You are on page 1of 9

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah pendidikan di Indonesia semakin kompleks dan semakin serat dengan tantangan.

Kebijakan dan program-program pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan, nampak tidak memberi jawaban solutif terhadap permasalahan pendidikan yang berkembang. Kebijakan dan perubahan-perubahan pendidikan kita, kurang memiliki prioritas yang ingin dicapai. Pembangunan pendidikan merupakan salah satu prioritas utama dalam agenda pembangunan nasional. Pembangunan pendidikan sangat penting karena perannya yang signifikan dalam mencapai kemajuan di berbagai bidang kehidupan: sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Karena itu, Pemerintah berkewajiban untuk memenuhi hak setiap warga negara dalam memperoleh layanan pendidikan guna meningkatkan kualitas hidup bangsa Indonesia sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945, yang mewajibkan Pemerintah bertanggung jawab dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan menciptakan kesejahteraan umum. Hingga kini upaya pemerintah dalam memperbaiki pendidikan saat ini seakan-akan berada di antara mitos dan realitas. Di satu sisi, perbaikan pendidikan dinyatakan sebagai sub-sistem pembangunan nasional sebagai identitas sistem secara keseluruhan, tetapi di sisi lain programprogramnya tidak memiliki konsep yang cukup jelas untuk menjawab paradigma pembangunan yang berorientasi pada pola dan permasalahan kehidupan global yang menuntut kontribusi pendidikan yang dinamis dan bervariasi. Untuk itu, arah kebijakan pendidikan kedepan, seharusnya ditujukan untuk merubah mitos menjadi realitas perubahan pendidikan di Indonesia. Gambaran di atas, menunjukkan bahwa dunia pendidikan di Indonesia memang begitu dilematis. Artinya, di satu sisi, tuntutan kualitas pendidikan perlu dikatrol setinggi-tingginya untuk mengejar ketertinggalan begitu jauh dengan negara-negara lain. Sementara disisi lain, dana operasional yang tersedia untuk bidang pendidikan begitu terbatas. Perlu diakui bahwa pemerintah sebenarnya telah mengalokasi sejumlah jenis bantuan untuk dana operasional

pendidikan sekolah. Tetapi bantuan tersebut hanya cukup untuk menutup biaya minimal bagi kegiatan-kegiatan pendidikan. Sementara kegiatan yang sifatnya penunjang atau pengembangan, dirasakan belum optimal dan hal ini berakibat pada upaya peningkatan mutu pendidikan itu sendiri. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, maka yang menjadi permasalahan dan diungkapkan dalam makalah ini adalah : 1. Bagaimana kondisi pemerataan pendidikan di Indonesia? 2. Bagaimana upaya pemerintah dalam melakukan pemerataan pendidikan di Indonesia? 3. Bagaimana keberhasilan dari pemerintah dalam melakukan pemerataan pendidikan di Indonesia? 1.3 Tujuan Penulisan Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah : 1. Untuk mengetahui bagaimana kondisi pemerataan pendidikan di Indonesia. 2. Untuk mengetahui bagaimana upaya pemerintah dalam melakukan pemerataan pendidikan di Indonesia. 3. Untuk mengetahui bagaimana keberhasilan dari pemerintah dalam melakukan pemerataan pendidikan di Indonesia.

1.4 Manfaat Penulisan 1. Bagi Pemerintah Bisa dijadikan sebagai sumbangsih dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. 2. Bagi Guru Bisa dijadikan sebagai acuan dalam mengajar agar para peserta didiknya dapat berprestasi lebih baik dimasa yang akan datang. 3. Bagi Mahasiswa Bisa dijadikan sebagai bahan kajian belajar dalam rangka meningkatkan prestasi diri pada khususnya dan meningkatkan kualitas pendidikan pada umumnya.

