You are on page 1of 25

TUGAS HUKUM LAUT INTERNASIONAL

RESUME
HUKUM LAUT INDONESIA (P. JOKO SUBAGYO, S.H)

NAMA : IDA AYU WYN. MERYAWIRA SENDIDEVI NIM : D1A009011 KELAS : A


FAK. HUKUM UNIVERSITAS MATARAM

DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN A. Kelautan B. Perkembangan Wilayah Kelautan C. Kekayaan Laut dan Pengelolaannya

BAB II

NEGARA KEPULAUAN A. B. C. D. E. Kedaulatan Negara Kewenangan dalamWilayah Kelautan Lintasan Damai Kendaraan Asing Perlindungan dan Pemeliharaan Lingkungan Laut Pengaruh Konfrensi Hukum Laut bagi Negara Kepulauan

BAB III

WILAYAH DASAR LAUT A. B. C. D. Kawasan Dasar Laut Landas Kontinen Kewenangan Negara Pantai Persetujuan Pemerintah Indonesia dengan Beberapa Negara dalam Penetapan Garis Batas Landas Kontinen

BAB IV

ZONA EKONOMI EKSKLUSIF A. Konvensi Hukum Laut Internasional (Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985) B. Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) C. Hak dan Kewajiban di ZEEI D. Penegakan Hukum di ZEEI E. Pidana dan Jenis Tindak Pidana

BAB I PENDAHULUAN A. Kelautan Wilayah suatu Negara selain darat dan udara juga lautan. Namun masalah kelautan atau wilayah laut hanya dimiliki oleh Negara-negara tertentu yaitu negara dimana wilayah daratannya berbatasan dengan laut. Laut ada kalanya merupakan batas suatu Negara dengan Negara lain dengan titik batas yang ditentukan melalui ekstradisi bilateral maupun ekstradisi multilateral yang berarti pula batas kekuasaan suatu Negara, sejauh garis terluar batas wilayahnya. Dalam perkembangan hukum internasional dengan batas wilayah dituntut hubungan yang baik bagi setiap Negara dan perjanjian-perjanjian yang diciptakan perlu ditaati agar tidak merugikan kepentingan Negara lain. Penentuan batas wilayah yang meliputi kelautan di dalam pembuatannya selalu memperhatikan bentuk konsekuensi dan pertimbangan-pertimbangan lain sehingga kepentingannya sama-sama berjalan. Upaya yang dilakukan untuk membentuk dan melahirkan ketentuan yang dapat diterapkan secara internasional terus dilakukan dengan melihat gambaran keadaan praktek penentuan batas wilayah laut dari masing-masing Negara pantai. Pada tahun 1936 telah diadakan Konferensi Kodifikasi di Den Haag. Pada tahun 1939,dikeluarkan Ordonansi yang mengatur batas lebar laut territorial sejauh 300 mil laut. Pada tahun 1958, diadakan Konferensi Hukum Laut di Jenewa belum mampu menghasilkan kesepakatan internasional dalam jarak 3 mil laut. Pada tahun 1960, diadakan konferensi di Jenewa (Hukum Laut II) belum menghasilkan kesepakatan. Pada tahun 1974, diadakan Konferensi Hukum Laut di Caracas Venezuela yang menentukan jarak wilayah laut territorial sejauh 12 mil laut. Pada tahun 1982, diadakan Konferensi Hukum Laut III dan diperoleh kesepakatan bersama dalam jarak sejauh 12 mil laut.

Ketentuan yang dikeluarkan ini dimaksudkan agar berlaku secara umum sepanjang dapat diterapkan pada kondisi wilayah laut suatu Negara, kecuali bagi Negara-negara pantai yang wilayah lautnya tidak memenuhi batas yang ditentukan, mengingat batas-batas yang dimaksud adalah batas maksimal yang dapat dimanfaatkan oleh Negara pantai. Apabila

ditemukan batas kurang dari yang ditentukan sebagai kesepakatan internasional, maka penyelesaian dilakukan melalui perundingan.. Indonesia dengan bentuk geografinya sebagai Negara kepulauan yang membentang beribu-ribu pulau dengan corak beraneka ragam dan cirri-cirinya sendiri, maka untuk menjaga keutuhan territorial serta perlindungan kekayaan alam perlu semua pulau/kepulauan harus berada dalam keutuhan/kesatuan bulat. Berdasarkan pertimbangan itu pemerintah Indonesia menyatakan, bahwa segala perairan di sekitar di antara dan yang menghubungkan pulau-pulau merupakan wilayah territorial Indonesia. Intinya bahwa lautan yang terletak di antara pulau-pulau merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari daratan. Kemudian dalam perkembangannya ditetapkannya wawasan nusantara sebagai konsepsi kesatuan wilayah, bangsa dan Negara dengan memandang Indonesia sebagai satu kesatuan yang meliputi tanah(darat), udara diatasnya, dan air (lautan) secara tidak terpisah, yang meliputi segala bidang kehidupan, yaitu politik, ekonomi, budaya, hankam . Kesatuan yang ditempuhnya memandang wilayah-wilayah tersebut menjadi kekuasaannya dengan kedaulatan penuh yang melekat pada wilayah tersebut, sehingga dapat menghindari bentuk-bentuk ancaman yang berasal dari luar yang dapat menggangu stabilitas dan keutuhan Negara.

B. Perkembangan Wilayah Kelautan Semula Negara pantai menganut batas wilayah territorial sejauh 3 mil laut yang kemudian berkembang dan melalui konvensi Internasional, jara tersebut diperpanjang 4-6 mil laut namun belum diberlakukan secara universal, baru pada tahun 1982 telah ditelorkan kesepakatan bersama baik oleh Negara pantai maupun Negara tidak berpantai bahwa lebar laut territorial maksimal 12 mil laut. Pada tanggal 13 Desember 1957 Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan pernyataan yang dikenal dengan Deklarasi H.Juanda : Bahwa segala perairan disekitar, diantara dan yang menghubungkan pulau-pulau atau bagian pulau-pulau yang termasuk daratan Negara Republik Indonesia dengan tidak memandang luas atau lebarnya adalah bagian yang wajar daripada wilayah daratan Negara Republik Indonesia dan demikian merupakan bagian daripada perairan Nasional yang berada di bawah kedaulah mutlak dari Negara Republik Indonesia.

