You are on page 1of 329

L A P O R A N

T A H U N A N

2001
Sampul Depan :
Gedung Bank Indonesia - Jakarta, Kota

Sampul Belakang :
Gedung Bank Indonesia - Jakarta, Jl. MH.Thamrin

Pembatas Bab :
Komplek Perkantoran Bank Indonesia - Jakarta, Kota & Jl. MH. Thamrin

Alamat Kantor Pusat :


Jl. MH. Thamrin No. 2, Jakarta 10110 - Indonesia
http://www.bi.go.id
Laporan ini merupakan penjelasan lengkap dari informasi mengenai

“Evaluasi Pelaksanaan Kebijakan Moneter 2001 dan Arah Kebijakan Moneter 2002”

yang telah disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan

masyarakat melalui media massa pada tanggal 15 Januari 2002 sebagai

pelaksanaan amanat pasal 58 UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia

i
L A P O R A N
T A H U N A N

2001
BANK INDONESIA

ISSN 0522 - 2575

ii
Visi Bank Indonesia :
“Menjadi lembaga Bank Sentral yang dapat dipercaya secara nasional
maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai yang dimiliki serta
pencapaian inflasi yang rendah dan stabil”

Misi Bank Indonesia :


“Mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pemeliharaan
kestabilan moneter dan pengembangan stabilitas sistem keuangan untuk
pembangunan jangka panjang negara Indonesia yang berkesinambungan”

Nilai-nilai Strategis Organisasi Bank Indonesia :


“Nilai-nilai yang menjadi dasar organisasi, manajemen dan pegawai untuk
bertindak atau berperilaku yaitu kompetensi, integritas, transparansi,
akuntabilitas dan kebersamaan”

iii
Keterangan Tanda-tanda, Periode Laporan, dan Sumber Data

Angka diperbaiki r
Angka sementara *
Angka sangat sementara **
Angka belum tersedia ...
Angka tidak ada –
Angka sebelum dan sesudah tanda ini tidak dapat diperbandingkan satu sama lain x
Nol atau lebih kecil daripada digit terakhir ––
Dolar Amerika Serikat $ (dolar)

Periode laporan adalah 1 Januari 2001 sampai dengan 31 Desember 2001.


Sumber data adalah Bank Indonesia, kecuali jika dinyatakan lain.

iv
DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA
Per Tanggal 31 Desember 2001

Duduk dari kiri ke kanan : Berdiri dari kiri ke kanan :


Aulia Pohan
Syahril Sabirin Deputi Gubernur
Gubernur
Miranda S. Goeltom
Deputi Gubernur
Anwar Nasution
Deputi Gubernur Senior Achjar Iljas
Deputi Gubernur

xix
Kata Pengantar

Dengan mengucapkan Bismillahirrahmaanirrahiim perkenankan saya mengantarkan Laporan


Tahunan Bank Indonesia 2001 ke hadapan para pembaca yang terhormat. Laporan ini adalah salah satu
wujud akuntabilitas Bank Indonesia sebagaimana diatur di dalam pasal 58 Undang-Undang No. 23 tahun 1999 tentang
Bank Indonesia. Laporan ini menyajikan langkah-langkah kebijakan yang telah diambil dan hasil-hasil yang telah
dicapai oleh Bank Indonesia di bidang moneter, perbankan, dan sistem pembayaran selama tahun 2001 serta arah
kebijakan Bank Indonesia tahun 2002. Laporan ini juga menguraikan perkembangan dan permasalahan yang terjadi
pada perekonomian Indonesia dan internasional selama tahun laporan serta prospeknya di tahun 2002.

Tahun 2001 masih merupakan tahun yang sulit bagi perekonomian Indonesia. Beberapa variabel
ekonomi makro penting yang kami gunakan sebagai asumsi dasar dalam menetapkan sasaran inflasi dan arah
kebijakan Bank Indonesia di awal tahun 2001 ternyata berkembang tidak sesuai dengan perkiraan semula.
Pertumbuhan ekonomi yang kami perkirakan dapat mencapai 4,5% - 5,5% ternyata hanya mencapai 3,3%. Angka
pertumbuhan tersebut memang lebih tinggi daripada yang berhasil dicapai oleh negara-negara tetangga kita tetapi
belum cukup untuk menyerap tenaga kerja di dalam negeri yang terus bertambah. Kegiatan investasi dan ekspor yang
pada awalnya diharapkan menjadi motor penggerak pemulihan ekonomi justru mencatat pertumbuhan yang jauh
lebih rendah daripada tahun 2000. Sementara itu, nilai tukar rupiah mengalami depresiasi yang cukup tajam dan
bergerak lebih fluktuatif dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Depresiasi rupiah ini memberikan kontribusi besar
terhadap kenaikan tekanan inflasi sehingga laju inflasi IHK mencapai 12,55%, melebihi perkiraan kami semula sebesar
6,0% - 8,5%.

Kesulitan yang dialami oleh perekonomian Indonesia dalam tahun 2001 terutama disebabkan
oleh belum terpecahkannya berbagai permasalahan mendasar di dalam negeri yang kemudian
diperberat oleh dampak melambatnya pertumbuhan ekonomi global terhadap penurunan kinerja ekspor
Indonesia. Masalah-masalah internal tersebut antara lain adalah tingkat risiko berusaha yang masih tinggi, fungsi

vi
intermediasi perbankan yang belum berjalan normal, serta kondisi permintaan dan penawaran di pasar valuta asing
dalam negeri yang belum stabil dan sangat rentan terhadap perubahan sentimen. Upaya penyelesaian berbagai
permasalahan ini sebenarnya telah berlangsung dalam beberapa tahun terakhir tetapi sampai dengan tahun laporan
belum dapat diselesaikan secara tuntas.

Masalah-masalah ini memang sangat rumit karena mengandung banyak dimensi yang saling
terkait. Untuk mengatasinya dibutuhkan keberanian dalam mengambil langkah-langkah terobosan, kesediaan untuk
berkorban, dan koordinasi yang erat di antara berbagai komponen bangsa. Namun, itu semua belum sepenuhnya
dapat diwujudkan. Kehidupan berdemokrasi yang belum matang dan krisis kepemimpinan di berbagai lapisan
masyarakat telah menghambat proses pengambilan dan pelaksanaan keputusan-keputusan penting di berbagai bidang.
Sebagai akibatnya, langkah-langkah kebijakan yang sangat diperlukan untuk mengatasi berbagai masalah mendasar
di atas, yang sebelumnya telah disepakati bersama untuk dilaksanakan pada tahun laporan —terutama kebijakan
yang berkaitan dengan program restrukturisasi perbankan, privatisasi BUMN, masalah hutang, dan perbaikan sistem
dan perangkat hukum— dalam perkembangannya ternyata berjalan lambat, bahkan sebagian belum terlaksana sama
sekali.

Berbagai permasalahan di atas telah mempersempit ruang gerak Bank Indonesia dalam
mengendalikan laju inflasi. Fungsi intermediasi perbankan yang belum sepenuhnya pulih telah menghambat proses
transmisi moneter sehingga mengurangi efektivitas kebijakan moneter dalam meredam tekanan inflasi dan depresiasi
nilai tukar rupiah. Tingkat risiko berusaha yang masih tinggi telah mengurangi minat investasi sehingga penambahan
sarana produksi dan distribusi —yang seharusnya dapat membantu meredam tekanan inflasi— menjadi sangat
terbatas, serta arus masuk modal asing —yang seharusnya dapat meredam tekanan depresiasi rupiah— menjadi
berkurang. Kecilnya arus masuk modal asing dan rendahnya kepercayaan kepada perbankan nasional telah
membatasi jumlah penawaran devisa. Sementara itu, besarnya kewajiban pembayaran hutang luar negeri, terutama
akibat penyelesaian restrukturisasi hutang sektor swasta yang belum optimal, dan kekhawatiran akan ketidakstabilan
ekonomi, sosial, politik, dan keamanan di dalam negeri merupakan faktor-faktor yang membuat permintaan devisa
masih tinggi. Di sini terlihat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran dan permintaan devisa berikut
dampaknya terhadap ketidakstabilan nilai tukar rupiah selama tahun 2001 merupakan faktor-faktor yang sebagian
besar berada di luar kendali kebijakan moneter.

Upaya pengendalian inflasi menjadi semakin sulit karena sumber tekanan inflasi selama tahun
laporan lebih banyak berasal dari sisi penawaran dalam bentuk kenaikan biaya produksi (cost-push
inflation). Sebagaimana diketahui, kebijakan moneter memiliki keterbatasan dalam mengendalikan tekanan inflasi
yang bersumber dari sisi penawaran karena kebijakan moneter hanya dapat mempengaruhi kegiatan ekonomi dari
sisi permintaan. Penerapan kebijakan moneter ketat untuk mengendalikan laju inflasi yang bersumber dari sisi

vii
penawaran dapat menimbulkan dampak negatif yang besar kepada kegiatan ekonomi sementara hasilnya belum
tentu sesuai dengan harapan karena efektivitas kebijakan moneter selama tahun laporan masih terganggu oleh belum
pulihnya fungsi intermediasi perbankan. Dapat dikemukakan bahwa kenaikan biaya produksi yang telah memicu
kenaikan laju inflasi selama tahun 2001 terutama bersumber dari dampak depresiasi rupiah terhadap kenaikan
harga bahan baku impor dan dampak kebijakan Pemerintah menaikkan bea masuk, harga BBM, tarif listrik, dan
upah minimum. Dampak kebijakan Pemerintah tersebut terhadap kenaikan laju inflasi ternyata lebih besar daripada
perkiraan kami semula. Tekanan inflasi dari sisi penawaran ini semakin bertambah akibat turunnya produksi bahan
makanan.

Kendati menghadapi situasi yang sangat sulit, Bank Indonesia tetap berusaha keras menahan
kenaikan laju inflasi lebih lanjut melalui penerapan kebijakan moneter yang cenderung ketat. Upaya ini
dilakukan atas dasar keyakinan bahwa laju inflasi yang terkendali adalah prasyarat bagi pembangunan ekonomi
yang berkesinambungan. Untuk itu, tindakan maksimal yang dapat dan telah kami lakukan adalah berupaya
mengurangi kelebihan likuiditas di dalam perekonomian agar tidak menimbulkan tekanan tambahan terhadap nilai
tukar dan laju inflasi. Secara operasional, kebijakan ini dilakukan dengan berupaya mengendalikan jumlah uang
primer sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan. Dengan mempertimbangkan situasi yang sulit di atas, upaya
pengendalian uang primer tersebut kami lakukan dalam batas-batas yang tidak sampai menimbulkan tekanan
kenaikan suku bunga yang berlebihan.

Di tengah berbagai kesulitan tersebut terdapat beberapa perkembangan positif yang patut dicatat
karena dapat menjadi batu pijakan bagi kita untuk melangkah ke arah pemulihan ekonomi yang lebih
berkesinambungan di tahun-tahun mendatang. Salah satu perkembangan positif adalah terbentuknya
pemerintahan baru melalui proses yang demokratis yang telah memberikan kontribusi terhadap membaiknya kondisi
sosial politik akhir-akhir ini. Di sektor perbankan, sekalipun kondisi perbankan secara keseluruhan masih belum
sepenuhnya pulih, sebagian besar bank telah berhasil memperbaiki kondisi permodalannya sehingga mencapai Capital
Adequacy Ratio (CAR) minimum 8% yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan kualitas aktiva produktif bank-bank
tersebut juga menunjukkan perbaikan sebagaimana tercermin pada rasio Non-Performing Loans (NPL) yang menurun.
Bank Indonesia juga telah meletakkan dasar-dasar bagi peningkatan ketahanan sistem perbankan melalui
pengembangan dan penyempurnaan infrastruktur dan sistem pengawasan bank. Dari sisi eksternal, pemerintahan di
negara-negara industri maju secara cepat telah mengeluarkan kebijakan stimulus fiskal dan moneter guna
menghindarkan ekonomi mereka dari resesi, suatu langkah yang telah memberikan harapan besar bagi pemulihan
kondisi ekonomi global.

Perekonomian Indonesia di tahun 2002 diperkirakan masih akan menghadapi tantangan yang
cukup berat. Namun, berlandaskan pada beberapa perkembangan positif yang saya sebutkan di atas serta didukung

viii
oleh komitmen Pemerintah untuk melanjutkan langkah-langkah reformasi struktural, Bank Indonesia memperkirakan
perekonomian Indonesia tahun 2002 masih mampu tumbuh positif pada kisaran 3,5% - 4,0%. Nilai tukar rupiah memiliki
potensi untuk menguat sepanjang Pemerintah konsisten dalam melaksanakan program-programnya. Sementara itu,
tekanan inflasi diperkirakan masih akan tinggi sebagai dampak dari rencana Pemerintah menaikkan harga BBM, tarif
listrik, dan tarif cukai, serta tingginya ekspektasi inflasi.

Bank Indonesia, sesuai dengan tugas dan kewenangan yang dimilikinya, akan membantu
menciptakan kondisi yang kondusif bagi pemulihan ekonomi yang berkesinambungan dengan berupaya
menjaga kestabilan moneter dan mengendalikan laju inflasi. Untuk itu, berdasarkan gambaran prospek
ekonomi dalam negeri dan luar negeri di atas, Bank Indonesia menetapkan sasaran laju inflasi IHK tahun 2002 pada
kisaran 9% - 10%. Selanjutnya, dalam lima tahun ke depan Bank Indonesia memiliki komitmen untuk secara bertahap
menurunkan laju inflasi menjadi sekitar 6% - 7%. Perlu saya jelaskan bahwa sejak tahun ini Bank Indonesia
menggunakan laju inflasi IHK sebagai indikator sasaran inflasi. Sebagaimana diketahui, pada tahun 2000 dan 2001
kami menggunakan angka inflasi IHK di luar dampak kebijakan Pemerintah di bidang harga dan pendapatan sebagai
indikator sasaran inflasi. Perubahan ini kami lakukan atas dasar pertimbangan bahwa inflasi IHK lebih dapat diterima
dan lebih transparan bagi masyarakat dibandingkan indikator sasaran inflasi yang kami gunakan sebelumnya
sehingga dengan demikian diharapkan dapat meningkatkan kemampuan Bank Indonesia dalam mempengaruhi
ekspektasi inflasi masyarakat.

Untuk mendukung pencapaian sasaran inflasi ini, Bank Indonesia akan berupaya secara
konsisten menempuh kebijakan-kebijakan yang diperlukan, baik di bidang moneter, perbankan, maupun
sistem pembayaran. Di samping itu, dengan menyadari bahwa masih terdapat beberapa kelemahan internal yang
perlu diperbaiki, kami sudah melancarkan suatu program yang kami namakan Program Transformasi Bank
Indonesia. Setelah melalui proses persiapan dan perumusan yang matang, sebagian dari program ini diharapkan sudah
mulai diterapkan dalam tahun 2002. Kami juga mengharapkan dukungan dari berbagai pihak agar pelaksanaan tugas
Bank Indonesia dapat berjalan lebih baik. Untuk ini, berbagai saran dan kritik yang konstruktif akan kami terima
dengan senang hati dan dengan ucapan terima kasih.

Sebelum mengakhiri kata pengantar ini, saya ingin mengajak para pembaca untuk mengkaji kembali
apa yang telah kita alami dan lakukan sejak terjadinya krisis multidimensi di tanah air yang kiranya dapat
saya sarikan ke dalam beberapa butir, yaitu:

• Krisis ekonomi dan moneter ini pada hakekatnya merupakan krisis kepercayaan, yaitu kepercayaan mengenai
masa depan ekonomi Indonesia, kepercayaan mengenai kestabilan nilai tukar, kepercayaan mengenai kepastian
hukum, dan lain sebagainya;

ix
• Langkah-langkah yang diambil untuk penanganan krisis ini sudah merupakan langkah yang tepat dan serupa
dengan langkah-langkah yang telah diambil oleh negara-negara lain yang telah berhasil keluar dari krisis, seperti
Thailand dan Korea;
• Pada mulanya terdapat konsensus nasional yang menyepakati langkah-langkah tersebut sehingga langkah-
langkah tersebut telah berhasil membawa laju inflasi ke tingkat yang sangat rendah dan nilai tukar rupiah ke
tingkat yang wajar. Namun gonjang-ganjing politik serta kebijakan yang tidak jelas arahnya serta sikap saling
menyalahkan yang terjadi selama beberapa waktu telah menyebabkan langkah-langkah itu menjadi tersendat.
Dalam beberapa hal terdapat keengganan atau ketidakberanian untuk mengambil keputusan-keputusan politik
yang sulit, sehingga ibaratnya perekonomian Indonesia diberi obat setengah dosis yang tentu saja tidak dapat
menyembuhkan penyakit.
• Dengan terbentuknya pemerintahan baru, kembali timbul harapan akan perbaikan dan kelanjutan upaya
penanggulangan krisis. Berbagai langkah awal yang diambil oleh Pemerintahan baru telah meningkatkan
kepercayaan terhadap masa depan ekonomi Indonesia secara berarti. Namun, masih banyak keputusan politik
yang sulit yang harus diambil oleh Pemerintah di minggu-minggu dan bulan-bulan mendatang. Untuk itu
diperlukan kesamaan pengertian, kebulatan tekad, dan kesepakatan atau konsensus nasional dalam menghadapi
tantangan-tantangan masa depan yang amat berat.
Akhir kata, saya atas nama Dewan Gubernur Bank Indonesia mengucapkan terima kasih kepada seluruh
Pimpinan dan Karyawan Bank Indonesia yang selama tahun 2001 yang lalu telah bekerja keras secara profesional
dalam mengemban amanat Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Ucapan terima kasih juga
saya sampaikan kepada berbagai pihak di luar Bank Indonesia yang selama ini telah memberikan bantuan dan kerja
sama yang tulus kepada Bank Indonesia. Kepada para pembaca saya mengharapkan kiranya laporan ini dapat
menjadi referensi yang berguna.

Semoga Tuhan Yang Maha Pemurah selalu melimpahkan ridha-Nya dan memberikan kemudahan kepada
kita semua dalam melangkah menuju ke masa depan yang lebih baik.

Jakarta, Februari 2002

BANK INDONESIA
GUBERNUR

Syahril Sabirin

x
Tinjauan Umum

bab 1 TINJAUAN UMUM

1
Tinjauan Umum

bab 1

TINJAUAN UMUM

P ada awal 2001, Bank Indonesia memperkirakan


bahwa momentum menguatnya proses pemu-
lihan ekonomi yang terjadi di tahun sebelumnya akan
Dalam perkembangannya, selama tahun
2001 berbagai asumsi dan perkiraan tersebut di atas
ternyata tidak berjalan sesuai dengan yang diharap-
semakin mantap di tahun 2001. Optimisme ini di- kan. Berbagai permasalahan mendasar yang di-
dasarkan pada asumsi bahwa proses restrukturisasi hadapi perekonomian nasional masih terus berlang-
ekonomi di berbagai bidang akan mencapai kemajuan sung dan beberapa diantaranya menunjukkan kecen-
yang berarti, khususnya restrukturisasi utang peru- derungan yang memburuk (Bagan 1.1). Perekono-
sahaan dan semakin pulihnya intermediasi per- mian dunia menunjukkan pertumbuhan yang terus
bankan. Menguatnya proses pemulihan ekonomi ini melambat dan bahkan telah mengalami resesi sejak
juga didukung oleh harapan bahwa kondisi sosial, akhir triwulan pertama 2001. Sementara di dalam
politik, dan keamanan di dalam negeri akan semakin negeri, kondisi sosial, politik, dan keamanan masih
membaik. Selain itu, pertumbuhan ekonomi dunia belum stabil, yang selama paro pertama 2001 sangat
diperkirakan juga masih tetap tinggi meskipun lebih diwarnai oleh tingginya gejolak politik yang berujung
lambat dari tahun sebelumnya. pada pergantian pemerintahan di pertengahan 2001.
Dengan nuansa optimisme di awal 2001 Meskipun terdapat kemajuan, penanganan program-
tersebut, pada waktu itu Bank Indonesia program restrukturisasi ekonomi masih menghadapi
memperkirakan pertumbuhan produk domestik bruto sejumlah kendala sehingga berbagai permasalahan
(PDB) 2001 akan dapat mencapai 4,5%–5,5%. Selain struktural di dalam negeri masih terus berlanjut
konsumsi, pertumbuhan ini akan dapat dicapai dengan sementara risiko dan ketidakpastian usaha masih
motor penggerak utama bersumber dari investasi dan tetap tinggi.
ekspor. Selain itu, Bank Indonesia menetapkan sasaran Berbagai permasalahan tersebut telah ber-
inflasi di luar dampak kebijakan pemerintah di bidang dampak negatif terhadap perkembangan ekonomi
harga dan pendapatan sebesar 4,0%–6,0%. Semen- dan moneter selama 2001. Di sektor riil, kegiatan
tara itu, tambahan inflasi yang merupakan dampak investasi dan produksi menjadi sangat terbatas ter-
kebijakan pemerintah di bidang harga dan pendapatan utama karena masih tingginya risiko dan ketidak-
diperkirakan sekitar 2,0%–2,5% Dengan demikian, pastian usaha, lambatnya proses restrukturisasi
inflasi indeks harga konsumen (IHK) diperkirakan akan utang perusahaan, serta masih berlangsungnya
mencapai sekitar 6,0%–8,5%. Sejalan dengan sasaran konsolidasi internal perbankan dan perusahaan.
inflasi tersebut, sasaran pertumbuhan uang primer Ekspor juga melambat terutama karena resesi yang
untuk akhir 2001 ditetapkan sebesar 11,0%–12,0%. terjadi pada perekonomian dunia. Di sektor per-

2
Tinjauan Umum

SEKTOR KEUANGAN SEKTOR RIIL

Tekanan pada
fiskal
Efektivitas
Suku Bunga SBI kebijakan
naik Stimulus moneter
moneter menjadi terbatas
menurun

Kelebihan likuiditas di Intermediasi perbankan Investasi dan


sektor perbankan yang belum pulih produksi terbatas

Pertumbuhan
Konsolidasi internal
ekonomi terganggu
perbankan dan
perusahaan

Depresiasi dan Restrukturisasi kredit Tekanan


volatilitas nilai tukar dan korporasi lambat inflasi

Restrukturisasi
utang luar negeri
Kelebihan permintaan lambat Kebijakan
valuta asing
Ketidakpastian sosial pemerintah di bidang
politik keamanan, harga dan
ketidakpastian hukum, pendapatan
Country
Risk kurang konsistennya
kebijakan

Arus modal Perekonomian dunia Ekspor


masuk terbatas melambat melambat

Bagan 1.1
Permasalahan Ekonomi dan Moneter Pada 2001

bankan, meskipun secara umum kondisi perbankan dan perbankan seperti di atas, dana lebih banyak
telah banyak mengalami kemajuan, fungsi inter- berputar di sektor keuangan dan belum dapat
mediasi perbankan belum sepenuhnya pulih. Penya- dimanfaatkan secara maksimal sebagai sumber
luran kredit perbankan dan penyerapannya oleh pembiayaan investasi dan produksi untuk mendukung
sektor riil belum dapat berlangsung cepat baik karena proses pemulihan ekonomi. Selain itu, belum pulihnya
berbagai permasalahan yang dihadapi di sektor riil fungsi intermediasi perbankan juga menjadi salah satu
maupun karena masih berlangsungnya konsolidasi faktor yang menimbulkan tekanan pada nilai tukar dan
internal di perbankan. Dengan kondisi di sektor riil inflasi serta mengurangi efektivitas transmisi kebijakan

3
Tinjauan Umum

moneter dalam mempengaruhi inflasi dan kegiatan bagi langkah-langkah restrukturisasi perbankan dan
ekonomi. upaya pemulihan ekonomi.
Dengan sejumlah permasalahan tersebut, Ke depan, apabila dapat dicapai kemajuan
selama 2001 kondisi ekonomi dan moneter secara dalam penanganan sejumlah permasalahan struktural
umum menunjukkan kecenderungan yang memburuk. di dalam negeri serta penurunan risiko dan ketidak-
Memburuknya kondisi ekonomi dan moneter antara pastian usaha, Bank Indonesia memperkirakan bahwa
lain ditunjukkan oleh melambatnya pertumbuhan pemulihan ekonomi Indonesia pada 2002 masih dapat
ekonomi, melemahnya nilai tukar, dan tingginya dipertahankan. Pertumbuhan ekonomi tahun 2002
tekanan inflasi. Selama 2001, ekonomi Indonesia diperkirakan dapat mencapai 3,5%–4,0% dengan
hanya tumbuh sebesar 3,3%, nilai tukar mengalami sumber pertumbuhan yang sangat tergantung dari
tekanan depresiasi sebesar 17,7% sehingga mencapai kinerja perekonomian domestik, khususnya konsumsi
rata-rata Rp10.255 per dolar, dan inflasi IHK mencapai masyarakat, sementara investasi dan ekspor diper-
12,55%. Sementara itu, dampak kebijakan pemerintah kirakan akan menunjukkan perkembangan yang
terhadap inflasi tercatat sebesar 3,83%, lebih besar membaik terutama apabila skenario pemulihan eko-
dibandingkan dengan yang diperkirakan di awal tahun nomi dunia pada paro kedua 2002 dapat menjadi
sebesar 2,0%–2,5%. kenyataan.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh Bank Dengan memperhatikan prospek ekonomi
Indonesia dalam mencapai sasaran-sasaran yang makro dan masih tingginya risiko dan ketidakpastian,
telah ditetapkan, baik dengan menggunakan instru- tingginya tekanan inflasi yang bersumber dari dampak
men-instrumen moneter yang tersedia maupun dengan kebijakan pemerintah di bidang harga serta masih
penyempurnaan peraturan dan ketentuan perbankan. tingginya ekspektasi inflasi, Bank Indonesia me-
Namun demikian, adanya berbagai permasalahan netapkan sasaran inflasi IHK yang dipandang cukup
yang dihadapi di atas menyebabkan upaya pengen- realistis yang sesuai dengan kondisi perekonomian
dalian uang primer dan pencapaian sasaran inflasi oleh pada 2002 yaitu sebesar 9,0%–10,0%. Namun
Bank Indonesia menjadi lebih sulit dilakukan. Selain demikian, dalam jangka waktu 5 tahun ke depan Bank
karena dampak kebijakan pemerintah di bidang harga Indonesia memiliki komitmen untuk secara bertahap
dan pendapatan, tingginya inflasi juga didorong oleh menurunkan inflasi sehingga dapat mencapai kisaran
depresiasi nilai tukar rupiah dan meningkatnya 6,0%–7,0%.
ekspektasi inflasi di masyarakat. Sementara itu, Untuk mencapai sasaran inflasi tersebut,
tingginya uang primer terutama diakibatkan oleh kebijakan moneter Bank Indonesia diarahkan pada
permintaan uang kartal yang meningkat, baik untuk upaya pengendalian uang primer dengan fokus pada
kebutuhan transaksi maupun untuk motif berjaga-jaga. penyerapan kelebihan likuiditas agar tetap sesuai
Dalam kondisi demikian, pengetatan moneter yang dengan kebutuhan riil perekonomian. Langkah ini akan
berlebihan akan mendorong tingginya kenaikan suku dilakukan secara berhati-hati dan terukur agar kesta-
bunga dan dikhawatirkan dapat memperburuk risiko bilan harga tetap dapat terpelihara sehingga mampu

4
Tinjauan Umum

mendukung proses pemulihan ekonomi yang sedang terbatasnya stimulus fiskal bagi pertumbuhan eko-
berlangsung, dan berkelanjutan dalam jangka nomi. Perkembangan ini menyebabkan menurunnya
menengah-panjang. Secara operasional, kepercayaan dunia usaha untuk melakukan kegiatan
pengendalian moneter akan dilakukan dengan produksi dan investasi, yang pada akhirnya meng-
mengoptimalkan instrumen-instrumen moneter yang hambat ekspansi ekonomi lebih lanjut. Pada 2001
tersedia khususnya melalui operasi pasar terbuka dan pertumbuhan PDB mencapai 3,3%, lebih rendah
sterilisasi valuta asing untuk mengurangi tekanan dibandingkan tahun 2000 sebesar 4,9% (Tabel 1.1).
terhadap nilai tukar dan inflasi. Di bidang perbankan, Meskipun relatif lebih baik dari negara-negara
kebijakan Bank Indonesia akan diarahkan pada upaya tetangga, tingkat pertumbuhan tersebut masih belum
memperkuat ketahanan sistem perbankan serta cukup untuk menyerap tenaga kerja yang ada. Kecen-
langkah mempercepat pemulihan fungsi intermediasi derungan terus bertambahnya jumlah angkatan kerja
perbankan. Sementara itu, kebijakan di bidang sistem baru yang pada 2001 diperkirakan meningkat 2,5%,
pembayaran akan diarahkan pada pengurangan risiko
pembayaran antarbank yang dapat mengganggu Tabel 1.1
Beberapa Indikator Makroekonomi
kestabilan keuangan, menunjang pelaksanaan
Rincian 1999 2000 2001
kebijakan moneter, peningkatan kualitas dan
Produk Domestik Bruto (a.d. tahun 0,8 4,9* 3,3**
kapasitas layanan sistem pembayaran, penyem- dasar 1993, pertumbuhan %)
Menurut Pengeluaran
purnaan ketentuan-ketentuan, serta pengaturan Konsumsi 4,3 3,9 6,2
Pembentukan modal tetap
terhadap pengawasan sistem pembayaran. domestik bruto –18,2 21,9 4,0
Ekspor barang dan jasa –31,8 26,5 1,9
Secara terinci evaluasi perekonomian Impor barang dan jasa –40,7 21,1 8,1
Menurut Lapangan Usaha
Indonesia 2001 dan prospek serta arah kebijakan Pertanian 2,2 1,7 0,6
Industri pengolahan 3,9 6,1 4,3
Bank Indonesia di tahun 2002 diuraikan sebagai Bangunan –1,9 5,5 4,0
Perdagangan, hotel, dan restoran –0,1 5,6 5,1
berikut. Keuangan, persewaan, dan
perusahaan jasa –7,2 4,3 3,0
Jasa-jasa 1,9 2,2 2,0
Moneter (pertumbuhan, %)
EVALUASI PEREKONOMIAN INDONESIA 2001 M2 11,9 15,6 13,0
M1 23,2 30,1 9,6
Kondisi Ekonomi Makro Uang Kuasi 9,5 12,1 13,9
Suku Bunga (%)
Secara umum, selama 2001 kinerja pere- SBI (1 bulan) 12,15 14,5 17,62
PUAB (overnight) 12,1 11,4 15,7
konomian Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang Deposito (1 bulan) 12,2 12,0 16,1
Kredit modal kerja 20,7 17,7 19,2
melambat. Di samping akibat memburuknya pere- Kredit investasi 17,8 16,9 17,9
Inflasi (%) 2,01 9,35 12,55
konomian dunia, melambatnya pertumbuhan tersebut
Neraca Pembayaran
tidak terlepas dari masih tingginya risiko dan Transaksi berjalan/PDB 4,1 5,3 3,4*
DSR 56,8 41,1 39,4
ketidakpastian dan berlanjutnya berbagai perma- Cadangan devisa setara impor
nonmigas dan pembayaran utang
salahan dalam negeri yang terkait dengan restruk- luar negeri pemerintah (bulan) 6,7 6,0 6,1
Nilai Tukar (Rp/$) rata-rata 7.850 8.438 10.255
turisasi utang dan sektor korporasi, belum selesainya
Sumber : – Badan Pusat Statistik
– Bank Indonesia
konsolidasi internal perbankan, serta relatif

5
Tinjauan Umum

belum dapat diimbangi sepenuhnya oleh penyediaan perselisihan perburuhan. Di samping itu, faktor keter-
lapangan kerja secara memadai. Kondisi ini menye- batasan pembiayaan investasi akibat belum pulihnya
babkan meningkatnya angka pengangguran 2001 fungsi intermediasi perbankan dan adanya peraturan-
yang diperkirakan mencapai 6,7%–7,0%, lebih tinggi peraturan baru yang terkait dengan penerapan otonomi
dari tahun sebelumnya sebesar 6,1%. daerah juga turut membatasi kegiatan investasi.
Di sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi Sementara itu, menurunnya kinerja ekspor disebabkan
lebih banyak didorong oleh konsumsi rumah tangga. oleh melemahnya perekonomian dunia dan
Pengeluaran konsumsi dalam tahun 2001 tumbuh menurunnya harga beberapa komoditas utama ekspor
sebesar 6,2%, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Indonesia. Selain itu, depresiasi nilai tukar rupiah telah
tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 3,9%. berdampak pada naiknya biaya faktor produksi
Meningkatnya konsumsi terutama didorong oleh sehingga mengurangi daya saing produk ekspor
meningkatnya kepercayaan konsumen (consumer Indonesia, yang sebagian besar memiliki kandungan
confidence) yang ditunjang oleh meningkatnya gaji impor yang tinggi. Dengan perkembangan tersebut,
dan pendapatan serta meningkatnya pembiayaan sumbangan konsumsi, investasi, dan ekspor terhadap
untuk konsumsi, baik yang bersumber dari perbankan laju pertumbuhan PDB dalam tahun laporan masing-
maupun dari perusahaan pembiayaan seperti kartu masing mencapai 4,8%, 0,9%, dan 0,6%.
kredit dan pembiayaan konsumen. Di sisi penawaran, hampir seluruh sektor
Sementara itu, investasi1 dan ekspor yang mencatat pertumbuhan yang positif walaupun dengan
semula diharapkan tetap menjadi motor pertumbuhan laju yang lebih lambat dibandingkan dengan tahun
pada 2001 mengalami pertumbuhan yang tidak terlalu 2000, kecuali sektor pertambangan dan penggalian
menggembirakan, yaitu hanya tumbuh masing-masing yang mencatat kontraksi. Beberapa sektor yang
sebesar 4,0% dan 1,9% atau melambat dibandingkan mencatat pertumbuhan cukup berarti adalah sektor
dengan pertumbuhannya di tahun 2000 yang masing- industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan
masing tumbuh sebesar 21,9% dan 26,5%. restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, dan
Melemahnya investasi tercermin dari sangat ren- sektor listrik, air, dan gas. Namun demikian, kontri-
dahnya realisasi investasi baru baik yang dilakukan busi sektor industri pengolahan dan sektor perda-
asing (PMA) maupun domestik (PMDN) dan me- gangan yang pada awal tahun diharapkan menjadi
nurunnya impor bahan baku dan barang modal yang motor pertumbuhan ekonomi ternyata tidak mampu
masing-masing mengalami penurunan sebesar 8,5% mendorong perekonomian untuk tumbuh lebih tinggi.
dan 10,2% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Permasalahan utama yang membatasi pertumbuhan
Rendahnya investasi ini tidak terlepas dari tingginya sektor ini adalah terbatasnya pembiayaan kegiatan
risiko investasi akibat masih adanya gangguan usaha dan meningkatnya biaya produksi sehubungan
keamanan, ketidakpastian penegakan hukum, dan dengan berbagai kebijakan pemerintah di bidang
harga. Di samping itu, dalam merespon perkemba-
1 Investasi disini adalah pembentukan modal tetap domestik bruto ngan nilai tukar rupiah yang melemah, produsen tidak

6
Tinjauan Umum

hanya menaikkan harga jual namun juga mengurangi Perubahan 2001 diperkirakan mencapai sekitar 3,7%
volume produksi sehingga secara keseluruhan dari PDB, relatif sama dengan rencana semula.
menurunkan produksi industri pengolahan. Semen- Realisasi penerimaan dan pengeluaran melampaui
tara itu, kapasitas produksi industri juga menunjukkan rencana anggaran dengan pelampauan yang hampir
penurunan akibat terus melemahnya investasi, walau- sama yaitu sekitar 4,8% dan 4,2% di atas target ang-
pun kapasitas produksi tersebut secara agregat garan. Dari sisi penerimaan, realisasi penerimaan
masih lebih tinggi dibandingkan dengan permintaan yang melampaui target adalah penerimaan bukan
agregat. pajak, terutama penerimaan migas karena faktor
Dari sisi eksternal, kinerja neraca pemba- melemahnya nilai tukar rupiah dan adanya peneri-
yaran pada 2001 diperkirakan masih menunjukkan maan minyak bumi pada 2000 yang baru disetorkan
perkembangan yang kurang menggembirakan. pada 2001. Di samping itu, realisasi penerimaan yang
Sejalan dengan melemahnya kinerja ekspor, perkem- bersumber dari pajak juga telah mencapai target
bangan transaksi berjalan sepanjang tahun laporan anggaran, sebagai hasil dari beberapa kebijakan
menunjukkan kinerja yang memburuk, tercermin dari intensifikasi dan ekstensifikasi pajak yang dilakukan
menurunnya surplus dari $8,0 miliar (5,3% dari PDB) oleh Pemerintah. Dari sisi pengeluaran, lebih
pada tahun 2000 menjadi sebesar $5,0 miliar (3,4% tingginya realisasi pengeluaran dibanding target
dari PDB) pada tahun laporan. Di sisi lalu lintas modal, anggaran diakibatkan oleh lebih tingginya penge-
defisit lalu lintas modal pemerintah dan belum luaran rutin untuk pembayaran subsidi dan beban
pulihnya arus modal swasta asing menyebabkan bunga obligasi rekapitalisasi perbankan dari yang
defisit neraca modal mengalami peningkatan, yaitu telah dianggarkan. Tingginya alokasi dana untuk
dari defisit sebesar $6,8 miliar pada tahun sebelum- pembayaran subsidi ini disebabkan oleh tingginya
nya menjadi sebesar $8,9 miliar yang terdiri dari defisit volume konsumsi bahan bakar minyak (BBM) dalam
lalu lintas modal swasta sebesar $8,6 miliar dan defisit negeri dan depresiasi rupiah, di samping adanya
lalu lintas modal pemerintah sebesar $0,3 miliar. koreksi kekurangan pembayaran subsidi tahun 2000
Dengan perkembangan tersebut di atas, secara yang mencapai Rp5,6 triliun. Sedangkan meningkat-
keseluruhan neraca pembayaran Indonesia menga- nya beban pembayaran bunga obligasi berkaitan
lami defisit sebesar $1,4 miliar dan cadangan devisa dengan peningkatan suku bunga Sertifikat Bank
pada akhir 2001 tercatat sebesar $28,0 miliar, atau Indonesia (SBI). Sementara itu, realisasi pengeluaran
setara dengan 6,1 bulan nilai impor dan pembayaran pembangunan hanya mencapai 91,4% dari rencana
cicilan pinjaman pemerintah. anggaran yang antara lain sebagai dampak dari
Di sisi fiskal, berbagai kendala yang dihadapi penundaan beberapa pinjaman program dan sempit-
oleh pemerintah menyebabkan peran stimulus fiskal nya kurun waktu yang tersedia untuk implementasi
masih tetap terbatas. Realisasi defisit keuangan proyek pasca dilakukannya revisi APBN.
pemerintah selama 2001 berdasarkan angka Dalam hal pembiayaan, defisit anggaran
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tersebut sebagian besar ditutup dari pembiayaan

7
Tinjauan Umum

dalam negeri khususnya penjualan aset di Badan Secara keseluruhan nilai tukar rupiah mengalami
Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), sedangkan depresiasi sekitar 17,7% dari tahun 2000, yaitu dari
sumber pembiayaan lainnya seperti privatisasi dan rata-rata Rp8.438 per dolar menjadi Rp10.255 per
pembiayaan dari luar negeri relatif terbatas. Dalam dolar. Angka ini lebih tinggi dari asumsi yang diper-
kaitannya dengan permintaan agregat, kontribusi sek- gunakan dalam menetapkan sasaran inflasi yakni
tor pemerintah terhadap permintaan agregat diper- sebesar Rp8.000 per dolar, atau terdepresiasi sekitar
kirakan meningkat dibandingkan tahun lalu, yaitu dari 22%. Dalam tahun laporan, perkembangan nilai tukar
10,8% menjadi 11,9% dari PDB. Faktor utama yang rupiah juga diwarnai dengan volatilitas yang tinggi.
mempengaruhi peningkatan ini adalah karena adanya Pada awal 2001 sampai dengan April 2001 nilai tukar
alokasi untuk dana bagi hasil (DBH) mulai tahun menunjukkan kecenderungan melemah hingga men-
2001. capai nilai terendah Rp12.090. Selanjutnya, nilai tukar
bergerak stabil pada kisaran Rp11.200 hingga Juli
Nilai Tukar dan Inflasi 2001. Pasca Sidang Istimewa MPR rupiah menguat
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, tajam hingga mencapai level tertinggi Rp8.485 per
memburuknya kondisi perekonomian Indonesia di dolar dan selanjutnya melemah lagi hingga mencapai
tahun 2001 tidak terlepas dari masih terdapatnya Rp10.400 per dolar pada akhir 2001.
berbagai permasalahan struktural dalam pereko- Secara umum melemahnya nilai tukar
nomian dan tingginya risiko dan ketidakpastian di disebabkan oleh adanya permasalahan yang bersifat
dalam negeri. Di sektor riil, kondisi tersebut telah makro-fundamental dan mikro-struktural di pasar
sangat membatasi kegiatan produksi dan investasi. valuta asing yang bermuara pada ketidakseimbangan
Sementara di sektor keuangan, berbagai perma- pasokan dan permintaan valuta asing. Kesenjangan
salahan tersebut telah menyebabkan tidak tersalur- ini kemudian diperburuk oleh meningkatnya premi
kannya likuiditas dalam bentuk penyaluran kredit risiko yang terkait dengan meningkatnya country risk.
dalam rangka membiayai kegiatan produktif. Selan- Dari aspek makro-fundamental, meningkatnya risiko
jutnya, lemahnya hubungan kedua sektor ini bukan dan ketidakpastian selama 2001 telah mengurangi
hanya menyebabkan keterbatasan sumber pem- kepercayaan investor asing dalam menanamkan
biayaan investasi dan produksi yang kemudian dananya di dalam negeri sehingga menghambat arus
menghambat proses pemulihan ekonomi, namun juga modal masuk. Di sisi lain, memburuknya kinerja
telah menyebabkan terjadinya kelebihan likuiditas perekonomian dunia secara umum berdampak negatif
perbankan yang dapat memberikan tekanan baru pada kinerja ekspor Indonesia. Kedua faktor di atas
terhadap nilai tukar dan inflasi. telah menyebabkan terbatasnya pasokan valuta asing
Perkembangan nilai tukar rupiah selama di dalam negeri, sementara pada saat yang sama
2001 masih mengalami tekanan depresiasi yang terdapat peningkatan permintaan valuta asing
tinggi disertai dengan volatilitas yang meningkat terutama oleh sektor korporasi untuk pembayaran
walaupun sempat menguat pada pertengahan tahun. utang luar negeri dan kebutuhan impor.

8
Tinjauan Umum

Dari aspek mikro-struktural, adanya seg- setengah jadi, dan bahan baku impor, maupun secara
mentasi di pasar valuta asing dan terbatasnya penem- tidak langsung melalui perubahan permintaan
patan valuta asing di dalam negeri dalam bentuk kredit agregat. Tingginya kandungan impor pada berbagai
valuta asing maupun pada instrumen pasar uang, barang produksi di dalam negeri mengakibatkan
menyebabkan kelompok bank yang mempunyai tingginya dampak depresiasi terhadap biaya produksi.
kelebihan likuiditas valuta asing menempatkan Kuatnya pengaruh depresiasi nilai tukar rupiah ter-
dananya di luar negeri. Perkembangan ini selain cermin dari perkembangan inflasi yang bergerak
mengurangi likuiditas valuta asing di pasar uang seiring dengan melemahnya nilai tukar.
antarbank (PUAB) valuta asing di dalam negeri juga Tingginya tekanan inflasi selama 2001 juga
semakin membatasi ketersediaan pasokan valuta bersumber dari adanya dampak kebijakan pemerintah
asing. Lemahnya struktur mikro di pasar valuta asing di bidang harga dan pendapatan. Berbagai kebijakan
juga terjadi akibat kurang berkembangnya pasar pemerintah tersebut seperti kenaikan harga BBM dan
lindung nilai (hedging), khususnya untuk jangka tarif angkutan, tarif dasar listrik (TDL), harga jual
menengah-panjang, sehingga korporasi cenderung minimum (HJE) rokok, serta kenaikan upah minimum
untuk memenuhi kebutuhan valuta asing untuk masa provinsi (UMP) dan gaji pegawai negeri telah
depan dengan membeli lebih dini di pasar spot. memberikan dampak langsung pada kenaikan IHK
Kesenjangan antara permintaan dan pena- sebesar 3,83%. Dampak kebijakan pemerintah ini
waran valuta asing baik yang bersumber dari faktor lebih besar dibandingkan yang diperkirakan di awal
makro maupun mikro tersebut telah menyebabkan tahun sebesar 2,0%–2,5%. Hal ini disebabkan oleh
nilai tukar seringkali bergejolak. Situasi ini diperburuk realisasi kenaikan pada beberapa kebijakan lebih
oleh sentimen negatif para pelaku pasar terhadap besar dari yang diperkirakan awal tahun maupun
ketidakpastian situasi politik menjelang pergantian akibat adanya dampak penundaan dalam penerapan
kepemimpinan nasional dan ketidakjelasan pe- kebijakan. Terlebih lagi, kenaikan harga khususnya
nyelesaian permasalahan-permasalahan struktural BBM dan TDL yang menjadi faktor produksi telah
seperti restrukturisasi, divestasi, dan privatisasi, serta meningkatkan biaya di hampir seluruh sektor produksi
perkembangan hubungan dengan IMF. Faktor-faktor berbagai barang sehingga menyebabkan tingginya
ini pada gilirannya meningkatkan country risk yang inflasi akibat meningkatnya biaya produksi (cost-push
berdampak pada meningkatnya premi risiko dan inflation).
semakin memperburuk perkembangan nilai tukar Di samping melemahnya nilai tukar dan
rupiah. dampak kebijakan pemerintah tersebut, tingginya
Melemahnya nilai tukar rupiah tersebut turut inflasi pada tahun laporan juga dipengaruhi oleh
memberikan tekanan terhadap tingginya inflasi di tingginya ekspektasi inflasi oleh masyarakat. Eks-
tahun 2001. Nilai tukar rupiah yang melemah telah pektasi inflasi tersebut pada umumnya bersifat adaptif
memberikan dampak pass-through pada inflasi baik sehingga pembentukan ekspektasi inflasi lebih
secara langsung melalui inflasi barang jadi, barang banyak ditentukan oleh perkembangan inflasi pada

9
Tinjauan Umum

periode sebelumnya. Di samping itu, tingginya eks- dimaksudkan untuk mengurangi kelebihan likuiditas
pektasi inflasi tersebut juga diakselerasi oleh mele- perbankan yang berpotensi mendorong melemahnya
mahnya nilai tukar dan implementasi kebijakan nilai tukar dan tekanan inflasi.
pemerintah di bidang harga dan pendapatan. Semen- Dalam rangka mencapai sasaran uang primer
tara itu tekanan inflasi karena pengaruh kondisi per- secara konsisten, kebijakan pengendalian uang
mintaan masih relatif rendah sejalan dengan pertum- primer tersebut terutama dilakukan melalui Operasi
buhan ekonomi yang melambat dan masih relatif Pasar Terbuka (OPT), khususnya melalui mekanisme
berlebihnya kapasitas produksi di sektor industri lelang SBI baik yang berjangka waktu 1 bulan maupun
pengolahan. Meskipun demikian, kondisi permintaan 3 bulan. Upaya ini juga didukung oleh penyerapan
yang masih lemah tersebut kurang diimbangi oleh kelebihan likuiditas melalui intervensi rupiah yang
kapasitas di sektor pertanian karena terjadinya dilakukan oleh Bank Indonesia untuk menjaga agar
penurunan produksi tanaman bahan makanan. uang primer tetap berada dalam sasaran yang telah
Dengan berbagai perkembangan tersebut di ditetapkan dan kestabilan suku bunga pasar uang
atas, secara keseluruhan dalam tahun laporan inflasi tetap terpelihara. Dengan relatif besarnya kelebihan
IHK mengalami peningkatan hingga mencapai likuiditas sejalan dengan belum pulihnya fungsi
12,55%, lebih tinggi dibandingkan inflasi 2000 sebesar intermediasi perbankan, upaya pengendalian moneter
9,35%. Selanjutnya, dengan memperhitungkan melalui instrumen moneter ini membawa implikasi
realisasi dampak kebijakan pemerintah, inflasi di luar pada terjadinya kenaikan suku bunga SBI dan suku
pengaruh kebijakan harga dan pendapatan pada bunga perbankan. Oleh sebab itu, untuk menjaga
2001 mencapai 8,72%. Angka inflasi ini lebih tinggi agar penyerapan likuiditas tersebut tidak memberikan
dari sasaran inflasi Bank Indonesia 2001 yang dampak pada kenaikan suku bunga yang berlebihan,
ditetapkan sebesar 4,0%–6,0%. Sebagaimana pengendalian uang primer juga dilengkapi dengan
dikemukakan di atas, tingginya angka laju inflasi ini upaya penambahan pasokan valuta asing di pasar
dipengaruhi oleh melemahnya nilai tukar rupiah serta melalui kebijakan sterilisasi valuta asing. Hal ini
tingginya ekspektasi inflasi di masyarakat. terutama dilakukan untuk menyerap ekspansi uang
primer yang berasal dari pengeluaran pemerintah
Kebijakan dan Perkembangan Moneter dalam rupiah yang dibiayai dari penerimaan dalam
Menghadapi tekanan inflasi dan nilai tukar valuta asing.
yang dirasakan semakin kuat, Bank Indonesia telah Penambahan pasokan valuta asing melalui
berupaya secara maksimal untuk meredam tekanan sterilisasi valuta asing, selain digunakan untuk
inflasi dan nilai tukar dengan menempuh kebijakan menyerap uang primer, juga dimaksudkan untuk
di bidang moneter dan nilai tukar. Di bidang moneter, mengurangi tekanan depresiasi dan volatilitas nilai
Bank Indonesia menempuh kebijakan moneter yang tukar. Namun demikian, dalam pasar valuta asing
cenderung ketat dengan mengendalikan uang primer yang masih diwarnai oleh kesenjangan antara jumlah
sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan. Hal ini pasokan dan permintaan valuta asing, upaya penam-

10
Tinjauan Umum

bahan pasokan valuta asing melalui kebijakan nennya, tingginya kenaikan posisi uang primer
sterilisasi ini kurang memadai, jika tidak didukung oleh tersebut terutama didorong oleh tingginya pertum-
kebijakan lain yang dapat membatasi kemampuan buhan permintaan uang kartal di masyarakat yang
para pelaku pasar untuk melakukan kegiatan mencapai rata-rata 20,1% pada 2001.
spekulatif. Oleh sebab itu, pada tahun laporan upaya Peningkatan permintaan akan uang kartal di
stabilisasi nilai tukar rupiah juga didukung dengan masyarakat tersebut antara lain disebabkan oleh
kebijakan pembatasan transaksi rupiah oleh bukan terjadinya pergeseran yang cukup signifikan dari struktur
penduduk2 dan pengawasan langsung (on-site super- perekonomian Indonesia, seperti tercermin pada
vision) terhadap sejumlah bank yang menguasai meningkatnya peranan usaha kecil menengah (UKM)
pangsa terbesar di pasar valuta asing. Kebijakan dan sektor informal dalam perekonomian Indonesia. Hal
pembatasan transaksi rupiah tersebut dilatar- tersebut karena sektor ini lebih banyak menggunakan
belakangi oleh perilaku bukan penduduk yang pembiayaan sendiri dibandingkan dengan pembiayaan
cenderung menggunakan rupiah sebagai alat dari sektor perbankan. Di samping itu, masih tingginya
spekulasi sehingga sering menimbulkan gejolak nilai ketidakpastian kondisi sosial politik pada 2001 telah
tukar rupiah. Upaya ini telah cukup efektif meredam mendorong permintaan uang kartal oleh masyarakat
tekanan depresiasi yang berasal dari aksi spekulatif untuk berjaga-jaga (precautionary motive).
pelaku pasar valuta asing bukan penduduk yang Tingginya permintaan uang kartal ditambah
terlihat dari perkembangan mutasi rekening rupiah dengan beberapa permasalahan yang masih dihadapi
bukan penduduk di perbankan dalam negeri (vostro dalam operasional kebijakan moneter, seperti kurang
account) yang menurun drastis. efektifnya transmisi kebijakan moneter akibat masih
Dalam perkembangannya, upaya pengen- belum pulihnya intermediasi perbankan, menyebab-
dalian uang primer tersebut tidak dapat dilakukan kan penyerapan uang primer menjadi sulit dilakukan
secara efektif karena adanya berbagai faktor di luar secara optimal. Meskipun berbagai langkah penye-
kendali Bank Indonesia, khususnya yang terkait rapan likuiditas telah dilakukan, baik melalui OPT,
dengan perilaku masyarakat dalam memegang uang sterilisasi valuta asing, maupun kenaikan suku bunga
kartal dan kurang efektifnya transmisi kebijakan intervensi rupiah, perkembangan uang primer sering-
moneter yang terkait dengan kondisi intermediasi kali berada di luar sasaran yang telah ditetapkan. Da-
perbankan yang belum sepenuhnya pulih. Pertum- lam kondisi demikian, upaya kenaikan suku bunga
buhan uang primer selama 2001 mencapai rata-rata SBI untuk menyerap uang primer dinilai tidak ter-
sekitar 18,2% atau 15,4% pada akhir 2001 sehingga lampau efektif. Menyikapi kondisi yang demikian,
lebih tinggi dari sasaran sebesar 11,0%–12,0% yang dalam perkembangannya terutama sejak akhir tri-
ditetapkan pada awal tahun. Dilihat dari kompo- wulan ketiga 2001, Bank Indonesia cenderung ber-
usaha menyerap kelebihan likuiditas perbankan tanpa
2 Peraturan Bank Indonesia No.3/3/2001 tanggal 12 Januari 2001 menimbulkan peningkatan suku bunga yang
tentang Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta
Asing oleh Bank. berlebihan.

11
Tinjauan Umum

Selama 2001, suku bunga SBI tenor 1 bulan ngan dan simpanan giro. Kondisi ini sangat berbeda
meningkat secara bertahap sebesar 309 bp (basis dengan perkembangannya di tahun 2000, dimana
point) menjadi 17,62% dan SBI tenor 3 bulan yang terjadi adalah sebaliknya, yakni terjadinya
meningkat 332 bp menjadi 17,63% pada akhir pergeseran ke arah aset-aset yang lebih likuid.
Desember 2001. Peningkatan suku bunga SBI Sejalan dengan terjadinya peningkatan deposito
selama 2001 masih belum secara langsung ber- tersebut, pada akhir tahun pertumbuhan uang beredar
pengaruh pada peningkatan suku bunga deposito dalam arti luas (M2) mengalami kenaikan sebesar
secara signifikan, terutama akibat masih tingginya 13,0% (y-o-y) yang melebihi pertumbuhan uang ber-
likuiditas perbankan sebagai akibat masih tingginya edar dalam arti sempit (M1) sebesar 9,6% (y-o-y),
ketergantungan perbankan pada SBI sebagai walaupun secara rata-rata pertumbuhan M2 lebih
alternatif penempatan utama, dengan memanfaatkan rendah dari pertumbuhan M1.
selisih antara suku bunga SBI dan deposito di tengah
kondisi fungsi intermediasi perbankan yang belum Kebijakan dan Perkembangan Perbankan
sepenuhnya pulih. Dalam pada itu, pergerakan suku Sebagai kelanjutan dari kebijakan perbankan
bunga deposito 1 bulan yang meningkat sebesar 411 yang ditempuh Pemerintah dan Bank Indonesia pada
bp menjadi 16,07% lebih banyak dipengaruhi oleh tahun sebelumnya, strategi restrukturisasi perbankan
perubahan marjin suku bunga maksimum penjaminan pada 2001 mencakup dua bagian besar yaitu : (i)
yang selama tahun laporan telah diubah selama dua program penyehatan perbankan yang meliputi
kali. Hal ini terlihat dari arah pergerakan suku bunga penjaminan pemerintah bagi bank umum dan bank
deposito sepanjang tahun laporan yang lebih dekat perkreditan rakyat (BPR), program rekapitalisasi bank
dengan suku bunga penjaminan. Sejalan dengan umum, dan restrukturisasi kredit perbankan; (ii)
meningkatnya suku bunga deposito nominal itu, suku pemantapan ketahanan sistem perbankan yang meli-
bunga riil deposito mengalami peningkatan sebesar puti pengembangan infrastruktur dan peningkatan
91 bp menjadi sebesar 3,52%. Tingkat suku bunga good governance, serta penyempurnaan pengaturan
riil ini masih jauh di bawah tingkatnya pada masa dan pemantapan sistem pengawasan bank.
sebelum krisis, terlebih jika mempertimbangkan relatif Secara khusus, pada 2001 dalam program
lebih tingginya premi risiko pada saat ini. penyehatan perbankan, Bank Indonesia lebih
Walaupun tingkat suku bunga riil deposito menitikberatkan pada target pencapaian Capital
tersebut masih relatif rendah, kenaikan suku bunga Adequacy Ratio (CAR) minimum 8% yang harus
riil ini cukup mampu menggeser portofolio dana dipenuhi oleh bank-bank pada akhir 2001 dan target
masyarakat dari aset-aset untuk tujuan bertransaksi indikatif Non Performing Loans (NPLs) maksimal 5%.
(transaction purposes) menjadi aset-aset untuk tujuan Seiring dengan upaya tersebut, Bank Indonesia juga
menabung (saving purposes). Hal ini tercermin dari sedang menyempurnakan pola pengawasan bank
peningkatan deposito yang lebih tinggi dari sebagaimana telah ditetapkan dalam master plan
peningkatan aset-aset yang lebih likuid seperti tabu- mengenai peningkatan efektivitas pengawasan bank,

12
Tinjauan Umum

diantaranya dengan menerapkan sistem pengawasan indikator kinerja, khususnya pemenuhan CAR
bank yang berbasis pada risiko (risk based super- minimum 8% dan NPLs 5% menunjukkan perbaikan.
vision) dan berorientasi ke depan (forward looking) Hal ini sesuai dengan sasaran strategis program
sebagai penyempurnaan dari sistem pengawasan restrukturisasi perbankan pada 2001 yang lebih
yang didasarkan atas kepatuhan (compliance audit). menitikberatkan pada pencapaian persyaratan CAR
Penyempurnaan sistem pengawasan tersebut dan NPLs tersebut. Dalam kaitan ini, secara umum
mengacu pada 25 Basel Core Principles for Effective struktur permodalan bank mengalami perbaikan yang
Banking Supervision, yang telah berlaku secara tercermin dari meningkatnya jumlah bank yang
internasional. Sementara itu, program pemantapan mencapai pemenuhan CAR 8%. Sampai dengan akhir
ketahanan sistem perbankan diarahkan untuk 20013, sebanyak 138 dari 145 bank telah memenuhi
membangun sistem perbankan yang tangguh dan persyaratan CAR minimum 8%. NPLs juga telah
tahan terhadap guncangan. Sebagai bagian yang mengalami perbaikan yang cukup signifikan mencapai
tidak terpisahkan dalam sistem perbankan nasional, 12,1% membaik dari 18,8% pada 2000 terutama
dalam tahun 2001 juga dilakukan pengembangan karena adanya penghapusbukuan kredit macet,
perbankan syariah dan BPR. restrukturisasi dan penyelesaian kredit, pengalihan
Dalam rangka mendorong pengembangan kredit ke BPPN, serta penyaluran kredit baru.
usaha kecil dan menengah, Bank Indonesia telah Membaiknya kinerja perbankan juga tercermin dari
melakukan berbagai upaya untuk pemberdayaan meningkatnya profitabilitas perbankan. Net Interest
usaha kecil dan menengah melalui bantuan teknis Margin (NIM) perbankan meningkat dari rata-rata
Pengembangan Usaha Kecil dan Mikro (PUKM). Rp1,9 triliun pada 2000 menjadi Rp3,2 triliun tahun
Bantuan teknis ini dilaksanakan antara lain melalui: 2001. Namun demikian peningkatan ini terutama
(i) pelatihan kepada kepada BPR dan bank umum berasal dari spread positif karena naiknya suku bunga
dalam pembiayaan usaha kecil dan mikro, (ii) SBI dan besarnya penerimaan obligasi pemerintah
melakukan penelitian mengenai usaha skala mikro yang mencapai sekitar 45,3% dari total pendapatan
yang potensial dibiayai oleh bank, dan (iii) penyediaan bunga. Sementara itu, pendapatan bunga yang
informasi terpadu pengembangan usaha kecil yang berasal dari kredit perbankan hanya sebesar 32,2%.
dapat diakses melalui internet yang antara lain Masih tingginya ketergantungan perbankan terhadap
meliputi informasi potensi wilayah, pola pembiayaan, penerimaan bunga obligasi mengindikasikan proses
dan industri kecil yang berbasis ekspor. Informasi ini restrukturisasi perbankan yang telah dilakukan masih
diharapkan dapat dimanfaatkan baik bagi pengusaha belum mampu meningkatkan fungsi intermediasi
kecil maupun oleh perbankan dalam pengembangan perbankan secara keseluruhan.
usaha kecil dan mikro. Meskipun indikator kinerja perbankan telah
Sebagai hasil dari berbagai kebijakan yang menunjukkan kemajuan yang berarti, sektor ini masih
ditempuh di atas, kinerja sektor perbankan selama
2001 telah menunjukkan kemajuan. Beberapa 3 Posisi November 2001.

13
Tinjauan Umum

menghadapi tantangan terutama fungsi intermediasi $4,1 miliar atau masih 13,7% dari posisi utang luar
perbankan yang belum sepenuhnya pulih walaupun negeri perusahaan yang bermasalah sekitar $30
telah mencapai kemajuan dibanding tahun sebe- miliar. Lambatnya restrukturisasi utang luar negeri
lumnya. Hal ini tercermin dari belum optimalnya swasta ini disebabkan oleh ketidaksesuaian terms
penyerapan kredit baru oleh sektor riil yang sampai and conditions antara debitur dan kreditur, penurunan
akhir 2001 baru mencapai Rp56,8 triliun dari nilai agunan kredit, meningkatnya country risk yang
komitmen kredit baru yang telah disediakan oleh menyebabkan biaya bunga lebih mahal dan meng-
perbankan sebesar Rp127,3 triliun atau realisasinya hambat investor asing untuk mengambil alih utang
hanya sebesar 44,6%. Rendahnya daya serap sektor luar negeri perusahaan, volatilitas nilai tukar, dan
riil terhadap kredit perbankan sejalan dengan adanya ketidakpastian hukum.
menurunnya kepercayaan dunia usaha (business
confidence) untuk melakukan realisasi investasi dan Kebijakan dan Perkembangan Sistem Pembayaran
produksi akibat meningkatnya risiko dan ketidak- Sepanjang 2001 Bank Indonesia terus
pastian yang terjadi selama tahun laporan. Fungsi melakukan berbagai upaya penyempurnaan untuk
intermediasi perbankan yang belum sepenuhnya pulih menciptakan sistem pembayaran nasional yang
juga tidak terlepas dari masih berlangsungnya proses efisien, cepat, aman, dan handal guna mendukung
konsolidasi internal perbankan dalam memenuhi efektivitas pelaksanaan kebijakan moneter serta
ketentuan prudensial bank. mendorong upaya penciptaan sistem perbankan yang
Sementara itu, perkembangan restrukturisasi sehat. Secara garis besar, kebijakan sistem pemba-
kredit dan korporasi yang masih belum memper- yaran terdiri dari kebijakan pengedaran uang dan
lihatkan hasil yang menggembirakan juga turut peningkatan pelayanan jasa Bank Indonesia di bidang
mempengaruhi lambatnya pemulihan intermediasi lalu lintas pembayaran.
perbankan. Sampai dengan Desember 2001, kredit Di bidang pengedaran uang, dalam lingkup
yang telah direstrukturisasi (telah dibayar penuh) oleh pembayaran tunai Bank Indonesia berusaha mencu-
BPPN baru mencapai Rp11,6 triliun atau 3,7% dari kupi kebutuhan masyarakat terhadap uang kertas
total kredit bermasalah sebesar Rp310,7 triliun, dan uang logam untuk keperluan pembayaran serta
sementara yang masih dalam tahap implementasi menjaga agar uang yang diedarkan berada dalam
proposal restrukturisasi dan penandatangani MoU kondisi layak edar. Pada 2001, Bank Indonesia
masing-masing mencapai Rp19,7 triliun dan Rp 60,9 meningkatkan penyediaan uang untuk memenuhi
triliun. Restrukturisasi kredit yang difasilitasi oleh kenaikan kebutuhan masyarakat akan uang kartal
Satgas Restrukturisasi Kredit Bank Indonesia secara seiring dengan perkembangan berbagai indikator
akumulatif telah mencapai Rp 91,8 triliun. Dalam pada ekonomi nasional maupun dalam rangka meng-
itu, penyelesaian restrukturisasi utang luar negeri hadapi bulan Ramadhan, Hari Raya Idul Fitri, Hari
swasta yang dilaporkan ke Bank Indonesia baru Natal, dan Tahun Baru 2002 yang waktunya saling
sebanyak 68 perusahaan dengan total nilai sekitar berdekatan.

14
Tinjauan Umum

Posisi UYD (Uang kartal Yang Diedarkan) sosialisasi pengenalan keaslian uang rupiah. Selain
sepanjang 2001 cenderung meningkat. Posisi UYD upaya yang bersifat preventif tersebut, Bank Indo-
akhir Desember 2001 mencapai Rp 91,3 triliun atau nesia menerapkan upaya represif dengan melakukan
meningkat 1,8% dibandingkan dengan posisi UYD koordinasi dan kerjasama dengan instansi terkait
akhir Desember 2000 yang hanya sebesar Rp 89,7 dalam melakukan penangkapan dan pemrosesan ke
triliun. Kenaikan UYD terutama disebabkan adanya pengadilan terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam
penarikan yang cukup besar dari masyarakat dalam pemalsuan uang rupiah.
rangka merayakan hari-hari besar keagamaan dan Di bidang lalu lintas pembayaran nontunai,
tahun baru. dalam rangka meningkatkan stabilitas sistem ke-
Dilihat dari jenis uangnya, perbandingan uangan dan memperlancar efektivitas kebijakan mo-
antara uang kertas dan uang logam sepanjang 2001 neter, Bank Indonesia telah meningkatkan kinerja lalu
tidak banyak mengalami perubahan, dengan pangsa lintas pembayaran nontunai melalui penyempurnaan
masing-masing jenis uang sebesar 98% untuk uang implementasi dan ketentuan-ketentuan di bidang
kertas dan 2% untuk uang logam. Sementara itu, bila pengawasan sistem pembayaran terutama mengenai
dilihat dari pecahannya, posisi UYD tersebut keamanan, prosedur dan produknya, yang antara lain
didominasi oleh pecahan Rp 100.000 dan Rp 50.000 meliputi : (i) Pengembangan sistem Real Time Gross
yang rata-rata pangsanya masing-masing mencapai Setlement (BI-RTGS) sebagai mekanisme setelmen
41,4% dan 28,9% dari total UYD. Selain menyediakan pembayaran antarbank untuk transaksi nilai besar
uang dalam jumlah yang cukup, Bank Indonesia juga dan/atau penting (urgent) yang dalam tahun 2001
senantiasa menjaga agar kualitas uang yang telah diimplementasikan di 12 Kantor Bank Indonesia
dipegang masyarakat terjaga kualitasnya dengan cara (KBI); (ii) Pengembangan Sistem Informasi Kliring
melakukan “clean money policy” yaitu menarik dan Jarak Jauh (SIKJJ) untuk meningkatkan efisiensi dan
memusnahkan uang yang tidak layak edar atau efektivitas penyelenggaraan kliring secara elektronik
Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB) serta dan otomasi; (iii) Pengaturan kembali hubungan
mengganti uang yang dimusnahkan tersebut. rekening giro antara Bank Indonesia dengan pihak
Sementara itu, meskipun jumlah uang palsu ekstern yang dilakukan untuk memperluas peman-
yang ditemukan pada 2001 menurun dibandingkan faatan giro di Bank Indonesia oleh pihak ekstern guna
tahun 2000, Bank Indonesia tetap meningkatkan mendukung kelancaran pencapaian tujuan meme-
kerjasama dengan instansi terkait dalam upaya lihara kestabilan nilai rupiah;4 dan (iv) Pengaturan
memberantas peredaran uang palsu tersebut antara mengenai penyelenggaraan jasa sistem pembayaran
lain dengan Badan Koordinasi Pemberantasan Uang dengan menggunakan alat pembayaran nontunai dan
Palsu (Botasupal), mengedarkan poster dan stiker jasa pendukungnya, dengan tujuan untuk mene-
mengenai cara mudah mengenali uang rupiah,
mempersiapkan pembuatan iklan layanan masya- 4 Penerbitan PBI No.3/11/PBI/2001 sebagai perubahan atas PBI No.2/
24/PBI/2000 tentang Hubungan Rekening Giro Antara Bank
rakat di media televisi, serta melakukan kegiatan Indonesia Dengan Pihak Ekstern.

15
Tinjauan Umum

gaskan batas-batas kewenangan antar lembaga da- luaran subsidi dan utang pemerintah yang masih
lam pengaturan jasa-jasa sistem pembayaran. besar. Sementara kemajuan dalam asset reco-
very BPPN maupun privatisasi Badan Usaha
PROSPEK EKONOMI DAN ARAH KEBIJAKAN 2002 Milik Negara (BUMN) diperkirakan belum dapat
Tantangan Ke Depan menutupi beban keuangan pemerintah. Dengan
Evaluasi kinerja ekonomi 2001 menunjukkan kondisi demikian, stimulus dari sisi fiskal untuk
bahwa penanganan terhadap berbagai permasalahan percepatan pemulihan ekonomi menjadi sangat
mendasar dan risiko tidak secepat yang diperkirakan terbatas.
dan bahkan dalam beberapa hal cenderung • Keempat, masih tingginya ketidakpastian
memburuk. Kondisi ini telah menyebabkan proses hukum dan kendala-kendala dalam pelaksanaan
pemulihan ekonomi Indonesia tidak secepat yang kebijakan di berbagai bidang ekonomi. Kondisi
diharapkan dan semakin besarnya tantangan yang ini dapat membawa dampak yang kurang
dihadapi dalam pengendalian moneter. Upaya menguntungkan pada keberhasilan beberapa
mengatasi berbagai risiko dan ketidakpastian tersebut program restrukturisasi ekonomi sehingga
akan menjadi kunci keberhasilan untuk menjamin menyulitkan upaya perbaikan country risk
prospek pemulihan ekonomi yang lebih baik pada Indonesia dan percepatan pemulihan ekonomi
tahun-tahun mendatang. Berbagai faktor risiko dan nasional.
ketidakpastian tersebut mencakup : • Kelima, munculnya berbagai permasalahan yang
• Pertama, masih lambannya proses restruk- terkait dengan pelaksanaan otonomi daerah
turisasi utang perusahaan. Kondisi ini menye- sehingga menyebabkan kurang kondusifnya iklim
babkan peningkatan kegiatan ekonomi dan investasi di daerah. Di samping itu, pemanfaatan
penyaluran kredit perbankan tidak dapat berjalan Dana Alokasi Umum (DAU) secara tidak efisien
lebih cepat, karena sebagian besar perusahaan dapat menyebabkan stimulus ekonomi dari sektor
yang masih dalam proses restrukturisasi tersebut pemerintah menjadi semakin terbatas.
merupakan komponen terbesar dari pereko- • Keenam, di sisi eksternal, meskipun diperkirakan
nomian nasional. akan mulai membaik pada semester kedua,
• Kedua, masih belum pulihnya intermediasi secara keseluruhan perekonomian dunia masih
perbankan. Kondisi ini menyebabkan terbatasnya akan mengalami resesi pada tahun 2002. Kondisi
pembiayaan kegiatan produksi dan investasi, ini akan sangat berpengaruh terhadap kinerja
adanya kelebihan likuiditas di perbankan yang sektor eksternal ekonomi Indonesia. Di samping
berpotensi memberi tekanan pada nilai tukar itu, pemberlakuan Asean Free Trade Area (AFTA)
rupiah dan inflasi, serta menurunnya efektifitas sejak awal tahun 2002, di satu sisi dapat mem-
kebijakan moneter. buka peluang ekspor, namun disisi lain akan men-
• Ketiga, masih beratnya beban keuangan peme- dorong masuknya pesaing luar negeri yang dapat
rintah, terutama akibat masih tingginya penge- mengancam kinerja produsen dalam negeri.

