You are on page 1of 12

TEKNIK PENELITIAN SOSIAL, INFORMASI, DAN PERPUSTAKAAN

Outline Bahan Kuliah dengan Pendekatan Praktis

Drs. Pawit M. Yusup, M.S.

PROGRAM MAGISTER ILMU SOSIAL BIDANG KAJIAN UTAMA ILMU INFORMASI DAN PERPUSTAKAAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2003

DAFTAR ISI

PRAKATA DAFTAR ISI BAB I PENGETAHUAN, ILMU, DAN PENGETAHUAN ILMIAH 1. Pengantar 2. Mengenal realita 3. Pengetahuan dan penemuan manusia 4. Konsep ilmu dan pengetahuan BAB II ANGGAPAN UMUM DAN CARA ORANG MEMAHAMI GEJALA-GEJALA ALAM 1. Bermacam cara orang dalam memahami gejala-gejala alam metode keteguhan metode otoritas metode intuisi revelasi metode ilmiah 2. Anggapan umum dan ilmu 3. Kaidah ilmu Orde Determinisme Parsimoni Empirisme 4. Tujuan ilmu Deskripsi gejala Penjelasan Prediksi Mengorganisasikan semua bukti empiris Penjelasan yang benar dan cermat akan menghasilkan fakta ilmiah Fakta-fakta ilmiah yang diorganisasikan secara sistematis dan tepat disebut pengetahuan ilmiah Teori ilmiah, sama dengan, penjelasan yang benar. Penjelasan yang dilakukan berulang-ulang dan hasilnya benar, maka penjelasan tersebut dinamakan teori. Tujuan ilmu sebenarnya teori. 5. Ciri-ciri ilmiah Terdiri atas proposisi-proposisi Konsep-konsep dalam proposisi dibatasi secara tegas Teori harus bisa diuji Teori harus melahirkan proposisi-proposisi tambahan yang sering tak terduga 6. Proses ilmu Awal adalah akhir, dan akhir adalah awal dari suatu proses ilmiah

7. 8. 9. BAB III

Gambar diagram proses ilmu Observasi Ilmu sosial sebagai sains Informasi dan Perpustakaan sebagai ilmu sosial

PENELITIAN BERDASARKAN TUJUAN, HASIL, DAN TEMPAT 1. Berdasarkan tujuan Penelitian deskriptif Penelitian eksplanatori 2. Berdasarkan hasil Penelitian dasar Penelitian terapan Penelitian dasar dan terapan 3. Berdasarkan tempat Penelitian laboratorium Penelitian lapangan Penelitian kepustakaan RANCANGAN DAN LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN 1. Mencari, menemukan, dan merumuskan masalah (dibingkai dalam latar belakang masalah penelitian) Pengertian masalah penelitian Syarat masalah yang baik: observable, managable, signifikans, menarik 2. Tujuan penelitian Apa yang akan kita cari dalam penelitian Harus jelas dan sejalan dengan masalah yang dirumuskan 3. Kegunaan atau manfaat penelitian Kegunaan teoretis Kegunaan praktis 4. Kerangka berpikir teoretis, atau telaah pustaka Pengertian kerangka berfikir dan fungsinya Alur berfikir sehingga menghasilkan rumusan diagramatis tentang masalah-masalah secara terintegrasi 5. Pertanyaan Penelitian 6. Hipotesis Pengertian hipotesis dan fungsinya Hipotesis dan bentuk-bentuk proposisi Syarat-syarat hipotesis Variasi merumuskan hipotesis Contoh-contoh hipotesis 7. Variabel penelitian Hubungan konsep, konstruk, dan variabel Hubungan antar variabel 8. Pengukuran (skala pengukuran) 9. Pengukuran validitas dan reliabilitas pengukuran 10. Metode-metode penelitian Metode penelitian historis