Dikeluarkannya Deklarasi ini dimaksudkan untuk menyatukan wilayah daratan yang terpecah-pecah sehingga Deklarasi akan menutup adanya lautan bebas yang berada di antara pulau-pulau wilayah daratan. Pertimbangan lain yang mendorong Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan pernyataan mengenai wilayah perairan Indonesia adalah : 1. Bahwa bentuk geografi Republik Indonesia sebagai Negara kepulauan terdiri dari beriburibu pulau mempunyai sifat dan corak tersendiri yang memerlukan pengaturan tersendiri. 2. Bahwa penetapan batas-batas laut territorial yang diwarisi dari pemerintah colonial sebagaimana termaktub dalamTerritoriale Zee en Maritime Kringen Ordonantie 1939 pasal 1 ayat (1) tidak sesuai lagi dengan kepentingan keselamatan dan keamanan Negara Republik Indonesia 3. Bahwa setiap Negara berdaulat berhak dan berkewajiban untuk mengambil tindakantindakan yang dipandang perlu untuk melindungi kebutuhan dan keselamatan negaranya. Dengan dikeluarkannya pernyataan tersebut bukan berarti tidak ada pelayaran asing pada jalur lintas di laut kepulauan tersebut. Di wilayah tersebut dulunya merupakan jalur pelayaran bebas masih dimungkinkan untuk dilakukan pelayaran inernasional dengan maksud damai. Pada tahun 1960 di keluarkan UU NO. 4/Prp/1960 tentang perairan Indonesia. Dengan dikeluarkannya UU NO. 4/Prp/1960 tersebut semakin kuat keadaan kelautan Indonesia yang membentang di bawah kedaulatan Indonesia, sehingga bagi pelayaran atau kegiatan lainnya yang menggunakan fasilitas perairan laut harus sepengetahuan atau izin terlebih dahulu dari pemerintah Indonesia. Selain laut wilayah yang merupakan bentangan 12 mil laut sebagaimana dimaksud pasal 1 ayat (1) UU Nomor: 4/Prp/1960, juga dikenal perairan pedalaman sebagai perairan territorial yang berada pada sisi darat territorial dan perairan yang terletak di bagian dalam garis yang menghubungkan titik-titik terluar pada pulau-pulau bagian pulau-pulau. C. Kekayaan Laut dan Pengelolaannya Selain berfungsi sebagai penghubung antara wilayah yang satu dengan wilayah yang lainnya dalam memperlancar hubungan transportasi, kekayaan yang terkadung di dalamnya sangat menopang hidup dan kehidupan rakyat banyak. Dengan potensi kekayaan yang ada dapat menimbulkan bencana apabila dalam pengelolaannya tanpa memperhatikan batas kemampuan alam. Oleh karena itu pengelolaannya harus diperhatikan agar tidak merusak atau menghancurkan lingkungan laut. Secara preventif untuk mencegah terjadinya kerusakan lingkungan laut sebagai akibat penangkapan ikan dengan dasar Undang-undang Nomor : 9 Tahun 1985 dan peraturan pelaksanaanya telah diatur mengenai pengelolaan sumber daya ikan dengan prinsip

pemanfaatannya ditujukan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, dengan tidak meninggalkan ketentuan yang ditetapkan oeleh Menteri yang berwenang, yaitu mengenai : 1. Alat penangkapan ikan yang diizinkan 2. Syarat-syarat teknis perikanan yang harus dipenuhi oleh kapal perikanan. 3. Jumlah yang boleh ditangkap dan jenis serta ukuran ikan yang tidak boleh ditangkap. 4. Memperhatikan daerah, jalur dan waktu atau musim penangkapan. 5. Pencegahan, pencemaran dan kerusakan, rehabilitasi dan peningkatan sumber daya ikan serta lingkungannya. 6. Penebaran ikan jenis baru. 7. Pembudidayaan ikan dan perlindungannya. 8. Pencegahan dan pemberantasan hama serta penyakit ikan. 9. Hal-hal lain. Pasal 33 UUD 1945 merupakan landasan utama dalam dalam pengelolaan kekayaan alam bumi Indonesia, sehingga dalam pengelolaan sumber daya yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan protein dimanfaatkan untuk kepentingan bersama rakyat Indonesia. Sebagai pedoman dalam pengelolaan sumber daya alam dengan pendekatan ekologi telah ditetapkan dalam GBHN sebagai berikut : Sumber daya alam harus digunakan secara rasional. Penggunaannya harus diusahakan agar tidak merusak lingkungan hidup. Dilaksanakan dalam kebijakan yang menyeluruh. Memperhatikan generasi yang akan datang.

Sumber daya alam (laut) dapat dibedakan dalam 2 jenis : 1. Hayati 2. Non Hayati Pengembagan sumber daya alam hayati di perairan Indonesia terdiri dari dua komponen yang tidak dapat dipisahkan, yaitu : a. Pengembangan, peningkatan produksi yang ditujukan untuk : - Perbaikan mutu gizi; - Perbaikan konsumsi protein hewani. Dan bagi pemerintah untuk peningkatan pendapatan melalui ekspor perikanan. b. Pengelolaan (management) yang dilakukan dengan sasaran : - Melakukan prinsip sustainable yield; - Peningktan pendapatan nelayan; - Merangsang penanaman modal di sector perikanan, baik melalui modal dalam negeri maupun modal asing.

Dikeluarkannya UU Nomor : 44/Prp/1960 dapat digunakan untuk berpijak dalam melakukan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi di daerah lepas pantai pada tanah d bawah perairan Indonesia dan di landas kontinen Indonesia. Untuk menjaga tetap terpeliharanya lingkungan laut yang ada dana agar tidak terjadi pengelolaan yang tidak memperhatikan kewajiban-kawajiban yang harus dilaksanakan atau dihindari, maka sebagai pedoman pengawasan tugas dan kewajiban tersebut dikeluarkan PP Nomor : 17 Tahun 1974 tentang Pengawasan Pelaksanaan Eksplorasi dan Eksploitasi Minyak dan Gas Bumi di daerah lepas pantai. Secara tegas di atur dalam PP Nomor : 17 Tahun 1974, bahwa dengan pertambangan minyak dan gas bumi mempunyai peranan penting dalam pembangunan Negara pada umumnya dan dengan tidak mengurangi nilai kepentingan lainnya dengan prioritas pemanfaatan sepanjang sangat diperlukan untuk pembangunan Negara. Pada dasarnya usaha pertambangan, sebagimana dimaksud dalam UU Nomor : 11 Tahun 1967 dikenal adanya 6 macam kegiatan yang meliputi : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Penyelidikan umum Eksploitasi Eksplorasi Pengelolaan/pemurnian Pengangkutan Pemasaran

Kekomplekan dari kegiatan tersebut karena adanya kepentingan lain yang perlu diperhatikan, sehingga tanpa meperhatikan kepentingan lain tersebut dapat menggoncangkan kehidupan yang ada.

BAB II NEGARA KEPULAUAN

A. Kedaulatan Negara Kedaulatan Negara atau dalam bahasa asingnya souveraignity bermakna kekuasaan tertinggi dalam suatu Negara yang di dalam Negara tersebut tidak dihinggapi adanya kekuasaan lain.