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Kondisi Pemerataan Pendidikan di Indonesia Pemerataan pendidikan ialah persoalan yang terkait dengan sistem pendidikan yang dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya kepada warga Negara untuk memperoleh pendidikan, sehingga pendidikan menjadi wahana bagi pembangunan sumber daya manusia dalam menunjang pembangunan suatu bangsa. Masalah ini timbul apabila masih banyak warga Negara warga Negara khususnya anak usia sekolah yang tidak dapat ditampung dalam sistem atau lembaga pendidikan karena kurangnya fasilitas pendidikan yang tersedia. Padahal dalam undang-undang No.04 Tahun 1950 berbunyi Tiap-tiap warga Negara Republik Indonesia mempunyai hak yang sama untuk diterima menjadi murid suatu sekolah jika syarat-syarat yang ditetapkan untuk pendidikan dan pengajaran pada sekolah itu dipenuhi. Terkait dengan kondisi pendidikan di Indonesia, Abdul Malik Fadjar (Mendiknas tahun 2001) mengakui kebenaran penilaian bahwa sistem pendidikan di Indonesia adalah yang terburuk di kawasan Asia. Hasil survei Political and Economic Risk Consultancy (PERC) menyebutkan bahwa sistem pendidikan di Indonesia terburuk di kawasan Asia, yaitu dari 12 negara yang disurvei oleh lembaga yang berkantor pusat di Hongkong itu, Korea Selatan dinilai memiliki sistem pendidikan terbaik, disusul Singapura, Jepang dan Taiwan, India, Cina, serta Malaysia. Sedangkan Indonesia menduduki urutan ke-12, setingkat di bawah Vietnam. Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 menyatakan bahwa salah satu tujuan Negara Republik lndonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk itu setiap warga Negara lndonesia berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya tanpa memandang status sosial, ras, etnis, agama, dan gender. Dengan demikian, pendidikan merupakan bidang yang sangat penting dan strategis dalam pembangunan nasional karena merupakan salah satu penentu kemajuan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, perlu penyediaan fasilitas yang memadai. Untuk menangani masalah ini, pemerintah memang sudah melangkah dengan mengusahakan bebas SPP bagi anak-anak SD. 3

Selain itu pemerintah juga telah mendirikan SD kecil, sekolah pamong, SMP terbuka, SMA terbuka, dan universitas terbuka yang kesemuanya itu adalah upaya untuk mengatasi masalah pemerataan pendidikan. 2.2 Upaya Pemerintah Dalam Pemerataan Pendidikan Pemerintah dalam memberikan layanan pendidikan yang baik kepada seluruh anak bangsa telah dilakukan melalui berbagai kegiatan pembangunan bidang pendidikan yang meliputi perluasan akses dan pemerataan pendidikan, peningkatan mutu dan relevansi pendidikan, dan peningkatan manajemen pelayanan pendidikan. Kesungguhan tersebut telah membuahkan hasil yang cukup menggembirakan seperti terlihat dalam membaiknya akses dan pemerataan pendidikan yang tercermin dari meningkatnya angka partisipasi kasar (APK) dan angka partisipasi murni (APM) pada semua jenjang pendidikan, serta meningkatkan angka melek aksara penduduk usia 15 tahun ke atas. Dalam memperluas akses dan pemerataan pendidikan, Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk terus meningkatkan partisipasi pendidikan sekaligus menurunkan kesenjangan taraf pendidikan antarkelompok masyarakat. Hal terpenting yang dilakukan pada tahun 2008 adalah melanjutkan penyediaan bantuan operasional sekolah (BOS) untuk seluruh siswa pada jenjang pendidikan dasar, yang mencakup SD, MI, SDLB, SMP, MTs, SMPLB, dan Pesantren Salafiyah, serta satuan pendidikan keagamaan lainnya yang menyelenggarakan pendidikan dasar sembilan tahun. Penyediaan BOS ini ditujukan untuk membebaskan biaya pendidikan bagi siswa tidak mampu dan meringankan beban bagi siswa yang lain, agar mereka memperoleh layanan pendidikan yang lebih bermutu sampai tamat dalam rangka penuntasan Wajib Belajar Sembilan Tahun. Untuk jenjang pendidikan menengah disediakan bantuan operasional manajemen mutu yang ditujukan untuk membantu SMA/SMK/MA dalam menyediakan kebutuhan operasionalnya. Peningkatan mutu dan relevansi pendidikan pada semua jenjang juga terus ditingkatkan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan (SNP) yang mencakup standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Upaya peningkatan mutu dan relevansi pendidikan dilakukan antara lain melalui peningkatan 4

