You are on page 1of 14

SATUAN ACARA PENYULUHAN Bidang studi : Keperawatan Jiwa

Topik : Peran keluarga dalam merawat penderita gangguan jiwa dengan masalah perilaku kekerasan Sasaran : Pasien dan keluarga di Ruang Poli RSJ Menur Tempat: Ruang Poli Jiwa RSJ Menur Hari/Tanggal : Kamis, 15 Maret 2012 Waktu : 07.00-07.45 1. Tujuan Instruksional Umum Setelah diberikan penyuluhan diharapkan pasien dan keluarga di Ruang Poli RSJ Menur tindakan yang dilakukan dalam merawat penderita dengan masalah perilaku kekerasan. 2. Tujuan Instruksional Khusus Setelah diberikan penyuluhan diharapakan pasien dan keluarga dapat : 1. 2. 3. 4. 5. Menyebutkan kembali pengertian perilaku kekerasan Menyebutkan kembali penyebab perilaku kekerasan Menyebutkan kembali rentang respons marah Menyebutkan kembali tanda dan gejala perilaku kekerasan Menyebutkan kembali peran keluarga dalam merawat penderita dengan masalah perilaku kekerasan 3. Materi Materi penyuluhan terlampir: a. Definisi pengertian perilaku kekerasan b. Penyebab pengertian perilaku kekerasan c. Rentang respons marah pengertian perilaku kekerasan d. Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan pengertian perilaku kekerasan e. Peran keluarga dalam merawat penderita dengan masalah perilaku kekerasan 4. Metode 1. 2. Ceramah Tanya jawab

5. Media Flipchart Leaflet 6. Kegiatan penyuluhan NO 1 WAKTU 5 Menit KEGIATAN PENYULUH Pembukaan: Memberi salam dan memperkenalkan diri Menjelaskan tujuan dari penyuluhan. Melakukan kontrak waktu. Menyebutkan materi penyuluhan yang akan diberikan n n 2 10 Menit Pelaksanaan : 1. fraktur. 2. tentang: a. Definisi perilaku kekerasan b. Penyebab perilaku kekerasan c. Rentang respons marah pengertian perilaku kekerasan d. Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan. e. Peran keluarga merawat penderita dengan perilaku kekerasan Memberikan penjelasan n memperhatikan Menggali informasi yang telah diketahui peserta tentang Menyampaika n informasi yang telah diketahui Mendengarka dan Mendengarka n Mendengarka Menyambut salam mendengarkan Mendengarka dan KEGIATAN PESERTA

10 Menit

Tanya Jawab 1. Memberi kesempatan bertanya 1. Memberikan pertanyaan 2. Menjawab pertanyaan kepada peserta 2. Menjawab pertanyaan dari peserta

5 Menit

Penutup : 1. Feedback materi 2. Menyimpulkan materi yang telah diberikan 3. Membagi leaflet 4. Mengucapkan salam penutup terima kasih dan 1. Menyebutkan sesuai materi yang diberikan 2. Mendengarka n membalas salam 3. Menerima leaflet dan

7. Kriteria Evaluasi 1. Evaluasi struktur 1) 2) Menur. 3) 2. Sarana dan prasarana memadai. 1) Moderator memberi salam dan memperkenalkan diri. 2) Moderator menjelaskan tujuan dari penyuluhan. 3) Moderator melakukan kontrak waktu dan menjelaskan mekanisme penyuluhan. 4) Moderator menyebutkan materi penyuluhan yang akan diberikan. 5) Penyaji menggali informasi dan pengalaman yang telah diketahui peserta tentang penanganan pada luka fraktur. 6) Penyaji menjelaskan tentang hal yang dapat dilakukan untuk proses Evaluasi proses Peserta hadir ditempat yang sudah ditentukan untuk penyuluhan kesehatan minimal 15 orang. Penyuluhan kesehatan dilaksanakan di ruang tunggu poli RSJ

penyembuhan luka fraktur di rumah. 7) Peserta memperhatikan terhadap materi penyuluhan kesehatan. 8) Tidak ada peserta yang meninggalkan tempat penyuluhan sampai selesai. 9) Peserta mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan dengan benar. 3. Evaluasi Hasil a. b. c. Peserta memahami tentang cara membatu sosialisasi (interaksi sosial) pasien gangguan jiwa setelah perawatan di rumah sakit. Jumlah peserta yang hadir dalam penyuluhan kesehatan sesuai yang diharapkan. Kegiatan berjalan sesuai dengan tujuan yang dicapai

8. Pengorganisasian : Moderator : Ulya Khoirotunnisa Pembicara : Devin Prihar ninuk Observer : Boby Febri Heri Nurcahyanto Fasilitator : Pramita Fridia Nofriandani