Jean Bodin (abad XVI) , mengungkapkan kedaulatan Negara adalah kekuasaan tertinggi dalam suatu Negara untuk menentukan hukum dalam Negara tersebut dan sifatnya : tunggal, asli, abadi serta tidak dapat dibagi-bagi. Bagi suatu Negara yang berdaulat berarti dalam Negara mempunyai otonom penuh dan bertanggung jawabyang penuh pula terhadap perkembangan bangsa dan Negara baik yang bersifat ke dalam maupun ke luar dengan segala kebijaksanaan di berbagai bidang maupun politik, ekonomi, hukum, pertahanan dan keamanan serta menjalin hubungan dengan Negaranegara serta bangsa-bangsa lain di dunia. Dilihat dari sejarahnya Negara itu ada karena perkembangan kebutuhan manusia yang ingin hidup dalam keteraturan dengan koordinasi mapan, tidak saling menciptakan rasa kekhawatiran antar sesama. Perubahan kedaulatan suatu Negara pada dasarnya sangat ditentukan oleh peta situasi politik dan keadaan pemerintahannya. Dalam pergaulan masyarakat internasional sebagai masyarakat dunia mempunyai berbagai urusan yang bersifat melintasi batas wilayah Negara dengan berbagai transaksi dan pendekatan lainnya antara satu Negara dengan Negara lainnya. Negara sebagai anggota masyarakat internasional yang berbicara tentang nasib dan keadaan politik merupakan Negara yang merdeka, berdaulat serta mempunyai kesamaan derajat, sehingga tindakan antar Negara ada kewajiban saling mengakui dan menghormati. Juga hak-hak yang harus diperhatikan yang timbul sebagai akibat logis dalam pergaulan di dalam masyarakat internasional. 1. Kebiasaan internasional Kebiasaan di sini merupakan suatu pola tindak dari serangkaian tindakan-tindakan mengenai suatu hal dan dilakukan secara berulang-ulang, tindakan yang dimaksud adalah berkaitan dengan hubungan internasional. Apabila secara pergaulan internasional sudah cukup mendapatkan pengakuan dalam arti tidak menimbulkan pertanyaan maupun permasalahan yang dapat berjalan secara lancer di dalam pergaulan tersebut. 2. Perjanjian internasional Perjanjian diadakan oleh bangsa sebagai subyek hukum internasional, tujuannya untuk menggariskan hak-hak dan kewajiban yang ditimbulkan serta akibat lainnya yang berpengaruh bagi para pihak pembuat perjanjian. Para pihak terikat dan tunduk perjanjian sesuai dengan ketentuan yang menjadi kesepakatan bersama. Perjanjian dapat dilakukan oleh dua Negara (bilateral) atau lebih (multilateral).

Pada umumnya perjanjian dibuat dengan memperhatikan kepentingan para pihak dengan saling menguntungkan dan tidak meninggalkan landasan masing-masing pihak serta memperhatikan segala ketentuan hukum internasional yang ada. Dengan berdaulatnya suatu Negara dapat menentukan langkah dalam berbagai segi tanpa adanya tekanan dari pihak lain yang berpengaruh sehingga langkah-lanagkah yang ada dapat ditentukan dengan kebutuhan-kebutuhan yang dianggap penting dengan tidak mengurangi hak-hak dan kewajiban-kewajiban sebagai anggota masyarakat internasional. Sebaliknya bagi Negara yang belum merdeka dan tidak berdaulat jika mengadakan pergaulan dalam masyarakat internasional akan berakibat perkembangan masyarakat internasional akan terhambat karena Negara yang demikian selain tidak dapat leluasa bersikap, juga tidak dapat menentukan nasib sendiri yang berarti tidak ada kekuasaan tertinggi lain di dalamnya yang lebih kompeten untuk menentukan segalanya sehingga Negara tersebut tidak dapat mengadakan pergaulan inernasional, andaikaan adapun akan tertentu/terbatas sifatnya. Menurut Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmaadja, SH bahwa kekuasaan tertinggi mengandung dua pembatasan penting dalam dirinya, yaitu : 1. Kekuasaan itu pada batas-batas wilayah Negara yang memiliki kekuasaan itu, dan 2. Kekuasaan itu berakhir di mana kekuasaan suatu Negara dimulai. Jadi hukum internasional sebagai hukum yang mengatur hubungan antara subyeksubyek hukum internasional, denga ketentuan melintasi batas wilayah suatu Negara harus dijadikan pedoman dan ikatan bagi pencipta hubungan tersebut. Kedaulatan suatu Negara bukan berarti Negara itu menutup kemungkinan-kemungkinan tunduk pada hukum internasional, maka keharusan bagi anggota-anggota masyarakat internasional memperhatikan segala ketentuan-ketentuan yang mengatur hubungan diantara mereka baik yang berasal dari kesepakatan yang diadakan maupun yang berdasarkan ketentuanketentuan yang sudah ada sebelum kesepakatan itu dilakukan dan yang dianggap masih dapat mengikat dalam pergaulan internasional. Sebaliknya dengan berdaulatnya suatu negaraa merupakan langkah awal untuk ikut dalam pergaulan dalam masyarakat internasional dan sekaligus mematuhi segala bentuk ikatan dalam pergaulan tersebut. B. Kewenangan dalamWilayah Kelautan Laut sebagai wilayah territorial, merupakan daerah yang menjadi tanggungg jawab Negara yang sepenuhnya Negara yang bersangkutan dengan penerapan hukumyang berlaku di wilayahnya yaotu hukum nasional Negara yang bersangkutan. Ada 2 kententuan yang dapat diterapkan berlakunya : 1. Hukum nasional sepanjang wilayah lautan itu berada pada kekuasaan hukum nasional.

2. Hukum internasional dimana di dalam wilayah lautan tersebut tidak berada di bawah suatu Negara sehingga pengaturannya dengan memperhatikan hukum internasional. Kedua ketentuan ini tidak bertentangan berlakunya, namun hukum nasional selalu memprhatikan ketentuan-ketentuan yang bersifat internasional. Pembagian 3 wilayah laut : 1. Laut merupakan wilayah territorial, 2. Laut merupakan wilayah ekonomi atau zona ekonomi eksklusif Indonesia, 3. Laut bebas. Laut yang merupakan wilayah zona ekonomi eksklusif, kewenangan Negara yang bersangkutan hanya terbatas sepanjang menyangkut masalah ekonomi saja dan bagi Negaranegara asing yang ingin menggunakan wilayah tersebut harus mendapatkan izin dari pemerintah sebagai penguasa wilayah tersebut, sedangkan untuk kepantingan lainnya di luar itu dapat dilakukan dengan segala tujuan damai. Tentang laut bebas atau laut lepas (high sea) sangat terbuka bagi semua Negara tidak satu negarapun dapat menyatakan bahwa laut lepas ini termasuk dalam daerah kekuasaanya yang berada di bawah kedaulannya. Kebebasan yang dapat dilakukan oleh Negara-negara di laut lepas meliputi : Kebebasan melakukan navigasi. Kebebasan penangkapan ikan. Kebebasan memasang kabel dan pipa saluran di bawah permukaan air laut. Kebebasan melakukan penerbangan di atas laut lepas.