BAB

IV

BAB V

BAB VI

BAB VII

Metode penelitian deskriptif Metode penelitian lainnya METODE PENELITIAN SURVEY 1. Survey sampling 2. Istilah teknis 3. Sampel dan populasi dalam survey 4. Membuat kuesioner 5. Kegagalan dalam membangun kuesioner 6. Susunan pertanyaan 7. Pertanyaan kontingensi STUDI WAWANCARA 1. Keuntungan studi wawancara 2. Kelemahan studi wawancara 3. Wawancara sebagai interaksi sosial 4. Dampak karakteristik wawancara 5. Pelaksanaan wawancara 6. Sedikit wawancara berstruktur 7. Wawancara dengan anak-anak 8. Wawancara melalui telepon 9. Latihan wawancara 10. Tahap memasuki lapangan 11. Validitas dan reliabilitas wawancara TEKNIK PENGUMPULAN DATA BUKAN SURVEY 1. Observasi 2. Keunggulan observasi (1) Perilaku nonverbal (2) Lingkungan alami (3) Analisis longitudinal 3. Kelemahan observasi (1) Kurang terkendali (2) Sulit dikuantifikasikan (3) Ukuran sampel kecil (4) Cara mendapatkan data (5) Kurang anonimitas 4. Bentuk-bentuk observasi 5. Studi lapangan (1) Cara memasuki lapangan (2) Cara mendapatkan laporan (3) Pengamatan dan pencatatan (4) Menghadapi krisis (masalah) (5) Analisis data 6. Observasi berstruktur lengkap 7. Observasi tidak langsung 8. Validitas dan reliabilitas observasi (1) Validitas dan observasi langsung Kurang anonimitas Realitas sosial sebagai suatu konstruk Kurang berstruktur dalam instrumen observasi Kemampuan organ indera (2) Mengukur validitas

BAB VIII

BAB IX

BAB X

BAB XI

BAB XII

(3) Reliabilitas STUDI DOKUMENTASI 1. Keunggulan studi dokumen (1) Subjeknya tidak dapat diakses (2) Nonreaktivitas (3) Analisis longitudinal (4) Ukuran sampel (5) Spontanitas (6) Pengakuan (7) Biaya relatif kecil (8) Kualitas tinggi 2. Kelemahan studi dokumen (1) Bias: (2) Selective survival: (3) Tidak lengkap: (4) Kurang ketersediaannya: (5) Bias sampling: (6) Terbatas pada perilaku verbal: (7) Kurangnya format standar: (8) Kesulitasn mengkoding: (9) Data harus disesuaikan untuk membandingkan perbedaan waktu: 3. Sumber-sumber data 4. Analisis data sekunder 5. Jenis analisis dokumentasi 6. Dokumen pribadi ANALISIS ISI 1. Tujuan 2. Sampling 3. Kategori (1) Unit rekaman (2) Unit konteks (3) Sistem enumerasi 4. Penelitian historis dalam analisis isi 5. Validitas dan reliabilitas analisis isi ETNOMETODOLOGI 1. Etnometodologi dan riset survey (1) Proses versus produk (2) Ungkapan indeksis 2. Struktur percakapan 3. Validitas dan reliabilitas etnometodologi 4. Perbandingan posisi 5. Keunggulan etnometodologi 6. Kelemahan etnometodologi TEKNIK PENELITIAN EKSPERIMENTAL (1) Pola kelompok tunggal (2) Pola kelompok paralel (3) Pola kelompok rotasi (4) Pola-pola lainnya TEKNIK SOSIOMETRI

BAB XIII BAB XIV

TEKNIK PENELITIAN KEPUSTAKAAN POPULASI DAN SAMPLING 1. Pengertian populasi 2. Pengertian sampling 3. Sampling nonprobabilitas 4. Sampling probabilitas 5. Ukuran sampel (contoh perhitungan) BAB XV PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA 1. Reduksi atau penurunan data 2. Persiapan koding 3. Pengukuran dan skala 4. Analisis, penyajian, dan interpretasi data 5. Analisis data, statistik dan uji hipotesis 6. Interpretasi dan uji signifikansi BAB XVI TEKNIK PENULISAN LAPORAN 1. Judul laporan 2. Rangka laporan 3. Catatan kaki atau kutipan dan daftar pustaka 4. Penulisan Laporan Penelitian BAB XVII CONTOH RANGKA USULAN PENELITIAN 1. Contoh usulan penelitian deskriptif kualitatif 2. Contoh usulan penelitian deskriptif kuantitatif 3. Contoh usulan penelitian korelatif 4. Contoh usulan eksperimental DAFTAR PUSTAKA