16
Tinjauan Umum

Prospek Ekonomi Makro 2001. Walaupun demikian, kedua sektor ini belum
Prospek ekonomi makro Indonesia di tahun dapat di harapkan menjadi motor penggerak utama
2002 tidak terlepas dari pengaruh perkembangan pertumbuhan ekonomi di tahun 2002. Keterbatasan
ekonomi global yang masih ditandai oleh melemahnya kinerja investasi sebagai motor penggerak utama
perekonomian di negara-negara industri besar seperti tersebut disebabkan oleh masih berlangsungnya
Amerika Serikat, Jepang, dan Uni Eropa. Meskipun berbagai permasalahan mendasar di sektor riil, masih
demikian, stimulus kebijakan moneter dan fiskal yang tingginya risiko dan ketidakpastian dalam pereko-
sangat agresif di negara-negara tersebut diprakirakan nomian, serta terbatasnya pembiayaan investasi
akan mendorong bangkitnya kembali perekonomian akibat belum pulihnya intermediasi perbankan.
negara-negara itu pada semester kedua 2002. Di Sementara terbatasnya kinerja ekspor terutama
tengah-tengah masih lemahnya perekonomian dunia disebabkan oleh melemahnya perekonomian dunia.
tersebut, prospek ekonomi dan moneter Indonesia pada Walaupun kinerja ekspor masih terbatas,
2002 akan sangat tergantung pada kuatnya peningkatan pertumbuhan impor diperkirakan masih meningkat
kegiatan ekonomi domestik. Apabila kemajuan dalam sejalan dengan naiknya permintaan konsumsi dan
penanganan sejumlah permasalahan struktural di dalam investasi.
negeri dan penurunan risiko dan ketidakpastian dapat Dari sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi
dicapai, Bank Indonesia memperkirakan bahwa yang moderat di tahun 2002 diprakirakan disumbang
pemulihan ekonomi Indonesia pada 2002 masih dapat oleh hampir seluruh sektor. Sejalan dengan masih
dipertahankan. Apabila ekspor dan investasi dapat dominannya peran konsumsi sebagai mesin utama
ditingkatkan serta program restrukturisasi ekonomi dan pertumbuhan, maka sumbangan terbesar diprakira-
perbankan berjalan sesuai dengan harapan, Bank kan akan berasal dari sektor industri pengolahan dan
Indonesia memprakirakan bahwa pertumbuhan sektor perdagangan. Sektor industri pengolahan yang
ekonomi 2002 dapat mencapai 3,5%–4,0%. diprakirakan meningkat tajam adalah industri
Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi makanan dan minuman dan kendaraan bermotor,
2002 diprakirakan masih akan berasal dari sedangkan industri unggulan ekspor seperti tekstil,
pertumbuhan konsumsi yang diprakirakan akan dido- persepatuan dan kayu diprakirakan mengalami penu-
rong oleh meningkatnya gaji dan pendapatan serta runan. Sementara itu, meningkatnya sektor perdaga-
meningkatnya pembiayaan untuk konsumsi, baik ngan, terutama perdagangan ritel, diperkirakan
yang bersumber dari perbankan maupun dari perusa- meningkat cukup tinggi terkait dengan masih tumbuh
haan pembiayaan seperti kartu kredit dan pembia- positifnya permintaan konsumsi masyarakat yang
yaan konsumen. Namun demikian, perlu disadari diperkirakan menjadi motor penggerak perekonomian
bahwa pertumbuhan konsumsi diprakirakan akan domestik. Sektor pertambangan diperkirakan tumbuh
mengarah kepada perkembangan yang melambat. positif namun masih relatif rendah terutama akibat
Sementara itu, investasi dan ekspor diprakirakan akan masih tingginya ketidakpastian hukum dan faktor
mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi dari tahun keamanan pada sektor ini selain masih lemahnya

17
Tinjauan Umum

permintaan luar negeri terhadap beberapa komoditas Prospek Nilai Tukar dan Inflasi
tambang. Sektor lainnya seperti sektor bangunan Prospek nilai tukar rupiah selama 2002 akan
diperkirakan akan bangkit sejalan dengan akan direali- dipengaruhi oleh kondisi fundamental di pasar valuta
sasikannya beberapa proyek besar seperti Jakarta asing seperti masih terbatasnya pasokan dan
Outer Ring Road dan mulai maraknya penyediaan tingginya permintaan valuta asing, serta faktor sen-
perumahan seiring dengan meningkatnya kredit timen pasar. Nilai tukar rupiah pada 2002 dipra-
konsumsi untuk perumahan. Satu-satunya sektor yang kirakan memiliki potensi untuk menguat dimana
diperkirakan belum membaik adalah sektor pertanian, tekanan depresiasi rupiah cenderung berkurang di-
sebagai akibat kemungkinan datangnya badai El-Nino bandingkan dengan tahun lalu mengingat ketidak-
serta masih belum tuntasnya permasalahan produksi pastian situasi politik diprakirakan relatif membaik
dan distribusi pupuk. Di samping itu, komoditas pada 2002. Penguatan nilai rupiah secara signifikan
perkebunan yang berorientasi ekspor diperkirakan ju- diharapkan terjadi mulai pertengahan tahun sejalan
ga menurun seiring dengan menurunnya permintaan dengan harapan terus membaiknya risiko politik,
dunia. keuangan, dan ekonomi. Prakiraan ini akan lebih
Sementara itu, kinerja neraca pembayaran optimis apabila dalam waktu dekat terdapat
Indonesia pada 2002 diprakirakan akan relatif kemajuan dalam pelaksanaan program-program
membaik dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini ekonomi pemerintah sehingga dapat memperbaiki
antara lain tercermin dari meningkatnya cadangan persepsi pelaku pasar, termasuk adanya kemajuan
devisa yang terutama disebabkan oleh membaiknya yang signifikan dalam penjualan aset oleh BPPN dan
lalu lintas modal. Sementara itu, transaksi berjalan privatisasi BUMN. Namun demikian, apabila
diprakirakan tetap mencatat surplus walaupun lebih berbagai risiko tersebut justru menunjukkan
rendah dibandingkan dengan tahun 2001. Prakiraan perkembangan yang terus memburuk, maka rupiah
menurunnya surplus transaksi berjalan didasarkan diperkirakan sedikit melemah. Berdasarkan pertim-
pada relatif tingginya impor dibanding ekspor. bangan tersebut nilai tukar rupiah rata-rata pada
Transaksi berjalan diperkirakan masih dapat mencatat 2002 diprakirakan akan mencapai sekitar Rp9.500–
surplus sebesar $3,1 miliar. Sementara itu, defisit lalu Rp10.500 per dolar.
lintas modal secara keseluruhan diprakirakan akan Sementara itu, prospek inflasi pada 2002
cenderung menurun akibat menurunnya defisit lalu akan dipengaruhi terutama oleh dampak kebijakan
lintas modal swasta dan membaiknya surplus lalu pemerintah di bidang harga serta tingginya ekspektasi
lintas modal pemerintah. Membaiknya lalu lintas inflasi. Seperti tahun-tahun sebelumnya, dampak
modal pemerintah tersebut bersumber dari penarikan penerapan kebijakan pemerintah terhadap penam-
pinjaman yang berasal dari negara-negara donor bahan inflasi diperkirakan masih cukup tinggi.
setelah sempat tertunda di tahun 2001 dan pen- Rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM,
jadwalan kembali utang pokok luar negeri pemerintah TDL, dan cukai rokok diprakirakan akan tetap
terkait dengan Paris Club. memberikan dampak pada inflasi di tahun 2002.

18
Tinjauan Umum

Tingginya ekspektasi inflasi selain dipengaruhi oleh pendapatan, yang memerlukan pemahaman yang lebih
inflasi yang tinggi pada 2001 juga sangat dipengaruhi mendalam mengenai metode perhitungannya, dan (iii)
ekpektasi meningkatnya biaya produksi dan dengan menggunakan sasaran inflasi yang lebih
transportasi sebagai akibat dari rencana kebijakan akseptabel dan transparan, ekspektasi masyarakat
pemerintah di bidang harga dan pendapatan. terhadap inflasi akan lebih mudah dipengaruhi oleh
Di samping itu, tekanan inflasi dari sisi per- sasaran inflasi yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
mintaan dan penawaran diprakirakan dapat meningkat Di samping perubahan jenis inflasi yang di-
sebagai akibat dari peningkatan konsumsi masyarakat gunakan sebagai sasaran, sejak tahun ini Bank
yang kurang diimbangi sisi penawaran. Tekanan inflasi Indonesia mengumumkan inflasi jangka menengah.
diprakirakan semakin tinggi apabila faktor gangguan Sasaran inflasi jangka menengah ini diharapkan dapat
pasokan pangan akibat adanya El-Nino yang terjadi dipergunakan oleh masyarakat dan pelaku usaha
pada 2002 mengganggu produksi sektor pertanian. sebagai acuan dalam perencanaan jangka menengah
dan panjang. Dengan demikian, ekspektasi inflasi
Sasaran Inflasi Tahun 2002 dan Jangka Menengah dalam jangka menengah dapat diarahkan pada
Dengan memperhatikan berbagai perkem- tingkat inflasi yang lebih rendah tanpa mengorbankan
bangan dan prospek makroekonomi serta memper- kelangsungan pemulihan ekonomi (Boks : Penetapan
timbangkan perkembangan tekanan inflasi ke depan, Sasaran Inflasi Bank Indonesia).
Bank Indonesia menetapkan sasaran inflasi IHK 2002
pada kisaran 9,0%–10,0%. Namun demikian, dalam Arah Kebijakan
lima tahun ke depan Bank Indonesia memiliki Dengan memperhatikan prospek ekonomi
komitmen untuk secara bertahap menurunkan inflasi dan sasaran inflasi yang ditetapkan serta berbagai
menjadi sekitar 6,0%–7,0%. tantangan yang dihadapi di tahun 2002, Bank Indo-
Dalam hal ini perlu dijelaskan bahwa berbeda nesia akan berupaya untuk secara konsisten menem-
dengan tahun-tahun sebelumnya, sejak tahun ini Bank puh kebijakan-kebijakan di bidang moneter, perban-
Indonesia mengubah jenis inflasi yang digunakan kan dan sistem pembayaran.
sebagai sasaran inflasi, yaitu dari inflasi IHK di luar Di bidang moneter, dalam rangka mencapai
dampak kebijakan pemerintah di bidang harga dan sasaran inflasi yang telah ditetapkan, kebijakan
pendapatan menjadi inflasi IHK. Adapun pertimbangan moneter akan diarahkan pada upaya pengendalian
perubahan jenis sasaran inflasi ini adalah (i) inflasi IHK uang primer agar tetap sesuai dengan kebutuhan riil
merupakan perubahan harga yang secara langsung perekonomian. Upaya pengendalian moneter tersebut
dirasakan oleh masyarakat sehingga penggunaan akan dilakukan dengan pertimbangan suku bunga riil
sasaran inflasi jenis ini lebih dapat diterima oleh yang positif pada kisaran yang memadai sekitar 4,0%-
masyarakat, (ii) penggunaan inflasi IHK lebih trans- 5,0%. Secara operasional, pengendalian moneter
paran bagi masyarakat dibandingkan inflasi IHK di luar dilakukan dengan mengoptimalkan instrumen-
dampak kebijakan pemerintah di bidang harga dan instrumen moneter terutama melalui operasi pasar

19
Tinjauan Umum

terbuka dengan lelang SBI. Selain itu, upaya tersebut kredit kepada sektor-sektor yang dianggap telah siap
juga akan didukung dengan melakukan sterilisasi valas. dan memiliki risiko yang relatif rendah seperti kredit
Disamping sebagai upaya penyerapan kelebihan ekspor dan kredit bagi UKM dengan tetap memper-
likuiditas, sterilisasi valas juga dimaksudkan untuk hatikan prinsip-prinsip perkreditan yang sehat. Bank
mengurangi tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Indonesia juga melakukan penyempurnaan terhadap
Kesemua langkah di bidang moneter tersebut akan beberapa ketentuan untuk mempercepat intermediasi
dilakukan secara berhati-hati dan terukur agar perbankan. Selain itu, usaha untuk meningkatkan
kestabilan harga tetap terpelihara sehingga mampu kesehatan bank juga didukung oleh upaya-upaya
mendukung proses pemulihan ekonomi yang sedang yang terus menerus untuk menekan angka NPLs
berlangsung dan pertumbuhan ekonomi yang perbankan nasional dengan mewajibkan bank-bank
berkelanjutan dalam jangka menengah-panjang. untuk mencapai target NPLs sebesar 5% pada akhir
Di bidang perbankan, prioritas utama ke- 2002. Sementara itu upaya yang perlu dilakukan untuk
bijakan diarahkan untuk memperkuat ketahanan memperkuat infrastruktur perbankan nasional dapat
sistem perbankan. Untuk mencapai hal tersebut, Bank dilakukan dengan terus mendorong pengembangan
Indonesia akan terus menerus memaksimalkan upaya bank syariah dan keberadaan BPR serta bersama-
penerapan 25 Basel Core Principles for Effective sama dengan Pemerintah mempersiapkan pem-
Banking Supervision yang penjabarannya dituangkan bentukan Lembaga Penjamin Simpanan dan lembaga
dalam Master Plan Peningkatan Efektivitas Penga- pengawas jasa keuangan.
wasan Bank. Upaya untuk memelihara CAR bank- Untuk mendukung tercapainya kestabilan
bank yang telah mencapai 8% terus dilakukan sistem keuangan dan efektivitas kebijakan moneter,
khususnya terhadap bank-bank yang struktur per- kebijakan di bidang sistem pembayaran akan diarah-
modalannya masih rentan terhadap pengaruh kenai- kan untuk mempercepat pengembangan dan pelak-
kan suku bunga dan melemahnya nilai tukar serta sanaan sistem pembayaran nasional yang efisien,
penurunan kualitas kredit. Bagi bank-bank besar yang akurat, aman, dan handal melalui peningkatan mutu
memiliki risiko usaha yang cukup tinggi dan bero- pelayanan sistem pembayaran. Di bidang penge-
perasi secara internasional akan didorong untuk daran uang Bank Indonesia akan mengutamakan
meningkatkan rasio kecukupan modalnya di atas 8%. penggunaan unsur pengaman yang kasat mata dan
Di samping itu, dalam rangka meningkatkan stabilitas kasat raba terhadap uang baru yang diterbitkan. Di
sistem keuangan, pada saat ini Bank Indonesia samping itu, Bank Indonesia akan melakukan
sedang melakukan pengkajian mengenai landscape penataan kembali jalur distribusi uang dalam rangka
perbankan Indonesia yang terintegrasi dengan lebih menjamin ketersediaan uang di seluruh Kantor
pengembangan lembaga finansial lainnya. Bank Indonesia (KBI) dan peningkatan pelayanan
Sementara itu, untuk memulihkan fungsi penarikan uang tunai kepada masyarakat.
intermediasi perbankan, Bank Indonesia akan mendo- Sementara dari sisi pembayaran nontunai,
rong perbankan untuk lebih banyak lagi menyalurkan kebijakan tetap diarahkan pada pengurangan risiko

20
Tinjauan Umum Tinjauan Umum

pembayaran, peningkatan kualitas dan kapasitas ekonomi. Koordinasi kebijakan seperti ini diharapkan
layanan sistem pembayaran serta pengaturan dapat menghasilkan paket kebijakan ekonomi yang
pengawasan sistem pembayaran yang cepat, aman, kredibel sehingga akan menumbuhkan kembali
dan efisien. Selain itu, Bank Indonesia juga terus kepercayaan para pelaku ekonomi terhadap proses
melakukan upaya pengaturan mengenai penyeleng- pemulihan ekonomi.
garaan jasa sistem pembayaran dengan menggu- Dari sisi internal, Bank Indonesia telah
nakan alat pembayaran nontunai dan jasa pendu- menempuh berbagai langkah pembenahan mana-
kungnya serta melakukan pengaturan yang terkait jemen intern melalui Program Transformasi Bank
dengan upaya mengatasi kegagalan peserta kliring Indonesia. Program yang mulai diterapkan tahun 2002
dalam penyelesaian kewajiban setelmennya. ini mencakup perubahan secara substansial misi dan
visi Bank Indonesia dalam era yang sedang berubah
Penutup yang menuntut kemampuan Bank Indonesia mela-
Sebagai penutup, rangkaian kebijakan Bank kukan antisipasi dan menyesuaikan diri dengan
Indonesia di tahun 2002 yang akan ditempuh Bank perubahan-perubahan yang terjadi baik dalam skala
Indonesia pada hakikatnya merupakan bagian dari nasional maupun skala global. Perubahan-perubahan
kerangka kebijakan ekonomi makro secara kese- ini mendorong Bank Indonesia untuk lebih secara
luruhan. Dalam konteks ini, kebijakan Bank Indonesia sistematis dan terpadu melakukan perubahan dalam
berfungsi untuk menunjang terciptanya iklim yang rangka meningkatkan transparansi, akuntabilitas,
kondusif bagi upaya pemulihan ekonomi. Di sisi lain, integritas, dan kompetensi. Dalam operasionalnya,
keberhasilan kebijakan yang akan ditempuh Bank program transformasi ini akan membawa konsekuensi
Indonesia sangat tergantung pada kebijakan-kebija- pada perubahan kerangka kebijakan moneter,
kan di bidang lain dan perkembangan berbagai faktor perangkat organisasi, manajemen sumberdaya
risiko dan ketidakpastian. Dengan demikian, manusia, sistem teknologi informasi serta hubungan
koordinasi kebijakan menjadi faktor yang sangat dengan stakeholders (Boks : Program Transformasi
penting dalam menunjang keberhasilan pemulihan Bank Indonesia).

21
Tinjauan Umum

boks

Penetapan Sasaran Inflasi Bank Indonesia

Sesuai dengan pasal 7 Undang-Undang kenaikan harga terjadi pada seluruh kelompok barang
No.23/1999 tentang Bank Indonesia disebutkan dan jasa (the general price level movement). Sebagai
bahwa tugas pokok Bank Indonesia adalah mencapai indikator yang mencerminkan perubahan harga-harga,
dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Selanjutnya Inflasi berdasarkan Indeks Harga Konsumen (IHK)
dalam pasal 10, untuk menjalankan tugas ini Bank merupakan indikator inflasi yang paling umum
Indonesia diwajibkan untuk mengumumkan sasaran digunakan baik di Indonesia maupun disejumlah ne-
inflasi dan sasaran-sasaran moneter untuk mencapai gara lainnya. Hal ini berkaitan dengan kontinuitas
sasaran inflasi tersebut. penyediaan data yang dapat disediakan dengan
Salah satu upaya Bank Indonesia dalam segera dan perannya yang lebih dapat mencerminkan
rangka menjalankan tugas pokok tersebut adalah kenaikan biaya hidup masyarakat (cost of living).
menetapkan sasaran inflasi dengan cara yang tepat Namun demikian, dengan tingginya variabilitas
dengan mempertimbangkan kondisi makroekonomi. pergerakan harga relatif di antara komponen barang
Dengan melihat perkembangan kondisi perekono- yang tercakup dalam perhitungan IHK (relative price
mian saat ini dan tahun-tahun mendatang, penetapan movement) serta tingginya pengaruh nonfundamental
sasaran inflasi saat ini bertujuan untuk mendukung seperti pengaruh musiman dan dampak penerapan ke-
upaya pencapaian sasaran inflasi melalui pemben- bijakan pemerintah di bidang harga dan pendapatan
tukan ekspektasi masyarakat dengan penerapan dalam perkembangan inflasi di Indonesia, seringkali per-
kebijakan moneter yang tetap mendukung proses gerakan inflasi IHK tidak mencerminkan perkembangan
pemulihan ekonomi. Untuk itu berbagai aspek penting laju inflasi seperti yang dimaksudkan dalam definisi
yang perlu dikaji dalam penetapan sasaran inflasi ini inflasi di atas (general movement dan persistent). Hal
adalah: penentuan jenis sasaran inflasi, penentuan ini dapat berimplikasi terhadap kekurangtepatan arah
jangka waktu pencapaian sasaran inflasi dan level kebijakan moneter yang akan ditetapkan oleh Bank
dari sasaran inflasi yang akan dicapai. Indonesia dalam upaya pengendalian laju inflasi, yang
mengacu pada perkembangan harga-harga.
JENIS SASARAN INFLASI Menghadapi hal ini, Bank Indonesia telah me-
Secara umum inflasi di definisikan sebagai lakukan berbagai penelitian2 dalam rangka menda-
“...a situation in which there is a persistent upward 1 A.J. Hagger (1977), Inflation: Theory and Policy, The Macmillan
Press Ltd.
movement in the general price level...”. 1 Dalam 2 W. Santoso, R. Anglingkusumo, Underlying Inflation Sebagai
Indikator Harga Yang Relevan Dengan Kebijakan Moneter: Sebuah
pengertian ini terdapat dua hal penting yakni menyang-
Tinjauan Untuk Indonesia, BEMP No.1 Vol.1, Juli 1998 dan A.R.
kut definisi kenaikan harga yang terjadi secara terus- Hutabarat, F. Majardi, R. Anglingkusumo, E.D.Tjahjono, E. Haryono,
B. Pramono, H. Alamsyah, Perhitungan Inflasi Inti di Indonesia,
menerus (a persistent upward movement) dan BEMP Vol.2 No.4, Maret 2000.

22
Tinjauan Umum

patkan indikator perubahan harga yang lebih dapat dikeluarkan dampak kebijakan pemerintah yang pada
mencerminkan perubahan harga-harga fundamental.3 akhirnya dikenal dengan nama inflasi di luar dampak
Indikator tersebut akan digunakan oleh Bank Indo- kebijakan pemerintah di bidang harga dan penda-
nesia sebagai penunjuk arah bagi penetapan kebi- patan. Jenis inflasi inilah yang dijadikan sasaran inflasi
jakan moneter, dan sekaligus dapat dijadikan alternatif Bank Indonesia dalam 2 tahun terakhir.
sasaran inflasi yang akan dicapai. Penelitian ini meng- Dengan adanya berbagai indikator inflasi
hasilkan beberapa jenis inflasi inti (core inflation) yang tersebut maka berbagai kajian secara mendalam
diperoleh dari berbagai metode, dimana masing- terus dilakukan untuk dapat menentukan jenis sasa-
masing metode dibedakan oleh cara mengeluarkan ran inflasi yang lebih tepat. Dari berbagai kriteria yang
gangguan-gangguan (shocks) yang ada dalam inflasi perlu dipertimbangkan dalam menentukan jenis
IHK. sasaran inflasi, yaitu tingkat prediktabilitas, kontrola-
Metode yang pertama yang digunakan dalam bilitas, dan akseptabilitas, pada 2002 Bank Indonesia
perhitungan inflasi inti adalah dengan pendekatan lebih mengutamakan kriteria akseptabilitas dalam arti
trimmed mean. Secara statistik, pendekatan ini meru- memilih jenis inflasi yang lebih dapat diterima
pakan perhitungan inflasi inti yang paling baik (robust) masyarakat dibandingkan kriteria lainnya. Dengan
karena benar-benar dapat mencerminkan laju peru- demikian masyarakat diharapkan menggunakan
bahan harga yang persisten. Namun, pendekatan ini sasaran inflasi sebagai patokan (anchor) dalam
relatif sulit untuk dipahami oleh masyarakat berkaitan kegiatan ekonomi mereka sehingga ekspektasi ma-
dengan faktor teknis dalam perhitungannya. Kedua, syarakat terhadap inflasi akan lebih mudah dipe-
dengan menggunakan metode exclusion, yaitu me- ngaruhi oleh sasaran inflasi yang ditetapkan oleh
ngeluarkan beberapa jenis komoditi yang pergerakan Bank Indonesia.
harganya sangat fluktuatif (volatile) dan/atau komoditi- Jenis inflasi yang paling memenuhi kriteria
komoditi yang penetapan harganya diatur oleh akseptabilitas tersebut adalah inflasi IHK, karena
pemerintah, dari perhitungan inflasi. Beberapa komo- inflasi ini lebih umum dikenal oleh masyarakat sebagai
ditas tersebut dikeluarkan secara permanen dari indikator inflasi di Indonesia. Sementara itu, jenis
keranjang IHK sehingga terbentuk keranjang baru sasaran inflasi Bank Indonesia di tahun 2000 dan
yang berisikan komoditas-komoditas yang lebih dapat 2001 yaitu inflasi di luar dampak kebijakan peme-
mencerminkan perkembangan harga fundamental. rintah, menjadi sulit untuk dipertahankan sebagai jenis
Ketiga adalah metode specific adjustment, yaitu sasaran inflasi Bank Indonesia karena selain tingkat
dengan menghilangkan pengaruh khusus pada harga akseptabilitasnya yang diperkirakan lebih rendah,
agregat melalui penyesuaian pada waktu-waktu jenis inflasi ini memiliki tingkat kesulitan yang cukup
tertentu di saat terjadinya gangguan (shocks). Dalam tinggi dalam teknis perhitungannya sehingga sulit
metode specific adjustment ini secara khusus hanya untuk diverifikasi. Dengan demikian, jenis inflasi yang
dijadikan sasaran inflasi pada 2002 ini adalah inflasi
3 Perubahan harga-harga yang disebabkan oleh kondisi
perekonomian secara agregat. IHK, walaupun Bank Indonesia harus menanggung

23
Tinjauan Umum

konsekuensi rendahnya tingkat prediktabilitas dan Kajian mengenai efektifitas kebijakan mo-
kontrolabilitas jenis inflasi ini mengingat banyaknya neter dalam mempengaruhi inflasi menunjukkan
faktor gangguan (shocks) yang terdapat di dalamnya. bahwa kebijakan moneter memiliki efek tunda yang
Sementara itu, berbagai indikator inflasi inti yang cukup panjang dalam mempengaruhi laju inflasi
memiliki tingkat prediktabilitas dan kontrolabilitas yang secara optimal. Kajian ini mempertimbangkan adanya
lebih tinggi dapat digunakan sebagai penunjuk arah trade off antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi
(guidance) bagi Bank Indonesia dalam perumusan dalam upaya pengendalian inflasi.4 Implikasi dari
kebijakan moneternya. panjangnya efek tunda optimal dari kebijakan moneter
ini adalah adanya keterbatasan dalam ruang gerak
Level Sasaran Inflasi dan Jangka Waktu Penca- kebijakan moneter dalam melakukan proses disinflasi
paiannya dalam jangka pendek.
Untuk menentukan level inflasi dan jangka Dalam periode jangka pendek, proses dis-
waktu pencapaian yang optimal diperlukan kajian inflasi membutuhkan penerapan kebijakan moneter
yang komprehensif. Dalam penentuannya perlu di- yang ekstra ketat yang akan berakibat buruk pada
pertimbangkan berbagai hal yang diantaranya adalah upaya pemulihan ekonomi. Untuk itu, sasaran inflasi
masalah karakteristik inflasi, efektifitas dan variabilitas jangka pendek (1 tahun) hanya dapat ditetapkan pada
kebijakan moneter, dampaknya terhadap proses kisaran prakiraan inflasi yang diprakirakan akan terjadi
pemulihan ekonomi, dan perkiraan mengenai sumber- pada periode tersebut. Namun demikian proses
sumber tekanan inflasi yang berada diluar pengaruh disinflasi dapat dilakukan dengan menurunkan inflasi
kebijakan moneter. secara bertahap sehingga sasaran inflasi yang cukup
Kajian mengenai karakteristik inflasi IHK rendah bisa ditetapkan dalam jangka menengah, yaitu
memperlihatkan bahwa pergerakan inflasi di sekitar 5 tahun. Dengan penetapan sasaran inflasi
Indonesia banyak disebabkan oleh gejolak harga be- seperti ini, kebijakan moneter diharapkan mempunyai
berapa barang tertentu dalam keranjang IHK (relative ruang gerak yang memadai untuk memberikan iklim
price changes). Dengan angka rata-rata kurtosis peru- yang kondusif bagi proses pemulihan ekonomi,
bahan harga barang-barang dalam keranjang IHK namun ekspektasi inflasi masyarakat secara bertahap
yang sangat tinggi, inflasi yang terjadi tidak mencer- akan terbentuk sesuai dengan sasaran inflasi jangka
minkan perubahan harga barang-barang secara menengah.
umum. Selain itu, dengan kemencengan distribusi Sementara itu, kajian lainnya yang didasar-
yang sangat condong ke kanan (chronic right skew- kan pada berbagai model ekonomi yang dimiliki oleh
nes), inflasi yang terjadi memiliki kecenderungan yang
tinggi. Hal ini banyak disebabkan oleh masalah distri- 4 A.R. Hutabarat, R. Anglingkusumo, F. Majardi, R.E. Wimanda,
Penelitian Tentang Optimal Policy Rules Untuk Pengendalian Inflasi
busi barang dan faktor musiman yang terjadi di Indo-
Secara Forward Looking, BEMP Vol.2 No.3, Desember 2000 dan
nesia. Implikasi dari karakteristik ini adalah sulitnya R. Anglingkusumo, C. Ligaya, Pengukuran Target Inflasi Dalam
Rangka Melaksanakan Kebijakan Moneter Secara Forward Looking,
menurunkan tingkat inflasi pada level yang rendah. BEMP Vol.2 No.4, Maret 2000.

24
Tinjauan Umum

Bank Indonesia 5 menunjukkan bahwa dengan • Fungsi intermediasi perbankan telah kembali
menerapkan kebijakan moneter yang berhati-hati, normal sehingga transmisi dan efektivitas kebi-
proses disinflasi menuju tingkat inflasi yang cukup jakan moneter dapat berlangsung baik.
rendah dapat dilakukan oleh Bank Indonesia dalam • Permasalahan-permasalahan di sektor riil telah
jangka menengah tanpa mengakibatkan terham- dapat diatasi dan realisasi investasi telah mem-
batnya proses pemulihan ekonomi. Proses disinflasi baik sehingga kendala peningkatan penawaran
tersebut dilandasi atas beberapa asumsi utama yang aggregat dalam mengimbangi pertumbuhan
bersifat optimis yaitu: permintaan agregat tidak menimbulkan tekanan
• Kebijakan pemerintah menaikkan harga barang yang besar terhadap inflasi.
administered telah berkurang dalam jangka • Kredibilitas Bank Indonesia yang telah terbentuk
menengah, terutama karena telah dihapuskannya melalui pelaksanaan kebijakan moneter secara
subsidi BBM dan berakhirnya kenaikan tarif dasar konsisten dan penetapan sasaran inflasi yang
listrik (TDL) sehingga harga BBM dan TDL sesuai realistis, sehingga dapat mengarahkan dan
dengan harga dan tarif internasional. membentuk ekspektasi inflasi yang rendah.
• Pergerakan nilai tukar rupiah yang lebih stabil, Berdasarkan pertimbangan- pertimbangan di
sejalan dengan berkurangnya tekanan per- atas dan dengan melihat kondisi ekonomi makro dan
mintaan murni valuta asing, membaiknya struktur faktor-faktor yang mempengaruhi laju inflasi, sasaran
pasar keuangan, serta pulihnya kondisi dan fungsi inflasi IHK yang optimum untuk dicapai dalam jangka
intermediasi perbankan dan berkurangnya risiko pendek (tahun 2002) adalah pada kisaran 9%–10%.
dari faktor nonekonomi. Kondisi tersebut diharap- Sementara sasaran inflasi IHK jangka menengah yang
kan akan mengurangi efek pass-through nilai dapat diupayakan oleh Bank Indonesia tanpa meng-
tukar ke inflasi. hambat proses pemulihan ekonomi adalah 6%–7%.

5 Model Bank Indonesia (MODBI), General Equilibrium Model Bank


Indonesia (GEMBI), dan Small Scale Macroeconomic Model
(SSMM).

25
Tinjauan Umum

boks

Program Transformasi Bank Indonesia

Dengan diberlakukannya Undang-Undang No. kredibilitasnya untuk meraih kepercayaan publik yang
23/1999, Bank Indonesia dituntut melakukan sangat diperlukan dalam menjamin efektifitas
perubahan mendasar sesuai dengan semangat yang kebijakan moneter. Dalam skala yang lebih luas,
terkandung dalam UU tersebut, yaitu independensi, kredibilitas dari bank sentral suatu negara sangat ber-
transparansi dan akuntabilitas. Pada saat yang sama, pengaruh dalam meningkatkan kepercayaan inter-
tuntutan perubahan yang terjadi baik dalam skala nasional.
nasional maupun global juga mengharuskan Bank Pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas,
Indonesia melakukan sejumlah perubahan funda- telah mendorong Bank Indonesia sejak 2000
mental. Dalam skala nasional, proses reformasi dalam melakukan evaluasi menyeluruh terhadap visi dan
pelaksanaan kebijakan publik menuntut Bank Indo- misi, organisasi, pola kerja, dan pengembangan
nesia sebagai institusi publik untuk memperbaiki good sumberdaya manusia. Secara formal, sejak Februari
governance yang berimplikasi pada perlunya pening- 2001 berbagai langkah perubahan yang akan
katan transparansi dan akuntabilitas dalam proses dilakukan oleh Bank Indonesia kemudian secara
pengambilan kebijakan. Disamping itu, krisis ke- sistematis, menyeluruh, dan terintegrasi dicanangkan
uangan dan moneter yang terjadi sejak 1997 dalam program Transformasi Bank Indonesia.
mengharuskan Bank Indonesia sebagai bank sentral Program perubahan strategis (strategic change) ini
meningkatkan citra dan membangun kembali dilakukan untuk mempercepat terbentuknya Bank

PERUBAHAN STRATEGIS SASARAN PERUBAHAN

1. Sistem Perumusan Kebijakan Moneter


Proses Citra Membaik
2. Sistem Pelaksanaan Kebijakan Moneter
3. Sistem Pengawasan Bank Kerja Baru
4. Sistem Pengedaran Uang
5. Sistem Perencanaan, Anggaran
Kompetensi Kinerja Meningkat
dan Penilaian Kinerja BI
Kerja Baru
6. Sistem Manajemen Informasi
7. Sistem Teknologi Informasi
8. Sistem Manajemen SDM Performance-based
9. Sistem Manajemen Logistik Kepuasan Kerja
culture
10. Sistem Jaringan Kantor Meningkat

Bagan 1.
Perubahan Strategis dalam Program Transformasi

26
Tinjauan Umum

Indonesia baru yang lebih mampu mengantisipasi dan termasuk semua persiapan yang diperlukan dalam
menyesuaikan diri dengan perubahan yang ada serta rangka pengalihan fungsi pengawasan bank ke
memenuhi harapan para stakeholders. Sasaran ini lembaga pengawas jasa keuangan. Secara teknis,
dicapai melalui perumusan kembali visi dan misi, nilai- hal ini dilakukan melalui perancangan early warning
nilai strategis, dan tujuan strategis Bank Indonesia. system yang mendukung pelaksanaan risk-based
Secara operasional, terdapat sepuluh perubahan supervision dan pelaksanaan fungsi financial stability.
strategis yang meliputi bidang kebijakan moneter, Disamping itu, program transformasi di sektor
perbankan, sistem pembayaran, dan manajemen perbankan juga melakukan perancangan program
internal yang harus dikelola secara terintegrasi untuk pelatihan dan program sertifikasi pengawas dan
mencapai sasaran-sasaran perubahan, yaitu proses pemeriksa bank dalam rangka pelaksanaan risk-
kerja baru, kompetensi kerja baru, dan budaya kerja based supervision. Terkait dengan pemisahan fungsi
baru yang berbasis kinerja (performance-based pengawasan bank, program transformasi diarahkan
culture) sehingga kinerja dan citra Bank Indonesia pada perancangan contingency plan pengalihan
dapat ditingkatkan (Bagan 1). fungsi pengawasan ke lembaga baru dan pe-
Di bidang moneter, transformasi ditujukan rancangan konsep organisasi Bank Indonesia dalam
pada peningkatan kualitas perumusan kebijakan mewujudkan perannya dalam menjaga kestabilan
moneter dan riset ekonomi serta kualitas pelak- sistem keuangan di Indonesia. Di bidang manajemen
sanaan kebijakan moneter dengan fokus pada pen- internal, program transformasi dilakukan dalam
capaian tujuan kestabilan moneter. Tujuan ini dicapai rangka meningkatkan good governance Bank
dengan memperjelas tujuan strategis, memperbaiki Indonesia melalui pembenahan di bidang peren-
proses, dan peningkatan sumberdaya manusia, serta canaan, anggaran, dan manajemen kinerja, mana-
organisasi sektor moneter. Di bidang perbankan, jemen sumberdaya manusia, manajemen teknologi
sasaran program transformasi adalah mewujudkan informasi, manajemen informasi, serta manajemen
perbankan yang sesuai dengan standar internasional logistik.

27
Kondisi Ekonomi Makro

bab 2 KONDISI EKONOMI MAKRO

28
Kondisi Ekonomi Makro

bab 2

KONDISI EKONOMI MAKRO

P ertumbuhan perekonomian Indonesia dalam ta-


hun 2001 mengalami perlambatan meskipun
masih relatif lebih baik dari pertumbuhan yang dialami
perbankan, serta beratnya beban keuangan
pemerintah. Sementara itu, masih tingginya risiko dan
ketidakpastian sehubungan dengan meningkatnya
oleh negara-negara di kawasan ASEAN. Produk ketegangan sosial dan politik, serta lemahnya
Domestik Bruto (PDB) 2001 tumbuh sebesar 3,3%, penegakan hukum menyebabkan menurunnya
lebih rendah dibandingkan tahun lalu yang mencapai kepercayaan dunia usaha untuk melakukan kegiatan
4,9% (Tabel 2.1). Angka pertumbuhan ini juga di produksi dan investasi yang pada akhirnya
bawah proyeksi awal tahun Bank Indonesia sebesar menghambat ekspansi ekonomi lebih lanjut. Dari luar
4,5%–5,5%. negeri, perkembangan perekonomian dunia yang
Perlambatan kegiatan perekonomian ter- cenderung melambat sejak triwulan I-2001 dan
sebut tidak terlepas dari perkembangan kondisi di kemudian menjadi lebih buruk pasca tragedi World
dalam dan luar negeri yang kurang menguntungkan. Trade Centre (WTC) pada 11 September 2001 telah
Dari dalam negeri, perlambatan ini terutama disebab- menyebabkan perekonomian negara-negara maju
kan oleh lambatnya restrukturisasi utang dan sektor terganggu, diantaranya adalah negara-negara yang
korporasi, masih berlangsungnya konsolidasi internal menjadi investor dan mitra dagang penting bagi In-
donesia.
Tabel 2.1
Hal ini menyebabkan sumber pertumbuhan
Produk Domestik Bruto
ekonomi dari sisi permintaan yang semula diharapkan
1999 2 0 0 0* 2 0 0 1**
Jenis akan berasal dari kegiatan investasi dan ekspor,
Pertum- Kontri- Pertum- Kontri- Pertum- Kontri-
buhan busi buhan busi buhan busi
dalam perkembangannya tidak sesuai dengan yang
Produk Domestik Bruto (riil) 0,8 0,8 4,9 4,9 3,3 3,3
Menurut Pengeluaran diharapkan. Pertumbuhan ekonomi pada tahun
Konsumsi 4,3 3,3 3,9 3,1 6,2 4,8
Konsumsi Rumah Tangga 4,6 3,2 3,6 2,6 5,9 4,2 laporan sangat bertumpu pada pengeluaran kon-
Konsumsi Pemerintah 0,7 0,1 6,5 0,5 8,2 0,6
Investasi1) -18,2 -4,5 21,9 4,4 4,0 0,9 sumsi, baik untuk sektor rumah tangga maupun
Ekspor Barang dan Jasa -31,8 -11,4 26,5 6,4 1,9 0,6
Impor Barang dan Jasa -40,7 -14,3 21,1 4,4 8,1 1,9 pemerintah. Sementara itu, dari sisi penawaran,
Menurut Lapangan Usaha
Pertanian 2,2 0,4 1,7 0,3 0,6 0,1 hampir seluruh sektor ekonomi mencatat pertum-
Pertambangan -1,6 -0,2 5,1 0,5 -0,6 -0,1
Industri Pengolahan 3,9 1,0 6,1 1,6 4,3 1,1 buhan yang positif meskipun dengan laju yang
Listik, Gas & Air Bersih 8,3 0,1 8,8 0,1 8,4 0,1
Bangunan -1,9 -0,1 5,5 0,3 4,0 0,2
Perdagangan, Hotel & Restoran -0,1 0,0 5,6 0,9 5,1 0,8
melambat, kecuali sektor pertambangan yang
Pengangkutan & Telekomunikasi -0,8 -0,1 9,4 0,7 7,5 0,6
Keuangan, Perusahaan Jasa -7,2 -0,5 4,3 0,3 3,0 0,2 mencatat kontraksi. Sektor industri pengolahan dan
Jasa-jasa 1,9 0,2 2,2 0,2 2,0 0,2
sektor perdagangan, hotel, dan restoran yang
1) Investasi disini adalah pembentukan modal tetap domestik bruto
Sumber : BPS
diharapkan menjadi pendorong utama pertumbuhan

29
Kondisi Ekonomi Makro

ekonomi, tidak mampu mendorong perekonomian perbankan belum menunjukkan kemajuan yang
untuk tumbuh lebih tinggi terutama berkaitan dengan berarti. Kondisi ini diperberat oleh perkembangan per-
berbagai kendala yang membatasi peningkatan ekonomian dunia yang justru mengalami
utilisasi di kedua sektor tersebut. perlambatan terutama sejak akhir triwulan I-2001 dan
Kegiatan ekonomi yang melambat tersebut diperparah oleh tragedi WTC 11 September 2001
pada gilirannya memberikan dampak yang kurang yang memberikan dampak kurang menguntungkan
menguntungkan bagi kondisi ketenagakerjaan. bagi perkembangan sektor eksternal perekonomian
Pertumbuhan angkatan kerja yang tinggi tidak dapat Indonesia.
diimbangi oleh penyediaan lapangan kerja secara Sepanjang tahun laporan, pertumbuhan
memadai. Memburuknya kondisi ketenagakerjaan ekonomi terutama bersumber dari kegiatan di dalam
tersebut antara lain tercermin dari meningkatnya negeri (domestic demand) yang dalam hal ini
angka pengangguran, maraknya aksi pemogokan dan didorong oleh meningkatnya pengeluaran konsumsi
perselisihan buruh serta pemutusan hubungan kerja yang cukup tinggi sebesar 6,2%, jauh lebih tinggi
(PHK). dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya tumbuh
sebesar 3,9%. Sementara itu, kinerja investasi dan
PERMINTAAN AGREGAT ekspor mencatat perlambatan yakni masing-masing
Pada awal 2001 perekonomian Indonesia hanya tumbuh sebesar 4,0% dan 1,9%. Adanya
diperkirakan mengalami pertumbuhan yang cukup peningkatan permintaan terutama untuk pengeluaran
tinggi yakni mencapai 4,5%–5,5%. Pertumbuhan konsumsi yang tidak diimbangi oleh penambahan
yang tinggi tersebut terutama diperkirakan akan investasi dan produksi secara memadai mengaki-
didukung oleh membaiknya kinerja ekspor, kegiatan batkan memburuknya pembentukan stock perekono-
investasi, serta masih kuatnya pengeluaran konsumsi. mian.
Perkiraan yang cukup optimis tersebut didasarkan Pada 2001 konsumsi memberikan kontri-
pada harapan bahwa beberapa permasalahan busi terhadap laju pertumbuhan PDB sebesar 4,8%
penting di sisi internal, seperti restrukturisasi utang jauh lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya
dan perbankan akan mencatat perkembangan yang sebesar 3,1%. Peningkatan kontribusi konsumsi ini
membaik. Sementara itu, perkembangan di sisi berkaitan dengan pertumbuhannya yang sangat
eksternal yang dicerminkan oleh kondisi pereko- tinggi dan masih tingginya porsi konsumsi dalam
nomian global diperkirakan masih kondusif bagi pembentukan PDB. Berdasarkan komponennya,
kegiatan sektor eksternal Indonesia. tingginya pengeluaran konsumsi terjadi baik di sektor
Dalam perkembangannya, perkiraan yang rumah tangga maupun sektor pemerintah, masing-
dilakukan di awal tahun tersebut tidak semuanya masing tumbuh sebesar 5,9% dan 8,2% dengan
sesuai dengan yang terjadi. Sejumlah persoalan kontribusi terhadap laju pertumbuhan PDB masing-
penting di dalam negeri seperti restrukturisasi kredit masing sebesar 4,2% dan 0,6% (Grafik 2.1).
dan sektor korporasi serta fungsi intermediasi Meskipun demikian, pertumbuhan pengeluaran

30
Kondisi Ekonomi Makro

Persen Indeks

12 200
Bahan konstruksi Makanan dan tembakau
Kendaraan & suku cadang Pakaian dan perlengkapannya
8 150
Indeks Total
4
100
0
50
-4
0
-8 Konsumsi Total
Konsumsi Pemerintah -50
-12
Konsumsi Rumah Tangga

-16 -100
1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000* 2001** Sep. Okt. Nov. Des. Jan. Feb. Mar. Apr. Mei Jun. Jul. Ags. Sep. Okt. Nov.
2000 2001
Sumber : BPS

Grafik 2.1 Grafik 2.2


Pertumbuhan Konsumsi Tahunan Survei Penjualan Eceran

konsumsi yang cukup tinggi tersebut masih berada masih meningkat dibandingkan tahun 2000 dengan
di bawah rata-rata pertumbuhan tahunannya yang pertumbuhan tahunan rata-rata sebesar 25,8%
pada periode sebelum krisis sempat tumbuh di atas (Grafik 2.2). Berdasarkan survei ini, kenaikan pen-
7%. Peningkatan konsumsi rumah tangga bersumber jualan eceran terjadi di hampir seluruh kelompok
dari peningkatan pendapatan masyarakat dan barang yang disurvei, kecuali untuk penjualan eceran
peningkatan fasilitas pembiayaan konsumen baik kelompok bahan bakar yang mencatat penurunan.
yang bersumber dari perbankan maupun dari Peningkatan penjualan terutama disumbang oleh
lembaga pembiayaan lainnya. Peningkatan pen- peningkatan penjualan kelompok kerajinan seni dan
dapatan masyarakat berasal dari kenaikan upah mainan, kelompok makanan, minuman, dan tem-
minimum dan pembayaran rapel kenaikan gaji PNS, bakau, dan kelompok perlengkapan rumah tangga.
TNI, dan POLRI. Sementara itu, peningkatan fasilitas Hal ini sesuai dengan kecenderungan pengeluaran
pembiayaan konsumen tercermin dari masih tinggi- konsumsi rumah tangga yang sebagian besar masih
nya pertumbuhan kredit konsumsi yang disalurkan disumbang oleh pengeluaran konsumsi bukan ma-
oleh sektor perbankan dan penggunaan kartu kredit kanan. Peningkatan pengeluaran konsumsi bukan
oleh konsumen. makanan ini antara lain digunakan untuk membeli
Peningkatan pengeluaran konsumsi rumah barang tahan lama seperti sepeda motor yang dalam
tangga tercermin dari berbagai indikator dan hasil tahun laporan juga menunjukkan penjualan yang
survei baik yang dilakukan oleh Bank Indonesia mau- searah dengan peningkatan konsumsi tersebut. Da-
pun lembaga lain. Beberapa hasil survei yang ada lam periode yang sama, sumbangan pengeluaran
antara lain : Survei Penjualan Eceran, Survei Kon- konsumsi yang dialokasikan untuk makanan menca-
sumen, dan indikator penjualan kendaraan bermotor. tat peningkatan yang cukup tajam dibandingkan
Survei Penjualan Eceran yang dilakukan Bank Indo- tahun lalu, walaupun sumbangannya masih di bawah
nesia menunjukkan bahwa secara total, penjualan pengeluaran konsumsi bukan makanan (Grafik 2.3).

31
Kondisi Ekonomi Makro

Persen Persen Unit Persen

8,0 120 90.000


Sumbangan Pertumbuhan Makanan Penjualan Sedan & Van Pertumbuhan Penjualan Sedan & Van (y-o-y) 600
7,0 Sumbangan Pertumbuhan Bukan Makanan 80.000
100 500
Pertumbuhan Penjualan Motor (aksis kanan)
6,0 70.000
400
80 60.000
5,0
50.000 300
4,0 60
40.000 200
3,0
40 30.000
2,0 100
20.000
20
1,0 0
10.000
0,0 0 0 -100
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2 0 0 0* 2 0 0 1** 2000 2001
Sumber : BPS Sumber : GAIKINDO
Grafik 2.3
Sumbangan Pengeluaran Konsumsi Grafik 2.5
Menurut Kelompok Grafik Penjualan Sedan dan Van

Dibandingkan perkembangan penjualan dan van dalam tahun 2001 masih tetap tinggi,
sepeda motor tahun 2000 yang menunjukkan meskipun jumlah unit kendaraan yang terjual secara
perlambatan yang cukup tajam, penjualan kendaraan total lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya
bermotor khususnya pada sembilan bulan pertama (Grafik 2.5).
tahun laporan mulai menunjukkan kecenderungan Sejumlah hasil survei yang dilakukan oleh
yang meningkat. Peningkatan penjualan sepeda lembaga lain berkaitan dengan indikator pengeluaran
motor ini didorong oleh masuknya sepeda motor konsumsi seperti Survei Tendensi Konsumen (STK)
buatan Cina dengan harga yang relatif murah dan yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) dan
disertai oleh kemudahan dari segi fasilitas pembia- Survei Consumer Confidence Index (CCI) yang
yaannya (Grafik 2.4). Sementara itu, penjualan sedan dilakukan oleh Danareksa Research Institute (DRI)
juga mengindikasikan adanya peningkatan konsumsi.
Unit Persen
Hasil STK mengindikasikan adanya peningkatan
500.000 120
Penjualan Sepeda Motor
450.000 Pertumbuhan Penjualan Sepeda Motor (y-o-y) optimisme konsumen terhadap kondisi perekonomian
100
400.000
350.000
yang pada gilirannya memberikan dorongan pada
80
300.000 pengeluaran konsumsi masyarakat. Sejalan dengan
250.000 60
200.000
hal itu, hasil CCI juga mengindikasikan terjadinya
40
150.000
peningkatan kepercayaan konsumen terutama pada
100.000
20
50.000 paro kedua 2001 yang didorong oleh harapan akan
- 0
I II III IV I II III IV adanya perbaikan kondisi perekonomian pada era
2000 2001

Sumber : GAIKINDO pemerintahan yang baru.


Grafik 2.4
Peningkatan pengeluaran konsumsi rumah
Penjualan Sepeda Motor
tangga juga tercermin dari peningkatan pembiayaan

32
Kondisi Ekonomi Makro

untuk pengeluaran yang bersifat konsumtif, baik yang


Tabel 2.2
bersumber dari sektor perbankan seperti penyaluran Perkembangan Alat Pembayaran Berbasis Kartu
kredit konsumsi, maupun dari perusahaan pem-
Jenis 1998 1999 2000 2001
biayaan seperti kartu kredit dan pembiayaan kon-
sumen. Dalam tahun 2001, pertumbuhan tahunan 1. Kartu Kredit
Jumlah Pemegang (ribu orang) 2.028,4 2.043,8 2.622,6 3.457,2
kredit konsumsi mencapai 45,7% dan menunjukkan Volume Transaksi (triliun Rp) 4,9 10,4 13,6 19,2

kecenderungan yang meningkat terutama pada 2. Kartu Debit


Jumlah Pemegang (ribu orang) 5.374,4 12.111,0 13.103,7 13.587,5
semester I-2001 (Grafik 2.6). Sementara itu, Volume Transaksi (triliun Rp) 2,6 3,2 4,7 6,7

pemakaian kartu kredit sebagai sarana transaksi oleh


masyarakat semakin meluas sebagaimana tercermin
dari jumlah pemegang kartu kredit dalam tahun 2001 demikian, sejalan dengan perkembangan suku bunga

yang meningkat sebesar 31,8% dan volume transaksi yang cenderung meningkat, perkembangan pem-

kartu kredit yang tumbuh sebesar 41,4%. Pemakaian biayaan untuk kegiatan konsumsi tersebut menun-

kartu debit sebagai sarana transaksi juga jukkan kecenderungan melambat terutama sejak awal

menunjukkan kecenderungan yang meningkat triwulan II–2001 (Grafik 2.7).

meskipun tidak setinggi pertumbuhan penggunaan Sementara itu, indikator konsumsi lainnya

kartu kredit. Jumlah pemegang kartu debit meningkat seperti hasil Survei Konsumen oleh Bank Indonesia

sebesar 3,7% dengan volume transaksi yang juga menunjukkan adanya indikasi peningkatan

meningkat sebesar 42,2% (Tabel 2.2). Indikator pengeluaran konsumsi rumah tangga seiring dengan

kegiatan konsumsi lainnya seperti pembiayaan membaiknya keyakinan konsumen. Hal ini terutama

konsumen juga tumbuh sangat tinggi terutama pada didorong oleh membaiknya ekspektasi konsumen

awal tahun dan pada November 2001 mencatat pada saat pergantian kepemimpinan nasional. Selain

pertumbuhan tahunan sebesar 58,0%. Meskipun itu, peningkatan keyakinan konsumen tersebut juga

Triliun rupiah Persen


Triliun rupiah Persen
14 120
70 80 Pembiayaan Konsumen
Kredit Konsumsi
12 100
60 Pertumbuhan Tahunan Pertumbuhan Tahunan
60
10 80
50
40
8 60
40
20
30
6 40

0
20 4 20

10 -20 2 0

0 -40 0 -20
Jan. Mar. Mei Jul. Sep. Nov. Jan. Mar. Mei Jul. Sep. Nov. Jan. Mar. Mei Jul. Sep. Nov. Jan. Mar. Mei Jul. Sep. Nov.
2000 2001
2000 2001

Grafik 2.6 Grafik 2.7


Perkembangan Kredit Konsumsi Perkembangan Pembiayaan Konsumen

33
Kondisi Ekonomi Makro

didasari oleh membaiknya kondisi keuangan res- Apabila ditinjau dari asal barangnya, pening-
ponden saat itu dibandingkan periode sebelumnya. katan konsumsi tersebut tidak saja dipenuhi dari
Tingginya konsumsi ini juga dipengaruhi oleh tetap produksi barang di dalam negeri, namun juga dari
optimisnya para responden Survei Konsumen akan impor. Hal ini dicerminkan oleh perkembangan impor
adanya peningkatan penghasilan, baik penghasilan- barang konsumsi dalam tahun laporan yang masih
nya saat ini maupun untuk 6-12 bulan yang akan mencatat peningkatan dibandingkan tahun lalu. Impor
datang. Secara keseluruhan, optimisme konsumen barang konsumsi mengalami peningkatan yang pesat
tercermin dari perkembangan indeks keyakinan kon- pada paro pertama 2001 walaupun pada akhir periode
sumen yang meningkat sejak awal tahun dan men- laporan cenderung mengalami perlambatan. Pening-
capai indeks tertinggi pada Agustus sejalan dengan katan konsumsi barang impor pada awal tahun di-
optimisme akan membaiknya kondisi perekonomian tengarai antara lain oleh motif berjaga-jaga terhadap
pada era pemerintahan yang baru, namun optimisme kemungkinan terus terdepresiasinya nilai rupiah
konsumen tersebut tidak bertahan lama dan terus sehubungan dengan meningkatnya ketidakpastian
menurun sampai akhir tahun meski sempat sedikit menjelang pergantian kepemimpinan nasional. Jika
membaik pada akhir tahun (Grafik 2.8). dilihat dari jenis barang yang diimpor, peningkatan
Selain itu, masih kuatnya kegiatan konsumsi tertinggi terjadi pada jenis barang konsumsi tidak
tersebut juga tercermin dari perkembangan uang tahan lama yang tumbuh sebesar 21,9%. Sementara
kartal di masyarakat yang terus mengalami pening- itu, impor barang konsumsi bahan makanan dan
katan. Masih tingginya permintaan uang kartal oleh minuman, dan barang konsumsi makanan, dan minu-
masyarakat antara lain mengindikasikan masih ting- man (rumah tangga) masing-masing tumbuh sebesar
ginya kebutuhan uang untuk kegiatan transaksi di- 3,4% dan 0,2% (Grafik 2.9).
mana sebagian diantaranya adalah untuk membiayai Perkembangan berbagai indikator pengeluar-
pengeluaran konsumsi. an konsumsi tersebut di atas mencerminkan bahwa

Indeks Juta USD Juta USD

140 180 800


Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini Barang konsumsi
Bahan makanan & minuman
Indeks Ekspektasi Konsumen 160 Makanan & minuman (rumah tangga) 700
120 Barang konsumsi tidak tahan lama
Indeks Keyakinan Konsumen 140 600
120
100 500
100
400
80
80
300
60
40 200
60
20 100

40 0 0
Apr. Mei Jun. Jul. Ags. Sep. Okt. Nov. Des I II III IV I II III IV I II III IV
2001 1999 2000* 2001**

Grafik 2.8 Grafik 2.9


Survei Konsumen Perkembangan Impor Barang Konsumsi

34
Kondisi Ekonomi Makro

kegiatan konsumsi yang meningkat cukup tinggi pada belum sepenuhnya pulih, adanya peraturan daerah
tahun laporan terutama terjadi pada periode awal yang kurang kondusif bagi kegiatan investasi berkaitan
tahun yang kemudian cenderung melambat pada dengan pelaksanaan otonomi daerah, sentimen negatif
paro kedua 2001. Perkembangan ini dicerminkan oleh berkaitan dengan sempat tertundanya pencairan
pola pertumbuhan tahunan kredit konsumsi dan pinjaman International Monetary Fund (IMF), relatif
pembiayaan konsumen yang tinggi pada awal tahun tingginya suku bunga di dalam negeri, dan lambatnya
dan kemudian melambat pada akhir tahun. restrukturisasi utang luar negeri. Sebagai akibatnya,
Seperti halnya pengeluaran konsumsi rumah perusahaan cenderung untuk lebih memfokuskan diri
tangga yang meningkat pesat, pengeluaran kon- pada pembenahan internal, sehingga realisasi
sumsi pemerintah dalam PDB pada tahun laporan investasi baru maupun perluasan kapasitas produksi
juga meningkat, yaitu sebesar 8,2% dibandingkan pada investasi yang telah ada menjadi sangat rendah.
tahun sebelumnya sebesar 6,5%. Peningkatan kon- (Boks : Penghitungan Stok Kapital dengan Metode Per-
sumsi pemerintah ini ditengarai terkait dengan pelak- petual Inventory).
sanaan otonomi daerah dimana sebagian besar Secara umum, melambatnya kegiatan inves-
pengeluaran pemerintah daerah dialokasikan untuk tasi ini tercermin dari rendahnya realisasi investasi
belanja pegawai dan belanja barang. Peningkatan baru —baik yang dilakukan asing maupun domestik—
pengeluaran konsumsi pemerintah daerah lebih dan menurunnya impor terutama yang terkait dengan
besar daripada penurunan konsumsi pemerintah pu- kebutuhan dunia usaha seperti bahan baku dan
sat sehingga secara keseluruhan konsumsi peme- barang modal. Dalam periode Januari-Oktober 2001,
rintah pada tahun laporan masih mengalami pe- nilai impor bahan baku dan barang modal mengalami
ningkatan. penurunan masing-masing sebesar 8,4% dan 10,3%
Investasi merupakan penyumbang kedua dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
terhadap pertumbuhan ekonomi 2001.1 Pertumbuhan Sementara itu, selama tahun laporan, realisasi inves-
investasi pada tahun laporan mencapai 4,0% dengan tasi dalam bentuk Penanaman Modal Asing (PMA)
sumbangan terhadap laju pertumbuhan PDB sebesar baru mencapai 0,6% dari total nilai persetujuannya.
0,9%, jauh lebih rendah apabila dibandingkan pertum- Seperti halnya PMA, realisasi investasi Penanaman
buhannya pada tahun lalu yang mencapai 21,9%. Modal Dalam Negeri (PMDN) juga sangat rendah
Rendahnya kegiatan investasi dalam tahun laporan yakni hanya mencapai 0,2% dari total persetujuan
terutama disebabkan oleh sejumlah faktor seperti investasi (Tabel 2.3) . Apabila dilihat dari persetujuan
meningkatnya faktor ketidakpastian, gangguan investasi, nilai investasi pada subsektor industri kimia
keamanan, dan ketidakpastian penegakan hukum. merupakan yang terbesar baik untuk PMA maupun
Selain itu, rendahnya kegiatan investasi juga di- PMDN. Berdasarkan persetujuan lokasinya, nilai
pengaruhi oleh fungsi intermediasi perbankan yang investasi PMA terbesar berlokasi di Jawa Timur dan
Riau, sedangkan untuk PMDN berlokasi di Riau dan
1 Investasi disini adalah Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto
dalam PDB Sulawesi Selatan.

35
Kondisi Ekonomi Makro

Tabel 2.3 Unit Persen

Rasio Realisasi terhadap 14000 250


Penjualan Truk
Persetujuan PMA dan PMDN Pertumbuhan Penjualan Truk (y-o-y)
12000 200

10000
1999 2000 2001 150
8000
Penanaman Modal Dalam Negeri 100
1. Rencana Investasi yang disetujui 6000
– Jumlah Proyek 228 355 249 50
– Nilai (dalam miliar Rupiah) 53.168 92.410 58.673 4000

2000 0
2. Realisasi Investasi
– Jumlah Proyek 29 22 5
0 -50
– Nilai (dalam miliar Rupiah) 1.741 1.031 95 I II III IV I II III IV
2000 2001
3. Rasio Realisasi terhadap Rencana (%)
– Jumlah Proyek 12,7 6,2 2,0 Sumber : GAIKINDO
– Nilai 3,3 1,1 0,2
Grafik 2.11
Penanaman Modal Asing Penjualan Truk
1. Rencana Investasi yang disetujui
– Jumlah Proyek 1.174 1.521 1,317
– Nilai (dalam miliar Rupiah) 10.892 15.420 9.028
donesia maupun Survei Tendensi Bisnis (STB) yang
2. Realisasi Investasi
– Jumlah Proyek 214 96 15 dilakukan BPS. Hasil SKDU menunjukkan bahwa
– Nilai (dalam miliar Rupiah) 1.285 897 53
3. Rasio Realisasi terhadap Rencana (%) jumlah responden yang melakukan investasi cende-
– Jumlah Proyek 18,2 6,3 1,1
– Nilai 11,8 5,8 0,6 rung mengalami penurunan walaupun sempat sedikit
meningkat pada akhir tahun laporan (Grafik 2.10).
Sumber : BKPM
Sejalan dengan hasil SKDU, hasil STB menunjukkan
bahwa optimisme pengusaha terhadap kondisi
Indikator kegiatan investasi lainnya juga perusahaan dan bisnis semakin menurun.
memberikan indikasi pertumbuhan investasi yang Selain berdasarkan hasil survei, perlambatan
rendah seperti ditunjukkan oleh hasil Survei Kegiatan kegiatan investasi juga diindikasikan oleh sejumlah
Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan oleh Bank In- indikator dini (prompt indicator) investasi seperti
penjualan truk dan produksi semen. Penjualan truk
% Jumlah Responden
maupun produksi semen meskipun masih tumbuh
35
positif, tetapi perkembangannya menunjukkan kecen-
30
derungan yang melambat menjelang akhir tahun
25
(Grafik 2.11 dan Grafik 2.12). Pertumbuhan penjualan
20
truk pada dasarnya telah mengalami perlambatan
15
pertumbuhan yang cukup tajam sejak pertengahan
10
I II III 2000 dan terus berlanjut di tahun laporan sehingga
IV 1I
2000 II III
1999 IV I
2000 II III
2001
IV pada akhir Triwulan IV-2001 mencatat penurunan
Realisasi Investasi Perkiraan Investasi 1 Triwulan ke Depan
sebesar 8,1%. Sementara itu, pertumbuhan produksi
Grafik 2.10
semen mulai melambat sejak triwulan II-2001 dan
Investasi dalam Survei Kegiatan Dunia Usaha
secara kumulatif pada 11 bulan tumbuh sebesar 12%,

36
Kondisi Ekonomi Makro

Ribu ton Persen Persen Persen


3.500 90 200 40
Tingkat Produksi Semen
3.000 Pertumbuhan Produksi Semen 150 30

60 100 20
2.500
50 10
2.000
30 0 0
1.500
-50 -10
1.000
0 -100 -20
500 Investasi (aksis kanan) Alat Angkutan
-150 -30
Mesin & Perlengkapan Bangunan (aksis kanan)
0 -30 -200 -40
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 I II III IV I II III IV I II III IV
1999 2000 2001 1999 2000* 2001**

Sumber : Asosiasi Semen Indonesia Sumber : BPS


Grafik 2.12 Grafik 2.13
Perkembangan Produksi Semen Pertumbuhan Investasi Berdasarkan Jenis

lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada Kondisi tersebut di atas menyebabkan


periode yang sama tahun lalu sebesar 17%. Perkem- potensi sumber pembiayaan dari dalam negeri tidak
bangan produksi semen tersebut sejalan dengan dapat disalurkan ke dalam bentuk investasi di sektor
perkembangan investasi bangunan yang dalam tahun riil. Hal ini tercermin dari masih besarnya surplus
laporan mengalami penurunan yang cukup besar kesenjangan tabungan-investasi walaupun sedikit
dibandingkan tahun sebelumnya (Grafik 2.13). menurun dibandingkan tahun lalu. Nisbah surplus
Rendahnya pertumbuhan investasi tersebut kesenjangan tabungan-investasi terhadap PDB
antara lain disebabkan oleh fungsi intermediasi per- dalam tahun laporan mencapai 3,4%, lebih rendah
bankan yang belum pulih sepenuhnya sehingga dibandingkan tahun lalu yang mencapai 5,2% (Tabel
alokasi dana untuk kegiatan investasi terutama yang 2.4). Penurunan surplus ini terutama disebabkan
bersumber dari dalam negeri masih terbatas (Grafik
2.14). Hal ini tercermin dari masih dominannya porto-
Triliun rupiah Triliun rupiah
folio surat-surat berharga seperti obligasi dan SBI da- 350 70

lam aset perbankan. Pembiayaan investasi dalam 300 60

tahun laporan terutama masih bersumber dari dana 250 50

sendiri yang menunjukkan peningkatan meskipun 200 40

150 30
dalam jumlah yang terbatas. Berdasarkan survei yang
100 20
dilakukan oleh Bank Indonesia ditengarai terjadi
50 10
peningkatan penggunaan dana sendiri oleh Investasi Modal kerja Konsumsi (aksis kanan)
– –
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
perusahaan dari sekitar 40% menjadi 60% dari total 1999 2000 2001

pembiayaan usahanya.2
Grafik 2.14
Kredit Perbankan Menurut Penggunaan
2 Penelitian Credit Crunch, Bagian Studi Pengembangan Pasar
Keuangan, Bank Indonesia, 2001.

37
Kondisi Ekonomi Makro

Persen
Tabel 2.4
Kesenjangan Tabungan - Investasi 40
30
1998 1999 2000 2001 20

Harga Berlaku 10

Pemerintah 0
Tabungan 48,0 62,9 36,1 6,6 -10
Investasi 49,8 74,2 64,4 61,3
-20
Defisit/Surplus –1,8 –11,2 –28,3 –54,7
-30
Swasta
-40
Tabungan 236,4 222,9 344,9 406,9
Investasi 193,3 166,1 249,5 300,9 -50
I II III IV I II III IV I II III IV
Defisit/Surplus 43,1 56,8 95,4 106,0 1999 2000* 2001**
Total Sumber : BPS
Tabungan 284,4 285,9 381,0 413,5
Grafik 2.15
Investasi 243,0 240,3 313,9 362,2
Defisit/Surplus 41,4 45,5 67,1 51,3 Pertumbuhan Ekspor Barang
dan Jasa Dalam PDB
Rasio Terhadap PDB
Pemerintah
Tabungan 5,0 5,7 2,8 0,4
Investasi 5,2 6,7 5,0 4,2
Defisit/Surplus –0,2 –1,0 –2,2 –3,7 tahun lalu yang mencapai 26,1% (Grafik 2.15).
Swasta Melambatnya kinerja ekspor disebabkan oleh bebe-
Tabungan 24,7 20,1 26,7 27,6
Investasi 20,2 15,0 19,3 20,4 rapa faktor baik yang disebabkan oleh hambatan di
Defisit/Surplus 4,5 5,1 7,4 7,2
Total sisi produksi barang ekspor maupun gangguan
Tabungan 29,8 25,8 29,5 28,0
Investasi 25,4 21,7 24,3 24,6 permintaan terhadap barang ekspor oleh pihak luar
Defisit/Surplus 4,3 4,1 5,3 3,4
negeri. Dari dalam negeri, melambatnya kegiatan
Produk Domestik Bruto (triliun Rp) 955,8 1.110,0 1.282,0 1.476,21)
Transaksi Berjalan (miliar $) 4,1 5,8 8,0 5,0 ekspor terutama disebabkan oleh meningkatnya faktor
Nilai Tukar (Rp/$) 1.008,8 7.850 8.438 10.255
ketidakpastian dan gangguan keamanan yang pada
1) PDB harga berlaku menggunakan asumsi yang digunakan dalam APBNP 2001
gilirannya mengganggu kegiatan produksi barang
ekspor. Hal ini antara lain terjadi pada kasus Exxon
oleh peningkatan defisit di sektor pemerintah. Defisit Mobil Oil di Arun dan kasus pertambangan Caltex di
di sektor pemerintah tersebut terutama disebabkan Pekanbaru. Meningkatnya ketidakpastian dan gang-
oleh menurunnya tabungan pemerintah akibat guan keamanan tersebut antara lain terkait dengan
peningkatan yang tajam pada alokasi pengeluaran memanasnya kondisi sosial politik terutama menjelang
rutin khususnya untuk subsidi dan pembayaran pergantian kepemimpinan nasional, kerusuhan antar
bunga. etnis dan kerusuhan yang terkait dengan isu pemi-
Penyumbang terkecil dalam pembentukan sahan wilayah. Selain itu, maraknya aksi demonstrasi
PDB dalam tahun laporan adalah ekspor barang dan dan kasus pemogokan buruh yang terjadi pada
jasa yang mencatat pertumbuhan sebesar 1,9%, beberapa industri barang ekspor penting seperti tekstil
dengan sumbangan terhadap laju pertumbuhan PDB dan alas kaki ikut memperburuk kinerja ekspor.
sebesar 0,6%. Meskipun demikian, angka pertum- Dari luar negeri, memburuknya kinerja ekspor
buhan ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan terutama dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi dunia

38
Kondisi Ekonomi Makro

yang melambat termasuk di negara-negara yang masing sebesar 8,5%dan 10,2%. Selain itu, lebih
merupakan mitra dagang utama Indonesia seperti rendahnya pertumbuhan impor tersebut antara lain
Amerika Serikat dan Jepang. Pada awal 2001, pereko- juga dipengaruhi oleh perkembangan nilai tukar rupiah
nomian Amerika Serikat dan Jepang diperkirakan yang terdepresiasi dan berfluktuasi cukup tajam
tumbuh masing-masing sebesar 4,1% dan 2,2%. dalam tahun 2001.4 Perkembangan nilai tukar yang
Dalam perkembangannya, Amerika Serikat justru demikian menyebabkan harga barang impor menjadi
mengalami pertumbuhan yang melambat bahkan sejak relatif lebih mahal dalam satuan rupiah. Kondisi ini
akhir triwulan III-2001 telah memasuki resesi.3 Semen- diperberat pula oleh belum normalnya fungsi
tara itu, perekonomian Jepang masih mengalami intermediasi perbankan yang mengakibatkan
kontraksi. Perkembangan ekonomi yang memburuk di pembiayaan dunia usaha sangat terbatas termasuk
dua negara tersebut selanjutnya menyebabkan pembiayaan dalam rangka pembelian impor barang
melambatnya perekonomian dunia. Kondisi pereko- yang digunakan dalam kegiatan usaha.
nomian global yang memburuk tersebut diikuti oleh
perkembangan harga barang-barang di pasar inter- PENAWARAN AGREGAT
nasional yang secara umum mengalami penurunan. Di lihat dari sisi produksi, perekonomian
Kombinasi kedua hal tersebut pada gilirannya telah Indonesia memperlihatkan perlambatan pertumbuhan
berdampak kurang menguntungkan bagi pertumbuhan pada hampir seluruh sektor perekonomian, kecuali
ekspor Indonesia. sektor pertambangan dan penggalian yang me-
Sejalan dengan melambatnya kegiatan ngalami kontraksi (Grafik 2.16). Lambatnya kegiatan
ekspor, kegiatan impor juga mencatat perlambatan di sisi produksi tidak terlepas dari sejumlah per-
yang cukup tajam, walaupun sempat meningkat pada masalahan yang masih membebani perekonomian
awal tahun laporan. Impor barang dan jasa mencatat seperti masih tingginya ketidakpastian di bidang
pertumbuhan 8,1%, jauh lebih rendah apabila diban- sosial, politik, keamanan, dan hukum; lambatnya
dingkan dengan pertumbuhan tahun lalu sebesar
21,1%. Melambatnya kegiatan impor tersebut
Pertanian
ditengarai sejalan dengan melambatnya kegiatan
Pertambangan

investasi dan terganggunya proses restrukturisasi dan Industri Pengolahan


Listik, Gas & Air
Bersih
revitalisasi industri di dalam negeri. Impor bahan baku Bangunan

Perdagangan
dan barang modal yang umumnya digunakan untuk Pengangkutan
Bank & Lbg
mendukung kegiatan investasi dan produksi menga- Keuangan
Jasa-jasa 2000*
lami penurunan yang cukup besar yakni masing- PDB
2001**

-2,0 0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 0,10

3 The National Bureau for Economic Research (NBER) mem- Sumber : BPS
perkirakan bahwa perekonomian Amerika Serikat telah memasuki
masa resesi sejak Maret 2001.
Grafik 2.16
4 Secara keseluruhan depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS Pertumbuhan PDB dari Sisi Penawaran
tahun 2001 mencapai 17,7%.