kualifikasi akademik dan kesejahteraan pendidik sejalan dengan pelaksanaan UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, penyediaan fasilitas pendidikan berupa ruang laboratorium, perpustakaan, pusat sumber belajar, beserta peralatan peraga pendidikan. Pada tahun 2008 Pemerintah juga terus menyediakan BOS Buku, yaitu anggaran yang diberikan langsung kepada sekolah, khusus penyediaan buku mata pelajaran terutama mata pelajaran IPA, Matematika, dan Bahasa Indonesia. BOS Buku ini ditujukan untuk meningkatkan mutu pendidikan dasar dengan memberikan bantuan kepada sekolah untuk pengadaan buku teks pelajaran bagi seluruh siswa dan membantu masyarakat dengan meringankan beban biaya pendidikan. Pemerintah juga membeli hak cipta naskah sejumlah buku mata pelajaran dari para penulis buku pelajaran dan sebagian telah di-up-load di website Depdiknas dalam bentuk buku elektronik (e-book) yang bebas diunduh dan dicetak oleh siapa pun. Ketersediaan buku elektronik ini diharapkan dapat pula membantu siswa dalam mengakses buku pelajaran secara gratis. Dengan ketersediaan buku yang semakin banyak dan mencakup beragam mata pelajaran, diharapkan kualitas proses belajar mengajar juga menjadi lebih baik. 2.3 Keberhasilan Pemerintah Dalam Pemerataan Pendidikan Selama ini, pembangunan pendidikan telah membuahkan hasil yang cukup baik. Pencapaian pembangunan pendidikan antara lain dapat dilihat pada peningkatan angka partisipasi kasar (APK) di setiap jenjang pendidikan. Menurut data Susenas 2004, APK pada jenjang SD/MI dan SMP/MTs masing-masing telah mencapai 107,13 persen dan 82,24 persen, sedangkan APK pada jenjang SMA/SMK/MA telah mencapai 54,38 persen.

Meskipun demikian, angka partisipasi pendidikan penduduk Indonesia perlu terus-menerus ditingkatkan, mengingat sampai dengan tahun 2003 jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas yang telah menyelesaikan jenjang sekolah menengah pertama atau jenjang yang lebih tinggi baru mencapai 45,8 persen. Sementara itu, pada tahun 2004 rata-rata lama sekolah penduduk berusia 15 tahun ke atas baru mencapai 7,24 tahun. Meskipun pada tahun 2004 angka partisipasi sekolah (APS) penduduk usia 712 tahun sudah hampir 100 persen, angka partisipasi sekolah penduduk usia 1315 tahun dan penduduk usia 1618 tahun masing-masing baru mencapai 83,5 persen dan 53,5 persen (Susenas 2004). Untuk itu, diperlukan upaya sungguh-sungguh baik oleh pemerintah maupun 5

masyarakat agar dapat meningkatkan angka partisipasi pendidikan penduduk Indonesia. Dalam hal ini, pada tahun 2006, pencapaian APS diperkirakan masih sebesar 83,2 persen pada kelompok usia 1315 tahun dan 56,0 persen pada kelompok usia 1618 tahun sesuai sasaran RKP 2006. Meskipun demikian, pembangunan pendidikan masih dihadapkan pada sejumlah permasalahan terutama berkaitan dengan perluasan akses dan pemerataan pendidikan pada jalur formal. Menurut data Susenas 2004, dari penduduk usia sekolah 724 tahun yang berjumlah 76,0 juta orang, yang tertampung pada jenjang SD sampai dengan PT tercatat baru mencapai 41,5 juta orang atau sebesar 55 persen. Sementara itu, menurut data Balitbang Depdiknas 2004, angka putus sekolah atau drop-out di tingkat SD/MI tercatat sebanyak 685.967 anak, yang berhasil lulus SD/MI tetapi tidak melanjutkan ke jenjang SMP/MTs dan putus sekolah di tingkat SMP/MTs sebanyak 759.054 orang. Masalah putus sekolah dan tidak dapat melanjutkan pendidikan terutama pada jenjang pendidikan dasar merupakan persoalan serius yang dapat mempengaruhi keberhasilan penuntasan program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun.

Menurut data Susenas 2003, masih tingginya angka putus sekolah dan tidak dapat melanjutkan pendidikan itu lebih banyak bersumber pada persoalan ekonomi, karena banyak di antara anakanak usia sekolah dasar itu berasal dari keluarga miskin. Untuk menekan angka putus sekolah, pemerintah menyediakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Bantuan Khusus Sekolah (BKS), dan Bantuan Khusus Murid (BKM) atau beasiswa. Akhir dari pembahasan ialah pendidikan nasional kita perlu adanya filosofi, visi, dan misi pendidikan Indonesia yang dapat menggambarkan paradigma yang relevan dengan jiwa reformasi yang di dalamnya telah tumbuh sistem demokratisasi dan kebebasan yang beradab dan beraklak yang sedang kita kembangkan sekarang ini dalam berbagai bentuk. Maka sudah tentu dalam aspek politik pendidikan dan Kebudayaan harus mendukung jiwa reformasi tersebut, sehingga pendidikan di Indonesia dapat mewujudkan manusia Indonesia Baru yang berkepribadian kuat, berkualitas, kritis, inivatif, toleransi dalam fluralisme dan siap bersaing dengan dunia luar.