BAB I PENGETAHUAN, ILMU, DAN PENGETAHUAN ILMIAH

1. Pengantar Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar istilah pengetahuan, ilmu pengetahuan, penemuan, atau bahkan pengalaman-pengalaman yang lebih praktis. Semua orang mengetahui apa itu ilmu pengetahuan atau pengetahuan. Dokter, guru, insinyur, atau setiap orang yang memiliki predikat ahli di bidangnya, mengetahui apa yang disebut pengetahuan atau ilmu pengetahuan. Bahkan orang awam pun mengetahui konsep tersebut. Namun tentu saja ada perbedaan dalam memahami hakekat dari konsep ilmu dan pengetahuan dimaksud. Bagi seseorang, ilmu adalah pola berpikir tertentu, sedangkan bagi orang lain barangkali suatu pekerjaan yang banyak melibatkan fasilitas laboratorium. Bagi orang awam, ilmu sama dengan pengetahuan, namun bagi ilmuwan, ilmu bukanlah sekadar pengetahuan. Di sini ilmu bukan seperti itu maknanya, namun lebih sebagai suatu metode penemuan, yakni cara dalam mempelajari dan mengetahui segala sesuatu di sekitar kita (Babbie,1989:2). Ia memang berbeda dengan cara mempelajari dan mengetahui dunia sekitar melalui pendekatan lain, karena dalam ilmu, terdapat beberapa karakteristik tertentu yang mensyaratkannya. Kondisi sosial sekitar kita, dan kita pun termasuk di dalamnya, sangat kompleks. Ia berubah setiap waktu. Artinya kondisi sosial saat sekarang tidak sama dengan kondisi sosial pada masa yang akan datang. Bahkan kondisi sosial pada masa sekarang di suatu komunitas tertentu, tidak akan sama bentuknya jika dibandingkan dengan kondisi sosial orang tersebut pada waktu yang akan datang. Jangankan melihat kondisi sosial secara global, kondisi satu orang saja akan selalu berubah sejalan dengan perkembangan waktu. Satu orang pada suatu saat di suatu tempat, akan berbeda dengan orang yang sama pada suatu saat di suatu tempat yang lain. Setidaknya berbeda dalam keinginannya, kebutuhannya, atau perasaannya. Orang yang sama akan menjadi atau berperan berbeda jika dihadapkan dengan lingkungan yang berbeda. Ketika kita menghadap calon mertua, tentu berbeda dengan, misalnya menghadap atasan kita, dsb. Perubahan-perubahan yang terjadi tidak hanya di tingkat sosial dan kelompok sosial masyarakat yang lebih luas, bahkan di tingkat perorangan pun sebenarnya sudah cukup kompleks. Dulu benci, sekarang rindu. Benci dan rindu datang silih berganti, bahkan terkadang secara bersamaan. Itu semua hanya untuk menunjukkan bahwa kondisi sosial itu sangat kompleks. Perubahan-perubahan yang terjadi di dalamnya juga sangat kompleks, dimamis, dan perubahannya relatif sangat sulit untuk diprediksi. Ilmuwan seunggul apapun, misalnya, tidak akan mampu meramalkan secara pasti apa yang akan terjadi pada negara kita sebulan atau setahun kemudian. Contoh lagi, mengapa sebagian anggota masyarakat kita menjadi anarkis? Jawabnya tentu bisa bervariasi. Itu hanya sebagian sangat kecil dari peristiwa sosial yang memang merupakan bagian dari pekerjaan ilmuwan untuk menjelaskannya. Banyak peristiwa sosial yang sampai sekarang tidak bisa diramalkan dengan tepat keadaannya. Pertanyaannya adalah, mungkinkah para ilmuwan kurang data dalam menyusun ilmunya, atau mungkinkah juga karena peristiwa-peristiwa sosial itu sendiri yang tidak mempunyai kecenderungan arah yang jelas karena tidak tunduk kepada hukum-hukum alam (sunatullah) sehingga tidak bisa diramalkan dengan tepat

kejadian-kejadiannya. Semuanya menjadi timbunan pertanyaan yang juga menambah kompleksnya pembicaraan mengenai ilmu dan pengetahuan. Ilmu adalah pengetahuan yang memiliki persyaratan-persyaratan tertentu. Jadi bukan sekadar penegtahuan belaka.