39
Kondisi Ekonomi Makro

Triliun rupiah Triliun rupiah

200 45 115
Perindustrian
180 Pertanian (aksis kanan) 40
Perdagangan
Pertambangan (aksis kanan) 110
160 Jasa-jasa 35
140
30 105
120
25
100 100
20
80
15 95
60
10 PDB Aktual
40
90 PDB Potensial
20 5

- - 85
Jan. Apr. Jul. Okt. Jan. Apr. Jul. Okt. Jan. Apr. Jul. Okt. I III I III I III I III I III I III
1999 2000 2001 1996 1997 1998 1999 2000 2001

Grafik 2.17 Grafik 2.18


Kredit Perbankan Menurut Sektor Ekonomi Kesenjangan Output Agregat

proses restrukturisasi utang luar negeri, kredit, dan Penawaran Jangka Pendek
perusahaan; kondisi perekonomian dunia yang Dari sisi penawaran, perlambatan pertum-
kurang menguntungkan; serta relatif rendahnya buhan terjadi pada hampir semua sektor ekonomi.
realisasi kredit yang berasal dari sektor perbankan Meski melambat, seluruh sektor tersebut masih tetap
(Grafik 2.17). mencatat pertumbuhan yang positif. Seperti halnya
Meski melambat, hampir seluruh sektor dengan tahun lalu, sektor industri pengolahan, sektor
dalam perhitungan PDB memberikan pertumbuhan perdagangan, dan sektor pengangkutan yang mem-
nilai tambah yang positif. Sektor industri diikuti oleh punyai pangsa sekitar 50% dari total PDB masih
sektor perdagangan dan sektor pengangkutan masih merupakan penyumbang terbesar pada pertumbuhan
merupakan sektor yang memberikan sumbangan PDB. Sementara itu, sektor pertanian dan perkebunan
terbesar. Sementara itu, sektor pertanian mencatat yang mempunyai pangsa terbesar kedua setelah
angka pertumbuhan terendah sejak 1998. sektor industri pengolahan dan sempat menjadi
Perlambatan pertumbuhan ekonomi yang primadona pada awal krisis hanya mengalami pertum-
dibarengi oleh rendahnya pertumbuhan investasi baik buhan kurang dari 1%. Pertumbuhan sektor pertanian
yang berasal dari investasi baru maupun ekspansi ini merupakan pertumbuhan terendah yang pernah
kegiatan usaha yang ada, mengakibatkan pening- terjadi sejak periode krisis 1998 yang lalu.
katan output potensial perekonomian menjadi ter- Sebagaimana telah diutarakan pada bagian
batas. Sementara itu, perkembangan output aktual sebelumnya, masih besarnya permasalahan yang
yang cenderung lebih pesat pada dua tahun terakhir dihadapi perekonomian Indonesia menyebabkan upaya
menyebabkan kesenjangan output (output gap) untuk meningkatkan kapasitas perkonomian secara
semakin menyempit (narrowing gap) yang pada keseluruhan menjadi terhambat. Momentum peralihan
gilirannya memberikan tekanan terhadap perkem-
5 Kesenjangan output merupakan selisih antara output aktual dan
bangan harga-harga (Grafik 2.18).5 output potensial. Output potensial diukur dengan metode HP filter.

40
Kondisi Ekonomi Makro

kepemimpinan nasional pada semester kedua tahun perekonomian menjadi sangat terbatas, bahkan
laporan yang sempat menimbulkan optimisme positif terdapat indikasi beberapa sektor ekonomi mengalami
akan membaiknya kondisi perekonomian belum dapat kemunduran.
dimanfaatkan dengan baik. Selain itu, pelaksanaan Dalam tiga tahun terakhir, sektor industri
otonomi daerah juga menimbulkan sejumlah permasa- pengolahan selalu menjadi penyumbang terbesar
lahan baru antara lain berupa ekonomi biaya tinggi yang pada pertumbuhan ekonomi. Pada 2001, pertum-
menghambat iklim berusaha. Permasalahan penting buhan nilai tambah sektor ini tercatat sebesar 4,3%,
lainnya yang terkait dengan otonomi daerah adalah dengan sumbangan terhadap laju pertumbuhan PDB
memburuknya koordinasi kebijakan, khususnya yang sebesar 1,1%. Pertumbuhan pada sektor industri ini
terkait dengan bidang ekonomi antara pemerintah pusat terutama masih didorong oleh peningkatan yang
dengan pemerintah daerah maupun antar pemerintah cukup tinggi pada nilai tambah industri nonmigas.
daerah sendiri. Berbagai permasalahan tersebut pada Kegiatan yang memberikan kontribusi terhadap
akhirnya menyebabkan banyak investor menunda pertumbuhan nilai tambah sektor industri tanpa
realisasi investasinya. migas ini adalah subsektor makanan, minuman, dan
Dari sisi eksternal, perkembangan ekonomi tembakau, subsektor alat angkutan mesin dan
di luar negeri juga tidak banyak memberikan sum- peralatannya, dan subsektor kimia dan barang dari
bangan positif bagi perkembangan kegiatan ekonomi karet. Namun demikian, dalam tahun laporan ter-
di dalam negeri. Perlambatan perekonomian dunia dapat sejumlah permasalahan yang menyebabkan
yang telah terjadi pada awal tahun laporan semakin lebih rendahnya pertumbuhan kegiatan usaha di
diperparah oleh tragedi WTC. Selain itu, dampak sektor ini dibandingkan tahun lalu. Permasalahan
lanjutan pasca tragedi tersebut menyebabkan menu- utama bagi perkembangan sektor industri pengo-
runnya bisnis sektor pariwisata dunia yang pada gili- lahan ini adalah terbatasnya pembiayaan kegiatan
rannya mempengaruhi kegiatan usaha di sektor usaha. Hal ini antara lain tercermin dari relatif kecil-
perdagangan, hotel dan restoran. Bersamaan dengan nya peningkatan kredit investasi. Dalam kondisi
itu, perkembangan harga-harga secara umum di dimana ketidakpastian iklim usaha masih tinggi,
pasar dunia yang cenderung menurun —termasuk aliran investasi asing masih sulit diharapkan. Kondisi
untuk komoditas pertanian dan pertambangan— ini diperburuk oleh adanya sejumlah investor yang
memberikan dampak yang kurang menguntungkan mengalihkan usahanya ke negara lain yang lebih
bagi perkembangan sektor pertanian dan sektor menjanjikan seperti Cina dan Vietnam.
pertambangan. Selain masalah terbatasnya pembiayaan
Berbagai permasalahan tersebut di atas, kegiatan usaha, permasalahan di sektor industri di-
menyebabkan rendahnya aliran masuk modal asing perberat oleh dampak kebijakan pemerintah menye-
ke Indonesia, sementara alternatif pembiayaan dari suaikan harga dan tarif. Kebijakan tersebut menye-
dalam negeri belum dapat diharapkan. Pada giliran- babkan biaya produksi menjadi semakin tinggi yang
nya, kondisi ini menyebabkan ekspansi kapasitas menyulitkan bagi para pengusaha untuk mengem-

41
Kondisi Ekonomi Makro

bangkan usahanya. Dari sisi biaya produksi, kenaikan menarik investor dari Cina Taiwan, Hong Kong dan
biaya produksi terutama berasal dari penyesuaian Singapura. Pemerintah juga menerapkan bea masuk
harga bahan bakar minyak (BBM) dan tarif dasar listrik anti dumping (BMAD) terhadap produk terigu impor
(TDL) yang mengharuskan sektor ini melakukan sebesar 15%-30% untuk menjaga daya saing industri
penyesuaian yang cukup besar dengan dijadikannya dalam negeri. Selain itu, dalam rangka mendorong
harga BBM di pasar internasional sebagai dasar pene- pengembangan industri mesin dalam negeri, peme-
tapan harga BBM industri dalam negeri. Selain itu, rintah juga memberikan keringanan bea masuk atas
kelesuan yang dialami perekonomian dunia sangat impor bahan baku/penolong dan komponen untuk
memukul sektor industri yang berorientasi ekspor. perakitan mesin dan motor berputar. Namun demi-
Masalah peraturan perdagangan juga turut memper- kian, berbagai upaya tersebut belum berhasil sepe-
sulit ruang gerak bagi produk ekspor Indonesia, nuhnya mengatasi perlambatan pertumbuhan sektor
terutama penerapan trade barrier, seperti peraturan industri pengolahan.
anti dumping dan masalah hak asasi manusia (HAM) Sektor perdagangan, hotel, dan restoran
yang diberlakukan oleh negara mitra dagang. tetap menjadi salah satu ujung tombak pertumbuhan
Berbagai hal tersebut di atas, pada gilirannya ekonomi. Pertumbuhan sektor ini meningkat cukup
ikut melemahkan daya saing produk ekspor Indone- signifikan sebesar 5,1% sejalan dengan terus
sia sehingga produksi barang yang terjadi pada tahun meningkatnya permintaan konsumsi, khususnya
laporan menjadi lebih difokuskan ke pasar dalam untuk bahan makanan dan barang-barang ritel. Relatif
negeri. Hal lain yang turut menghambat perdagangan tingginya pertumbuhan sektor ini terutama berasal
ekspor Indonesia adalah peraturan pemerintah se- dari perdagangan domestik yang tercermin dari ting-
perti larangan impor kulit mentah. Di satu sisi, lara- ginya ekspansi kegiatan perdagangan di sektor ritel
ngan impor kulit ini dimaksudkan untuk mencegah dan maraknya pembukaan gerai pusat perdagangan
penularan wabah penyakit mulut dan kuku masuk ke ritel di sejumlah kota besar di Indonesia. Tumbuhnya
Indonesia. Namun di sisi lain, larangan impor ini subsektor perdagangan juga terjadi seiring dengan
kurang mendukung kegiatan industri perajin kulit. meningkatnya fasilitas pembiayaan konsumen seperti
Guna mengatasi berbagai kendala dan kredit konsumsi yang dapat dimanfaatkan oleh sektor
perkembangan yang kurang menguntungkan tersebut rumah tangga. Selain itu, meningkatnya subsektor ini
di atas, pemerintah melakukan berbagai upaya yang juga tercermin dari hasil survei properti yang menun-
diarahkan untuk memacu pertumbuhan sektor industri jukkan adanya peningkatan jumlah hunian di pusat
pengolahan. Upaya yang telah dilakukan antara lain perdagangan, khususnya untuk usaha ritel.
dengan membebaskan impor alat berat dan kom- Sementara itu, perkembangan di subsektor
puter bekas untuk memenuhi kebutuhan barang hotel menunjukkan penurunan yang cukup tajam
modal yang murah bagi kegiatan industri di dalam terutama pada pasca tragedi WTC. Hal ini tercermin
negeri. Langkah lain adalah mencabut larangan impor dari hasil survei properti yang mengindikasikan ta-
barang cetak dalam huruf/aksara Cina dalam rangka jamnya penurunan tingkat hunian hotel (occupancy

42
Kondisi Ekonomi Makro

fungsi intermediasi perbankan yang belum sepenuh-


Persen

60 500
nya pulih. Hal ini tercermin dari jenis portofolio aset
Tingkat Hunian Hotel
Harga Sewa Hotel perbankan yang masih didominasi oleh SBI dan

50 450
obligasi. Selain itu, melambatnya pertumbuhan
subsektor ini juga tercermin pada posisi kredit
perbankan yang hanya tumbuh sebesar 11,5%, lebih
40 400

lambat dibandingkan dengan pertumbuhan tahun


sebelumnya sebesar 15,5%.
30 350
Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov

2000 2001 Sektor pertanian yang sempat menjadi


andalan pada awal krisis, pada 2001 mengalami
Grafik 2.19
pertumbuhan yang sangat rendah yaitu hanya
Tingkat Hunian Hotel
sebesar 0,6%. Tingkat pertumbuhan ini merupakan
yang terendah yang pernah terjadi setelah 1998.
rate) walaupun pada periode yang sama tarif hotel Sejumlah permasalahan yang menyebabkan ren-
relatif tidak mengalami peningkatan yang berarti dahnya pertumbuhan sektor ini antara lain mahalnya
(Grafik 2.19). harga pupuk dan pestisida, rendahnya kualitas bibit/
Sektor pengangkutan dan komunikasi benih yang digunakan, dan adanya gangguan pro-
mencatat pertumbuhan yang tinggi yakni mencapai duksi akibat bencana alam, serangan hama dan
7,5% dan menjadi penyumbang terbesar ketiga ter- organisme pengganggu tanaman. Berbagai per-
hadap laju pertumbuhan PDB. Subsektor angkutan masalahan tersebut menyebabkan produktivitas hasil
jalan raya masih menjadi motor utama bagi pertum- pertanian menurun. Selain itu, hal lain yang diperki-
buhan subsektor pengangkutan. Sementara itu, rakan turut menyebabkan rendahnya pertumbuhan
pertumbuhan subsektor komunikasi antara lain nilai tambah sektor ini terkait dengan fluktuasi harga,
masih bersumber dari meningkatnya permintaan khususnya harga dasar gabah yang seringkali kurang
sambungan telepon baru serta meningkatnya memberikan insentif bagi petani. Akibat permasa-
kegiatan usaha perusahaan penyelenggara telpon lahan tersebut di atas, realisasi produksi sejumlah
selular. komoditas pertanian penting seperti padi, jagung, dan
Dalam tahun laporan sektor keuangan, kedelai mengalami penurunan.6 Produksi padi hanya
persewaan, dan perusahaan jasa mengalami mencapai 49,6 juta ton gabah kering giling pada tahun
pertumbuhan sebesar 3,0%, lebih rendah dari laporan atau menurun 4,5% jika dibandingkan
pertumbuhan yang dicapai tahun lalu sebesar 4,3%. produksi padi tahun lalu. Sementara itu, produksi
Pertumbuhan sektor ini terutama masih disumbang jagung dan kedelai masing-masing mencapai 9,2 juta
oleh subsektor Bank. Meskipun dalam kenyataannya ton pipilan kering dan 0,8 juta ton bijih kering atau
sebagian bank telah mulai menyalurkan kredit,
subsektor ini tumbuh melambat sehubungan dengan 6 Angka sementara BPS

43
Kondisi Ekonomi Makro

mengalami penurunan sebesar 5,3% dan 19,7% di- kapasitas terpakai di sektor industri pengolahan masih
bandingkan produksinya tahun lalu. rendah, terdapat sejumlah subsektor yang mengalami
laju peningkatan utilisasi yang cukup tinggi seperti
Penawaran Jangka Panjang industri makanan, minuman, dan tembakau, dan in-
Berbagai permasalahan yang terjadi di sektor dustri barang galian bukan logam. Sementara itu,
riil sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, me- subsektor industri barang galian dan plastik, industri
nyebabkan upaya meningkatkan kapasitas pere- tekstil, pakaian jadi, dan kulit, dan industri kertas,
konomian (potential output) menjadi sangat terbatas. percetakan, dan penerbitan mencatat peningkatan
Keterbatasan dalam meningkatkan kapasitas pere- rata-rata sebesar 65% dari kapasitas terpasangnya.
konomian ini antara lain tercermin dari rendahnya Sedangkan untuk industri barang dari logam dan
pertumbuhan investasi, baik dalam bentuk investasi industri logam dasar tingkat utilisasinya mengalami
baru maupun dalam bentuk ekspansi dari kegiatan penurunan (Grafik 2.20). Masih relatif rendahnya
usaha yang ada. Sementara itu, keterbatasan dalam tingkat utilisasi di sektor industri pengolahan tersebut
meningkatkan kapasitas perekonomian juga di- mengindikasikan bahwa sektor industri masih
pengaruhi oleh pesatnya pertumbuhan angkatan kerja menghadapi permasalahan internal sehingga mem-
yang masih didominasi oleh tenaga kerja dengan batasi pemanfaatan utilisasi yang tersedia. Selain itu,
kualitas yang masih rendah. masih tingginya ketidakpastian dan risiko usaha
Rendahnya peningkatan kapasitas pere- menyebabkan dunia usaha belum meningkatkan
konomian yang bersumber dari investasi baru kapasitas terpasangnya.
ditunjukkan oleh hasil SKDU yang memperlihatkan Kondisi tersebut di atas memberikan gam-
adanya penurunan realisasi investasi pada triwulan baran bahwa peningkatan potential output pada tahun
ketiga serta minat investasi pada triwulan terakhir laporan masih sangat rendah. Sementara itu, perkem-
tahun laporan (Grafik 2.10). Selain itu, rendahnya bangan output aktual sebagaimana dijelaskan di atas
investasi baru juga dapat dilihat dari hampir tidak
Persen
adanya realisasi investasi baik yang dilakukan oleh 75
Makanan, Minuman & Tembakau To t a l
asing (PMA) maupun domestik (PMDN), serta 70 Tekstil, Pakaian Jadi & Kulit
Kertas, Percetakan & Penerbitan
65 Barang dari logam
rendahnya pertumbuhan realisasi kredit investasi. 60
55
Sementara itu, rendahnya peningkatan kapa- 50
45
sitas perekonomian yang bersumber dari ekspansi
40

kegiatan usaha yang ada tercermin dari masih ren- 35


30
dahnya tingkat utilisasi sektor industri seperti yang 25
20
Jan. Feb. Mar. Apr. Mei Jun. Jul. Ags. Sep. Okt. Nov.
ditunjukkan oleh hasil survei sektor industri pengo-
2001
lahan yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Berdasar-
Grafik 2.20
kan hasil survei tersebut sampai dengan November Kapasitas Terpakai
2001, memberikan gambaran meskipun secara total

44
Kondisi Ekonomi Makro

Persen
uraikan sebelumnya menyebabkan tingkat efisiensi
80 perekonomian belum membaik seperti masa sebelum
70
krisis. Untuk mengukur efisiensi suatu perekonomian
60
dari satu periode ke periode yang lain, pendekatan
50

40 yang seringkali digunakan adalah Incremental Capi-


30 tal Output Ratio (ICOR).7 Dalam perkembangannya,
20
ICOR pada periode 2000-2001 menunjukkan adanya
10

0 perbaikan dibanding dengan ICOR pada periode


1990-1991 1992-1993 1994-1995 1996-1997 1998-1999 2000-2001
1998-1999 (Grafik 2.21). Namun demikian, ICOR
Sumber : BPS (diolah)

Grafik 2.21 pada periode laporan masih lebih tinggi dibanding


ICOR
dengan ICOR pada masa sebelum krisis. Hal ini
menunjukkan bahwa perekonomian pada periode
masih menunjukkan peningkatan yang lebih pesat laporan masih belum seeffisien dibandingkan dengan
dibandingkan dengan output potentialnya. Perkem- masa sebelum krisis.
bangan ini menyebabkan kesenjangan output (output
gap) yang merupakan perbedaan antara output KETENAGAKERJAAN
potensial dan output aktual menjadi semakin me- Perkembangan perekonomian yang melambat pada
nyempit (narrowing gap). tahun laporan sebagaimana telah diuraikan se-
Kecenderungan semakin menyempitnya belumnya memberikan dampak yang kurang mengun-
kesenjangan output yang terutama disebabkan oleh tungkan bagi kondisi ketenagakerjaan. Hal ini ter-
lebih rendahnya peningkatan output potensial cermin dari menurunnya rasio jumlah penduduk yang
dibandingkan peningkatan output aktual perlu segera bekerja di sektor formal terhadap jumlah angkatan
diantisipasi. Apabila upaya untuk meningkatkan ouput kerja akibat meningkatnya jumlah angkatan kerja
potensial ini tidak segera dilakukan, maka tekanan yang tidak dapat diimbangi oleh penyediaan lapangan
terhadap harga akan mulai meningkat. Terlebih lagi kerja secara memadai. Namun demikian, jumlah
bila melihat bahwa peningkatan utilisasi yang pesat penganggur dan setengah penganggur tidak menga-
terjadi pada kelompok industri yang memproduksi lami peningkatan yang berarti karena sebagian
barang-barang yang termasuk dalam keranjang IHK. angkatan kerja yang tidak tertampung di sektor for-
Apabila berbagai permasalahan yang membatasi mal dapat menemukan pekerjaan di sektor informal.
investasi baru dan ekspansi usaha yang ada tidak Sementara itu, kesejahteraan pekerja yang diukur
segera diatasi, maka kenaikan ouput aktual akan
menjadi ancaman yang serius pada peningkatan
7 ICOR dihitung dengan rumus :
inflasi IHK pada periode mendatang. t2-1

Berbagai permasalahan yang dihadapi Σ PMTDB


t=t
t
1-1
ICOR t =
1–t2
PDB - PDB t
perekonomian Indonesia sebagaimana telah di- t2 1

45
Kondisi Ekonomi Makro

dengan upah minimum propinsi (UMP) secara rata- Rupiah/Hari

rata mengalami peningkatan walaupun masih berada 10.000 9.750

9.000
di bawah tingkat kebutuhan hidup minimum (KHM).
8.000
6.962
Kasus perburuhan masih mewarnai tahun laporan 7.000
6.000 5.575
yang tercermin dari masih tingginya kasus pemo- 5.000 4.830
4.101
4.000 3.708
gokan dan pemutusan hubungan kerja (PHK).
3.000

Jumlah angkatan kerja pada 2001 diper- 2.000


1.000
kirakan mencapai 98 juta orang atau mengalami 0
1996 1997 1998 1999 2000 2001
peningkatan hampir 2,5% dibandingkan tahun sebe-
lumnya. Namun, peningkatan jumlah angkatan kerja Grafik 2.22
Upah Minimum Propinsi (rata-rata)
tersebut masih belum diikuti oleh peningkatan kualitas Dalam Rupiah per Hari
yang tercermin dari masih besarnya proporsi angka-
tan kerja yang berpendidikan Sekolah Dasar yaitu yang bekerja dengan status informal mencatat
mencapai 63,5% atau sekitar 62 juta orang. Survei peningkatan.
dari United Nation Development Program (UNDP) Melambatnya kegiatan ekonomi 2001 seba-
menunjukan bahwa Human Development Index (HDI) gai dampak dari rendahnya investasi serta masih
Indonesia masih berada pada peringkat 109 dari 147 rendahnya tingkat pendidikan angkatan kerja menga-
negara.8 Berdasarkan sensus penduduk 2000, jum- kibatkan angka pengangguran diperkirakan me-
lah penduduk yang berusia kerja (15 tahun ke atas) ningkat dari 6,1% pada 2000 menjadi 6,7%-7,0%
sebanyak 141,2 juta orang dimana 67,8% dari jumlah pada 2001.9 Berdasarkan daerah, jumlah penganggur
tersebut atau 95,7 juta orang diklasifikasikan dalam di kota lebih besar dibandingkan di desa. Berdasarkan
angkatan kerja. Angka tersebut diperkirakan mening- jenis kelamin, proporsi penganggur perempuan lebih
kat mencapai 98 juta orang pada 2001. Dari jumlah banyak dibandingkan penganggur laki-laki.
angkatan kerja tersebut, sekitar 93% diantaranya Kondisi ketenagakerjaan yang ditandai oleh
termasuk bekerja dan 7% termasuk penganggur masih tingginya jumlah pengangguran terbuka an-
terbuka. Namun demikian, sekitar 36% atau 35 juta tara lain menyebabkan melemahnya posisi tawar
dari penduduk yang bekerja hanya bekerja kurang (bargaining power) pekerja dalam negosiasi upah.
dari 35 jam seminggu. Berdasarkan lapangan usaha, Hal ini tercermin dari relatif kecilnya kenaikan UMP
sebagian besar penduduk yang bekerja tersebut yang ditetapkan. Pada 2001 UMP secara rata-rata
(45,3%) berusaha di sektor pertanian. Meskipun mengalami kenaikan sebesar 33,7% dan mencapai
jumlah penduduk yang bekerja mencatat peningkatan, Rp295.981/bulan (Grafik 2.22), sedangkan KHM
jumlah penduduk yang bekerja dengan status formal sebagai dasar perhitungan UMP pada periode yang
mengalami penurunan, sedangkan jumlah penduduk sama rata-rata meningkat sebesar 21,7% menjadi

8 Suara Pembaharuan tanggal 13 Juli 2001 9 Suara Pembaharuan tanggal 13 Juli 2001

46
Kondisi Ekonomi Makro

Rp323.798/bulan. Dengan demikian, UMP yang gokan yang terjadi sebanyak 164 kasus dengan
ditetapkan pemerintah tersebut baru dapat me- melibatkan 107.523 pekerja dan mengakibatkan
menuhi rata-rata 91,4% kebutuhan hidup minimum 1.148.778 jam kerja hilang. Sementara itu, pekerja
pekerja. Walaupun UMP tersebut belum memenuhi yang kehilangan pekerjaan akibat PHK pada 2001
seluruh KHM pekerja, saat ini ada 10 propinsi yang sedikit lebih rendah dibandingkan tahun lalu yakni
telah dapat memenuhi KHM-nya, yakni Sumatera mencapai 58.006 tenaga kerja. Masih tingginya
Utara, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Kali- angka PHK tersebut antara lain disebabkan oleh
mantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Sela- memburuknya situasi dunia usaha terutama yang
tan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, dan Nusa berorientasi ekspor. Industri tekstil dan produk tekstil
Tenggara Timur. yang merupakan industri padat karya merupakan
Masih banyaknya pengusaha yang belum industri yang paling mengalami kerugian mengingat
memenuhi ketentuan UMP dan tuntutan lainnya se- besarnya porsi produknya yang ditujukan untuk
perti keikutsertaan dalam Jamsostek dan peme- ekspor. Industri tekstil dan produk tekstil yang saat
nuhan tunjangan hari raya keagamaan telah memicu ini menyerap sekitar 1,2 juta orang tenaga kerja
terjadinya kasus pemogokan buruh dalam tahun diperkirakan akan melakukan PHK antara 10%–20%
laporan. Sampai dengan September 200110, pemo- bila kondisi perekonomian tidak membaik.11

11 Data Asosiasi Pertekstilan Indonesia sebagaimana dimuat di Suara


10 Sumber Depnakertrans, 2001 Pembaharuan tanggal 23 Oktober 2001

47
Kondisi Ekonomi Makro

boks

Penghitungan Stok Kapital dengan Metode


Perpetual Inventory
Dalam text book ekonomi, penawaran agre- Secara umum, stok kapital didefinisikan
gat menjelaskan hubungan antara tingkat harga dan sebagai persediaan berbagai jenis barang modal
jumlah barang yang dihasilkan oleh perusahaan seperti bangunan, mesin-mesin, alat transportasi, ter-
dalam suatu perekonomian.1 Analisa ekonomi makro nak, dan barang modal lainnya2 , yang memberikan
seringkali membedakan antara penawaran jangka kontribusi terhadap kelangsungan suatu proses
pendek (short run aggregate supply) dan penawaran produksi. Dalam prakteknya, data stok kapital tersebut
jangka panjang (long run aggregate supply). Dalam menggambarkan posisi barang modal yang terbentuk
jangka pendek, penawaran agregat dapat berubah dari suatu proses akumulasi investasi dalam jangka
antara lain apabila terjadi perubahan pada input waktu tertentu. Dalam terminologi SNA 1968, investasi
produksi yang digunakan dengan kapasitas produksi tersebut dikenal sebagai Gross Fixed Capital
yang tersedia. Dalam jangka panjang, perubahan Formation (GFCF) atau Pembentukan Modal Tetap
penawaran agregat —atau sering disebut dengan Bruto (PMTB). Sampai saat ini data PMTB telah
ouput potensial— hanya dapat terjadi apabila kapa- dihitung dan dipublikasikan secara periodik oleh BPS.
sitas perekonomian juga mengalami perubahan. Data stok kapital secara umum digunakan
Secara empiris, untuk menghitung penawaran agre- untuk : (1) memperoleh gambaran mengenai produk
gat dalam jangka panjang (output potensial) dapat neto (nilai tambah neto) dari hasil suatu proses
dilakukan dengan beberapa pendekatan mulai dari produksi, yaitu seluruh nilai produksi dikurangi dengan
yang sederhana yakni dengan metode pemulusan besarnya penyusutan (consumption of fixed capital),
(smoothing) data PDB, sampai metode yang lebih (2) menghitung nilai kekayaan (wealth capital stock)
rumit yakni dengan menaksir suatu persamaan fungsi yang diperoleh dari hasil pembangunan dalam suatu
produksi perekonomian. periode tertentu, dan (3) menghitung produktifitas dan
Mengingat pentingnya informasi mengenai efisiensi suatu perokonomian (economic efficiency
ouput potensial bagi Bank Indonesia dalam hal dan economic productivity).
melakukan analisa dan penyusunan proyeksi tekanan Pada dasarnya, terdapat dua pendekatan
inflasi, saat ini Bank Indonesia sedang mengem- untuk menyusun data stok kapital yaitu metode lang-
bangkan penghitungan output potensial dengan sung dan metode tidak langsung. Metode langsung
pendekatan fungsi produksi, dimana salah satu terdiri dari Direct Observation of Capital (DOC), Fixed
variabel utamanya adalah data stok kapital. Asset Accounting Simulation Model (FAASM), dan

1 N.Gregory Mankiw, Macroeconomics, 3rd edition, Worth Publishers, 2 Sesuai dengan konsep Statistics of National Account (SNA) tahun
1997, hal. 503 1968, barang modal tersebut belum termasuk intangible assets.

48
Kondisi Ekonomi Makro

Anchored FAASM. Penghitungan secara langsung kapital (PMTB) masih terbatas pada pemanfaatannya
dilakukan dengan cara mengumpulkan data stok sebagai proxy variable perkembangan kegiatan
kapital secara langsung dari laporan keuangan investasi. Beberapa penelitian mengenai stok kapital
perusahaan dan administrasi pemerintahan. Metode yang pernah dilakukan di Indonesia antara lain oleh
DOC merupakan metode langsung yang paling sering Keuning (1988 dan 1991), Badan Pusat Statistik
digunakan karena memiliki tingkat akurasi data (1995), dan Timmer (1999).
investasi dan pengukuran umur aset (asset life) serta Mengingat pentingnya informasi mengenai
usia pakai (discard pattern) yang lebih baik. Namun stok kapital tersebut, pada 2000 Bank Indonesia telah
dalam implementasinya, metode secara langsung melakukan kajian awal mengenai kemungkinan
memerlukan biaya yang sangat besar dan sumber pengumpulan data stok kapital sektor industri
daya manusia yang memadai, baik dari segi kualitas pengolahan. Dari sejumlah alternatif penghitungan
maupun kuantitasnya. stok kapital yang ada, hasil kajian tersebut menyim-
Sementara itu, metode penghitungan stok pulkan bahwa metode PIM merupakan metode yang
kapital secara tidak langsung lebih memfokuskan lebih tepat digunakan untuk menghitung stok kapital
pada pemanfaatan data sekunder. Metode tidak di seluruh sektor perekonomian. Hal utama yang
langsung yang banyak digunakan adalah Perpetual mendasari pemilihan metode PIM tersebut antara lain
Inventory Method (PIM), yaitu penghitungan stok faktor efisiensi biaya dan ketersediaan sumber daya
kapital yang dilakukan dengan cara memanfaatkan manusia. Sebagai kelanjutan dari penelitian se-
data sekunder yang tersedia, yaitu data PMTB. Dua belumnya, pada 2001 Bank Indonesia bekerjasama
syarat yang harus dipenuhi agar metode PIM meng- dengan Badan Pusat Statistik (BPS) melakukan
hasilkan angka yang reliable adalah tersedianya data penghitungan stok kapital berdasarkan konsep
PMTB yang akurat, rinci dengan cakupan data yang ‘wealth’ dengan menggunakan metode PIM.
luas, dan asumsi yang digunakan seperti umur aset, Hasil penghitungan stok kapital berdasarkan
pola distribusi, dan metode depresiasinya. Secara konsep wealth dengan menggunakan harga konstan
garis besar, penghitungan stok kapital dengan me- 1993 disajikan dalam 2 (dua) konsep, yaitu stok kapital
tode PIM dilakukan dengan cara mengakumulasikan bruto (Gross Capital Stock/GCS) dan stok kapital neto
investasi barang modal (PMTB) dalam periode (Net Capital Stock/NCS). Angka GCS diperoleh
tertentu dengan mempertimbangkan barang modal setelah memperhitungkan sejumlah barang modal
yang telah usai pakai (retired) dan yang mengalami yang retired dalam suatu periode namun belum ter-
penyusutan selama periode tersebut. masuk nilai penyusutannya. Sedangkan angka NCS
Beberapa negara seperti Belanda, Inggris, adalah jumlah barang modal setelah dikurangi
Jerman, Australia, dan Kanada telah memiliki data penyusutan.
stok kapital sejak lama, meskipun dengan metode Secara matematis, hubungan antara NCS,
penghitungan yang berbeda-beda. Sementara di GCS, dan besarnya GFCF dapat diformulasikan seba-
Indonesia, ketersediaan informasi mengenai stok gai berikut:

49
Kondisi Ekonomi Makro

NCS i = NCSi −1 + GFCFi − AdjDi hampir sama antara GCS maupun NCS yakni

GCSi = GFCFi − ret i + GCS i−1 sebesar 3,4%. Krisis ekonomi yang berkepanjangan
sejak pertengahan 1997 tercermin pada turunnya
Σ i =1 GFCF = GCSn + Σ i =1 ret
n n
stok kapital, yang ditandai dengan melambatnya
pertumbuhan NCS pada 1998 menjadi sebesar 0,8%
NCS = Net Capital Stock
GFCF = Gross Fixed Capital Formation dan bahkan sempat mengalami kontraksi pada 1999
AdjD = Adjusted Depreciation
sebesar 1,2%.
ret = Retirement
i = periode/tahun ke – i Berdasarkan pangsa dari masing-masing
n = akhir periode stok kapital
jenis barang modal, stok kapital Indonesia selama ku-
run waktu 20 tahun terakhir didominasi oleh 3 kelom-
Hasil simulasi penghitungan stok kapital yang pok besar yaitu kelompok bangunan, kelompok
telah dilakukan menunjukkan bahwa stok kapital baik mesin, dan kelompok transportasi. Pangsa kelompok
GCS maupun NCS senantisa mengalami pertum- bangunan sebesar 60,0% (1980) dan terus mening-
buhan positif. Indeks GCS tumbuh dari 103,3 pada kat menjadi 75,7% (2000), sementara pangsa kelom-
1980 menjadi 201,9 pada 2000 (Grafik 1). Dalam pok transportasi mengalami penurunan dari 23,2%
periode yang sama, indeks NCS tumbuh dari 105,1 (1980) menjadi hanya 4,0% (2000). Di sisi lain,
menjadi 200,5 (Grafik 2). Sementara itu, pertumbuhan pangsa kelompok mesin relatif tetap yakni rata-rata
rata-rata per tahun (yearly average) stok kapital sebesar 15,9%.

Indeks Indeks
250 250

200 200

150 150

100 100

50 50

0 0
1980 1982 1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 1980 1982 1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000

Grafik 1 Grafik 2
Perkembangan Indeks GCS Indonesia Perkembangan Indeks NCS Indonesia

50
Nilai Tukar

bab 3 NILAI TUKAR

51
Nilai Tukar

bab 3

NILAI TUKAR

D alam tahun 2001, nilai tukar rupiah mengalami


tekanan depresiasi yang sangat besar, mes-
kipun sempat terapresiasi tajam pada pertengahan
pasar. Kendati demikian, berbagai upaya tersebut
perlu dibarengi dengan terciptanya kondisi sosial
politik yang kondusif sebagai bagian yang tidak
tahun. Secara keseluruhan, nilai tukar rupiah terde- terpisahkan dalam membangun kepercayaan publik
presiasi sekitar 17,7%, yaitu dari rata-rata Rp8.438 terhadap proses pemulihan ekonomi.
dalam tahun 2000 menjadi rata-rata Rp10.255 per Berbagai faktor risiko (ketidakpastian) yang
dolar dalam tahun 2001. Besarnya tekanan depre- semula diperkirakan akan mulai membaik pada perte-
siasi tersebut tidak terlepas dari meningkatnya ngahan tahun laporan, dalam kenyataannya justru me-
country risk sejalan dengan memburuknya ketidak- ngalami perkembangan yang memburuk. Sampai per-
pastian kondisi sosial politik di dalam negeri yang tengahan 2001, ketidakpastian situasi sosial politik di
terjadi dalam tahun laporan. Di pihak lain, meskipun dalam negeri semakin memburuk, yang ditandai
terdapat kemajuan, kondisi fundamental ekonomi dengan terjadinya gejolak politik, serta beberapa
makro dan mikro masih menghadapi sejumlah kerusuhan sosial dan ancaman disintegrasi di bebe-
permasalahan (Bagan 3.1). Sebagai akibat dari rapa daerah. Perkembangan tersebut pada gilirannya
besarnya tekanan depresiasi tersebut, nilai tukar ru- mengakibatkan kepercayaan pasar semakin merosot
piah secara riil menjadi semakin undervalued dan dan secara persisten menimbulkan sentimen negatif
menimbulkan tekanan yang cukup besar terhadap terhadap rupiah. Selanjutnya, pasca pengalihan kepe-
laju inflasi. Dalam menyikapi perkembangan mimpinan nasional pada pertengahan tahun, situasi
tersebut, Bank Indonesia telah menempuh berbagai politik di dalam negeri memperlihatkan kecenderungan
upaya yang diperlukan, yakni dengan mengop- yang membaik, bahkan menebarkan optimisme yang
timalkan seluruh instrumen kebijakan yang tersedia. tinggi bagi berlanjutnya proses pemulihan ekonomi. Hal
Selain itu, implementasi beberapa program restruk- ini tercermin dari pulihnya kepercayaan pasar yang
turisasi perekonomian masih terus dilanjutkan ditandai dengan apresiasi nilai tukar rupiah yang sangat
meskipun belum sepenuhnya memenuhi harapan tajam. Namun, apresiasi nilai tukar rupiah tersebut tidak
semua pihak. Ke depan, berbagai upaya tersebut berlangsung lama karena kepercayaan pasar kembali
akan terus dilanjutkan dan lebih dioptimalkan dengan menurun, terutama dipengaruhi oleh kondisi funda-
harapan dapat memperbaiki kondisi fundamental mental ekonomi makro dan mikro yang dalam kenyata-
ekonomi, yang pada gilirannya dapat mengurangi anya masih menghadapi sejumlah permasalahan.
kesenjangan permintaan dan penawaran valuta Dari sisi makro-fundamental, meskipun ter-
asing, sekaligus dapat memperbaiki kepercayaan catat adanya beberapa kemajuan, penangangan

52
Nilai Tukar

EKONOMI DUNIA

STRUKTURAL EKSPOR

DAYA SAING
INVESTASI
ASING
LANGSUNG (FDI)
PENAWARAN
INVESTASI VALUTA ASING
PORTOFOLIO

CAD. DEVISA & STERILISASI


KONDISI PASAR BANK SENTRAL
RISIKO
KEUANGAN
STRUKTUR NILAI
KESEHATAN SEGMENTASI
MIKRO
BANK PASAR TUKAR
PASAR
RISIKO KEPERCAYAAN
POLITIK PUBLIK

IMPOR
RISIKO
EKONOMI PELUNASAN
RETRUKTURISASI
UTANG LN
PERMINTAAN
PENYELAMATAN
ASET (FLIGHT TO VALUTA ASING
SAFETY)

SPEKULASI

INTERMEDIASI
KELEBIHAN LIKUIDITAS RUPIAH
PERBANKAN BELUM
DI SEKTOR KEUANGAN
SEPENUHYA PULIH

Bagan 3.1
Permasalahan Nilai Tukar 2001

beberapa program restrukturisasi ekonomi secara kurang menguntungkan sehingga kurang kondusif
umum dinilai pelaku pasar masih berjalan lamban. bagi kinerja sektor eksternal.
Hal ini terutama terlihat pada restrukturisasi utang dan Kondisi tersebut di atas mengakibatkan
korporasi, privatisasi dan divestasi, serta upaya revi- masih tetap terbatasnya aliran devisa masuk ke dalam
talisasi sektor perbankan dan korporasi. Lambannya negeri sehingga di pasar masih terjadi kelangkaan
perbaikan kondisi makro-fundamental tersebut, selain pasokan valuta asing. Di pihak lain, permintaan valuta
sebagai akibat dari kompleksitas permasalahan asing masih tetap tinggi, baik untuk kebutuhan impor
ekonomi yang semakin berat, juga karena lemahnya maupun pelunasan utang luar negeri swasta. Muncul-
dukungan sistim kelembagaan, jaminan kepastian hu- nya permintaan valuta asing semakin dipermudah
kum, dan keamanan berusaha. Di sampingitu, kondisi dalam kondisi di mana terjadi kelebihan likuiditas
ekonomi dunia memperlihatkan perkembangan yang rupiah di sektor keuangan, terutama sebagai akibat

53
Nilai Tukar

dari proses intermediasi perbankan yang belum Premi Risiko (bp) Kurs Rp/$
850 12500
sepenuhnya pulih. 12000
800
Premi Risiko 11500
Dari sisi mikro-fundamental, berbagai kele- 750
11000
700
mahan mendasar yang melekat pada struktur mikro 10500
650 10000
pasar keuangan di dalam negeri masih mewarnai 600 9500
9000
ekonomi Indonesia. Hal ini tercermin dari struktur 550
8500
Nilai Tukar Rupiah
500
8000
pasar keuangan yang masih tersegmentasi dan
450 7500
kurang berkembangnya pasar lindung nilai (hedging). 400 7000
3/1 17/4 1/8 15/11 2/2 11/05 24/08 07/12
Terjadinya segmentasi pasar mengakibatkan meka- 2000 2001

Grafik 3.1
nisme pembentukan harga menjadi kurang berfungsi
Arah Perkembangan Nilai Tukar Rupiah
secara baik (well-functioning market).1 Dalam kondisi dan Premi Risiko

tersebut, harga yang terbentuk di pasar valuta asing


tidak mewakili kekuatan pelaku pasar secara ke- movement) antara premi risiko2 dan nilai tukar ru-
seluruhan, tetapi merupakan cerminan dari kekuatan piah dalam beberapa tahun terakhir (Grafik 3.1).
beberapa pelaku yang menguasai sebagian besar Pengaruh ketidakpastian sosial politik ter-
pangsa pasar. hadap fluktuasi nilai tukar rupiah dapat terjadi baik
secara langsung maupun tidak langsung. Secara
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI langsung, pengaruh tersebut terutama tercermin
Perkembangan nilai tukar rupiah sepanjang dari reaksi yang bersifat segera yang diwujudkan
tahun laporan tidak terlepas dari berbagai ketidak- dalam bentuk aksi beli (atau jual) valuta asing
pastian (risiko), baik ketidakpastian di bidang sosial karena terjadinya perubahan sentimen pelaku
politik, maupun ketidakpastian di bidang ekonomi dan pasar sebagai respon terhadap beberapa
keuangan. Sejak krisis ekonomi berlangsung, peristiwa sosial politik. Secara tidak langsung,
fluktuasi nilai tukar rupiah secara persisten telah di- ketidakpastian sosial politik mempengaruhi
warnai oleh ketidakpastian situasi sosial politik, yang fluktuasi nilai tukar melalui perubahan
pada gilirannya menjadi sumber utama terjadinya kepercayaan publik baik domestik maupun inter-
lingkaran permasalahan ekonomi (vicious circle) sela- nasional yang mempengaruhi arus lalu lintas
ma ini. Keterkaitan yang sangat erat antara ketidak- modal, yang pada gilirannya berdampak terhadap
pastian situasi sosial politik dan fluktuasi nilai tukar permintaan atau penawaran valuta asing.
rupiah tersebut tercermin dari pergerakan searah (co- Sepanjang tahun laporan, sentimen pasar
sangat dipengaruhi oleh ketidakpastian situasi sosial
1 Mekanisme pembentukan harga pasar yang baik terjadi dalam
kondisi di mana harga mencerminkan kekuatan pelaku pasar secara
politik di dalam negeri yang secara umum me-
keseluruhan, tidak hanya mewakili beberapa pelaku pasar.
nunjukkan peningkatan meskipun cenderung
2 Premi risiko di proksi dengan menggunakan perbedaan yield antara
Yankee Bond Indonesia dengan Benchmark US Treasury Note yang membaik sejak pertengahan tahun laporan (Grafik
sama-sama berjangka waktu 10 tahun dan akan jatuh tempo tahun
2006. 3.2). Sepanjang paro pertama 2001, kepercayaan

54
Nilai Tukar

Rp/$

Panic buying menjelang Memorandum II S&P menurunkan credit rating


12500 DPR kepada Presiden dan outlook Indonesia
Percepatan SI MPR

12000 Penundaan pencairan Desakan percepatan CGI memberikan komitmen


bantuan IMF SI MPR Dekrit Presiden tidak pinjaman untuk tahun 2002
mendapat dukungan
11500 luas dan SI MPR
Koreksi outlook rating oleh Penjualan aset
Moody's dan S&P berjalan lancar BPPN kepada
11000 Presiden menolak investor asing
menjawab Memo II
10500 Kerusuhan di Sampit dan Perbaikan outlook
memburuknya hubungan Situasi aman pasca oleh S&P menjadi
dengan IMF Memo II dan aksi profit "stable"
10000
taking pelaku pasar
Menguatnya sentimen anti-AS
9500 disertai ancaman sweeping
Megawati terpilih sebagai
Debt repayment dan Presiden RI Tragedi WTC 11 September 2001
9000
kerusuhan di Aceh
Wakil Presiden terpilih
8500 Dukungan internasional kepada
Pengumuman kabinet baru Indonesia menguat
8000
31/12 12/1 24/1 5/2 17/2 6/3 22/3 12/4 1/5 18/5 6/6 22/6 10/7 26/7 13/8 29/8 14/9 2/10 18/10 5/11 21/11 7/12 25/12
2000 2001

Grafik 3.2
Perkembangan Nilai Tukar Rupiah dan Faktor Sentimen

pasar terus merosot terutama disebabkan oleh September 2001. Tragedi tersebut telah mening-
meningkatnya konflik politik, serta beberapa katkan suhu politik internasional yang pada
kerusuhan sosial dan ancaman disintegrasi di gilirannya berimbas ke dalam negeri antara lain
beberapa daerah. Sejalan dengan perkembangan berupa reaksi-reaksi yang menimbulkan rasa tidak
tersebut nilai tukar rupiah secara persisten aman bagi investor asing. Selain itu, tragedi tersebut
mengalami tekanan depresiasi yang sangat besar. juga membuat kalangan investor internasional
Selanjutnya, pasca pengalihan kepemimpinan menjadi lebih bersikap hati-hati (risk averse) karena
nasional Juli 2001, kepercayaan pasar cenderung meningkatkan risiko global, sehingga turut memberi
membaik yang dipicu oleh harapan bahwa tekanan terhadap sebagian besar nilai tukar mata
berakhirnya krisis politik dapat menjadi tumpuan bagi uang regional, termasuk rupiah.
bangkitnya perekonomian Indonesia dari krisis yang Selain ketidakpastian situasi sosial politik,
berkepanjangan. Membaiknya kepercayaan pasar fluktuasi nilai tukar rupiah sepanjang tahun laporan
tersebut ditandai dengan terjadinya apresiasi nilai dipengaruhi oleh masih rendahnya kepercayaan
rupiah yang cukup tajam. Namun menjelang akhir publik terhadap kondisi fundamental ekonomi baik
tahun laporan, kepercayaan pasar kembali dalam skala makro maupun mikro. Rendahnya
memburuk dan nilai tukar rupiah turut tertekan kepercayaan publik tersebut terutama sebagai akibat
menyusul tragedi World Trade Center (WTC) 11 dari penanganan beberapa program restrukturisasi

55
Nilai Tukar

ekonomi yang masih menghadapi sejumlah kendala. divestasi aset-aset yang berada di bawah penge-
Hal ini selain karena kompleksitas permasalahan lolaan BPPN, yang sedianya diharapkan dapat
ekonomi yang semakin berat, juga karena lemahnya menjadi salah satu penopang penting bagi pene-
dukungan sistem kelembagaan, jaminan kepastian rimaan keuangan pemerintah.
hukum, serta keamanan berusaha. Di sampingfaktor-faktor sebagaimana
Kepercayaan publik sangat dipengaruhi oleh dikemukakan di atas, kondisi fundamental ekonomi
persepsi terhadap beban keuangan pemerintah yang yang masih lemah pada dasarnya merupakan faktor
semakin berat, restrukturisasi utang swasta dan utama yang mempengaruhi nilai tukar melalui terjadi-
korporasi serta proses privatisasi dan divestasi yang nya ketidakseimbangan antara permintaan dan
dinilai lamban, proses intermediasi perbankan yang penawaran di pasar valuta asing. Permintaan valuta
belum sepenuhnya berjalan normal, serta pelak- asing sepanjang tahun laporan ditengarai masih
sanaan otonomi daerah yang memperlihatkan se- tetap tinggi terutama untuk kebutuhan riil (genuine
jumlah permasalahan. Di pihak lain, tingginya kepe- demand) perekonomian seperti pembiayaan impor
kaan beberapa permasalahan ekonomi tersebut dan pelunasan utang luar negeri. Selain itu, kegiatan
terhadap gejolak nilai tukar dan suku bunga menga- spekulasi dan penyelamatan aset (flight to safety)
kibatkan lingkaran permasalahan ekonomi masih yang sangat dipengaruhi oleh ketidakpastian sosial
terus berlangsung, yang pada gilirannya semakin politik masih tetap menjadi salah satu sumber
menurunkan kepercayaan publik. permintaan valuta asing di pasar. Di pihak lain,
Beban pengeluaran pemerintah terutama pasokan valuta asing ditengarai masih tetap terbatas
pembiayaan subsidi dan bunga obligasi yang sangat sehubungan dengan masih terhambatnya aliran
besar di dalam negeri dipandang masih sangat berat masuk devisa swasta akibat situasi di dalam negeri
dan sangat rentan terhadap fluktuasi suku bunga dan yang belum kondusif dan kondisi eksternal yang tidak
nilai tukar. Sementara itu, beban pengeluaran untuk menguntungkan.
pembayaran utang luar negeri pemerintah sangat Dari sisi mikro, menurunnya kepercayaan
tergantung pada keberhasilan negosiasi dengan pasar terhadap rupiah seringkali terefleksikan dalam
lembaga donor. Keberhasilan dalam negosiasi utang fluktuasi nilai tukar yang sangat tajam. Hal ini
luar negeri dengan lembaga donor tersebut sangat disebabkan oleh kondisi pasar valuta asing di dalam
berpengaruh besar terhadap ekspektasi pasar dan negeri yang tidak likuid dan kurang dalam, terutama
seringkali digunakan sebagai referensi sejumlah sebagai akibat dari berbagai kelemahan mendasar yang
lembaga pemeringkat utang internasional dalam melekat pada struktur mikro pasar keuangan di dalam
menentukan peringkat utang negara (sovereign negeri (Boks : Memahami Dinamika Nilai Tukar Melalui
credit rating). Menurunnya kepercayaan publik ter- Pendekatan Struktur Mikro Pasar). Struktur mikro pasar,
hadap kesinambungan fiskal juga sangat dipenga- baik pasar valuta asing maupun pasar uang di dalam
ruhi oleh lambannya realisasi privatisasi sejumlah negeri masih ditandai oleh adanya segmentasi yang
badan usaha milik negara (BUMN) dan proses terjadi akibat adanya perbedaan risiko keuangan.

56
Nilai Tukar

Dalam kondisi pasar yang tersegmentasi, Lemahnya struktur mikro pasar valuta asing
beberapa bank yang menguasai pangsa pasar di dalam negeri juga ditandai dengan kurang berkem-
mengalami kelebihan likuiditas valuta asing karena bangnya pasar lindung nilai sebagai instrumen yang
terbatasnya outlet penanaman di dalam negeri yang sangat bermanfaat dalam menghindari risiko fluktuasi
dipandang cukup aman, baik dalam bentuk penya- nilai tukar. Instrumen lindung nilai seperti transaksi
luran kredit ke dunia usaha maupun pada PUAB swap dan forward hanya tersedia dalam tenor waktu
valuta asing di dalam negeri. Hal ini terutama di- yang relatif sangat pendek. Sementara itu, pasokan
sebabkan oleh belum membaiknya prospek berusaha fasilitas lindung nilai untuk transaksi dengan tenor
di dalam negeri dan terbatasnya credit line yang di- jangka menengah-panjang, yang sesungguhnya
miliki bank-bank lokal. Keterbatasan credit line sangat diperlukan dalam mendukung kepastian
tersebut disebabkan oleh masih rendahnya keper- transaksi di sektor riil belum tersedia dalam jumlah
cayaan terhadap bank-bank lokal yang sebagian yang memadai. Sebagai akibatnya, kebutuhan valuta
besar masih dipandang memiliki struktur neraca yang asing di masa depan pada umumnya direalisasikan
belum kuat dan sangat rentan terhadap risiko melalui pembelian lebih dini di pasar spot.
sistemik, meskipun telah didukung oleh program Meningkatnya permintaan valuta asing me-
penjaminan pemerintah. lalui pasar spot semakin menimbulkan tekanan de-
Sebagai akibat dari masih tingginya risiko presiasi yang berlebihan terhadap rupiah, terutama
penempatan dana di dalam negeri tersebut, sepan- pada saat aksi pembelian valuta asing yang dilakukan
jang tahun laporan terdapat kecenderungan pening- oleh perusahaan-perusahaan besar (big players)
katan penempatan portofolio valuta asing bank di sering menimbulkan dampak berantai (bandwagon
pasar uang luar negeri (offshore money market) effect) di pasar. Masuknya perusahaan-perusahaan
dalam bentuk instrumen keuangan jangka pendek, besar tersebut secara rutin ke pasar sering memicu
khususnya dilakukan oleh sejumlah bank besar yang pembelian valuta asing lebih dini oleh sejumlah bank
memiliki akses ke pasar offshore. Sumber pembia- dan sering diikuti oleh pelaku pasar lainnya (herd
yaan portofolio valuta asing bank-bank tersebut behavior) termasuk pelaku pasar yang sesungguhnya
antara lain berasal dari dana rupiah yang dihimpun membutuhkan valuta asing di masa depan. Tekanan
di dalam negeri, sehingga dapat menimbulkan depresiasi semakin mudah timbul terutama dalam
tekanan terhadap nilai tukar pada saat terjadinya kondisi terjadinya kelebihan likuiditas rupiah di pasar
konversi dari rupiah ke valuta asing. Selain itu, kon- keuangan sebagai akibat dari proses intermediasi
versi dari rupiah ke valuta asing juga terjadi melalui perbankan yang belum sepenuhnya pulih. Dalam
transaksi swap dengan memanfaatkan perbedaan kondisi seperti itu, likuiditas rupiah lebih banyak
antara tingkat implied swap premium3 dan tingkat berputar di sektor keuangan dan ditengarai lebih
suku bunga rupiah. dioptimalkan hanya untuk meraih keuntungan jangka
pendek di pasar valuta asing dan pasar uang daripada
3 Implied swap premium adalah tingkat premi swap ditambah suku
bunga simpanan valuta asing. disalurkan ke sektor produktif.

57
Nilai Tukar

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR RUPIAH


Rp/$
Sepanjang 2001, nilai tukar rupiah melemah 11.500 11,285 11,314
11,116
11.000 10,877
725 poin atau 7,0% terhadap dolar dari Rp9.675 pada 10,560
10.500 10,213 10,260
10,086
akhir Desember 2000 menjadi Rp10.400 per dolar 10.000
9,611
9,449 9,485
9.500 9,304
pada akhir Desember 2001. Tingkat depresiasi ru- 8,967
9.000

piah terlihat cukup tajam bila dihitung secara rata- 8.500

8.000
rata harian, yaitu melemah sebesar 1.817 poin atau
7.500

17,7% dari Rp8.438 dalam tahun 2000 menjadi 7.000


Des. Jan. Feb. Mar. Apr. Mei Jun. Jul. Ags. Sep. Okt. Nov. Des.
2000 2001
Rp10.255 per dolar dalam tahun 2001 (Grafik 3.3).
Grafik 3.3
Tekanan depresiasi tersebut disertai dengan besarnya Rata-Rata Harian Nilai Tukar Rupiah
fluktuasi nilai tukar rupiah, yang tercermin dari
tingginya tingkat volatilitas.4 Secara rata-rata harian,
Persen
tingkat volatilitas nilai tukar rupiah mengalami 16,0

14,0 Volatilitas Nilai Tukar Rp


peningkatan dari 2,2% dalam tahun 2000 menjadi
12,0
2,8% dalam tahun 2001, dan sempat mencapai 10,0

tingkat tertinggi 14,4% pada pertengahan Agustus 8,0

6,0 Rata-rata Volatilitas


2001 (Grafik 3.4).
4,0

Perkembangan nilai tukar rupiah dapat 2,0

0,0
diamati dalam empat fase. Fase pertama, rupiah Des. Jan. Feb. Mar. Apr. Mei Jun. Jul. Ags. Sep. Okt. Nov. Des.
2000 2001
menunjukkan kecenderungan melemah dalam
Grafik 3.4
empat bulan pertama 2001 hingga mencapai nilai Volatilitas Nilai Tukar Rupiah
terendah Rp12.090 sebelum akhirnya ditutup pada
level Rp11.600 pada akhir April 2001. Selanjutnya,
pada fase kedua, nilai tukar rupiah bergerak relatif Pada fase pertama, tekanan depresiasi
stabil (sideways) dalam kisaran Rp11.200 hingga terhadap nilai tukar rupiah terutama dipengaruhi oleh
menjelang Sidang Istimewa MPR. Sementara itu, sentimen pasar, yang dipicu oleh kekhawatiran
pada fase ketiga, sejak digelarnya Sidang Istimewa terhadap ketidakpastian kondisi politik dan keamanan
MPR pada 21 Juli 2001, nilai tukar rupiah menguat yang mengiringi proses impeachment —melalui
tajam hingga mencapai nilai tertinggi Rp8.485 per memorandum I dan II— terhadap kepemimpinan
dolar pada 14 Agustus 2001. Namun, pada fase nasional saat itu. Situasi ketidakpastian tersebut
keempat, nilai tukar rupiah kembali bergerak mele- menimbulkan ekspektasi terhadap melemahnya nilai
mah hingga menembus batas pertahanan psikologis tukar rupiah ke depan yang pada gilirannya mendo-
pasar Rp10.000. rong terjadinya aksi beli (panic buying) sehingga
rupiah melemah cukup tajam. Menghadapi gejolak
4 Deviasi nilai tukar harian dari 22 days moving average (1 bulan
kalender). nilai tukar rupiah tersebut, Bank Indonesia berupaya

58
Nilai Tukar

melakukan penyerapan kelebihan likuiditas di pasar mimpinan nasional baru. Kondisi ini diharapkan
keuangan melalui Operasi Pasar Terbuka (OPT) yang menjadi landasan baru bagi Indonesia untuk keluar
dibantu melalui langkah strerilisasi di pasar valuta dari krisis ekonomi yang berkepanjangan, sehingga
asing. Kebijakan ini terus dilakukan sepanjang tahun mampu mendorong apresiasi nilai tukar rupiah yang
laporan secara konsisten dan terukur. Selain itu, pada sangat tajam. Dalam kurun waktu tersebut,
12 Januari 2001 Bank Indonesia menerbitkan PBI No. dukungan dari dalam negeri maupun dari luar negeri
3/3/2001 yang dimaksudkan untuk membatasi terhadap pemerintahan baru terus mengalir sehing-
transaksi rupiah oleh bukan penduduk yang ga nilai tukar rupiah menguat lebih lanjut mencapai
berpotensi digunakan untuk berspekulasi (Boks : nilai tertinggi Rp8.485 per dolar pada 14 Agustus
Pembatasan Terhadap Transaksi Rupiah dan 2001.
Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank). Pada fase keempat, rupiah kembali bergerak
Pada fase ke dua, situasi politik di dalam melemah hingga menembus batas pertahanan
negeri semakin diwarnai oleh merosotnya keper- psikologis pasar Rp10.000 (clear break) dan berlanjut
cayaan terhadap kepemimpinan nasional. Hal ini pada hingga menjelang akhir 2001. Tekanan depresiasi
gilirannya semakin memperkuat dukungan terhadap tersebut terutama diawali oleh meningkatnya kembali
perlunya digelar Sidang Istimewa MPR yang aksi beli valuta asing oleh korporasi dengan
diharapkan dapat melahirkan kepemimpinan nasional memanfaatkan level nilai tukar rupiah yang rendah
baru. Menyikapi situasi politik di Indonesia yang akibat apresiasi yang sangat tajam pasca pengalihan
semakin rawan, pada 21 Mei 2001 lembaga kepemimpinan nasional. Dalam saat yang sama,
pemeringkat internasional, Standard & Poor’s (S&P), kepercayaan pasar mulai merosot kembali sebagai
menurunkan peringkat utang (sovereign credit rating) akibat meningkatnya ketidakpastian mengenai
Indonesia dari B- menjadi CCC+. Selanjutnya, rapat penanganan beberapa program restrukturisasi
paripurna DPR pada 30 Mei 2001 akhirnya meminta ekonomi. Meskipun situasi politik cenderung
secara resmi kepada MPR untuk menggelar Sidang membaik, pelaku pasar belum melihat terdapatnya
Istimewa. Kendati demikian, dengan nilai tukar yang sinyal perbaikan pada sisi fundamental ekonomi.
sangat undervalued, dalam situasi seperti ini pelaku Kepercayaan pasar terutama dipengaruhi
pasar tidak banyak mengambil posisi karena bersikap oleh persepsi terhadap besarnya utang pemerintah
menunggu (wait and see) perkembangan politik baik utang dalam negeri maupun luar negeri yang
menjelang Sidang Istimewa MPR sehingga dipandang akan menjadi ancaman yang sangat
pergerakan nilai tukar rupiah relatif stabil (sideways) berat dalam memelihara kesinambungan fiskal.
dalam kisaran Rp11.200 hingga menjelang Sidang Beratnya kondisi keuangan pemerintah tersebut
Istimewa MPR. dikonfirmasi oleh S&P pada 2 November 2001
Pada fase ketiga, optimisme terhadap dengan menurunkan kembali peringkat utang
membaiknya situasi politik meningkat seiring dengan Indonesia dari CCC+ menjadi CCC dengan negative
berhasilnya Sidang Istimewa MPR memilih kepe- outlook, yang berarti bahwa peringkat utang Indone-

59
Nilai Tukar

sia tersebut masih berpeluang untuk diturunkan lagi nesia sebagaimana dikonfirmasi oleh Political &
di masa yang akan datang. Rencana pemerintah yang Economic Risk Consultancy (PERC) yang berbasis
akan meminta penjadwalan utang luar negeri melalui di Hong Kong. Berdasarkan hasil kajian PERC, coun-
forum Paris Club III menjadi alasan utama bagi S&P try risk Indonesia meningkat dari 7,3 menjadi 7,6.
dalam menurunkan peringkat utang Indonesia Namun, menjelang penutupan akhir tahun, nilai tukar
tersebut. Bahkan S&P mengancam akan kembali rupiah sedikit menguat kembali sehubungan dengan
menurunkan peringkat utang Indonesia ketingkat terdapatnya pasokan valuta asing dari BPPN, serta
terendah, yaitu Selected Default (SD), jika bunga meningkatnya kebutuhan rupiah dalam rangka
Yankee Bonds Indonesia sampai harus dijadwalkan menghadapi beberapa hari besar yang hampir
sebagai konsekuensi atas penerapan azas berlangsung secara bersamaan pada Desember
comparibility of treatment dalam Paris Club. Keper- 2001.
cayaan pasar semakin memburuk karena keter- Meningkatnya country risk Indonesia juga
lambatan pencairan pinjaman dari IMF sebesar $400 ditandai dengan melonjaknya rata-rata tingkat premi
juta yang baru dicairkan pada Agustus 2001 setelah swap untuk semua tenor dan naiknya tingkat premi
tertunda sejak Desember 2000. risiko secara tajam (Grafik 3.5 dan 3.6). Rata-rata
Sementara itu, krisis politik internasional tingkat premi swap untuk tenor overnight, 1 bulan, 3
sebagai dampak peristiwa serangan teroris di Amerika bulan, 6 bulan, dan 12 bulan melonjak masing-masing
Serikat pada 11 September 2001 selanjutnya dari 3,86%, 4,97%, 5,02%, 4,89%, dan 4,95% pada
berimbas ke dalam negeri berupa reaksi keras yang 2000 menjadi 11,98%, 13,88%, 14,36%, 14,20%, dan
menimbulkan situasi yang tidak aman bagi investor 13,85% pada 2001. Dalam periode yang sama, rata-
asing di dalam negeri. Berbagai peristiwa tersebut rata tingkat premi risiko naik dari 603 bp menjadi 712
dipandang semakin memperburuk country risk Indo- bp (Grafik 3.1).