9. Job Description : Moderator Penyaji Observer : membantu penyaji dalam mengorganisasikan anggota penyuluhan, membuka dan menutup penyuluhan, memimpin jalannya proses diskusi : menyampaikan materi dan menjawab pertanyaan : mencatat dan mengevaluasi proses berlangsungnya penyuluhan, meliputi penilaian kerja masing-masing personil, mencatat pertanyaan dan feedback dari peserta Fasilitator :1. memfasilitasi dan memotivasi anggota penyuluhan untuk berperan aktif 2. memfokuskan kegiatan 3. membantu mengkoordinasikan anggota kelompok

10. Setting
Moderato r Flipchart Penyaji

Peserta Peserta Peserta Peserta

Peserta Fasilitator Peserta Peserta

Peserta Peserta Peserta Peserta

Peserta Peserta Peserta Peserta

Observe r

Materi Definisi Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif. (Stuart dan Sundeen, 1995). Perilaku kekerasan adalah perilaku individu yang dapat membahayakan orang, diri sendiri baik secar fisik, emosional, dan atau seksualitas (Nanda, 2005). Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Berkowitz, 1993 dalam Depkes, 2000).

2.

Penyebab Menurut Stearen, kemarahan adalah kombinasi dari segala sesuatu yang tidak enak,

cemas, tegang, dendam, sakit hati, dan frustasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kemarahan terbagi atas faktor predisposisi dan faktor presipitasi. 2.1 Faktor Predisposisi Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor predisposisi, artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu : 1. Psikologis Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiayaan atau saksi penganiayaan juga berpengaruh. Sesorang yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan/keinginan yang diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa terancam dan cemas. Jika ia tidak mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara lain tanpa mengendalikan orang lain dan keadaan sekitarnya maka dia menghadapinya dengan kekerasan. 2. Perilaku Reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasan dirumah atau di luar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan. Manusia pada umumnya mempunyai keinginan untuk mengaktualisasikan dirinya, ingin dihargai dan diakui statusnya. Sehingga Kebutuhan akan status dan prestise juga mempengaruhi perilaku seseorang untuk melakukan kekerasan 3. Sosial budaya Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima (permisive). 4. Bioneurologis Banyak pendapat bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus temporal dan ketidakseimbangan neurotransmiter turut berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan.

2.2 Faktor presipitasi Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi sosial yang provokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan. Hilangnya harga diri juga berpengaruh pada dasarnya manusia itu mempunyai kebutuhan yang sama untuk dihargai. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi akibatnya individu tersebut mungkin akan merasa rendah diri, tidak berani bertindak, lekas tersinggung, lekas marah, dan sebagainya. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan. 3 Rentang respons marah Stress, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang harus dihadapi oleh setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan yang menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan terancam. Kecemasan dapat menimbulkan kemarahan. Respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui 3 cara yaitu : Mengungkapkan secara verbal, menekan, dan menantang. Dari ketiga cara ini cara yang pertama adalah konstruktif sedang dua cara yang lain adalah destruktif. Dengan melarikan diri atau menantang akan menimbulkan rasa bermusuhan, dan bila cara ini dipakai terus menerus, maka kemarahan dapat diekspresikan pada diri sendiri dan lingkungan dan akan tampak sebagai depresi dan psikomatik atau agresif dan ngamuk. Respons kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif mal adaptif. Rentang respon kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut : (Keliat, 1997, hal 6). 1. Assertif : Mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan orang lain, atau tanpa merendahkan harga diri orang lain.

2. Frustasi

: Respon yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau keinginan yang tidak realistis. Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan. Akibat dari ancaman tersebut dapat menimbulkan kemarahan.

3. Pasif 4. Agresif

: Respon dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan yang dialami. : Perilaku yang menyertai marah namun masih dapat dikontrol oleh individu. Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak orang lain. Dia berpendapat bahwa setiap orang harus bertarung untuk mendapatkan kepentingan sendiri dan mengharapkan perlakuan yang sama dari orang lain. Tindakan destruktif terhadap lingkungan yang masih terkontrol.

5. Mengamuk : Rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan kontrol diri. Pada keadaan ini individu dapat merusak dirinya sendiri maupun terhadap orang lain. Tindakan destruktif dan bermusuhan yang kuat dan tidak terkontrol. 4 Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah sebagai berikut: 1. Fisik a. Muka merah dan tegang b. Mata melotot/ pandangan tajam c. Tangan mengepal d. Rahang mengatup e. Postur tubuh kaku f. Jalan mondar-mandir 2. Verbal a. Bicara kasar b. Suara tinggi, membentak atau berteriak c. Mengancam secara verbal atau fisik d. Mengumpat dengan kata-kata kotor e. Suara keras

