْ لَ ْهوٍ َفإِنّ الَ ْنصَارَ يُعْجِبُ ُهمُ اللّ ْهو
"Bahwa dia pernah mengawinkan seorang wanita
dengan seorang laki-laki dari kalangan Anshār. Maka
Nabi s.a.w. bersabda: "Hai ‘Ā’'isyah, tidak adakah
padamu hiburan (nyanyian) karena sesungguhnya
2
(Lihat SHAHĪH BUKHĀRĪ, Hadīts No. 949, 925. Lihat juga SHAHĪH MUSLIM, Hadīts No.
829 dengan tambahan lafazh: ((ن ِ ْ مغَن ِّيَتَي َ ْ "وَ لَيKedua-duanya (perempuan itu) bukanlah
ُ ستَا
penyannyi")
3
(Lihat SHAHĪH BUKHĀRĪ, Hadīts No. 509, 511):
4
(Lihat SHAHĪH BUKHĀRĪ Hadīts No. 5162, TARTĪB MUSNAD IMĀM AHMAD, Jilid XVI, hlm.
213. Lihat juga: Asy-Syaukānī, NAIL-UL-AUTHĀR Jilid VI, hlm. 187)
3
orang-orang Anshār senang dengan hiburan
(nyanyian)."
ْخلْتُ عَلى قُرَظَةَ ْبنِ كَ ْعبٍ َو أَبِيْ مَسْعُوْ ٍد الَ ْنصَارِيّ فِي َ َد
)ْل (صلعَْم ِ أَنْتُمَا صَاحِبَا َرسُوْلِ ا:ُن َف ُقلْت َ ْعُرْسٍ َو إِذَا جَوَارِيْ يُغَنّي
َجلِسْ ِإنْ شِ ْئتَ فَاسْمَعْ مَ َعنَا و ْ ِا:َن أَ ْهلِ بَدْرٍ ُيفْ َعلُ هذَا عِ ْندَكُ ْم َفقَال
ْ ِوَ م
ِص لَنَا فِي اللّهْوِ عِنْ َد الْعُرْس َ ّإِنْ شِ ْئتَ اذْ َهبْ قَدْ ُرخ
"Saya masuk ke rumah Qurazhah bin Ka‘ab dan Abū
Mas‘ūd Al-Anshārī. Ketika itu sedang berlangsung
pesta perkawinan. Tiba-tiba beberapa perempuan
budak (jawārī) mulai menyanyi-nyanyi. Maka saya
bertanya: :Kalian berdua adalah sahabat Rasūlullāh
s.a.w. dan pejuang di perang Badar. Kenapa hal yang
begini kalian lakukan pula? Quraizhah menjawāb:
"Duduklah, kalau engkau mau. Mari kita dengar
bersama. Kalau tidak, silakan pergi. Sesungguhnya
telah diperbolehkan bagi kita untuk mengadakan
hiburan (nyanyian) apabila ada pesta perkawinan."
5
(Lihat Asy-Syaukānī, ibidem jilid VI, hlm. 187). Selanjutnya. ‘Abd-ul-Hayy Al-Kaththānī
(Lihat ‘Abd-ul-Hayy Al-Kaththāīi, AT-TARĀTIB-UL-IDĀRIYYAH, Jilid II, hlm. 121-126).
mencatat nama-nama penyanyi wanita di masa Rasūlullāh. Mereka ini suka menyanyi di
ruang tertutup (rumah) kalangan wanita saja pada pesta perkawinan dan sebagainya. Di
antaranya bernama Hammah (Lihat juga Ibnu Al-Asqalany, AN-NISĀ’, AL-'ASHĀBAH FĪ
TAMYĪZ ASH-SHAHĀBAH, Jilid IV, hlm. 274 dan 275) dan Arnab (Lihat Ibnu Hajar Al-
Asqalany, ibidem, hlm. 226).
6
(Lihat SUNAN AN-NASĀ’I, Jilid VI, hlm. 135)
4
(H.R. An-Nasai, lihat Bab Hiburan dan Nyanyian Pada Pesta
Pernikahan).
"Tanda pemisah (pembeda) antara yang halāl dengan yang harām (dalam
suatu pernikahan) adalah (mengumumkannya dengan) memainkan
rebana dan menyanyi."