Persen Persen
18,0 18,00
17,00
16,0
16,00
14,0 15,00
14,00
12,0
13,00
10,0 12,00

8,0 11,00
10,00
6,0 O/N 1 Bulan 9,00 Maret Juni September Desember
3 Bulan 6 Bulan 12 Bulan
4,0 8,00
Des. Jan. Feb . Mar. Apr. Mei Jun. Jul. Ags. Sep. Okt. Nov. Des. O/N 1 Bulan 3 Bulan 6 Bulan 12 Bulan
2000 2001

Grafik 3.5 Grafik 3.6


Perkembangan Premi Swap Kurva Yield Swap

60
Nilai Tukar

Persen Indeks
1,0 125
IDR 1 Januari 2001 = 100
0,5 120
0,0 115 JPY
-0,5 110

-1,0 105
-1,5 100 KRW
PHP THB
-2,0 95

-2,5 EUR
90

-3,0 85
1/1 15/1 29/1 12/2 26/2 12/3 26/3 9/4 23/4 3/5 13/5 23/5 4/6 18/6 2/7 16/7 30/7 13/8 27/8 10/9 24/9 8/10 22/10 5/11 19/11 3/12 17/12 31/12
Des. Jan. Feb. Mar. Apr. Mei Jun. Jul. Ags. Sep. Okt. Nov. Des.
2001
2000 2001

Grafik 3.7 Grafik 3.8


Covered Interest Rate Parity Perkembangan Indeks Nilai Tukar Beberapa Mata Uang

Sejalan dengan melonjaknya premi swap, dampak penularan (contagion effect) sehingga nilai
covered interest rate parity5 (berjangka waktu 1 bulan) tukar rupiah turut tertekan. Melambatnya kinerja
juga memburuk. Hampir sepanjang periode laporan, ekonomi Amerika Serikat pada khususnya dan dunia
covered interest rate parity terus-menerus mencatat pada umumnya telah memukul kinerja sektor eks-
angka negatif. Secara point to point, angka covered ternal sejumlah negara Asia karena menurunnya per-
interest rate parity memburuk dari 0,55% pada akhir mintaan terhadap produk ekspor, yang pada gili-
2000 menjadi –0,83% pada akhir 2001 (Grafik 3.7). rannya turut memberi tekanan terhadap mata uang
Walaupun perbedaan suku bunga (interest rate domestik di negara-negara tersebut seperti tercermin
differential) membaik akibat naiknya suku bunga dari perkembangan indeks nilai tukar nominal
nominal dalam negeri dan turunnya suku bunga luar beberapa negara Asia (Grafik 3.8).
negeri, namun besarnya peningkatan premi swap
telah menyebabkan covered interest rate selalu PENAWARAN DAN PERMINTAAN VALUTA ASING
negatif. Hal ini merefleksikan masih tingginya faktor Berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan
risiko, yang tidak dapat ditutup oleh perbedaan suku nilai tukar rupiah sepanjang 2001 sebagaimana
bunga nominal, sehingga menurunkan minat inves- dikemukakan di atas, juga dapat dilihat dari kondisi
tor untuk memegang aset berdenominasi rupiah. keseimbangan permintaan dan penawaran di pasar
Kecenderungan melemahnya mata uang re- valuta asing. Kecenderungan depresiasi nilai tukar
gional dan mata uang kuat dunia lainnya terhadap rupiah yang disertai dengan tingkat volatilitas yang
dolar sepanjang tahun laporan juga menimbulkan tinggi merupakan cermin dari besarnya tingkat per-
mintaan valuta asing yang tidak diimbangi dengan
5 Covered interest rate parity = suku bunga dalam negeri (JIBOR 1 pasokan yang memadai di pasar valuta asing.
bulan) – suku bunga luar negeri (SIBOR 1 bulan) – premi swap (1
bulan). Terjadinya kesenjangan tersebut pada gilirannya

61
Nilai Tukar

menyebabkan nilai tukar rupiah sangat peka terhadap WTC di Amerika Serikat. Secara keseluruhan, nilai
terjadinya perubahan sentimen pasar. ekspor pada 2001 tercatat sebesar $58,7 miliar, lebih
Dari sisi penawaran, potensi pasokan di rendah dari nilai ekspor 2000 yang mencapai $65,4
pasar valuta asing dalam negeri dapat bersumber dari miliar. Sementara itu, defisit neraca jasa didominasi
devisa hasil ekspor, aliran masuk modal asing baik oleh pembayaran bunga utang luar negeri. Surplus
berupa investasi asing langsung (FDI) maupun inves- transaksi berjalan tersebut secara riil (cash basis)
tasi portofolio, penarikan pinjaman luar negeri, serta bahkan dapat menjadi lebih kecil apabila ternyata
sterilisasi valuta asing oleh bank sentral. Sepanjang tidak seluruh devisa hasil ekspor (DHE) mengalir
2001, sebagian besar sumber penghasil devisa masuk ke dalam negeri.
tersebut masih menunjukkan berbagai keterbatasan Penurunan kinerja ekspor 2001 lebih
dan hambatan dalam peranannya untuk meningkatkan dipengaruhi oleh lesunya perekonomian dunia, diban-
pasokan valuta asing ke pasar. Keterbatasan pasokan dingkan dengan stimulus yang bersumber dari ter-
tersebut terutama disebabkan oleh belum kondusifnya depresiasinya nilai tukar rupiah baik secara nominal
situasi di dalam negeri, kecenderungan memburuknya maupun riil. Kecenderungan terdepresiasinya nilai
kinerja ekonomi dunia, serta beberapa permasalahan tukar rupiah secara riil terutama sebagai akibat dari
struktural yang menghambat aliran masuk devisa ke besarnya tingkat depresiasi nominal nilai tukar rupiah
dalam negeri. Di pihak lain, peranan bank sentral seba- yang melebihi pengaruh besarnya kenaikan inflasi di
gai pemasok valuta asing di pasar sangat tergantung dalam negeri. Depresiasi nilai tukar rupiah secara riil
pada kecukupan cadangan devisa. terlihat dari menurunnya rata-rata indeks real effec-
Secara fundamental, tekanan depresiasi tive exchange rate (REER) dari 69,6 dalam tahun
terhadap rupiah merupakan refleksi dari mem- 2000 menjadi 67,8 dalam tahun 2001 (Grafik 3.9).
buruknya kinerja sektor eksternal sebagaimana Sementara itu, rata-rata indeks bilateral real exchange
tercermin dari merosotnya surplus transaksi berjalan rate (BRER) juga menunjukkan penurunan dari 54,8
dan membengkaknya defisit lalu lintas modal (Lihat dalam tahun 2000 menjadi 49,3 pada 2001, dan masih
uraian lebih lengkap dalam Bab 6 Neraca jauh di bawah indeks BRER sejumlah negara Asia
Pembayaran). Surplus transaksi berjalan dalam tahun seperti Cina, Korea Selatan, Singapura, Malaysia, dan
laporan hanya mencapai $5,0 miliar atau 3,4% dari Thailand meskipun mata uang negara-negara
PDB, jauh di bawah surplus tahun sebelumnya tersebut secara riil juga mengalami depresiasi
sebesar $8,0 miliar atau 5,3% dari PDB. Merosotnya sepanjang 2001 (Grafik 3.10).
surplus transaksi berjalan tersebut terutama Dalam periode yang sama, defisit lalu lintas
disebabkan oleh turunnya kinerja ekspor dan masih modal diperkirakan mencapai $8,9 miliar, meningkat
tingginya defisit neraca jasa. Sepanjang 2001, kinerja dari $6,8 miliar dalam periode sebelumnya. Hal ini
ekspor Indonesia menunjukkan kecenderungan yang disebabkan oleh defisit lalu lintas modal pemerintah
terus menurun sejalan dengan lesunya kondisi setelah dalam periode sebelumnya mencatat surplus,
perekonomian dunia yang diperparah oleh tragedi sementara
. defisit lalu lintas modal swasta masih

62
Nilai Tukar

Indeks Indeks

90 95

85 85
RRC
80
75 Singapura
75
65
70 Thailand
55 Korea
65 Selatan

45 Malaysia
60 Indonesia

55 35
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1999 2000 2001 2000 2001

Grafik 3.9 Grafik 3.10


Real Effective Exchange Rate Bilateral Real Exchange Rate

tinggi. Masih tingginya defisit lalu lintas modal swasta gilirannya mengakibatkan likuiditas di PUAB valuta
selain disebabkan oleh masih terhambatnya aliran asing dalam negeri semakin menurun sehingga turut
masuk devisa, juga disebabkan oleh masih terus membatasi ketersediaan likuiditas valuta asing di
berlangsungnya aliran modal keluar. Terhambatnya pasar valuta asing dalam negeri.
aliran masuk devisa baik berupa penanaman modal Secara keseluruhan, neraca pembayaran
asing langsung (FDI) maupun surat-surat berharga Indonesia dalam tahun 2001 diperkirakan mengalami
di pasar uang dan modal (portfolio), terutama karena defisit $1,4 miliar setelah selama tiga tahun terakhir
belum kondusifnya situasi di dalam negeri. Hal ini mencatat surplus. Dari sisi fundamental, gambaran
berkaitan dengan masih lemahnya jaminan ke- sektor eksternal yang kurang menggembirakan ter-
amanan berusaha dan kepastian hukum serta ber- sebut mencerminkan terbatasnya sumber devisa
bagai ketidakpastian situasi sosial politik. Sementara yang menjadi salah satu penyebab kelangkaan paso-
itu, aliran modal keluar terutama berkaitan dengan kan valuta asing di pasar keuangan dalam negeri.
masih besarnya pembayaran utang luar negeri Dari sisi permintaan, situasinya sangat
swasta, serta masih tingginya penempatan portofolio kontras dengan sisi penawaran di pasar valuta asing
valuta asing di pasar uang offshore. dalam negeri. Di tengah-tengah kelangkaan pasokan
Peningkatan penempatan portofolio valuta valuta asing di pasar, permintaan valuta asing masih
asing di pasar uang offshore terutama sebagai akibat cukup besar dan cenderung meningkat baik yang di-
dari masih tingginya risiko penempatan valuta asing dasari oleh permintaan murni (genuine demand),
di dalam negeri, baik dalam bentuk penyaluran kredit maupun motif spekulasi (speculative demand) dan
valuta asing maupun di PUAB valuta asing di dalam tindakan penyelamatan aset (flight to quality). Hal
negeri. Selanjutnya, masih tingginya risiko penem- ini pada umumnya dipicu oleh memburuknya
patan dana di PUAB valuta asing dalam negeri pada sentimen pasar akibat dari meningkatnya berbagai

63
Nilai Tukar

faktor ketidakpastian dan risiko. Kendati demikian, tukar ke depan. Ekspektasi terhadap kemungkinan
dalam prakteknya masih sulit untuk membedakan melemahnya nilai tukar rupiah yang dipicu oleh
realisasi pembelian valuta asing yang dilatar- sentimen negatif sering mendorong sektor kor-
belakangi ketiga motif tersebut mengingat seringkali porasi merealisasikan pembelian valuta asing lebih
terjadi secara simultan. Namun dari ketiga motif dini di pasar spot, daripada melakukan transaksi
permintaan tersebut, jenis transaksi yang ditengarai lindung nilai sebagai sarana untuk melindungi risiko
paling besar dan relatif terukur menurut penggu- fluktuasi nilai tukar. Kondisi tersebut disebabkan
naannya adalah permintaan valuta asing untuk oleh kurang berkembangnya pasar lindung nilai/
pembiayaan impor dan pembayaran cicilan pokok hedging (derivative market) terutama untuk yang
dan bunga utang luar negeri. berjangka waktu menengah-panjang. Selain itu,
Permintaan valuta asing untuk kebutuhan realisasi permintaan valuta asing oleh korporasi —
impor migas dan nonmigas ditengarai masih tetap terutama yang tergolong besar (big players)—
tinggi meskipun mengalami penurunan dibanding seringkali menjadi pemicu transaksi bagi pelaku pa-
tahun sebelumnya. Selain untuk membiayai impor, sar lainnya (herd behaviour) terutama yang bermotif
permintaan valuta asing juga ditengarai banyak spekulasi.
digunakan dalam rangka pelunasan cicilan pokok dan Sementara itu, permintaan valuta asing yang
bunga utang luar negeri khususnya sektor swasta. murni dilatarbelakangi oleh motif spekulasi masih sulit
Pembayaran utang luar negeri tersebut berpotensi untuk dapat diukur besarannya. Namun, secara u-
menjadi sumber permintaan valuta asing di pasar. mum permintaan yang bermotif spekulasi ini sering-
Besarnya pembayaran utang luar negeri tersebut juga kali muncul bertepatan dengan memburuknya sen-
tercermin dari menurunnya posisi utang luar negeri timen pasar sebagai reaksi terhadap meningkatnya
dalam tahun laporan (lihat uraian di Bab 6 Neraca ketidakpastian yang dipicu baik oleh faktor ekonomi
Pembayaran). maupun nonekonomi.
Dampak yang ditimbulkan oleh realisasi
pembelian valuta asing oleh korporasi baik untuk TRANSAKSI DEVISA ANTARBANK
kebutuhan impor maupun pembayaran cicilan utang Meningkatnya volatilitas nilai tukar rupiah sejalan
luar negeri swasta di tengah-tengah kelangkaan dengan terjadinya perubahan pola transaksi di pasar
pasokan devisa cenderung menimbulkan tekanan valuta asing dalam negeri. Secara kumulatif, transaksi
depresiasi terhadap nilai tukar rupiah. Dalam prak- devisa antarbank6 menurun 4,0% dari $298,0 miliar
teknya, timing dari realisasi pembelian valuta asing tahun 2000 menjadi $286,1 miliar tahun 2001 (Tabel
oleh korporasi tersebut tidak selalu sejalan dengan 3.1). Dari jenis transaksinya, transaksi swap masih
jadwal kebutuhan valuta asing untuk kegiatan impor mendominasi komposisi transaksi devisa antarbank
di masa depan atau jadwal pelunasan utang luar sepanjang 2001 (Grafik 3.11). Namun, dalam periode
negeri, namun pada umumnya lebih didasarkan
pada ekspektasi terhadap arah perkembangan nilai 6 Khusus untuk transaksi dolar-rupiah.

64
Nilai Tukar

yang tercermin dari tingginya tingkat premi swap.


Tabel 3.1
Transaksi Devisa Antarbank Khusus Dolar-Rupiah Kelangkaan instrumen lindung nilai tersebut terutama
disebabkan oleh kurang berkembangnya pasar
2000 2001
Volume Transaksi
Juta Dolar derivatif di pasar keuangan domestik.
Spot 109.045,6 128.372,6 Dari total volume transaksi devisa antarbank
Forward 1.385,9 4.533,0
Swap 187.596,8 153.225,1 (dolar-rupiah) sebesar $286,1 miliar dalam periode

Total Volume 298.028,3 286.130,7 laporan, sebesar $160,3 miliar merupakan pembelian
dolar dan sebesar $125,8 miliar merupakan penjualan
dolar sehingga secara keseluruhan transaksi devisa
yang sama, transaksi swap menurun 18,3% dari antarbank mencatat posisi total net overbought
$187,6 miliar menjadi $153,2 miliar sedangkan sebesar $34,5 miliar. Dengan kata lain, sepanjang
transaksi spot justru meningkat 17,8% dari $109,0 periode laporan perbankan cenderung berada dalam
miliar menjadi $128,4 miliar. Dilihat dari pelaku posisi long dollar. Posisi net overbought tersebut
pasarnya, bank-bank asing masih mendominasi terutama bersumber dari transaksi dengan counter-
transaksi devisa antarbank dengan volume transaksi part di luar negeri yang mencatat net overbought,
yang cukup besar. sedangkan transaksi dengan counterpart di dalam
Pergeseran komposisi transaksi dari pasar negeri justru mencatat net oversold. Dilihat dari jenis
swap ke pasar spot menunjukkan perubahan pola transaksinya, posisi net overbought sebagian besar
perilaku pasar menjadi lebih bersifat spekulatif. Hal berasal dari transaksi swap.
ini ditengarai karena semakin langkanya penawaran Perkembangan volume transaksi devisa
fasilitas swap khususnya yang berjangka menengah- antarbank juga menunjukkan pola yang relatif searah
panjang (3 bulan ke atas). Di pihak lain, ongkos untuk dengan volatilitas nilai tukar rupiah (Grafik 3.12).
melakukan lindung nilai di pasar swap semakin mahal Volume transaksi terbesar terjadi pada Agustus 2001

Juta dolar Persen


800 10
Rata-rata Harian Volume Transaksi Spot Dolar-Rupiah
9
700 Rata-rata Harian Volatilitas Kurs Rupiah
8
600
7
500
6
Spot
400 5
45%
Swap 4
300
53%
3
200
Forward 2
2% 100
1
0 0
Jan. Feb. Mar. Apr. Mei Jun. Jul. Ags. Sep. Okt. Nov. Des.
Grafik 3.11 2001

Komposisi Volume Transaksi Devisa Grafik 3.12


Volume Transaksi Spot dan Volatilitas Nilai Tukar

65
Nilai Tukar

yang secara rata-rata harian mencapai $668 juta. buruknya sentimen karena gejolak sosial politik—,
Besarnya volume transaksi dalam Agustus tersebut langkah sterilisasi ini berhasil menahan nilai tukar
diiringi dengan tingginya tingkat volatilitas nilai tukar rupiah agar tidak terdepresiasi lebih tajam lagi.
rupiah yang secara rata-rata harian mencapai 8,0%, Selanjutnya, kebijakan sterilisasi ini terus
tertinggi sepanjang periode laporan. dijalankan secara konsisten dan terukur, dalam arti
kebijakan tersebut dilakukan sepanjang tahun
KEBIJAKAN laporan dan pelaksanaannya disesuaikan dengan
Menyikapi tingginya gejolak nilai tukar ru- kondisi pasar dan kecukupan cadangan devisa yang
piah sebagaimana disampaikan sebelumnya, harus dipelihara Bank Indonesia. Konsistensi
sepanjang tahun laporan Bank Indonesia telah pelaksanaan kebijakan ini sangat penting dalam
menempuh beberapa langkah yang diperlukan upaya memberikan sinyal kepada publik terhadap
melalui kebijakan moneter dengan mengoptimalkan komitmen Bank Indonesia dalam memelihara
seluruh instrumen yang tersedia. Upaya tersebut kestabilan nilai tukar.
juga diperkuat dengan penyempurnaan beberapa Selain itu, Bank Indonesia juga telah mener-
peraturan, pengawasan terhadap sejumlah bank bitkan PBI No.3/3/2001 yang mengatur ketentuan
pelaku terbesar di pasar valuta asing, serta pembatasan transaksi rupiah oleh bukan penduduk
monitoring terhadap transaksi devisa. Disadari pada 12 Januari 2001.7 Kebijakan ini dilatarbelakangi
bahwa, berbagai langkah yang ditempuh Bank oleh perilaku bukan penduduk yang cenderung
Indonesia tersebut belum sepenuhnya memberikan menggunakan rupiah sebagai alat spekulasi sehingga
hasil yang optimal karena besarnya pengaruh faktor sering menimbulkan gejolak nilai tukar rupiah. Dalam
nonekonomi, serta kompleksitas permasalahan pelaksanaannya, kebijakan ini terbukti mampu mem-
ekonomi makro dan mikro yang mempengaruhi nilai batasi ruang gerak bukan penduduk untuk bertran-
tukar (yang tidak sepenuhnya berada dalam kendali saksi rupiah yang tidak didasarkan pada kegiatan
Bank Indonesia). ekonomi riil.
Dalam rangka penyerapan kelebihan likui- Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya,
ditas rupiah yang berpotensi dapat memberikan Bank Indonesia tetap melakukan pengawasan terha-
tekanan terhadap nilai tukar rupiah, sepanjang dap bank-bank yang aktif di pasar valuta asing baik
periode laporan Bank Indonesia melakukan kebijakan secara langsung maupun tidak langsung. Pengawa-
moneter melalui Operasi Pasar Terbuka (OPT), yang san secara langsung terhadap bank-bank —sebagai
dibantu dengan sterilisasi valuta asing di pasar. pelaku utama di pasar valuta asing— sangat penting
Langkah sterilisasi valuta asing ini juga bertujuan guna memastikan kepatuhan terhadap peraturan
untuk menambah likuiditas valuta asing di pasar kehati-hatian (prudential regulation) termasuk kehati-
dalam negeri yang ditengarai mengalami kelangkaan hatian dalam transaksi devisa. Sementara itu,
pasokan. Di tengah-tengah derasnya permintaan
7 Lihat Boks: Pembatasan Terhadap Transaksi Rupiah dan Pemberian
valuta asing —yang seringkali dipicu oleh mem- Kredit Valuta Asing oleh Bank.

66
Nilai Tukar

pengawasan secara tidak langsung terutama perbaiki struktur mikro pasar valuta asing termasuk
dilakukan dengan melakukan pemantauan terhadap mengurangi segmentasi pasar sehingga dapat tercipta
laporan keuangan yang disampaikan secara rutin oleh pasar valuta asing yang likuid dan efisien. Dalam
bank-bank devisa serta pemantauan terhadap hubungan ini, guna melahirkan kebijakan yang kredibel
transaksi valuta asing melalui data Pusat Informasi dan realistis, berbagai penelitian dan kajian akan terus
Pasar Uang (PIPU). ditingkatkan. Upaya tersebut akan ditempuh antara lain
Berbagai langkah kebijakan tersebut akan melalui koordinasi dengan Pemerintah serta
lebih efektif apabila memperoleh dukungan dari kondisi komunikasi secara rutin dengan bank-bank guna
fundamental ekonomi makro dan kondisi sosial politik mengetahui kondisi yang sesungguhnya terjadi di
yang kondusif. Kondisi fundamental ekonomi dan sosial pasar valuta asing. Penelitian dan kajian terutama
politik yang kondusif merupakan modal dasar baik diarahkan guna mengurangi terjadinya kesenjangan
dalam membangun kepercayaan pasar maupun permintaan dan penawaran di pasar valuta asing serta
sebagai bagian yang sangat penting dalam mengu- menutup beberapa kelemahan mendasar pada
rangi kesenjangan permintaan dan penawaran di pasar struktur mikro perbankan pada umumnya dan pasar
valuta asing. Meskipun secara keseluruhan berjalan valuta asing pada khususnya.
lamban, tercatat beberapa kemajuan dalam re- Sementara itu, guna mengurangi kesen-
strukturisasi ekonomi terutama restrukturisasi utang jangan permintaan dan penawaran valuta asing
pemerintah dan beberapa program restrukturisasi sekaligus membangun kepercayaan pasar, program
dalam kerangka kesepakatan dengan IMF. restrukturisasi ekonomi seperti restrukturisasi utang
Ke depan, kebijakan moneter akan tetap dan korporasi, privatisasi dan divestasi, serta
dilaksanakan secara konsisten, terarah, dan terukur revitalisasi sektor dunia usaha dan perbankan, akan
agar kestabilan harga tetap terjaga serta dapat men- terus dilanjutkan. Namun demikian, seluruh upaya
cegah timbulnya potensi yang dapat memberi tekanan tersebut di atas akan lebih efektif apabila
terhadap nilai tukar. Sementara itu, pengawasan memperoleh dukungan kondisi sosial politik yang
terhadap transaksi devisa bank-bank, baik secara stabil dan kondusif. Selain itu, upaya-upaya yang
langsung maupun tidak langsung akan terus dapat meningkatkan kepastian hukum dan
dioptimalkan. Sejalan dengan beberapa langkah yang keamanan berusaha merupakan bagian terpenting
akan ditempuh guna meyehatkan sektor perbankan, dalam upaya memelihara kestabilan nilai tukar ru-
beberapa upaya akan terus ditempuh guna mem- piah.

67
Nilai Tukar

boks

Memahami Dinamika Nilai Tukar Rupiah


Melalui Pendekatan Model Struktur Mikro Pasar 1

Sejak diberlakukannya sistem nilai tukar me- perubahan nilai tukar secara berlebihan (Upper,
ngambang bebas pada pertengahan 1997, nilai tukar 2000).
rupiah sering mengalami fluktuasi yang sangat besar. Sebagaimana dikemukakan sebelumnya,
Fluktuasi nilai tukar rupiah bahkan jauh lebih besar ongkos transaksi valuta asing secara implisit
apabila dibandingkan dengan fluktuasi nilai tukar mata tercermin dari bid-ask spread. Semakin besar spread
uang negara-negara lain termasuk mata uang utama tersebut, maka ongkos untuk bertransaksi di pasar
dunia seperti euro dan yen Jepang yang diper- akan semakin mahal. Di pihak lain, prinsip bisnis bagi
dagangkan secara aktif dan spekulatif dalam skala pelaku pasar khususnya spekulator berlaku, bahwa
global. Tidak dapat dipungkiri bahwa sentimen negatif apabila ongkos yang timbul akibat melebarnya spread
terhadap meningkatnya berbagai ketidakpastian di meningkat, maka pelaku pasar memerlukan terjadinya
dalam negeri merupakan pemicu awal terjadinya perubahan nilai tukar yang besar atau terjadinya large
fluktuasi nilai tukar rupiah. Namun, fluktuasi tersebut swing untuk dapat memperoleh exchange rate gain,
ditengarai tidak akan terjadi secara berlebihan apabila sehingga dengan demikian dapat diraih laba (Bagan).
rupiah diperdagangkan dalam pasar valuta asing yang Terjadinya large swing nilai tukar akan
likuid dan efisien. semakin besar apabila informasi tidak menyebar
Suatu pasar keuangan dapat dikatakan secara merata di pasar atau terjadi asimetri informasi,
likuid dan efisien apabila setiap saat selalu tersedia yang pada umumnya dipengaruhi oleh struktur mikro
harga beli dan harga jual (bid-offer spread) dengan pasar. Dengan demikian, terdapat keterkaitan yang
selisih atau spread yang relatif sangat kecil --yang
SPREAD KURS (HARGA BELI-JUAL)
pada dasarnya mencerminkan ongkos bertransaksi MENINGKAT

yang efisien-- dan volume transaksi yang sangat ONGKOS TRANSAKSI MENINGKAT

KEUNTUNGAN DARI
besar dapat segera dieksekusi dengan dampak FLUKTUASI KURS > ONGKOS TRANSAKSI

minimal terhadap fluktuasi harga. Dalam kondisi


MEMERLUKAN FLUKTUASI
KURS YANG BESAR KEUNTUNGAN BERSIH
pasar yang likuid, sensitivitas nilai tukar terhadap
PROFIL RISIKO
perubahan volume transaksi valuta asing dalam VOLATILITAS MENINGKAT TRADERS

jumlah yang relatif kecil tidak akan menimbulkan VOLUME PERDAGANGAN PROFIL RISIKO
(UNEXPECTED) TRADERS

Bagan 1
1 Disarikan dari, ‘Studies on Exchange Rate Dynamic Through Infor-
mation Asymetric Model and Survey’ (Direktorat Riset Ekonomi dan Keterkaitan Antara Likuiditas Pasar, Volume Transaksi,
Kebijakan Moneter), Jakarta 2001. dan Volatilitas

68
Nilai Tukar

erat antara struktur mikro pasar, spread, volume 1,0%, mengakibatkan volatilitas meningkat 0,3%.

transaksi, fluktuasi atau volatilitas nilai tukar. Bebe- Tingginya sensitivitas volatilitas terhadap unexpected

rapa model market microstructure menelaah volume tersebut menunjukkan bahwa pasar valuta

keterkaitan tersebut, misalnya model “the mixture asing di Indonesia sangat dangkal. Tingkat volatilitas

distribution hypothesis” (Tauchen and Pitt, 1993). secara signifikan juga sangat dipengaruhi oleh

Dengan menggunakan model ‘the mixture spread. Peningkatan spread sebesar 1,0% mengaki-

distribution hypothesis’ (MDH) dan series data Januari batkan volatilitas meningkat 0,2%. Hasil dari estimasi

1998 s.d. Mei 2001, diestimasi hubungan volatilitas, ini membuktikan bahwa semakin lebar spread atau

volume, dan spread di pasar valuta asing-rupiah semakin tidak likuid pasar valuta asing, semakin

Dalam model ini di lakukan dekomposisi antara membuat volatilitas nilai tukar semakin tinggi. Dengan

volume transaksi yang dapat diperkirakan (expected semakin melebarnya spread, peserta pasar yang

volume) dan volume transaksi yang tidak terduga memiliki motif spekulatif membutuhkan perubahan

(unexpected volume), karena keduanya memiliki atau fluktuasi nilai tukar –baik naik atau turun— yang

dampak yang berbeda terhadap spread (Cornell, cukup besar (large swing). Dengan demikian, dapat

1978). Expected volume diestimasi dengan diperoleh keuntungan dari flluktuasi nilai tukar yang

pendekatan ARMA (Auto Regressive Moving Aver- melebihi ongkos yang timbul dari spread.

age). Spread diasumsikan menjadi suatu fungsi yang Perbandingan rasio spread terhadap mid-

menurun dari volume karena skala ekonomi dari point kurs beberapa negara Asia sejak Januari 1998

meningkatnya volume akan meningkatkan proses - Mei 2001 memperlihatkan bahwa ongkos bertran-

perdagangan yang lebih efisien dan tingkat saksi dalam perdagangan nilai tukar rupiah jauh sa-

persaingan diantara traders. Oleh karena itu, ex- ngat tinggi (tidak efisien) dibandingkan beberapa nilai

pected volume diasumsikan memiliki korelasi negatif tukar mata uang Asia lainnya seperti bath Thailand

dengan spread (Easley O’Hara, 1992). Sebaliknya, dan peso Filipina. Hal ini merupakan gambaran

unexpected volume atau perubahan volume yang bahwa nilai tukar rupiah diperdagangkan dalam

tidak terduga mencerminkan volatilitas yang bersifat kondisi pasar yang tidak likuid, sehingga mudah

contemporaneous melalui model MDH, dengan berfluktuasi secara tajam. Besarnya spread tersebut

demikian diasumsikan memiliki hubungan positif terutama dipengaruhi oleh struktur pasar valuta asing

dengan spread. Sementara itu, volatilitas diestimasi yang tidak efisien dan tersegmentasi, serta faktor

dengan menggunakan GARCH (General Auto- ketidakpastian yang secara persisten mempengaruhi

regressive Conditional Heteroscedasticity) untuk sentimen pelaku pasar. Ketika pelaku pasar semakin

mencerminkan volatilitas yang dapat diperkirakan tidak pasti mengenai arah perkembangan kurs,

(expected volatility). mereka akan cenderung bersikap risk averse

Di pasar valuta asing rupiah, perubahan sehingga melebarkan spread. Hal ini terlihat dari

unexpected volume berkorelasi positif dengan pengaruh volatilitas yang secara signifikan mem-

volatilitas. Peningkatan unexpected volume sebesar pengaruhi spread. Meningkatnya volatilitas sebesar

69
Nilai Tukar

1,0% mengakibatkan terjadinya pelebaran spread (market deepening). Selain itu, langkah-langkah
sebesar 0,06%. tersebut perlu didukung dengan terciptanya kondisi
Menyikapi kondisi tersebut di atas, yang kondusif di dalam negeri yang dapat
diperlukan beberapa langkah struktural guna mengurangi berbagai ketidakpastian (risiko).
memperbaiki struktur mikro pasar valuta asing Berkurangnya ketidakpastian ditengarai akan turut
rupiah, sehingga dapat tercipta pasar yang likuid dan mempengaruhi mekanisme pembentukan harga di
efisien. Hal ini antara lain dapat ditempuh dengan pasar valuta asing, yang dapat tercermin dalam
mengurangi terjadinya segmentasi pasar (sehingga bentuk penyempitan spread. Hal ini pada gilirannya
harga yang terbentuk di pasar dapat mewakili seluruh akan turut mendorong terciptanya pasar valuta asing
kekuatan pasar), dan meningkatkan pasokan valuta yang efisien sehingga gejolak nilai tukar yang
asing di pasar guna meningkatkan kedalaman pasar berlebihan dapat dikurangi.

70
Nilai Tukar

boks

Pembatasan Terhadap Transaksi Rupiah dan Pemberian


Kredit Valuta Asing oleh Bank

Sebagaimana dimaklumi, sejak triwulan IV- kondusif terhadap kegiatan investasi, sehingga
1997 nilai tukar rupiah terus mengalami tekanan menghambat aliran modal dari luar negeri.
depresiasi, yang disertai dengan fluktuasi yang tinggi. Dalam rangka mengurangi tekanan terhadap
Dari data yang ada mengindikasikan bahwa tingginya rupiah tersebut, pada 12 Januari 2001, Bank
tekanan terhadap nilai tukar rupiah tersebut antara Indonesia menerbitkan PBI No. 3/3/2001 yang
lain karena rupiah banyak digunakan oleh bukan mengatur pembatasan transaksi rupiah dan
penduduk (nonresiden) di pasar uang luar negeri pemberian kredit valuta asing oleh bank. Pada
(offshore market) untuk tujuan spekulasi dengan dasarnya, ketentuan tersebut mengatur transaksi
memanfaatkan fluktuasi nilai tukar rupiah. Hal tersebut yang dilakukan perbankan di Indonesia dengan
tercermin dari terjadinya peningkatan saldo rekening mencakup 2 hal, yaitu:
vostro rupiah milik nonresiden di bank-bank domestik 1. Pelarangan transfer rupiah oleh perbankan
sejalan dengan meningkatnya tekanan depresiasi dan Indonesia kepada nonresiden, khususnya untuk
tingginya volatilitas nilai tukar rupiah (Grafik 1 dan 2). transfer rupiah tanpa didasari transaksi riil yang
Faktor lain yang juga menyumbang terhadap mendukung kegiatan ekonomi Indonesia.
volatilitas nilai tukar rupiah adalah perkembangan 2. Pembatasan terhadap transaksi derivatif yang
faktor-faktor nonfundamental ekonomi yang kurang tidak didasari oleh kegiatan ekonomi riil atau non-

Juta Rp Juta Rp
1.500.000 800.000

700.000
1.000.000
600.000

500.000 500.000

400.000

300.000

200.000
(500.000)
100.000
(1.000.000) –
Des 2000 Sep 2001
Des 2000 Sep 2001

Grafik 1 Grafik 2
Rata-Rata Harian Mutasi Rekening Vostro Perkembangan Saldo Rekening Vostro

71
Nilai Tukar

underlying transaction, yakni dengan menu- peningkatan transaksi swap dan forward yang
runkan batas maksimum transaksi derivatif sebagian besar berasal dari bank-bank asing
penjualan valuta asing dari bank domestik kepada (Grafik 3). Bersamaan dengan itu, transaksi spot
nonresiden dari $5 juta menjadi $3 juta. yang dilakukan bank pemerintah dan lokal juga
Tujuan utama diberlakukannya peraturan ter- mengalami peningkatan. Rata-rata harian
sebut adalah untuk mengurangi internasionalisasi transaksi spot meningkat dari $438 juta (sebelum
rupiah, dengan membatasi aliran rupiah ke luar PBI) menjadi $511 juta (sesudah PBI).
negeri. Dengan diterbitkannya ketentuan PBI No. 3/ 3. Beralihnya transaksi valuta asing-rupiah yang
3/2001 ini diharapkan pasokan rupiah dari residen semula banyak dilakukan di perbankan luar negeri
kepada nonresiden yang berpotensi digunakan untuk menjadi di perbankan dalam negeri, sehingga
berspekulasi dapat dibatasi, sehingga dapat me- menyebabkan kesempatan untuk melakukan
ngurangi gejolak nilai tukar rupiah yang berlebihan. transaksi spekulasi oleh pihak nonresiden dapat
Implikasi pemberlakuan PBI No. 3/3/2001 diminimalkan. Hal tersebut sejalan dengan
terhadap pasar valuta asing-rupiah dan pergerakan peraturan kehati-hatian (prudensial) Bank
nilai tukar rupiah adalah sebagai berikut : Indonesia yang harus diterapkan perbankan,
1. Berkurangnya secara drastis aktivitas transaksi seperti ketentuan Posisi Devisa Neto (PDN),
peserta pasar luar negeri (nonresiden) yang tidak monitoring pasar valuta asing-rupiah melalui data
didasari transaksi riil, sebagaimana tercermin dari Pusat Informasi Pasar Uang (PIPU), serta Lalu
penurunan saldo harian rekening vostro dari Lintas Devisa (LLD), maupun ketentuan lainnya.
Rp531,6 miliar sebelum PBI diterbitkan menjadi 4. Rata-rata volatilitas rupiah pasca diberlakukannya
sekitar Rp88,6 miliar setelah PBI diterbitkan. PBI tersebut memang masih tinggi, namun
2. Beralihnya sebagian besar transaksi yang semula tingginya volatilitas tersebut terjadi karena dua
dilakukan di pasar valuta asing-rupiah luar negeri peristiwa yang dipicu oleh perubahan situasi
ke pasar dalam negeri, seperti tercermin dari politik. Tingginya volatilitas yang pertama terutama

Juta $ Volatilitas (%) Rupiah


1.200 14 12.500
1.100 swap/forward
12.000
12
1.000 spot Volatilitas Harian
11.500
900 10
11.000
800
8 10.500
700 Rata-Rata
Volatilitas 10.000
600 6 Rupiah Bulanan
500 9.500
4
400 9.000
300 2
8.500
200
0 8.000
1/1 11/1 21/1 31/1 10/2 20/2 7/3 21/3 5/4 19/4 3/5 17/5 31/5 14/6 28/6 13/7 27/7 10/8 24/8 7/9 21/9 5/10 19/10 2/11 16/1130/1110/1220/12 30/12
Des 2000 Des 2001
2001

Grafik 3 Grafik 4
Rata-Rata Harian Transaksi Dolar-Rupiah Perkembangan Volatilitas Kurs Rp/$

72
Nilai Tukar

terjadi sebagai akibat dari depresiasi nilai tukar Secara keseluruhan, peraturan PBI No. 3/3/
rupiah yang tajam ketika suhu politik memanas 2001 telah mampu mengurangi transaksi rupiah yang
menjelang pengalihan kepemimpinan nasional. dilakukan oleh pihak nonresiden. Namun, gejolak nilai
Sementara itu, tingginya volatilitas yang tukar rupiah yang terjadi dalam tahun 2001 tidak dapat
berikutnya terjadi ketika nilai tukar rupiah dihindari karena bersamaan dengan tingginya faktor
menguat secara tajam pasca pengalihan ketidakpastian kondisi sosial, politik, dan keamanan
kepemimpinan nasional pada pertengahan 2001 di dalam negeri.
(Grafik 4). Dalam kenyataannya, volatilitas nilai Upaya penyempurnaan ketentuan tersebut
tukar rupiah di luar kedua peristiwa tersebut perlu terus dilakukan. Dengan demikian, sasaran
cenderung lebih rendah dibandingkan tahun untuk mengurangi potensi sumber spekulasi dari
2000 (sebelum PBI), dimana sepanjang 2000 pihak nonresiden dapat dicapai tanpa menghambat
nilai tukar rupiah terdepresiasi secara persisten aliran dana luar negeri yang mendorong investasi di
tanpa ada koreksi apresiasi yang signifikan. dalam negeri.

73
Inflasi

bab 4 INFLASI

74
Inflasi

bab 4

INFLASI

P ada awal 2001, Bank Indonesia memperkirakan


kondisi ekonomi dan moneter secara keseluruhan
pada 2001 akan semakin membaik. Pertumbuhan
adanya keterbatasan produksi tanaman bahan
makanan. Di sisi lain, kondisi permintaan agregat
belum memberikan tekanan inflasi yang berarti.
ekonomi diperkirakan meningkat mencapai 4,5%– Bank Indonesia telah menempuh berbagai
5,5%, sementara nilai tukar rupiah diperkirakan me- upaya untuk mencapai sasaran inflasi, yakni dengan
nguat mencapai rata-rata Rp7.750–Rp8.250 per dolar. mengoptimalkan seluruh instrumen moneter yang ter-
Berdasarkan asumsi indikator-indikator ekonomi ter- sedia dan dengan mengeluarkan instrumen regulasi
sebut, Bank Indonesia menetapkan sasaran inflasi baru di bidang nilai tukar dan devisa. Untuk meredam
indeks harga konsumen (IHK) di luar dampak kebi- pengaruh melemahnya nilai tukar terhadap inflasi
jakan pemerintah di bidang harga dan pendapatan serta untuk mencapai sasaran uang primer yang
sebesar 4,0%–6,0%. Sementara itu, dampak kebi- ditetapkan di awal tahun, Bank Indonesia berupaya
jakan pemerintah di bidang harga dan pendapatan menyerap kelebihan likuiditas melalui instrumen
diperkirakan dapat menimbulkan tambahan inflasi se- Operasi Pasar Terbuka. Selain itu, guna membantu
besar 2,0%–2,5% di atas sasaran tersebut. Secara penyerapan likuiditas, Bank Indonesia secara intensif
keseluruhan, tekanan inflasi pada 2001 diperkirakan melakukan sterilisasi valuta asing. Upaya-upaya
berasal dari dampak kebijakan pemerintah di bidang tersebut didukung pula oleh kebijakan pembatasan
harga dan pendapatan, meningkatnya sisi permintaan transaksi rupiah oleh bukan penduduk. Sementara
agregat, dan ekspektasi inflasi masyarakat yang itu, guna mengurangi terbentuknya ekspektasi inflasi
terkait dengan dampak kebijakan pemerintah yang tinggi, Bank Indonesia menetapkan sasaran
tersebut. inflasi yang rendah pada awal tahun.
Namun, dalam perkembangannya pertum- Namun, berbagai upaya tersebut belum
buhan ekonomi dan pergerakan nilai tukar pada dapat secara maksimal mengurangi tekanan
2001 tidak sesuai dengan yang diasumsikan semula depresiasi dan fluktuasi nilai tukar yang terjadi
dan tekanan inflasi lebih besar dari yang diperkirakan mengingat sumber tekanan tersebut banyak
di awal tahun. Meningkatnya tekanan inflasi ber- dipengaruhi oleh faktor-faktor yang tidak sepenuhnya
sumber dari semakin kuatnya pengaruh kebijakan dapat dikendalikan oleh Bank Indonesia. Faktor-faktor
pemerintah di bidang harga dan pendapatan, mele- tersebut antara lain masih tingginya permintaan valuta
mahnya nilai tukar rupiah, memburuknya ekspektasi asing yang tidak diimbangi dengan ketersediaan
inflasi yang terkait dengan melemahnya nilai tukar pasokan yang memadai di pasar domestik, sentimen
rupiah dan kebijakan pemerintah tersebut, serta negatif pelaku pasar terhadap kelemahan imple-

75
Inflasi

Kapasitas KEBIJAKAN HARGA DAN


Industri PENDAPATAN
Pengolahan
cukup/
berlebih
Tekanan biaya :
Kapasitas melemah
PDB dampak langsung dan tidak langsung
Pertanian Potensial
sangat melemah
Tekanan
Investasi permintaan INFLASI BARANG DAN
dan penawaran JASA DOMESTIK
sangat melemah
Konsumsi
Barang menguat PDB Tekanan biaya :
Domestik dampak nilai tukar melalui
bahan baku dan barang INFLASI IHK
sangat melemah melemah
setengah jadi impor
Ekspor Tekanan biaya :
dampak nilai tukar melalui
barang jadi impor

Impor Bahan Baku dan


Barang Konsumsi INFLASI BARANG IMPOR

rendah dan melemah dan


deflasi fluktuatif

EKSPEKTASI Dampak inersia inflasi dan


Harga Nilai Tukar INFLASI ekspektasi kenaikan biaya
Luar Negeri Rupiah

Bagan 4.1
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Inflasi 2001

mentasi berbagai program restrukturisasi ekonomi pendapatan yang diperkirakan memberikan

dan berbagai faktor nonekonomi, serta berbagai tambahan inflasi sebesar 3,83%. Kebijakan

kelemahan pada struktur mikro di pasar keuangan pemerintah tersebut meliputi kenaikan beberapa

domestik dan fungsi intermediasi perbankan yang harga barang dan tarif jasa seperti bahan bakar

belum sepenuhnya pulih. Hal tersebut menyebabkan minyak (BBM), angkutan, listrik, air minum dan rokok,

likuiditas perekonomian lebih banyak berputar di serta kenaikan upah minimum tenaga kerja swasta

pasar keuangan sehingga cenderung dimanfaatkan dan gaji pegawai negeri. Dengan mengeluarkan

untuk kegiatan spekulasi valuta asing. dampak kebijakan pemerintah tersebut, maka inflasi

Kuatnya tekanan inflasi dari sisi biaya dan IHK di luar pengaruh kebijakan harga dan pen-

ekspektasi inflasi serta adanya berbagai permasa- dapatan pada 2001 diperkirakan mencapai 8,72%.

lahan yang dihadapi Bank Indonesia dalam pengen- Meskipun realisasi inflasi IHK di luar dampak

dalian inflasi, menyebabkan tingginya realisasi kebijakan pemerintah melebihi sasaran, namun hal

inflasi IHK pada 2001 yang mencapai 12,55%. itu terutama disebabkan oleh meningkatnya biaya

Tingginya tekanan inflasi dari sisi biaya tidak terlepas pada tingkat produsen sebagai dampak dari

dari kebijakan pemerintah di bidang harga dan melemahnya nilai tukar rupiah serta memburuknya

76
Inflasi

ekspektasi inflasi yang terkait dengan meningkatnya Tabel 4.2


tekanan biaya. Sumbangan Inflasi IHK 2001 Berdasarkan
Subkelompok Barang

Sub Kelompok Barang Inflasi Sumbangan


PERKEMBANGAN INFLASI IHK
Biaya Tempat Tinggal 11,98 1,59
Harga-harga barang dan jasa selama 2001
Transportasi 17,24 1,50
mengalami tekanan yang lebih berat dibandingkan Makanan Jadi 11,38 1,27
Rokok, Tembakau, dan Minuman yang
tahun sebelumnya. Kondisi itu tercermin dari inflasi beralkohol 32,89 1,23
Padi-padian, Umbi-umbian, dan hasilnya 16,89 1,06
IHK yang mencapai 12,55%, lebih tinggi di- Bahan Bakar, Penerangan, dan Air 28,41 1,04
Biaya Pendidikan 17,38 0,71
bandingkan inflasi IHK 2000 sebesar 9,35%. Secara Dagang dan hasilnya 9,87 0,38
Buah-buahan 13,75 0,32
bulanan, inflasi IHK terjadi pada 11 bulan kecuali Penyelenggaraan Rumah Tangga 10,00 0,30
Sayuran 11,38 0,28
pada Agustus yang mencatat deflasi. Inflasi bulanan Lemak dan Minyak 19,55 0,27
Barang Pribadi dan Sandang lainnya 12,22 0,27
tertinggi terjadi pada Juli sebesar 2,12%. Penyum- Ikan Segar 7,42 0,26
Perawatan Jasmani dan Kosmetika 8,50 0,24
bang terbesar terhadap inflasi IHK adalah kelompok Bumbu-bumbuan 10,98 0,22
Telur, Susu dan hasilnya 9,64 0,20
bahan makanan yaitu sebesar 3,17%, disusul Jasa Kesehatan dan Obat-obatan 9,12 0,20
Sandang Laki-laki 7,45 0,18
kelompok perumahan 3,07% serta kelompok
Sandang Wanita 6,46 0,18
makanan jadi, minuman, dan rokok 2,65%. Semen- Rekreasi dan Olahraga 6,09 0,18
Minuman yang tidak beralkohol 4,50 0,15
tara itu sumbangan terkecil berasal dari kelompok Perlengkapan Rumah Tangga 5,14 0,14
Sandang Anak-anak 6,86 0,11
kesehatan sebesar 0,44% (Tabel 4.1). Ikan diawetkan 9,58 0,08
Kacang-kacangan 4,86 0,06
Berdasarkan subkelompok barang, penyum- Sarana dan Penunjang Transpor 7,56 0,06
Perlengkapan/peralatan Pendidikan 5,50 0,05
bang utama inflasi IHK adalah subkelompok biaya Bahan Makanan lainnya 9,49 0,01
Komunikasi dan Pengiriman 0,21 0,00
tempat tinggal, subkelompok transpor, subkelompok
IHK 12,55 12,55
makanan jadi, subkelompok rokok, tembakau dan
Sumber: BPS, diolah
minuman yang beralkohol, subkelompok padi-

Persen
Tabel 4.1
16
Sumbangan Inflasi IHK 2001 Berdasarkan
14
Kelompok Barang
12

Kelompok Barang Inflasi Sumbangan 10

8
Bahan Makanan 12,03 3,17
6
Perumahan 13,59 3,07
4
Makanan Jadi, Minuman, dan Rokok 14,48 2,65
2
Transportasi dan Komunikasi 14,16 1,56
Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga 11,90 0,93 0
Inflasi inti Inflasi IHK
Sandang 8,14 0,73 -2
Jan. Feb. Mar. Apr. Mei Jun. Jul. Ags. Sep. Okt. Nov. Des. Jan
Jan. Feb. Mar. Apr. Mei Jun. Jul. Ags. Sep. Okt. Nov. Des.
Kesehatan 8,92 0,44 2000 2001

IHK 12,55 12,55


Grafik 4.1
Sumber : BPS, diolah Inflasi IHK dan Inflasi Inti (y-o-y)

77
Inflasi

Persen air minum, dan rokok, serta menaikkan upah mini-


2,5
Inflasi IHK
mum tenaga kerja swasta dan gaji pegawai negeri,
2,12
Inflasi Inti
2,0 1,94
1,71
diperkirakan memberikan tambahan inflasi IHK se-
1,67 1,62

1,5 1,32 1,28 1,32 besar 3,83% secara tahunan (Tabel 4.3). Dampak
1,16 1,13

1,0 0,84 0,87 0,89 aktual kebijakan pemerintah tersebut terhadap inflasi
0,64 0,68
0,56
0,50
0,5 0,51
0,33
0,46
IHK lebih besar dari perkiraan semula di awal tahun
0,07
0,0 sebesar 2,0%–2,5%. Perbedaan tersebut antara lain
-0,06
-0,45 -0,21
-0,5 terjadi karena realisasi persentasi kenaikan pada
Jan. Mar. Mei Jul. Sep. Nov. Jan. Mar. Mei Jul. Sep. Nov.
2000 2001 beberapa kebijakan lebih besar daripada yang
Sumber: BPS, Bank Indonesia

Grafik 4.2 diperkirakan semula di awal tahun. Di samping itu,


Inflasi IHK dan Inflasi Inti (m-t-m) sebagian dari rencana kebijakan pemerintah belum
diketahui secara lengkap pada saat penyusunan
padian, umbi-umbian dan hasilnya, dan sub- perkiraan inflasi di awal tahun. Keterbatasan informasi
kelompok bahan bakar, penerangan, dan air. di awal tahun antara lain terkait dengan besarnya
Tekanan yang tinggi terhadap inflasi IHK persentasi kenaikan dan tahapan pelaksanaannya.
2001 tercermin pada perkembangan indikator yang Dari seluruh kebijakan pemerintah tersebut,
menggambarkan kecenderungan dan persistensi keputusan pemerintah menaikkan harga BBM untuk
pergerakan inflasi. Salah satu indikator tersebut transportasi, menaikkan harga BBM untuk industri
adalah inflasi inti (core inflation) yang dihitung de- menjadi 50% dari harga pasar, dan menaikkan tarif
ngan pendekatan asymmetric trimming.1 Inflasi inti angkutan, diperkirakan memberikan tambahan inflasi
(y-o-y) menunjukkan kecenderungan meningkat dan sebesar 1,78%. Dampaknya pada inflasi terjadi pada
secara persisten berada di atas inflasi IHK (Grafik Juni dan Juli setelah kenaikan harga BBM diberla-
4.1). Demikian pula halnya dengan pergerakan
Tabel 4.3
inflasi inti bulanan (m-t-m) yang menunjukkan ke-
Perkiraan Dampak Kebijakan Pemerintah
cenderungan meningkat sejak 2000 (Grafik 4.2). Hal di Bidang Harga dan Pendapatan 2001

itu menunjukkan terjadinya peningkatan inflasi Perkiraan Dampak


Kenaikan Harga pada Inflasi IHK m-t-m
selama dua tahun terakhir ini.
(Persen)

Bahan Bakar Minyak dan Angkutan 1,78


PENGARUH KEBIJAKAN PEMERINTAH DI BIDANG Harga Jual Eceran Minimum Rokok 0,73
Tarif Dasar Listrik 0,56
HARGA DAN PENDAPATAN Tarif Air Minum 0,05
Kebijakan pemerintah menaikkan harga dan Upah Minimum Provinsi 0,17
Gaji Pegawai Negeri 0,20
tarif sejumlah barang dan jasa seperti BBM, listrik, Pajak Penjualan Barang Mewah 0,01

Perkiraan dampak kebijakan peme- kumulatif m-t-m 3,50


1 Inflasi inti yang dihitung dengan metode assymetric trimming bukan
merupakan sasaran inflasi Bank Indonesia. Beberapa metode dalam rintah terhadap inflasi IHK 2001 y-o-y 3,83
metode penghitungan inflasi inti diuraikan pada boks Penetapan Sumber : BPS, diolah
Sasaran Inflasi Bank Indonesia.

78
Inflasi

kukan pada Juni 2001. Dampak pada Juni terdiri dari Persen

dampak langsung pada komoditas bensin, bensin 2,5


Inflasi IHK di luar dampak kebijakan harga dan pendapatan
Inflasi IHK 2,12
2,0
pompa, dan solar dalam keranjang IHK, serta dampak 1,67 1,71 1,71
1,62
1,5
tidak langsung pada biaya operasional kegiatan 1,13
1,08 1,13 1,18

1,0 0,87 0,89 0,89 0,86


0,77
usaha termasuk ongkos angkutan. Sementara itu, 0,46
0,64 0,68
0,58
0,5 0,33
0,25 0,25
dampak pada Juli merupakan dampak tidak langsung 0,13
0,0
-0,21
terhadap kenaikan harga barang-barang melalui -0,5 -0,42

kenaikan biaya produksi. -1,0


Jan. Feb. Mar. Apr. Mei Jun. Jul. Ags. Sep. Okt. Nov. Des.

Selanjutnya, kenaikan tarif listrik pada Juli 2001

dan Oktober diperkirakan memberikan tambahan Grafik 4.3


Perkembangan Inflasi
inflasi pada Agustus dan Desember sebesar 0,56%.
Kebijakan lain di bidang harga yang besar penga-
ruhnya terhadap inflasi IHK 2001 adalah kenaikan pada kenaikan harga adalah kenaikan Pajak
harga jual eceran (HJE) minimum rokok. Kebijakan Penjualan Barang Mewah (PPn-BM) pada Februari.
yang dimaksudkan untuk meningkatkan penerimaan Namun kebijakan tersebut diperkirakan hanya
pemerintah melalui peningkatan cukai rokok yang memberikan tambahan inflasi IHK sebesar 0,01%.
dihitung atas dasar HJE minimum tersebut, diperkira-
kan memberikan tambahan inflasi IHK sebesar PENGARUH MELEMAHNYA NILAI TUKAR RUPIAH
0,73%. Selanjutnya, kebijakan pemerintah di bidang Nilai tukar rupiah yang semula diperkirakan
pendapatan berupa kenaikan UMP dan gaji pegawai menguat sepanjang 2001 sehingga secara rata-rata
negeri diperkirakan memberikan tambahan kenaikan mencapai Rp8.000 per dolar, dalam perkem-
harga sebesar 0,37%. Kebijakan lain yang berdampak bangannya melemah sehingga mencapai rata-rata

Tabel 4.4
Kebijakan Pemerintah di Bidang Harga dan Pendapatan 2001

Persen Kenaikan
Bulan Keterangan
Asumsi di awal tahun Realisasi
Januari UMP 15% 15%
Februari PPn-BM untuk 41 kelompok barang diluar kendaraan bermotor belum diketahui 10% – 15%
Maret Tarif air minum 20% 18,77% – 42,47%
April Cukai/HJE rokok (Tahap I) 5% dalam satu tahap 5% (Tahap I)
Juni BBM 20% 30%
Tarif angkutan kota belum diketahui 28,57% (khusus Jakarta)
Juli Tarif dasar bus ekonomi antarkota antarpropinsi belum diketahui 36%
Cukai/HJE rokok (Tahap II) 5% dalam satu tahap 6% (Tahap II)
TDL (Tahap I) belum diketahui 29,2%
September Gaji PNS 30% 11,2%
Oktober TDL (tahap II) belum diketahui 12,4%
Desember Cukai/HJE rokok (Tahap II) 5% dalam satu tahap 3% (Tahap III)

Sumber : Berbagai sumber

79
Inflasi

Rp10.255 per dolar meskipun sempat menguat pada Persen Rp/$

awal paro kedua 2001. Perkembangan tersebut 4 12.000

3 2,12
menyebabkan terjadinya kenaikan inflasi IHK yang 1,67 1,71 1,62
11.000
2 0,89 1,13
0,87 0,68
0,64
bersumber dari kenaikan biaya pengadaan bahan 1 0,33 0,46 10.000

0
baku dan barang setengah jadi impor yang meru- 9.000
-1 –0,21
pakan komponen produksi barang domestik.2 Di -2
Inflasi IHK
Inflasi IHK kelompok non-traded 8.000
Inflasi IHK kelompok barang traded
-3
samping itu, pengaruh melemahnya nilai tukar rupiah Inflasi IHPB
7.000
Nilai tukar rupiah
-4
terhadap inflasi IHK juga terjadi melalui kenaikan -5 6.000
Jan. Feb. Mar. Apr. Mei Jun. Jul. Ags. Sep. Okt. Nov. Des.
harga barang konsumsi impor, mengingat keranjang 2001
Sumber : BPS, Bank Indonesia, Bloomberg
IHK tidak hanya terdiri dari barang-barang produksi
domestik tetapi juga mencakup barang-barang Grafik 4.4
Pergerakan Nilai Tukar Rupiah dan Inflasi (m-t-m)
konsumsi impor.
Kuatnya pengaruh depresiasi nilai tukar
rupiah tersebut tercermin pada pergerakan nilai tukar nesia mengenai transmisi kebijakan moneter melalui
rupiah yang sejalan dengan pergerakan inflasi jalur nilai tukar rupiah ke inflasi. Penelitian tersebut
bulanan IHK. Nilai tukar rupiah yang melemah sejak menunjukkan pengaruh depresiasi nilai tukar ke inflasi
awal tahun dan berada pada tingkat yang rendah sangat kuat terjadi sejak berlakunya sistem nilai tukar
pada April hingga Juni sejalan dengan tingginya inflasi mengambang bebas . Sebaliknya, selama periode
IHK terutama pada Mei hingga Juli (Grafik 4.4). sebelum krisis, efek pengaruh nilai tukar ke inflasi
Pergerakan nilai tukar tersebut juga sejalan dengan hampir tidak terjadi karena nilai tukar yang stabil dan
inflasi Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) dan mudah diprediksi. Selain dari penelitian tersebut,
inflasi IHK kelompok barang-barang yang di- melalui Survei Mekanisme Pembentukan Harga di
perdagangkan secara internasional (traded goods) Sektor Manufaktur dan Ritel pada 2001 diketahui pula
yang merupakan indikator perkembangan biaya bahwa faktor pendorong utama kenaikan harga
produksi dan harga barang impor. Selanjutnya, adalah depresiasi nilai tukar. Selanjutnya, dari survei
melemahnya nilai tukar rupiah juga mendorong tersebut diperoleh indikasi perilaku harga yang
terjadinya peningkatan inflasi IHK kelompok barang- cenderung mudah meningkat karena pengaruh
barang yang tidak diperdagangkan secara inter- melemahnya nilai tukar rupiah. Pengaruh mele-
nasional (non-traded goods). mahnya nilai tukar terhadap kenaikan harga terjadi
Pengaruh kuat depresiasi nilai tukar rupiah dalam waktu kurang dari satu minggu hingga satu
ke inflasi sejalan dengan hasil penelitian Bank Indo- bulan.
Sementara itu, penguatan nilai tukar rupiah
2 Berdasarkan Survei Mekanisme Pembentukan Harga di Sektor
pada Juli dan Agustus juga berdampak pada pe-
Manufaktur dan Ritel tahun 2001, persentase biaya bahan baku
impor terhadap total biaya pengadaan bahan pada industri hilir nurunan harga. Namun demikian, penguatan nilai
penghasil barang konsumsi dalam keranjang IHK, berkisar 30%–
40%. tukar yang sangat besar pada Juli dan Agustus tidak

80
Inflasi

terlalu besar pengaruhnya terhadap inflasi di- Di lain pihak, perkembangan harga komo-
bandingkan pengaruh melemahnya nilai tukar rupiah ditas internasional yang cenderung turun diper-
terhadap inflasi. Menguatnya nilai tukar rupiah rupiah kirakan membawa pengaruh deflasi terhadap harga
sebesar 4,0% bulan Juli dan 21,3% pada Agustus barang impor. Seperti terlihat pada Grafik 4.5, indeks
dibandingkan bulan sebelumnya, hanya menye- harga komoditas internasional cenderung menurun
babkan terjadinya deflasi bulanan sebesar 0,24% untuk komoditas kayu, kapas, wol, karet, pupuk,
pada Agustus. Kondisi itu mengindikasikan adanya serta logam dan material. Namun demikian, kuatnya
perilaku harga yang cenderung sulit untuk turun pengaruh depresiasi nilai tukar melebihi pengaruh
meskipun terjadi penurunan biaya misalnya karena positif deflasi harga internasional sehingga secara
menguatnya nilai tukar rupiah. Indikasi perilaku keseluruhan menimbulkan dampak inflasi terhadap
perubahan harga secara asimetri tersebut sejalan barang impor.
dengan hasil penelitian mengenai transmisi kebi-
jakan moneter melalui jalur nilai tukar serta Survei PENGARUH EKSPEKTASI INFLASI
Mekanisme Pembentukan Harga di Sektor Manu- Tingginya inflasi IHK tidak terlepas dari
faktur dan Ritel (Boks : Survei Mekanisme Pemben- pengaruh ekspektasi inflasi produsen dan pedagang,
tukan Harga di Sektor Manufaktur dan Ritel). Selan- serta konsumen. Di sisi produsen, ekspektasi inflasi
jutnya, dari survei tersebut juga diperoleh informasi cenderung meningkat sepanjang 2001 sebagaimana
bahwa perilaku asimetri perubahan harga tersebut diketahui dari Survei Kegiatan Dunia Usaha (Grafik
lebih banyak terjadi pada tingkat ritel dibandingkan 4.6). Ekspektasi inflasi yang tinggi terutama dipen-
pada tingkat produsen. Hal itu sejalan dengan garuhi oleh tingginya inflasi 2000 yang mencapai
perkembangan deflasi pada Agustus dimana deflasi 9,35%. Berdasarkan Survei Mekanisme Pemben-
IHK jauh lebih kecil dibandingkan deflasi IHPB. tukan Harga di Sektor Manufaktur dan Ritel 2001,

2001
IV 11% 10% 5% 6% 4% 10% 54%
120
Makanan: Beras & Gandum Pupuk III 15% 8% 5% 7% 6% 9% 50%
Bahan Baku: Kayu Logam & Mineral
110
Bahan Baku: Kapas, Wol, Karet
II 14% 16% 8% 5% 5% 6% 47%

100 I 18% 17% 6% 5% 7% 7% 40%


2000
90 20% 17% 7% 10% 10% 8% 28%
IV

80 III 28% 18% 7% 7% 11% 5% 24%

II 32% 16% 7% 10% 7% 6% 20%


70

I 36% 21% 6% 6% 5% 5% 21%


60
III IV I II III IV
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
2000 2001
Persen
Sumber : Bank Dunia < 5% 5% 6% 7% 8% 9% > 9%

Grafik 4.5 Grafik 4.6


Perkembangan Indeks Harga Komoditas Internasional Ekspektasi Inflasi Menurut Produsen

81
Inflasi

Des. 91 9 0
Proyeksi inflasi
lembaga swasta 90 9 1
Nov.
14% Okt. 85 13 2

65 31 4
Sep.
60 34 6
Ags.
88 12 1
Jul.
94 5 0
Jun.
88 11 1
Mei
90 10 1
Target inflasi Perkembangan Apr.
Bank Indonesia Inflasi aktual 87 12 0
Mar.
31% 55% 81 18 1
Feb.
80 20 0
Jan.
0 20 40 60 80 100
Persen

Meningkat Sama seperti saat ini Menurun

Grafik 4.7 Grafik 4.9


Acuan dalam Pembentukan Ekspektasi Ekspektasi Konsumen Terhadap
Inflasi Produsen (% Responden) Biaya Transportasi/Komunikasi 6-12 Bulan ke Depan
(% Responden)

diketahui bahwa dasar pembentukan ekspektasi Sementara itu, ekspektasi inflasi konsumen
inflasi pada produsen dan pedagang ritel lebih juga mengalami peningkatan sebagaimana diketahui
banyak bersumber dari perkembangan inflasi aktual dari Survei Konsumen (Grafik 4.8). Ekspektasi
dan inflasi tahun sebelumnya (Grafik 4.7). Perilaku konsumen pada umumnya dipengaruhi oleh
pembentukan ekspektasi inflasi secara adaptif ekspektasi kenaikan harga barang-barang adminis-
tersebut sejalan dengan hasil penelitian Bank tered dan ekspektasi depresiasi nilai tukar rupiah. Hal
Indonesia mengenai transmisi kebijakan moneter itu terlihat dari pergerakan ekspektasi konsumen
melalui jalur ekspektasi inflasi. terhadap peningkatan harga dalam 6-12 bulan

Des. 91 8 1 Des. 42 32 26

Nov. 92 5 2 51 26 23
Nov.
Okt. 88 7 5 41 24 34
Okt.
Sep. 64 15 20 17 24 60
Sep.
Ags. 58 16 26 15 76
Ags.
Jul. 96 3 2 45 27 28
Jul.
2001

Jun. 95 4 1 51 20 28
Jun.
Mei 93 5 2
Mei 51 19 30

Apr. 95 4 1
Apr. 60 20 20

Mar. 91 9 1
Mar. 61 27 12

Feb. 87 11 2
Feb. 50 32 18
Jan. 84 14 2
Jan. 47 32 21

0 20 40 60 80 100
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Persen
Persen
Meningkat Sama seperti saat ini Menurun Melemah Sama seperti saat ini Menguat

Grafik 4.8 Grafik 4.10


Ekspektasi Konsumen Terhadap Ekspektasi Konsumen Terhadap
Perkembangan Harga 6-12 Bulan ke Depan Perkembangan Nilai Tukar Rupiah 6-12 Bulan ke Depan
(% Responden) (% Responden)

82
Inflasi

mendatang yang sejalan dengan ekspektasi kon- makanan. Keterbatasan penawaran bahan makanan
sumen terhadap kenaikan biaya transportasi dan yang tidak dapat mengimbangi kondisi permintaan
komunikasi 6-12 bulan ke depan (Grafik 4.9) dan yang sebenarnya masih rendah, berpengaruh
ekspektasi konsumen terhadap melemahnya nilai terhadap inflasi IHK mengingat bahan makanan
tukar rupiah 6-12 bulan ke depan (Grafik 4.10). memiliki bobot yang besar dalam keranjang IHK.
Pertumbuhan permintaan agregat mengalami
PENGARUH KONDISI PERMINTAAN DAN PE- penurunan baik dari sisi permintaan domestik, yang
NAWARAN terdiri dari konsumsi dan investasi, maupun per-
Pengaruh kondisi permintaan dan penawaran mintaan eksternal (Grafik 4.11). Dari sisi penawaran,
terhadap inflasi IHK dapat ditinjau dari dua sektor melemahnya permintaan domestik dan eksternal
utama penghasil barang konsumsi dalam keranjang tersebut sejalan dengan penurunan pertumbuhan
IHK, yaitu sektor industri pengolahan dan sektor produk domestik bruto (PDB) pada sektor Pertanian,
pertanian. Di sektor industri pengolahan, tekanan sektor Bangunan, dan sektor Industri Pengolahan,
inflasi karena pengaruh kondisi permintaan dan pe- serta pertumbuhan indeks produksi industri. Semen-
nawaran diperkirakan masih rendah. Hal itu sejalan tara itu penambahan kapasitas perekonomian me-
dengan pertumbuhan ekonomi yang melambat dan ngalami perlambatan sebagaimana tercermin dari
masih berlebihnya kapasitas produksi di sektor menurunnya pertumbuhan investasi.
tersebut. Di lain pihak, tekanan inflasi karena pe- Ditinjau dari ketersediaan kapasitas per-
ngaruh kondisi permintaan dan penawaran terjadi di ekonomian, kapasitas di sektor industri pengolahan
sektor Pertanian. Namun, tekanan inflasi tersebut diperkirakan masih berlebih dibandingkan per-
bukan dipicu oleh meningkatnya permintaan melain- mintaan terhadap barang-barang yang dihasilkan
kan karena menurunnya produksi tanaman bahan sektor tersebut. Berdasarkan Survei Sektor Industri
Pengolahan, tingkat penggunaan kapasitas industri
pengolahan sepanjang 2001 menunjukkan kecen-
Persen (y-o-y)
30 derungan yang relatif stabil pada kisaran yang masih
26,5 Permintaan Domestik

25
Permintaan Eksternal
Investasi
rendah yaitu 39%–51%. Tingkat penggunaan kapa-
21,9 Produk Domestik Bruto
20 Indeks Produksi Industri sitas tersebut jauh lebih rendah dibandingkan tingkat
tertinggi yang pernah terjadi pada 2000 yaitu se-
15

besar 68% (Grafik 4.12). Kapasitas terpakai yang


10
7,6
4,9
5,6
4,0
masih rendah tersebut didukung oleh hasil Survei
5 3,6 3,3
1,9 1,0
Mekanisme Pembentukan Harga di Sektor Manu-
0
2000 2001 faktur dan Ritel Agustus 2001, yang menunjukkan
Sumber : BPS
kapasitas produksi industri pengolahan yang masih
Grafik 4.11 cukup dan cenderung berlebih dibandingkan per-
Pertumbuhan PDB
mintaan (Grafik 4.13).

83
Inflasi

Persen Persen
100 100
90 90
80 80 75,6

67,6
70 64,0 70 65,9 67,3

60 54,8 55,6 60 54,8


51,7 50,7 49,7 51,7 51,4 51,7 52,0
49,2 48,3 48,2
50 46,0
43,1 42,9 41,4 44,5
45,2 50 43,8 45,4 44,5
42,0 40,7 41,7 41,5 41,6 40,9
39,4 38,5 36,8
40 32,9 40
30,4 32,0
29,6 29,6 29,7
30 27,2 27,1
30 23,1 24,1

20 20
10 10
0 0
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
2000 2001 2000 2001

Grafik 4.12 Grafik 4.14


Tingkat Kapasitas Terpakai Industri Pengolahan Tingkat Kapasitas Terpakai Industri
Makanan, Minuman, dan Tembakau

Secara sektoral, kapasitas terpakai di industri dan penawaran belum memberikan tekanan yang
makanan, minuman, dan tembakau, yang produk- besar terhadap inflasi pada kelompok makanan jadi,
produknya merupakan penyumbang terbesar inflasi minuman, dan tembakau. Demikian pula halnya
2001, cenderung meningkat sepanjang 2001. Namun, dengan kapasitas terpakai industri penghasil barang
kapasitas terpakai di sektor tersebut pada akhir 2001 kelompok sandang yang meskipun cenderung
masih berada di bawah 40%, jauh lebih rendah meningkat namun tidak jauh berbeda dibandingkan
dibandingkan tingkat tertinggi yang pernah terjadi tahun sebelumnya, yaitu di bawah 75% (Grafik 4.15).
pada 2000 yaitu sebesar 76% (Grafik 4.14). Hal ini Di sisi lain, kapasitas terpakai yang tinggi dan menga-
mengindikasikan bahwa pengaruh kondisi permintaan lami peningkatan yang besar terjadi pada industri

Persen
Sangat berlebih
Kurang 100
4%
9%
Berlebih
14% 90
80 72,7
70,5 71,2 71,8
68,3 66,7
70 62,7 63,8
64,8 64,4 64,4
61,3 61,2 61,6 60,8 59,9 60,7
59,2
57,3 56,4
60 54,2

50 43,8
Secara umum berlebih,
tetapi pada saat tertentu 40
kurang
30
18%
20

Cukup 10
55% 0
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
2000 2001

Grafik 4.13 Grafik 4.15


Kecukupan Kapasitas Produksi Industri Pengolahan Tingkat Kapasitas Terpakai Industri
(% Responden) Tekstil, Pakaian Jadi, dan Kulit

84
Inflasi

Persen
100 96,3
92,1
90 86,5 Pembiayaan
84,0
83,0 81,9 83,4 81,6 33%
79,8
77,6
80 72,7 71,4
75,5
68,6
70 62,7

60 54,1
56,2 Permintaan rendah
53,6 53,1
47,7 47,9
50,6 51%
50 43,6

40
30
20
10
Teknis
0 16%
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
2000 2001
Grafik 4.17
Grafik 4.16
Kendala Memanfaatkan
Tingkat Kapasitas Terpakai Industri
Kapasitas Menganggur Industri Pengolahan
Barang Galian Bukan Logam
(% Responden)

barang galian bukan logam yang terutama mengha- dalam mengaktifkan kapasitas menganggur justru
silkan bahan-bahan bangunan yang tergabung dalam karena permintaan yang masih rendah (51% dari total
subkelompok biaya tempat tinggal pada keranjang responden), di samping adanya faktor teknis produksi
IHK (Grafik 4.16). Kondisi ini diperkirakan mem- (Grafik 4.17). Kondisi tersebut menggambarkan
pengaruhi kenaikan harga bahan bangunan. Meski- bahwa meskipun pemanfaatan kapasitas industri
pun demikian, tingginya sumbangan inflasi oleh sub- pengolahan menghadapi kendala, hal tersebut belum
kelompok biaya tempat tinggal pada umumnya lebih menimbulkan sumber tekanan inflasi yang berarti
banyak bersumber dari kenaikan sewa dan kontrak mengingat permintaan yang masih lemah selama
rumah serta upah tukang dibandingkan dari kenaikan 2001. Namun demikian, jika kendala pembiayaan
harga bahan bangunan. produksi industri tersebut tidak teratasi dalam kondisi
Tingkat kapasitas terpakai industri pengo- permintaan yang meningkat, hal tersebut dapat
lahan yang masih rendah secara total seharusnya menjadi sumber potensi tekanan inflasi pada periode
tidak menimbulkan tekanan terhadap inflasi IHK. mendatang.
Namun demikian, adanya kendala pembiayaan modal Tekanan harga sebagai akibat ketidak-
kerja untuk mendayagunakan kapasitas menganggur seimbangan antara permintaan dan penawaran
dapat menjadi penyebab timbulnya tekanan harga. diperkirakan terjadi pada sektor produksi bahan
Berdasarkan Survei Mekanisme Pembentukan Harga makanan. Meskipun pengeluaran konsumsi rumah
diketahui bahwa salah satu kendala yang dihadapi tangga mengalami peningkatan dari 1,8% pada 2000
perusahaan manufaktur dalam memanfaatkan kapa- menjadi 2,3% pada 2001, namun pengeluaran
sitas yang menganggur adalah faktor pembiayaan konsumsi tersebut masih rendah. Sebaliknya, PDB
modal kerja (33% dari total responden). Namun, yang dihasilkan subsektor pertanian tanaman bahan
secara keseluruhan masalah utama yang dihadapi makanan mengalami kontraksi sebesar 1,1% pada

85
Inflasi

Persen Persen
14
PDB Sub Sektor Pertanian Tanaman Bahan Makanan 12,03
12 Tingginya permintaan 37
Konsumsi Makanan oleh Sektor Rumah Tangga
10 Inflasi IHK Kelompok Bahan Makanan

8 Walaupun harga naik 27


produk tetap terjual
6
4,00
4
2,3 20
1,8 Pesaing meningkatkan
2 0,9 harga
0
-1,1 16
-2 Pasokan kurang

-4
2000 2001 0 5 10 15 20 25 30 35 40

Sumber : BPS

Grafik 4.18 Grafik 4.19


Permintaan dan Penawaran Faktor Pendorong Kenaikan Harga
Barang Kelompok Makanan menjelang Hari Raya

2001 (Grafik 4.18). Ketidakseimbangan antara per- Mekanisme Pembentukan Harga di Sektor Manu-
mintaan dan penawaran yang lebih disebabkan oleh faktur dan Ritel, inflasi yang tinggi menjelang hari raya
keterbatasan produksi bahan makanan tersebut, turut Idul Fitri, Natal, dan Tahun Baru lebih dipicu oleh
menyebabkan tingginya inflasi pada kelompok bahan meningkatnya permintaan daripada faktor keterba-
makanan, khususnya subkelompok padi-padian, tasan atau gangguan pasokan barang. Di samping
umbi-umbian dan hasilnya. itu, tingginya inflasi pada periode tersebut juga
Di sisi lain, tekanan permintaan yang bersifat dipengaruhi oleh perilaku konsumsi masyarakat
musiman menjelang hari raya Idul Fitri, Natal, dan secara umum yang cenderung menjadi kurang sensitif
Tahun Baru berpengaruh besar terhadap tingginya terhadap kenaikan harga (Grafik 4.19). Survei ter-
inflasi. Hal tersebut terlihat dari tingginya inflasi IHK sebut juga menunjukkan bahwa langkah menaikkan
(m-t-m) pada November saat nilai tukar rupiah stabil harga dengan memanfaatkan momentum pening-
pada level rata-rata Rp10.560 per dolar AS, semen- katan permintaan menjelang hari raya keagamaan
tara tidak terjadi kelangkaan pasokan barang selama itu lebih banyak dilakukan oleh pedagang daripada
kurun waktu tersebut. Mengacu pada hasil Survei produsen industri pengolahan.

