You are on page 1of 15

SUBJEK DAN OBJEK PAJAK PENGHASILAN

A. SUBJEK DAN BUKAN SUBJEK PENGHASILAN

1. Dasar Hukum Subjek Pajak Pasal 2 dan 3 UU nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimna telah diubah terakhir dengan UU Nomor 36 Tahun 2008 yang berlaku mulai tahun pajak 2009. Sebelumnya UU Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 17 tahun 2000 yang berlaku mulai tahun pajak 2001 sampai dengan 2008.

2. Kedudukan Subjek pajak dalam Pajak penghasilan Subjek pajak adalah istilah dalam peraturan perundang-undangan perpajakan untuk perorangan (pribadi) atau organisasi (kelompok) yang dikenakan pajak penghasilan atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam Tahun Pajak.pihak. Dan Pihak yang tidak termasuk subjek pajak tidak dikenakan pajak penghasilan.

Sesuai dengan UU No. 36 Tahun 2008 pasal 2, yang menjadi subjek pajak adalah : a. Orang Pribadi atau warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak :

1) Orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia. 2) Warisan yang belum terbagi sebagai suatu kesatuan merupakan subjek pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. Penunjukan warisan yang belum terbagi sebagai subjek pajak pengganti dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilaksanakan.

Catatan : Warisan yang belum terbagi kepada ahli waris, misal usaha atau saham atas nama meninggal, menghasilkan penghasilan yang menjadi objek pajak. Penghasilan tersebut dikenakan pajak, disetor dan dilaporkan atas nama pihak yang meninggal oleh ahli warisnya.

b. Badan

1) Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha. Yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, operasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi masa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya seperti lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan Bentuk Usaha Tetap. BUMN dan BUMD merupakan subjek pajak tanpa memperhatikan nama dan bentuknya sehingga setiap unit tertentu dari badan pemerintah, misalnya lembaga, badan, dan sebagainya yang dimiliki oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan untuk memperoleh penghasilan itu merupakan subjek pajak. 2) Dalam pengertian perkumpulan termasuk pula asosiasi, persatuan, perhimpunan atau ikatan dari pihak-pihak yang mempunyai kepentingan yang sama.

c. Bentuk Usaha Tetap (BUT) 1) Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh : a) Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia. b) Orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan; dan c) Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, berupa : Tempat kedudukan manajemen, cabang perusahaan, kantor perwakilan, gedung kantor,

pabrik, bengkel, gudang, ruang untuk promosi dan penjualan, pertambangan dan penggalian sumber alam, wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi, perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan, proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan, pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang lain sepanjang dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan, orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas, agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung resiko di Indonesia; dan komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalannkan kegiatan usaha melalui Internet. 2) Bentuk Usaha Tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan.

Catatan : BUT merupakan ambang batas pengenaan pajak antara subjek pajak dalam negri dengan luar negri.

Subjek pajak dapat dibedakan menjadi :

a. Subjek Pajak dalam negeri adalah : 1) Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. (Pengertian 183 hari dalam 12 bulan tidak harus berturut- turut, tapi bisa juga diselang seling yang penting jumlah harinya mencapai 183 hari, begitu pula bagi yang mempunyai niat, tidak harus menunggu mencapai 183 hari, tapi niat dimaksud dibuktikan dengan mengurus legalisasi kependudukan, semisal keterangan izin menetap, kartu penduduk dan lain sebagainya).

2) Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, Kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memnuhi kriteria : a) Pembentukannya berdasar ketentuan perundang-undangan b) Pembiayaan bersumber dari APBN atau APBD c) Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran pemerintah pusat atau

pemerintah daerah, dan d) Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara 3) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak. (seandainya yang punya waris tidak meninggalkan wasiat/pesan/amanah, siapa yang harus bertanggung jawab, atau kepada siapa harta tersebut diberikan apabila yang punya harta ini meninggal dikemudian hari, apalagi kalau pembagian waris berlarut-berlarut sementara kewajiban perpajakannya tidak ada yang mau bertanggung jawab. Oleh karena keberadaan Warisan yang belum dibagi sebagai subjek pajak, hanya sampai warisan selesai dibagi, artinya tidak bersifat permanen, maka dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, cukup menggunakan NPWP yang meninggal. Terhadap warisan yang belum terbagi yang ditinggalkan oleh subjek pajak luar negeri yang tidak menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT), dengan meninggalnya yang bersangkutan gugur statusnya sebagai subjek pajak, hal ini dikarenakan subjek pajak orang pribadi melekat pada orangnya, tidak ada istilah subjek pengganti).

b. Subjek pajak luar negeri adalah : Pasal 2 ayat (4), UU No. 36 Tahun 2008, menjelaskan pengertian subjek pajak luar negeri yakni : 1) Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, dan 2) Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, Orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