Kebebasan tersebut dilaksanakan bebas sebebasnya tetap dibarangi dengan selalu menjaga situasi dan kondisi yang ada di dalam lingkungan laut (ekologinya). Dalam hukum internasional yang harus dipatuhi oleh setiap Negara untuk pelayaran di laut lepas baik Negara berpantai maupun Negara tidak berpantai harus mengibarkan bendera satu saja, tidak diperkenankan untuk mengganti benderanya selama dalam perjalanan atau di pelabuhan yang di singgahi. Bagi kapal yang berlayar memakai dua bendera dari dua Negara atau lebih dengan sesuka hatinya atau dalam pelayaran berganti-ganti bendera, maka mereka tidak boleh menuntut suatu kebangsaan yang dimaksud terhadap suatu Negara dan kapal itu dapat dikatakan sebagai sebuah kapal tanpa kebangsaan, kecuali keadaan luar biasa yang dicantumkan dalam perjanjian internasional. Laut lepas merupakan milik seluruh Negara bangsa di dunia ini, maka semua Negara ikut menjaga kelestarian akan sumber alam hanyatinya maupun non hayatinya, sehingga dengan

tetap dipertankannya kondisi lingkungan laut dalam arti luas, akan dapat menjamin kelestarian fungsinya juga. Bagi Negara pantai yang berbatasan langsung dengan laut lepas/bebas tidak semata-mata menikmati laut lepas tersebut begitu saja sebagimana halnya Negara yang tidak berpantai, namun : Negara pantai mempunyai kepentingan khusus dalam memelihara produktivitas dari sumber hayati di daerah laut lepas/bebas. Negara pantai mempunyai hak dan kedudukan yang sama di dalam mengambil bagian untuk menentukan serta cara penyelidikan dan peraturan yang dibuatnya, meskipun warga Negara dari Negara pantai sendiri tidak melakukan perikanan di daerah laut bebas tersebut.

Ketentuan yang mengatur segala kegiatan di laut bebas/lepas di atur dalam UU No. 19 Tahun 1961 tetang Persetujuan atas Tiga Konvensi Jenewa tahun 1958 mengenai hukum laut. Ketiga konvensi tersebut dimana Indonesia ikut menandatanganinya. Kepentingan Indonesia dalam hal ini Indonesia sebagai Negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya merupakan lautan, maka hukum laut ini sangat relevan dengan keadaan yang ada. Ketiga konvensi tersebut adalah : 1. Convention of fishing and conservation of the living resources of the fligh seas (konvensi mengenai pengambilan ikan serta hasil laut dan pembinaan seumbersumber hayati laut bebas. 2. Convention on the continental shelf (konvensi mengenai dataran kontinental) 3. Convention of the fligh sea (konvensi mengenai laut bebas. Adanya konvensi tersebut bagi Negara Indonesia yang merupakan Negara pantai sangat penting untuk pengembangan pemanfaatan wilayah laut dan secara geografis sangat mendukung kepentingan Indonesia dalam menjaga stabilitas dan keamanan terutama bahaya yang berasal dari luar. C. Lintasan Damai Kendaraan Asing Menurut ketentuan hukum internasional, laut pada umumnya merupakan wilayah lintas damai bagi kendaraan asing sehingga tidak menimbulkan adanya monopoli bagi Negara hukum dalam memanfaatkan laut sebagai lintas transportasi air. Pada bagian umum penjelasan Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1962 diungkapkan bahwa hak lalu lintas laut damai dijamin oleh hukum internasional di laut wilayah (territorial sea) suatu Negara dan bukan perairan pedalaman (internal waters), kecuali kalau perairan pedalaman merupakan akibat dari cara-cara menarik garis dasar baru sebagai pangkal untuk

menarik/mengukur laut wilayah. Mengingat tidak semua perairan pedalaman hak lalu lintas laut damai dijamin oleh hukum internasional. Lalu lintas laut damai untuk kandaraan air asing dengan pelayaran maksud damai adalah pelayaran selama tidak bertentangan dengan keamanan, ketertiban umum serta kepentingan lainnya yang tidak menggangu kepentingan dan perdamaian republic Indonesia. Maksud pelayaran adalah untuk melintasi laut wilayah dan perairan pedalaman Indonesia dengan lintasan : 1. Dari laut bebas ke suatu pelabuhan Indonesia dan sebaliknya. 2. Dari laut bebas ke laut bebas pasal 12 ayat (1). Dalam pelayarannya dari laut bebas ke laut bebas, pelayarannya digunakan untuk penangkapan ikan, maka selama berada atau melintasi laut wilayah dan perairan pedalaman Indonesia diharuskan menyimpan alat-alat yang digunakan dalam keadaan terbungkus dan disimpan dalam palkahpalkah. Maksud dikeluarkannya Peraturan Pemerintah yang mengatur masalah lalu lintas damai ini adalah : 1. Mendukung dan menjamin kelancaran pelayaran Internasional, sehingga pelayaranpelayaran dengan maksud damai dapat terpenuhi kepentingannya, dengan mengindahkan segala ketentuan yang telah digariskan Pemerintah Indonesia. 2. Dilindungi dan dipenuhinya hak0hak serta kewajiban-kewajiban di perairan Indonesia, sehingga secara jelas dan tegas di dalam pelaksanaanya tidak akan menimbulkan kebabaran yang mengakibatkan kesalahpahaman sehingga tidak mendukung perstujuan internasional. 3. Menghilangkan atau mengurangi penyelewengan-penyelewengan di laut yang dilakukan oleh kendaraan asing dalam operasinya melintasi wilayah perairan Indonesia. Diakuinya secara resmi Indonesia sebagai Negara kepulauan (konvensi hukum laut III/1982) maka dalam wilayah lautannya dikenal adanya perairan kepulauan, dalam wilayah ini bagi Negara kepulauan masih memberikan kekuasaan Negara lain untuk melakukan pelayaran, karena dalam perairan tersebut berlaku hak lintas damai (right of innocent parsage). Sebagai alternative bagi Negara kepulauan dengan adanya hak lintas damai tersebut dapat menentukan kebijaksanaan : a. Menangguhkan untuk sementara hak lintas damai tersebut pada bagian-bagian hukum dari perairan kepulauannya. b. Hal ini dilakukan mengingat adanya keadaan yang dianggap segera untuk perlindungan dalam kepentingan keamanan. c. Negara kepulauan dapat menetapkan alur laut kepulauan dan rute penerbangan diatas alur laut tersebut. Hak lintas alur laut kepulauan oleh kapal-kapal atau pesawat udara

asing, untuk transit dari suatu bagian laut lepas atau ZEE ke bagian lain dari laut lepas atau ZEE. Dengan ditentukannya sebagai perairan kepulauan yang merupakan territorial Negara kepulauan berarti Negara tersebut berwenang mengatur segala kepentingan di bagian wilayahnya.