86
Inflasi

boks

Survei Mekanisme Pembentukan Harga


Di Sektor Manufaktur dan Ritel

Sebagaimana diamanatkan oleh UU No.23 survei terhadap produsen barang-barang manufaktur


tahun 1999, tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan pedagang ritel yang berlangsung pada Juli hingga
dan mempertahankan kestabilan nilai rupiah. Dalam September 2001. Responden survei ditentukan
pelaksanaannya, Bank Indonesia bertanggung jawab dengan menggunakan metode Purposive Sample,1
mengendalikan inflasi agar berada pada tingkat yang yang terdiri atas 200 perusahaan di sektor manufaktur
cukup rendah dan stabil. Upaya pengendalian inflasi yang memproduksi barang-barang konsumsi yang
memerlukan perkiraan inflasi dan perkiraan dampak terdapat pada keranjang IHK dan 220 unit usaha
kebijakan moneter dalam mempengaruhi perubahan sektor ritel yang merupakan responden Survei Pen-
harga. Untuk dapat memperkirakan inflasi secara aku- jualan Eceran Bank Indonesia.
rat, menetapkan target inflasi yang realistis, dan me- Hasil survei tersebut mengindikasikan bahwa
nentukan respon kebijakan yang tepat, Bank Indo- kenaikan IHK pada saat ini lebih banyak bersumber
nesia perlu mengidentifikasi faktor-faktor yang dari tekanan biaya (cost-push inflation) daripada
mempengaruhi pembentukan harga, serta memper- tekanan permintaan (demand-pull inflation). Tekanan
hitungkan kemampuan kebijakan moneter dalam dari sisi biaya terutama berasal dari depresiasi nilai
mengendalikan inflasi. Kebijakan penetapan harga tukar rupiah disamping pengaruh kebijakan peme-
yang dilakukan oleh produsen dan pedagang ter- rintah menaikkan bea masuk bahan baku dan
utama dipengaruhi oleh ekspektasi inflasi, besarnya peralatan produksi, harga BBM, tarif listrik serta upah
perubahan biaya, serta besarnya perubahan permin- minimum buruh.
taan dan penawaran. Namun demikian, pembentukan Ditinjau dari pengaruh perubahan biaya, hasil
harga dapat terjadi secara asimetris dalam hal terjadi survei mengindikasikan bahwa produsen dan penjual
kenaikan atau penurunan biaya dan permintaan. cenderung lebih responsif terhadap tekanan kenaikan
Sementara itu, kemampuan kebijakan moneter dalam biaya daripada penurunan biaya. Perilaku tersebut
mengendalikan inflasi dipengaruhi oleh jalur dan lama menyebabkan harga cenderung mudah meningkat
transmisi kebijakan moneter ke inflasi serta perilaku jika terjadi kenaikan biaya namun cenderung sulit
pembentukan harga. turun apabila terjadi penurunan biaya. Karakteristik
Dengan latar belakang tersebut, Bank Indo- harga tersebut antara lain tercermin dari tingkat harga
nesia perlu memperoleh gambaran mengenai perilaku pada sektor ritel yang rata-rata hanya mampu ber-
pembentukan harga barang-barang konsumsi yang
1 Purposive sampling merupakan metode pengambilan sampel
terdapat dalam keranjang IHK dengan melakukan dengan memilih responden berdasarkan tujuan tertentu.

87
Inflasi

tahan selama 2,9 bulan selama kurun waktu satu lembaga-lembaga swasta (14% responden). Hasil ini
tahun terakhir sebelum survei berlangsung. Perilaku mengindikasikan perilaku ekpektasi inflasi pada
harga yang cenderung mudah meningkat tersebut produsen dan pedagang yang lebih bersifat adaptif.
lebih terasa pada sektor ritel dibandingkan pada Di sisi lain, baik produsen manufaktur dan
sektor manufaktur. Pada sektor manufaktur, secara pedagang ritel belum melihat tekanan perubahan
rata-rata tingkat harga mampu bertahan selama 4,6 permintaan sebagai faktor utama yang mendorong
bulan selama kurun waktu yang sama. Periode kenaikan atau penurunan harga sepanjang tahun,
bertahannya harga tersebut jauh lebih singkat kecuali pada periode tertentu yaitu menjelang hari
dibandingkan yang terjadi di beberapa negara maju raya Idul Fitri, Natal, dan Tahun Baru. Pada umumnya,
yang berdasarkan survei berkisar 6 hingga 15 bulan. peningkatan permintaan terhadap produk atau barang
Perilaku harga yang cenderung mudah dagangan direspon oleh perusahaan manufaktur dan
mengalami peningkatan juga tercermin dari waktu ritel dengan meningkatkan produksi dan persediaan
yang cukup singkat antara saat terjadinya peruba- barang dagangan. Hanya sebagian kecil perusahaan
han biaya hingga berlakunya perubahan harga, yang meresponnya dengan menaikkan harga.
yaitu selama empat minggu pada sektor manufaktur Demikian pula sebaliknya, jika terjadi penurunan per-
dan kurang dari satu minggu pada sektor ritel. Hal mintaan, perusahaan cenderung meresponnya de-
tersebut juga mengindikasikan bahwa pengaruh ngan menurunkan produksi atau mengurangi pasokan
perubahan nilai tukar ke inflasi melalui harga barang barang dagangan. Hasil survei tersebut menunjukkan
konsumsi impor terjadi dalam waktu kurang dari satu bahwa perubahan pemintaan, baik peningkatan
minggu dan dampaknya melalui biaya bahan baku maupun penurunan, lebih berpengaruh pada peru-
impor berlangsung sekitar lima minggu. Disamping bahan tingkat produksi daripada terhadap perubahan
itu, kecepatan merespon perubahan biaya tersebut harga. Dengan kata lain, ditinjau dari pengaruh
secara tidak langsung juga mengindikasikan bahwa perubahan permintaan, tingkat harga cenderung tidak
kenaikan biaya sebagai akibat dari kenaikan harga mudah turun jika terjadi penurunan permintaan dan
BBM dan tarif listrik, dapat menimbulkan kenaikan juga cenderung tidak mudah naik apabila terjadi
harga-harga barang konsumsi hingga satu bulan kenaikan permintaan.
sejak kenaikan harga barang administered Perilaku perubahan harga dalam merespon
tersebut. perubahan permintaan tersebut mengindikasikan
Sementara itu, ditinjau dari pengaruh masih cukup tersedianya kapasitas produksi untuk
ekspektasi inflasi, perilaku pembentukan dan peru- memenuhi peningkatan permintaan di tengah kondisi
bahan harga pada produsen manufaktur dan peda- permintaan yang masih lemah. Sebagian besar
gang ritel lebih banyak bersumber dari perkembangan responden manufaktur menilai tingkat penggunaan
inflasi yang telah terjadi (55% responden) daripada kapasitas produksi berkisar antara 61%-80% dengan
berdasarkan target inflasi Bank Indonesia (31% rata-rata 65,8%. Tingkat penggunaan kapasitas pro-
responden) atau proyeksi inflasi yang dikeluarkan oleh duksi tersebut dinilai oleh sebagian besar responden

88
Inflasi

(54%) mencukupi untuk memenuhi permintaan. tertentu pada kebijakan penetapan sasaran inflasi dan
Sementara itu 18% responden menilai kapasitas yang kebijakan moneter Bank Indonesia. Selama nilai tukar
ada secara umum berlebih atau sangat berlebih, dan rupiah masih menghadapi tekanan dan berbagai
19% responden menilai kapasitas secara umum kebijakan pemerintah menaikkan harga barang ad-
berlebih namun terjadi kekurangan kapasitas pada ministered masih terus berlangsung, Bank Indonesia
saat-saat tertentu. Selebihnya, hanya 9% responden tidak dapat menetapkan sasaran inflasi yang terlalu
menyatakan kekurangan kapasitas. rendah dengan jangka waktu pencapaian yang terlalu
Khusus pada masa-masa menjelang hari singkat. Sebaliknya, Bank Indonesia perlu mene-
raya Idul Fitri, Natal, dan Tahun Baru, perilaku pem- tapkan sasaran inflasi yang lebih realistis untuk
bentukan harga sangat dipengaruhi oleh mening- dicapai sesuai dengan kemampuan kebijakan mone-
katnya permintaan dan berkurangnya elastisitas ter. Dengan mempertimbangkan perilaku pemben-
harga terhadap permintaan. Kondisi tersebut cende- tukan harga, kondisi permintaan saat ini yang masih
rung dimanfaatkan terutama oleh pedagang untuk lemah, dan penetapan sasaran inflasi yang realistis,
menaikkan harga meskipun pada umumnya tidak maka kebijakan moneter yang lebih ketat dari kondisi
terjadi kendala pasokan barang. Survei mencatat di akhir 2001 diperkirakan belum dapat secara efektif
sebanyak 74% responden pedagang ritel dan 43% mengurangi tekanan inflasi. Sebaliknya, kebijakan
responden produsen manufaktur yang memanfaatkan moneter perlu diarahkan kepada upaya memberikan
kesempatan tersebut. ruang bagi penurunan suku bunga sehingga mem-
Karakteristik harga yang lebih banyak berikan sinyal kepada perbankan dan pelaku usaha
dipengaruhi faktor biaya daripada permintaan, bersifat sektor riil untuk meningkatkan aktivitas perekonomian.
cenderung tidak mudah turun, cenderung mudah naik Namun demikian, arah kebijakan moneter tersebut
karena tekanan biaya, namun cenderung tidak mudah harus didukung oleh upaya pemulihan fungsi perban-
naik karena tekanan permintaan, membawa implikasi kan sebagai lembaga intermediasi keuangan.

89
Moneter

bab 5 MONETER

90
Moneter

bab 5

MONETER

D i awal 2001, dalam situasi yang lebih optimis


terhadap terus berlanjutnya proses pemulihan
ekonomi, Bank Indonesia memandang bahwa inflasi
diarahkan untuk menyerap ekspansi uang primer
yang berasal dari pengeluaran pemerintah dalam
rupiah yang dibiayai dari penerimaan luar negeri.
yang relatif tinggi pada tahun sebelumnya perlu Langkah ini dimaksudkan agar upaya pencapaian
diarahkan kepada tingkat yang lebih rendah, sebagai sasaran uang primer tersebut tidak menimbulkan
prasyarat bagi upaya untuk mencapai pertumbuhan dampak kenaikan suku bunga yang berlebihan.
ekonomi yang berkesinambungan dalam jangka Kebijakan sterilisasi valuta asing ini sekaligus dituju-
panjang. Berkaitan dengan itu, sasaran inflasi di luar kan untuk menambah pasokan valuta asing guna
dampak kebijakan pemerintah di bidang harga dan mengurangi tekanan depresiasi dan volatilitas nilai
pendapatan ditetapkan sebesar 4,0%–6,0%. Untuk tukar rupiah.
mencapai sasaran inflasi tersebut, dengan asumsi Dalam pelaksanaannya, upaya pengen-
pertumbuhan ekonomi sebesar 4,5%–5,5% dan nilai dalian moneter tersebut mulai menghadapi beberapa
tukar berkisar antara Rp7.750–Rp8.250 per dolar AS, kendala yang mengakibatkan pengendalian uang
Bank Indonesia menetapkan sasaran pertumbuhan primer tidak dapat dilaksanakan secara optimal ter-
uang primer sebesar 11,0%–12,0% pada akhir 2001, utama sejak Mei 2001. Hal ini diindikasikan oleh lebih
yang lebih rendah dari pertumbuhan akhir tahun seringnya test date1 uang primer berada di atas
sebelumnya yang mencapai 22,3%. sasaran indikatif yang ditetapkan, 2 terutama
Sasaran kebijakan moneter yang cenderung didorong oleh terus meningkatnya permintaan uang
ketat ini ditempuh dengan tetap berupaya menjaga kartal di masyarakat sebagai komponen utama uang
agar perkembangan uang primer sepanjang tahun primer. Peningkatan uang kartal tersebut terkait
2001 dapat sesuai dengan sasaran yang ditetapkan. dengan meningkatnya secara signifikan peranan
Guna mencapai sasaran uang primer tersebut, Bank sektor usaha kecil dan menengah (UKM) dan sektor
Indonesia selalu berusaha untuk menyerap kelebihan informal yang pada umumnya masih banyak
likuiditas di sektor perbankan yang berpotensi menggunakan uang kartal. Di samping itu, mema-
memberikan tekanan terhadap nilai tukar dan inflasi. nasnya kondisi sosial dan politik mendorong masya-
Kebijakan ini ditempuh terutama melalui Operasi rakat menyimpan uang kartal di atas kebutuhan
Pasar Terbuka (OPT) dengan instrumen Sertifikat
1 Test date uang primer dihitung dari rata-rata posisi tanggal 16 bulan
Bank Indonesia (SBI) dan intervensi rupiah. Upaya
tersebut hingga tanggal 15 bulan berikutnya.
pengendalian uang primer tersebut juga didukung 2 Sasaran uang primer disusun berdasarkan asumsi inflasi, PDB, suku
bunga deposito dan nilai tukar dan ditetapkan dalam Letter of Intent
oleh kebijakan sterilisasi di pasar valuta asing yang (LoI).

91
Moneter

normalnya untuk tujuan berjaga-jaga hingga per- berusaha menyerap kelebihan likuiditas di sektor
tengahan 2001. Posisi uang kartal tersebut menjadi perbankan yang diupayakan tanpa menimbulkan
semakin tinggi seiring dengan naiknya kebutuhan peningkatan suku bunga SBI yang berlebihan.
transaksi akibat meningkatnya harga yang dipicu oleh Selanjutnya, kelebihan likuiditas yang tidak berhasil
kebijakan pemerintah di bidang harga dan penda- diserap melalui lelang SBI telah diupayakan untuk
patan pada Juni 2001. Dalam kondisi yang demikian, diserap melalui intervensi rupiah.
permintaan uang primer menjadi kurang responsif Pada awal pelaksanaan kebijakan moneter,
terhadap perubahan suku bunga. Hal ini menga- posisi uang primer yang sempat meningkat tinggi
kibatkan upaya untuk menyerap uang primer memer- pada akhir 2000 berhasil dikendalikan hingga kembali
lukan peningkatan suku bunga. ke dalam sasaran indikatifnya sampai dengan April
Upaya pengendalian moneter tersebut se- 2001. Namun demikian, akibat munculnya berbagai
makin dipersulit oleh fungsi intermediasi perbankan kendala seperti disebutkan di atas, test date uang
yang belum sepenuhnya pulih, sehingga menye- primer mulai meningkat tinggi dan terus bergerak di
babkan jumlah ekses likuiditas perbankan yang harus atas sasaran indikatifnya sejak Mei 2001. Hingga
diserap oleh Bank Indonesia menjadi semakin besar. Desember 2001, uang primer telah mengalami per-
Di samping itu, belum pulihnya fungsi intermediasi tumbuhan sebesar 15,4% 3 atau rata-rata telah
tersebut juga menyebabkan proses transmisi kebi- tumbuh sebesar 18,2% selama 2001. Pertumbuhan
jakan moneter menjadi kurang berjalan dengan baik uang primer di akhir Desember tersebut lebih tinggi
sebagaimana tercermin dari kurang diresponnya dibandingkan dengan sasaran yang ditetapkan di
kenaikan suku bunga SBI oleh kenaikan suku bunga awal tahun sebesar 11,0%–12,0%.
deposito. Upaya pengendalian uang primer yang
Tingginya permintaan uang kartal dan dilakukan oleh Bank Indonesia tersebut mendorong
kurang efektifnya transmisi kebijakan moneter akibat peningkatan suku bunga SBI. Selama 2001, suku
masih belum pulihnya intermediasi perbankan bunga SBI 1 bulan meningkat sebesar 309 basis point
menyebabkan penyerapan uang primer menjadi sulit (bp) hingga menjadi 17,62% dan SBI 3 bulan mening-
dilakukan. Meskipun berbagai langkah penyerapan kat sebesar 332 bp menjadi 17,63%. Sementara itu,
likuiditas telah dilakukan, baik melalui lelang SBI, guna mendorong agar suku bunga deposito dapat
kenaikan suku bunga intervensi rupiah, maupun meningkat seiring dengan perkembangan suku bunga
sterilisasi valuta asing, perkembangan uang primer SBI, Bank Indonesia meningkatkan marjin suku bunga
lebih banyak berada di luar sasaran yang telah penjaminan deposito. Peningkatan ini dilakukan 2 kali,
ditetapkan. Dalam kondisi demikian, upaya kenaikan yaitu pada Januari dan Agustus 2001 masing-masing
suku bunga SBI untuk menyerap uang primer dinilai sebesar 100 bp hingga mencapai marjin 400 bp di
tidak terlampau efektif. Menyikapi kondisi tersebut,
dalam perkembangannya terutama sejak akhir 3 Pertumbuhan dihitung berdasarkan posisi test date uang primer
Desember 2000 yang telah dibebaskan dari pengaruh musiman
triwulan ketiga 2001, Bank Indonesia cenderung lebaran yang selalu bergeser setiap tahunnya.

92
Moneter

atas suku bunga deposito bank anggota JIBOR.4 Rp124,7 triliun pada Desember, atau lebih besar
Kebijakan ini berhasil mendorong peningkatan rata- dibandingkan dengan sasaran indikatifnya sebesar
rata tertimbang suku bunga deposito nominal. Secara Rp122,9 triliun. Secara rata-rata, pertumbuhan tahu-
riil, suku bunga deposito tersebut juga meningkat, nan uang primer telah mencapai 18,2% selama 2001,
namun masih jauh di bawah tingkatnya pada masa sedikit lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata
sebelum krisis, apalagi jika dipertimbangkan relatif pertumbuhan tahun sebelumnya sebesar 18,6%.
lebih tingginya premi risiko pada saat ini. Pada akhir 2001, posisi uang primer telah
Sejalan dengan peningkatan suku bunga mencapai Rp127,8 triliun, atau meningkat sebesar
deposito, simpanan deposito juga meningkat Rp2,2 triliun dibandingkan dengan tahun sebelumnya
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pening- sebesar Rp125,6 triliun. Uang primer tersebut sempat
katan jenis simpanan ini ditengarai juga terkait de- mencapai posisi tertinggi sebesar Rp134,1 triliun pada
ngan adanya perpindahan dana dari jenis penanaman saat menjelang lebaran, namun kemudian turun
lain yang lebih bersifat jangka pendek seperti setelah berakhirnya periode lebaran. Peningkatan ini
tabungan dan giro. Perkembangan tersebut terutama didorong oleh kenaikan komponen uang
menyebabkan pertumbuhan uang beredar dalam arti kartal yang selama 2001 telah mengalami
luas (M2) pada akhir tahun lebih besar dibandingkan pertumbuhan rata-rata tahunan sebesar 20,1%, lebih
dengan uang beredar dalam arti sempit (M1). besar dibandingkan rata-rata pertumbuhan uang
primer pada periode yang sama (Grafik 5.2). Se-
UANG PRIMER mentara itu, faktor lainnya seperti saldo positif bank
Secara umum, pengendalian uang primer selama dan simpanan swasta domestik relatif tidak
tahun laporan menghadapi berbagai tantangan yang mengalami perubahan dalam tahun laporan. Relatif
cukup berat sehingga mengakibatkan posisi test date stabilnya saldo positif sebagai akibat rendahnya ex-
uang primer lebih banyak berada di luar sasaran cess reserves perbankan, mengindikasikan bahwa
indikatif yang ditetapkan. Dalam empat bulan pertama
tahun laporan, test date uang primer masih berada Triliun Rp

dalam sasaran indikatifnya bahkan sempat mencapai 130

posisi terendahnya sebesar Rp101,9 triliun pada 120

Februari. Dalam perkembangannya, sejak Mei 2001


110
uang primer terus mengalami peningkatan hingga
100 Aktual
berada di atas sasaran indikatifnya, kecuali pada Sasaran indikatif

November (Grafik 5.1). Posisi test date uang primer 90

tersebut mencapai posisi tertingginya sebesar 80


Jan. Mar. Mei Jul. Sep. Nov. Jan. Mar. Mei Jul. Sep. Nov.
2000 2001
4 Marjin suku bunga pinjaman dari 200 bp menjadi 300 bp sesuai
dengan SE No. 3/1/DPNP tanggal 5 Januari 2001, dan naik dari Grafik 5.1
300 bp menjadi 400 bp sesuai SE No. 3/19/DPNP tanggal 14 Uang Primer : Aktual dan Sasaran
Agustus 2001.

93
Moneter

upaya penyerapan likuiditas perbankan telah


Tabel 5.1
dilaksanakan secara optimal. Uang Primer 2001

Selama 2001, uang kartal meningkat 2001


Peru–
sebesar Rp4,1 triliun hingga mencapai posisi Rp76,5 Rincian 2000 I II III IV bahan
Triliun Rupiah Tahunan
triliun dari posisi tahun sebelumnya sebesar Rp72,4
Uang Primer 125,6 103,3 110,6 115,2 127,8 2,2
triliun (Tabel 5.1). Uang kartal ini, sempat mencapai Uang Kertas dan Logam
Yang Diedarkan 89,7 69,9 76,9 80,8 91,3 1,6
posisi tertinggi sebesar Rp85,8 triliun pada saat – di masyarakat 72,4 60,1 66,2 69,0 76,5 4,1
– di perbankan 17,3 9,8 10,7 11,8 14,8 –2,5
menjelang perayaan hari lebaran. Peningkatan ini Giro Bank pada Bank Indonesia 33,9 30,9 30,9 31,6 34,8 0,9
Giro Sektor Swasta 2,0 2,4 2,9 2,8 1,7 –0,3
lebih bersifat musiman mengingat kebutuhan
Faktor-faktor Yang Mempenga-
masyarakat akan uang kartal pada setiap lebaran ruhi Uang Primer 125,6 103,3 110,6 115,2 127,8 2,2
Cadangan Devisa Bersih (NIR) 124,5 124,3 128,0 127,8 128,1 3,6
akan meningkat, meskipun kemudian turun kembali Aktiva Domestik Bersih (NDA) 1,1 –21,0 –17,4 –12,6 –0,3 –1,4
– Tagihan Bersih pada
setelah berakhirnya perayaan tersebut. Pemerintah 133,7 134,4 125,6 135,5 160,8 27,0
– Bantuan Likuiditas 37,3 36,7 37,1 37,1 37,1 –0,2
Tingginya peningkatan uang kartal tersebut – Kredit Likuiditas 15,9 15,6 15,3 15,2 15,1 –0,8
– Tagihan Lainnya 1,5 1,3 1,7 1,9 1,9 0,3
tidak terlepas dari meningkatnya secara cukup – Operasi pasar uang –78,9 –90,0 –85,6 –86,0 –102,6 –23,7
– Lainnya Bersih (NOI) –108,4 –119,2 –111,5 –116,2 –112,4 –4,0
signifikan kegiatan usaha sektor Usaha Kecil dan
Menengah (UKM) serta sektor informal yang cen-
derung menggunakan uang kartal dalam melakukan katnya kebutuhan uang untuk transaksi sehubungan
transaksinya. Peningkatan uang kartal tersebut juga dengan meningkatnya harga-harga barang yang
terkait dengan memanasnya kondisi sosial politik di dipicu oleh kebijakan pemerintah di bidang harga dan
Indonesia hingga pertengahan 2001 yang telah pendapatan pada akhir Juni 2001. Kondisi ini terlihat
mendorong kebutuhan uang kartal untuk berjaga- dari berubahnya pola perilaku uang kartal yang me-
jaga bergerak naik. Permintaan uang kartal tersebut ningkat lebih tinggi dibandingkan dengan sebelumnya
menjadi semakin meningkat, seiring dengan mening- sejak bulan Juli 2001(Grafik 5.3).
Kenaikan uang kartal yang disebabkan oleh
Persen meningkatnya harga dan kebutuhan berjaga-jaga
70
Pertumbuhan Uang Primer tersebut juga didukung oleh hasil survei “Motif Masya-
60
Pertumbuhan Currency Outside Bank
50
rakat dalam Memegang Uang Kartal” yang dilakukan
40 di 5 kota besar di Indonesia (Grafik 5.4). Berdasarkan
30
hasil survei tersebut diketahui bahwa motif utama
20
yang mendorong masyarakat meningkatkan
10

0 permintaan terhadap uang kartal adalah akibat


-10
Des. Mar. Jun. Sep. Des. Mar. Jun. Sep. Des. Mar. Jun. Sep. Des.
meningkatnya kebutuhan transaksi sehubungan
1998 1999 2000 2001
dengan naiknya harga-harga barang kebutuhan
Grafik 5.2
pokok (21,6%). Adapun motif kedua tertinggi adalah
Pertumbuhan Uang Kartal dan Uang Primer
akibat meningkatnya jenis barang dan jasa yang ingin

94
Moneter

Miliar Rp Persen

85.000 Meningkatnya harga-harga


Aktual
barang
80.000 Pola Perilaku Uang Kartal Meningkatnya jenis barang/
jasa kebutuhan yang
dikonsumsi
75.000 Untuk berjaga-jaga

Pecahan uang yang


70.000 semakin besar
Suku bunga simpanan
65.000 kurang menarik
Total
Spekulasi Rumah Tangga
60.000
Perusahaan
Melemahnya nilai tukar
55.000 rupiah
Des. Jan. Feb. Mar. Apr. Mei Jun. Jul. Ags. Sep. Okt. Nov. Des.
0 5 10 15 20 25 30 35
2001

Grafik 5.3 Grafik 5.4


Perilaku Musiman Uang Kartal Hasil Survei Motif Penyimpanan Uang Kartal

dibeli (20,9%) sebagai cerminan masih meningkatnya Sebagian ekspansi rekening rupiah tersebut juga
pendapatan riil masyarakat, dan motif berjaga-jaga dibiayai oleh penerimaan valuta asing pemerintah dan
(13,4%) seiring dengan kurang kondusifnya situasi pengambilan simpanan pemerintah di Bank
politik dan keamanan di dalam negeri. Sementara Indonesia. Penerimaan valuta asing pemerintah
faktor lain seperti melemahnya nilai tukar, faktor suku tersebut terutama bersumber dari penerimaan migas
bunga simpanan, meningkatnya denominasi uang yang mencapai Rp62,4 triliun, lebih besar diban-
kartal, dan tujuan untuk spekulasi masih relatif rendah dingkan dengan net pembayaran utang luar negeri
mempengaruhi masyarakat dalam memegang uang pemerintah Rp37,4 triliun.
kartal (hanya 12,2%). Sementara itu, net kontraksi dari OPT
Berdasarkan faktor yang mempengaruhinya, sebesar Rp23,7 triliun selama 2001 terutama berasal
peningkatan uang primer tersebut terutama dari intervensi rupiah sebesar Rp28,0 triliun
disebabkan oleh lebih besarnya ekspansi rupiah khususnya pada Desember, berkaitan dengan
rekening pemerintah dibandingkan dengan pengaruh meningkatnya sikap berjaga-jaga bank terhadap
kontraksi OPT dan sterilisasi valuta asing. Net penarikan dana masyarakat menjelang lebaran dan
ekspansi rupiah rekening pemerintah yang mencapai akhir tahun. Adapun SBI lelang pada periode yang
Rp41,1 triliun terutama ditujukan untuk pembayaran sama justru memberikan pengaruh ekspansi sebesar
gaji, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Bagi Hasil Rp4,3 triliun.
(DBH) sebesar Rp81,3 triliun, kupon obligasi Rp58,2 Sejalan dengan perkembangan komponen-
triliun, subsidi Rp32,6 triliun, dan pembiayaan proyek nya yang cenderung ekspansif tersebut, Aktiva
Rp27,4 triliun. Pengeluaran rupiah pemerintah ini lebih Domestik Bersih (Net Domestic Assets/NDA) selama
besar dibandingkan dengan penerimaannya yang 2001 menunjukkan kecenderungan yang terus
terutama bersumber dari penerimaan pajak Rp127,5 meningkat, hingga sempat mencatat nilai positif dan
triliun dan penjualan aset dan privatisasi Rp31,4 triliun. bergerak di atas sasaran indikatifnya selama periode

95
Moneter

Triliun Rp Miliar $
10
19

0 18
Aktual
Sasaran indikatif
-10 17

16
-20
15
-30 Aktual
14 Sasaran indikatif

-40
13

-50 12
Jan. Mar. Mei Jul. Sep. Nov. Jan. Mar. Mei Jul. Sep. Nov. Jan. Mar. Mei Jul. Sep. Nov. Jan. Mar. Mei Jul. Sep. Nov.
2000 2001 2000 2001

Grafik 5.5 Grafik 5.6


Net Domestic Assets Net International Reserves

lebaran. Setelah berakhirnya periode lebaran, secara OPERASI PASAR TERBUKA (OPT)
perlahan NDA turun hingga mencapai posisi test date Sebagaimana telah dikemukakan sebelum-
negatif Rp2,7 triliun pada akhir tahun, lebih rendah nya, upaya pengendalian uang primer selama 2001
dibandingkan sasaran indikatifnya sebesar Rp5,3 masih bertumpu pada OPT terutama melalui lelang
triliun (Grafik 5.5). Sementara itu, posisi Cadangan SBI yang dibantu dengan intervensi rupiah. Guna
Devisa Bersih (Net International Reserves /NIR) memberikan dukungan yang lebih kuat pada upaya
meningkat sebesar $0,5 miliar hingga mencapai pengendalian uang primer, suku bunga intervensi
posisi $18,3 miliar atau setara dengan Rp128,1 rupiah dinaikkan sebanyak 8 kali selama 2001
triliun5 pada akhir 2001. Peningkatan NIR tersebut sebesar 425 bp dari 10,8% pada 2000 menjadi
terutama berasal dari penerimaan migas sebesar 15,13%. Secara keseluruhan, posisi OPT menun-
$5,3 miliar, serta pinjaman luar negeri dan hasil jukkan peningkatan, yaitu dari Rp78,9 triliun pada
pengelolaan devisa $4,2 miliar. Penerimaan valuta akhir 2000 menjadi Rp102,6 triliun. Peningkatan
asing tersebut lebih besar dibandingkan dengan tersebut terutama disebabkan oleh meningkatnya
pengeluarannya yang terutama digunakan untuk posisi intervensi rupiah sebesar Rp28,1 triliun menjadi
pembayaran utang luar negeri dan sterilisasi valuta Rp46,9 triliun pada periode yang sama. Sementara
asing sebesar $9,6 miliar. Walaupun telah dilakukan itu, posisi SBI justru mengalami penurunan sebesar
penyesuaian sasaran floor NIR lebih tinggi sebesar Rp4,3 triliun menjadi Rp55,7 triliun.
$1,9 miliar menjadi $17,6 miliar pada September, Selama tahun laporan, secara umum pe-
posisi NIR selama 2001 masih tetap berada di atas laksanaan OPT telah dapat menyerap kelebihan
sasaran indikatifnya (Grafik 5.6). likuiditas perbankan sebagaimana tercermin pada
relatif kecilnya excess reserve perbankan. Upaya
5 Konversi NIR dari dolar ke rupiah di dalam faktor uang primer penyerapan excess reserve perbankan tersebut
dihitung dengan nilai tukar yang ditetapkan oleh IMF sebesar
Rp7000. terutama dilakukan melalui lelang SBI, sementara

96
Moneter

Miliar Rp Miliar Rp
Keuangan Pusat dan Daerah (PKPD). Sebaliknya,
140.000 35.000 kepemilikan SBI oleh penduduk menunjukkan adanya
30.000
SBI Jatuh tempo (aksis kiri)
120.000 SBI Hasil lelang (aksis kiri) 25.000 penurunan dari 33,4% pada 2000 menjadi hanya 7,6%
Intervensi Rp (aksis kanan) 20.000
dari total SBI. Hal ini berkaitan dengan relatif
100.000 15.000
10.000 menariknya maksimum suku bunga deposito yang
80.000 5.000
-
ditawarkan perbankan selama 2001 dibandingkan
60.000 (5.000)
suku bunga SBI yang ditawarkan oleh broker.
(10.000)
40.000 (15.000) Sementara itu, posisi Sertifikat Wadiah Bank
Jan. Mar. Mei Jul. Sep. Nov.
2001
Indonesia (SWBI) relatif tidak mengalami perubahan
Grafik 5.7 yang berarti pada 2001, terlihat dari rendahnya posisi
Penyerapan Melalui SBI dan Intervensi Rupiah
SWBI yang hanya bergerak pada kisaran Rp206 miliar
– Rp304 miliar. SWBI yang mulai diterbitkan sejak
intervensi rupiah hanya berfungsi sebagai fine tuning. Februari 2000 ini merupakan sertifikat yang diterbitkan
Namun demikian, seiring dengan upaya Bank Bank Indonesia sebagai bukti penitipan jangka
Indonesia untuk tidak mendorong terjadinya pendek dengan prinsip syariah. Walaupun posisinya
perubahan suku bunga, sejak September upaya relatif stabil, bonus SWBI meningkat dari 8,72% pada
penyerapan uang primer tersebut lebih banyak akhir 2000 menjadi 12,43% seiring dengan
dilakukan melalui intervensi rupiah. Hal ini tercermin
dari lebih rendahnya jumlah SBI yang berhasil diserap
2000
dibandingkan dengan jumlah yang jatuh tempo dan
Asing Bank Pemerintah
0,4% 1,8%
meningkatnya posisi intervensi rupiah sejak bulan
Penduduk
33,4%
tersebut (Grafik 5.7).
Berdasarkan kepemilikannya, pada akhir
2001 kelompok bank swasta nasional masih men- Bank Asing dan
Campuran BPD
3,2% Bank Swasta
4,4%
dominasi kepemilikan SBI dengan pangsa 44,6%, 56,9%

disusul oleh kelompok bank pemerintah 20,5%, ke-


2001
lompok bank asing dan campuran 19,3%, dan Bank
Asing
Pembangunan Daerah (BPD) 7,6% (Grafik 5.8). Jika Penduduk 0,6% Bank Pemerintah
Bank Asing dan 7,6% 20,5%
Campuran
dibandingkan dengan komposisi kepemilikan SBI pada 19,3%

akhir 2000, pangsa kepemilikan SBI oleh bank asing


dan campuran serta BPD menunjukkan peningkatan
BPD
selama 2001. Peningkatan kepemilikan SBI oleh BPD 7,6% Bank Swasta
44,6%

tersebut seiring dengan meningkatnya sumber dana


Grafik 5.8
BPD yang dimiliki oleh pemerintah daerah terkait Kepemilikan SBI oleh Kelompok Bank
dengan pelaksanaan kebijakan Perimbangan

97
Moneter

meningkatnya suku bunga instrumen Bank Indone- khususnya pada bank-bank asing dan campuran
sia lainnya. Bonus SWBI tersebut dihitung sejak diberlakukannya ketentuan PBI No.3/3/2001
berdasarkan indikasi imbalan pasar uang antarbank tanggal 12 Januari 2001 tentang Pembatasan Tran-
syariah atau deposito mudharabah satu bulan saksi Rupiah kepada Bukan penduduk dan
sebelumnya. Pengurangan Batas Maksimum Transaksi Forward.
Kondisi ini menunjukkan bahwa pengelolaan likuiditas
PASAR UANG ANTARBANK perbankan semakin mengandalkan penempatan
Selama 2001, aktivitas di pasar uang antarbank dalam jangka pendek selain penempatan dalam SBI
(PUAB) rupiah menunjukkan kenaikan dibandingkan dan obligasi pemerintah. Sementara itu, naiknya
dengan tahun sebelumnya. Secara keseluruhan, rata- tingkat suku bunga PUAB terkait dengan mening-
rata suku bunga PUAB meningkat 410 bp dari 10,46% katnya kebutuhan likuiditas jangka pendek perbankan
menjadi 14,56%, sementara volume transaksi dan upaya Bank Indonesia untuk meredam volatilitas
mengalami peningkatan sebesar 39,9% (Tabel 5.2). nilai tukar melalui kenaikan suku bunga intervensi
Peningkatan suku bunga dan volume transaksi rupiah.
tersebut terjadi baik di PUAB pagi maupun PUAB Sejalan dengan peningkatan aktivitas PUAB
sore. Di PUAB pagi, rata-rata suku bunga meningkat rupiah, rata-rata volume PUAB valuta asing dalam
sebesar 425 bp dari 10,67% pada 2000 menjadi tahun 2001 juga mengalami peningkatan sebesar
14,92%, sedangkan rata-rata volume transaksi $12,2 juta dibandingkan dengan tahun sebelumnya
meningkat sebesar 61,0%. Perkembangan yang sehingga menjadi rata-rata $167,4 juta per hari.
sama terjadi di PUAB sore dimana rata-rata suku Walaupun sempat meningkat tinggi pada paro
bunga meningkat 424 bp menjadi 18,33%. pertama tahun laporan, namun dalam perkembangan
Peningkatan volume transaksi di PUAB berikutnya, rata-rata volume PUAB valuta asing
tersebut di atas mengindikasikan tingginya kebutuhan kembali menurun. Hal ini diduga akibat adanya
likuiditas jangka pendek perbankan sepanjang 2001, sejumlah bank papan atas yang melakukan penem-

Tabel 5.2
Rata-rata Suku Bunga dan Volume Transaksi Harian PUAB

Suku Bunga (%) Volume (Miliar Rp)


Periode
Pagi Sore Total (PUAB Rp) PUAB Valas Pagi Sore Total (PUAB Rp) PUAB Vls ($ Juta)
Trw I -2000 9,74 9,32 9,50 5,66 1.003,4 708,2 1.712,0 135,5
Trw II - 2000 10,19 9,87 10,03 6,25 961,5 945,5 1.906,9 149,0
Trw III - 2000 11,16 10,62 10,89 6,44 1.196,6 1.289,3 2.485,9 177,6
Trw IV - 2000 11,64 11,21 11,43 6,45 1.340,0 1.470,0 2.810,0 158,9
Rata-Rata Tahun 2000 10,67 10,25 10,46 6,20 1.125,4 1.103,2 2.288,0 155,3
Trw I - 2001 12,76 12,64 12,71 5,49 1.812,0 1.318,0 3.130,0 204,6
Trw II - 2001 14,72 14,10 14,45 4,06 1.816,0 1.288,0 3.104,0 200,1
Trw III - 2001 16,14 15,49 15,15 3,34 1.792,0 1.278,0 3.070,0 162,8
Trw IV - 2001 16,06 15,75 15,93 2,17 1.830,0 1.337,0 3.167,0 102,1
Rata-Rata Tahun 2001 14,92 14,50 14,56 3,76 1.812,0 1.305,0 3.118,0 167,4

98
Moneter

Miliar Rp ini dilakukan dengan meminjam di PUAB yang


1.500 selanjutnya ditanamkan di SBI maupun transaksi
1.000 Bank Pemberi
lainnya seperti memenuhi kebutuhan hedging
500 perusahaan-perusahaan multinasional (MNC)
0
terhadap kewajiban rupiahnya.
(500)

(1.000)
Bank Penerima SUKU BUNGA
B. Persero B.Devisa B. Nondevisa B.Campuran B. Asing
(1.500) Sejalan dengan upaya penyerapan likuiditas
I II III IV I II III IV
2000 2001 dalam rangka pencapaian sasaran uang primer, suku
Grafik 5.9 bunga SBI meningkat selama 2001. Suku bunga SBI
Net Pemberi - Peminjam Harian di PUAB
1 bulan meningkat sebesar 309 bp bila dibandingkan
dengan posisi akhir 2000 hingga mencapai 17,62%
patan dana di luar negeri (Lihat Bab 3 Nilai Tukar). pada akhir Desember 2001. Sementara itu, suku bu-
Dominasi volume transaksi di PUAB valuta asing lebih nga SBI 3 bulan meningkat 332 bp hingga mencapai
banyak dilakukan oleh bank-bank pemerintah, bank posisi 17,63%. Peningkatan suku bunga SBI terse-
asing, dan bank campuran. Sementara itu, rata-rata but terutama terjadi hingga Agustus 2001. Selan-
suku bunga PUAB valuta asing selama periode jutnya, sejak September hingga akhir tahun suku
laporan mengalami penurunan sebesar 244 bp bunga SBI 1 bulan dan 3 bulan bergerak stabil pada
sehingga menjadi 3,76%. Menurunnya suku bunga kisaran 17,58% - 17,63%. Adapun peningkatan suku
PUAB valuta asing terkait dengan kecenderungan bunga intervensi rupiah overnight (O/N) seperti telah
menurunnya suku bunga luar negeri terutama Fed di jelaskan di subbab Operasi Pasar Terbuka di depan,
fund rate . terutama terjadi pada paro pertama tahun laporan,
Selama tahun laporan, kelompok bank yang sementara pada paro kedua suku bunga intervensi
banyak melakukan penempatan dalam PUAB rupiah rupiah O/N tetap pada posisi 15,13% (Grafik 5.10).
adalah kelompok bank devisa, bank persero, dan Meskipun secara nominal meningkat, suku
bank nondevisa (Grafik 5.9). Hal ini menunjukkan bunga riil SBI yang terjadi lebih rendah dibandingkan
semakin likuidnya ketiga kelompok bank tersebut. tahun sebelumnya. Secara riil pada akhir 2001, suku
Sementara itu, kelompok bank asing dan bank bunga SBI 1 bulan hanya mencapai 5,07% atau
campuran lebih banyak melakukan peminjaman baik menurun 11 bp dibandingkan posisi akhir tahun
di PUAB rupiah maupun valuta asing. Aktivitas bank sebelumnya sebesar 5,18%.
asing dan campuran yang cenderung menjadi net Peningkatan suku bunga SBI tersebut tidak
peminjam di PUAB bukan semata-mata dimaksudkan secara langsung berpengaruh pada peningkatan suku
untuk memenuhi kebutuhan likuditas, tetapi juga bunga deposito secara signifikan. Hal ini berkaitan
sebagai upaya untuk mengoptimalkan keuntungan dengan masih tingginya likuiditas perbankan sebagai
dari adanya perbedaan suku bunga (arbitrase). Hal akibat fungsi intermediasi perbankan yang belum

99
Moneter

Persen upaya tersebut juga didukung dengan kebijakan


17.5 perubahan penentuan suku bunga penjaminan yang
16.5 SBI 1 bulan semula dilakukan seminggu sekali menjadi sebulan
15.5
sekali.
14.5 SBI 3 bulan
Intervensi Rupiah
Peningkatan suku bunga maksimum penja-
13.5

12.5
minan tersebut telah mendorong perbankan untuk

11.5 menaikkan tingkat suku bunga depositonya selama


10.5 2001. Dibandingkan dengan posisi akhir 2000, suku
Des. Feb. Apr. Jun. Ags. Okt. Des.
2000 2001 bunga nominal dan riil deposito telah meningkat
Grafik 5.10 masing-masing sebesar 411 bp dan 91 bp menjadi
Diskonto Intervensi Rp, SBI 1 dan 3 bulan
16,07% dan 3,52% (Grafik 5.11). Perkembangan ini
mengindikasikan bahwa upaya perbaikan struktur
sepenuhnya pulih. Belum pulihnya intermediasi ini
mendorong perbankan untuk memaksimalkan
Nominal, % Riil, %
keuntungannya dengan memanfaatkan selisih antara 17 5

5
suku bunga SBI dengan deposito. Dalam rangka 16 Deposito nominal
4
mendorong peningkatan suku bunga deposito agar 15 4

dapat searah dengan perkembangan SBI, maka Bank 14 3

Indonesia telah menigkatkan margin suku bunga 3


13
2
penjaminan sebanyak 2 kali pada Januari dan
12 2
Deposito riil
Agustus 2001 masing-masing sebesar 100 bp diatas 1
11
Des Mar Jun Sep Des
suku bunga deposito bank anggota JIBOR. Selain itu,
2000 2001

Grafik 5.11
Tabel 5.3 Suku Bunga Deposito 1 Bulan
Perkembangan Suku Bunga 1)
Persen

1999 2000 2001 19


Rincian
Persen 18

SBI SBI 1 bulan


17
1 Bulan 11,9 14,5 17,6
PUAB 16
Penjaminan deposito 1 bulan
O/N 112,1 11,4 15,66
15
Deposito Deposito 1 bulan
1 Bulan 12,2 12,0 16,07 14
3 Bulan 12,9 13,2 17,24
6 Bulan 14,3 13,2 16,18 13
12 Bulan 22,4 12,2 15,48
12
24 Bulan 18,4 14,3 18,05 Des. Mar. Jun. Sep. Des.
2000 2001
Kredit
Modal Kerja 20,7 17,7 19,19
Investasi 17,9 16,9 17,90 Grafik 5.12
1) Rata-rata tertimbang dalam bulan Desember Perkembangan Suku Bunga SBI dan Deposito

100
Moneter

Persen sebagaimana telah dijelaskan di atas, mengalami


20
peningkatan sebesar 5,5%. Dilihat dari kepemilikan,
19
Kredit Modal Kerja
18
pertumbuhan uang giral terutama terjadi pada
17 simpanan giro milik Pemerintah Daerah sebesar
Kredit Investasi
16
138,9% (Grafik 5.14), sebagai dampak dari mulai
15
dilaksanakannya kebijakan Perimbangan Keuangan
14 Deposito 3 bulan

13 Pusat dan Daerah (PKPD) sejak Januari 2001, dalam


12 bentuk droping Dana Alokasi Umum (DAU) dan bagi
Des. Mar. Jun. Sep. Des.
2000 2001 hasil Sumber Daya Alam Migas. Pada akhir tahunan
Grafik 5.13 simpanan giro pemerintah tersebut mengalami
Perkembangan Suku Bunga Jangka Panjang
penurunan sehubungan dengan pembayaran proyek-
proyek yang dilakukan.
suku bunga melalui peningkatan suku bunga Uang kuasi dalam periode yang sama me-
penjaminan cukup efektif dalam menarik suku bunga ngalami peningkatan sebesar 13,9% hingga
deposito ke atas (Grafik 5.12). mencapai Rp666,3 triliun. Dilihat dari komponennya,
Dalam pada itu, perkembangan suku bunga peningkatan uang kuasi tersebut terutama terjadi
perbankan lainnya seperti suku bunga deposito 3 pada kuasi rupiah dalam bentuk deposito yang
bulan, suku bunga kredit modal kerja dan suku bunga meningkat sebesar 16,7% hingga menjadi Rp340,9
kredit investasi juga mengalami peningkatan bila di- triliun dan tabungan sebesar 11,8% hingga mencapai
bandingkan dengan posisi pada akhir tahun lalu. posisi Rp170,6 triliun. Lebih tingginya pertumbuhan
Sampai dengan akhir 2001, suku bunga deposito 3 deposito dibandingkan dengan pertumbuhan
bulan meningkat sebesar 400 bp menjadi 17,24%, tabungan dan simpanan giro selama periode laporan,
suku bunga kredit modal kerja naik sebesar 154 bp mencerminkan terjadinya pergeseran preferensi
menjadi 19,19%, sedangkan suku bunga kredit
investasi naik 104 bp menjadi 17,90% apabila diban- Total Giro (Miliar Rp) Giro Pemda (Miliar Rp)
110.000 25.000
dingkan dengan suku bunga pada akhir Desember
100.000
2001 (Grafik 5.13).
20.000
90.000

UANG BEREDAR 80.000 15.000

Pada periode laporan, posisi M1 mengalami 70.000


10.000
Total Giro
peningkatan sebesar 9,6% dibandingkan dengan 60.000
Giro Pemda

tahun sebelumnya, sehingga mencapai posisi 50.000 5.000


Jan. Mar. Mei Jul. Sep. Nov.
2001
Rp177,7 triliun pada Desember 2001. Peningkatan
tersebut sebagian besar disebabkan oleh peningkatan Grafik 5.14
Giro Pemerintah Daerah di Bank
uang giral sebesar 12,9%, sedangkan uang kartal

101
Moneter

Tabel 5.4
nomian ke depan. Perkembangan ini berbeda dengan
Uang Beredar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhi kondisi pada 2000, dimana deposito hanya

1999 2000 2001 mengalami pertumbuhan sebesar 2,1% sedangkan


Rincian
Perubahan tabungan dan giral masing-masing tumbuh sebesar
Posisi
2000-2001
Triliun Rupiah 24,4% dan 35,5%.

M2 646,2 747,0 844,1 97,0 Sementara itu, selama 2001 simpanan valuta
M1 124,6 162,2 177,7 15,5
– Uang kartal 58,4 72,4 76,3 4,0 asing mengalami peningkatan sebesar 10,4%
– Uang giral 66,3 89,8 101,4 11,5
Uang Kuasi 521,6 584,8 666,3 81,5 sehingga pada akhir tahun mencapai Rp154,8 triliun.
– Deposito dan Tabungan
dalam Rupiah 408,6 444,7 511,6 66,9 Namun demikian, peningkatan yang tinggi tersebut
– Simpanan dalam valuta asing 113,0 140,2 154,8 14,6
sebagian besar merupakan dampak dari melemahnya
Faktor-faktor Yang
Mempengaruhi M2 646,2 747,0 844,1 97,0 nilai tukar rupiah. Apabila dinilai dalam valuta dolar,
Aktiva luar negeri (bersih) 129,1 210,7 234,0 23,2
– Bank Indonesia 109,3 201,2 192,6 -8,6 simpanan valuta asing tersebut hanya mengalami
– Bank-bank umum 19,8 9,5 41,4 31,9
Tagihan kepada pemerintah peningkatan sebesar $270,5 juta atau setara dengan
(bersih) 397,3 520,3 529,7 9,4
Tagihan bersih kepada BPPN 0,0 0,0 0,0 0,0 Rp2,6 triliun, sehingga pada akhir tahun mencapai
Tagihan kepada sektor usaha 252,6 294,9 329,2 34,2
– Kredit dalam rupiah 140,5 152,5 202,6 50,1 Rp142,8 triliun.
– Kredit dalam valuta asing 84,6 116,5 105,0 -11,5
– Tagihan lainnya 27,4 25,9 21,6 -4,4 Berdasarkan perkembangan M1 dan uang
Lainnya (bersih) -132,7 -278,9 -248,8 30,2
kuasi di atas, uang beredar dalam arti luas (M2)
pada Desember 2001 mengalami peningkatan
masyarakat dalam menempatkan dananya ke dalam sebesar 13,0% dari tahun sebelumnya menjadi
bentuk simpanan yang lebih panjang (Grafik 5.15). Rp844,1 triliun. Secara rata-rata selama 2001, M2
Hal ini berkaitan dengan kenaikan suku bunga telah tumbuh sebesar 14,7% year on year (y-o-y).
deposito selama tahun laporan (Grafik 5.16) dan Pertumbuhan M2 ini lebih rendah dibandingkan
membaiknya ekspektasi terhadap prospek pereko- dengan rata-rata pertumbuhan M1 selama 2001

Persen Triliun Rp Persen

120 350 17
Vol. Deposito Rp
Giro 340 Suku bunga deposito nominal 15
100
Deposito Suku bunga deposito riil
330 13
80 Tabungan
320 11
60
310 9
40
300 7
20 5
290

- 280 3

(20) 270 1
Mar. Jun. Sep. Des. Mar. Jun. Sep. Des. Mar. Jun. Sep. Des. Feb. Mei Ags. Nov. Feb. Mei Ags. Nov.
1999 2000 2001 2000 2001

Grafik 5.15 Grafik 5.16


Pertumbuhan Giro, Tabungan dan Deposito Suku Bunga Deposito dan Simpanan Deposito

102
Moneter

yang mencapai 19,8% (y-o-y). Hal ini berkaitan kredit valuta asing dan tagihan lainnya mengalami
dengan tingginya peningkatan uang kartal yang ter- penurunan masing-masing sebesar Rp11,5 triliun dan
jadi selama tahun 2001. Tingginya peningkatan uang Rp4,4 triliun. Peningkatan kredit rupiah tersebut
kartal dibandingkan dengan pertumbuhan M2 terse- termasuk diantaranya kredit yang dibeli kembali oleh
but juga tercermin dari meningkatnya rasio C/D perbankan dari BPPN. Kredit rupiah tersebut
selama tahun 2001 (Grafik 5.17). Meningkatnya rasio sebagian besar ditujukan untuk pembiayaan kredit
C/D ini menyebabkan turunnya angka pengganda modal kerja bagi sektor perindustrian dan perda-
uang (APU) M2 selama tahun 2001 hingga mencapai gangan, serta untuk pembiayaan kredit konsumsi.
rasio 6,7 pada akhir 2001. Rasio ini lebih rendah Adapun penurunan kredit valuta asing tersebut
dibandingkan rata-rata sebelum krisis yang men- terutama disebabkan oleh pengalihan kredit valuta
capai rasio sebesar 8,0, yang mencerminkan belum asing kelompok Bank Swasta Nasional kepada BPPN
pulihnya fungsi intermediasi perbankan. yang ditukar dengan hedge bonds dan penghapus-
Berdasarkan faktor-faktor yang mempe- bukuan kredit valuta asing kelompok Bank Persero.
ngaruhi, ekspansi M2 dalam tahun laporan terutama Sementara itu, ekspansi NCG bersumber dari
berasal dari ekspansi NDA sebesar Rp73,8 triliun. ekspansi NCG di Bank Indonesia sebesar Rp27,0
Ekspansi NDA tersebut bersumber dari ekspansi triliun, sedangkan NCG di bank umum mengalami
tagihan bersih kepada sektor usaha (Claims on kontraksi sebesar Rp17,7 triliun. Ekspansi NCG di
Business Sector / CBS) sebesar Rp34,2 triliun dan Bank Indonesia yang antara lain ditujukan untuk
tagihan bersih kepada pemerintah (Net Claims on droping DAU, pembayaran kupon obligasi peme-
Goverment / NCG) sebesar Rp9,4 triliun dibandingkan rintah, pembayaran utang luar negeri, pembayaran
tahun sebelumnya. termin proyek, dan subsidi BBM (lihat sub bab uang
Ekspansi CBS terjadi karena peningkatan primer). Dalam pada itu, kontraksi NCG di bank umum
kredit dalam rupiah sebesar Rp50,1 triliun, sebaliknya terutama disebabkan oleh menurunnya tagihan
perbankan kepada pemerintah dalam bentuk obligasi
APU 2, C/D APU 1 sebesar Rp22,0 triliun, berkaitan dengan kompensasi
9,0
2,0 obligasi pemerintah dengan kewajiban perbankan
8,5 C/D
1,9
8,0 kepada BPPN dan penurunan nilai pasar obligasi
1,8
7,5 pemerintah.
APU 2 1,7
7,0
Sementara itu, faktor Aktiva Luar Negeri
6,5 1,6

6,0 1,5 Bersih (Net Foreign Assets / NFA) mengalami


APU 1
5,5 1,4 peningkatan sebesar Rp23,2 triliun, terutama berasal
5,0 1,3
Jan. Mar. Mei Jul. Sep. Nov. Jan. Mar. Mei Jul. Sep. Nov.
dari peningkatan NFA di bank umum sebesar Rp31,9
2000 2001
triliun. Peningkatan NFA di bank umum tersebut
Grafik 5.17 sebagian besar berasal dari penurunan kewajiban
Angka Pengganda Uang dan Rasio C/D
perbankan kepada bukan penduduk sebesar Rp24,3

103
Moneter

triliun, antara lain kewajiban dalam bentuk giro dan Sementara faktor nonekonomi yang mempengaruhi
call money masing-masing sebesar Rp12,4 triliun dan melemahnya IHSG terutama bersumber dari mening-
Rp7,0 triliun. katnya kekhawatiran pasar terhadap stabilitas
keamanan dan politik selama 2001. Selain itu. ter-
PASAR MODAL jadinya tragedi WTC 11 September 2001 yang diikuti
Kinerja pasar modal di tahun 2001 mengalami oleh aksi anti AS di sejumlah kota besar dan penuru-
perkembangan yang kurang menggembirakan, nan peringkat utang Indonesia oleh S&P dari CCC+
ditandai oleh pergerakan Indeks Harga Saham menjadi CCC serta prospek utang dari stabil menjadi
Gabungan (IHSG) yang berfluktuatif dengan kecen- negatif pada minggu ke II November 2001 semakin
derungan menurun. Pada akhir tahun laporan, IHSG menekan pergerakan indeks. Meskipun demikian,
ditutup terkoreksi 24,285 poin atau (5,83%) pada level pada Februari dan Agustus 2001 indeks sempat
392,0 dibandingkan posisi akhir tahun sebelumnya menguat yang dipicu oleh penurunan tingkat suku
yang berada pada level 416,3 (Grafik 5.18). bunga oleh bank sentral AS, berhasilnya pelaksanaan
Penurunan IHSG dipengaruhi baik oleh faktor Sidang Istimewa dan pergantian kepemimpinan
ekonomi maupun nonekonomi. Faktor ekonomi ter- nasional yang berlangsung aman.Kondisi ini juga
utama akibat melemahnya nilai tukar rupiah, naiknya mendorong peningkatan indeks kepercayaan
tingkat diskonto SBI hingga level 17%, turunnya konsumen dari 94,1 menjadi 112,3.
peringkat investasi di Indonesia dari “stabil” ke Menurunnya IHSG pada 2001 juga tidak
“negatif” menurut lembaga pemeringkat Moody’s di terlepas dari berkurangnya kontribusi investor asing
awal Maret 2001, serta melemahnya kinerja bursa di pasar modal Indonesia. Hal tersebut tercermin dari
regional yang didorong oleh ketidakpastian dari menurunnya posisi nilai transaksi investor asing
prospek perekonomian Jepang dan Amerika Serikat. terhadap total perdagangan dari Rp24,7 triliun
(20,1%) pada tahun lalu menjadi Rp14,6 triliun (9,9%)
pada 2001. Seiring dengan melemahnya IHSG, nilai
IHSG Nilai
480 3500 kapitalisasi pasar mengalami penurunan sebesar
Nilai 3300
460 3100
IHSG 2900 7,8% dari Rp259,6 triliun pada akhir tahun 2000
440 2700
420
2500
2300
menjadi Rp239,3 triliun. Sementara itu, jumlah emiten
2100
400
1900 di bursa saham mengalami peningkatan dari 347
1700
380
1500
360 1300 emiten senilai Rp226,1 triliun menjadi 379 emiten
1100
900
340
700
senilai Rp231,3 triliun.
320 500
300 Guna meningkatkan kinerja pasar modal
300 100
2-Jan. 13-Feb. 29-Mar. 14-Mei 27-Jun. 8-Ags. 20-Sep. 2-Nov. 19-Des.
2001
dalam tahun laporan, pemerintah telah mengeluar-
kan kebijakan di pasar modal yang terkait dengan
Grafik 5.18
IHSG dan Nilai Perdagangan 2001 perubahan struktur organisasi Bapepam dan pem-
berian ijin kepemilikan maksimal 99% saham efek

104
Moneter

perusahaan patungan sebelum penawaran umum 2000. Penurunan aktivitas perdagangan obligasi
kepada sekuritas asing. Untuk memungkinkan bursa disebabkan oleh terjadinya pengalihan portofolio
dapat diakses dari jarak jauh (sistem remote tra- investasi oleh para investor ke bentuk lain sebagai
ding), pada November 2001 pemerintah memba- akibat kondisi perekonomian yang belum membaik,
ngun sistem perdagangan dengan teknologi cang- pengenaan pajak penghasilan dan pajak transaksi atas
gih. Upaya tersebut juga didukung oleh kebijakan penghasilan yang diterima, penurunan nilai rupiah,
penghapusan “pasar segera” dalam rangka efisiensi tingginya tekanan inflasi serta naiknya tingkat diskonto
melalui penyederhanaan pasar. Namun demikian, SBI.
pada saat yang sama pemerintah juga mengenakan Di sisi lain, volume perdagangan obligasi
PPh atas penghasilan dari obligasi yang diper- pemerintah di pasar sekunder pada 2001 meningkat
dagangkan di bursa efek sebesar 0,03% dari nilai hingga mencapai Rp66,2 triliun dibandingkan
transaksi. Kebijakan ini berlawanan dengan tujuan dengan tahun sebelumnya yang hanya mencapai
untuk mengembangkan pasar modal sebagai salah Rp27,9 triliun (Tabel 5.5). Hal ini sejalan dengan
satu alternatif sumber pembiayaan bagi dunia peningkatan kebutuhan likuiditas beberapa bank
usaha. pemilik obligasi rekap. Guna lebih mendorong
Berbeda dengan pergerakan IHSG, perkem- peningkatan transaksi obligasi pemerintah, jumlah
bangan indeks saham dengan prinsip syariah (Jakarta maksimum obligasi pemerintah yang dapat masuk
Islamic Index) mengalami kenaikan dari level 57,9
pada akhir 2000 menjadi 61,4 pada akhir 2001. Indeks Tabel 5.5
Jumlah Obligasi Pemerintah Yang Diperdagangkan 1)
tersebut dihitung mengacu pada 30 saham
Variable Rate Fixed Rate Total
perusahaan yang kegiatannya berdasarkan prinsip
Februari 6.000 0 6.000
syariah Islam. Mei 61.730 25.650 87.380
Juni 1.587.188 7.000.000 8.587.188
Sementara itu, di pasar obligasi korporasi Juli 85.740 0 85.740
Agustus 2.788.381 1.053.235 3.841.616
terjadi peningkatan jumlah emiten dari 91 emiten September 2.284.318 418.676 2.702.994
Oktober 797.475 - 797.475
dengan nilai emisi sebesar Rp28,8 triliun menjadi 94 November 5.370.127 2.278.500 7.648.627
Desember 3.227.200 921.600 4.148.800
emiten dengan nilai emisi Rp31,7 triliun. Namun 2000 16.208.159 11.697.661 27.905.820

demikian, aktivitas perdagangan obligasi korporasi Januari 4.508.000 7.929.500 12.437.500


Februari 3.357.113 1.064.500 4.421.613
pada 2001 mengalami penurunan dibandingkan 2000 Maret 1.466.197 1.439.654 2.905.851
April 7.104.770 1.844.500 8.949.270
meskipun indeks perdagangan meningkat sebesar Mei 1.387.590 1.518.186 2.905.776
Juni 2.873.130 5.337.291 8.210.421
24,9% dari 433,8 pada tahun lalu menjadi 541,5 pada Juli 2.739.751 1.572.920 4.312.671
Agustus 1.701.927 1.578.000 3.279.927
2001. Total volume transaksi obligasi korporasi tercatat September 1.393.822 2.004.409 3.398.231
Oktober 565.010 2.824.720 3.389.730
sebesar Rp1,1 triliun atau mengalami penurunan November 3.551.644 3.116.753 6.668.397
Desember 1.779.713 3.563.011 5.342.724
sebesar 87,3% dibandingkan tahun 2000 yang 2001 32.428.667 33.793.444 66.222.111

mencapai Rp8,8 triliun, dengan total frekuensi 48.636.826 45.491.105 94.127.931


1) Dalam juta rupiah
sebanyak 403 kali menurun dibanding 2.497 kali pada

105
Moneter

Volume Frekuensi 31 Juli 2001. Dari keseluruhan transaksi obligasi


180 90
pemerintah tersebut jumlah obligasi fixed rate (FR)
160 Volume (Rp miliar) 80
Frekuensi mencapai Rp33,8 triliun, lebih besar dibandingkan
140 70
120 60
dengan transaksi variable rate (VR) Rp32,4 triliun.
100 50

80 40
Lebih besarnya transaksi obligasi FR dibandingkan
60 30 dengan VR lebih berkaitan dengan motif dari inves-
40 20

20
tor untuk mencari pandapatan yang lebih tinggi
10
0 0 akibat besarnya discount rate yang terbentuk hingga
Jan. Feb. Mar. Apr. Mei Jun. Jul. Ags. Sep. Okt. Nov. Des.
2001
mencapai 35% - 50%. Dengan demikian, sejak
Grafik 5.19 Februari 2000, total transaksi perdagangan obligasi
Volume Perdagangan Obligasi
pemerintah di pasar sekunder telah mencapai
Rp94,1 triliun yang meliputi transaksi obligasi VR
ke dalam portofolio perdagangan ditingkatkan dari sebesar Rp48,6 triliun dan obligasi FR sebesar
25% pada 8 Desember 2000 menjadi 100% pada Rp45,5 triliun.

106
Neraca Pembayaran

bab 6 NERACA PEMBAYARAN

107
Neraca Pembayaran

bab 6

NERACA PEMBAYARAN

D alam tahun 2001, kinerja Neraca Pembayaran


Indonesia (NPI) menunjukkan perkembangan
yang kurang menggembirakan. Hal itu dapat dilihat
cukup tajam. Sementara itu, defisit transaksi jasa-jasa
mengalami penurunan yang disebabkan oleh
berkurangnya pembayaran bunga utang luar negeri,
dari berkurangnya surplus transaksi berjalan terutama dan berkurangnya pembayaran jasa-jasa angkutan
sebagai akibat dari menurunnya kinerja ekspor dan yang terkait dengan menurunnya kegiatan impor.
meningkatnya defisit pada lalu lintas modal. Menu-
Tabel 6.1
runnya kinerja ekspor tidak terlepas dari perkem- Neraca Pembayaran Indonesia
bangan kondisi yang terjadi baik di luar maupun di 1999 2000 2001*
Rincian
dalam negeri. Di sisi eksternal, melambatnya pertum- Miliar $

buhan ekonomi dunia terutama di negara-negara A. Transaksi Berjalan 5,8 8,0 5,0
1. Barang 20,6 25,0 21,6
tujuan ekspor, yang diperburuk oleh dampak tragedi a. Ekspor f.o.b 51,2 65,4 58,7
Nonmigas 41,0 50,3 45,8
WTC 11 September 2001, dan turunnya harga-harga Migas 10,3 15,1 12,9
Minyak 5,7 8,0 7,2
komoditas utama mengakibatkan ekspor, khususnya LNG 4,2 6,8 5,4
LPG 0,4 0,4 0,4
ekspor nonmigas mengalami penurunan yang cukup b. Impor f.o.b –30,6 –40,4 –37,0
Nonmigas –26,6 –34,4 –31,4
besar. Penurunan ekspor juga dipengaruhi oleh Migas –4,0 –6,0 –5,6
Minyak –3,7 –5,8 –5,3
adanya penetapan syarat-syarat tambahan bagi Gas –0,3 –0,2 –0,3
2. Jasa –14,9 –17,1 –16,7
produk ekspor Indonesia seperti penerapan per- a. Nonmigas –11,7 –12,5 –12,4
b. Migas –3,2 –4,6 –4,3
syaratan ramah lingkungan dan perlindungan hak Minyak –1,5 –2,2 –2,2
Gas –1,7 –2,4 –2,1
konsumen. Di sisi internal, menurunnya ekspor ter-
B. Lalu Lintas Modal -4,6 –6,8 –8,9
sebut dipengaruhi oleh terjadinya gangguan produksi 1. Lalu lintas modal pemerintah (bersih) 5,4 3,2 –0,3
a. Penerimaan pinjaman dan bantuan 7,9 5,0 3,3
dan distribusi yang disebabkan oleh meningkatnya b. Pelunasan pinjaman 1) –2,6 –1,8 –3,6
2. Lalu lintas modal swasta (bersih) –9,9 –10,0 –8,6
faktor ketidakpastian sehubungan dengan masih a. Penanaman modal langsung (bersih) –2,7 –4,6 –5,9
b. Lainnya (bersih) –7,2 –5,4 –2,7
maraknya aksi mogok buruh, gangguan keamanan,
C. Jumlah (A+B) 1,2 1,2 –3,9
dan masih belum pulihnya fungsi intermediasi D. Selisih Perhitungan antara C dan E 2,1 3,8 2,6
E. Lalu-lintas Moneter2) –3,3 –5,0 1,4
perbankan. Sejalan dengan masih rendahnya kegia-
Catatan:
tan investasi dan menurunnya ekspor, impor juga 1. Aktiva Luar Negeri (GFA)3) 27,1 29,4 28,0
Setara Impor Nonmigas dan pembayaran
mengalami penurunan, terutama impor barang modal utang luar negeri pemerintah (bulan) 6,7 6,0 6,1
2. Transaksi Berjalan/PDB (%) 4,1 5,3 3,4
dan bahan baku penolong. Penurunan impor ini
1) Setelah diperhitungkan rescheduling dan termasuk pembayaran kepada IMF
2) Minus (–) = Surplus, dan sebaliknya
berkaitan pula dengan perkembangan nilai tukar
3) Sejak 2000 menggunakan konsep IRFCL menggantikan konsep cadangan devisa
bruto (GFA)
rupiah yang mengalami depresiasi dan fluktuasi yang

108
Neraca Pembayaran

Sementara itu, peningkatan defisit pada TRANSAKSI BERJALAN


transaksi modal terutama berasal dari defisit lalu lintas Dalam tahun 2001, transaksi berjalan
modal (LLM) pemerintah setelah dalam beberapa diperkirakan mencatat surplus sebesar $5,0 miliar
tahun terakhir mencatat surplus. Defisit LLM atau 3,4% dari PDB, turun dibandingkan dengan
pemerintah disebabkan oleh penurunan yang tajam surplus tahun sebelumnya yang mencapai $8,0 miliar
pada penarikan utang luar negeri pemerintah sebagai atau 5,3% dari PDB (Grafik 6.1). Turunnya surplus
akibat belum dapat dipenuhinya beberapa transaksi berjalan sebagian besar disebabkan oleh
persyaratan yang ditetapkan oleh pihak kreditur. menurunnya surplus perdagangan. Penurunan
Dalam pada itu, defisit LLM swasta mengalami tersebut terjadi pada neraca perdagangan migas dan
penurunan sebagai akibat dari menurunnya nonmigas yang masing-masing turun sebesar $1,8
pembayaran utang luar negeri swasta.
Dengan perkembangan tersebut di atas, NPI
secara keseluruhan mengalami defisit sebesar $1,4 Miliar $

Transaksi Berjalan
miliar sehingga posisi cadangan devisa pada akhir 28
Neraca Perdagangan
Neraca Jasa
2001 menurun menjadi $28,0 miliar atau setara
16
dengan 6,1 bulan kebutuhan impor dan pembayaran
utang luar negeri (Tabel 6.1). 4

Dalam mengatasi berbagai masalah di sektor


-8
perdagangan internasional dan lalu lintas modal,
-20
pemerintah telah menempuh beberapa langkah kebi- 1997 1998 1999 2000 2001*

jakan. Di bidang ekspor, kebijakan yang ditempuh


Grafik 6.1
antara lain berupa penurunan tarif pajak ekspor Transaksi Berjalan, Neraca Perdagangan, dan
Neraca Jasa
beberapa komoditas tertentu dan penyempurnaan
sistem manajemen kuota tekstil. Sejalan dengan
Miliar $
kebijakan tersebut, produsen yang berorientasi 18
Nilai Ekspor Bersih Nonmigas
16 Nilai Ekspor Bersih Migas
ekspor yang didukung oleh pemerintah telah
14
melaksanakan beberapa pameran produk ekspor di 12

dalam dan luar negeri. Di bidang impor, pemerintah 10

8
antara lain telah mempermudah impor barang untuk
6

memperlancar kegiatan produksi. Sementara itu, di 4

2
bidang LLM, pemerintah mengeluarkan perubahan
0
ketentuan mengenai pemilikan saham oleh investor 1997 1998 1999 2000 2001*

asing yang memungkinkan pembelian perusahaan


Grafik 6.2
domestik tertentu yang belum berproduksi secara Nilai Ekspor Bersih Nonmigas dan Migas
komersial.