Pada waktu itu muncullah seorang ahli musik bernama Ibnu Misjah
(wafat tahun 705 M.). Setelah itu kaum Muslimin banyak yang
mempelajari buku-buku musik yang diterjemahkan dari bahasa Yunani dan
Hindia. Mereka mengarang kitab-kitab musik baru dengan mengadakan
penambahan, penyempurnaan, dan pembaharuan, baik dari segi alat-alat
instrumen maupun dengan sistem dan teknisnya.
1. Yunus bin Sulaimān Al-Khatīb (wafat tahun 785 M.). Beliau adalah
pengarang musik pertama dalam Islam. Kitāb-kitāb karangannya dalam
musik sangat bernilai tinggi sehingga penggarang-penggarang teori musik
Eropa banyak yang merujuk ke ahli musik ini.
2. Khalīl bin Ahmad (wafat tahun 791 M.). Beliau telah mengarang buku
teori musik mengenai not dan irama.
5
3. Ishāk bin Ibrāhīm Al-Mausully (wafat tahun 850 M.) telah berhasil
memperbaiki musik ‘Arab jāhilliyah dengan sistem baru. Buku musiknya
yang terkenal adalah KITĀB-UL-ALHAN WAL-ANGHĀM (Buku Not dan
Irama). Beliau sangat terkenal dalam musik sehingga mendapat julukan
IMĀM-UL-MUGHANNIYĪN (Raja Penyanyi).
Selain dari penyusunan kitāb musik yang dicurahkan pada akhir masa
Daulah Umayyah. Pada masa itu para khalīfah dan para pejabat lainnya
memberikan perhatian yang sangat besar dalam pengembangan
pendidikan musik. (Lihat Prof. A.Hasmy, Sejarah kebudayaan Islam, hlm.
320-321).
Banyak sekolah musik didirikan oleh negara Islam di berbagai kota dan
daerah, baik sekolah tingkat menengah maupun sekolah tingkat tinggi.
Sekolah musik yang paling sempurna dan teratur adalah yang didirikan
oleh Sa‘id ‘Abd-ul-Mu’mīn (wafat tahun 1294 M.).
6
"Nyanyian tanpa instrumen musik, Al-Adhfawi dalam kitabnya AL-IMTA
menyebutkan bahwa Imam Al-Ghazali dalam berbagai karangan fiqihnya
menegaskan kesepakatan ulama tentang halalnya nyanyian jenis ini.
Begitu juga Ibnu Thahir berpendapat ada ijma' sahabat dan tabi'in tentang
halalnya nyanyian vokal ini. At-Taj-ul-Fazari dan Ibnu Qutaibah
menyebutkan adanya ijma' penduduk Mekah dan Madinah. Ibnu Thahir
dan Ibnu Qutaibah juga menyebutkan adanya ijma' penduduk Madinah
dalam hal tersebut. Sedangkan Imam Al-Mawardi mengatakan bahwa
penduduk Hijaz sejak dulu sampai sekarang (abad 5 H) membolehkan
nyanyian jenis ini pada hari-hari yang mulia dalam setahun yang (kaum
Muslimin) diperintahkan untuk melakukan nazam-nazam zikir dan ibadah."
"Tidak terdapat satu dalil pun di dalam Al-Quran maupun Sunnah Rasul
yang mengharamkan nyanyian. Bahkan ada Hadits yang menunjukkan
bolehnya nyanyian. Hadits shahih itu mengatakan bahwa Abu Bakar
pernah masuk ke tempat Aisyah yang disampingnya ada dua jariyah
penyanyi dari kalangan Anshar yang sedang menyanyikan tentang hari
Bu'ats. Kemudian Abu Bakar berkata: "Di rumah Nabi s.a.w. ada seruling
syaitan?" Mendengar perkataan itu, Rasulullah s.a.w. bersabda:
7
dari segi sanad dan ijtihad, baik bertolak dari nash maupun suatu
takwilan."
"Jika belum ada perincian dari Allah s.w.t. maupun RasulNya tentang
haramnya sesuatu yang kita bincangkan di sini (dalam hal ini adalah
nyanyian dan menggunakan alat-alat musik), maka telah terbukti bahwa
ia adalah halal atau boleh secara mutlak."