Pasal ini menjelaskan, bahwa subjek pajak luar negeri adalah orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau bertempat kedudukan di luar Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia, baik tidak melalui ataupun melalui bentuk usaha tetap. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, tetapi berada di Indonesia kurang dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, maka orang pribadi tersebut adalah subjek pajak luar negeri. Apabila penghasilan yang diterima atau diperoleh melalui bentuk usaha tetap, maka terhadap orang pribadi atau badan tersebut dikenakan pajak melalui bentuk usaha tetap, dan orang pribadi atau badan tersebut statusnya tetap sebagai subjek pajak luar negeri. Dengan demikian bentuk usaha tetap menggantikan orang pribadi atau badan sebagai subjek pajak luar negeri dalam memenuhi kewajiban perpajakannya di Indonesia. Dalam hal penghasilan tersebut diterima atau diperoleh tanpa melalui bentuk usaha tetap, maka pengenaan pajaknya dikenakan langsung kepada subjek pajak luar negeri tersebut. Berkenaan dengan pengenaan pajaknya (orang pribadi dan badan), maka perlu ditetapkan tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan.

Yang tidak termasuk subjek pajak sesuai pasal 3 UU PPh adalah : a. Kantor perwakilan negara asing b. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik. c. Organisasi-organisasi internasional dengan syarat : 1) Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut, dan 2) Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananyya berasal dari iuran para anggota. d. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional dengan syarat bukan warga negara indonesia dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.

3. Saat Mulai dan Berakhirnya Subjek Pajak Ketentuan mengenai saat mulai dan berakhirnya subjek pajak bertujuan menentukan saat mulai dan berakhirnya kewajiban perpajakan subjek pajak yang bersangkutan.

a. Orang pribadi dalam negeri Dimulai pada saat orang pribadi tersebut dilahirkan, berada atau berniat untuk bertempat tinggal di Indonesia dan berakhir pada saat meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya. b. Badan dalam negeri Dimulai pada saat badan tersebut didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia dan berakhir pada saat dibubarkan atau tidak lagi bertempat kedudukan di Indonesia. c. Bentuk Usaha Tetap (BUT) Dimulai pada saat orang pribadi tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan yang memenuhi syarat BUT dan berakhir pada saat tidak lagi menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT. d. Subjek Pajak Luar Negeri Dimulai pada saat orang pribadi atau badan tersebut menerima atau memperoleh penghasilan dari indonesia dan berakhir pada saat tidak lagi menerima atau memperoleh penghasilan tersebut. e. Warisan belum terbagi Dimulai pada saat timbulnya warisan yang belum terbagi tersebut ddan berakhirnya pada saat warisan tersebut selesai dibagi.

MULAI Subjek Pajak Dalam Negeri Orang Pribadi : Saat dilahirkan. Saat berada di Indonesia atau bertempat tinggal di Idonesia. Subjek Pajak Dalam Negeri Badan : Saat didirikan atau bertempat

BERAKHIR Subjek Pajak Dalam Negeri Orang Pribadi : Saat meninggal Saat meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya. Subjek Pajak Dalam Negeri Badan : Saat dibubarkan atau tidak lagi

kedudukan di Indonesia

bertempat kedudukan di Indonesia.

Subjek Pajak Luar Negeri melalui BUT : Saat menjalankan usaha atau

Subjek Pajak Luar Negeri melalui BUT : Saat tidak lagi menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha BUT di Indonesia

melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.

Subjek Pajak Luar Negeri tidak melalui Subjek Pajak Luar Negeri tidak melalui BUT BUT : Saat menerima atau memperoleh penghasilan di Indonesia : Saat tidak lagi menerima atau dari

memperoleh Indonesia

penghasilan

Warisan Belum Terbagi : Saat timbulnya warisan yang belum terbagi

Waisan Belum Terbagi : Saat warisan telah selesai dibagikan

4. Wajib pajak Subjek pajak orang pribadi dalam negeri menjadi Wajib Pajak apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Subjek pajak badan dalam negeri menjadi Wajib Pajak sejak saat didirikan, atau bertempat kedudukan di Indonesia. Subjek pajak luar negeri baik orang pribadi maupun badan sekaligus menjadi Wajib Pajak karena menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Dengan perkataan lain, Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang telah memenuhi kewajiban subjektif dan objektif.