f. Ketus 3. Perilaku a. Melempar atau memukul benda/orang lain b. Menyerang orang lain c. Melukai diri sendiri/orang lain d. Merusak lingkungan e. Amuk/agresif 4. Emosi Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut. 5. Intelektual Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme. 6. Spiritual Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain, menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar. 7. Sosial Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran. 8. Perhatian Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual. 1. Mekanisme Koping Perawat perlu mengidentifikasi mekanime koping pasien, sehingga dapat membantu pasien untuk mengembangkan mekanisme koping yang konstruktif dalam mengekspresikan masalahnya. Mekanisme koping yang umum digunakan adalah mekanisme pertahanan ego seperti displacement (dapat menggungkapkan kemarahan pada objek yang salah, misalnya pada saat marah pada dosen, mahasiswa mengungkapkan kemarahan dengan memukul tembok). Proyeksi yaitu kemarahan dimana secara verbal mengalihkan kesalahan diri sendiri pada orang lain yang dianggap berkaitan, misalnya pada saat nilai buruk seorang mahasiswa menyalahkan dosennya atau menyalahkan sarana kampus atau menyalahkan administrasi yang tidak becus mengurus nilai. Mekanisme koping yang lainnya adalah represi, dimana individu merasa seolah-olah tidak marah atau tidak kesal, ia tidak mencoba menyampaikannnya kepada orang terdekat

atau ekpress feeling, sehingga rasa marahnya tidak terungkap dan ditekan sampai ia melupakannya. Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang berkepanjangan dari seseorang karena ditinggal oleh seseorang yang dianggap sangat berpengaruh dalam hidupnya. Bila kondisi tersebut tidak berakhir dapat menyebabkan perasaan harga diri rendah sehingga sulit untuk bergaul dengan orang lain. Bila ketidakmampuan bergaul dengan orang lain ini tidak diatasi akan timbul halusinasi yang menyuruh untuk melakukan tindakan kekerasan dan ini berdampak terhadap resiko tinggi menciderai diri, orang lain, dan lingkungan. Selain diakibatkan oleh berduka yang berkepanjangan, dukungan keluarga yang kurang baik untuk menghadapi keadaan pasien mempengaruhi perkembangan pasien (koping keluarga tidak efektif), hal ini tentunya menyebabkan pasien akan sering keluar masuk rumah sakit dan timbulnya kekambuhan pasien karena dukungan keluarga tidak maksimal (Fitria, 2009). 2. Perilaku Pasien Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. (Skiner, 1939 dalam Notoatmodjo, 2007) dirumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Blom (1908 dalam Notoatmodjo, 2007) membagi perilaku manusia ke dalam tiga domain, ranah atau kawasa, yaitu kognitif, afektif, psikomotor. Selanjutnya ketiga ranah tersebut dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan yang lebih dikenal sebagai pengetahuan, sikap, dan praktek atau tindakan. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan akan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan diperoleh manusia melalui mata dan telinga. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada pengerahuan yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007). Sikap atau afektif merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulas atau objek. Sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu (Notoatmodjo, 2007). Perilaku yang dipelajari oleh pasien untuk mengendalikan perilaku

kekerasan dengan memberikan pengetahuan tentang perilaku kekerasan (pasien mengenal perilaku kekerasan), meliputi penyebab, tanda dan gejala, akibat perilaku kekerasan. Selain itu pasien diajarkan mengontrol perilaku kekerasan dengan cara latihan fisik (tarik nafas dalam), latihan fisik II (pukul kasur & bantal), cara verbal, cara spiritual, dan patuh minum obat. Agar pasien mampu mengendalikan perilaku kekerasannya secara mandiri perlu dilakukan latihan setiap hari secara terjadwal sehingga tindakan yang dilakukan menjadi budaya pasien untuk mengendalikan perilaku kekerasan disaat perilaku kekerasan muncul. Jadwal yang telah ditetapkan bersama pasien akan dievaluasi oleh perawat secara terus menerus hingga pasien mampu melakukan secara mandiri (Keliat, 2001). Perubahan perilaku yang diharapkan pada pasien perilaku kekerasan adalah pasien mampu melakukan apa yang diajarkan untuk mengendalikan perilaku kekerasannya. Pembelajaran tentang perilaku sehat pasien tentang cara mengendalikan perilaku kekerasan dilakukan perawat melalui asuhan keperawatan yang diberikan. Asuhan akan diberikan dalam lima kali pertemuan dan pada setiap pertemuan pasien akan memasukkan kegiatan yang telah dilatih kedalam jadwal kegiatan harian pasien. Diharapkan pasien melatih kegiatan yang telah diajarkan untuk mengatasi masalah sebanyak 2-3 kali sehari. Jadwal kegiatan akan dievaluasi oleh perawat pada pertemuan selanjutnya. Melalui jadwal yang telah dibuat akan dievaluasi tingkat kemampuan pasien mengatasi masalahnya. Tingkat kemampuan pasien akan dikelompokkan menjadi 3 yaitu mandiri, jika pasien melaksanakan kegiatan tanpa dibimbing dan disuruh; bantuan, jika pasien mengetahui dan melaksanakan kegiatan tapi belum sempurna atau melaksanakan kegiatan dengan diingatkan; dan tergantung, jika pasien tidak mengetahui dan tidak melaksanakan kegiatan (Keliat, 2001). Pasien dikatakan telah memiliki kemampuan mengendalikan perilaku kekerasan bila telah memiliki kemampuan psikomotor. Pasien dikatakan mampu mengontrol perilaku kekerasan jika pasien telah mengenal perilaku kekerasan yang dialaminya, mampu menyebutkan kelima cara mengendalikan perilaku kekerasan, mampu mempraktekkan kelima cara yang telah diajarkan, dan melakukan latihan sesuai jadwal (Keliat, 2001). 7. Akibat Dari Perilaku Kekerasan