Adapun orang yang bertolak dari pendapat Ibnu Mas'ud dan Ibnu 'Abbas
tentang firman Allah s.w.t. surat Luqman, ayat 6 tentang arti Lahw-ul-
hadits dalam ayat tersebut adalah 'nyanyian". Begitu juga pendapat Ibnu
'Abbas yang mengatakan bahwa memainkan alat musik rebana dan setiap
alat musik termasuk seruling, tambur, adalah haram. Maka Ibnu Hazm
membantah pendapat ini dengan mengatakan (Lihat Ibnu Hazm, AL-
MUHALLA, Jilid VI, hlm. 60). bahwa semua pendapat yang semacam ini
tidak dapat dijadikan sebagai hujjah atau bukti dengan sebab-sebab
sebagai berikut:
2. Pendapat Ibnu 'Abbas dan Ibnu Mas'ud, Ibrahim, Mujahid, dan Ikrimah
tentang firman Allah s.w.t. dalam surat Luqman, ayat 6 yang menyatakan
bahwa yang dimaksud dengan ayat ini adalah nyanyian, maka pendapat
ini bertentangan senga pendapat yang lainnya dari kalangan sahabat dan
tabi'in.
8
maksiat. Adapun yang tidak meninggalkan sesuatu dari apa yang telah
diwajibkan walaupun ia sibuk dengan apa yang telah diuraikan di atas,
maka orang tersebut adalah muhsin (orang yang tidak salah melangkah).
Oleh karena itu siapa saja yang niatnya mendengar nyanyian untuk
melakukan suatu kemaksiatan kepada Allah, maka ia adalah seorang
fasiq.
9
Karenanya, siapa saja yang ijtihadnya telah menghasilkan suatu
dugaan yang kuat bahwa bernyanyi dan mendengarkannya
adalah haram, maka itulah hukum Allah terhadapnya, juga
terhadap setiap orang yang mengikutinya.
Sejak dahulu, seni tari telah memainkan peranan penting dalam upacara
kerajaan dan masyarakat maupun pribadi. Seni tari adalah akar tarian
Barat populer masa kini. Bangsa-bangsa primitif percaya pada daya magis
dari tari. Dari tarian ini dikenal tari Kesuburan dan Hujan, tari Eksorsisme,
dan Kebangkitan, tari Perburuan dan Perang. Tarian Asia Timur hampir
seluruhnya bersifat keagamaan, walaupun ada yang bersifat sosial. Selain
itu ada tarian rakyat yang komunal (folk dance). Tarian ini dijadikan
lambang kekuatan kerjasama kelompok dan perwujūdan saling
menghormati, sesuai dengan tradisi masyarakat.
10
Menari biasa dilakukan pada hari-hari gembira, seperti hari raya dan hari-
hari gembira lainnya.
Salah satu contoh tentang hal ini adalah seperti yang diriwayatkan oleh
Abū Dāwūd dari ‘Anas r.a. yang berkata (Lihat SUNAN ABŪ DĀWŪD, Jilid IV,
hlm. 281):
Imām Ahmad dan Ibnu Hibbān juga meriwayatkan dengan sanad yang
shahih dari Anas r.a. Beliau berkata (Lihat MUSNAD IMĀM AHMAD, Jilid III,
hlm. 152; lihat juga Al-Qastallanī, IRSYĀD-US-SARI, SYARH-SHAHĪH
BUKHĀRĪ, Jilid II, hlm. 204-205):
Pengarang kitāb ‘ilmu seni tari yang pertama di dalam Islam adalah Al-
Farābī (wafat tahun 950 M.), yang mengarang kitāb AR-RAQSU WAZ-
ZAFNU (Kitāb tentang Tari dan Gerak Kaki) (Lihat Prof. A. Hasjmy, Ibidem,
hlm. 326). Pengaruh kitāb ini masih dapat kita ketahui, Riau adalah pusat
11
kerajaan Melayu dan pernah memperoleh masa kejayaannya di sana.
Berbagai guru serta pelatih tari dan nyanyian dipelihara sultan di istana.
Begitu juga dengan perkembangan sya‘ir. Bentuk seni inipun berkembang
dengan baik dan mendapatkan perhatian sultan. Tari Zapin sampai
sekarang masih hidup subur di kepulauan Riau (Melayu). Bahkan banyak
tradisi yang sekarang berkembang di nusantara adalah hasil
perkembangan tari rakyat Riau yang diperagakan mulai dari lingkup
istana sampai kedai-kedai kopi. Serampang dua belas, misalnya, adalah
tarian populer peninggalan karya tersebut. Kata-kata pengiring tarian ini
masih menggunakan bahasa ‘Arab yang bercampur dengan bahasa
Melayu (Lihat Dr. Oemar A. Hoesin, KULTUR ISLAM, hlm. 466-467).