Perbedaan Wajib Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak luar negeri, antara lain adalah : Wajib Pajak dalam negeri Dikenakan pajak atas penghasilan baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia dan dari luar Indonesia. Dikenaka pajak berdasarkan Wajib Pajak luar negeri Dikenakan pajak hanya atas

penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indoesia. Dikenakan pajak berdasarkan

penghasilan netto. Tarif pajak yang digunakan adalah tarif umum ( Tarif UU PPh pasal 17) Wajib menyampaikan SPT

penghasilan bruto Tarif pajak yang digunakan adalah tarif sepadan (Tarif UU PPh pasal 26) Tidak wajib menyampaikan SPT

B. Objek dan Bukan Objek Penghasilan

1. Dasar Hukum objek pajak Pasal 4 UU Nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 36 Tahun 2008 yang berlaku mulai tahun pajak 2009. Sebelumnya UU Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No 17 tahun 2000 yang berlaku mulai tahun pajak 2001 s.d. 2008.

2. Objek pajak menurut UU PPh Objek pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk : a. Penggantian atau imnbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, horarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan lain dalam Undangundang ini; b. c. d. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan; Laba usaha; Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk: 1) Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal; 2) Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya; 3) Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apapun; 4) Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, atau badan pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan

5) Keuntungan karena penjualan atau pemgalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam usaha pertambangan; e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak; f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;

g. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi. Dividen merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham atau pemegang polis asuransi kepada pemegang polis atau pembagian sisa hasil usaha koperasi yang diperoleh anggota koperasi. Yang termasuk dalam pengertian deviden adalah : 1) Pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung dengan nama dan dalam bentuk apapun. 2) Pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor. 3) Pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham. 4) Pembagian laba dalam bentuk saham 5) Pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran. 6) Jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh pemegang saham karena pemberian kembali saham-saham oleh perseroan yang bersangkutan. 7) Pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan, jika dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal dasar(statuter)yang dilakukan secara sah. 8) Pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterima sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut. 9) Bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi 10) Bagian laba yang diterima oleh pemegang polis 11) Pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi 12) Pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang dibebankan sebagai biaya perusahaan. h. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak; i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;

j.

Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;

k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah; Pembebasan Utang oleh pihak yang berpiutang dianggap sebagai penghasilan bagi pihak yang semula berutang, sedangkan bagi pihak yang berpiutang dapat dibebankan sebagai biaya. Namun, dengan peraturan pemerintah dapat ditetapkan bahwa pembebasan utang debitur kecil. Misalnya Kredit Usaha keluarga Prasejahtera(kukesra), Kredit Usaha Tani (KUT), Kredit Usaha Rakyat (KUR), Kredit untuk perumahan sangat sederhana, serta kredit kecil lainnya sampai dengan jumlah tertentu dikecualikan sebagai objek pajak. l. Keuntungan selisih kurs mata uang asing;

m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva; n. Premi asuransi; o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas; p. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak; Tambahan kekayaan neto pada hakekatnya merupakan akumulasi penghasilan baik yang telah dikenakan pajak dan yang bukan objek pajak serta yang belum dikenakan pajak. Apabila diketahui adanya tambahan kekayaan neto yang melebihi akumulasi penghasilan yang telah dikenakan pajak dan yang bukan objek pajak, maka tambahan kekayaan neto tersebut merupakan penghasilan. q. Penghasilan dari usaha berbasis syariah; r. Imbalan bungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan s. Surplus Bank Indonesia

Penghasilan tersebut dapat dikelompokkan menjadi : 1. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas, seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktek dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara, dan sebagainya. 2. Penghasilan dari usaha atau kegiatan. 3. Penghasilan dari modal atau penggunaan hart, seperti sewa, bunga, dividen, royalti, keuntungan dari penjualan harta yang tidak digunakan, dan sebagainya.

4. Penghasilan lain-lain, yaitu penghasilan yang tidak dapat diklasifikasikan kedalam salah satu dari tiga kelompok penghasilan di atas, seperti: a. Keuntugan karena pembebasan utang. b. Keutungan karena selisih kurs mata uang asing. c. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva. d. Hadiah undian

Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri, yang menjadi objek pajak adalah penghasilan baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. Sedangkan bagi Wajib Pajak Luar Negeri, yang menjadi objek pajak hanya penghasilan yang berasal dari Indonesia saja.

TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK Yang dikecualikan dari objek pajak adalah : 1. a. Bantuan atu sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang keturunannnya diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan diantara pihak-pihak yang bersangkutan. 2. Warisan 3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal. 4. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari wajib pajak atau pemerintah, kecuali yang diberikan oleh : a. Bukan wajib pajak b. Wajib pajak yang dikenakan pajak secara final, atau c. Wajib pajak yang menggunakan perhitungan khusus.