Klien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan-tindakan berbahaya bagi dirinya, orang lain maupun lingkungannya, seperti menyerang orang lain, memecahkan perabot, membakar rumah dll.

8. Hal - hal yang dapat dilakukan keluarga yang mempunyai keluarga yang mempunyai perilaku kekerasan 1. Mengadakan kegiatan bermanfaat yang dapat menampung potensi dan minat bakat anggota keluarga yang mengalami risiko perilaku kekerasan sehingga diharapkan dapat meminimalisir kejadian perilaku kekerasan. 2. Bekerja sama dengan pihak yang berhubungan dekat dengan pihak-pihak terkait contohnya badan konseling, RT, atau RW dalam membantu menyelesaiakan konflik sebelum terjadi tindakan kekerasan. 3. Mengadakan kontrol khusus dengan perawat / dokter yang dapat membahas dan melaporkan perkembangan anggota keluarga yang mengalami risiko pelaku kekerasan terutama dari segi kejiwaan antara pengajar dengan pihak keluarga terutama orangtua. Peran keluarga Dalam Penanganan Perilaku Kekerasan 1. Mencegah terjadinya perilaku amuk : a. Menjalin komunikasi yang harmonis dan efektif antar anggota keluarga b. Saling memberi dukungan secara moril apabila ada anggota keluarga yang berada dalam kesulitan c. Saling menghargai pendapat dan pola pikir d. Menjalin keterbukaan e. Saling memaafkan apabila melakukan kesalahan f. Menyadari setiap kekurangan diri dan orang lain dan berusaha memperbaiki kekurangan tersebut g. Apabila terjadi konflik sebaiknya keluarga memberi kesempatan pada anggota keluarga untuk mengugkapkan perasaannya untuk membantu kien dalam menyelesaikan masalah yang konstruktif.

h. Keluarga dapat mengevaluasi sejauh mana keteraturan minum obat anggota dengan risiko pelaku kekerasan dan mendiskusikan tentang pentingnya minum obat dalam mempercepat penyembuhan. i. Keluarga dapat mengevaluasi jadwal kegiatan harian atas kegiatan yang telah dilatih di rumah sakit. j. Keluarga memberi pujian atas keberhasilan klien untu mengendalikan marah. k. Keluarga memberikan dukungan selama masa pengobatan anggota keluarga risiko pelaku kekerasan. l. keluarga menyiapkan lingkungan di rumah agar meminimalisir kesempatan melakukan perilaku kekerasan 2. a. b. c. d. shalat e. 2. Mendampingi klien dalam minum obat secara teratur. Bila Klien dalam PK Mengontrol Perilaku Kekerasaan dengan mengajarkan klien : Menarik nafas dalam Memukul-mukul bantal Bila ada sesuatu yang tidak disukai anjurkan klien Melakukan kegiatan keagamaan seperti berwudhu dan

mengucapkan apa yang tidak disukai klien

Meminta bantuan petugas terkait dan terdekat untuk membantu membawa klien ke rumah sakit jiwa terdekat. Sebelum dibawa usahan utamakan keselamatan diri klien dan penolong.

Daftar pustaka Dadang Hawari, 2001, Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Schizofrenia, FKUI; Jakarta. WF Maramis, 1998, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, penerbit : Buku Kedokteran EGC ; Jakarta. Stuart GW, Sundeen, Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th ed.). St.Louis Mosby Year Book, 1995 Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999 Keliat Budi Ana, Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999 Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino Gonohutomo, 2003 Anonim. 2011. Cegah dan hindari kekerasan, diakses tanggal 22 Mei 2011. Jam 14.30 dari http://www.orangtua.org/cegahdanhidarikekerasan=804

You might also like