D. Perlindungan dan Pemeliharaan Lingkungan Laut Sumber daya alam laut dijamin kelestariannya antara lain dengan tetap mempertahankan lingkungan laut pada kondisi yang menghubungkan bagi hakikat laut tersebut. Juga system pengelolaan dalam mengupayakan sumber daya yang ada. Tumbuhnya kesadaran yang diciptakan dalam mengkoordinasikan laut ataupun dalam memenuhi kebutuhan dari laut merupakan langkah terwujudnya pelestarian, sekalipun sumber yang terkandung di dalamnya tak terbatas. Pemikiran yang mengarah pada pencegahan kepunahan maupun kerusakan lingkungan laut sangat diperlukan, disisi lain diperlukan control dalam bentuk pengawasan baik secara sektoral, regional, yang dilakukan oleh kelompok-kelompok Negara tertentu misalnya ASEAN, MEE, dsb, ataupun melalui badan-badan resmi internasional. Yang cukup efektif system pengontrolan dapat dilakukan melalui penyerahan tanggung jawab, yaitu : - Untuk wilayah territorial dan zona ekonomi eksklusif diserahkan sepenuhnya pada Negara yang menguasainya, sampai pada pembuatan ketentuan untuk kepentingan pengelolaan sumber daya yang ada, dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip hukum umum dan lingkungan hidup. - Untuk wilayah laut lepas dibagi dua, yaitu : 1. Wilayah laut lepas yang berbatasan dengan laut territorial suatu Negara pengontronya diserahkan pada Negara yang berbatasan tersebut. Pengontrolan ini dalam jarak yang tertentu. 2. Wilayah laut lepas yang tidak berbatasan dengan laut territorial , pengontrolannya diserahkan pada kelompok-kelompok Negara tertentu, apabila wilayah laut berada di lingkungan kelompok-kelompok Negara tersebut. Sedangkan untuk luar itu diserahkan pada badan-badan resmi internasional misalnya PBB melalui kebijaksanaanya. Latar belakang PBB pada tahun 1972 menyelenggarakan konferensi lingkungan hidup di Stock Holm : Pembuangan limbah ke dalam laut secara tidak terkendali dapat membawa akibat kerusakan yang parah pada lingkungan laut.

Pencemaran yang diakibatkan oleh kecelakaan tanki-tanki raksasa seperti torrey Canyon dalam tahun 1967 dan Amoco Catitz di tahun 1978, dapat membawa akibat kerusakan lingkungan laut pula.

Dalam konvensi tentang perlindungan dan pelestarian lingkungan dikeluarkanlah pernyataan bahwa : 1. Setiap Negara mempunyai kewajiban untuk melindungi dan melestarikan lingkungan laut, terutama bagi Negara fasilitas laut atau penguasa laut harus memperhatian segala akibat yang akan timbul. 2. Setiap Negara mempunyai hak berdaulat untuk memanfaatkan sumber-sumber kekayaan alamnya sesuai dengan kewajiban yang dipikulnya.

E. Pengaruh Konfrensi Hukum Laut bagi Negara Kepulauan Masalah kelautan timbul karena adanya keperluan bagi pihak yang ingin memanfaatkan segala fasilitas laut. Tumbuh dan berkembangnya hukum laut selain karena adanya kepentingan dengan alasan milik bersama, juga perlu dijaga : Kepentingan dan keamanan yang berkaitan dengan stabilitas Negara. Terbatasnya sumber daya, apabila tanpa memperhatikan kemampuan laut. Pembagian kepentingan. Menjaga dan menuju pelestarian lingkungan laut dengan segala ekosistemnya. Dan sebagainya.

Pengaruh konferensi hukum laut bagi Negara pantai maupun Negara lainnya sebagai berikut : 1. Dapat membentuk Negara kepulauan, menjamin kepentingan Negara tersebut. 2. Memberikan kesempatan Negara pantai untuk memperlakukan perluasan wilayah laut. 3. Memperluas tanggung jawab Negara pantai terhadap lautan. 4. Berkurangnya wilayah laut bebas (fligh sea) menjadi laut territorial 5. Mendukung pelestarian lingkungan laut yang harus dijaga oleh hukum nasional suatu Negara. 6. Mengurangi kebebasan yang semulaada bagi para pengelola lautan. Negara kepulauan sebagaimana dimaksud dalam konvensi tersebut adalah suatu Negara yang seluruhnya terdiri dari satu atau lebih gugusan kepulauan dan dapat mencakup pulaupulau tersebut sedemikian eratnya sehingga gugusan pulau-pulau, perairan dan wujud alamiah lainnya tersebut merupakan suatu kesatuan geografi dan politik yang hakiki atau secara historis telah dianggap sebagai satu kesatuan daerah.

Negara kepulauan yang diakui secara resmi melalui konvensi Hukum Laut II mempunyai kewajiban : a. Menghormati perjanjian internasional yang sudah ada. b. Menghormati kegiatan-kegiatan lain yang sah dari Negara tetangga yang langsung berdampingan. c. Menghormati hak-hak tradisional penangkapan ikan. d. Menghormati dan memperhatikan kabel laut yang ada di bagian tertentu perairan pedalaman yang dahulu merupakan laut bebas. Dengan timbulnya Negara kepualauan bukan berarti bagi Negara tersebut dapat pula meninjau kembali atau memebongkar yang sudah ada tanpa memperhatikan jangka waktu yang ada, melainkan yang sudah ada tetap dihormati dan berlaku ketentuan sebagimana sebelum merupakan Negara kepulauan, sepanjang bentuk-bentuk perjanjian masih berlaku atau belum dicabut.

BAB III WILAYAH DASAR LAUT

A. Kawasan Dasar Laut Pembagian laut : 1. Permukaan laut 2. Dalam lautan 3. Dasar lautan Ketiga bagian tersebut merupakan satu kesatuan yang berada pada satu pengawasan, berdasarkan kedaulatan suatu Negara atau hukum internasional. Bagi wilayah perairan territorial suatu Negara, berarti segala pengelolaan kepentingan, pemeliharaan, dan pengawasan pada prinsipnya tanggung jawab ada pada Negara tersebut dalam pelaksanaannya tetap memperhatikan hukum kebiasaan maupun konvensi internasional yang berlaku, demikian juga untuk kawasan dasar laut. Bila wilayah perairan (laut) bukan merupakan territorial suatu Negara, berarti hukum internasional yang berlaku dan menguasai wilayah tersebut, bukan diperlakukan hukum nasional Negara manapun. Kawasan laut sesuai dengan ketentuan hukum yang diberlakukan :