109
Neraca Pembayaran

miliar dan $1,6 miliar sehingga menjadi sebesar $7,3 Sementara itu, untuk mempermudah pelak-
miliar dan $14,4 miliar (Grafik 6.2). Sebagaimana sanaan impor barang guna mendukung kelancaran
tahun-tahun sebelumnya neraca jasa masih tetap kegiatan produksi dalam negeri, pemerintah
mengalami defisit. Dalam periode laporan, defisit memperbolehkan impor mesin dan peralatan mesin
neraca jasa tercatat sebesar $16,7 miliar, lebih kecil bekas. 4 Selanjutnya, dalam rangka mendorong
dari tahun sebelumnya yang mencatat defisit sebesar pengembangan industri mesin dalam negeri, impor
$17,1 miliar. bahan baku/bahan penolong dan bagian/komponen
Dalam rangka memperbaiki kinerja ekspor, untuk perakitan mesin dan motor berputar diberikan
pemerintah dalam tahun laporan telah mengeluarkan keringanan bea masuk sehingga tarif bea masuknya
berbagai kebijakan. Sejak tanggal 9 Februari 2001, menjadi 5%.5
tarif pajak ekspor kelapa sawit dan Crude Palm Oil
(CPO) diturunkan dari 5% menjadi 3%.1 Sementara Ekspor
itu, tarif pajak Crude Olein (CRD Olein), Refined Blea- Kondisi eksternal ekonomi global sangat mempe-
ched Deodorized Palm Oil (RBD PO), dan Refined ngaruhi kinerja ekspor Indonesia. Melambatnya
Bleached Deodorized Palm Olein (RBD Olein) juga perekonomian dunia serta melemahnya harga-harga
diturunkan dari sebelumnya 2% menjadi 1%. Se- komoditas unggulan ekspor baik migas maupun
lanjutnya, untuk lebih meningkatkan ekspor tekstil nonmigas di pasar internasional mengakibatkan
dan produk tekstil, khususnya ke negara-negara kuo- kinerja ekspor mengalami penurunan. Total ekspor
ta, pemerintah telah menyempurnakan sistem dalam tahun 2001 turun sebesar 10,3% sehingga
manajemen kuota menjadi lebih transparan sehingga menjadi $58,7 miliar. Dibandingkan dengan tahun
pemanfaatan kuota lebih optimal dan lebih menjamin sebelumnya, nilai ekspor nonmigas dalam tahun lapo-
kepastian berusaha bagi dunia usaha pertekstilan.2 ran mengalami penurunan sebesar 9,0% atau menjadi
Selain itu, untuk lebih meningkatkan kegiatan promo- $45,8 miliar, sedangkan nilai ekspor migas turun
si komoditas ekspor Indonesia, anggota misi dagang 14,6% menjadi $12,9 miliar (Grafik 6.3). Walaupun
atau pameran yang mewakili Pemerintah Republik mengalami penurunan, kinerja ekspor Indonesia ter-
Indonesia dikecualikan dari kewajiban pembayaran utama komoditas industri relatif lebih baik dibanding-
pajak penghasilan pada saat bertolak ke luar negeri kan dengan negara Asia lainnya seperti Taiwan,
(fiskal luar negeri).3 Singapura, Malaysia, dan Korea Selatan.
Struktur ekspor nonmigas, sebagaimana
1 Keputusan Menteri Keuangan Nomor:66/KMK.017/2001 tanggal 9 tahun sebelumnya, masih didominasi oleh sektor
Februari 2001 tentang Penetapan Besarnya Tarif Pajak Ekspor
Kelapa Sawit, CPO, dan Produk Turunannya.
2 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor:311/ 4 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor: 172/
MPP/Kep/10/2001 tanggal 30 Oktober 2001 tentang Ketentuan MPP/Kep/5/2001 tanggal 17 Mei 2001 tentang Impor Mesin dan
Kuota Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil. Peralatan Mesin Bukan Baru.
3 Peraturan Pemerintah Nomor: 41 tahun 2001 tanggal 28 Mei 2001 5 Keputusan Menteri Keuangan Nomor:190/KMK.01 tanggal 16 April
tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2001 tentang Keringanan Bea Masuk Atas Impor Bahan Baku/
2000 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Orang Pribadi yang Penolong dan Bagian/Komponen Untuk Perakitan Mesin dan Motor
Akan Bertolak ke Luar Negeri. Berputar.

110
Neraca Pembayaran

Miliar $ Tabel 6.2


Ekspor Barang Industri
Ekspor Nonmigas
Ekspor Migas
60 2 0 0 0 2 0 0 1* 2 0 0 1*
50 Rincian Perubahan Nilai Pangsa
(%) (juta $) (%)
40
Tekstil & produk tekstil 16,3 -3,7 7.047 15,4
30
– Pakaian jadi 17,9 -0,7 4.038 8,8
20 Kerajinan tangan -3,6 6,0 581 1,3
Produk kayu -0,7 -8,9 4.094 8,9
10
– Kayu lapis -11,6 -7,1 1.854 4,0
0 Produk rotan 16,1 -3,6 285 0,6
1997 1998 1999 2000 2001* Minyak sawit -7,6 -14,9 1.076 2,3
Bungkil kopra 31,9 -33,8 41 0,1
Grafik 6.3 Produk kimia 23,1 3,5 2.338 5,1
Nilai Ekspor Nonmigas dan Migas Produk logam 12,9 -1,7 1.197 2,6
Barang-barang listrik 89,2 1,3 6.446 14,1
Semen -1,8 25,3 176 0,4
Kertas 15,2 -18,8 2.473 5,4
Produk karet 17,5 -1,7 432 0,9
industri yang mencapai 80% dari total nilai ekspor Gelas dan alat dari gelas 25,1 -14,3 299 0,7
Alas kaki 6,7 -5,4 1.533 3,3
nonmigas, kemudian diikuti oleh sektor pertambangan
Produk plastik 41,4 -14,1 1.045 2,3
dan sektor pertanian masing-masing sebesar 11% Mesin & pesawat mekanik 104,2 -23,5 2.894 6,3
Lainnya 9,4 -23,8 4.731 10,3
dan 9% (Grafik 6.4). Kontribusi masing-masing sektor
Total 24,3 -9,7 36.688 80,1
ini relatif tidak berubah dibandingkan dengan periode
laporan tahun sebelumnya.
Dalam tahun 2001, total nilai ekspor barang utama seperti tekstil dan produk tekstil (-3,7%), produk

industri turun sebesar 9,7% dari tahun sebelumnya kayu (-8,9%), minyak sawit (-14,9%), kertas (-18,8%),

sehingga mencapai $36,7 miliar (Tabel 6.2). Penu- dan mesin dan pesawat mekanik (-23,5%). Semen-

runan tersebut terjadi pada beberapa komoditas tara itu, berkaitan dengan meningkatnya permintaan
dari negara-negara di kawasan ASEAN, nilai ekspor
semen mengalami peningkatan sebesar 25,3%.
Persen
Di sektor pertambangan, nilai ekspor men-
100
capai $5,1 miliar atau menurun 8,1% dibanding tahun
80 sebelumnya. Penurunan ekspor terjadi di hampir selu-

60 ruh komoditas yaitu timah (-5,0%), nikel (-19,0%), dan

40
alumunium (-20,5%). Sebaliknya, nilai ekspor komo-
ditas batubara mengalami peningkatan sebesar 1,6%.
20

Ekspor sektor pertanian dalam tahun laporan


0
1997 1998 1999 2000 2001*
mengalami penurunan sebesar 3,3% sehingga
Pertambangan Pertanian Industri

menjadi $4,0 miliar. Beberapa komoditas utama yang


Grafik 6.4
mengalami penurunan antara lain kopi dan lada yang
Pangsa Ekspor Nonmigas
masing-masing turun sebesar 44,6% dan 57,0%.

111
Neraca Pembayaran

Penurunan ekspor komoditas kopi terutama disebab- ekspor ke negara Jepang sebesar 16%, relatif tidak
kan kegagalan retensi kopi dunia sehingga menga- mengalami perubahan dibandingkan tahun
kibatkan jatuhnya harga jual. sebelumnya.
Berdasarkan negara tujuan ekspor, pangsa Sementara itu, penurunan ekspor migas
ekspor ke negara-negara di kawasan Amerika disebabkan oleh turunnya harga minyak bumi dan gas
mencapai 21%, Asia di luar ASEAN 37%, ASEAN di pasar internasional. Dalam tahun laporan, harga
dan Eropa masing-masing 19% serta Afrika dan rata-rata minyak bumi turun cukup tajam sehingga
Australia masing-masing 2% (Grafik 6.5). Pangsa mencapai $24,0 per barel, dibandingkan dengan
ekspor ke kawasan tersebut sedikit berubah $28,2 per barel dalam tahun 2000. Penurunan harga
dibandingkan dengan tahun 2000. Secara individual, tersebut berkaitan dengan masih berlanjutnya
ekspor Indonesia ke Amerika Serikat sebesar 18%, dampak kenaikan kuota produksi negara-negara
naik dari tahun sebelumnya. Sedangkan pangsa OPEC di akhir 2000. Masuknya Irak ke pasar atas
persetujuan PBB dalam rangka oil for food dan
meningkatnya produksi minyak negara-negara di luar
Tahun 2000
OPEC turut mempengaruhi melemahnya harga
Asia kecuali
ASEAN
ASEAN minyak dalam tahun laporan, meskipun negara-
19%
38%
negara OPEC sejak permulaan tahun laporan telah
menurunkan produksinya. Sementara itu, harga

Eropa ekspor gas alam cair (LNG) dan ekspor gas minyak
19%
cair (LPG) juga menurun masing-masing menjadi
Amerika
20% sebesar $4,0 per MMBTU dan $282,7 per Mton dari
tahun sebelumnya yang sebesar $4,8 per MMBTU
Australia/Oceania Afrika
2% 2% dan $291,8 per Mton. Ditinjau dari nilainya, ekspor
Tahun 2001 minyak bumi, LNG dan LPG menurun masing-masing
Asia kecuali
ASEAN ASEAN
19% sebesar 9,9%, 20,7%, dan 1,1%. Sementara itu dari
37%
sisi volumenya, ekspor minyak bumi dan LPG
meningkat sebesar 3,3% dan 2,9%, sedangkan
ekspor LNG menurun sebesar 4,5%.
Eropa
19%

Amerika
21%
Impor
Australia/Oceania
Sejalan dengan melemahnya kegiatan
Afrika
2% 2% investasi dalam negeri dan turunnya ekspor dalam
Grafik 6.5 tahun laporan, permintaan impor juga mengalami
Pangsa Ekspor Nonmigas
penurunan. Nilai impor total (c&f) turun sebesar 7,8%
Menurut Kawasan Negara Tujuan
yang disebabkan oleh menurunnya impor nonmigas

112
Neraca Pembayaran

Tabel 6.3 Tabel 6.5


Impor Nonmigas Menurut Kelompok Barang Impor Barang Modal

Nilai (Juta $) Pertumbuhan (%) Pangsa (%) 2000 2001* 2001*


Rincian
2000 2001* 2000 2001* 2000 2001* Rincian Perubahan Nilai Pangsa
(%) (Juta $) (%)
Barang konsumsi 2.619 2.708 74,2 3,4 6,8 7,9
Bahan baku penolong 26.741 24.481 23,2 -8,5 72,9 71,7 Traktor & alat pertanian 144,1 -54,0 22 0,1
Barang modal 7.727 6.936 33,6 -10,2 20,3 20,3 Alat kerajinan / perhiasan -95,8 27,2 0 0,0
Kontainer & kotak penyimpanan -21,3 29,4 67 0,2
Mesin mekanik 23,3 -1,0 4.253 12,5
Generator & alat elektronika 26,8 -0,2 703 2,1
(c&f) maupun impor migas (c&f) masing-masing Lokomotif, kapal, pesawat 50,8 -26,6 1.325 3,9
Alat pertukangan 30,5 -1,5 43 0,1
sebesar 8,0% dan 6,6%.
Alat optik & ukur 57,0 -33,8 427 1,3
Berdasarkan kelompok barang, penurunan Mobil penumpang 797,4 -28,8 96 0,3
Total 33,6 -10,2 6.936 20,3
impor nonmigas terjadi pada barang modal dan bahan
baku penolong masing-masing sebesar 10,2% dan
8,5%, sedangkan barang konsumsi mengalami sedikit komoditas lokomotif, kapal & pesawat, dan alat optik
kenaikan sebesar 3,4% (Tabel 6.3). Meskipun & ukur masing-masing sebesar 26,6%, dan 33,8%.
mengalami penurunan nilai yang cukup besar, pangsa Ditinjau dari negara asalnya, impor barang
bahan baku penolong terhadap total nilai impor nonmigas Indonesia terutama berasal dari negara-
nonmigas masih merupakan yang terbesar diban-
dingkan dua kelompok barang lainnya.
Tahun 2 0 0 0
Penurunan impor bahan baku penolong dan
Amerika ASEAN
barang modal berdasarkan jenis komoditasnya dapat 16% 14%

dilihat pada Tabel 6.4 dan Tabel 6.5. Sementara itu,


Afrika Eropa
penurunan impor barang modal terutama terjadi pada 1% 19%

Australia/Oceania
7% Asia kecuali ASEAN
43%
Tabel 6.4
Impor Bahan Baku Penolong

2000 2001* 2001* Tahun 2 0 0 1


Rincian Perubahan Nilai Pangsa
Amerika ASEAN
(%) (Juta $) (%) 16% 15%

Makanan & minuman (industri) 8,9 1,2 1.242 3,6


Makanan & minuman (industri 1/2 jadi) -8,8 -2,5 960 2,8 Eropa
Afrika
Bahan baku mentah untuk industri -21,1 -15,0 3.004 8,8 2% 18%
Bahan baku 1/2 jadi untuk industri 34,9 -7,4 15.247 44,7
Bahan bakar & pelumas (mentah) -13,4 -10,1 15 0,0
Australia/Oceania
Bahan bakar & pelumas (1/2 jadi) 53,1 28,8 188 0,6 8% Asia kecuali ASEAN
Suku cadang & perlengkapan 41%
barang modal 12,3 3,3 1.931 5,7
Suku cadang & perlengkapan
Grafik 6.6
alat angkutan 139,3 -24,2 1.894 5,6
Pangsa Impor Nonmigas
Total 23,2 -8,5 24.481 71,7 Menurut Kawasan Negara Asal

113
Neraca Pembayaran

negara di kawasan Asia dan Amerika, yang pangsa- bersih dari sektor pariwisata tercatat sebesar $5,0
nya sekitar 70% dari total impor nonmigas (Grafik 6.6). miliar, sedikit lebih tinggi dari tahun sebelumnya.
Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, pangsa Dalam pada itu, jumlah wisatawan asing yang
impor dari negara-negara di kawasan tersebut sedikit berkunjung ke Indonesia dalam 2001 mencapai 5,0
berubah. Secara individual, impor dari Amerika Serikat juta orang. Walaupun jumlah kunjungan wisatawan
dan Singapura dalam tahun 2001 masing-masing asing relatif tidak berubah dibandingkan dengan tahun
sebesar 12% dan 8%, relatif tidak mengalami sebelumnya, namun lebih rendah dari target
perubahan dibandingkan tahun sebelumnya. pemerintah yang ditetapkan pada awal 2001 sebesar
Sementara itu, pangsa impor yang berasal dari 5,4 juta orang. Seperti tahun sebelumnya, Denpasar,
Jepang sebesar 17%, turun dari tahun sebelumnya. Medan, Batam, dan Jakarta, masih tetap merupakan
pintu masuk utama wisatawan mancanegara.
Jasa-jasa
Dalam tahun laporan, neraca jasa masih LALU LINTAS MODAL (LLM)
mencatat defisit meskipun lebih rendah dari tahun Dalam tahun 2001, defisit transaksi LLM
sebelumnya. Besarnya defisit mencapai $16,7 miliar secara keseluruhan membesar sebagai akibat defisit
atau menurun $380 juta dari tahun 2000. Menurunnya LLM pemerintah setelah dalam empat tahun terakhir
defisit tersebut berasal dari penurunan defisit jasa mencatat surplus, dan belum pulihnya kinerja LLM
migas sebesar $241 juta dan jasa nonmigas sebesar swasta.
$139 juta. Penurunan defisit jasa di sektor migas Lalu lintas modal pemerintah dalam tahun
terjadi pada jasa freight dan non freight sehingga 2001 mengalami defisit sebesar $0,3 miliar, setelah
masing-masing mencapai defisit sebesar $0,5 miliar tahun sebelumnya mengalami surplus sebesar $3,2
dan $3,8 miliar. Menurunnya defisit tersebut antara miliar. Defisit lalu lintas modal pemerintah timbul
lain terkait dengan penurunan nilai impor migas. Di akibat rendahnya realisasi penarikan pinjaman dari
sektor nonmigas, defisit jasa freight menurun ADB, IBRD, dan JBIC khususnya pinjaman program
sehingga mencapai defisit $2,7 miliar sebagai akibat maupun proyek. Pinjaman program dalam tahun
menurunnya kegiatan impor nonmigas. Sementara laporan tercatat sebesar $0,5 miliar atau menurun
itu, defisit jasa non-freight mencapai $9,7 miliar atau tajam sebesar $0,9 miliar. Sementara itu, pinjaman
menurun dari $9,8 miliar pada tahun sebelumnya. Hal proyek diperkirakan sedikit meningkat sehingga
tersebut terutama berkaitan dengan menurunnya menjadi $2,5 miliar yang bersumber dari peningkatan
posisi utang luar negeri swasta dan turunnya suku pinjaman non-ODA sebesar $0,2 miliar.
bunga di pasar keuangan internasional. Kendala utama dari kecilnya pencairan
Di sisi penerimaan jasa-jasa nonmigas, tersebut adalah belum dapat terpenuhinya beberapa
sumber penerimaan devisa terbesar masih berasal persyaratan yang ditetapkan oleh pihak pemberi
dari sektor pariwisata, kemudian diikuti oleh transfer utang yang terkait dengan kebijakan dan peraturan
pendapatan tenaga kerja Indonesia. Perolehan devisa pemerintah maupun undang-undang (UU) seperti UU

114
Neraca Pembayaran

Anti Money Laundering, UU Kelistrikan dan peraturan


Tabel 6.6
di bidang sumber daya air. Selain rendahnya realisasi Posisi Utang Luar Negeri Indonesia

penarikan pinjaman luar negeri pemerintah, faktor 2001


1999 2000
penyebab defisit adalah adanya pembayaran cicilan Keterangan Mar Jun Sept Des*
Juta $
pokok pinjaman yang berasal dari IMF.
Pemerintah 75.862 74.916 71.980 72.496 75.185 71.403
Defisit LLM swasta sebesar $8,6 miliar, lebih Swasta 72.235 66.777 66.335 66.405 62.594 59.841
Bank 10.836 7.718 7.848 7.684 6.564 6.537
rendah $1,4 miliar dari defisit tahun sebelumnya. Nonbank 58.243 56.888 56.409 56.845 54.446 51.666
- PMA 29.805 30.264 29.445 28.731 27.888 26.381
Turunnya defisit LLM swasta tersebut dipengaruhi oleh - Non PMA 28.438 26.624 26.964 28.114 26.558 25.285

menurunnya pembayaran utang luar negeri swasta Surat-surat berharga 3.156 2.171 2.078 1.876 1.584 1.638

terutama sektor PMA dari $7,5 miliar pada 2000 Total 148.097 141.693 138.316 138.901 137.778 131.244

menjadi $5,2 miliar pada 2001 serta penurunan net


outflow portfolio investment dari $1,9 miliar menjadi utang yang telah jatuh tempo. Sementara penurunan
$1,4 miliar. Dengan perkembangan ini LLM bersih utang luar negeri pemerintah selain disebabkan oleh
tercatat mengalami defisit sebesar $8,9 miliar atau pembayaran utang yang jatuh tempo juga karena
meningkat 31,7% dibandingkan defisit pada tahun terdepresiasinya yen Jepang terhadap dolar Amerika
sebelumnya. Serikat. Dampak depresiasi yen Jepang terhadap
Dalam rangka memberikan insentif bagi posisi utang luar negeri pemerintah cukup besar
investor asing, pemerintah mengeluarkan peraturan mengingat pangsa utang pemerintah dalam mata
yang memungkinkan bagi investor asing untuk uang yen Jepang yang mencapai sekitar 33% dari
membeli perusahaan domestik tertentu walaupun total utang luar negeri pemerintah.
belum berproduksi secara komersial.6 Peraturan yang Pangsa utang luar negeri pemerintah men-
mengubah ketentuan tentang kepemilikan saham capai 54% dari total utang luar negeri sementara
pada perusahaan yang didirikan dalam rangka pangsa utang swasta nonbank (termasuk surat-surat
penanaman modal asing tersebut diharapkan dapat berharga) dan swasta bank masing-masing tercatat
lebih menarik minat investor asing. sebesar 41% dan 5% (Grafik 6.7). Meskipun utang
Sementara itu, posisi utang luar negeri
Indonesia hingga akhir 2001 turun 7,4% menjadi
$131,2 miliar dibandingkan dengan posisi akhir tahun Swasta Nonbank Pemerintah
41% 54%
2000 (Tabel 6.6). Penurunan tersebut disebabkan
oleh penurunan pada utang swasta maupun utang
pemerintah. Penurunan utang luar negeri swasta
terutama disebabkan pembayaran terhadap sebagian Swasta Bank
5%
6 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2001
tanggal 19 Desember 2001 tentang Perubahan atas Peraturan Grafik 6.7
Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 tentang Pemilikan Saham dalam Pangsa Utang Luar Negeri
Perusahaan yang didirikan dalam Rangka Penanaman Modal Asing.

115
Neraca Pembayaran

Tabel 6.7
Posisi Utang Luar Negeri Menurut Jangka waktu
per Desember 2001*

Swasta
Nonbank
No Jangka Waktu Pemerintah1) Bank Total Jumlah
PMA LKBB PMDN BUMN BUMS4) Total Swasta
Nonbank
Juta $
1 Total Jangka Pendek 7.609,6 1.211,3 6.955,0 532,0 4.125,0 828,0 3.898,6 16.338,6 17.549,9 25.159,5
- Original Maturity2) 49,6 84,3 2.098,7 199,0 1.655,7 115,3 2.490,6 6.559,3 6.643,6 6.693,2
- Remaining Maturity 7.560,0 1.127,0 4.856,3 333,0 2.469,3 712,7 1.408,0 9.779,3 10.906,3 18.466,3
2 Jangka Menengah
dan Panjang3) 63.793,4 5.325,4 19.426,2 387,2 9.322,9 3.546,7 4.282,3 36.965,3 42.290,7 106.084,0

Total 71.403,0 6.536,7 26.381,2 919,2 13.447,9 4.374,7 8.180,9 53.303,9 59.840,6 131.243,6
1) Angka setelah Paris Club II & London Club
2) Sampai dengan 1 tahun
3) Lebih dari 1 tahun
4) Termasuk Domestik Sekurities

luar negeri pemerintah lebih besar dari utang luar Dilihat dari jangka waktu pembayarannya,
negeri swasta, satu hal yang meringankan beban utang luar negeri jangka pendek yang akan jatuh waktu
pembayaran adalah lebih ringannya persyaratan baik sampai dengan Desember 2002 diperkirakan
berdasarkan jangka waktu maupun tingkat bunganya. mencapai $25,2 miliar atau 19,2% dari total utang luar
Dibandingkan dengan tahun sebelumya, negeri Indonesia (Tabel 6.7). Jumlah tersebut terdiri
posisi utang luar negeri pemerintah pada akhir tahun dari utang pemerintah dan swasta termasuk bank
laporan mengalami penurunan sebesar $3,5 miliar. masing-masing sebesar $7,6 miliar dan $17,5 miliar,
Dari total utang luar negeri pemerintah, sebesar $29,1 sementara selebihnya, yaitu sebesar $106,1 miliar
miliar merupakan utang multilateral, $22,7 miliar utang adalah utang dengan jangka waktu lebih dari satu
bilateral, $14,9 miliar berupa fasilitas kredit ekspor tahun. Dari total utang jangka pendek swasta sebesar
(FKE), $439,2 juta utang leasing, $2,3 miliar utang $17,5 miliar, sebesar $1,2 miliar atau 6,9% merupakan
komersial dan $2,0 miliar dalam bentuk surat-surat utang bank dan $16,3 miliar atau 93,1% adalah utang
berharga yang dimiliki oleh investor asing. swasta nonbank. Utang jangka pendek swasta
Sementara itu, posisi utang luar negeri nonbank yang berjangka waktu sampai dengan satu
swasta pada akhir tahun laporan mencapai $59,8 tahun (original maturity) mencapai $6,6 miliar atau
miliar, turun 10,5% dibandingkan posisi tahun 40%, sedangkan sebesar $9,8 miliar atau 60%
sebelumnya. Dari total utang swasta tersebut, sebesar merupakan utang jangka pendek yang berasal dari
$6,5 miliar merupakan utang swasta bank, $51,7 utang jangka panjang yang akan jatuh tempo sampai
miliar utang swasta nonbank dan $1,6 miliar dalam dengan Desember 2002 (remaining maturity).
bentuk surat-surat berharga yang dimiliki oleh investor Berdasarkan sektor ekonomi yang dibiayai,
asing. sektor industri pengolahan merupakan sektor

116
Neraca Pembayaran

ekonomi terbesar yang dibiayai dengan utang luar lesaian penjadwalan ulang tahap kedua Paris Club II
negeri, yaitu mencapai $30,8 miliar atau 23,5% dari (1 April 2001 s.d 31 Maret 2002) sebesar $2,7 miliar
total utang luar negeri. Sektor kedua terbesar adalah yang disebabkan oleh tertundanya kesepakatan
keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, yaitu tentang Letter of Intent (LoI) antara IMF dengan
mencapai $26,5 miliar atau 20,2% dari total utang Pemerintah RI. Salah satu penyebab tertundanya
luar negeri. Berikutnya adalah sektor listrik, gas dan kesepakatan tersebut adalah masih terdapatnya ke-
air bersih sebesar $13,5 miliar atau sekitar 10,3% dari tidaksesuaian mengenai masalah pencapaian target
total utang luar negeri. Dibandingkan dengan tahun privatisasi BUMN, asset recovery oleh BPPN, dan
sebelumnya, terdapat pergeseran dari sektor amandemen Undang-Undang Bank Sentral oleh
keuangan, persewaan dan jasa keuangan kepada DPR.
sektor industri sebagai sektor ekonomi terbesar yang Di sektor perbankan, dari total utang yang
dibiayai oleh utang luar negeri. berhasil direstrukturisasi melalui Program Interbank
Dilihat dari negara pemberi utang, Jepang Debt Exchange Offer I dan II (EO I dan EO II) sebesar
merupakan kreditur terbesar dengan jumlah mencapai $6,3 miliar (terdiri dari EO I sebesar $3 miliar dan EO
$41,3 miliar atau 31,5% dari total utang luar negeri. II sebesar $3,3 miliar), sebesar $2,9 miliar telah
Amerika Serikat di urutan kedua dengan jumlah dilunasi baik melalui pembayaran sesuai jadwal yang
sebesar $13,3 miliar atau 10,1%, kemudian berturut- telah ditentukan (repayment) maupun melalui
turut diikuti oleh Jerman, Belanda dan Inggris masing- prepayment dan pembelian kembali. Sampai dengan
masing sebesar $7,6 miliar (5,8%), $7,4 miliar (5,6%) tahun 2001, beberapa hal telah dilakukan, yaitu
dan $4,2 miliar (3,2%). Sementara itu lembaga repayment EO I dan II sebesar $2,1 miliar,
internasional seperti IBRD, IMF dan ADB merupakan prepayment sebesar $457,0 juta dan pembelian
lembaga pemberi pinjaman terbesar masing-masing kembali sebesar $346,2 juta. Posisi pokok pinjaman
mencapai $11,5 miliar (8,8%), $9,1 miliar (6,9%) dan Exchange Offer I dan II yang masih harus dibayar
$7,3 miliar (5,6%). masing-masing sebesar $284,4 juta dan $3,1 miliar
Dari total utang luar negeri $131,2 miliar, atau total sebesar $3,4 miliar.
sebesar $85,5 miliar atau 65,2% tercatat dalam mata Sementara proses penyelesaian restruk-
uang dolar Amerika Serikat, sebesar $26,5 miliar atau turisasi utang luar negeri swasta secara umum juga
20,2% dalam yen Jepang, $9,3 miliar (7,1%) dalam masih berjalan lambat. Sampai dengan akhir tahun
SDR, $7,1 miliar (5,4%) dalam euro, $1,2 miliar (0,9%) laporan, baru sebanyak 68 korporasi yang melapor-
dalam poundsterling dan selebihnya dalam beberapa kan ke Bank Indonesia telah menyelesaikan restruk-
mata uang lainnya. turisasi utang luar negeri dengan total nilai sekitar
Dalam hal restrukturisasi utang, periode $4,1 miliar. Dibandingkan dengan posisi utang luar
laporan ini ditandai dengan timbulnya ketidakpastian negeri korporasi yang bermasalah sekitar $30 miliar
proses restrukturisasi utang luar negeri pemerintah. (estimasi Prakarsa Jakarta/JITF), maka jumlah utang
Hambatan tersebut terkait dengan lambatnya penye- luar negeri yang telah berhasil direkstrukturisasi

117
Neraca Pembayaran

ditetapkan oleh Bank Dunia (Tabel 6.8). Rasio pem-


Tabel 6.8
Indikator Beban Utang bayaran utang terhadap ekspor (DSR) tercatat
sebesar 39,4%, rasio total utang terhadap ekspor dan
* Kriteria
1997 1998 1999 2000 2001
Indikator Bank Dunia rasio total utang terhadap PDB masing-masing
Persen sebesar 194,5% dan 90,3%. Masih tingginya rasio
DSR 44,5 57,9 56,8 41,1 39,4 20,0
Rasio Total Utang beban utang tersebut menunjukkan masih beratnya
terhadap Ekspor 207,3 261,8 252,1 191,0 194,5 130–220
beban utang luar negeri dan masih tingginya tingkat
Rasio Total Utang
terhadap PDB 62,2 146,3 105,0 92,8 90,3 50–80 ketergantungan perekonomian Indonesia terhadap
sumber dana dari luar negeri.

masih tergolong kecil, yaitu hanya sekitar 13,7%. CADANGAN DEVISA


Lambatnya proses restrukturisasi utang luar negeri Dengan defisit neraca pembayaran sebesar
sektor swasta secara umum disebabkan oleh faktor- $1,4 miliar, posisi cadangan devisa pada akhir 2001
faktor teknis seperti lamanya proses negosiasi mencapai $28,0 miliar atau setara dengan 6,1 bulan
mengenai terms and conditions yang disebabkan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah
ketidaksesuaian antara syarat yang ditawarkan (Grafik 6.8).
kreditur dengan kondisi arus dana perusahaan dan
Miliar $
sulitnya mengakomodir berbagai kepentingan dari
30
banyak pihak yang terlibat dalam proses
25
restrukturisasi khususnya untuk pinjaman sindikasi.
20
Lambatnya proses restrukturisasi tersebut juga
15
dipengaruhi oleh fluktuasi nilai tukar yang sukar
10
diprediksi sehingga menyebabkan sulitnya penyusu-
5
nan proyeksi arus dana bagi perusahaan.
0
Belum terselesaikannya berbagai permasa- 1997 1998 1999 20001) 2001*
1) Sejak 2000 menggunakan konsep IRFCL, menggantikan konsep cadangan devisa bruto (GFA)
lahan mendasar di sektor eksternal menyebabkan
Grafik 6.8
rasio-rasio beban utang selama tahun 2001 relatif
Cadangan Devisa
masih tinggi dibandingkan dengan kriteria yang

118
Keuangan Pemerintah

bab 7 KEUANGAN PEMERINTAH

119
Keuangan Pemerintah

bab7

KEUANGAN PEMERINTAH

K ondisi keuangan pemerintah selama beberapa


bulan pertama tahun 2001 mendapat tekanan
yang cukup berat. Pada dasarnya terdapat 3 (tiga)
di atas, target defisit diupayakan tetap konsisten
dengan kebijakan umum jangka menengah dan jangka
panjang (Propenas dan GBHN) atau dikendalikan
faktor utama yang menjadi penyebab, yaitu pertama, seperti rencana semula yaitu sebesar 3,7% dari PDB.
memburuknya lingkungan makroekonomi, terutama Adapun beberapa action plan penyesuaian
nilai tukar rupiah dan suku bunga Sertifikat Bank Indo- di sisi pendapatan negara antara lain adalah (a) pe-
nesia (SBI); kedua, tidak terlaksananya atau tidak opti- ningkatan tarif PPN dari 10 persen menjadi 12,5 per-
malnya beberapa kebijakan fiskal yang direncanakan sen; (b) program penyisiran (canvassing) wajib pa-
seperti pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) jak PPN yang ditujukan pada pedagang eceran yang
terhadap beberapa komoditas strategis dan kenaikan mempunyai omzet di atas Rp360 juta per tahun; (c)
harga seluruh produk BBM sebesar rata-rata 20 peningkatan harga jual eceran (HJE) hasil tembakau;
persen; dan ketiga, adanya pembatalan sebagian (d) pengupayaan pay out ratio dari deviden BUMN
rencana pencairan pinjaman program sebagai pendu- tahun buku 2000 agar mencapai angka 50%; dan (e)
kung pembiayaan pembangunan. penyelesaian tunggakan pinjaman Pemerintah Dae-
Perkembangan berbagai indikator makro- rah yang mempunyai surplus anggaran dari dana
ekonomi, penundaan, dan pembatalan beberapa ke- perimbangan.
bijakan fiskal tersebut di atas dikhawatirkan akan mem- Di sisi belanja negara antara lain adalah (a)
berikan dampak negatif terhadap APBN 2001 berupa penghematan anggaran belanja pegawai dengan
membengkaknya defisit anggaran. Menghadapi hal
tersebut, Pemerintah melakukan beberapa penye- Tabel 7.1
suaian fiskal dengan merevisi APBN pada periode Asumsi Pokok APBN 2001

berjalan melalui Paket Kebijakan Penyesuaian APBN 2000 2001


Asumsi
APBN1) APBN APBNR) APBNP)
2001. Beberapa asumsi dasar penyusunan APBN 2001
PDB a.d. harga berlaku (triliun rupiah) 988,3 1.425,0 1.468,1 1.476,2
seperti pertumbuhan ekonomi, nilai tukar rupiah, dan Pertumbuhan ekonomi (%) 4,9 5,0 3,5 3,5
Laju inflasi (%) 8,33 7,20 9,30 11,90
suku bunga SBI 3 bulan disesuaikan dengan angka- Harga minyak mentah ($ per barel) 29,2 24,0 24,0 24,6
Produksi minyak mentah
angka perkiraan yang lebih realistis (Tabel 7.1). Selain (juta barel per hari) 1,4 1,5 1,5 1,3
Nilai Tukar (Rp/$) 8.774 7.800 9.600 10.219
itu, pemerintah menyusun ulang berbagai rencana aksi
Suku bunga SBI 3 bulan rata-rata (%) 12,70 11,50 15,00 16,40
(action plan) penyesuaian fiskal (policy measures) baik
1) Realisasi sementara (belum diaudit), periode 1 April s.d. 31 Desember 2000
di sisi pendapatan dan belanja negara maupun R) APBN penyesuaian (revisi)
P) APBN perubahan (perkiraan realisasi)
Sumber : Departemen Keuangan
pembiayaan anggaran. Dengan berbagai penyesuaian

120
Keuangan Pemerintah

mempercepat proses pemindahan pegawai pusat ke adanya pembebanan kekurangan pembayaran


daerah; (b) penghematan anggaran subsidi BBM subsidi tahun 2000 sesuai hasil audit BPKP.
melalui kenaikan harga BBM; (c) pengurangan Permasalahan pada pembiayaan anggaran
subsidi listrik melalui kenaikan tarif dasar listrik; (d) dan belanja negara tersebut terlihat sangat mem-
rasionalisasi dan lebih memfokuskan alokasi angga- pengaruhi manajemen likuiditas pemerintah selama
ran pengeluaran pembangunan; dan (e) penetapan 2001. Rendahnya tingkat penarikan utang luar negeri
alokasi dana perimbangan yang berasal dari dana berdampak langsung pada rendahnya realisasi
bagi hasil dan dana alokasi umum sesuai rencana pengeluaran pembangunan, sedangkan tingginya
semula. pengalokasian dana untuk subsidi BBM secara tidak
Di sisi pembiayaan anggaran, kebijakan langsung telah membatasi ruang gerak pemerintah
penyesuaian yang diambil adalah penerbitan obligasi untuk menyediakan dana pendamping rupiah untuk
pemerintah yang diharapkan akan dibeli oleh bebe- proyek-proyek yang didanai dengan utang luar
rapa pemerintah daerah yang memiliki surplus dana negeri.
perimbangan dan pengoptimalan penarikan pinjaman Di luar permasalahan tersebut di atas, perlu
program yang telah ada (within the pipe line). pula dicatat bahwa pemerintah berhasil merea-
Meskipun telah direvisi, pelaksanaan APBN lisasikan beberapa pos penting dalam APBN sesuai
tetap menghadapi tantangan yang tidak mudah, dengan masing-masing target anggarannya. Di sisi
khususnya di sisi pembiayaan anggaran dan belanja penerimaan, penerimaan perpajakan berhasil men-
negara sebagaimana tercermin dari angka perkiraan capai target dengan tax ratio yang sedikit meningkat
realisasi dalam APBN-Perubahan 2001.1) Di sisi dibandingkan tahun lalu 11,7% menjadi 12,5%. Di sisi
pembiayaan anggaran, penarikan utang luar negeri pembiayaan, penjualan aset program restrukturisasi
diperkirakan 24,5% di bawah target, sementara di sisi perbankan bahkan melampaui target, meskipun
pengeluaran pembayaran subsidi BBM diperkirakan diwarnai dengan berbagai tantangan dalam imple-
27% di atas target. Rendahnya penarikan utang luar mentasinya. Sementara itu, di sisi pengeluaran peme-
negeri terutama karena penundaan penyaluran utang rintah berhasil memenuhi kewajibannya untuk penge-
oleh donor sehubungan belum terpenuhinya policy luaran-pengeluaran yang bersifat wajib (non-discre-
matrix sebagai syarat pencairan pinjaman program tionary) seperti belanja pegawai, bunga utang, sub-
dan sempitnya kurun waktu yang tersedia untuk imple- sidi, dan dana perimbangan.
mentasi proyek pasca dilakukannya revisi APBN. Secara keseluruhan, pendapatan dan belanja
Sementara itu, pelampauan subsidi BBM –meskipun negara melampaui target dengan angka persentase
pemerintah telah menaikkan harga BBM sebesar rata- yang hampir sama yaitu 4,8% dan 4,2% di atas target.
rata 30%– terutama diakibatkan oleh lebih tingginya Dengan kondisi tersebut, defisit operasi keuangan
jumlah konsumsi BBM dari perkiraan semula dan pemerintah pada 2001 diperkirakan dapat diken-
dalikan pada angka Rp54,7 triliun atau 3,7% dari PDB,
1 Disahkan dengan UU No. 1 Tahun 2002, tanggal 7 Januari 2002 relatif sama dengan rencana defisit sebesar Rp54,3

121
Keuangan Pemerintah

triliun atau 3,7% dari PDB pada APBN penyesuaian atas target APBN penyesuaian (Tabel 7.2). Jumlah
2001. ini setara dengan 20,3% terhadap PDB atau sedikit
Dalam kaitannya dengan permintaan agre- lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2000 yang
gat, kontribusi sektor pemerintah terhadap per- mencapai 20,7%. Sumber pendapatan negara
mintaan agregat masih meningkat dibandingkan ta- terbesar masih berasal dari kelompok penerimaan
hun lalu dari 10,8% menjadi 11,9% dari PDB. Pening- perpajakan sebesar Rp184,7 triliun atau 61,6% dari
katan tersebut terutama disumbang oleh alokasi dana total penerimaan. Dengan pencapaian tersebut, tax
ke pemerintah daerah dalam bentuk dana perimbang- ratio mencapai 12,5% dari PDB atau hampir sama
an. Sebagian besar (65%) dari pengeluaran dengan target anggaran yang ditetapkan sebesar
pemerintah yang mempengaruhi permintaan agregat 12,6% dari PDB. Perolehan penerimaan perpajakan
tersebut adalah dalam bentuk pengeluaran konsumsi, tersebut dimotori oleh penerimaan pajak nonmigas,
sisanya dalam bentuk pengeluaran investasi. sedangkan pencapaian pajak migas berada di bawah
Sementara itu, alokasi dana untuk pembayaran target karena rendahnya penerimaan migas. Penca-
transfer ke sektor swasta meningkat cukup tajam dari paian penerimaan pajak nonmigas dimotori oleh
6,4% menjadi 10,0% dari PDB sehubungan dengan penerimaan dari pajak penghasilan nonmigas dan
lebih tingginya alokasi dana untuk pembayaran pajak pertambahan nilai. Sementara itu, penerimaan
subsidi dan bunga utang dalam negeri. yang bersumber dari bukan pajak berhasil menyum-
Dalam kaitannya dengan bidang moneter, bang Rp115,1 triliun atau 14,3% di atas target yang
operasi keuangan pemerintah selama 2001 secara sebagian besar berasal dari penerimaan migas.
neto mengalami ekspansi terhadap jumlah uang Secara individual, sumber pendapatan nega-
beredar setara 3,8% dari PDB, meningkat ra terbesar berasal dari pajak penghasilan nonmigas
dibandingkan tahun lalu yang tercatat 3,3% dari PDB. dan pajak pertambahan nilai yang masing-masing
Di sisi lain, untuk membiayai ekspansi rupiah neto menyumbang Rp69,7 triliun (23,2%) dan Rp55,8
tersebut terjadi aliran devisa masuk bersih setara triliun (18,6%) dari total pendapatan negara atau
3,3% dari PDB, menurun dibandingkan tahun lalu setara dengan 4,7% dan 3,8% terhadap PDB. Kontri-
yang tercatat 4,7% dari PDB. Dengan demikian, busi komponen-komponen di atas terhadap total
selama 2001 terjadi Sisa Kurang Pembiayaan pendapatan negara selama 2001 lebih tinggi diban-
Anggaran (SIKPA)2 sebesar Rp7,6 triliun atau setara dingkan dengan 2000 yang masing-masing hanya
0,5% dari PDB. menyumbang 18,8% dan 17,1% dari total penerimaan
atau setara dengan 3,9% dan 3,5% terhadap PDB.
PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH Pencapaian penerimaan di sektor-sektor tersebut
Realisasi pendapatan negara dan hibah antara lain didukung oleh kenaikan tarif pajak
diperkirakan mencapai Rp299,9 triliun atau 4,8% di penghasilan atas bunga deposito, tabungan, dan
diskonto SBI dari 15% menjadi 20%, peningkatan
2 Selisih kurang antara total penerimaan dan pembiayaan terhadap
total pengeluaran ekstensifikasi PPh dan intensifikasi pemungutannya,

122
Keuangan Pemerintah

Tabel 7.2
Perkiraan Pendapatan Negara dan Hibah Tahun 2001

2001
Rincian 2 0 0 01)
APBN2) Realisasi3)
Triliun Rp % thd PDB Triliun Rp % thd PDB Triliun Rp % thd APBNR % thd PDB

A. Pendapatan Negara dan Hibah 204,9 20,7 286,0 19,5 299,9 104,8 20,3
I. Penerimaan Dalam Negeri 204,9 20,7 286,0 19,5 299,8 104,8 20,3
1. Penerimaan Pajak 115,8 11,7 185,3 12,6 184,7 99,7 12,5
a. Pajak Dalam Negeri 108,8 11,0 174,3 11,9 174,2 100,0 11,8
i. Pajak penghasilan 57,1 5,8 95,0 6,5 92,8 97,7 6,3
1. Migas 18,7 1,9 25,7 1,8 23,1 89,8 1,6
2. Nonmigas 38,4 3,9 69,2 4,7 69,7 100,6 4,7
ii. Pajak pertambahan nilai 35,0 3,5 53,5 3,6 55,8 104,5 3,8
iii. Pajak bumi dan bangunan 3,5 0,4 5,1 0,3 4,8 94,2 0,3
iv. Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan 0,9 0,1 1,2 0,1 1,5 124,6 0,1
v. Cukai 11,3 1,1 17,6 1,2 17,6 100,1 1,2
vi. Pajak lainnya 0,9 0,1 1,9 0,1 1,7 86,2 0,1
b. Pajak Perdagangan Internasional 7,0 0,7 11,0 0,7 10,5 95,8 0,7
i. Bea masuk 6,7 0,7 10,4 0,7 9,8 94,5 0,7
ii. Pajak/pungutan ekspor 0,3 0,0 0,6 0,0 0,7 118,6 0,0
2. Penerimaan Bukan Pajak (SDA Migas) 89,2 9,0 100,7 6,9 115,1 114,3 7,8
a. Penerimaan SDA 76,0 7,7 79,4 5,4 86,7 109,1 5,9
i. Minyak Bumi 51,0 5,2 57,9 3,9 60,0 103,8 4,1
ii. Gas Alam 15,7 1,6 17,4 1,2 21,8 125,8 1,5
iii. Pertambangan Umum 0,6 0,1 0,9 0,1 1,6 175,3 0,1
iv. Kehutanan 8,8 0,9 3,0 0,2 3,0 100,0 0,2
v. Perikanan 0,0 0,0 0,3 0,0 0,1 50,0 0,0
b. Bagian Laba BUMN 3,9 0,4 9,0 0,6 10,4 116,0 0,7
c. PNBP Lainnya 9,3 0,9 12,3 0,8 18,0 146,4 1,2
II. Hibah - - - - 0,0 - 0,0

1) Realisasi sementara (belum diaudit), periode 1 April s.d. 31 Desember 2000


2) APBN penyesuaian (revisi)
3) APBN perubahan
Sumber : Departemen Keuangan dan Bank Indonesia (diolah)

pencabutan berbagai fasilitas PPN dab PPnBM yang optimalisasi program penyisiran (canvassing) wajib
diberikan kepada pengusaha kena pajak tertentu, dan pajak terutama kepada pedagang eceran yang
memiliki omzet di atas Rp360 juta per tahun.
Sementara itu, pada kelompok penerimaan
Non pajak
lainnya PPh Migas bukan pajak porsi terbesar masih berasal dari migas
11% 8%
Pajak Lainnya PPh Nonmigas
23% yang secara total menyumbang Rp81,9 triliun
6%
(27,3%) dari total pendapatan negara atau setara
Migas dengan 5,6% terhadap PDB. Kontribusi migas
27%
tersebut lebih rendah dibandingkan tahun 2000 yang
PPN
Cukai 19% masing-masing tercatat 32,5% atau setara dengan
6%
6,8% dari PDB mengingat rata-rata produksi minyak
Grafik 7.1 mentah turun dari 1,5 juta barel menjadi 1,3 juta barel
Komposisi Penerimaan Pemerintah
per hari. Meskipun terjadi penurunan produksi, pene-

123
Keuangan Pemerintah

dari PDB. Pengeluaran terbesar pemerintah tersebut


Non pajak lainnya 130,2% Realisasi didominasi oleh pengeluaran rutin pemerintah pusat
Pajak Lainnya 96,2% Budget
yang mencapai Rp232,8 triliun atau 65,7% dari total
Migas
108,9% pengeluaran atau setara dengan 15,8% dari PDB.
Cukai 100,1%

104,5%
Sementara itu, realisasi pengeluaran pembangunan
PPN

100,6% mencapai Rp39,4 triliun atau 11,1% dari total penge-


PPh Nonmigas

PPh Migas 89,8% luaran atau setara 2,7% dari PDB nominal. Sisanya
0,0 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 70,0 80,0 90,0 sebesar Rp82,4 triliun (23,2%) atau setara dengan
Grafik 7.2 5,6% dari PDB nominal diperuntukkan bagi dana
Pencapaian Target Penerimaan Pemerintah
perimbangan. Jika dibandingkan dengan target,
realisasi pengeluaran rutin pemerintah pusat dan
rimaan migas pada 2001 dapat melampaui target dana perimbangan diperkirakan akan melampaui
karena faktor melemahnya nilai tukar rupiah dan target, yaitu masing-masing 107,9% dan 101,1%.
adanya penerimaan minyak bumi pada tahun ang-
garan 2000 yang baru disetorkan pada tahun
anggaran 2001. Lainnya Belanja Pegawai
5% 11%
Beberapa pos penerimaan lainnya –yang Pembangunan
Subsidi
11%
23%
umumnya pos-pos yang relatif kecil— terlihat jauh di
bawah target. Pos-pos tersebut antara lain adalah bea
masuk dan pajak lainnya. Rendahnya penerimaan
Dana Perimbangan
dari bea masuk antara lain disebabkan oleh penuru- 23% Bunga Utang
27%
nan tarif bea masuk terutama untuk komoditas yang
Grafik 7.3
terkait dengan perjanjian internasional berdasarkan Komposisi Pengeluaran Pemerintah
UU No. 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan. Semen-
tara itu, rendahnya penerimaan dari pajak lainnya
antara lain disebabkan oleh lebih rendahnya jumlah Lainnya 74,4%
Realisasi

transaksi yang memerlukan meterai. Pembangunan


91,4% Budget

Dana Perimbangan 101,1%

BELANJA NEGARA Bunga Utang


106,7%
Realisasi belanja negara yang dicerminkan
Subsidi
123,1%
baik dari belanja pemerintah pusat dan dana perim-
Belanja Pegawai 103,5%
bangan diperkirakan mencapai Rp354,6 triliun atau 0,0 20,0 40,0 60,0 80,0 100,0

4,2% di atas target (Tabel 7.3). Jumlah ini setara


Grafik 7.4
dengan 24,0% dari PDB atau lebih tinggi diban- Pencapaian Target Pengeluaran Pemerintah
dingkan dengan tahun 2000 yang mencapai 23,3%

124
Keuangan Pemerintah

Tabel 7.4.
Tabel 7.3
PerkiraanPerkiraan
Realisasi Dana Perimbangan Tahun Anggaran
Belanja Negara Tahun Anggaran 2001
2001(triliun Rp)

2001
Rincian 2 0 0 01)
APBN2) APBN3)
Triliun Rp % thd PDB Triliun Rp % thd PDB Triliun Rp % thd APBNR % thd PDB

B. Belanja Negara 219,9 22,3 340,3 23,2 354,6 104,2 24,0


I. Belanja Pemerintah Pusat 187,1 18,9 258,8 17,6 272,2 105,1 18,4
1. Pengeluaran Rutin 161,4 16,3 215,8 14,7 232,8 107,9 15,8
a. Belanja Pegawai 29,4 3,0 38,2 2,6 39,5 103,5 2,7
i. Gaji dan Pensiun 24,3 2,5 31,9 2,2 33,3 104,3 2,3
ii. Tunjangan Beras 1,5 0,2 1,3 0,1 1,3 98,3 0,1
iii. Uang Makan/Lauk Pauk 1,8 0,2 2,1 0,1 2,1 100,0 0,1
iv. Lain-lain Belanja Pegawai DN 1,5 0,1 1,4 0,1 1,8 133,5 0,1
v. Belanja Pegawai LN 0,3 0,0 1,5 0,1 1,1 69,9 0,1
b. Belanja Barang 8,1 0,8 9,9 0,7 9,6 96,9 0,7
i. Belanja Barang DN 8,0 0,8 8,7 0,6 8,7 100,0 0,6
ii. Belanja Barang LN 0,1 0,0 1,2 0,1 0,9 74,0 0,1
c. Pembayaran Bunga Utang 50,1 5,1 89,6 6,1 95,5 106,7 6,5
i. Utang Dalam Negeri 31,2 3,2 61,2 4,2 66,3 108,3 4,5
ii. Utang Luar Negeri 18,8 1,9 28,4 1,9 29,3 103,1 2,0
d. Subsidi 62,8 6,4 66,3 4,5 81,6 123,1 5,5
i. Subsidi BBM 53,6 5,4 53,8 3,7 68,4 127,2 4,6
ii. Subsidi non BBM 9,1 0,9 12,5 0,9 13,2 105,6 0,9
- Pangan 2,2 0,2 2,4 0,2 2,7 110,6 0,2
- Listrik 3,9 0,4 4,7 0,3 4,6 97,7 0,3
- Bunga Kredit Program 2,4 0,2 4,9 0,3 4,9 100,0 0,3
- Lainnya 0,6 0,1 0,4 0,0 1,0 237,5 0,1
e. Pengeluaran Rutin Lainnya 11,0 1,1 11,8 0,8 6,5 55,5 0,4
2. Pengeluaran Pembangunan 25,7 2,6 43,1 2,9 39,4 91,4 2,7
a. Pembiayaan pembangunan rupiah 9,4 0,9 20,6 1,4 19,7 95,6 1,3
b. Pembiayaan proyek 16,3 1,7 22,5 1,5 19,7 87,5 1,3
II. Anggaran Belanja Untuk Daerah 32,9 3,3 81,5 5,5 82,4 101,1 5,6
1. Dana Perimbangan 32,9 3,3 81,5 5,5 82,4 101,1 5,6
a. Dana Bagi Hasil 4,3 0,4 20,3 1,4 21,2 104,6 1,4
b. Dana Alokasi Umum 28,6 2,9 60,5 4,1 60,5 100,0 4,1
c. Dana Alokasi Khusus - - 0,7 0,0 0,7 100,0 0,0
2. Dana Otonomi Khusus dan Penyeimbang - - - - - - -

1) Realisasi sementara (belum diaudit), periode 1 April s.d. 31 Desember 2000


2) APBN penyesuaian (revisi)
3) APBN perubahan
Sumber : Departemen Keuangan dan Bank Indonesia (diolah)

Sementara itu, realisasi pengeluaran pembangunan pengeluaran dan tingkat realisasi masing-masing
diperkirakan hanya mencapai 91,4% dari target. sebesar 106,7%, 123,1%, 101,1%, dan 103,5%, dari
Jika dilihat dari komponennya, sebagian be- target yang ditetapkan. Tingginya alokasi dana untuk
sar atau 84,3% dari pengeluaran pemerintah dido- pembayaran bunga utang terkait dengan kenaikan
minasi oleh belanja wajib pemerintah (non-discre- suku bunga SBI dan depresiasi nilai tukar rupiah.
tionary items), seperti bunga utang, subsidi dana Tingginya alokasi dana untuk pengeluaran subsidi
perimbangan, dan belanja pegawai, pembayaran, disebabkan oleh peningkatan volume konsumsi BBM
dan dengan alokasi dana masing-masing sebesar dalam negeri dari 52,8 juta kiloliter menjadi 56,6 juta
26,9%, 23,0%, 23,2%, dan 11,2%, dari total kiloliter, lebih besarnya depresiasi nilai tukar terhadap

125
Keuangan Pemerintah

dolar AS dari perkiraan semula, dan adanya koreksi terdapat SIKPA sebesar Rp7,6 triliun atau 0,5% dari
kekurangan pembayaran subsidi tahun 2000 yang PDB yang akan mengurangi rekening pemerintah
mencapai Rp5,6 trilliun sesuai hasil audit BPKP. Ren- bersih di sistem moneter.
dahnya realisasi pengeluaran pembangunan terkait Dilihat dari pencapaian sasaran, penjualan
langsung dengan rendahnya penarikan utang luar aset program restrukturisasi perbankan mencapai
negeri pemerintah. 114,7%, sedangkan privatisasi dan pembiayaan luar
Sementara itu, menandai dimulainya desen- negeri neto masing-masing hanya 76,9% dan 52,9%.
tralisasi keuangan pusat ke daerah (otonomi daerah), Rendahnya hasil privatisasi antara lain disebabkan
pemerintah telah mengalokasikan hampir 23,2% dari oleh masih belum kondusifnya pasar modal domestik
total pengeluarannya untuk dana perimbangan. Se- maupun internasional, perbedaan kepentingan
cara umum, meskipun implementasi otonomi daerah antara pihak yang terlibat dalam proses privatisasi,
ini diwarnai oleh berbagai tantangan, namun tingkat infrastruktur maupun law enforcement yang masih
pencapaiannya sesuai dengan target anggaran. Alo- lemah, dan belum selesainya restrukturisasi pe-
kasi terbesar diperuntukkan untuk dana alokasi umum rusahaan.
(DAU) dengan porsi sebesar hampir 73,4% dari rea- Dari sisi eksternal, rendahnya tingkat penari-
lisasi dana perimbangan. Di dalam dana alokasi kan utang luar negeri terjadi baik pada jenis pinjaman
umum tersebut sudah termasuk pembayaran rapel program maupun pinjaman proyek dengan tingkat
gaji pegawai negeri sipil (PNS) yang pelaksanaannya pencapaian masing-masing sebesar 65,0% dan
dimulai sekitar pertengahan 2001. 82,8% dari target anggaran. Rendahnya tingkat pe-
narikan pinjaman program terutama disebabkan oleh
DEFISIT DAN PEMBIAYAAN belum dapat dipenuhinya beberapa persyaratan dan
Dengan pelampauan pendapatan dan jadwal penyelesaian dalam matriks kebijakan (policy
belanja negara di atas target masing-masing sebesar matrix) sesuai kesepakatan antara pemerintah
angka persentase yang hampir sama, maka defisit dengan negara donor, seperti penyelesaian Undang-
operasi keuangan pemerintah pada 2001 diperkirakan Undang (UU) tentang money laundering, UU tentang
dapat dikendalikan pada angka Rp54,7 triliun atau kelistrikan, dan Amandemen UU No.23/1999 tentang
3,7% dari PDB, relatif sama dengan rencana defisit Bank Indonesia. Sementara itu, rendahnya tingkat
sebesar Rp54,3 triliun atau 3,7% dari PDB pada APBN penarikan pinjaman proyek antara lain disebabkan
penyesuaian 2001 (Tabel 7.4). Sebagian besar defisit oleh sempitnya kurun waktu yang tersedia untuk
tersebut ditutup dengan penjualan aset program implementasi proyek pasca dilakukannya revisi APBN
restrukturisasi perbankan sebesar Rp31,0 triliun dan terbatasnya dana pendamping rupiah untuk
(56,6%), pembiayaan luar negeri neto sebesar Rp10,5 proyek-proyek yang dibiayai dengan pinjaman luar
triliun (19,3%), dan privatisasi sebesar Rp5,0 triliun negeri. Adapun komposisi antara pinjaman program
(9,1%). Dengan lebih kecilnya total sumber pem- dan pinjaman proyek terhadap jumlah penarikan
biayaan dibandingkan dengan realisasi defisit, maka utang luar negeri adalah sebesar 35% dan 65%.

126
Keuangan Pemerintah

Dampak Operasi Keuangan Pemerintah terhadap Per- diantaranya mempengaruhi permintaan agregat
mintaan Agregat, Moneter dan Neraca Pembayaran. sebagai belanja konsumsi dan investasi pemerintah
Pemerintah diperkirakan telah melakukan (Tabel 7.5). Dari jumlah yang mempengaruhi
pengeluaran sebesar Rp354,6 triliun, dimana 49,5% permintaan agregat tersebut , 65,1% diantaranya da-
atau setara dengan Rp175,5 triliun (11,9% dari PDB) lam bentuk pengeluaran konsumsi dan sisanya

Tabel 7.4
Perkiraan Operasi Keuangan Pemerintah Tahun 2001

2001
Rincian 2 0 0 01)
APBN2) APBN3)
Triliun Rp % thd PDB Triliun Rp % thd PDB Triliun Rp % thd APBNR % thd PDB

A. Pendapatan Negara dan Hibah 204,9 20,7 286,0 19,5 299,9 104,8 20,3
I. Penerimaan Dalam Negeri 204,9 20,7 286,0 19,5 299,8 104,8 20,3
1. Penerimaan Pajak 115,8 11,7 185,3 12,6 184,7 99,7 12,5
a. Pajak Dalam Negeri 108,8 11,0 174,3 11,9 174,2 100,0 11,8
b. Pajak Perdagangan Internasional 7,0 0,7 11,0 0,7 10,5 95,8 0,7
2. Penerimaan Bukan Pajak (SDA Migas) 89,2 9,0 100,7 6,9 115,1 114,3 7,8
a. Penerimaan SDA 76,0 7,7 79,4 5,4 86,7 109,1 5,9
b. Bagian Laba BUMN 3,9 0,4 9,0 0,6 10,4 116,0 0,7
c. PNBP Lainnya 9,3 0,9 12,3 0,8 18,0 146,4 1,2
II. Hibah - - - - 0,0 - 0,0

B. Belanja Negara 219,9 22,3 340,3 23,2 354,6 104,2 24,0


I. Belanja Pemerintah Pusat 187,1 18,9 258,8 17,6 272,2 105,1 18,4
1. Pengeluaran Rutin 161,4 16,3 215,8 14,7 232,8 107,9 15,8
a. Belanja Pegawai 29,4 3,0 38,2 2,6 39,5 103,5 2,7
b. Belanja Barang 8,1 0,8 9,9 0,7 9,6 96,9 0,7
c. Pembayaran Bunga Utang 50,1 5,1 89,6 6,1 95,5 106,7 6,5
d. Subsidi 62,8 6,4 66,3 4,5 81,6 123,1 5,5
e. Pengeluaran Rutin Lainnya 11,0 1,1 11,8 0,8 6,5 55,5 0,4
2. Pengeluaran Pembangunan 25,7 2,6 43,1 2,9 39,4 91,4 2,7
a. Pembiayaan pembangunan rupiah 9,4 0,9 20,6 1,4 19,7 95,6 1,3
b. Pembiayaan proyek 16,3 1,7 22,5 1,5 19,7 87,5 1,3
II. Anggaran Belanja Untuk Daerah 32,9 3,3 81,5 5,5 82,4 101,1 5,6
1. Dana Perimbangan 32,9 3,3 81,5 5,5 82,4 101,1 5,6
2. Dana Otonomi Khusus dan Penyeimbang - - - - - - -

C. Perbedaan Statistik 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0


D. Keseimbangan Primer 35,1 3,6 35,2 2,4 40,8 115,7 2,8
E. Surplus/(Defisit) Anggaran (15,0) (1,5) (54,3) (3,7) (54,7) 100,7 (3,7)

F. Pembiayaan 15,0 1,5 54,3 3,7 54,7 100,7 3,7


I. Pembiayaan Dalam Negeri 5,4 0,6 34,4 2,3 44,2 128,5 3,0
1. Perbankan dalam negeri (13,5) (1,4) 0,0 0,0 7,6 - 0,5
2. Non-Perbankan dalam negeri 18,9 1,9 34,4 2,3 36,6 106,5 2,5
a, Privatisasi 0,0 0,0 6,5 0,4 5,0 76,9 0,3
b, Penjualan aset program restrukturisasi perbankan 18,9 1,9 27,0 1,8 31,0 114,7 2,1
c, Penjualan Obligasi Pemerintah 0,0 0,0 0,9 0,1 0,7 74,2 0,0
II. Pembiayaan Luar Negeri (Neto) 9,6 1,0 19,9 1,4 10,5 52,9 0,7
1. Penarikan Pinjaman Luar Negeri (Bruto) 17,2 1,7 40,1 2,7 30,3 75,5 2,1
a. Pinjaman Program 0,8 0,1 16,3 1,1 10,6 65,0 0,7
b. Pinjaman Proyek 16,3 1,7 23,7 1,6 19,7 82,8 1,3
2. Pembayaran Cicilan Pokok Utang LN (7,6) (0,8) (20,2) (1,4) (19,7) 98,0 (1,3)

1) Realisasi sementara (belum diaudit), periode 1 April s.d. 31 Desember 2000


2) APBN penyesuaian (revisi)
3) APBN perubahan
Sumber: Departemen Keuangan dan Bank Indonesia (diolah)

127
Keuangan Pemerintah

Tabel 7.5
Perkiraan Dampak Keuangan Pemerintah Terhadap Sektor Riil

2001
Rincian 2 0 0 01)
APBN2) Realisasi3)
Triliun Rp % thd PDB Triliun Rp % thd PDB Triliun Rp % thd APBNR % thd PDB

I. Konsumsi Pemerintah 76,7 7,8 117,7 8,0 114,3 97,1 7,7


Belanja Pegawai DN 29,1 2,9 36,7 2,5 38,5 104,9 2,6
Belanja Barang DN 8,0 0,8 8,7 0,6 8,7 100,0 0,6
Dana Alokasi Umum 28,6 2,9 60,5 4,1 60,5 100,0 4,1
Pengeluaran Rutin Lainnya 11,0 1,1 11,8 0,8 6,5 55,5 0,4

II. Pembentukan Modal Domestik Bruto 29,9 3,0 64,0 4,4 61,3 95,7 4,2
Pembiayaan Dalam Rupiah 9,4 0,9 20,6 1,4 19,7 95,6 1,3
Bantuan Proyek 16,3 1,7 22,5 1,5 19,7 87,5 1,3
Dana Bagi Hasil dan Dana Alokasi Khusus 4,3 0,4 21,0 1,4 21,9 104,4 1,5

III. Jumlah I + II 106,6 10,8 181,8 12,4 175,5 96,6 11,9

Memo Items : Pembayaran Transfer 94,0 6,4 127,4 8,7 147,8 120,6 10,0
a. Bunga Utang Dalam Negeri 31,2 2,1 61,2 4,2 66,3 108,3 4,5
b. Subsidi 62,8 4,3 66,3 4,5 81,6 12,3 5,5

1) Realisasi sementara (belum diaudit), periode 1 April s.d. 31 Desember 2000


2) APBN penyesuaian (revisi)
3) APBN perubahan
Sumber: Departemen Keuangan dan Bank Indonesia (diolah)

sebesar 34,9% dalam bentuk pengeluaran investasi. dibandingkan tahun lalu dari 10,8% menjadi 11,9%
Sementara itu, 41,7% dari total pengeluaran atau dari PDB.
setara dengan Rp147,8 triliun (10,0% dari PDB) Dari sisi moneter, transaksi keuangan pe-
digunakan untuk pembayaran transfer ke sektor merintah selama 2001 memberikan ekspansi rupiah
swasta dalam bentuk pembayaran subsidi dan pem- neto sebesar Rp56,0 triliun (Tabel 7.6). Ekspansi
bayaran bunga utang dalam negeri. terbesar adalah anggaran belanja untuk daerah,
Dibandingkan tahun sebelumnya, penge- subsidi, dan bunga utang dalam negeri. Diban-
luaran konsumsi pemerintah terlihat hampir sama dingkan dengan tahun sebelumnya, ekspansi rupiah
yaitu dari 7,8% menjadi 7,7% dari PDB, sedangkan neto tersebut meningkat dari 3,3% menjadi 3,8% dari
pengeluaran investasi pemerintah meningkat dari PDB. Faktor utama yang mendorong naiknya eks-
3,0% menjadi 4,2% terutama karena adanya alokasi pansi rupiah neto pada periode laporan adalah
dana untuk dana bagi hasil (DBH) mulai 2001. peningkatan alokasi anggaran belanja untuk daerah
Sementara itu, pembayaran transfer ke sektor swasta dari 3,3% menjadi 5,6% dari PDB dan bunga utang
dalam bentuk subsidi dan bunga utang dalam negeri dalam negeri dari 3,2% menjadi 4,5% dari PDB.
meningkat cukup tajam dari 6,4% menjadi 10,0% dari Dari sisi neraca pembayaran, transaksi ke-
PDB. Secara keseluruhan, kontribusi langsung sektor uangan pemerintah diperkirakan memberikan aliran
pemerintah terhadap permintaan agregat meningkat devisa masuk bersih (net capital inflows) setara

128
Keuangan Pemerintah

Tabel 7.6
Perkiraan Dampak Rupiah Keuangan Pemerintah

2001
Rincian 2 0 0 01)
APBN2) Realisasi3)
Triliun Rp % thd PDB Triliun Rp % thd PDB Triliun Rp % thd APBNR % thd PDB

A. Penerimaan rupiah
Pajak
Migas 18,7 1,9 25,7 1,8 23,1 1,6 89,8
Nonmigas 97,1 9,8 159,5 10,9 161,6 10,9 101,3
Bukan Pajak 22,5 2,3 25,5 1,7 33,2 2,3 130,2
Privatisasi 0,0 0,0 6,5 0,4 5,0 0,3 76,9
Penjualan Asset Program Restrukturisasi Perbankan 18,9 1,9 27,0 1,8 31,0 2,1 114,7
Penjualan Obligasi Pemerintah 0,0 0,0 0,9 0,1 0,7 0,0 74,2
Jumlah Penerimaan 157,2 15,9 245,2 16,7 254,6 17,2 103,8

B. Pengeluaran rupiah
Operasional -142,1 -14,4 -184,7 -12,6 -201,6 -13,7 109,2
Belanja Pegawai DN -29,1 -2,9 -36,7 -2,5 -38,5 -2,6 104,9
Subsidi -62,8 -6,4 -66,3 -4,5 -81,6 -5,5 123,1
Bunga Utang DN -31,2 -3,2 -61,2 -4,2 -66,3 -4,5 108,3
Pengeluaran Rutin Lainnya -19,0 -1,9 -20,5 -1,4 -15,3 -1,0 74,4
Investasi -15,1 -1,5 -28,5 -1,9 -26,6 -1,8 93,4
Anggaran Belanja Untuk Daerah -32,9 -3,3 -81,5 -5,5 -82,4 -5,6 101,1
Jumlah Pengeluaran -190,0 -19,2 -294,6 -20,1 -310,6 -21,0 105,4

C. Perbedaan Statistik 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0


D. Dampak Rupiah -32,8 -3,3 -49,5 -3,4 -56,0 -3,8 113,2

1) Realisasi sementara (belum diaudit), periode 1 April s.d. 31 Desember 2000


2) APBN penyesuaian (revisi)
3) APBN perubahan
Sumber : Departemen Keuangan dan Bank Indonesia (diolah)

Rp48,4 trilliun, atau lebih rendah sekitar Rp7,6 triliun PROSPEK APBN 2002
dari ekspansi rupiah neto tersebut di atas (Tabel 7.7). Dalam tahun 2002, kebijakan keuangan
Dengan demikian, terdapat SIKPA sebesar Rp7,6 negara diarahkan pada upaya untuk mewujudkan
triliun yang ditutup dengan penarikan tabungan pe- ketahanan fiskal yang berkelanjutan (fiscal
merintah di sistem moneter. Kontributor utama aliran sustainability). Untuk itu, ada dua langkah strategis
devisa masuk adalah ekspor migas yang mencapai yang tergambar dalam penyusunan APBN 2002.
hampir 73% penerimaan valuta asing pemerintah. Pertama, mengupayakan penurunan volume dan
Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, aliran de- rasio defisit anggaran terhadap PDB. Kedua,
visa masuk bersih pemerintah menurun dari 4,7% menurunkan rasio posisi utang pemerintah --baik
menjadi 3,3% dari PDB. Faktor penting yang menye- utang dalam negeri maupun luar negeri-- terhadap
babkan turunnya aliran devisa masuk bersih adalah PDB. Oleh karena itu, pemerintah mempersiapkan
rendahnya tingkat penarikan utang luar negeri yang langkah-langkah guna meningkatkan pendapatan
hanya mencapai sekitar 75% dari rencana. negara, mengendalikan belanja negara, dan

129
Keuangan Pemerintah

Tabel 7.7
Perkiraan Dampak Valas Keuangan Pemerintah

2001
Rincian 2 0 0 01)
APBN2) Realisasi3)
Triliun Rp % thd PDB Triliun Rp % thd PDB Triliun Rp % thd APBNR % thd PDB

A. Transaksi Berjalan 36,8 3,7 29,5 2,0 37,9 2,6 128,3


Neraca Barang 55,9 5,7 59,4 4,0 68,2 4,6 114,8
Ekspor Migas 66,7 6,7 75,2 5,1 81,9 5,5 108,9
Impor Bantuan Proyek -10,6 -1,1 -14,6 -1,0 -12,8 -0,9 87,5
Belanja Barang LN -0,1 0,0 -1,2 -0,1 -0,9 -0,1 74,0

Neraca Jasa -19,1 -1,9 -29,9 -2,0 -30,3 -2,1 101,4


Pembayaran Bunga
Utang Luar Negeri -18,8 -1,9 -28,4 -1,9 -29,3 -2,0 103,1
Belanja Pegawai LN -0,3 0,0 -1,5 -0,1 -1,1 -0,1 69,9

B. Pemasukan Modal Neto Pemerintah 9,6 1,0 19,9 1,4 10,5 0,7 52,9
Penarikan Utang LN dan Hibah 17,2 1,7 40,1 2,7 30,3 2,1 75,6
Pembayaran Cicilan Pokok
Utang Luar Negeri Pemerintah -7,6 -0,8 -20,2 -1,4 -19,7 -1,3 98,0

C. Dampak Valas (A+B) 46,3 4,7 49,5 3,4 48,4 3,3 97,9

1) Realisasi sementara (belum diaudit), periode 1 April s.d. 31 Desember 2000


2) APBN penyesuaian (revisi)
3) APBN perubahan
Sumber: Departemen Keuangan dan Bank Indonesia (diolah)

mengoptimalkan pilihan pembiayaan defisit anggaran tercatat sebesar Rp54,3 triliun (3,7% dari PDB).
negara. Penurunan defisit tersebut diupayakan dengan
Operasi keuangan pemerintah pada 2002 meningkatkan penerimaan terutama dengan meng-
direncanakan akan mengalami defisit sebesar Rp42,1 optimalkan penghimpunan pajak melalui perluasan
triliun atau 2,5% dari PDB, menurun dibandingkan basis pajak dan lebih mengefisienkan pengeluaran
rencana defisit pada APBN tahun sebelumnya yang dengan memprioritaskan anggaran. Di sisi pem-
biayaan, pemerintah berupaya mengoptimalkan hasil

Tabel 7.8 penjualan aset program restrukturisasi perbankan dan


Asumsi APBN 2001 - 2002 privatisasi dan menggunakan sebagian hasilnya untuk
2001 2002 mengurangi posisi utang dalam negeri (asset to bond
Asumsi
APBN APBN
swap and cash to bond swap).
PDB a.d. harga berlaku (triliun rupiah) 1.468,1 1.685,4
Pertumbuhan ekonomi (%) 3,5 4,0 Total penerimaan pemerintah secara nominal
Laju inflasi (%) 9,30 9,00
Harga minyak mentah ($ per barel) 24,0 22,0 diharapkan meningkat dari Rp286 triliun menjadi
Produksi minyak mentah
Rp301,9 triliun. Namun demikian, dalam persentase
(juta barel per hari) 1,5 1,3
Nilai Tukar (Rp/$) 9.600 9.000 terhadap PDB menurun dari 19,5% menjadi 17,9%,
Suku bunga SBI 3 bulan rata-rata (%) 15,00 14,00
terutama karena perkiraan turunnya harga minyak
Sumber : Departemen Keuangan
mentah Indonesia dari $24 per barel menjadi $22 per

130
Keuangan Pemerintah

Tabel 7.9
Proyeksi Penerimaan Pemerintah

APBN 20011) APBN 20022) Perubahan


Rincian
Triliun Rp % thd PDB Triliun Rp % thd PDB % thd PDB
A. Pendapatan Negara dan Hibah 286,0 19,5 301,9 17,9 -1,6
I. Penerimaan Dalam Negeri 286,0 19,5 301,9 17,9 -1,6
1. Penerimaan Pajak 185,3 12,6 219,6 13,0 0,4
a. Pajak Dalam Negeri 174,3 11,9 207,0 12,3 0,4
i. Pajak penghasilan 95,0 6,5 104,5 6,2 -0,3
1. Migas 25,7 1,8 15,7 0,9 -0,8
2. Nonmigas 69,2 4,7 88,8 5,3 0,6
ii. Pajak pertambahan nilai 53,5 3,6 70,1 4,2 0,5
iii. Pajak bumi dan bangunan 5,1 0,3 5,9 0,4 0,0
iv. Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan 1,2 0,1 2,2 0,1 0,0
v. Cukai 17,6 1,2 22,4 1,3 0,1
vi. Pajak lainnya 1,9 0,1 1,9 0,1 0,0
b. Pajak Perdagangan Internasional 11,0 0,7 12,6 0,7 0,0
i. Bea masuk 10,4 0,7 12,2 0,7 0,0
ii. Pajak/pungutan ekspor 0,6 0,0 0,3 0,0 0,0
2. Penerimaan Bukan Pajak (SDA Migas) 100,7 6,9 82,2 4,9 -2,0
a. Penerimaan SDA 79,4 5,4 63,2 3,7 -1,7
i. Minyak Bumi 57,9 3,9 44,0 2,6 -1,3
ii. Gas Alam 17,4 1,2 14,5 0,9 -0,3
iii. Pertambangan Umum 0,9 0,1 1,3 0,1 0,0
iv. Kehutanan 3,0 0,2 3,0 0,2 0,0
v. Perikanan 0,3 0,0 0,3 0,0 0,0
b. Bagian Laba BUMN 9,0 0,6 10,4 0,6 0,0
c. PNBP Lainnya 12,3 0,8 8,7 0,5 -0,3
II. Hibah 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0

1) APBN yang direvisi pada 15 Juni 2001


2) APBN yang disahkan pada 23 Oktober 2001
Sumber : Departemen Keuangan (diolah)

barel. Sumber utama penerimaan diharapkan dari titik optimalnya sangat dibutuhkan untuk menjaga
penerimaan perpajakan sebesar Rp219,6 trilliun kesinambungan fiskal di masa depan. Sebaliknya,
dengan target tax ratio yang meningkat dibandingkan sejalan dengan perkiraan penurunan harga minyak,
target APBN sebelumnya yaitu dari 12,6% menjadi maka penerimaan negara bukan pajak diperkirakan
13,0% dari PDB. Untuk mendukung tercapainya akan menurun dibandingkan tahun lalu dari 6,9%
sasaran penerimaan perpajakan, pemerintah akan menjadi 4,9% dari PDB.
melanjutkan berbagai kebijakan intensifikasi Di sisi pengeluaran, volume anggaran belanja
pemungutan pajak dan ekstensifikasi subjek/objek negara direncanakan sebesar Rp344,0 trilliun.
pajak. Kebijakan tersebut diimplementasikan Meskipun secara nominal meningkat, namun dalam
terhadap semua jenis pajak, yang selanjutnya persentase terhadap PDB menurun dibandingkan
masing-masing akan dijabarkan secara lebih spesifik tahun lalu dari 23,2% menjadi 20,4%. Penurunan
dalam kebijakan operasionalnya. Selain untuk tersebut terutama terjadi pada alokasi pengeluaran
mengantisipasi turunnya penerimaan migas, rutin untuk pemerintah pusat yaitu dari 14,7% menjadi
peningkatan target pajak secara bertahap sampai ke 11,5% dari PDB.