Namun perlu diperhatikan di sini, dalam sejarah umat Islam yang panjang,
tari-tarian itu tidak pernah dilakukan di tempat-tempat terbuka yang
penontonnya bercampur-baur antara lelaki dengan wanita. Ini berbeda
halnya dengan nyanyian. Pada masa pemerintahan khilafah ‘Abbāsiyah,
para penyanyi diijinkan menyanyi menyanyi sambil menari di jalanan atau
di atas jembatan serta di tempat-tempat umum lainnya. Rumah-rumah les
privat menyanyi dan menari dibuka untuk umum, baik di rumah-rumah
orang kaya maupun miskin. (Lihat Abū Al-Farāj Al-Ishfahānī, AL-AGHĀNĪ,
Jilid XVIII, hlm. 128, dan Jilid XIII, hlm. 127). Tetapi tidak pernah dilakukan
di tempat-tempat khusus, seperti yang dilakukan sekarang ini (khususnya
anak-anak muda), misalnya di night club, panggung pertunjukan, dan
sebagainya.
Perlu diingat, tari-tarian pada masa lalu hanya dilakukan oleh wanita-
wanita budak saja yang bekerja di istana, di rumah para pejabat, atau di
rumah-rumah rakyat biasa. Namun ada juga penari dari kalangan pria,
misalnya Ibrāhīm Al-Maushili (wafat 235 H.), dan sekelompok penari
kawakan yang tercatat di dalam kitāb Al-Aghānī. (Lihat Abū Al-Farāj Al-
Ishfahānī, ibidem, Jilid V (Riwayat hidup Ibrāhīm Al-Maushili)).
12
kebiasaan menari dengan mengikuti para penari Barat dengan gaya
merangsang syahwat dan membangkitkan birahi, seperti tari balet, dansa,
joget, dangdut, atau tarian yang menimbulkan histeria seperti disko dan
break dance.
Begitu juga Ja‘far bin Abī Thālib. Kata Imām Al-Ghazālī, dia pernah
melakukan hal yang sama (berjinjit) ketika mendengar sabda Rasūlullāh
s.a.w. :
"Engkau adalah orang yang paling mirip dengan corak dan tabiatku".
13
yang menjadi panutan masyarakat. Ini bertujuan agar mereka tidak
dikecilkan rakyat, tidak dijatuhkan martabatnya, atau tidak dijauhi oleh
rakyatnya.
Tentang riwāyat Imām Bukhārī dan Imām Ahmad yang berkaitan dengan
menarinya orang-orang Habsyah di hadapan Rasūlullāh s.a.w., Al-Qādhī
‘Iyādh berkata: "Ini merupakan dalīl yang paling kuat tentang bolehnya
tarian sebab Rasūlullāh s.a.w. membiarkan mereka melakukannya, bahkan
mendorong mereka untuk melanjutkan tariannya."
Karena itulah menurut Abū Wafā Ibnul ‘Aqīl, menari merupakan cara
berjalan paling angkuh dan penuh dengan kesombongan. Kemudian Imam
14
Ibn-ul-Jauzi melanjutkan dengan mengomentari tarian orang sufi. Katanya,
dapatkah kita membayangkan suatu perbuatan keji yang dapat
menjatuhkan nilai akal dan kewibawaan bagi seseorang serta
menyebabkan ia terjatuh dari sifat kesopanan dan rendah hati, seperti
yang dilakukan oleh seorang (sufi yang ) berjanggot. Apalagi yang
melakukannya adalah kakek-kakek yang berjenggot, bertepuk tangan dan
mengikuti irama yang dinyanyikan para wanita dan anak-anak muda yang
belum tumbuh jenggotnya. Apakah layak bagi seseorang membanggakan
diri dengan menari seperti binatang dan menepuk dada seperti wanita
(sambil menari), yang sudah gaek dan hampir masuk liang kubur yang
nantinya akan diminta pertanggungjawabannya di Padang Mahsyar?
Telah cukup banyak jenis tarian yang ada di tengah masyarakat saat ini.
Ada tarian dari masyarakat primitif yang berbentuk tarian upacara ritual.
Tarian ini tetap dilestarikan keberadaannya.
Ada tarian modern (tradisional daerah, tari Minang, Tari piring, tari rantak)
yang ditarikan oleh masyarakat setempat pada berbagai upacara
perayaan atau ketika menyambut tamu luar negeri.