1. Kawasan dasar dasar laut nasional. 2. Kawasan dasar laut internasional. Konsekuensi logis dari ketetapan dalam konvensi laut tahun 1982 : 1. Tidak ada satu Negara pun boleh menuntut atau melaksanakan kedaulatan atau hak berdaulat atas bagian dari kawasan dasar laut internasional atau kekayaan alam yang terdapat di dalamnya. 2. Tidak satu Negara pun atau badan hukum atau orang boleh melaksanakan pemilikan atas salah satu bagian dari kawasan tersebut. 3. Semua kegiatan di kawasan dasar laut internasional dilaksanakan untuk kepentingan umat manusia secara keseluruhan. Dalam pengelolaanya dilaksanakan oleh suatu badan internasional yaitu Otorita Dasar Laut Internasional (International Slabed Authorty), yang pengelolaannya didasarkan pada suatu system yaitu system parallel. Kawasan dasar laut internasional ini merupakan dasar laut/samudera yang terletak di luar landas kontinen dan berada di bawah laut lepas. Kawasan ini menjadi milik semua umat manusia di dunia dalam pemanfaatannya meskipun dalampelaksanaanya melalui badan internasional. B. Landas Kontinen Negara pantai mempunyai kewajiban untuk memberikan pembayaran atau kontribusi dalam natura yang berkenaan dengan eksplorasi sumber kekayaan no hayati landas kontinen di luar 200 mil laut. Kekayaan alam yang dapat di eksplorasi sebagimana diatur dalam UU No. 1 Tahun 1973 adalah mineral dan sumber tak bernyawa lainnya, diatas dasar laut dan/atau di dalam lapisan tanah di bawahnya bersama-sama dengan organism hidup yang termasuk jenis silindir. Sebagai Negara kepulauan Indonesia mempunyai penguasaan penuh dan hak eksklusif atas kekayaan alam di atas landas kontinen Indonesia dan kekayaan alam itu milik Negara. Maka setiap kegiatan di landas kontinen Indonesia seperti eksplorasi atas daratan kontinen dan eksploitasi sumber-sumber kekayaan alam maupun penyelidikan ilimiah atas kekayaan alam harus dilakukan sesuai dengan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah Indonesia. Pelaksanaan eksplorasi dan eksploitasi kekayaan alam di landas kontinen sepenuhnya menjadi wewenang Negara pantai, dengan memperhatikan batasan-batasan yang dikeluarkan oleh pemerintah Negara pantai dan adanya kemungkinan timbulnya salah paham atau salah pengertian yang mengakibatkan perselisihan antar kepentingan-kepentingan dalam

pemanfaatan sumber menyelesaikannya.

kekayaan

alam,

akan

menjadi

perhatian

pemerintah

untuk

Bagi Negara Indonesia untuk menentukan batas wilayah kontinen dan yang berkaitan dengan landas kontinen Indonesia termasuk depresi-depresi yang terdapat di landa kontinen Indonesia berbatasan dengan Negara lain telah dikeluarkan keputusan, bahwa penetapan garis batas landas kontinen dengan Negara lain dilakukan dengan cara mengadakan perundingan untuk mencapai persetujuan (pasal 3 UUNo. 1 tahun 1973) C. Kewenangan Negara Pantai Kewenangan yang dimiliki Negara pantai berupa tindakan untuk mengambil kebijakan atas hak-hak yang digunakan untuk membangun maupun memelihara instalasi-instalasi, tidak akan mempengaruhi adanya : 1. Luasnya lautan bebas yang sah pada perairan itu 2. Territorial Negara 3. Pemasangan saluran pipa 4. Melakukan usaha-usaha di dataran continental Bentuk-bentuk eksplorasi maupun eksploitasi sumber kekayaan alam harus tetap memperhatikan kondisi lingkungan dengan selalu mengupayakan langkah-langkah berupa : a. Pencegahan terjadinya pencemaran laut di landas kontinen maupun udara di atasnya. b. Pencegahan meluapnya pencemaran apabila telah terjadi pencemaran. Juridiksi Negara pantai yang berkaitan dengan wilayah Indonesia diberlakukan hukum nasional Indonesia sepanjang : Perbuatan dan peristiwanya terjadi pada, di atas atau di bawah instalasi-instalasi atau kapal-kapal yang berada di landas kontinen untuk eksploitasi kekayaan alam. Perbuatan dan peristiwanya terjadi di daerah terlarang dan daerah terbatas dari instalasi-intalasi atau alat-alat dan kapal-kapal.

D. Persetujuan Pemerintah Indonesia dengan Beberapa Negara dalam Penetapan Garis Batas Landas Kontinen Perlunya dilakukan bentuk persetujuan dalam menciptakan kerjasama yang baik secara bilateral maupun multilateral untuk saling menjaga kepentingan sesame Negara pantai agar masing-masing Negara pantai dapat melaksanakan kedaulatannya.

Persetujuan yang telah ditetapkan secara konstitusional dalam perundang-undangan di masing-masing Negara, merupakan ikatan bagi bangsa dan negaranya, demikian pula untuk Negara lain yang berkepentingan di landas kontinen. a. Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Malaysia Persetujuan dua Negara ini bagi pemerintah Indonesia yang telah disahkan secara konstitusional diwujudkan dalam bentuk Keputusan Presiden yaitu Keputusan Presiden RI Nomor : 89 Tahun 1969, menetapkan : mengesahkan Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Malaysia tantang penetapan garis batas landas kontinen antar kedua Negara yang ditanda tangani para delegasi masing-masing di Kuala Lumpur pada tanggal 27 Oktober 1969. b. Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Malaysia dan Pemerintah Kerajaan Thailand Sebagai hasil perundingan antara pemerintah Indonesia, Malaysia dan Kerajaan Thailand yang ditanda tangangi di Kuala Lumpur pada tanggal 21 Desember 1971 telah menetapkan persetujuan garis-garis batas landas kontinen di bagian utara Selat Malaka (agreement between the Government of The Republic of Indonesia, The Government of Malaysia and The Government of the Kingdom of The Thailand relating of the delimitation of the continental shelf boundaries in the northern part of the stairts of Malacca) Hasil persetujuan oleh Pemerintah Indonesia secara konstitusional telah dituangkan dalam bentuk Keputusan Presiden tertanggal 11 Maret 1972, yaitu Keputusan Presiden Nomor : 20 Tahun 1972 tentang Pengesahan Persetujuan antara Pemerintan Republik Indonesia, Pemerintah Malaysia , dan Pemerintah Kerajaan Thailand dalam Penetapan Garis-garis batas Kontinen di Bagian Utara Selat Malaka. (LN.1972 Nomor 15) c. Persetujan antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Kerajaan Thailand Pada tanggal 17 Desember 1971 di Bangkok berhasil ditandatangangni oleh delegasi dari Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Thailand tentang landas kontinen dua Negara di selat Malaka dan di Laut Andaman. Bagi pemerintah Indonesia hasil perundingan tersebut disahkan dalam bentuk Keputusan Presiden yang ditetapkan pada tanggal 11 Maret 1972 yaitu Keputusan Presiden Nomor : 21 Tahun 1972 mengenai pengesahan Persetujuan Pemerintah Republik

Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Thailand tetang penetapan suatu garis batas kontinen antara kedua Negara di bagian Utara Selat Malaka dan Laut Andaman (LN. 1972 No.16). d. Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Republik India Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Republik India tentang penetapan batas landas kontinen telah ditandatangani di Jakarta pada tanggal 8 Agustus 1974, dan hasil perundingan tersebut oleh Pemerintah Indonesia di sahkan dalam bentuk Keputusan Presiden No. : 51 Tahun 1974 tentang pengesahan Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Republik India tentang Penetapan Garis Batas Landas Kontinen kedua Negara (Agreement between the Government of The Republic of Indonesia and Governmental shelf Boundary between to The Countries). Dalam perkembangan 3 tahun kemudian diadakan pembicaraan kembali untuk membahas kembali batas landas kontinen yang telah disepakati hasilnya pada tahun 1974 yang dibicarakan di New Delhi dengan hasil kesepakatan sbb : 1. Di Daerah Laut Andaman 2. Di Daerah Samudera Hindia Berdasarkan persetujuan tersebut kedua belah pihak membenarkan dan mengakui hak-hak berdaulat masing-masing pemerintah di daerah dasar laut dan di atas daerah dasar laut yang telah di tentukan, termasuk juga dibawahnya dalam batas yang telah ditentukan. Yang secara hukum ditetapkan dalam bentuk Keputusan Presiden RI No. : 26 Tahun 1977 yang berisi tentang Pengesahan Persetujuan Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik India tentang Perpanjangan Garis Batas Landas Kontinen Tahun 1974 antara kedua Negara di Laut Andaman dan Samudera Hindia (LN. 1977 Nomor 32). Dampak positif adanya persetujuan tersebut bagi kedua Negara terutama dalam menjalankan yurisdiksinya, dan masing-masing pemerintah akan dapat menjalankan hak kedaulatannya dengan memperhatikan hasil persetujuan yang telah disepakatinya. e. Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Republik India dan Pemerintah Kerajaan Thailand Adanya rasa persahabatan dan saling menghormati antara ketiga Negara tersebut di berbagai kepentingan yang dimilikinya serta mengakui hak-hak kedaulatan atas landas kontinennya, hal ini telah mendapat persetujuan dalam menetapkan batas tersebut dengan ditandatanganinya di New Delhi pada tanggal 22 Juni 1978. Garis-garis batas yang disepakati antara lain : 1. Garis batas landas kontinen Indonesia dan India.

2. Garis batas dasar laut antara India dan Thailand. 3. Garis batas dasar laut antara Indonesia dan Thailand. Naskah persetujuan tersebut dibuat dalam bahasa nasionalnya masing-masing dan juga naskah dalam bahasa inggris. Maksud dibuatnya naskah dalam bahasa Inggis tersebut adalah untuk dipakai sebagai pegangan dalam menentukan kebenaran apabila timbul perbedaan pengertian antara naskah yang satu dengan yang lain yang di buat dengan bahasa nasional Negara-negara penandatangan.

BAB IV ZONA EKONOMI EKSKLUSIF (ZEE)

A. Konvensi Hukum Laut Internasional (Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985) Manfaat yang dapat dirasakan dengan kehadilan Hukum Laut yang bersifat internasional antara lain : 1. Menghilangkan penafsiran dari masing-masing Negara tetang masalah kelautan. 2. Menghilangkan bentuk-bentuk peraturan yang semata-mata untuk kepentingan Negara tertentu. 3. Timbulnya keseragaman dalam pengaturan masalah kelautan dengan pedoman pada Hukum Internasional yang berlaku umum. 4. Bagi Negara pemakai fasilitas lautan dapat berpegang pada pedoman Hukum internasional yang ada. 5. Timbul hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang baru. Sebagimana tertuang dalam UU No. 17 Thaun 1985 bahwa konvensi PBB tentang Hukum Laut di tinjau dari isinya dapat dirinci sebagai berikut : 1. Sebagian merupakan todifikasi kententuan-ketentuan hukum di laut lepas dan hak lintas damai laut internasional. 2. Sebagian merupakan pengembangan hukum laut yang sudah ada, misalnya ketentuan mengenai lebar laut territorial menjadi maksimum 12 mil laut dengan kriteria landas kontinen. 3. Sebagian merupakan rejim-rejim hukum baru, seperti asas Negara kepulauan, zona ekonomi eksklusif, dan penambangan di dasar laut internasional. Bagi Indonesia dengan adanya konvensi PBB tersebut merupakan pengakuan secara sah secara internasional sebagai Negara kepulauanm yang dimaksud Negara kepulauan menurut

konvensi tersebut adalah suatu Negara yang seluruhnya terdiri dari satu atau lebih gugusan kepulauan dan dapat mencakup pulau-pulau lain. Secara materiel konvensi hukum laut tahun 1982 dengan konvensi sebelumnya terdapat beberapa perbedaan : - pertama tentang landas kontinen. - Kedua tentang laut territorial. - Ketiga tetang laut lepas. B. Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) Lahirnya UU No. 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia merupakan realisasi jurudis perluasan wilayah laut utamanya yang menyangkut keadaan ekonomi dalam pengelolaan, pengawasan, dan pelestariannya sehingga upaya untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa dengan cara memanfaatkan sumber daya alam laut dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Rejim hukum internasional tentang ZEEI yang telah dikembangkan oleh masyarakat internasional dimaksudkan untuk : 1. Melindungi Negara pantai dari bahaya kemungkinan dihabiskannya sumber daya alam hayati di dekat pantainya oleh kegiatan Negara-negara lian dalam mengelola perikanan berdasarkan rejim laut bebas. 2. Melindungi kepentingan-kepentingan Negara pantai di bidang pelesatarian lingkungan laut serta penelittian ilmiah kelautan dengan upaya memanfaatkan sumber daya alam d zona tersebut. Dengan direalisasinya wilayah ZEEI sejauh 200 mil laut, membawa konsekuensi perubahan peta wilayah Indonesia dan aspek lainnya, yaitu : 1. Menambah luas wilayah Indonesia kurang lebih 1,5 juta mil persegi. 2. Menambah intensifnya pengawasan wilayah laut secara preventif maupun refresif terhadap pelanggarn wilayah dalam arti terjadi pencurian hasil sumber daya alam hayati, khususnya ikan maupun penyalahgunaan atas kelonggaran yang diberikan. 3. Berupaya untuk mendapatkan perluasan kemampuan dalam menunjang potensi alam yang harus diusahakan dan diimbangi keadaanya. 4. Berupaya melakukan pencegahan terhadap kegiatan-kegiatan yang mengakibatkan terjadinya pencemaran laut bahkan sampai mempengaruhi ekosistem laut. Dampak bagi Negara-negara asing terkait direalisasinya wilayah ZEEI sejauh 200 mil jika dibandingkan pada kondisi sebelumnya : Mempersempit wilayah operasional dan ekonomi pada umumnya.

Memperketat kewaspadaan dalam melaksanakan kegiatan kelautan yang dimungkinkan melangkah dan melanggar jalur ketentuan hukum nasional suatu Negara yang telah disinkronkan dengan hukum internasional.