5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan : a. Asuransi Kesehatan b. Asuransi kecelakaan c. Asuransi jiwa d. Asuransi dwiguna e. Asuransi bea siwa 6. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai wajb pajak dalam negeri, koperasi, BUMN, atau BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat : a. Deviden berasal dari cadangan laba yang ditahan b. Bagi perseroan terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima deviden, kepemilikan saham pada badan yang memeberikan deviden paling rendah 2,5 % dari jumlah modal yang disetor. 7. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan menteri keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai. 8. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan. 9. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari : a. Perseroan konditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham b. Persekutuan c. Perkumpulan d. Firma e. Kongsi 10. Dihapus (sebelumnya penghasilan yang diterima oleh reksadana bukan objek PPh) 11. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kkegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tertentu : a. Merupakan usaha mikro, kecil, menegah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektorsektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri keuangan. b. Sahamnya tidak diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia. 12. Beasiswa yang memenuhi persayaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan menteri keuangan. 13. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar

pada instansi yang membidangnginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/ atau penelitian dan pengembanga tersebut,yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdarkan peraturan menteri keuangan. 14. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh badan penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasrkan peraturan menteri keuangan.

3. Objek PPh yang dikenakan pajak secara khusus Objek PPh atas penghasilan tertentu yang diatur secara khusus : a. Berdasarkan pasal 4 ayat 2 : PPh final Penghasilan Tertentu : 1) Penghasilan atas bungan deposito/ tabungan, diskonto, SBI, dan jasa Giro 2) Penghasilan atas penjualan saham dibursa efek 3) Penghasilan atas transaksi penjualan obligasi di bursa efek 4) Penghasilan atas hadiah undian 5) Persewaan tanah dan/atau bangunan 6) Jasa kontruksi 7) Penjualan saham milik perusahaan modal ventura 8) Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan 9) Bunga simpanan koperasi kepada anggota koperasi 10) Transaksi derivatif diperdagangkan di bursa b. Berdasarkan pasal 15 UU PPh : norma penghitungan khusus usaha tertentu 1) Wajib pajak pelayaran dalam negeri 2) Wajib pajak penerbangan dalam negeri 3) Wajib pajak pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri 4) Wajib pajak luar negeri yang mempunyai kantor perwakilan dagang di indonesia. 5) Penghasilan atas banguan yang diteriima dari investor kepada pemegang hak atas tanah setelah perjanjian Built Operate Transfer (BOT) berakhir. 6) Wajib pajak badan dari pola bagi hasil tahap 1 dan 2 dengan PT. Telkom 7) Wajib pajak yang menerima penghasilan dari jasa maklon internasional (contract manufacturing). 4. Tarif PPH Menurut pasal 17 UU PPh tarif pajak yang diterapkan atas penghasilan kena pajak : a. Wajib pajak orang pribadi dalam negeri adalah sebagai berikut :

Tarif PPh orang Pribadi Lapisan Penghasilan Kena Pajak Sampai dengan Rp. 50.000.000 Diatas Rp.50.000.000 s.d Rp. 250.000.000 Diatas Rp. 250.000.000 s.d Rp.500.000.000 Diatas Rp.500.000.000 Tarif 5% 15% 25% 30%

b. Wajib pajak badan dan bentuk usaha tetap 1) Wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap tahun 2009 sebesar 28% 2) Tarif tersebut menjadi 25% yang mulai berlaku sejak tahun pajak 2010. Fasilitas pengurangan tarif wajib pajak badan mulai tahun 2009 a) Perseroan terbuka masuk bursa b) Usaha dengan peredaran bruto s.d. Rp. 50 Miliar setahun.

5. Dasar Pengenaan Pajak PPh Untuk dapat menghitung PPh, terlebih dahulu harus diketahui dasar pengenaan pajaknya. Untuk Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang menjadi dasar pengenaan pajak adalah Penghasila Kena Pajak. Sedangkan untuk Wajib Pajak luar negeri adalah penghasilan bruto. Besarnya Penghasilan Kena Pajak untuk Wajib Pajak badan dihitung sebesar penghasilan netto. Sedangkan untuk Wajib Pajak orang pribadi dihitung sebesar penghasilan netto dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Rumus :

Penghasilan kena pajak (WP Badan) = penghasilan netto Penghasilan kena pajak (WP orang pribadi) = penghasilan netto-PTKP

6. Rumus Umum menghitung PPh Pajak Penghasilaan (WP Orang Pribadi)

= Penghasilan kena pajak x TARIF PAJAK = (Penghasilan netto PTKP) x TARIF PAJAK = [(Penghasilan bruto biaya yang diperkenankan UU PPh) PTKP] x TARIF PAJAK

Pajak Penghasilan (Wajib Pajak Badan) = Penghasilan Kena Pajak x TARIF PAJAK = Penghasilan netto x TARIF PAJAK = (Penghasilan bruto - biaya yang diperkenankan UU PPh) x TARIF PAJAK

You might also like