2. Mengenal realita dan fakta Babbie (1989) pernah mengatakan adanya dua realitas di dunia sekitar kita. Yang pertama adalah realitas eksperimensial (experimential reality), dan yang kedua adalah realitas penyetujuan (agreement reality). Yang pertama orang mengetahui realitas sebagai akibat dari pengalaman langsung orang tersebut dengan dunianya, sedangkan yang kedua realitas sebagai akibat dari kabar (informasi) orang lain yang dia terima dan orang lain serta dirinya sendiri pun turut mendukung (setuju atau membenarkan) adanya realitas dimaksud. Dunia realitas eksperiensial lebih mudah diyakini kebenarannya, juga segala peristiwa yang melatarbelakangi peristiwa tersebut lebih mudah dilihat melalui indera kita. Namun dunia realitas penyetujuan lebih sulit dibuktikannya. Benarkah telah terjadi kerusuhan yang sangat memprihatinkan di Maluku dan Ambon belakangan ini? Benarkah di sana terjadi perang antara islam dan kristen? Benarkah rakyat Palestina selalu ditekan oleh penguasa Israel? Benarkan Aceh ingin merdeka alias melepaskan diri dari NKRI? Satu lagi, benarkah terjadinya gerhana bulan karena sebagai akibat terhalangnya sinar matahari yang menyorot bulan oleh bumi?. Senua peristiwa tersebut nyata adanya dan benar pula kejadiannya, namun orang tidak bisa langsung mengenalnya (merasakannya) secara inderawi. Kita sepenuhnya percaya (dan membenarkannya) berita-berita tadi melalui orang lain. Namun tuntuk menambah tingkat kepercayaan kita akan peristiwa-peristiwa tersebut, diperlukan logika dan tingkat penalaran tertentu (baca: tinggi) sehingga menjadi paham akan kejadiannya atau kebenaran realitasnya. Contoh yang mudah dan bisa dilakukan oleh semua orang adalah, bengkoknya sebatang kayu jika sebagian dimasukkan ke dalam air asal tidak tegak lurus memasukkannya. Benarkah tongkat tadi betul-betul bengkok? Tidak. Bengkok yang terjadi disebabkan oleh adanya perbedaan berat jenis antara udara dan air. Bengkoknya tongkat kayu tadi adalah suatu realitas, suatu kenyataan. Namun apakah faktanya demikian? Dari sedikit gambaran dalam mengenal realita seperti itu maka sebenarnyalah bahwa untuk mengetahui segala sesuatu yang terjadi di luar lingkungan kita, diperlukan logika dan tingkat berpikir yang memadai, yang dalam pelaksanaannya diawali dengan cara bertahap dan runtut sesuai dengan tingkat perkembangan intelektual. Di sanalah bedanya antara orang awam dengan ilmuwan. Kalau ilmuwan menganggap atau mengetahui bahwa gerhana matahari terjadi sebagai akibat terhalangnya sinar mata hari yang jatuh ke bumu, terhalang oleh bulan, maka orang awam (antara lain sejumlah anggota masyarakat di suatu desa) menganggapnya bahwa matahari sedang dimakan raksasa, dan oleh karena itu rakyat dianjurkan untuk memukul kentongan supaya bulan segera dimuntahkan kembali. Demikian tingginya tingkat penalaran yang dibutuhkan untuk mengetahui peristiwa yang sebenarnya sehingga tidak semua orang mengetahui fakta yang sebenarnya. Di situlah pula ada perbedaan tertentu antara kaum awam dengan ilmuwan dalam mengetahui segala sesuatu yang berada di sekitarnya. Orang awam tidak banyak menggunakan logika berpikir canggih dalam menghadapi segala peristiwa di