UU No. 5 tahun 1983 dibuat untuk mengatasi permasalahan terkain dengan perluasan ZEEI yang berarti menunjukkan kewaspadaan pemerintah Indonesia dalam menjangkau segala kemungkinan yang dapat merugikan maupun menimbulkan bahaya kelestarian laut. C. Hak dan Kewajiban di ZEEI Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia mempunyai dan melaksanakan : 1. Hak berdaulat untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi pengelolaan dan berupaya untuk melindungi, melestarikan alam yaitu menjaga dan memelihara keutuhan ekosistem laut. 2. Hak untuk melaksanakan penegakan hukum dilakukan oleh aparat yang menangani secara langsung, dalam upaya untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan perdamaian. 3. Hak untuk melaksanakan hot pursuit terhadap kapal-kapal asing yang melakukan pelanggaran atas ketentuan-ketentuan ZEEI. 4. Hak eksklusif untuk membangun, mengizinkan dan mengatur pembangunan, pengoperasian dan penggunaan pulau-pulau buatan, instalasi-instalasi dan banguanbangunannya. 5. Hak untuk menentukan kegiatan ilmiah berupa penelitian-penelitian dengan diterima/tidaknya permohonan yang diajukan pada pemerintah. ZEEI merupakan wilayah yang mempunyai kedaulatan penuh dalam kaitannya masalah ekonomi dan sangat memperhatikan segala kewajibannya yang berupa kewajiban hukum internasional, antara lain : 1. Menghormati hak-hak Negara lain dalam melakukan pelayaran maupun penerbangan, yang merupakan kebebasan dari Negara-negara dalam melintasi wilayah dimaksud, dan kebebasan dalam melakukan pemasangan kabel-kabel, pipa-pipa d bawah laut. 2. Dalam pengelolaan salah satu jenis sumber daya alam yang terdapat di ZEE Indonesia, seperti halnya ikan. Kewajiban bagi pemerintah Indonesia untuk menentukan jumlah tangakapan yang diperbolehkan, sehingga diketahui secara pasti berapa jumlah tangkapan secara keseluruhan dan kemampuan Negara Indonesia mengusahakan lingkungan dan tangkapannya. 3. Sebagai konsekuensi bagi Negara asing yang ikut serta memanfaatkan sumber daya alam laut, mempunyai kewajiban memikul tanggung jawab pada keadaan disekelilingnya untuk melestarikan keserasian dan keseimbangan dan membayar ganti rugi bagi rehabilitasi lingkungan laut.

Dalam pasal 4-nya (UU No. 8 Tahun 1982) disebutkan asas dari penegakan lingkungan hidup adalah pelestarian kemampuan yang serasi dan seimbang untuk menunjang pembangunan yang berkesinambungan bagi peningkatan kesejahteraan manusia yang meliputi: Hal-hal yang harus diperhatikan : 1. Dalam melakukan eksplorasi dan/atau eksploitasi sumber daya alam hayati menaati ketentuan tentang pengelolaan dan konservasi atau upaya perlindungan dan pelestarian yang telah ditetapkan. 2. Dalam melakukan eksplorasi dan/atau eksploitasi sumber daya alam hayati d daerah tertentu di ZEE Indonesia memperhatikan jumlah tangkapan yang diizinkan. D. Penegakan Hukum di ZEEI Bagi aparat penegak hukum di ZEE Indonesia dalam memelihara serta mempertahankan zona tersebut dapat mengambil langkah-langkah yang dimungkinkan menurut peraturan perundang-undangan, misalnya Negara berpegang pada UU No. 5 Tahun 1983, KUHAP, KUHP, dan perarturan pelaksana lainnya. Dalam memelihara keadaan ZEE Indonesia, kewajiban bagi aparat penegak hukum adalah mengambil tindakan pengamanan maupun lainnya yang dipandang perlu dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam UU No. 8 tahun 1981. Dalam penjelasan dari UU RI No. 8 Tahun 1981 antara lain dijelaskan bahwa ruang lingkup UU Hukum Acara ini mengikuti asas-asas yang dianut oleh Hukum Pidana Indonesia, maka keempat asas itu adalah (Satochid Kertanegara): 1. Asas Teritorial atau Asas Wilayah Menurut asas ini berlakunya UU Hukum Pidana dari suatu Negara didasarkan pada tempat di mana perbuatan itu dilakukan, dengan catatan bahwa tempat tersebut harus terletak dalam suatu wilayah di mana UU Hukum Pidana tersebut berlaku. 2. Asas Nasional Aktif atau personalitas Menurut asas ini berlakunya UU Hukum Pidana suatu Negara disandarkan pada kewarganegaraan atau nasionalitas seseorang yang melakukan perbuatan, tidak tergantung di mana perbuatan tersebut dilakukan. 3. Asas Nasional Pasif atau Asas Perlindungan Menurut asas ini berlakunya UU Hukum Pidana suatu Negara disandarkan kepada kepentingan hukum yang dilanggarnya.

4. Asas Universalitas Menurut asas ini UU Hukum Pidana suatu Negara yang menganutnya dapat diperlakukan terhadap setiap orang yang melanggar kepantingan hukum dari seluruh dunia, dengan dalih untuk melindungi kepentingan hukum seluruh dunia. E. Pidana dan Jenis Tindak Pidana Pidana merupakan sanksi terhadap tindak pidana yang dilakukan karena melanggar suatu ketentuan tertentu, sehingga dapat diancam dengan pidana/hukuman berupa : a. Hukuman pokok, yang meliputi: 1. Hukuman mati 2. Hukuman penjara 3. Hukuman kurungan 4. Hukuman denda b. Hukuman tambahan yang meliputi: 1. Pencabutan beberapa hak tertentu 2. Perampasan barang tertentu 3. Pengumuman putusan hakim Pengelolaan lingkungan hidup, berdasarkan kemampuan yang serasi dan seimbang untuk menunjang pembangunan yang berkesinambungan bagi peningkatan kesejahteraan manusia yang sekaligus asas dari pengelolaan lingkungan hidup (pasal 3 UU No. 4 tahun 1982). Dengan tujuan yang terdapat dalam pasal 4 : a. Tercapai keselarasan hubungan antara manusia dengan lingkungan hidup sebagai tujuan membangun manusia yang seutuhnya. b. Terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana. c. Terwujudnya manusia Indonesia sebagai Pembina lingkungan hidup. d. Terlaksananya pembangunan berwawasan lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan mendatang. e. Terlindunginya Negara dari yang menyebabkan kerusakan dan pencemaran lingkungan. Rusaknya atau tercemarnya lingkungan hidup disebabkan oleh perbuatan manusia yang meliputi : 1. Unsur kesengjaan, atau 2. Unsur kealpaan.

DAFTAR PUSTAKA Subagyo, Joko P, Hukum Laut Indonesia, Jakarta, Rineka Cipta, 2009.

You might also like