131
Keuangan Pemerintah

Tabel 7.10
Proyeksi Pengeluaran Pemerintah

APBN 20011) APBN 20022) Perubahan


Rincian
Triliun Rp % thd PDB Triliun Rp % thd PDB % thd PDB
B. Belanja Negara 340,3 23,2 344,0 20,4 -2,8
I. Belanja Pemerintah Pusat 258,8 17,6 246,0 14,6 -3,0
1. Pengeluaran Rutin 215,8 14,7 193,7 11,5 -3,2
a. Belanja Pegawai 38,2 2,6 41,3 2,5 -0,2
i. Gaji dan Pensiun 31,9 2,2 34,0 2,0 -0,2
ii. Tunjangan Beras 1,3 0,1 1,4 0,1 0,0
iii. Uang Makan/Lauk Pauk 2,1 0,1 2,8 0,2 0,0
iv. Lain-lain Belanja Pegawai DN 1,4 0,1 1,5 0,1 0,0
v. Belanja Pegawai LN 1,5 0,1 1,5 0,1 0,0
b. Belanja Barang 9,9 0,7 12,9 0,8 0,1
i. Belanja Barang DN 8,7 0,6 11,7 0,7 0,1
ii. Belanja Barang LN 1,2 0,1 1,2 0,1 0,0
c. Pembayaran Bunga Hutang 89,6 6,1 88,5 5,3 -0,9
i. Utang Dalam Negeri 61,2 4,2 59,5 3,5 -0,6
ii. Utang Luar Negeri 28,4 1,9 29,0 1,7 -0,2
d. Subsidi 66,3 4,5 41,6 2,5 -2,0
i. Subsidi BBM 53,8 3,7 30,4 1,8 -1,9
ii. Subsidi non BBM 12,5 0,9 11,2 0,7 -0,2
- Pangan 2,4 0,2 4,7 0,3 0,1
- Listrik 4,7 0,3 4,1 0,2 -0,1
- Bunga Kredit Program 4,9 0,3 2,2 0,1 -0,2
- Lainnya 0,4 0,0 0,2 0,0 0,0
e. Pengeluaran Rutin Lainnya 11,8 0,8 9,5 0,6 -0,2
2. Pengeluaran Pembangunan 43,1 2,9 52,3 3,1 0,2
a. Pembiayaan pembangunan rupiah 20,6 1,4 26,5 1,6 0,2
b. Pembiayaan proyek 22,5 1,5 25,8 1,5 0,0
II. Anggaran Belanja Untuk Daerah 81,5 5,5 98,0 5,8 0,3
1. Dana Perimbangan 81,5 5,5 94,5 5,6 0,1
a. Dana Bagi Hasil 20,3 1,4 24,6 1,5 0,1
b. Dana Alokasi Umum 60,5 4,1 69,1 4,1 0,0
c. Dana Alokasi Khusus 0,7 0,0 0,8 0,0 0,0
2. Dana Otonomi Khusus dan Penyeimbang 0,0 0,0 3,4 0,2 0,2

1) APBN yang direvisi pada 15 Juni 2001


2) APBN yang disahkan pada 23 Oktober 2001
Sumber : Departemen Keuangan (diolah)

Secara individual, pengeluaran terbesar ada- yang dimiliki bank-bank (asset to bond swap and cash

lah untuk pembayaran bunga utang yang mencapai to bond swap).

Rp88,5 trilliun atau setara dengan 5,3% dari PDB. Tiga kelompok pengeluaran terbesar lainnya

Meskipun demikian, jumlah tersebut relatif lebih adalah (i) subsidi (2,5% dari PDB), (ii) belanja

rendah dari tahun 2001 sejalan dengan penggunaan pegawai (2,4%), dan (iii) pengeluaran pembangunan

asumsi suku bunga SBI yang lebih rendah, nilai tukar (3,1%). Subsidi jauh menurun dibandingkan tahun

rupiah yang lebih optimis dari tahun lalu serta 2001, antara lain karena rencana pemerintah untuk

dampak dari pengurangan obligasi pemerintah menaikkan harga BBM dalam negeri sebesar rata-

dengan cara membeli kembali dan mempertukarkan rata 25% mulai Januari 2002 dan tarif dasar listrik

aset-aset yang telah direstrukturisasi dengan obligasi (TDL) sebesar 4%–6% setiap triwulan. Belanja

132
Keuangan Pemerintah

Tabel 7.11
Proyeksi Operasi Keuangan Pemerintah

APBN 20011) APBN 20022) Perubahan


Rincian
Triliun Rp % thd PDB Triliun Rp % thd PDB % thd PDB
A. Pendapatan Negara dan Hibah 286,0 19,5 301,9 17,9 -1,6
I. Penerimaan Dalam Negeri 286,0 19,5 301,9 17,9 -1,6
1. Penerimaan Pajak 185,3 12,6 219,6 13,0 0,4
a. Pajak Dalam Negeri 174,3 11,9 207,0 12,3 0,4
b. Pajak Perdagangan Internasional 11,0 0,7 12,6 0,7 0,0
2. Penerimaan Bukan Pajak (SDA Migas) 100,7 6,9 82,2 4,9 -2,0
a. Penerimaan SDA 79,4 5,4 63,2 3,7 -1,7
b. Bagian Laba BUMN 9,0 0,6 10,4 0,6 0,0
c. PNBP Lainnya 12,3 0,8 8,7 0,5 -0,3
II. Hibah 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0

B. Belanja Negara 340,3 23,2 344,0 20,4 -2,8


I. Belanja Pemerintah Pusat 258,8 17,6 246,0 14,6 -3,0
1. Pengeluaran Rutin 215,8 14,7 193,7 11,5 -3,2
a. Belanja Pegawai 38,2 2,6 41,3 2,5 -0,2
b. Belanja Barang 9,9 0,7 12,9 0,8 0,1
c. Pembayaran Bunga Utang 89,6 6,1 88,5 5,3 -0,9
d. Subsidi 66,3 4,5 41,6 2,5 -2,0
e. Pengeluaran Rutin Lainnya 11,8 0,8 9,5 0,6 -0,2
2. Pengeluaran Pembangunan 43,1 2,9 52,3 3,1 0,2
a. Pembiayaan pembangunan rupiah 20,6 1,4 26,5 1,6 0,2
b. Pembiayaan proyek 22,5 1,5 25,8 1,5 0,0
II. Anggaran Belanja Untuk Daerah 81,5 5,5 98,0 5,8 0,3
1. Dana Perimbangan 81,5 5,5 94,5 5,6 0,1
2. Dana Otonomi Khusus dan Penyeimbang 0,0 0,0 3,4 0,2 0,2

C. Perbedaan statistik 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0


D. Keseimbangan Primer 35,2 2,4 46,4 2,8 0,3
E. Surplus/(Defisit) Anggaran -54,3 -3,7 -42,1 -2,5 1,2

F. Pembiayaan 54,3 3,7 42,1 2,5 -1,2


I. Pembiayaan Dalam Negeri 34,4 2,3 23,5 1,4 -0,9
1. Perbankan dalam negeri 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
2. Non Perbankan dalam negeri 34,4 2,3 23,5 1,4 -0,9
a. Privatisasi 6,5 0,4 4,0 0,2 -0,2
b. Penjualan aset program restrukturisasi perbankan 27,0 1,8 19,5 1,2 -0,7
c. Penjualan Obligasi Pemerintah 0,9 0,1 0,0 0,0 -0,1

II. Pembiayaan Luar Negeri (Netto) 19,9 1,4 18,6 1,1 -0,3
1. Penarikan Pinjaman Luar Negeri (bruto) 40,1 2,7 62,6 3,7 1,0
a. Pinjaman Program 16,3 1,1 36,8 2,2 1,1
b. Pinjaman Proyek 23,7 1,6 25,8 1,5 –0,1
2. Pembayaran Cicilan Pokok Utang LN -20,2 -1,4 -44,0 -2,6 -1,2

1) Total Target Privatisasi 6,5 0,4 6,5 0,4 -0,1


(Termasuk penarikan obligasi) 0,0 0,0 -2,5 -0,2 -0,2
2) Total Target Penjualan Aset oleh BPPN 37,0 2,5 42,8 2,5 0,0
(Termasuk penarikan obligasi) -10,0 -0,7 -23,3 -1,4 -0,7

1) APBN yang direvisi pada 15 Juni 2001


2) APBN yang disahkan pada 23 Oktober 2001
Sumber : Departemen Keuangan (diolah)

pegawai dianggarkan naik secara nominal sebagai belum pernah mengalami kenaikan. Sementara itu,
upaya pemerintah untuk menaikkan tunjangan alokasi dana untuk pengeluaran pembangunan
beberapa jabatan fungsional tertentu mengingat masih tetap rendah dibandingkan pengeluaran
selama beberapa tahun terakhir tunjangan tersebut rutin.

133
Keuangan Pemerintah

Tabel 7.12
Dampak Rupiah Operasi Keuangan Pemerintah

APBN 20011) APBN 20022) Perubahan


Rincian
Triliun Rp % thd PDB Triliun Rp % thd PDB % thd PDB

A. Penerimaan rupiah
Pajak
Migas 25,7 1,8 15,7 0,9 -0,8
Nonmigas 159,5 10,9 203,9 12,1 1,2
Bukan Pajak 25,5 1,7 23,7 1,4 -0,3
Privatisasi 6,5 0,4 4,0 0,2 -0,2
Penjualan Asset Program Restrukturisasi Perbankan 27,0 1,8 19,5 1,2 -0,7
Penjualan Obligasi Pemerintah 0,9 0,1 0,0 0,0 -0,1
Jumlah Penerimaan 245,2 16,7 266,8 15,8 -0,9

B. Pengeluaran rupiah
Operasional -184,7 -12,6 -162,1 -9,6 3,0
Belanja Pegawai DN -36,7 -2,5 -39,8 -2,4 0,1
Subsidi -66,3 -4,5 -41,6 -2,5 2,0
Bunga Utang DN -61,2 -4,2 -59,5 -3,5 0,6
Pengeluaran Rutin Lainnya -20,5 -1,4 -21,2 -1,3 0,1
Investasi -28,5 -1,9 -35,5 -2,1 -0,2
Anggaran Belanja Untuk Daerah -81,5 -5,5 -98,0 -5,8 -0,3
Jumlah Pengeluaran -294,6 -20,1 -295,6 -17,5 2,5

C. Perbedaan Statistik 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0


D. Dampak Rupiah -49,5 -3,4 -28,7 -1,7 1,7

1) APBN yang direvisi pada 15 Juni 2001


2) APBN yang disahkan pada 23 Oktober 2001
Sumber : Departemen Keuangan (diolah)

Dalam pada itu, alokasi anggaran belanja un- Sebagian dari defisit tersebut akan dibiayai dengan
tuk daerah selama 2002 diperkirakan mencapai sumber pembiayaan dalam negeri khususnya dari
Rp98,0 trilliun (5,8% dari PDB) sedikit meningkat privatisasi dan penjualan aset program restrukturisasi
dibandingkan dengan tahun lalu yang tercatat Rp81,5 perbankan, sedangkan sisanya dengan sumber
trilliun (5,5% dari PDB). Bagian terbesar dari alokasi pembiayaan luar negeri.
tersebut adalah untuk Dana Alokasi Umum (Rp69,1 Target privatisasi ditetapkan Rp6,5 triliun
triliun), diikuti oleh Dana Bagi Hasil (Rp24,6 triliun), dimana Rp2,6 triliun diantaranya digunakan untuk
dan sisanya untuk Dana Alokasi Khusus (DAK). Selain membeli kembali obligasi pemerintah. Dalam pada
itu, pemerintah mengalokasikan pula dana sebesar itu, penjualan aset ditargetkan sebesar Rp42,8 triliun
Rp3,4 triliun untuk penyelenggaraan otonomi khusus dimana Rp7,5 triliun diantaranya dicapai dalam bentuk
dan sebagai dana penyeimbang. asset to bond swap dan Rp15,8 triliun dalam bentuk
Dengan kondisi di atas, maka keseimbangan cash to bond swap. Dengan demikian, total obligasi
primer APBN 2002 diharapkan surplus 2,8% dari PDB pemerintah yang diharapkan dapat ditarik kembali
atau sedikit lebih baik dibandingkan dengan tahun selama 2001 adalah sebesar Rp25,8 triliun. Kebijakan
2001. Secara keseluruhan, defisit fiskal diperkirakan membeli kembali obligasi yang telah diterbitkan ini
akan mencapai Rp42,1 triliun atau 2,5% dari PDB. ditujukan untuk mengurangi volume utang dalam

134
Keuangan Pemerintah

Tabel 7.13
Dampak Valas Operasi Keuangan Pemerintah

APBN 20011) APBN 20022) Perubahan


Rincian
Triliun Rp % thd PDB Triliun Rp % thd PDB % thd PDB

A. Transaksi Berjalan 29,5 2,0 10,1 0,6 -1,4


Neraca Barang 59,4 4,0 40,6 2,4 -1,6
Ekspor Migas 75,2 5,1 58,5 3,5 -1,7
Impor Bantuan Proyek -14,6 -1,0 -16,8 -1,0 0,0
Belanja Barang LN -1,2 -0,1 -1,2 -0,1 0,0

Neraca Jasa -29,9 -2,0 -30,5 -1,8 0,2


Pembayaran Bunga Utang Luar Negeri -28,4 -1,9 -29,0 -1,7 0,2
Belanja Pegawai LN -1,5 -0,1 -1,5 -0,1 0,0

B. Pemasukan Modal Neto Pemerintah 19,9 1,4 18,6 1,1 -0,3


Penarikan Utang LN dan Hibah 40,1 2,7 62,6 3,7 1,0
Pembayaran Cicilan Pokok Utang LN Pemerintah -20,2 -1,4 -44,0 -2,6 -1,2

C. Dampak Valas (A+B) 49,5 3,4 28,7 1,7 -1,7

1) APBN yang direvisi pada 15 Juni 2001


2) APBN yang disahkan pada 23 Oktober 2001
Sumber : Departemen Keuangan (diolah)

negeri pemerintah yang sejauh ini bebannya lebih moneter, neraca pembayaran, dan permintaan agre-
tinggi dibandingkan utang luar negeri. gat 2002. Dari sisi moneter, transaksi keuangan
Sementara itu, pembiayaan luar negeri bersih pemerintah pada 2002 diperkirakan akan mem-
pada 2002 diperkirakan menurun dibandingkan tahun berikan ekspansi rupiah neto sebesar Rp28,8 triliun
lalu, yaitu dari Rp19,9 trilliun menjadi Rp18,6 triliun. (1,7% dari PDB), jauh lebih rendah dari 2001 yang
Jumlah ini lebih kecil dibandingkan dengan total nilai tercatat Rp49,5 triliun (3,4% dari PDB). Penurunan
pembelian kembali obligasi pemerintah. Dengan terbesar berasal dari pengurangan subsidi BBM dan
melakukan asset to bond swap, volume utang peme- TDL. Penurunan ekspansi rupiah neto tersebut di-
rintah diharapkan menurun. Penurunan posisi utang dukung pula oleh optimisme peningkatan tax ratio
tersebut diperlukan untuk menjaga kesinambungan dari 12,6% menjadi 13,0% pada 2002. Ekspansi
fiskal di masa depan. rupiah neto pemerintah yang lebih rendah ini
diharapkan akan mengurangi beban pengendalian
Dampak Operasi Keuangan Pemerintah terhadap moneter, sehingga diharapkan suku bunga dapat
Moneter, Neraca Pembayaran dan Permintaan diarahkan pada level yang lebih rendah sehingga
Agregat. dapat mendorong kegiatan di sektor riil. Kondisi ini
Berbagai kebijakan operasi keuangan peme- pada gilirannya akan memberikan manfaat kepada
rintah yang secara kuantitatif tertuang dalam APBN sektor fiskal itu sendiri terutama untuk mencapai
2002 tersebut selanjutnya akan mempengaruhi sisi sustainabilitas fiskal.

135
Keuangan Pemerintah

Tabel 7.14
Dampak Operasi Keuangan Pemerintah terhadap sektor Riil

APBN 20011) APBN 20022) Perubahan


Rincian
Triliun Rp % thd PDB Triliun Rp % thd PDB % thd PDB

I. Konsumsi Pemerintah 117,7 8,0 133,5 7,9 -0,1


Belanja Pegawai DN 36,7 2,5 39,8 2,4 -0,1
Belanja Barang DN 8,7 0,6 11,7 0,7 0,1
Dana Alokasi Umum 60,5 4,1 69,1 4,1 0,0
Pengeluaran Rutin Lainnya3) 11,8 0,8 12,9 0,8 0,0

II. Pembentukan Modal Domestik Bruto 64,0 4,4 77,7 4,6 0,2
Pembiayaan Dalam Rupiah 20,6 1,4 26,5 1,6 0,2
Bantuan Proyek 22,5 1,5 25,8 1,5 0,0
Dana Bagi Hasil dan Dana Alokasi Khusus 21,0 1,4 25,4 1,5 0,1

III. Jumlah I + II 181,8 12,4 211,3 12,5 0,2

Memo Items : Pembayaran Transfer 127,4 8,7 101,1 6,0 -2,7


a. Bunga Utang Dalam Negeri 61,2 4,2 59,5 3,5 -0,6
b. Subsidi 66,3 4,5 41,6 2,5 -2,0

1) APBN yang direvisi pada 15 Juni 2001


2) APBN yang disahkan pada 23 Oktober 2001
3) Termasuk dana otonomi khusus dan penyeimbang
Sumber : Departemen Keuangan (diolah)

Dari sisi neraca pembayaran, potensi aliran Dari sisi permintaan agregat, kontribusi sektor
devisa masuk terutama bersumber dari penerimaan pemerintah terhadap permintaan agregat masih tetap
migas dan penarikan utang luar negeri masing- terbatas dan hanya sedikit meningkat dibandingkan
masing sebesar Rp58,5 triliun dan Rp62,6 triliun. tahun lalu, yaitu 12,4% menjadi 12,5% dari PDB.
Sementara itu, aliran devisa keluar terutama diguna- Peningkatan tersebut terjadi pada investasi yaitu dari
kan untuk pembayaran bunga dan amortisasi utang 4,4% menjadi 4,6%, sedangkan konsumsi pemerintah
luar negeri yang masing-masing sebesar Rp29,0 relatif tidak berubah. Sementara itu, jumlah
triliun dan Rp44,0 triliun. Dengan demikian, dampak pengeluaran pemerintah dalam bentuk pembayaran
valuta asing yang terjadi diperkirakan sebesar transfer ke sektor swasta menurun dari 8,7% menjadi
Rp28,7 triliun. Jumlah tersebut akan digunakan oleh 6,0% dari PDB, hal ini disebabkan karena berku-
Bank Indonesia untuk mensterilisasi dampak eks- rangnya jumlah subsidi yang harus ditanggung
pansi neto transaksi rupiah pemerintah. pemerintah.

136
Keuangan Pemerintah

boks

Masalah Utang Indonesia dan Opsi Penanganannya1

Masalah utang Indonesia dewasa ini cukup swasta nasional sebagai konsekuensinya membeng-
pelik, berat, dan serius. Pelik dikarenakan masalah kak. Pada 2002 misalnya, Pemerintah harus
utang itu bersumber baik dari utang domestik dan luar mencadangkan dana sekitar Rp136,4 triliun untuk
negeri yang ditanggung Pemerintah, maupun utang membayar cicilan pokok dan bunga pinjaman, di mana
luar negeri yang harus ditanggung oleh sektor swasta sekitar Rp73,0 triliun dialokasikan untuk utang luar
nasional. Berat dikarenakan beban utang tersebut negeri dan sekitar Rp63,4 triliun untuk utang dalam
telah sedemikian menekan dan bahkan mengancam negeri. Dibandingkan dengan proyeksi penerimaan
kinerja neraca transaksi berjalan, neraca pemba- pemerintah tahun yang sama, beban kewajiban utang
yaran, dan keuangan pemerintah. Serius dikarenakan pemerintah mencapai 45,2%. Sementara itu, beban
hingga saat ini langkah-langkah penanganan utang kewajiban utang luar negeri sektor swasta di 2002
yang dilakukan dipandang belum mampu banyak diperkirakan mencapai $11,8 miliar. Dengan demikian,
meringankan beban utang Indonesia. debt service payments utang luar negeri pemerintah
Permasalahan utang harus membuat kita dan swasta untuk 2002 akan mencapai $24,2 miliar.
bangun dan waspada. Utang yang ditanggung Debt service ratio (DSR) untuk tahun 2001 dan 2002
Pemerintah dewasa ini hampir sama dengan jumlah masing-masing diperkirakan sekitar 39,4% dan 34,9%,
PDB, meningkat tajam dari hanya 25% PDB pada jauh lebih tinggi dari 20% sebagai tingkat DSR yang
1996. Sementara itu, utang luar negeri pemerintah dianggap aman oleh Bank Dunia.
per Desember 2001 tercatat sebesar $71,4 miliar atau Pengukuran solvabilitas dan sustainabilitas
49,1% dari PDB tahun 2001. Dengan utang luar negeri keuangan pemerintah sehubungan dengan beban
swasta sebesar $59,8 miliar, utang luar negeri yang utang dalam dan luar negeri pemerintah dapat dila-
ditanggung Indonesia secara keseluruhan telah kukan atas dasar sebuah pendekatan intertemporal
mencapai $131,2 miliar, atau 90,3% dari PDB tahun budget constraint yang dikembangkan oleh Dinh
2001. (1999).2 Hasil analisis oleh Bank Indonesia dengan
Dengan tingkat utang sedemikian besar, menggunakan pendekatan tersebut menunjukkan
beban pembayaran pokok dan bunga utang (debt ser- bahwa keuangan pemerintah untuk periode 2001-
vice payments) yang ditanggung Pemerintah maupun 2005 secara umum diperkirakan masih dalam kondisi
yang solvabel dan sustainabel.

1 Disarikan dari “Utang Indonesia: Kondisi, Permasalahan dan Opsi


Penanganannya”, Paper Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan 2 Hinh T. Dinh, “Fiscal Solvency and Sustainability in Economic
Moneter dan Direktorat Luar Negeri, Bank Indonesia, Desember Management”, Macroeconomics In Southern Africa Region, the
2001. World Bank, 1999.

137
Keuangan Pemerintah

Meski demikian, terdapat sejumlah faktor- Hasil analisis solvabilitas terhadap keuangan
faktor penentu (critical factors) yang akan sangat (non-interest current account) Indonesia mendukung
mempengaruhi tingkat solvabilitas dan sutainabilitas gambaran yang diperoleh sebelumnya dari hasil
keuangan pemerintah dalam periode tersebut. Faktor- proyeksi kembali neraca pembayaran pemerintah dan
faktor tersebut terkait baik dengan faktor-faktor di swasta nasional tentang beratnya beban utang yang
bidang fiskal maupun faktor-faktor makroekonomi. ditanggung perekonomian Indonesia. Meski ke-
Secara khusus, faktor-faktor penentu di bidang fiskal uangan Indonesia sebagai negara secara umum
akan sangat menentukan besar kecilnya keseimbang- diperkirakan masih dalam kondisi solvabel dalam
an primer3 dalam keuangan pemerintah, sementara periode 2000-2004, kondisinya cukup mengkuatirkan.
faktor-faktor penentu makroekonomi akan berpenga- Perkembangannya ke depan juga sangat bergantung
ruh pada tinggi rendahnya indeks (passing grade) pada sejumlah faktor-faktor penentu. Faktor-faktor ini,
solvabilitas dan sustainabilitas fiskal. Lebih penting selain terkait dengan perkembangan variabel-variabel
lagi, selain berpengaruh terhadap besar kecilnya makroekonomi seperti sebelumnya, secara langsung
keseimbangan primer, faktor-faktor penentu di bidang sangat terkait dengan tingkat keberhasilan upaya kita
fiskal sangat menentukan terjadi tidaknya kesulitan dalam penanganan (restrukturisasi) utang luar negeri
likuiditas jangka pendek (short-term liquidity pemerintah dan swasta nasional dalam jangka
problems) bagi keuangan pemerintah sehubungan pendek-menengah ke depan.
dengan pemenuhan kewajiban beban utang yang Dari ulasan di atas, jelas terlihat bahwa per-
sangat besar. masalahan utang yang membelit Indonesia dewasa
Faktor-faktor penentu fiskal dimaksud ini paling tidak memaksa kita untuk merumuskan tiga
berturut-turut antara lain adalah keberhasilan priva- kelompok penanganan, yakni (i) penanganan yang
tisasi BUMN dan penjualan aset BPPN, keberhasilan ditujukan secara langsung pada masalah short-term
program rekapitalisasi perbankan, pemenuhan target liquidity problems yang kemungkinan dihadapi
pengurangan subsidi, dan pelaksanaan otonomi pemerintah sebagai akibat tingginya beban utang
daerah. Sementara itu, faktor-faktor penentu makro- yang harus ditanggung; (ii) penanganan masalah
ekonomi mencakup sejumlah perkembangan makro solvabilitas dan sustainabilitas neraca pembayaran,
jangka pendek-menengah kedepan adalah sebagai keuangan pemerintah, dan keuangan Indonesia
berikut : (i) perekonomian internasional yang bela- dalam jangka pendek-menengah; serta (iii) penanga-
kangan ini juga memiliki faktor ketidakpastian yang nan utang dalam jangka menengah-panjang, yang
tinggi; (ii) kondisi sosial, politik, dan keamanan dalam terutama terkait dengan stance dan arah kebijakan
negeri yang sangat mempengaruhi kepercayaan kon- pemerintah dalam menangani utang Indonesia.
sumen (consumer confidence) dan kondusivitas iklim Pertama, penanganan ancaman short-term
investasi; (iii) pulihnya fungsi intermediasi perbankan. liquidity problems menuntut langkah-langkah yang
cepat namun sekaligus terencana. Di sisi domestik,
3 Surplus/defisit keseimbangan primer adalah surplus/defisit operasi
keuangan pemerintah diluar beban kewajiban bunga pemerintah pertama-tama dituntut mampu menjaga

138
Keuangan Pemerintah

kedisiplinan dalam pemenuhan target penerimaan yang dapat dimanfaatkan Pemerintah Indonesia
privatisasi dan penjualan aset BPPN, pengurangan dalam negosiasi Paris Club III nanti untuk memper-
subsidi, dan pelaksanaan otonomi daerah. Selan- oleh terms and conditions pinjaman yang lebih
jutnya, pemerintah secara khusus perlu mempercepat menguntungkan. Untuk itu diperlukan persiapan yang
penerbitan T-Bills ataupun surat utang lainnya, seperti lebih matang, termasuk penetapan secara eksplisit
Medium Term Notes (MTN) dan Floating Rate Notes target terms and conditions yang ingin dicapai Peme-
(FRN), yang dapat dimanfaatkan untuk membiayai rintah, lobby ataupun pendekatan yang lebih intensif
kembali (refinancing) obligasi pemerintah yang mulai ke IMF dan World Bank, serta pendekatan politis ke
jatuh tempo tahun 2002, melakukan roll-over obligasi negara-negara donor yang dominan seperti Amerika
yang jatuh tempo (terutama yang suku bunga dan Serikat dan Jepang. Bila perlu, pemerintah dapat
persyaratannya ringan), serta menukarkan kredit yang menjajagi pemakaian tenaga lobbyist dan penasehat
direstrukturisasi BPPN dengan obligasi. hukum berkelas internasional, yang tidak hanya dapat
Di sisi internasional, upaya rescheduling bertindak sebagai penghubung namun juga mampu
melalui forum Paris Club menjadi pilihan pertama dan memperjuangkan kepentingan pemerintah dalam
sekaligus paling feasible. Melalui forum Paris Club, negosiasi rescheduling Paris Club yang akan datang.
Pemerintah telah dua kali berhasil menjadwal ulang Kedua, salah satu elemen utama dalam
utang bilateral sekitar $10,9 miliar. Meskipun penun- penanganan masalah solvabilitas dan sustainabilitas
daan pembayaran pokok utang tersebut berhasil dalam jangka pendek-menengah adalah pengura-
menolong mengatasi kesulitan keuangan jangka ngan level utang. Di sisi domestik, sejumlah opsi
pendek, namun terms and conditions yang diperoleh berikut dapat menjadi pertimbangan: (i) melunasi
dalam kedua rescheduling Paris Club tersebut masih obligasi dengan memanfaatkan dana hasil privatisasi
belum optimal—terutama jika dibandingkan dengan dan penjualan aset BPPN; (ii) memelihara persentase
terms and conditions yang diterima oleh Pakistan. tertentu dari penerimaan pemerintah guna memberi
Rescheduling Paris Club untuk Pakistan menyetujui ruang yang lebih besar bagi pemerintah untuk mengu-
exit rescheduling sebesar $12,5 miliar. Skim ini rangi pokok obligasi; (iii) menjadikan obligasi
memungkinkan pembayaran pinjaman Official pemerintah sebagai piranti moneter untuk Operasi
Development Assistance (ODA) dijadwal ulang Pasar Terbuka (OPT), yang diharapkan secara tidak
sampai dengan 38 tahun (termasuk 15 tahun grace langsung akan meningkatkan kepercayaan publik ter-
period) dan pinjaman non-ODA dijadwal ulang selama hadap obligasi pemerintah; (iv) mempercepat pem-
23 tahun (termasuk 8 tahun grace period). Begitu bentukan lembaga penjamin simpanan, yang bila ter-
istimewanya perlakuan yang diterima oleh Pakistan, wujud akan mengurangi kewajiban kontinjen pemerin-
sehingga skim ini diberi julukan sebagai the Islamabad tah sehubungan dengan Program Penjaminan.
Terms. Di sisi internasional, di tengah-tengah keti-
Membandingkan dengan hasil yang diperoleh dakpopuleran opsi debt haircut dan debt default di
Pakistan tersebut, tampaknya masih banyak peluang kalangan negara kreditur dan keterbatasan kemam-

139
Keuangan Pemerintah

puan keuangan Pemerintah untuk melakukan debt ngan utang pemerintah, namun juga dengan utang
buyback, opsi yang paling feasible untuk mengurangi (luar negeri) swasta nasional.
pokok utang luar negeri pemerintah—meski dengan Dalam kaitan itu perlu dibentuk suatu
magnitude yang masih terbatas—adalah debt for lembaga tersendiri untuk menangani utang peme-
nature swap. Dewasa ini, Pemerintah Amerika Serikat rintah dan atau utang (luar negeri) swasta secara
dan Jerman telah menyediakan fasilitas debt for terpadu. Sebagaimana layaknya struktur manajemen
nature swap. Untuk merealisasikan tawaran ini diper- utang yang baik, lembaga ini memiliki fungsi front,
lukan fleksibilitas keuangan pemerintah dan koor- middle dan back office. Lembaga ini sekaligus
dinasi antar departemen yang terkait untuk menindak- berfungsi sebagai inisiator, koordinator, dan penga-
lanjuti proyek konservasi alam yang ditawarkan. was dalam proses restrukturisasi utang. Lembaga
Fasilitas ini telah dimanfaatkan di sejumlah negara, ini juga perlu dilengkapi dengan kewenangan mene-
seperti Bolivia, Polandia ($3,6 miliar), Equador ($10 tapkan sanksi termasuk membawa debitur yang tidak
juta), dan Filipina ($29 juta). kooperatif ke pengadilan. Khusus untuk utang luar
Keberhasilan upaya konservasi alam Indone- negeri swasta, lembaga tersebut juga dapat
sia, selain bermanfaat bagi bangsa Indonesia sendiri, berfungsi sebagai lembaga hedging.
juga merupakan kampanye positif bagi Indonesia di Untuk menunjang stance kebijakan tersebut
dunia internasional. Di samping itu, jika program debt di atas, khususnya yang terkait dengan utang luar
for nature swap ini dinilai berhasil oleh negara kreditur, negeri swasta, diperlukan suatu pengaturan untuk
program ini bukan tidak mungkin akan diikuti program- menghindari terulang kembali kondisi di mana ekspo-
program serupa di kemudian hari dengan jumlah yang sur sektor swasta terhadap utang luar negeri sangat
semakin besar. Dengan pertimbangan yang sama, berlebihan dan tidak terkendali. Peraturan tersebut
opsi debt for development swap juga perlu dieksplo- memuat rambu-rambu tentang ‘prudential borrowing
rasi dengan segera guna membantu mengurangi level guidance’, baik yang bersifat kualitatif maupun
utang luar negeri pemerintah. kuantitatif.
Ketiga, penanganan utang Indonesia dalam Terakhir, di samping berbagai tindakan yang
jangka menengah-panjang terutama terkait dengan sifatnya kuratif, peran aktif pemerintah juga diperlu-
kejelasan stance dan arah kebijakan Pemerintah kan dalam menyiapkan perangkat hukum yang
dalam bidang ini. Mengingat masalah utang yang komprehensif dan mengimplementasikannya di
dihadapi Indonesia bersifat pelik dan multi-dimen- lapangan secara kredibel dan sungguh-sungguh
sional, stance dan arah kebijakan Pemerintah ini dalam rangka turut mencegah berulangnya krisis
harus bersifat komprehensif, tidak hanya terkait de- utang di kemudian hari.

140
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

bab 8 PERBANKAN DAN


LEMBAGA KEUANGAN LAIN

141
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

bab 8

PERBANKAN DAN
LEMBAGA KEUANGAN LAIN

S ecara umum kinerja sektor perbankan menun-


jukkan perbaikan dalam tahun 2001 setelah
berakhirnya program rekapitalisasi perbankan pada
pada tahun 2001 yaitu pemenuhan Capital Adequacy
Ratio (CAR) minimum 8% dan target indikatif non
Performing Loans (NPLs) sebesar 5%. Sementara
tahun 2000. Hal ini terutama ditunjukkan dengan itu, lambatnya restrukturisasi kredit dan korporasi
membaiknya struktur permodalan sektor perbankan, dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti ketidak-
menurunnya Non Performing Loans (NPLs), dan sesuaian terms and conditions antara debitur dan
meningkatnya Net Interest Margin (NIM). Sejalan kreditur, menurunnya nilai agunan kredit yang dikelola
dengan membaiknya kinerja sektor perbankan, kinerja oleh BPPN, meningkatnya country risk yang
lembaga keuangan lainnya seperti perusahaan menyebabkan biaya bunga lebih mahal serta meng-
pembiayaan dan perum pegadaian juga mengalami hambat investor asing untuk mengambil alih utang
perbaikan. Meskipun perbankan mengalami per- luar negeri perusahaan, volatilitas nilai tukar, serta
baikan kinerja, namun lembaga ini masih menghadapi ketidakpastian dalam masalah hukum.
tantangan berupa fungsi intermediasi yang belum Menghadapi tantangan-tantangan tersebut di
sepenuhnya pulih dalam mendukung proses pe- atas, Bank Indonesia selain tetap melanjutkan
mulihan ekonomi. Sementara itu, fungsi intermediasi program restrukturisasi perbankan juga mendorong
pembiayaan keuangan di luar sektor perbankan bank-bank untuk lebih memfokuskan pemberian kredit
walaupun menunjukkan kenaikan, kontribusinya ke sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) maupun
terhadap perekonomian masih relatif kecil di- Proyek Kredit Mikro (PKM) dengan tetap mem-
bandingkan dengan total pembiayaan kredit per- perhatikan prinsip-prinsip pemberian kredit yang
bankan. sehat. Kedua sektor ini memiliki peranan yang bersifat
Fungsi intermediasi perbankan yang belum langsung terhadap sektor riil dan masih memiliki
sepenuhnya pulih tercermin dari Loan to Deposit Ratio potensi yang sangat besar untuk dikembangkan guna
(LDR) yang dimiliki perbankan nasional yang tidak mendorong pemulihan perekonomian.
banyak mengalami perubahan dalam dua tahun
terakhir. Beberapa faktor yang mempengaruhi kondisi PERBANKAN
tersebut antara lain adalah masih berlangsungnya Dalam tahun laporan, kebijakan perbankan
upaya konsolidasi internal perbankan dan lambatnya nasional masih tetap diarahkan pada restrukturisasi
proses restrukturisasi kredit dan korporasi. Upaya perbankan yang berkesinambungan yang mencakup
konsolidasi internal terkait dengan pencapaian dua bagian besar, yaitu program penyehatan per-
sasaran strategis program restrukturisasi perbankan bankan, dan pemantapan ketahanan sistem per-

142
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

bankan. Untuk menciptakan perbankan yang sehat Indonesia tetap konsisten mendorong bank-bank
dalam menghadapi berbagai eksposur risiko yang untuk meningkatkan mutu pengelolaan bank (Good
semakin kompleks, Bank Indonesia secara khusus Governance) serta memperkuat infrastruktur per-
lebih menitikberatkan pada upaya pencapaian CAR bankan dengan mendorong perluasan jaringan bank
minimum 8% dan pencapaian target indikatif NPLs syariah dan pemberdayaan Bank Perkreditan Rakyat
5% pada akhir tahun 2001. Dalam rangka pemenuhan (BPR).
modal minimum, kebijakan yang diambil antara lain Berbagai kebijakan perbankan yang di-
meminta bank-bank untuk menambah setoran modal, tempuh telah memberikan hasil positif pada kinerja
menggabung bank melalui merger, dan mencari perbankan dalam tahun laporan. Hal ini tercermin dari
strategic investor baru baik domestik maupun asing. peningkatan total aset, dana pihak ketiga, penyaluran
Namun demikian bagi bank-bank yang setelah di- kredit baru, kualitas kredit, permodalan, serta pro-
lakukan upaya tersebut masih tidak mampu meme- fitabilitas perbankan. Seiring dengan terus berjalannya
nuhi ketentuan modal minimum diberikan alternatif proses restrukturisasi perbankan dan masih ber-
terakhir untuk mengikuti exit policy. Sampai dengan lakunya program penjaminan pemerintah yang ber-
akhir tahun 20011 jumlah bank yang telah memenuhi hasil menjaga kepercayaan masyarakat terhadap
ketentuan CAR minimum 8% berjumlah 138 (95%) perbankan, mobilisasi dana pihak ketiga dari masya-
dari 145 bank. rakat oleh perbankan mengalami peningkatan dan
Dalam hal pemenuhan target indikatif NPLs, pada gilirannya mendorong penyaluran kredit baru
perbankan telah melakukan berbagai upaya antara perbankan kepada dunia usaha.
lain melakukan restrukturisasi kredit baik melalui per- Perkembangan kinerja perbankan yang
bankan sendiri maupun melalui fasilitasi Satuan membaik tersebut masih belum mampu meningkatkan
Tugas (Satgas) Kredit Bank Indonesia, melakukan fungsi intermediasi secara keseluruhan. Hal ini
penghapusbukuan (write-off) atas portofolio NPLs, tercermin dari masih tingginya porsi obligasi peme-
dan meningkatkan penyaluran kredit baru. Sampai rintah di dalam aset perbankan dan porsi bunga
akhir periode laporan, meskipun angka NPLs nasional obligasi pemerintah di dalam net interest margin bank.
membaik namun posisinya baru mencapai 12,1% dan Sementara itu, walaupun ekspansi kredit baru telah
masih jauh dari harapan yang telah ditargetkan. menunjukkan peningkatan, namun pemanfaatannya
Seiring dengan upaya tersebut, dalam hal masih relatif rendah dibandingkan dengan komitmen
pemantapan ketahanan sistem perbankan, Bank kredit yang telah disediakan oleh perbankan berkaitan
Indonesia juga tetap menyempurnakan pola dengan masih tingginya faktor risiko yang dihadapi
pengawasan bank yang mengacu pada 25 Basel Core dunia usaha.
Principles for Effective Banking Supervision, yang
telah berlaku secara internasional. Selain itu, Bank Kebijakan Perbankan
Kebijakan perbankan pada tahun laporan
1 Data sampai dengan November 2001 secara khusus ditujukan untuk mencapai dua sasaran

143
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

strategis yaitu pencapaian target CAR minimum 8% secara khusus ditujukan untuk memenuhi kesepaka-
dan target indikatif NPLs maksimum 5%. Selain itu tan LoI dengan IMF, yaitu menitikberatkan pada target
Bank Indonesia tetap melanjutkan kebijakan per- pencapaian CAR minimum 8% dan pencapaian target
bankan yang telah berjalan yaitu (i) program penye- indikatif NPLs 5% yang harus dipenuhi oleh bank-
hatan lembaga perbankan melalui program penjami- bank pada akhir tahun 2001. Hal ini bertujuan untuk
nan pemerintah bagi bank umum dan BPR, peman- memperkuat permodalan bank-bank sehingga
tauan program rekapitalisasi bank umum, dan melan- mereka mampu menghadapi segala macam eksposur
jutkan restrukturisasi kredit perbankan; serta (ii) upaya risiko yang akan muncul dikemudian hari sekaligus
lebih meningkatkan ketahanan sistem perbankan, untuk memenuhi standar yang telah berlaku secara
melalui pengembangan infrastuktur perbankan, internasional.
peningkatan mutu pengelolaan perbankan (good
corporate governance), serta penyempurnaan Program Penjaminan
ketentuan perbankan dan pemantapan sistem penga- Dalam rangka menjaga kepercayaan
wasan bank yang mengacu pada 25 Basel Core masyarakat terhadap sistem perbankan, pemerintah
Principles for Effective Banking Supervision. tetap memberlakukan program penjaminan untuk
Berdasarkan penilaian (assesment) terakhir yang bank umum dan BPR. Sementara itu, kajian tentang
dilakukan International Monetary Fund (IMF) pada kemungkinan dihapuskannya program blanket
bulan September 2000 dari 25 Core Principles (CP) guarantee secara bertahap terus dilakukan agar
tersebut, Indonesia sudah mematuhi dan me- rencana pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan
laksanakan (fully compliant) 2 principles yaitu CP-1 (LPS) segera dapat direalisasikan.
mengenai Preconditions for Effective banking Dalam pada itu, pelaksanaan program
Supervision yang mencakup Objectives, Independ- penjaminan terkait dengan interbank debt exchange
ence and Resources, Legal Framework, Enforcement offer masih dilaksanakan oleh Bank Indonesia.
Powers, dan Legal Protection; serta CP-2 mengenai Selama tahun laporan telah dilakukan pembayaran
Permissible Activities of Banks. Sementara itu juga pokok dan bunga atas interbank debt exchange offer
terdapat 5 CP lainnya yang sudah mencapai Largely sebesar $902,3 juta yang merupakan bagian dari
Compliant. penerbitan obligasi pemerintah dalam rangka program
penjaminan sebesar Rp53,8 triliun yang diterbitkan
Program Penyehatan Perbankan pada tahun 1999.
Kebijakan penyehatan perbankan dalam Selain itu, sebagai kelanjutan pelaksanaan
tahun 2001 diarahkan untuk melanjutkan program penjaminan BPR, pada tahun laporan telah disele-
penjaminan pemerintah dengan tetap melakukan saikan penyusunan pedoman operasional tata cara
pengkajian pembentukan lembaga penjamin sim- pelaksanaan jaminan pemerintah terhadap kewajiban
panan serta proses restrukturisasi kredit. Pelaksa- pembayaran BPR dalam bentuk Peraturan Bank
naan kebijakan program penyehatan perbankan Indonesia (PBI) tentang penjaminan dan exit policy

144
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

untuk BPR. Dalam PBI ini antara lain dijelaskan portofolio perdagangan dan dalam portofolio yang
bahwa program penjaminan BPR untuk sementara diagunkan masing-masing sebesar Rp61,2 triliun dan
waktu dilaksanakan oleh Bank Indonesia yang Rp3,5 triliun, sedangkan obligasi dalam portofolio
bertindak untuk dan atas nama pemerintah sampai investasi sebesar Rp370,6 triliun. Posisi obligasi
dengan terbentuknya LPS BPR. pemerintah yang diterbitkan dalam rangka program
rekapitalisasi bank-bank umum nasional pada tahun
Program Rekapitalisasi Bank Umum laporan tercatat sebesar Rp435,3 triliun (Tabel 8.1).
Dengan selesainya pelaksanaan program
rekapitalisasi pada tahun 2000, permodalan bank Program Restrukturisasi Kredit
diharapkan tidak lagi menjadi kendala utama bagi Upaya restrukturisasi kredit bermasalah yang
penyehatan perbankan. Obligasi yang dimiliki oleh berada dalam portofolio bank tetap dilakukan baik
perbankan dapat menjadi salah satu sumber oleh bank sendiri maupun melalui Satuan Tugas
pendanaan bagi bank rekap baik dengan cara menjual Restrukturisasi Kredit (Satgas) di Bank Indonesia.
maupun mengagunkannya. Sementara itu, Badan Penyehatan Perbankan
Guna mendukung pemulihan fungsi inter- Nasional (BPPN) juga tetap melakukan restrukturisasi
mediasi perbankan dan pengembangan pasar sekun- atas kredit bermasalah yang dialihkan dari bank-bank
der obligasi, Pemerintah dan Bank Indonesia telah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan bank-bank
memperbolehkan seluruh (100%) obligasi rekap yang peserta program rekapitalisasi. Sementara itu,
dimiliki perbankan untuk diperdagangkan (lihat Bab restrukturisasi terhadap utang luar negeri perusahaan
Moneter). Namun sampai akhir periode laporan, jum- swasta non-bank masih dilakukan melalui Prakarsa
lah obligasi pemerintah yang diperdagangkan hanya Jakarta.
sebesar Rp64,7 triliun (14,9% dari total obligasi Sampai dengan November 2001, kredit
rekapitalisasi) yang terdiri dari obligasi dalam bermasalah di luar BPPN yang sudah direstrukturisasi
baik oleh bank sendiri maupun yang dilakukan melalui
Tabel 8.1
mediasi Satgas yang telah memasuki tahap imple-
Rincian Posisi Nominal Obligasi Pemerintah
Dalam Program Rekapitalisasi mentasi tercatat sebesar Rp91,8 triliun dengan jumlah
(Per 31 Desember 2001)
debitur sebanyak 21.824 debitur. Sesuai dengan
Nominal Obligasi (Triliun Rp)
Kelompok Bank Jumlah Total Keputusan Gubernur Bank Indonesia No.1/15/
Bank Fixed Rate Variable Rate Hedge Bond (Triliun Rp)
Perbankan 163,3 217,8 40,4 421,4 KEP.GBI/1999 tanggal 1 September 1999 masa kerja
Bank Persero 4 123,2 112,2 28,5 263,9
BTO 4 28,9 74,3 - 103,1
Satgas Restrukturisasi Kredit (SRK) di Bank
Bank Rekap 7 4,0 12,5 11,9 28,4
Indonesia adalah 3 tahun sehingga pada tanggal 31
BPD 12 0,4 0,8 - 1,2
Non Rekap - 6,7 18,0 - 24,8 Desember 2001 masa kerja SRK Bank Indonesia
Sub-registry - 11,3 1,7 - 13,0
Departemen telah berakhir. Sementara itu, posisi kredit yang
Keuangan - 0,9 - - 0,9
dialihkan ke BPPN hingga akhir Desember 2001
TOTAL 175,5 219,5 40,4 435,3
sebesar Rp 310,7 triliun, dimana Rp19,9 triliun sudah

145
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

memasuki tahap implementasi restrukturisasi dan upaya pengembangan BPR dan bank syariah serta
yang terbayar penuh Rp12,2 triliun. Sedangkan kredit persiapan penggantian program blanket guarantee
yang telah direstrukturisasi dan terbayar penuh dengan pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan
melalui mediasi Prakarsa Jakarta per Desember 2001 (LPS) guna mendukung infrastruktur sistem per-
adalah sebesar $14,2 miliar. bankan yang mantap dan menjaga kepercayaan
masyarakat terhadap perbankan.
Peningkatan Ketahanan Sistem Perbankan
Upaya peningkatan ketahanan sistem Pengembangan BPR
perbankan melalui perbaikan infrastruktur, pening- Dalam periode laporan, kerjasama dengan
katan Good Corporate Governance dan penyempur- GTZ dalam proyek ProFI (Promotion of Small Finan-
naan peraturan perbankan serta pemantapan sistem cial Institution) serta dengan United States Agencies
pengawasan bank terus dilakukan dan telah menun- for International Development (USAID) dan Institut
jukkan beberapa kemajuan. Sebagaimana tahun Bankir Indonesia (IBI), dalam bentuk penelitian dan
sebelumnya, beberapa indikasi kemajuan masih seminar tetap dilakukan untuk lebih memberdayakan
ditandai oleh : (i) perbaikan infrastruktur perbankan serta meningkatkan pengawasan BPR.
yang tercermin dari pengembangan BPR dan per- Hal-hal lain yang dilakukan untuk pengem-
bankan syariah, pengkajian pembentukan Lembaga bangan BPR adalah pembuatan program database
Penjamin Simpanan baik untuk bank umum maupun BPR yang telah melalui suatu pengujian berupa
BPR sebagai pengganti program penjaminan system test oleh Direktorat Teknologi Informasi (DTI)
pemerintah; (ii) peningkatan mutu pengelolaan bank Bank Indonesia dan user acceptance test oleh Tim
(Good Governance) dengan tetap melaksanakan fit Pengembangan Database Bank Indonesia. Program
and proper test, penetapan proses seleksi yang lebih ini telah disosialisasikan dan diimplementasikan di
ketat terhadap calon pengurus baru di bidang per- lingkungan Kantor Pusat Bank Indonesia. Program
bankan, penunjukan direktur kepatuhan, dan penye- database ini memuat mengenai data pokok, tingkat
rahan kasus hasil investigasi tindak pidana di bidang kesehatan, laporan bulanan, dan statistik BPR se
perbankan kepada lembaga penegak hukum; serta Indonesia yang sangat diperlukan dalam fungsi
(iii) penyempurnaan berbagai ketentuan dan sistem pengawasan BPR.
pengawasan bank yang berbasis risiko (risk based Disamping itu, telah disusun konsep keten-
supervison) yang berorientasi ke depan (forward tuan penilaian fit and proper khusus untuk pemilik dan
looking) yang mengacu standar Bank for International pengurus BPR. Ketentuan ini diharapkan dapat
Settlements (BIS). memberikan landasan penilaian terhadap orang-
orang yang mampu dan pantas dalam pengelolaan
Perbaikan Infrastruktur Perbankan BPR. Sebagai kelanjutan dari program restrukturisasi
Langkah perbaikan infrastruktur perbankan BPR tahun sebelumnya, pada bulan Desember 2001
selama tahun laporan tetap diwujudkan dalam bentuk telah dibekukan 15 BPR.

146
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

Pengembangan Bank Syariah dan Kualitas Aktiva Produktif (KAP) bagi bank syariah
Dalam rangka pengembangan perbankan telah selesai dilaksanakan dan masih terus dilakukan
syariah yang sebelumnya hanya ditangani dalam penyempurnaan.
suatu Tim Kerja, sejak akhir Mei 2001 Bank Indonesia Program sosialisasi dalam rangka pening-
secara kelembagaan telah membentuk Biro Per- katan pemahaman masyarakat terhadap perbankan
bankan Syariah. Peningkatan status tersebut men- syariah terus dilaksanakan secara intensif di berbagai
cerminkan komitmen Bank Indonesia untuk mem- daerah melalui kerjasama dengan Majelis Ulama dan
berikan alternatif bagi masyarakat dalam memilih perguruan tinggi setempat. Disamping itu, Bank
sistim perbankan yang sesuai, baik dengan sistem Indonesia telah melakukan penelitian yang terkait
konvensional maupun dengan sistem syariah. Ke- dengan produk, jasa dan pengaturan perbankan
bijakan Bank Indonesia dalam mendorong pengem- syariah dalam bentuk kajian tentang : (i) pengem-
bangan perbankan syariah tetap berlandaskan pada bangan instrumen waqaf tunai; (ii) kinerja BPR syariah
strategi pengembangan jaringan kantor bank syariah, di wilayah Jabotabek; (iii) penempatan aktiva produktif
penyempurnaan ketentuan perbankan syariah, bank umum syariah; (iv) reserve requirement bagi
sosialisasi dan penelitian, serta pengembangan SDM bank syariah, dan (v) fasilitas pembiayaan jangka
perbankan syariah. pendek (FPJP) bagi bank umum syariah.
Pengembangan jaringan kantor bank syariah Dalam rangka pengembangan SDM, telah
terutama ditujukan untuk meningkatkan pelayanaan dilakukan program seminar dan pelatihan yang
jasa perbankan syariah khususnya di wilayah-wilayah bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan
potensial dimana belum terdapat kantor bank syariah, wawasan dalam berbagai bidang yang terkait dengan
sementara berdasarkan penelitian, masyarakat perbankan syariah. Sebagai bentuk bantuan teknis
menginginkan kehadiran kantor bank syariah. bagi perbankan serta dalam rangka pembinaan dan
Penyempurnaan ketentuan perbankan pengembangan kompetensi dan profesionalisme
syariah mencakup penyusunan kajian awal cetak biru pengurus BPR syariah, Bank Indonesia pada tahun
pengembangan perbankan syariah yang diharapkan laporan telah melaksanakan pelatihan Up-Grading
akan menjadi acuan dalam program pengembangan bagi direksi dan senior officer BPR syariah seluruh
perbankan syariah. Penyelesaian Pernyataan Stan- Indonesia.
dar Akuntansi Perbankan Syariah (PSAKS) dan
pedoman teknis dalam bentuk Pedoman Akuntansi Lembaga Penjamin Simpanan
Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI) telah mema- Dalam tahun laporan, tim Kerja Persiapan
suki tahap finalisasi. Dewan Syariah Nasional telah Pendirian LPS telah merampungkan konsep akhir ran-
memberikan persetujuan terhadap draft PSAKS cangan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) yang
tersebut sehingga tinggal menunggu pengesahan dari memuat tahapan pengurangan cakupan penjaminan
Dewan Standar Akuntansi Indonesia. Sementara itu, (phasing-out) dalam Program Penjaminan Peme-
survei dan simulasi implementasi konsep awal CAR rintah sebagaimana diatur dalam KMK No. 179/

147
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

KMK.017/2000. Dalam waktu dekat, rancangan KMK telah menyempurnakan beberapa ketentuan per-
tersebut akan disampaikan kepada Tim Pengarah bankan dan lebih memantapkan sistem pengawasan
yang selanjutnya akan dipresentasikan kepada bank. Penyempurnaan ketentuan perbankan antara
Gubernur Bank Indonesia, Menteri Keuangan dan lain mencakup ketentuan mengenai proyek kredit
pimpinan instansi terkait lainnya sebelum secara mikro (PKM), kredit usaha kecil (KUK), pembatasan
formal ditetapkan berlaku. transaksi rupiah dan pemberian kredit valuta asing
Bersamaan dengan itu, proses penyusunan oleh bank, peningkatan persentase portofolio obligasi
RUU LPS juga masih berlangsung intensif dengan pemerintah yang dapat diperdagangkan oleh bank
beberapa muatan bahasan yang dipandang relatif umum peserta program rekapitalisasi perbankan,
baru. Muatan bahasan dimaksud diantaranya adalah penjaminan atas simpanan pihak ketiga dan pasar
usulan menghapus terminologi Bank Dalam uang antar bank (PUAB), penerapan prinsip mengenal
Penyehatan (BDP) karena pola penyelesaian bank nasabah (Know Your Customer Principles), persya-
bermasalah (exit policy) yang akan dilakukan akan ratan dan tata cara pelaksanaan jaminan pemerintah
sama sekali berbeda dengan yang berlaku saat ini. terhadap kewajiban pembayaran BPR, penetapan
Sementara itu, proses sosialisasi kepada status BPR dalam pengawasan khusus dan pem-
publik perihal rencana pendirian LPS dipandang bekuan kegiatan usaha, laporan berkala bank umum,
masih relevan untuk dilanjutkan sebagai upaya kewajiban penyediaan modal minimum, transparansi
mendapatkan masukan yang lebih komprehensif atas kondisi keuangan bank, serta penetapan status bank
rencana pendirian LPS di Indonesia. Kelanjutan dan penyerahan bank kepada BPPN (exit policy).
sosialisasi LPS ini direncanakan akan berlangsung Sementara itu, pemantapan sistem pengawasan bank
di kota-kota besar yang dipandang memiliki kegiatan
ekonomi yang cukup signifikan. Tabel 8.2
Hasil Penilaian IMF Terhadap Pemenuhan 25
Sementara itu untuk BPR telah disusun Basel Core Principles
konsep pendirian LPS BPR yang selanjutnya akan Degree of Compliance Principles Remarks
(Tingkat Kepatuhan) (Penjelasan)
dilakukan pembahasan dengan tim LPS Departemen
1. Compliant (2 CPs) • CP. 1 (1) Objectives
Keuangan guna membahas mengenai kemungkinan • CP. 1 (2) Independence and
Resources
penggabungan LPS Bank Umum dengan BPR. • CP. 1 (3) Legal Framework
• CP. 1 (4) Enforcement Powers
• CP. 1 (5) Legal Protection
• CP. 2 Permissible Activities
Penyempurnaan Ketentuan dan Pemantapan Pengawasan
2. Largely Compliant, and
Bank • Efforts to achieve fully • CP. 21 Accounting
compliance underway • CP. 22 Remedial Measures
Dengan semakin berkembangnya produk dan (2 CPs);
• Efforts to achieve fully • CP. 1 (6) Information Sharing
permasalahan perbankan, Bank Indonesia terus compliance not
underway • CP. 5 Investment Criteria
melakukan penyempurnaan ketentuan perbankan (4 Cps) • CP. 24 Host Country Supervision
• CP. 25 Supervision of Foreign
serta pemantapan fungsi pengawasan bank. Dalam
Establishment
kaitan tersebut, pada tahun laporan Bank Indonesia

148
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

dilakukan dengan perubahan paradigma pengawasan ran berkala bank umum mewajibkan bank umum
menjadi berorientasi ke depan (forward looking), untuk memberikan informasi yang akurat, tepat
dengan berdasarkan pada pengawasan berbasis waktu dan effisien dalam rangka kebijakan mone-
risiko (risk based supervision). Dalam kaitan tersebut, ter. Hal-hal yang diatur antara lain jenis laporan
telah disusun Master Plan Peningkatan Efektivitas yang disampaikan; periode dan prosedur untuk
Pengawasan Bank yang mengacu pada standar penyampaian dan koreksi laporan; serta, sanksi
internasional dengan 25 Basel Core Principles for atas pelanggaran ketentuan tersebut. Ketentuan
Effective Banking Supervision. Berdasarkan penilaian CAR mempersyaratkan bank-bank menyediakan
IMF, Bank Indonesia telah fully compliant (mematuhi CAR minimum 8% dalam rangka memperkuat
dan melaksanakan) 2 principles yaitu CP-1 mengenai struktur permodalan bank sesuai dengan standar
Preconditions for Effective banking Supervision yang internasional sehingga mampu bersaing secara
mencakup Objectives, Independence and Resources, nasional maupun internasional. Ketentuan trans-
Legal Framework, Enforcement Powers, dan Legal paransi kondisi keuangan bank merupakan salah
Protection; serta CP-2 mengenai Permissible Activities satu upaya untuk meningkatkan transparansi
of Banks. Sementara itu juga terdapat 5 CP lainnya kondisi keuangan dan kinerja bank dalam rangka
yang sudah mencapai Largely Compliant, seba- menciptakan disiplin pasar (market discipline).
gaimana Tabel 8.2. Sedangkan ketentuan exit policy merupakan
tindak lanjut dari ketentuan CAR minimum 8%
Penyempurnaan Ketentuan Perbankan serta untuk meningkatkan fungsi pengawasan
Selama tahun laporan Bank Indonesia telah bank.
mengeluarkan beberapa ketentuan yang ruang (ii) Ketentuan yang dikeluarkan dalam lingkup prinsip
lingkupnya meliputi: (i) sistem pengawasan; (ii) prinsip kehati-hatian mencakup proyek kredit mikro,6
kehati-hatian (prudential banking); (iii) likuiditas pemberian kredit usaha kecil, 7 pembatasan
perbankan; serta, (iv) penjaminan pemerintah. transaksi rupiah dan pemberian kredit valuta
(i) Ketentuan yang dikeluarkan dalam lingkup sistem asing oleh bank, 8 dan penerapan prinsip
pengawasan mencakup laporan berkala bank mengenal nasabah (Know Your Customer
umum,2 kewajiban penyediaan modal minimum Principles) .9 Ketentuan pemberian kredit usaha
bank umum (CAR), 3 transparansi kondisi
keuangan bank4 dan exit policy.5 Ketentuan lapo- 6 Peraturan Bank Indonesia No.3/1/PBI/2001 tanggal 4 Januari 2001
tentang Proyek Kredit Mikro sebagaimana telah diubah dengan PBI
No.8/1/2001 tanggal 25 April 2001 dan PBI No.3/16/2001 tanggal 3
2 Peraturan Bank Indonesia No.3/17/PBI/2001 tanggal 4 Oktober 2001 Oktober 2001.
tentang Laporan Berkala Bank Umum. 7 Peraturan Bank Indonesia No.3/2/PBI/2001 tanggal 4 Januari 2001
3 Peraturan Bank Indonesia No.3/21/PBI/2001 tanggal 13 Desember tentang Pemberian Kredit Usaha Kecil.
2001 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum. 8 Peraturan Bank Indonesia No.3/3/PBI/2001 tanggal 12 Januari 2001
4 Peraturan Bank Indonesia No.3/22/PBI/2001 tanggal 13 Desember tentang Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta
2001 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank. Asing oleh Bank.
5 Peraturan Bank Indonesia No.3/25/PBI/2001 tanggal 24 Desember 9 Peraturan Bank Indonesia No.3/23/PBI/2001 tanggal 13 Desember
2001 tentang Penetapan Status Bank dan Penyerahan Bank kepada 2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your
BPPN. Customer Principles).

149
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

kecil pada intinya meningkatkan jumlah plafon (iv) Dalam kaitan dengan penjaminan pemerintah,
kredit keseluruhan maksimum kepada nasabah ketentuan yang dikeluarkan mencakup jaminan
kecil untuk membiayai usaha yang produktif dari pembiayaan perdagangan internasional, 11
Rp350 juta menjadi Rp500 juta. Ketentuan penjaminan atas simpanan pihak ketiga dan
pembatasan transaksi rupiah dan pemberian PUAB, 12 petunjuk pelaksanaan pemberian
kredit valuta asing oleh bank merupakan salah jaminan pemerintah terhadap kewajiban
satu cara untuk membatasi aliran dana rupiah ke pembayaran bank umum,13 persyaratan dan tata
luar negeri yang dapat digunakan untuk tujuan cara pelaksanaan jaminan pemerintah terhadap
spekulasi disamping mendorong transaksi kewajiban BPR,14 dan jaminan pinjaman luar
antarbank domestik. Sedangkan ketentuan Know negeri antar bank.15 Ketentuan penjaminan atas
Your Customer Principles merupakan salah satu simpanan pihak ketiga dan PUAB antara lain
upaya penerapan prinsip kehati-hatian terutama menetapkan perubahan periode pengumuman
berkaitan dengan manajemen risiko operasional suku bunga maksimum penjaminan yang
dan reputasional bank serta untuk mencegah sebelumnya mingguan menjadi bulanan. Hal ini
industri perbankan digunakan sebagai sarana dilakukan dalam rangka mengurangi pengaruh
atau sasaran kejahatan baik yang dilakukan penetapan maksimum suku bunga yang dijamin
secara langsung maupun tidak langsung oleh pemerintah terhadap kebijakan moneter. Sedang-
pelaku kejahatan. kan ketentuan petunjuk pelaksanaan pemberian
(iii) Ketentuan yang dikeluarkan dalam lingkup jaminan pemerintah terhadap kewajiban pemba-
likuiditas bank mencakup peningkatan per- yaran bank umum diterbitkan dalam rangka
sentase portofolio obligasi pemerintah yang dapat pengalihan tugas pelaksanaan program pen-
diperdagangkan oleh bank umum peserta pro- jaminan pemerintah yang semula pelaksanaannya
gram rekapitalisasi perbankan.10 Ketentuan ini dibantu oleh Bank Indonesia, saat ini menjadi
merupakan perubahan dari SE No.3/6/DPM sepenuhnya dilaksanakan oleh BPPN.
dimana persentase perdagangan ditingkatkan
dari 35% menjadi 100% yang antara lain bertu- 11 Peraturan Bank Indonesia No.3/20/PBI/2001 tanggal 29 November
2001 tentang Jaminan Pembiayaan Perdagangan Internasional.
juan untuk mengantisipasi penggunaan obligasi 12 Peraturan Bank Indonesia No.3/5/PBI/2001 tanggal 22 Maret 2001
tentang Penjaminan Atas Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang
pemerintah sebagai agunan dalam transaksi
Antar Bank.
PUAB maupun fasilitas likuiditas intrahari dan me- 13 Peraturan Bank Indonesia No.3/7/PBI/2001 tanggal 2 April 2001
tentang Pencabutan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor
ningkatkan fleksibilitas pasar dalam perdagangan 32/46/KEP/DIR tanggal 14 Mei 1999 sebagaimana tertuang dalam
Surat Keputusan Bersama antara Direksi Bank Indonesia dan Ketua
obligasi pemerintah di pasar sekunder. BPPN No.32/46/KEP/DIR dan No.181/BPPN/0599 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pemberian Jaminan Pemerintah Terhadap Kewajiban
Pembayaran Bank Umum.
14 Peraturan Bank Indonesia No.3/12/PBI/2001 tanggal 9 Juli 2001
10 Surat Edaran Bank Indonesia No.3/18/DPM tanggal 31 Juli 2001 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pelaksanaan Jaminan
tentang Peningkatan Prosentase Portofolio Obligasi Pemerintah Pemerintah Terhadap Kewajiban Pembayaran BPR.
yang dapat Diperdagangkan oleh Bank Umum Peserta Program 15 Peraturan Bank Indonesia No.3/14/PBI/2001 tanggal 20 September
Rekapitalisasi Perbankan. 2001 tentang Jaminan Pinjaman Luar Negeri Antar Bank.