sekitarnya. Sementara ilmuwan selalu berusaha untuk memahami sedalam-dalamnya peristiwa yang dihadapinya. Dalam usaha mencari tahu itu, sebenarnya diperlukan dua bentuk realitas tadi. Ilmuwan menggunakannya sebagai dukungan terhadap usaha pemahaman yang dibutuhkannya, baik melalui pengalaman langsung (empiris) maupun melalui pengalaman tidak langsung yang didukung oleh logika berpikir yang dimilikinya. Di dunia filsafat dikenal dengan sebutan epistemology yang bertindak sebagai ilmu tentang pengetahuan, sedangkan metodology (sebagai bagian dari epistemologi) lebih sebagai the science of finding out (ilmu mencari tahu) (Babbie, 1989). Buku ini mencoba membicarakan konsep yang terakhir tersebut (metodology) di atas yang diterapkan dalam lingkungan sosial. Bagaimana seorang ilmuwan, atau setidaknya pemerhati masalah-masalah sosial mencari tahu mengenai peristiwaperistiwa sosial dan fakta sosial. Dari pengetahuannya mengenai realita dan fakta sosial itulah, para ilmuwan bisa menjelaskannya secara ilmiah untuk kepentingan kemaslahatan umat manusia. Fakta sosial Sedikit berbeda pengertiannya antara realitas sosial dan fakta sosial. Kalau realitas adalah objek atau gejala atau kenyataan yang terpersepsikan oleh indera, maka fakta adalah kenyataan itu sendiri yang tidak ditentukan oleh persepsi manusia. Tongkat kayu yang secara realitas adalah bengkok jika dimasukkan ke dalam air dengan mengambil sudut tertentu, maka faktanya tidaklah demikian. Tongkat tadi tetap lurus, tidak bengkok seperti tampak oleh mata kita. Tampak bengkok karena dipengaruhi oleh perbedaan berat jenis antara air dan udara di atas permukaan air, serta dipengaruhi juga oleh keterbatasan indera kita. Dalam dunia sosial dikenal dengan realitas sosial dan fakta sosial. Keduanya mempunyai makna yang pada dasarnya sama, yaitu sama-sama berupa kenyataan yang sebenarnya. Hanya yang terakghir ini sudah didukung oleh pengamatan tertentu, sudah teruji atau terbukti nyata adanya. Dengan kata lain, fakta lebih menunjukkan kepada sesuatu yang sudah diamati, kata Babbie (1989:55). Sementara realitas belum seperti itu. Fakta sering dikaitkan dengan istilah dalil atau hukum, yang merupakan suatu generalisasi menyeluruh tentang sekelompok fakta. Sedangkan teori merupakan penjelasan tentang seperangkat fakta dan dalil secara sistematik. Fakta juga sering dikaitkan dengan pengertian paradigma yang lebih berarti sebagai suatu skema atau model mendasar yang mengorganisasikan pandangan kita tentang suatu objek, peristiwa, atau tentang unsur-unsur tadi. Dalam ilmu, pencarian kebenarannya diusahakan sampai kepada terujinya atau terbuktinya realitas sosial menjadi fakta sosial. Jadi tidak cukup hanya dengan anggapan sekenanya. Adanya kecenderungan para ibu di kota-kota di jaman sekarang enggan untuk menyusui anak-anaknya dengan air susunya sendiri (ASI) dan lebih senang menggantikannya dengan susu sapi, adalah suatu realitas sosial. Adanya perilaku nanarkis sekelompok anggota masyarakat terhadap pihak-pihak tertentu di kalangan mereka sendiri, juga merupakan realitas sosial. Satu lagi contoh, banyaknya peristiwa main hakim sendiri (menurut penulis lebih tepat disebut main hakim bersama-sama) di kalangan masyarakat kita dewasa ini, adalah juga sebagai realitas sosial. Semua itu menunjukkan realitas sosial. Faktanya tidak selamanya sama dengan yang tampak di permukaan. Untuk melihat faktanya yang sebenarnya, bisa dilakukan melalui pengamatan yang saksama dan teliti. Melalui studi dengan menggunakan metode