Biasanya tari-tarian ini tidak terlepas dari iringan musik dan nyanyian
khas serta ciptaan daerah tertentu.
Tarian rakyat itu akhirnya tidak terlepas dari promosi atau pengenalan
negeri tempat asalnya. Tujuannya adalah untuk menarik pengunjung
(wisatawan – mancanegara atau domestic) untuk atau yang sedang
berkunjung ke negeri-negeri tertentu.
Bahkan terkadang, tarian dari negara tertentu dapat kita temukan di
negeri lain karena perwakilan konsulat bidang kebudayaan negara
tersebut dangan senanghati menggelar pertunjukannya (seperti telah kita
lihat adanya tarian-tarian Fandago dari Spanyol, Polka dari Bohemia,
Czardas dari Hongaria, Jig dari Irlandia, atau Fling dari Skotlandia).
15
ini adalah jenis tarian hiburan semata. Ada juga tarian yang dilakukan
oleh wanita-wanita.
Tarian Barat juga banyak macamnya. Ada tari Balet yang merupakan
tarian drama tunggal yang diiringi musik. Tarian ini biasanya dilakukan
oleh sepasang manusia (lelaki-perempuan). Ini sama saja dengan dansa
Agogo, cha-cha-cha, twist, dan disko. Semua tarian ini sudah lazim
dilakukan oleh pasangan penari lelaki dan wanita. Lalu, bagaimana status
hukum syara‘ terhadap tari-tarian yang telah disebutkan di atas? Di
bawah ini akan di rinci pandangan syara‘ terhadap tarian sebagai berikut:
لَ تَقُوْمُ السّا َعةُ حَتّى تَأْ ُخذَ أُمّتِيْ بِأَ ْخذِ الْقُرُوْنِ قَْبَلهَا شِبْرًا بِشِبْرٍ وَ ِذرَاعًا
وَ َمنْ ِمنَ النّاسِ إِلّ أُولِئكَ؟:َيَا َرسُوْلَ الِ كَفَارِسَ وَ الرّوْمَ؟ فَقَال:َِب ِذرَاعٍ فَقِيْل
"Tidak akan terjadi kiamat sebelum umatku mengambil apa-apa yang
dilakukan oleh bangsa-bangsa terdahulu (abad-abad silam) sejengkal
demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Sampai-sampai ketika mereka
masuk ke liang biawak, kalian pun mengikutinya." Para sahabat
bertanya: "Ya Rasūlullāh, apakah yang (engkau) maksudkan di sini
adalah (seperti) bangsa-bangsa Persia dan Romawi?" Rasūlullāh
menjawab: "Siapa lagi kalau bukan mereka." (HR. BUKHĀRĪ).
Dalam riwāyat lain disebutkan bahwa yang di ikuti oleh kaun Muslimīn
adalah (budaya) orang-orang Nasrānī dan Yahūdī.(Lihat SHAHĪH BUKHĀRĪ,
Hadīts No. 7320).
Ada dalīl lain yang mengharāmkan semua jenis tarian dari semua bangsa-
bangsa, yaitu (Lihat ‘Abd-ur-Ra’ūf Al-Manāwī, FAIDH-UL-QĀDIR, Hadīts No.
8593):
(ْ)مَنْ َتشَبّهَ بِ َقوْ ٍم َف ُهوَ مِْن ُهم
"Siapa saja yang menyerupai suatu kaum (dalam pola hidup dan adat
istiadat), maka ia (telah) tergolong ke dalam golongan mereka." (HR.
ABŪ DĀWŪD, THABRANĪ, dari Ibnu ‘Umar, dan Hudzaifah bin Al-Yaman).
Inilah larangan atau tegah menyerupai bangsa manapun dengan apa saja
secara mutlak, baik dalam urusan ‘aqīdah, ‘ibādah, nikāh, adat kebiasaan,
hidup bebas, dan sebagainya. Termasuk di sini hal-hal yang menyangkut
masalah tari-tarian.
17
4. Bertolak dari umumnya nash-nash yang membolehkan menggerakan
kaki, seperti :
(15 :)فَامْشُوْا فِيْ مَنَاكِِبهَا) (اللك
"Berjalanlah di segala penjuru (bumi)...." (67:15).
atau:
(42 :)اُ ْركُضْ بِرِ ْجلِكَ) (ص
"Hentakkanlah kakimu...." (38:42).
18