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Dunia pendidikan kita tidak pernah lepas dari masalah. Polemik demi polemik silih berganti muncul dan saling terkait. Awalnya muncul masalah nasib guru, kemudian muncul soal gedung sekolah yang rusak, dan akhirnya masalah kemampuan biaya sekolah serta pemerataan pendidikan di daerah pelosok yang sampai saat ini belum terealisasikan dengan baik. Bahkan boleh dikata, soal biaya bisa menjadi persoalan utama dalam dunia pendidikan di Indonesia. Memang, permasalahan yang dihadapi masyarakat adalah biaya pendidikan yang mahal dan sangat mempengaruhi mutu pendidikan. Akibat biaya pendidikan yang mahal, membuat masyarakat di bawah garis kemiskinan tidak mampu membiayai pendidikan anaknya. Padahal, pemerintah ingin menuntaskan wajib belajar atau wajar sembilan tahun. Jika masalah pendanaan itu tidak mendapat perhatian maka program wajar yang telah ditetapkan dipastikan tidak akan terealisasi. Banyak anak putus sekolah karena orang tuanya tidak mampu membiayai sekolah mereka. Kecenderunganya, pemerintah kita dewasa ini kesulitan memberikan perhatian kepada masalah pendidikan. Apalagi banyaknya bencana alam dan musibah yang menimpa negeri ini membuat pemerintah harus mengencangkan ikat pinggang mengatur anggaran keuangannya. Sehingga harus ada yang menjadi korban dan salah satunya anggaran pendidikan. Hal ini bisa dilihat dari anggaran pendidikan nasional yang masih berada di bawah nilai anggaran yang diperlukan. Meski dalam UU Sistem Pendidikan Nasional telah ditetapkan untuk anggaran pendidikan harus sebesar 20 persen dari total APBN. Pemerintah dalam hal pemerataan pendidikan saat ini masih kurang terealisasikan dengan baik. Permasalahannya yaitu karena pendidikan itu sendiri masih berorientsi di wilayah perkotaan dan subsidi dari pemerintah itu pun masih belum mencukupi untuk masyarakat yang tidak mampu yang jumlahnya cukup besar. Upaya yang dilakukan pemerintah dalam melakukan pemerataan pendidikan bagi masyarakat miskin dan terpencil di Indonesia yaitu dengan adanya program wajib belajar 9 tahun dan pengadaan teknologi informasi seperti televisi dan radio.

3.2 Saran Pemerintah dalam melaksanakan program pendidikan harus menyeluruh hingga ke pelosok, dengan pemerataan pendidikan, diharapkan peningkatan sumber daya manusia dapat mengurangi tingkat kemiskinan di Indonesia. Pemerintah tidak hanya memberikan pelatihan kependidikan tapi juga perlu memberikan pelatihan-pelatihan kewirausahaan bagi unsur-unsur sekolah sehingga setiap sekolah ditargetkan memiliki minimal 1 unit usaha produktif yang akan membantu pembiayaan proses pendidikan di sekolah baik itu usaha untuk melengkapi infrastruktur sekolah maupun meningkatkan kesejahteraan para guru. Tentunya, program pendirian usaha produktif ini harus dikelola secara professional dan dikontrol secara berkala, supaya unit usaha produktif ini bisa berjalan secara efektif dan efisien serta memberikan sumbangsih posititif bagi kemajuan lembaga pendidikan. Alhasil, apabila program pemerintah ini sudah berjalan dengan lancar, anak-anak Indonesia yang berada pada garis kemiskinan juga mendapatkan akses pendidikan yang berkualitas sehingga dapat tercapai seperti yang diamanatkan UUD 1945.

DAFTAR PUSTAKA Ade Cahyana, From: http://www.depdiknas.go.id/Jurnal/, akses, Senin,13/12/2011, jam.19.30 Koran Kompas, 4 September 2004 Khoirun Rosyadi, Pendidikan Profetik, Yogyakarta: Puataka Belajar, 2004 H.M.Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Bina Aksara, Jakarta,1987 http://islamiced.wordpress.com/2010/09/07/pendidikan-murah-dan-berkualitas/ 12/12/2011 akses, senin

You might also like