tertentu yang tepat, nantinya bisa diketahui fakta yang sebenarnya, apakah memang demikian kejadiannya, atau hanya sekadar fenomena sosial yang sedang muncul ke permukaan. Pengamatan yang saksama juga bisa mengungkapkan secara komprehensif realitas-realitas sosial menjadi fakta sosial. Kata buku, juga media massa, bulan terdiri atas sebongkah batu besar. Tidak ada tumbuh-tumbuhan dan air seperti layaknya di bumi. Ukuran gravitasinya pun hanya sekitar seperenam gravitasi bumi, sehingga jika seseorang mampu meloncat setinggi satu meter di bumi, maka orang tersebut akan mampu meloncat setinggi enam meter di bulan. Itu juga sebuah contoh realitas yang tidak mungkin bisa diamati secara langsung oleh semua ilmuwan. Namun toh orang percaya bahwa faktanya memang seperti itu, sebab percayanya ilmuwan menggunakan tingkat logika yang relatif tinggi, tidak sekadar percaya karena taklid atau percaya tetapi tidak mengetahui alasan kepercayaannya itu. 3. Pengetahuan dan penemuan manusia Pengetahuan sering merupakan dasar dari penemuan manusia. Pengetahuan adalah sesuatu yang sudah disimpan dalam struktur kognisi manusia. Pengetahuan berkaitan langsung dengan pengalaman, baik yang langsung seperti halnya pengetahuan atas experiential reality ataupun pengalaman yang tidak langsung seperti halnya pengetahuan atas agreement reality. Kedua realitas tersebut merupakan subjek sekaligus objek pengetahuan manusia. Dikatakan demikian, sebab hanya manusia yang mempunyai pengetahuan (ilmiah), dan tentu saja pengetahuan adalah milik manusia. Pengetahuan dan pengalaman dengan demikian merupakan dua unsur yang sangat erat kaitannya, meskipun tidak selamanya berhubungan secara kausal. Pengalaman selalu melahirkan atau memunculkan pengetahuan, namun pengetahuan tidak hanya dilahirkan oleh pengalaman. Contohnya, ilmu terlahir oleh adanya pengalaman empiris manusia (ilmuwan), namun tidak setiap pengalaman manusia melahirkan ilmu. Pengalaman petani dalam menggarap sawahnya berasal dari pengalamannya selama bertahun-tahun dan turun temurun, namun pengalaman menggarap sawah para petani tidak selalu menghasilkan pengetahuan yang disebut ilmu, sebab pengertian ilmu memiliki persyaratan tertentu. Setidaknya suatu pengalaman bisa menghasilkan suatu penemuan tertentu yang berkaitan dengan bentuk pengalaman dimaksud. Pengalaman yang dirancang secara khusus dengan tujuan untuk mencari sesuatu yang ditargetkan, biasanya memang akan menghasilkan sesuatu tersebut. Seorang ilmuwan dengan pengalamannya yang khusus sanggup menghasilkan berbagai formula yang kemudian diwujudkan dalam bentuk karya nyata. Dengan pengalamannya juga seorang arsitek sanggup menemukan dan menciptakan sebuah rancangan bangunan yang indah dan menakjubkan. Dan, dengan pengalaman yang kami miliki selama ini maka tersusunlah sebuah buku yang sedang Anda baca ini. Semua karya memang sebagian besar hasil dari olahan pengalaman manusia. Tanpa pengalaman, orang tidak akan tahu banyak tentang apa yang akan dikerjakannya. Bukankah lapangan pekerjaan yang ditawarkan oleh perusahaanperusahaan kepada masyarakat dewasa ini umumnya bagi mereka yang sudah berpengalaman?. Dengan harapan mereka yang sudah berpengalaman di bidangnya lebih mampu menjalankan pekerjaannya secara mandiri, dan bahkan sanggup mengembangkannya berdasarkan pengalamannya itu. Maka wajar saja jika para

10

pengusaha lebih cenderung memilih calon pegawainya dari pelamar yang sudah memiliki pengalaman kerja di bidangnya. Dengan melihat konteks seperti itu, maka antara pengalaman dan pengetahuan, dalam hal-hal tertentu mempunyai makna yang sama. Hanya saja untuk pengetahuan sifatnya lebih luas karena tidak terbatas oleh pengalaman indera saja. Penemuan memang tidak hanya dilahirkan oleh pengalaman saja, namun justru sering juga lahir dari pengetahuan, sungguhpun penemuannya hanya bersifat teoretik belaka. Seorang penulis buku tentang cara beternak itik terkadang belum pernah mengalami sendiri bagaimana suka dukanya beternak itik. Dia bisa saja menyusunnya hanya berdasarkan hasil membaca buku dan sumber bacaan lainnya yang ada kaitannya dengan peternakan itik, ditambah dengan keterangan lain berupa wawancara dengan para peternak itik yang berhasil, misalnya. Jika buku tersebut ternyata termasuk laku di pasaran dan mendapatkan sambuta yang baik di masyarakat, maka dimungkinkan pengarangnya bisa disebut sebagai ahli dalam peternakan ituk, sebab dialah yang pertama kali dianggap menemukan metode beternak ituk yang baik. Padahal jika pengarang buku tadi disuruh melakukannya sendiri, belum tentu berhasil. Hal menemukan dengan tidak melalui pengalaman langsung seperti itu bisa dilakukan oleh para ilmuwan, termasuk ilmuwan sosial, yang subjek dan sekaligus objeknya sangat gampang berubah. Saat ini kita sedang berkomunikasi. Kami mengemukakan ide dan Anda menangkap ide dan mempersepsi ide yang kami sampaikan/maksudkan, dan Anda pun bebas menerima atau menolak ide-ide kami. Karena demikian bebasnya dan besarnya tingkat kebebasan berkomunikasi di antara kita, maka hasilnya pun tidak jelas sampai dengan tingkat sini. Kemampuan Anda dalam menangkap dan mempersepsi ide-ide kami, jauh melampaui batas-batas apa yang kami maksudkan. Artinya transfer informasi dari kami kepada Anda jauh dikembangkan oleh kemampuan Anda dalam mentransfer informasi dan berpikir kognitif, sehingga dengan demikian, maknanya pun menjadi berkembang. Hanya saja tingkat perkembangannya tidak sama untuk setiap orang. Nah, dari ketidaksamaan arah perkembangan persepsi kognitif itulah yang akan menghasilkan beragam perbedaan persepsi yang perkembangannya semakin kompleks. Kalau sudah demikian maka akan sulit sekali diramalkan hasil akhirnya dari suatu proses sosial komunikasi yang terjadi. Atau dengan kata lain, sepenggal proses sosial dan komunikasi di antara kita saja sulit diramalkan hasil akhirnya. Apalagi jika ruang lingkupnya diperluas. Dari sanalah maka penemuan yang bersifat ilmiah dalam ilmu sosial tetap bersifat relatif. Karena relatif, maka tentu ada tingkatannya. Dan tingkatannya itulah yang sulit dikuantifikasikan, atau diukur secara kuantitas. Suatu sapaan yang dilakukan oleh seorang pria kepada seorang wanita, dengan intonasi dan frekuensi yang sama, akan mempunyai makna dan maksud yang berbeda, jika dilakukan pada siang hari, malam hari, atau saat-saat khusus. Misalnya, neng, neng, , neng, !, jika diucapkan pada pagi dan siang hari di tempat terbuka barangkali hanya dianggap sebagai panggilan biasa, namun jika diucapkan pada malam hari yang sepi, akan lain maknanya. Itu hanya beberapa penggal contoh yang bisa saja dianggap sebagai suatu realitas penyetujuan (agreement reality), yang bisa saja terjadi pada konteks realitas eksperiensial (experiential reality), yang jika disusun dngan menggunakan metode yang tetap dan sistematika yang benar, akan menghasilkan suatu penemuan tertentu. 4. Konsep ilmu dan pengetahuan

11

Pengetahuan, ilmu, dan ilmu pengetahuan, merupakan istilah dan konsep yang sering dipertukarkan/membingungkan, namun jika ditilik lebih jauh, ketiganya sebenarnya memiliki makna yang berbeda. Knowledge (pengetahuan), sains (science) atau ilmu, terkadang sering dipersamakan dengan ilmu pengetahuan. Terkadang orang menyebut ilmu pengetahuan untuk konsep ilmu padahal cukup ilmu saja tanpa ditambah kata pengetahuan. Ilmu itu sudah pasti bagian dari pengetahuan. Jadi ilmu itu sudah pasti pengetahuan, namun tidak sebaliknya. Anggapan umum juga merupakan salah satu bentuk pengetahuan, tapi bukan ilmu. Mengapa? Sebab dalam ilmu ada penjelasan, terorganisasikan, teratur, sistematis, dapat diuji kebenarannya, dan dalam pencariannya bisa dilakukan oleh orang lain dengan hasil yang relatif sama, bersifat empiris, tidak metafisis atau yang mendekati paranormal, bohong, tidak masuk akal sebagian besar orang. Seperti di muka sudah disinggung, orang percaya kepada adanya kemampuan manusia yang enam kali lebih tinggi dalam meloncat di bulan jika dibandingkan dengan di bumi, karena hal ini setidaknya masuk akal karena ukuran dan perbandingan gravitasi bumi dan bulan yang berbading seperenam. Orang pun percaya bahwa telah terjadi peristiwa kerusuhan bernuansa SARA di Maluku dan Ambon. Juga orang masih percaya adanya gerakan sebagian orang Aceh yang menginginkan memisahkan diri dari NKRI. Semua peristiwa tersebut bisa diterima secara akal sehat, juga diperkuat melalui bantuan teknologi komunikasi modern seperti telepon, televisi, surat kabar, dan radio.

12

You might also like