150
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

(v) Dalam hal Pedoman Akuntansi Perbankan, Bank dari ancaman penutupan karena CAR-nya di bawah
Indonesia telah melakukan penyempurnaan ketentuan Bank Indonesia. Untuk itu BPPN me-
Pedoman Akuntansi Indonesia (PAPI) yang mulai ngajukan permohonan kepada Bank Indonesia agar
berlaku pada tanggal 13 Desember 2001. PAPI memberi status Bank Dalam Penyehatan (BDP)
merupakan penjabaran lebih lanjut Pernyataan kepada 4 bank BUSN peserta rekap tersebut dan saat
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 31 ini masih dalam proses. Sedangkan untuk 2 bank
(Revisi 2000) tentang Akuntansi Perbankan dan BUSN kategori A telah memberikan komitmen untuk
beberapa standar akuntansi lain yang relevan menambah modal.
untuk industri perbankan. PAPI yang disempur- Sementara itu rencana pendirian lembaga
nakan memiliki cakupan pengaturan yang lebih pengawas jasa keuangan, sebagaimana tertuang
komprehensif dalam hal dasar pengaturan, dalam UU No.23/1999 tentang Bank Indonesia,
perlakuan akuntansi, ilustrasi jurnal dan pengung- hingga periode laporan masih dalam proses pe-
kapan yang diwajibkan. rumusan konsep Rancangan Undang-undang lem-
baga pengawas jasa keuangan (Boks : Lembaga
Pemantapan Sistem Pengawasan Bank Pengawas Jasa Keuangan).
Berdasarkan perkembangan pelaksanaan
Master Plan Pengawasan Bank dalam rangka Peningkatan Mutu Pengelolaan Perbankan (good corporate
pemenuhan Basel Core Principles dan dalam upaya governance)
meningkatkan prinsip kehati-hatian (prudential Pelaksanaan fit and proper test terhadap
regulation), pada periode laporan telah diterbitkan pemilik dan pengurus bank, wawancara bagi calon
tiga ketentuan perbankan, yaitu Peraturan Bank pemilik dan pengurus bank (new entry), penunjukan
Indonesia tentang Transparansi Kondisi Keuangan direktur kepatuhan, dan investigasi tindak pidana di
Bank, Kewajiban Penyediaan Modal Minimum, dan bidang perbankan terus dilakukan sebagai upaya
Penetapan Status Bank dan Penyerahan Bank untuk meningkatkan mutu pengelolaan perbankan
kepada BPPN. dalam rangka memantapkan ketahanan sistem
Sesuai ketentuan, bank-bank yang tidak perbankan.
memenuhi CAR 4% dimasukkan dalam pengawasan
Tabel 8.3
khusus (special surveillance). Pada periode laporan Hasil Pelaksanaan Peningkatan Mutu Pengelolaan
jumlah bank yang ditempatkan dalam pengawasan Perbankan Periode Juli 1999 - Desember 2001
Tidak
khusus sebanyak 6 bank yang terdiri dari 4 Bank Jumlah Lulus Lulus Masih Lulus/ Dibatalkan
Keterangan
Calon Disetujui Bersyarat Dalam Tidak
Umum Swasta Nasional (BUSN) peserta rekap dan Proses Disetujui
2 bank BUSN kategori A. BPPN merencanakan akan Fit and Proper Test 1.149 593 399 - 157 -
Wawancara
melakukan merger terhadap 4 bank BUSN peserta - Calon Pemilik 8 8 - - - -
- Calon Pengurus 775 690 - - 85 -
rekap dengan salah satu BTO. Merger tersebut Direktur Kepatuhan 248 189 - 7 34 18

dilakukan untuk menyelamatkan bank-bank tersebut

151
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

Pelaksanaan Penilaian Fit and Proper Republik Indonesia dan Kejaksaan Agung terus
Dalam rangka menegakkan integritas pemilik melakukan pertemuan dan pembahasan kasus-kasus
maupun integritas dan kompetensi Dewan Komisaris, tindak pidana yang terjadi pada beberapa bank
Direksi dan Pejabat Eksekutif Bank yang selama ini sebagai upaya untuk meningkatkan penanganan
telah aktif di bank (existing) dalam pengelolaan tindak pidana yang terjadi di bidang perbankan. Jum-
kegiatan operasional bank dilakukan penilaian fit and lah kasus dugaan tindak pidana di bidang perbankan
proper secara berkala atau sewaktu-waktu apabila yang diserahkan kepada penegak hukum oleh UKIP
dianggap perlu. Sejak tahun 1999 sampai dengan dari Januari sampai dengan akhir tahun laporan
tahun laporan telah dilakukan penilaian fit and proper sebanyak 5 kasus pada 4 bank.
terhadap 1.149 orang (pemilik dan pengurus bank). Disamping itu, UKIP telah melakukan
sosialisasi kepada masyarakat dan penegak hukum
Wawancara Terhadap Calon Pemilik dan Pengurus Bank mengenai upaya penanganan penyimpangan di
Agar bank hanya dimiliki oleh orang-orang bidang perbankan.
yang beritikad baik dan bertanggungjawab serta
dikelola secara profesional maka dilakukan wawan- Kelembagaan
cara terhadap calon pengurus baru (new entry) ter- Perkembangan Bank Umum
masuk pimpinan kantor perwakilan bank dan calon Hingga akhir tahun laporan, jumlah bank yang
pemilik bank. masih beroperasi menjadi 145 bank, turun sebanyak
Jumlah calon pengurus yang diwawancara 6 bank dari 151 bank pada tahun sebelumnya (Tabel
dalam tahun laporan bertambah sebanyak 40 calon, 8.4). Hal ini sejalan dengan upaya penutupan ter-
sehingga sejak Juli 1999 sampai dengan Desember hadap 1 (satu) bank umum swasta devisa dan 1 (satu)
2001 sebanyak 166 bank telah mengajukan per- bank campuran serta merger bank-bank campuran.
mohonan 783 calon yang terdiri dari 8 calon pemilik (Tabel 8.5)
dan 775 calon pengurus untuk diwawancara. Walaupun jumlah bank mengalami penu-
runan, jumlah kantor bank justru menunjukkan pe-
Direktur Kepatuhan (Compliance Director) ningkatan dari 6.509 kantor menjadi 6.765 kantor.
Untuk menegakkan pelaksanaan prinsip ke- Peningkatan tersebut terjadi pada semua kelompok
hati-hatian dalam pengelolaan bank, sampai dengan bank kecuali kelompok bank campuran. Peningkatan
akhir tahun laporan sebanyak 162 bank telah tersebut seiring dengan upaya bank untuk mening-
mengajukan sebanyak 248 orang calon Direktur katkan pelayanan dan ekspansi usaha.
Kepatuhan. Dari 145 bank yang ada, pemerintah mem-
punyai kepemilikan terhadap 42 bank (28,9%) yang
Investigasi Tindak Pidana di Bidang Perbankan terdiri dari 5 bank BUMN, 4 Bank Take Over (BTO), 7
Bank Indonesia melalui Unit Khusus BUSN Rekap dan 26 Bank Pembangunan Daerah
Investigasi Perbankan (UKIP) bersama Kepolisian (BPD)--terdiri dari 12 BPD Rekap dan 14 BPD Non

152
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

Tabel 8.4
Rekap. Sedangkan sisanya sebanyak 69 bank
Perkembangan Jumlah Bank dan Kantor bank kategori A (47,6%) dimiliki oleh swasta nasional, 24
Pertumbuhan bank campuran (16,6%) dimiliki oleh swasta nasional
Posisi Pangsa 1)
Kelompok Bank %
(%)
1999 2000 2001 2000 2001 dan asing, dan sebanyak 10 bank asing (6,9%) dimiliki
I. Bank Umum oleh pihak asing.
Jumlah Bank 164 151 145 -7,9 -4,0 100,00
Jumlah Kantor 2) 7.113 6.509 6.765 -8,5 3,9 100,00
Bank Persero
Jumlah Bank 5 5 5 0,0 0,0 3,45 Perkembangan BPR
Jumlah Kantor 1.853 1.736 1.807 -6,3 4,1 26,71
Dalam tahun laporan, jumlah BPR yang
BPD
Jumlah Bank 27 26 26 -3,7 0,0 17,93 masih beroperasi berkurang sebanyak 61 BPR
Jumlah Kantor 825 826 857 0,1 3,8 12,67
BUSN Devisa karena adanya pencabutan izin usaha BPR pada
Jumlah Bank 47 38 38 -19,1 0,0 26,21
bulan 2001 sehingga menjadi 7.703 BPR. BPR yang
Jumlah Kantor 3.798 3.302 3.432 -13,1 3,9 50,73
BUSN Nondevisa beroperasi dengan prinsip syariah tercatat sejumlah
Jumlah Bank 45 43 42 -4,4 -2,3 28,97
Jumlah Kantor 533 535 556 0,4 3,9 8,22 81 BPR, bertambah 2 dibandingkan posisi tahun
Bank Campuran
Jumlah Bank 30 29 24 -3,3 -17,2 16,55 sebelumnya. Dari sisi kegiatan usaha, BPR meng-
Jumlah Kantor 57 57 53 0,0 -7,0 0,78
alami kemajuan yang signifikan dan tercermin pada
Bank Asing
Jumlah Bank 10 10 10 0,0 0,0 6,90 peningkatan total aset, penyaluran kredit dan
Jumlah Kantor 47 53 60 12,8 13,2 0,89
pendanaan (Tabel 8.6). Kondisi ini mendorong pe-
II.BPR 7.772 7.764 7.703 -0,10 -0,8 -
ningkatan laba tahun berjalan dari Rp116 miliar pada
BKD 5.345 5.345 5.345 0 0,0 -
NonBKD 2.427 2.419 2.358 -0,33 -2,5 - tahun 2000 menjadi Rp200 miliar pada tahun lapo-
ran. Walaupun BPR belum dapat beroperasi seperti
1) Pangsa terhadap seluruh bank umum
2) Tidak termasuk BRI Unit Desa halnya bank umum yang melakukan penetrasi pasar

Tabel 8.5 pada segmen yang sama, namun perbaikan kinerja


Daftar Bank Merger, Bank Beku Kegiatan Usaha BPR menunjukkan tingginya tingkat kepercayaan
Tahun 2001
masyarakat terhadap BPR dan prospek BPR yang
Bank Merger Bank Beku Kegiatan Usaha
baik di masa datang.
Tgl 27 Maret 2001 menjadi
Bank Sumitomo Mitsui Indonesia Tgl 5 Februari 2001 :
Tabel 8.6
1. Bank Sakura Swadarma 1. Bank Paribas - BBD Indonesia
Perkembangan Usaha BPR
3. Bank Sumitomo Indonesia
Tgl 29 Oktober 2001 :
Tgl 7 September 2001 menjadi Uraian 1999 2000 20011)
Bank UFJ Indonesia 1. Unibank Miliar Rp
1. Sanwa Bank
Volume Usaha 3.462 4.731 6.020
2. Tokai Lippo Bank
Dana Pihak Ketiga 2.038 3.082 3.906
Tgl 28 September 2001 menjadi Kredit 2.452 3.619 4.496
Bank Mizuho Indonesia Modal Disetor 587 705 832
1. IBJ Indonesia
Laba (Rugi) Tahun Berjalan 7 116 200
2. Daichi Kangyo Bank
3. Fuji Internasional Bank
1) Data September 2001

153
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

Perkembangan Bank Syariah masih terus berlanjut telah mendorong perbaikan


Jumlah kantor cabang bank umum yang ber- kinerja perbankan. Secara agregat, seluruh indikator
operasi dengan prinsip syariah meningkat sebanyak kinerja perbankan dalam tahun 2001 menunjukkan
11 sehingga menjadi 130 kantor bank. Peningkatan perbaikan yang tercermin dari peningkatan total aset,
tersebut sejalan dengan kebijakan pengembangan penghimpunan dana, penyaluran kredit, kualitas
bank syariah. Secara rinci, jumlah kantor cabang kredit, permodalan, dan profitabilitas bank (Tabel 8.7).
tersebut terdiri dari 37 kantor cabang Bank Muamalat Meskipun kinerja perbankan mengalami
Indonesia dan Bank Syariah Mandiri, 12 Kantor perbaikan, fungsi intermediasi perbankan masih
Cabang Syariah (KCS) dari 3 bank umum konven- belum sepenuhnya pulih sebagaimana yang diharap-
sional yaitu Bank IFI, Bank BNI dan Bank Jabar, serta kan. Dalam penempatan dananya, perbankan masih
81 BPR syariah. melihat tingginya risiko dunia usaha dan cenderung
Pada periode laporan, total aset bank syariah untuk memilih alternatif penanaman berjangka waktu
mengalami peningkatan dari Rp1,71 triliun (0,17% dari pendek dengan risiko rendah seperti SBI dan
total aset perbankan) menjadi Rp2,6 triliun (0,24% penempatan antarbank. Selain itu, masih ber-
dari total aset perbankan). Peningkatan juga terjadi langsungnya proses konsolidasi internal perbankan
pada dana yang dihimpun maupun pembiayaan yang dalam rangka pemenuhan kebutuhan modal minimum
disalurkan masing-masing sebesar Rp1,7 triliun dan pada akhir tahun 2001 dan belum selesainya proses
Rp1,9 triliun. Kondisi ini sejalan dengan peningkatan restrukturisasi kredit dan korporasi juga ikut
jumlah kantor bank syariah dan sosialisasi yang mempengaruhi lambannya keputusan penyaluran
dilakukan untuk meningkatkan pemahaman masya- kredit. Fungsi intermediasi perbankan yang belum
rakat terhadap bank syariah. sepenuhnya pulih juga tercermin pada rendahnya
realisasi kredit dari komitmen yang telah diberikan
Kegiatan Usaha Bank Umum dan masih relatif rendahnya Loan to Deposit Ratio
Berbagai langkah kebijakan yang telah di- (LDR) perbankan nasional.
tempuh dalam rangka restrukturisasi perbankan yang
Total Aset
Tabel 8.7
Total aset perbankan secara agregat
Indikator Perbankan
meningkat 6,7% dibanding tahun 2000 sehingga
1999 2000 2001
Indikator menjadi Rp1.099,7 triliun. Peningkatan tersebut
Triliun Rp

Total Asset 1.006,7 1.030,5 1.099,7


sebagian besar berasal dari kredit dan surat-surat
Kredit 277,3 320,4 358,6 berharga. Bila dilihat komposisinya, sebesar 38,3%
Dana Pihak Ketiga 617,6 699,1 797,4
Modal -41,2 52,3r 62,3 (Rp421,4 triliun) dari aset berupa obligasi pemerintah
NPL - gross (%) 32,8 18,8 12,1
NPL - net (%) 7,3 5,8 3,6 yang dimiliki oleh bank-bank peserta rekap dan yang
Laba (Rugi) Sebelum Pajak -91,7 10,5 13,1
Net Interest Margin -38,6 22,8 37,8 telah dibeli bank non rekap. Sementara itu, porsi kredit
dan SBI masing-masing sebesar 32,6% dan 6,8%.

154
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

ningkatan kredit juga dilakukan dengan pembelian


Persen
kredit yang telah direstrukturisasi BPPN, namun
100
Penyertaan
13,4 14,7
90 19,2 upaya tersebut masih belum menunjukkan hasil yang
80 Antar Bank Aktiva
70 memuaskan. Bila dilihat komposisi aktiva produktif,
44,4 41,4 SSB dan tagihan
60 34,3
lainnya obligasi pemerintah juga masih menempati porsi
50
Obligasi
40 8,8 6,1
7,3 Pemerintah terbesar (41,4%) dari total aktiva produktif sebesar
30
SBI Rp1.018,1 triliun. (Grafik 8.1)
20 35,2
33,7 33,1
10 Kredit Yang
Diberikan
Dengan melihat komposisi aktiva produktif
0
1999 2000 2001 perbankan selama 2 (dua) tahun terakhir yang tidak
banyak mengalami perubahan dan masih didominasi
Grafik 8.1
Komposisi Aset Perbankan oleh obligasi pemerintah, maka ketergantungan
pendapatan operasional dari pendapatan bunga
obligasi masih sangat tinggi. Kondisi ini menunjukkan
Masih tingginya porsi obligasi pemerintah ditengarai bahwa restrukturisasi perbankan yang telah dilakukan
selain akibat belum likuidnya pasar sekunder obligasi dalam kenyataannya belum mampu meningkatkan
juga karena masih terbatasnya alternatif penempatan fungsi intermediasi perbankan secara keseluruhan.
dengan risiko rendah sehingga bank-bank masih Sementara itu dilihat dari sisi kepemilikan
belum secara optimal menjual obligasinya untuk aset per kelompok bank, bank BUMN memiliki pangsa
mendapatkan dana segar. Sementara itu penyaluran terbesar dari total aset perbankan yaitu sebesar
kredit juga relatif masih rendah walaupun terjadi 48,5% (Rp533,4 triliun) diikuti dengan kelompok bank
peningkatan baik secara nominal maupun pangsa BTO sebesar 17,3% (Rp190,6 triliun) dan bank
kredit bila dibandingkan tahun 2000. Upaya me- kategori A sebesar 10,1% (Rp111,1 triliun)

Penghimpunan Dana
Bank BUMN
48,5% Dana pihak ketiga16 yang berhasil dihimpun
Bank Asing
8,4%
oleh perbankan dalam tahun 2001 mengalami pening-
katan sebesar 14,1% sehingga menjadi Rp797,4
triliun (Tabel 8.8). Peningkatan tersebut lebih besar
Bank Campuran
3.9% bila dibandingkan dengan peningkatan pada tahun
BUSN Rekap
7,5%
sebelumnya sebesar 13,2%. Peningkatan DPK
BPD
4,3% BTO
17,3 tersebut meliputi seluruh jenis simpanan baik dalam
Bank Kategori A
10,1% rupiah maupun valuta asing, dengan peningkatan

Grafik 8.2
16 Dana pihak ketiga perbankan berbeda dengan konsep yang ada di
Pangsa Aset per Kelompok Bank
bab moneter. Dalam konsep perbankan, dana pihak ketiga
mencakup pula dana milik bukan penduduk dan pemerintah.

155
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

terbesar terjadi pada komponen deposito khususnya 21,5%. Bila pada tahun 2000 giro dan tabungan
deposito rupiah. Faktor utama penyebab mening- mengalami pertumbuhan masing-masing sebesar
katnya dana pihak ketiga antara lain adalah 44,4% dan 24,4%, maka pada tahun laporan giro
peningkatan suku bunga yang ditawarkan bank-bank dan tabungan hanya meningkat sebesar 15,3% dan
(khususnya suku bunga deposito yang mendekati 12%. Sedangkan deposito meningkat sebesar 14,4%
suku bunga penjaminan), disamping karena masih dan lebih besar dibandingkan tahun lalu yang hanya
terjaganya kepercayaan masyarakat seiring dengan meningkat sebesar 0,5%. Peningkatan deposito ini
dilanjutkannya program penjaminan pemerintah dan sebagian besar berasal dari deposito rupiah (16,2%).
proses restrukturisasi perbankan. Dana pihak ketiga Peningkatan deposito menunjukkan perubahan minat
dalam rupiah meningkat 15,0% sementara dana pihak masyarakat dari penanaman jangka pendek ke dalam
ketiga dalam valuta asing meningkat 10,5%, namun penanaman jangka panjang, berlawanan dengan
apabila pengaruh nilai tukar diabaikan dana pihak kondisi pada tahun 2000 dimana masyarakat lebih
ketiga dalam valuta asing tersebut hanya meningkat memilih menanamkan dananya dalam jangka pendek.
sebesar 2%, yang masih terkait dengan berfluk- Tingginya minat masyarakat untuk menanamkan
tuasinya nilai tukar rupiah. Dengan demikian pening- dananya pada deposito dipicu oleh tingginya suku
katan DPK secara riil (di luar fluktuasi kurs) sebesar bunga deposito yang ditawarkan oleh beberapa bank
12,3%. (mendekati suku bunga penjaminan).
Dilihat dari komposisinya, deposito masih
mendominasi dana pihak ketiga dengan pangsa Kredit Perbankan
sebesar 55,2%, sementara giro dan tabungan Pada akhir tahun 2001, posisi kredit per-
masing-masing memiliki pangsa sebesar 23,3% dan bankan meningkat sebesar 11,9% sehingga menjadi
Rp358,6 triliun (Tabel 8.9). Peningkatan tersebut

Tabel 8.8
berasal dari kredit rupiah sebesar Rp50,6 triliun
Perkembangan Dana Pihak Ketiga (28,4%), sedangkan kredit dalam valuta asing meng-
Posisi Pertumbuhan Pangsa alami penurunan sebesar Rp12,3 triliun (8,7%). Apa-
(triliun rupiah) (%) (%)
1999 2000 2001 2000 2001 2000 2001 bila pengaruh nilai tukar diabaikan, kredit dalam valuta
Giro 111,8 161,5 186,2 44,4 15,3 23,1 23,3 asing turun sebesar 15,7%, sehingga secara riil (diluar
- Rupiah 68,5 103,6 120,0 51,3 15,8 64,2 64,5
- Valas 43,4 57,9 66,2 33,4 14,3 35,8 35,5 fluktuasi kurs) posisi kredit dalam tahun laporan

Deposito 382,8 384,7 439,9 0,5 14,4 55,0 55,2 meningkat sebesar 8,8%.
- Rupiah 301,4 296,7 344,9 -1,6 16,2 77,1 78,4
- Valas 81,4 88,0 95,1 8,1 8,0 22,9 21,6 Peningkatan kredit rupiah antara lain di-
sebabkan adanya penyaluran kredit baru dan pen-
Tabungan 123,0 152,9 171,3 24,4 12,0 21,9 21,5
jualan kembali kredit yang telah direstrukturisasi oleh
Total 617,6 699,1 797,4 13,2 14,1 100,0 100,0
- Rupiah 492,9 553,2 636,2 12,2 15,0 79,1 79,8 BPPN ke sektor perbankan, sedangkan penurunan
- Valas 124,8 145,9 161,2 16,9 10,5 20,9 20,2
kredit valuta asing disebabkan karena adanya
pelunasan, penghapusbukuan dan penjualan kredit.

156
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

Sementara itu berdasarkan Laporan Bulanan BPPN


Tabel 8.9
Perkembangan Kredit Perbankan bulan Desember 2001, dari Rp310,7 triliun kredit
Posisi Pertumbuhan Pangsa perbankan yang telah dialihkan ke BPPN, tercatat
Jenis Kredit (Triliun rupiah) (%) (%)
1999 2000 2001 2000 2001 2001 sejumlah Rp58,2 triliun telah memasuki tahap

Menurut Sektor penandatangan Memorandum of Understanding


Ekonomi 277,3 320,4 358,6 15,5 11,9 100,0
Pertanian 26,1 19,9 21,3 -23,8 7,1 5,9 (MoU), Rp19,9 triliun telah memasuki tahap imple-
Pertambangan 5,4 5,3 3,1 -1,9 -42,2 0,9
Perindustrian 97,9 109,7 118,7 12,1 8,2 33,1
mentasi restrukturisasi kredit dan Rp12,2 triliun sudah
Listrik 20,0 5,1 5,1 -74,5 -0,7 1,4
terbayar penuh. Selama tahun 2001 tidak terdapat
Konstruksi 13,3 7,2 8,2 -45,9 14,3 2,3
Perdagangan 45,2 46,0 49,3 1,8 7,2 13,7 pengalihan kredit bermasalah ke BPPN.
Pengangkutan 12,4 7,3 7,6 -41,1 4,1 2,1
Jasa Dunia Usaha 26,4 26,4 27,7 - 5,1 7,7 Walaupun kredit meningkat, Loan to Deposit
Jasa Sosial 3,3 2,9 3,6 -12,1 22,6 1,0
Lain-lain 27,3 90,6 114,1 231,9 26,0 31,8 Ratio (LDR) perbankan yang tercatat masih tidak
Menurut Kelompok mengalami perubahan yang berarti dibandingkan
Bank 277,3 320,4 358,6 15,6 11,9 100,0
Bank BUMN 152,1 142,8 159,9 -6,1 11,9 44,6 tahun sebelumnya yaitu sebesar 33%. Hal ini
BUSN Devisa 56,5 79,4 97,6 40,5 22,9 27,2
BUSN Non Devisa 5,0 10,6 10,3 112,0 -2,6 2,9 mengindikasikan perbankan belum menjalankan
BPD 13,6 11,5 17,1 -15,3 48,3 4,8
Bank Campuran 22,5 29,3 29,2 30,0 -0,5 8,1
fungsi intermediasinya secara optimal. Secara
Bank Asing 27,6 46,8 44,7 69,6 -4,5 12,5
potensial LDR tersebut sebenarnya masih dapat
Menurut Denominasi 277,3 320,4 358,6 15,5 11,9 100,0 ditingkatkan apabila komitmen kredit yang telah
Rupiah 159,1 178,0 228,6 11,9 28,4 63,7
Valuta asing 118,2 142,4 130,1 20,5 -8,7 36,3 disediakan perbankan dapat ditarik secara maksimal
oleh nasabah. Sampai dengan periode laporan,
jumlah kredit yang belum ditarik (undisbursed loan)
Selama tahun laporan, kredit baru yang telah mencapai Rp70,5 triliun dari plafon sebesar Rp127,3
disalurkan oleh perbankan sebesar Rp56,8 triliun17 triliun. Kondisi ini mencerminkan bahwa perbankan
atau rata-rata Rp4,7 triliun per bulan. Kredit baru yang sudah cukup ekspansif dalam penyaluran kredit,
disalurkan tersebut terutama disalurkan ke sektor namun dari sisi permintaan dalam kenyataannya
perindustrian, perdagangan dan jasa dunia usaha, debitur belum mampu menyerap kredit yang telah
dan sebagian besar kredit tersebut didistribusikan disediakan. Hal ini ditengarai akibat masih tingginya
oleh kelompok bank BUMN, BTO dan bank kategori risiko dunia usaha sehubungan dengan belum
A. Sementara itu, jumlah kredit yang telah direstruk- kondusifnya kondisi makro ekonomi seperti belum
turisasi, baik oleh bank sendiri maupun melalui stabilnya nilai tukar dan masih tingginya suku bunga,
fasilitasi Satgas sampai dengan bulan November serta masih belum stabilnya kondisi politik-sosial-
2001 tercatat sebesar Rp91,8 triliun meningkat keamanan. Namun demikian, disadari pula bahwa
dibanding tahun 2000 yang besarnya Rp59,9 triliun. belum optimalnya fungsi perbankan sebagai lembaga
intermediasi tersebut juga dipengaruhi oleh faktor
internal bank yang masih melakukan konsolidasi serta
17 Berdasarkan data Sistem Informasi Debitur (SID) yang didukung
hasil survei terhadap sejumlah bank berupaya memenuhi ketentuan prudensial per-

157
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

bankan. Sementara itu, penyaluran kredit kepada


Persen
debitur-debitur besar (korporasi) dalam tahun laporan 35

tidak banyak mengalami kemajuan karena sebagian 30

besar debitur tersebut masih dalam proses restruk- 25

20
turisasi di BPPN. Berdasarkan hasil survei dalam
15
paper Credit Crunch18 diperoleh informasi bahwa
10
bank-bank juga masih enggan memberikan kredit ke
5
sektor korporasi mengingat masih adanya trauma dari
0
Des. Mar. Jun. Sep. Des. Mar. Jun. Sep. Des.
pengalaman masa lalu, sedangkan untuk mencetak 1999 2000 2001

debitur-debitur baru yang besar memerlukan waktu


Grafik 8.3
yang lama. Perkembangan NPLs

Kualitas Kredit Perbankan


Dalam periode laporan, kualitas kredit masih di atas target indikatif yang ditetapkan oleh
perbankan menunjukkan perbaikan baik secara Bank Indonesia sebesar 5%. Masih tingginya rasio
nominal maupun rasio sejalan dengan kemajuan NPLs tersebut berkaitan dengan prioritas bank untuk
proses restrukturisasi kredit. Secara nominal Non lebih memfokuskan pada pencapaian CAR minimum
Performing Loans (NPLs) turun dari Rp60,1 triliun 8% pada akhir tahun 2001. Walaupun tidak bersifat
pada Desember 2000 menjadi Rp43,4 triliun pada wajib, pencapaian target rasio NPLs tersebut akan
akhir tahun laporan. Sementara rasio NPLs tanpa membantu mempercepat proses pemulihan inter-
memperhitungkan Penyisihan Penghapusan Aktiva mediasi bank sehingga langkah-langkah percepatan
Produktif (PPAP) yang dibentuk (Gross NPLs) turun restrukturisasi kredit, peningkatan pemberian kredit
dari 18,8% pada posisi Desember 2000 menjadi baru dan pengalihan kredit yang telah direstrukturisasi
12,1% pada akhir tahun laporan (Grafik 8.3). Apabila dari BPPN ke perbankan tetap harus dilakukan.
PPAP yang dibentuk diperhitungkan (Net NPLs) maka Disamping itu Bank Indonesia telah melakukan pe-
nilainya menjadi sebesar 3,6% pada akhir tahun nyesuaian dalam perlakuan kualitas kredit, Batas
laporan. Perbaikan tersebut antara lain dipengaruhi Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) dan PPAP
oleh adanya ekspansi kredit baru yang menambah kredit yang direstrukturisasi sebagai upaya untuk
jumlah kredit yang tergolong lancar, perbaikan kualitas mendorong percepatan restrukturisasi kredit.
kredit yang tergolong kurang lancar, diragukan dan
macet, serta penghapusan kredit macet. Walaupun Pengembangan Usaha Kecil Dan Menengah
terjadi perbaikan namun rasio gross NPLs tersebut Dalam tahun laporan Bank Indonesia tetap
memberikan komitmen untuk mendorong pengem-
18 Agung, Kusmiarso, Pramono, Hutapea, Prasmuko, Prastowo bangan usaha kecil dan menengah. Komitmen ter-
(2001). “Credit Crunch in Indonesia in The Aftermath of Crisis :
Facts, Causes and Policy Implications”. Bank Indonesia. sebut diwujudkan dalam bentuk Bantuan Teknis

158
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

Pengembangan Usaha Kecil dan Mikro (PUKM), yang kepada usaha kecil dan menengah, Bank
lebih difokuskan pada kegiatan pelatihan, penelitian, Indonesia juga secara terus menerus melakukan
dan penyediaan informasi di sektor perbankan. sosialisasi dalam bentuk seminar atau
Dalam pelaksanaannya, kegiatan bantuan lokakarya.
teknis yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia selama Sementara itu, kegiatan bantuan teknis lain
tahun laporan, antara lain meliputi : yang masih ditangani oleh Bank Indonesia adalah
a. Di bidang pelatihan, Bank Indonesia telah melak- Proyek Kredit Mikro (PKM) yang merupakan proyek
sanakan kegiatan pelatihan kepada perbankan kerjasama antara Pemerintah Republik Indonesia
yang meliputi training of facilitator untuk Bank dengan Asian Development Bank (ADB). Dengan
Perkreditan Rakyat (BPR) dan pelatihan usaha berlakunya UU No. 23 Tahun 1999, Bank Indonesia
kecil dan mikro untuk bank umum. seharusnya mengalihkan pengelolaann PKM kepada
b. Di bidang penelitian, Bank Indonesia telah BUMN yang ditunjuk oleh Pemerintah. Namun,
melakukan penelitian mengenai komoditas skala dengan pertimbangan dana pinjaman ADB belum
kecil yang potensial dibiayai oleh bank yang ditarik seluruhnya, serta pelaksanaan PKM cukup
mencakup 10 komoditas. Kesepuluh pola pem- berhasil, dan kebutuhan masyarakat atas kredit PKM
biayaan tersebut melengkapi 45 Model Kela- masih tinggi, maka atas kesepakatan ADB, Pe-
yakan Proyek Kemitraan Terpadu dari berbagai merintah, dan Bank Indonesia, pelaksanaan PKM
sektor baik pertanian, industri maupun jasa yang tetap dilakukan oleh Bank Indonesia sampai dengan
telah diteliti dari tahun 1995 sampai dengan berakhirnya jangka waktu penarikan pinjaman, yaitu
1999. 30 Juni 200119 yang kemudian diperpanjang sampai
c. Di bidang penyediaan informasi, Bank Indonesia dengan 31 Desember 2001.20
telah memasukkan hasil-hasil penelitian dimak- Saat ini PKM telah mencakup 15 Propinsi
sud ke dalam suatu Sistem Informasi Terpadu yang melibatkan 24 Kantor Bank Indonesia (KBI) yang
Pengembangan Usaha Kecil (SI-PUK) yang tersebar diberbagai propinsi di Indonesia. Sementara
dapat diakses melalui internet/website Bank itu, jumlah maksimal kredit yang diberikan kepada
Indonesia. Informasi tersebut terdiri dari Sistem nasabah mikro juga telah mengalami beberapa kali
Informasi Baseline Economic Survey (SIB), perubahan yang disesuaikan dengan kondisi
Sistem Informasi Agroindustri Berorientasi Ekspor perekonomian nasional. Perubahan yang terakhir
(SIABE), Sistem Informasi Pola Pembiayaan/ menetapkan jumlah kredit PKM yang pertama kali
Lending Model Usaha Kecil (SI-LMUK), Sistem diberikan maksimal sebesar Rp2 juta per nasabah
Penunjang Keputusan Untuk Investasi (SPKUI)
dan Sistem Informasi Prosedur Memperoleh
19 Peraturan Bank Indonesia No. 3/1/PBI/2001 tanggal 4 Januari 2001
Kredit (SI-PMK).
tentang Proyek Kredit Mikro
d. Dalam rangka mendorong perbankan agar 20 Peraturan Bank Indonesia No. 3/16/PBI/2001 tanggal 3 Oktober
2001 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia
meningkatkan pembiayaannya khususnya No. 3/1/PBI/2001 tanggal 4 Januari 2001 tentang Proyek Kredit Mikro

159
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

dan untuk kredit selanjutnya maksimal Rp5 juta per program. Hal ini diwujudkan dalam bentuk pemberian
nasabah.21 kesempatan kepada BUMN Koordinator untuk
Untuk periode laporan, besarnya kredit yang menyalurkan kembali angsuran Kredit Likuiditas Bank
telah disalurkan Bank Indonesia kepada usaha mikro Indonesia (KLBI) sampai dengan KLBI tersebut jatuh
berjumlah Rp137,4 miliar, sehingga jumlah kredit tempo. Jumlah angsuran KLBI yang dikelola oleh
kepada usaha mikro yang telah direalisasikan BUMN Koordinator sampai dengan akhir tahun
seluruhnya (sejak tahun 1996 s.d. Desember 2001) laporan sebesar Rp1,45 triliun atau meningkat sekitar
berjumlah Rp417,1 miliar kepada 752.492 nasabah 44% dibandingkan posisi 31 Desember 2000 yang
mikro dengan melibatkan BPD, BPR, Lembaga Dana hanya Rp1,0 triliun. Dari dana hasil angsuran tersebut,
dan Kredit Pedesaan (LDKP) dan Lembaga telah disalurkan kembali sebesar Rp1,3 triliun atau
Pengembangan Swadaya Masyarakat (LPSM). meningkat sekitar 186% dibandingkan Rp453,5 miliar
Berdasarkan tingkat kolektibilitasnya, PKM dinilai pada tahun sebelumnya. Penyaluran dana yang
cukup berhasil karena memiliki kredit macet sebesar disalurkan kembali tersebut sebagian besar dilakukan
1,2%. oleh PT Permodalan Nasional Madani (PNM) dan
Sementara itu, dalam hal kebijakan Bank Tabungan Negara (BTN).
perkreditan, Bank Indonesia telah menyempurnakan Dengan melihat masih rendahnya penyaluran
ketentuan tentang KUK22 yang pada intinya tidak lagi kembali dana hasil angsuran KLBI oleh BUMN
mewajibkan namun menganjurkan penyaluran KUK Koordinator khususnya pada tahun 2000, maka pada
dan merubah plafon KUK menjadi Rp500 juta per tahun 2001 Bank Indonesia memandang perlu untuk
nasabah. Realisasinya KUK pada tahun laporan mengadakan evaluasi terhadap pelaksanaan
posisinya mengalami peningkatan sebesar 14,8% pengelolaan KLBI oleh BUMN Koordinator. Dari hasil
dibandingkan tahun sebelumnya sehingga menjadi evaluasi tersebut secara umum dapat disimpulkan
Rp65 triliun (Tabel 8.10). Dengan perkembangan bahwa pengelolaan KLBI oleh 3 BUMN Koordinator,
tersebut, sampai dengan akhir tahun 2001 rasio khususnya dalam hal penyaluran kembali dana hasil
penyaluran KUK terhadap total kredit perbankan angsuran KLBI belum dilaksanakan secara optimal.
menjadi 18,5%. Hal ini disebabkan oleh berbagai permasalahan dan
Selain melalui kebijakan perkreditan, sebagai kendala yang dihadapi oleh masing-masing BUMN
upaya penyediaan pembiayaan bagi usaha kecil dan Koordinator tersebut, antara lain disebabkan karena
menengah, Bank Indonesia masih tetap menjaga angsuran KLBI yang dikelola berjangka waktu lebih
keseimbangan pembiayaan atau pendanaan kredit pendek dari pada jangka waktu kredit yang akan di-
relending, sehingga dikhawatirkan terjadi mismatch
21 Peraturan Bank Indonesia No. 3/8/PBI/2001 tanggal 25 April 2001
tentang Perubahan Peraturan Bank Indonesia No. 3/1/PBI/2001
pendanaan. Disamping itu masih sangat terbatasnya
tanggal 4 Januari 2001 tentang Proyek Kredit Mikro
jaringan kantor dan permodalan PNM juga menjadi
22 Peraturan Bank Indonesia No. 3/2/PBI/2001 tanggal 4 Januari 2001
tentang Pemberian Kredit Usaha Kecil dan Surat Edaran No. 3/9/ menjadi kendala rendahnya penyaluran kembali dana
BKR tanggal 17 Mei 2001tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemberian
Kredit Usaha Kecil hasil angsuran KLBI tersebut.

160
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

005)23 secara optimal guna membantu pendanaan


Tabel 8.10
Perkembangan Kredit Usaha Kecil kredit program. Sampai dengan posisi akhir tahun,

Posisi Pertumbuhan Pangsa dana SUP No. 005 yang dapat dicairkan adalah
Penyebaran KUK (Triliun rupiah) (%) (%)
sebesar Rp3,1 triliun dan baru dicairkan Pemerintah
1999 2000r 2001 2000 2001 2001
sebesar Rp850 miliar, sehingga dana yang masih
Menurut Jenis Penggunaan 37,2 56,6 64,9 52,1 14,8 100,0
Modal Kerja 15,7 22,0 27,3 40,0 23,8 42,0 dapat dicairkan sebesar Rp2,2 triliun.
Investasi 5,4 7,8 9,4 44,0 21,3 14,5
Konsumsi 16,1 26,8 28,3 66,6 5,4 43,5

Menurut Sektor Ekonomi 37,2 56,6 64,9 52,1 14,8 100,0 Permodalan
Pertanian 7,7 9,3 11,4 19,8 23,3 17,6
Perindustrian 1,1 1,7 2,6 54,5 51,3 4,0 Pada tahun laporan, permodalan bank me-
Perdagangan, Restoran
dan Hotel 8,8 10,3 12,8 17,0 24,0 19,7 ningkat dari Rp52,3 triliun di akhir tahun 2000 menjadi
Jasa-jasa 3,4 4,7 5,2 38,7 11,0 8,1
Lain-lain 16,2 30,6 32,9 89,3 7,6 50,6 Rp62,3 triliun atau naik sebesar 19,1%. Peningkatan
Menurut Kelompok Bank 37,2 56,6 64,9 52,1 14,8 100,0 permodalan tersebut disamping karena perolehan
Bank Persero 25,4 30,5 36,9 20,3 21,0 56,8
BUSN Devisa 5,9 12,3 13,7 108,7 11,5 21,1 laba tahun berjalan juga adanya tambahan setoran
BUSN Non Devisa 1,8 5,1 2,5 180,4 -51,3 3,8
BPD 4,1 8,6 11,8 111,9 36,9 18,2 modal oleh beberapa bank dalam kelompok kategori
Bank Campuran & Asing 0,1 0,1 0,01 -1,4 -90,3 0,01
A, BPD dan bank campuran dalam rangka peme-
nuhan ketentuan CAR minimun 8% pada akhir tahun
Untuk mengatasi permasalah di atas Bank 2001.
Indonesia telah merekomendasikan kepada Peme- Semua kelompok bank sudah mencatat
rintah untuk lebih memberdayakan BUMN Koor- permodalan yang positif sejak triwulan kedua tahun
dinator agar dapat melaksanakan tugasnya dengan 2000. Modal terbesar dimiliki oleh kelompok bank
lebih baik. Hal-hal yang direkomendasikan antara lain BUMN sebesar Rp20,7 triliun, sedangkan modal
perlu ditunjuknya satu BUMN Koordinator sebagai terkecil dimiliki oleh bank asing yaitu sebesar Rp1,4
pengelola kredit program secara keseluruhan. BUMN triliun. Walaupun telah mencapai permodalan yang
Koordinator dimaksud selanjutnya dapat dijadikan positif, namun secara individu masih terdapat bank-
cikal bakal bagi terbentuknya suatu bank khusus yang bank yang mempunyai CAR di bawah 8%, yang
membiayai usaha kecil dan menengah, atau sebagai terdiri dari bank kelompok A dan BUSN rekap. Upaya
lembaga sementara yang khusus menangani peningkatan permodalan bank untuk bank-bank
pembiayaan usaha kecil dan menengah (termasuk yang mempunyai CAR < 8% terus dilakukan di
kredit program) sampai dengan terbentuknya bank antaranya dengan meminta para pemilik bank untuk
khusus tersebut.
23 Surat Utang Pemerintah dalam rangka kredit program (SUP No.
Selain itu, dalam rangka pengembangan 005) adalah surat utang yang dikeluarkan oleh Pemerintah untuk
pembiayaan kredit program sebagai pengganti dana KLBI karena
usaha kecil dan menengah, berbagai masukan telah dengan berlakunya UU No. 23 Tahun 1999, Bank Indonesia tidak
dapat lagi memberikan KLBI untuk pembiayaan kredit program.
disampaikan oleh Bank Indonesia kepada Pemerintah
Besarnya SUP No. 005 adalah Rp9,97 triliun, tetapi penarikannya
antara lain perlunya pemanfaatan dana Surat Utang tergantung dari KLBI yang telah diberikan untuk kredit program yang
jatuh tempo dan diterima oleh Bank Indonesia dalam tahun 2000
Pemerintah dalam rangka kredit program (SUP No. dan 2001.

161
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

Triliun Rp Triliun Rp
80,0 40

20

40,0 0

-20

0,0 -40

-60 Laba/Rugi Operasional


Bank BUMN BUSN Rekap BTO Laba/Rugi non operasional
-40,0 -80
Bank Kategori A BPD Bank Campuran
Laba Rugi sebelum pajak
-100
Bank Asing Seluruh Bank
-80,0 -120
Des. Mar. Jun. Sep. Des. Mar. Jun. Nov. Des. Des. Mar. Jun. Sep. Des. Mar. Jun. Sep.
1999 2000 2001 1999 2000 2001

Grafik 8.4 Grafik 8.5


Perkembangan Permodalan Bank Perkembangan Laba/Rugi Perbankan

menambah modal disetor maupun dengan dibanding tahun sebelumnya yang hanya Rp11,2
melakukan merger. Sampai dengan akhir tahun triliun. Peningkatan ini terutama masih berasal dari
200124 jumlah bank yang telah memenuhi target keuntungan selisih kurs akibat melemahnya nilai tukar
CAR minimum 8% telah mencapai 138 bank (95%) dan adanya koreksi PPAP berkaitan dengan penda-
dari 145 bank yang ada. patan yang diperoleh dari kredit yang telah dihapus-
bukukan.
Profitabilitas Sementara itu Net Interest Margin (NIM) yang
Dalam tahun laporan, kegiatan perbankan diperoleh perbankan dalam tahun laporan juga me-
terus menunjukkan perbaikan yang tercermin pada ningkat menjadi Rp37,8 triliun atau rata-rata sebesar
peningkatan laba usaha. Perolehan laba sebelum Rp3,2 triliun per bulan (Grafik 8.6) dibanding tahun
pajak selama tahun 2001 mencapai Rp13,1 triliun, sebelumnya yang hanya Rp22,8 triliun atau Rp1,9
meningkat dibandingkan tahun 2000 sebesar Rp10,5 triliun per bulan. Meningkatnya perolehan NIM
triliun (Grafik 8.5). Pada tahun 2001 walaupun per- tersebut disebabkan meningkatnya pemberian kredit
bankan masih mengalami kerugian operasional Rp0,2 pada tahun 2001 dibandingkan dengan tahun 2000
triliun, namun kerugian tersebut lebih kecil bila diban- dan meningkatnya perolehan pendapatan bunga yang
dingkan dengan kerugian tahun sebelumnya yang berasal dari bunga SBI dan bunga obligasi pemerintah
besarnya Rp0,7 triliun. Masih meruginya perbankan pada beberapa bank rekap yang memiliki obligasi
disebabkan karena masih tingginya beban PPAP dan dengan variable rate. Ditinjau dari prosentasenya,
beban overhead lainnya yang harus ditanggung oleh perolehan pendapatan bunga perbankan terbesar
bank-bank. Di sisi lain, laba non operasional yang berasal dari obligasi pemerintah yaitu sebesar 45,3%
diperoleh perbankan sebesar Rp13,3 triliun meningkat terhadap total pendapatan bunga, sementara yang
berasal dari kredit dan SBI masing-masing sebesar
24. Data sampai dengan bulan November 2001. 32,2% dan 9,7%. Kondisi ini menunjukan masih

162
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

Triliun Rp
Perusahaan Pembiayaan
50
Kinerja perusahaan pembiayaan dalam tahun
40
30 2001 masih ditandai dengan perkembangan yang
20
membaik walaupun dengan pertumbuhan yang jauh
10
0 lebih rendah dibanding dengan periode sebelumnya.
-10
-20
Peningkatan kinerja tersebut tercermin dari
-30
meningkatnya total nilai kegiatan usaha yang sampai
-40
-50 dengan November 2001 naik sebesar 28,9% diban-
Des. Mar. Jun. Sep. Des. Mar. Jun. Sep. Des.
1999 2000 2001 ding tahun sebelumnya.
Grafik 8.6 Sepanjang tahun laporan terdapat tiga peru-
Perkembangan Net Interest Margin
sahaan pembiayaan yang baru didirikan (PT. Karya
Technik Multifinance, PT Kembang Delapan Delapan
tingginya ketergantungan perbankan dari bunga Multifinance, dan PT. Sinar Mitra Sepadan Finance)
obligasi pemerintah. Dilihat per kelompok bank, bank dan dua perusahaan pembiayaan yang dilikuidasi (PT.
BTO adalah kelompok bank yang sangat bergantung Bahan Pembinaan Usaha dan PT Bali Tunas
pada pendapatan bunga obligasi pemerintah yang Finance).25 Sehingga sampai dengan November
terlihat dari cukup tingginya pangsa pendapatan 2001, jumlah perusahaan pembiayaan yang masih
bunga obligasi pemerintah terhadap total pendapatan menjalankan kegiatan usahanya meningkat menjadi
bunga sebesar 69,1% diikuti dengan kelompok bank 246 perusahaan dibanding tahun sebelumnya.
BUMN sebesar 56,6% dan BUSN Rekap sebesar Dibandingkan dengan akhir tahun sebe-
20,4%. lumnya, seluruh jenis kegiatan usaha perusahaan
pembiayaan mengalami peningkatan kecuali
LEMBAGA KEUANGAN LAINNYA pembiayaan anjak piutang yang mengalami penu-
Seiring dengan membaiknya kinerja per- runan sebesar 47,7%. Peningkatan terbesar terjadi
bankan dalam tahun 2001, sumber dana perusahaan pada pembiayaan kartu kredit dan pembiayaan
pembiayaan yang berasal dari perbankan meningkat konsumen yaitu masing-masing naik sebesar 89,2%
sehingga memberikan kemampuan untuk mening- dan 47,9. Hal ini sejalan dengan perkembangan
katkan kinerja perusahaan pembiayaan yang ter- konsumsi domestik yang mengalami peningkatan
cermin dari kenaikan nilai kegiatan usahanya. Semen- dibanding tahun sebelumnya yang diduga dibiayai
tara itu, seiring dengan masih adanya keengganan dari perusahaan pembiayaan (Lihat Bab Makro).
perbankan untuk menyalurkan kredit telah membuka
peluang kepada Perusahaan Umum (PERUM) 25 Dasar keputusan : Keputusan Menteri Keuangan No. 275/KMK.06/
2001 tanggal 8 Mei 2001, Keputusan Menkeu No. 364/KMK.06/
pegadaian untuk meningkatkan penyaluran dananya 2001 tanggal 11 Juni 2001, Keputusan Menteri Keuangan No. 365/
KMK.06/2001 tanggal 11 Juni 2001, Keputusan Menteri Keuangan
kepada masyarakat baik untuk konsumsi maupun
No. 626/KMK.06/2001 dan Keputusan Menteri Keuangan No. 365/
modal jangka pendek. KMK.06/2001.

163
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

Tabel 8.11 Tabel 8.12


Perkembangan Perusahaan Pembiayaan Sumber dan Penggunaan Dana Perusahaan Pembiayaan
Posisi Pertumbuhan Posisi Pertumbuhan
Keterangan (Triliun rupiah) (%) Keterangan (Triliun rupiah) (%)
1999 2000r 20011) 2000 20011) 1999 2000r 20011) 2000 2001
Jumlah Perusahaan 2) 245 245 246
Sumber Dana 30,2 35,8 38,2 18,3 6,8
Nilai Kegiatan Usaha 22,2 29,4 31,4 32,4 7,0 Pinjaman bank dalam negeri 10,7 11,3 14,8 5,6 30,8
Sewa guna usaha 10,9 13,7 14,39 25,7 4,8 Pinjaman bank luar negeri 8,6 7,6 7,26 -11,7 -4,1
Pembiayaan anjak piutang 6,4 6,6 3,4 2,3 -47,7 Pinjaman diterima lainnya d,n, 4,7 7,1 5,0 52,7 -30,3
Pembiayaan kartu kredit 0,3 0,4 0,8 19,9 89,2
Pinjaman diterima lainnya l,n, 11,9 11,8 13,7 -0,4 16,1
Pembiayaan konsumen 4,3 8,5 12,6 97,0 47,9
Lainnya 0,2 0,2 0,3 -5,7 44,7 Modal 2) -1,3 -2,2 -0,3 -62,6 85,5
Lain-lain -4,3 0,1 -2,2 97,4 1957,8
Pinjaman yang Diterima 14,4 17,1 18,5 18,8 7,9
Dalam negeri 14,4 17,1 18,5 18,8 7,9
Penggunaan Dana 30,2 35,8 38,2 18,3 6,8
- Bank 10,7 11,3 14,8 5,6 30,8
- Bukan bank 3,7 5,8 3,7 56,9 -36,7 Pembiayaan 22,2 29,4 31,4 32,5 7,0
Luar negeri 10,8 12,5 11,2 15,2 -10,3 Simpanan pada bank 5,1 3,7 3,0 -26,9 -20,7
Penyertaan 0,1 0,1 0,1 1,6 -21,7
Obligasi 0,6 0,8 0,8 51,9 -1,0
Lain-lain 2,8 2,5 3,7 -10,2 45,9
Pinjaman Subordinasi 1,4 1,7 2,2 18,8 29,0

1) November 2001 1) November


2) Satuan 2) Modal bersih setelah ditambah/dikurangi laba/rugi th berjalan dan ditambah
cadangan

Dilihat dari komposisinya, kegiatan sewa guna usaha biayaan masih tetap negatif akibat set off terhadap
masih mendominasi kegiatan usaha perusahaan kerugian yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya.
pembiayaan, yaitu mencapai 45,8 dari total pem- Dalam tahun laporan, penggunaan dana
biayaan. Komposisi kegiatan usaha lainnya adalah perusahaan pembiayaan sebagian besar disalurkan
pembiayaan konsumen sebesar 40,0%, pembiayaan dalam bentuk pembiayaan, yaitu sebesar Rp 31,4
anjak piutang sebesar 10,9%, dan kartu kredit 2,4%. triliun atau 82,4% dari total dana yang dimiliki. (Tabel
Sampai dengan November 2001, sumber da- 8.12). Seiring dengan melambatnya pertumbuhan
na yang berhasil dihimpun perusahaan pembiayaan perekonomian, aktivitas pembiayaan yang dilakukan
meningkat sebesar Rp2,4 triliun atau naik 6,8% di- perusahaan ini juga mengalami pertumbuhan yang
bandingkan posisi akhir Desember 2000 (Tabel 8.12). melambat dibanding tahun sebelumnya yaitu dari
Sebagaimana tahun sebelumnya, sumber utama 32,5% pada tahun 2000 menjadi 7,0% sampai
pendanaan perusahaan pembiayaan masih berasal November 2001. Sementara itu, simpanan dana peru-
dari pinjaman bank dalam negeri. Sejalan dengan sahaan pembiayaan pada bank mengalami penuru-
membaiknya kinerja perbankan, pinjaman yang di- nan sebesar 20,7%. Hal ini mengindikasikan adanya
peroleh perusahaan pembiayaan dari bank dalam ne- shifiting dana antara simpanan di bank dan pembia-
geri meningkat sebesar Rp 3,5 triliun sehingga men- yaan yang dapat diartikan lebih menguntungkannya
jadi 14,8 triliun. Dalam tahun laporan, walaupun peru- pemberian pembiayaan kepada konsumen diban-
sahaan pembiayaan mengalami laba bersih sebesar dingkan dengan penempatan dalam produk-produk
Rp 396,4 juta, modal yang dimiliki perusahaan pem- perbankan.

164
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

Persen Dilihat dari jenis pembiayaannya, anjak piutang


80
Lancar Diragukan Macet memiliki kualitas aktiva yang terburuk yaitu dengan
pangsa kategori macet mencapai 66,2%. Sedangkan
60
aktiva produktif yang terbaik dimiliki pembiayaan
40 konsumen dengan porsi kredit macet hanya sebesar
2,1% (Tabel 8.13).
20

0 Pegadaian
1999 2000r 20011)

1) Angka posisi November


Kinerja perusahaan umum pegadaian dalam
Grafik 8.7 tahun 2001 menunjukkan perkembangan yang lebih
Kualitas Aktiva Produktif Perusahaan Pembiayaan
baik dibandingkan tahun sebelumnya. Perkembangan
ini merupakan hasil dari peningkatan jangkauan dan
Dilihat dari kolektibilitasnya, kualitas aktiva kualitas pelayanan melalui pendirian cabang baru,
produktif perusahaan pembiayaan yang terdiri dari diversifikasi produk dan peningkatan profesionalisme
kegiatan pembiayaan (sewa guna usaha, anjak piu- sumber daya manusia yang dimiliki, serta restruk-
tang, kartu kredit, dan pembiayaan konsumen), turisasi internal melalui efisiensi terhadap unit-unit
surat berharga, dan penyertaan menunjukkan kegiatan yang dinilai tidak produktif. Selain itu, masih
perkembangan yang membaik dibanding tahun
sebelumnya. Kualitas aktiva produktif dalam
Tabel 8.14
kategori lancar meningkat dari 67,8% menjadi Perkembangan Kinerja Pegadaian
78,2%. Sementara itu, pangsa aktiva produktif yang
19991) 20002) 20012)
bermasalah, yaitu kategori diragukan dan macet, Rincian
Juta rupiah
menurun dari 3,22% menjadi 21,8% (Grafik 8.7). Omzet 3.229.280 4.230.778 5.970.310
Pendapatan Usaha : 449.087 373.233 553.487
- Sewa Modal 417.370 341.936 500.562
- Jasa Taksiran 16 16 27
Tabel 8.13
- Jasa Titipan 10 11 18
Perkembangan Kualitas Aktiva Produktif - Pendptn Penyimpanan &
Asuransi 25.319 31.270 47.033
Aktiva 1999 2000r 20011) - Lainnya 6.372 3.929 5.847
Produktif L D M L D M L D M
(%) (%) (%) Posisi Pasiva
- Kewajiban Jangka Pendek 243.612 454.176 551.785
Pembiayaan : - Hutang Bank 120.067 157.631 425.240
- Sewa Guna Usaha 70,3 10,3 19,4 69,0 12,4 18,6 77,0 7,4 15,6 - Lainnya 123.545 296.545 126.545
- Anjak Piutang 36,3 5,2 58,5 42,7 4,2 53,1 27,4 6,5 66,2 - Hutang Obligasi 389.556 439.486 635.933
- Kartu Kredit 31,4 3,8 64,7 66,8 1,5 31,7 75,1 2,1 22,8 - Hutang Jangka Panjang 100.000 105.000 105.000
- Pembiayaan - Ekuitas 409.553 415.258 574.105
Konsumen 90,9 2,4 6,7 94,7 1,6 3,7 96,2 1,6 2,1
Nilai Barang Lelang 91.712 38.946 47.298
Surat Berharga yang Jumlah Nasabah 3) 12.427.554 12.982.306 15.692.228
dimiliki 88,5 2,4 9,0 88,0 0,2 11,7 82,5 6,7 10,8
Penyertaan 97,8 0,0 2,2 97,7 0,0 2,3 92,9 0,2 6,9 1) Data Revisi Sesuai Laporan Tahunan Pegadaian 2000
2) Data Berdasarkan Data Laporan Operasional Desember 2001
L = Lancar, D = Diragukan, M = Macet 3) Orang
1) = November Sumber: Pegadaian

165
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

adanya keengganan perbankan untuk menyalurkan sebesar 20,9% sehingga menjadi 15,7 juta nasabah.
kredit, memberikan peluang kepada pegadaian untuk Dalam pada itu, pendapatan usaha pegadaian me-
membiayai kebutuhan dana masyarakat baik untuk ningkat sebesar Rp180,3 miliar. Seluruh jenis kegiatan
modal jangka pendek maupun keperluan konsumsi usaha perum pegadaian mengalami peningkatan
dan kebutuhan lainnya, khususnya bagi masyarakat pendapatan dengan kontribusi terbesar diberikan oleh
dan pengusaha golongan kecil menengah. kegiatan utamanya yaitu sewa modal dengan
Dalam rangka meningkatkan jangkauan prosentase mencapai 90,4% dari total pendapatan
pelayanan, perusahaan pegadaian telah menambah usaha. Dalam melakukan penyaluran kreditnya,
jumlah kantor cabangnya dalam tahun 2001 sehingga pegadaian disamping memberikan modal dana juga
menjadi 714 cabang.26 Sementara itu, dalam tahun memberikan pembinaan manajemen dan pemasaran
2001 PERUM pegadaian telah melakukan upaya untuk mengembangkan usaha kepada para debitur-
diversifikasi produk dan jasa antara lain melalui kerja- nya khususnya kepada pengusaha kecil.
sama dengan Usaha Aneka Tambang sebagai distri- Sementara itu, kredit yang tidak dilunasi oleh
butor utama produk-produk perhiasan dan menye- nasabah pegadaian sebagaimana tercermin dari nilai
diakan jasa penilaian batu permata dan berlian. Selain barang lelang meningkat 21,5% menjadi Rp47,3 miliar
itu pegadaian juga telah menambah jenis barang pada akhir tahun (Tabel 8.14). Hal ini disebabkan me-
jaminan berupa gabah dan kendaraan bermotor se- ningkatnya barang jaminan yang tidak ditebus kembali
bagai upaya pengembangan produk dalam meng- oleh para debitur.
akomodir permintaan masyarakat pedesaan. Dari sisi sumber dana, sebagian besar ber-
Meningkatnya aktivitas usaha perum asal dari penerbitan obligasi yaitu sebesar Rp 635,9
pegadaian tercermin dari peningkatan omzet kegiatan miliar atau 34,1% dari seluruh dana. Dalam tahun
usaha (pinjaman yang diberikan), pendapatan usaha 2001, pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) membe-
dan jumlah masyarakat yang menjadi nasabah. rikan peringkat A+ untuk obligasi yang akan
Omzet usaha pegadaian mengalami peningkatan diterbitkan Perum Pegadaian. Pemberian peringkat
sebesar 41,1% sehingga menjadi Rp 6,0 triliun didasarkan pada kinerja Pegadaian selama tahun
dibandingkan akhir tahun 2000 (Tabel 8.14). Pertum- 200 dan kecilnya jumlah kredit macet yang dimiliki
buhan ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tahun tercermin dari barang jaminan yang dilelangkan.
sebelumnya yang sebesar 31,0%, sejalan dengan Sumber dana lainnya berasal dari modal sendiri
peningkatan pelayanan yang dilakukan dan semakin sebesar 30,8%, pinjaman bank 22,8%, hutang
besarnya jumlah nasabah yang dilayani. Jumlah ma- jangka pendek lainnya 6,8%, dan pinjaman jangka
syarakat yang menjadi nasabah pegadaian meningkat panjang 5,6%.

26 Laporan data operasional Pegadaian Bulan Desember 2001

166
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

boks

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)

Sebagai upaya untuk menjaga stabilitas dan perbankan, dan saat ini total simpanan masyarakat
ketahanan sistem perbankan nasional, perlu saat ini telah mencapai + 70% dari seluruh total aset
diciptakan suatu mekanisme untuk menjaga tingkat perbankan nasional. Namun demikian, dibalik
kepercayaan masyarakat terhadap lembaga per- keberhasilan dalam meredam merosotnya keper-
bankan. Salah satu instrumen pendukung yang cayaan masyarakat tersebut, terdapat beban besar
diperlukan adalah adanya jaring pengaman ke- yang harus ditanggung pemerintah dan potensi
uangan (financial safety net) yang dapat memberikan munculnya moral hazard pada perbankan di kemu-
keyakinan akan perlindungan dana nasabah dalam dian hari. Agar keadaan ini tidak berlangsung terus
hal bank gagal memenuhi kewajibannya. Penga- menerus, perlu segera dirumuskan suatu pola
laman yang mahal akibat hilangnya kepercayaan penjaminan simpanan nasabah yang lebih efektif dan
masyarakat terbukti setelah dilakukannya likuidasi efisien. Konsep penjaminan yang terbatas seperti
terhadap 16 bank pada November 1997 dimana asuransi deposito (deposit insurance) di beberapa
likuiditas perbankan telah menurun secara drastis negara dapat dipertimbangkan sebagai suatu
sebagai akibat terjadinya bank-runs dalam masya- alternatif disamping alternatif lain seperti skim dana
rakat. Tidak adanya kebijakan penjaminan yang bersama sebagaimana dimaksud dalam UU No. 10
eksplisit terhadap dana simpanan nasabah (explicit Tahun 1998 tentang Perbankan.
guarantee) telah menjadi faktor pendorong sikap Beranjak dari pemikiran di atas, telah
masyarakat untuk melakukan rush ke bank-bank. dibentuk Tim Kerja yang anggotanya terdiri dari Bank
Untuk mencegah terjadinya kondisi yang lebih buruk Indonesia, Departemen Keuangan dan BPPN yang
lagi, maka pemerintah menempuh upaya untuk bertugas untuk mempersiapkan pendirian LPS.
memberikan jaminan penuh (blanket guarantee) Fokus kegiatan Tim Kerja ini dibagi menjadi 2 (dua)
guna memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap bagian. Agenda jangka pendek adalah merumuskan
perbankan. Kebijakan penjaminan pemerintah ini di pola pengurangan cakupan penjaminan secara
diatur dalam Keppres No. 26/1998 dan diatur lebih bertahap (phasing-out) dari hampir seluruh kewajiban
lanjut dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) No. bank menjadi terbatas pada simpanan, inkaso dan
197/KMK.017/2000. transfer masuk/keluar, pinjaman antar bank dan Letter
Kebijakan pemberian blanket guarantee of Credit (L/C).
tersebut terbukti efektif dalam mengembalikan Sementara itu, agenda jangka panjang ada-
kepercayaan masyarakat. Dalam waktu yang relatif lah mempersiapkan pendirian LPS, termasuk pe-
singkat dana masyarakat kembali ke sistem manfaatan skim asuransi dengan cakupan pen-

167
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

jaminan terbatas sampai dengan jumlah tertentu pengenaan premi yang risk-adjusted dapat segera
saja. Selanjutnya, beberapa kriteria spesifik LPS dimulai untuk mencerminkan objektivitas risiko
yang perlu juga diatur diantaranya mengenai status masing-masing bank yang berbeda. Selanjutnya sifat
kelembagaan, penetapan premi dan sifat keang- keanggotaan LPS akan bersifat wajib (compulsory)
gotaan. bagi semua bank yang beroperasi di Indonesia
Dalam status kelembagaan diharapkan termasuk bank asing untuk menjamin kesempatan
lembaga ini dapat melaksanakan tugasnya secara berusaha yang sama.
optimal. Untuk ini diperlukan adanya jaminan atas Pendirian LPS tentunya dilakukan dengan
independensi lembaga ini dalam melaksanakan memperhatikan beberapa prakondisi, antara lain
tugas dan kewenangannya. Dengan independensi, adanya sistem perbankan yang sehat dan stabil.
diharapkan LPS dapat menjadi sebagai suatu Sejalan dengan prakondisi tersebut, maka upaya-
lembaga badan hukum sendiri yang berada di luar upaya restrukturisasi perbankan perlu terus dilakukan.
pemerintah yang jalur akuntabilitasnya sepenuhnya Diperkirakan jangka waktu 3 tahun sejak 2001
disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat. memadai untuk menyiapkan pendirian lembaga ini
Dalam penetapan premi penjaminan, untuk sehingga pada tahun 2004 dipandang sebagai saat
sementara waktu akan ditempuh pola yang sama yang tepat untuk memulai penjaminan yang
yaitu pengenaan premi secara flat. Direncanakan sepenuhnya berformat pada LPS.

168
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

boks
Cetak Biru Pengembangan
Perbankan Syariah

UU No. 10 tahun 1998 dan UU No. 23 tahun Di samping itu, masih relatif terbatasnya jaringan
1999 telah mengamanatkan sekaligus memberikan kantor perbankan syariah menyebabkan belum
landasan hukum bagi Bank Indonesia untuk mengem- terlayaninya seluruh masyarakat yang menginginkan
bangkan perbankan syariah di Indonesia. Selain itu, pelayanan bank syariah. Keberadaan lembaga-
pengembangan perbankan syariah dipandang lembaga pendukung agar perbankan syariah dapat
penting untuk : (i) memenuhi kebutuhan masyarakat beroperasi secara optimal juga dirasakan belum
yang menghendaki layanan jasa perbankan yang memadai. Selain itu, sejumlah isu yang berkaitan
sesuai dengan prinsip syariah; (ii) meningkatkan dengan perkembangan teknologi dan meningkatnya
mobilisasi dana masyarakat yang belum terserap inovasi ragam produk perbankan syariah memerlukan
sistem perbankan yang ada; (iii) meningkatkan pengaturan yang memadai agar stabilitas sistem
ketahanan sistem perbankan nasional; dan (iv) perbankan syariah dapat terwujud.
menyediakan sarana bagi investor internasional untuk Perkembangan perbankan syariah nasional
melaksanakan pembiayaan dan transaksi keuangan juga dipengaruhi oleh globalisasi jasa keuangan.
yang sesuai dengan prinsip syariah. Sejumlah isu pokok yang terkait dengan perbankan
Dalam upaya pengembangan perbankan syariah internasional memerlukan perhatian agar
syariah masih terdapat sejumlah permasalahan yang perbankan syariah nasional mampu menjadi lembaga
perlu segera diatasi, baik dalam jangka pendek, me- keuangan yang dapat diterima secara internasional.
nengah, maupun panjang. Belum lengkapnya pera- Sejumlah isu pokok tersebut antara lain : (i)
turan dan infrastruktur bagi bank syariah merupakan pembentukan Internasional Islamic Financial Market
salah satu permasalahan mendasar yang perlu (IIFM), yang saat ini dalam tahap finalisasi, diharapkan
segera diatasi agar bank syariah dapat beroperasi dapat mendukung efisiensi pengelolaan dana secara
secara optimal sesuai dengan karakteristiknya. internasional; (ii) 18 negara anggota IMF saat ini
Penyempurnaan pengaturan bagi perbankan syariah sedang mempersiapkan pembentukan Islamic
menjadi sangat penting, mengingat ketentuan yang Financial Services Organization (IFSO), lembaga
ada saat ini belum sepenuhnya dapat mengakomodir internasional yang akan mengeluarkan prudential
kegiatan usaha perbankan syariah. Di sisi lain, relatif regulation bagi bank syariah.
rendahnya pemahaman masyarakat terhadap Menyadari demikian kompleksnya upaya pe-
operasional perbankan syariah dan terbatasnya ngembangan perbankan syariah maka perlu adanya
tenaga ahli perbankan syariah merupakan salah satu kejelasan arah kebijakan pengembangan perbankan
tantangan dalam pengembangan perbankan syariah. syariah nasional. Sehubungan dengan hal tersebut,

169
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

perlu disusun Cetak Biru Pengembangan Perbankan nilai-nilai yang menyertainya yaitu nilai dalam
Syariah diharapkan akan memberi manfaat antara lain perspektif mikro dan perspektif makro. Perspektif mikro
: (i) sebagai pedoman baku bagi internal Bank Indo- berkaitan dengan nilai-nilai dalam pengelolaan bank
nesia dalam pengembangan perbankan syariah seca- syariah yaitu nilai Shidiq, Tabligh, Amanah, Fathanah
ra bertahap; (ii) sebagai acuan bagi pihak eksternal termasuk Ri’ayah (cermat dan santun) dan Mas’uliyah
dalam pengembangan ekonomi dan lembaga (bertanggung jawab). Sedangkan perspektif makro
keuangan syariah lainnya; (iii) untuk menjamin lebih berkaitan dengan keberadaan perbankan syariah
kesinambungan pelaksanaan tugas pengaturan dan - di dalam format perekonomian makro - yang harus
pengawasan bank syariah di masa depan; dan (iv) mencerminkan nilai zakat dalam mendorong investasi,
untuk mewujudkan perbankan syariah yang sehat dan menghilangkan ketidakpastian (ghoror) untuk
konsisten (istiqamah) terhadap prinsip-prinsip syariah. mendorong transparansi, menghilangkan riba untuk
Misi Bank Indonesia dalam pengembangan menghindari predetermined result & kesiapan
perbankan syariah adalah mewujudkan iklim yang menghadapi risiko, serta menghilangkan maisir untuk
kondusif untuk pengembangan perbankan syariah mendorong linkages ke sektor riil.
yang sehat dan istiqamah terhadap prinsip-prinsip Sesuai dengan prinsip-prinsip gradual dan
syariah. Selanjutnya, visi pengembangan perbankan berkesinambungan tersebut di atas, pengembangan
syariah adalah terwujudnya perbankan syariah yang perbankan syariah memiliki tujuan-tujuan tertentu
mampu menggerakkan sektor riil melalui kegiatan yang terbagi dalam periode waktu yang berke-
pembiayaan berbasis ekuitas dalam kerangka tolong sinambungan. Dalam jangka pendek (2002-2004),
menolong (ta’awun) dan menuju kebaikan (fastabiqul tujuan pengembangan perbankan syariah adalah
khairat) guna mencapai kemashlahatan ummat untuk menempatkan bank syariah sedemikian rupa
(rahmatan lil alamin). Untuk mencapai misi dan visi sebagai alternatif bank disamping bank konvensional.
tersebut, kebijakan-kebijakan Bank Indonesia dalam Dalam jangka menengah (2004-2008) tujuan
pengembangan perbankan syariah berdasarkan pengembangan adalah agar bank syariah lebih
prinsip market driven, fair treatment, gradual and berperan dalam mendorong sektor riil. Sedangkan
sustainable approach yang secara konsisten sesuai tujuan pengembangan jangka panjang (2006-2011)
prinsip syariah dan standar internasional. adalah menjadikan bank syariah menjadi lebih efisien
Keberadaan perbankan syariah yang sesuai dan diharapkan dapat menjadi beroperasi secara
dengan misi dan visi di atas, juga tidak terlepas dari internasional.

170
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

boks
Lembaga Pengawas
Jasa Keuangan (LPJK)

Sesuai dengan amanat pasal 34 Undang- yang dihadapi oleh beberapa bank secara berantai
Undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang memiliki potensi untuk menyebar (domino effect)
disebutkan akan adanya suatu lembaga baru yang ke seluruh industri perbankan dan keuangan,
nantinya akan melakukan fungsi pengawasan bank. sehingga penanggulannya harus bersifat makro.
Sesuai dengan amanat tersebut, fungsi pengawasan Sedangkan lembaga pengawas jasa keuangan yang
bank akan beralih dari Bank Indonesia ke sebuah baru tersebut akan lebih banyak menitik beratkan
lembaga baru yang bersifat independent dan harus pada aspek-aspek mikro perbankan yaitu prudential
sudah berdiri sebelum 31 Desember 2002. Dengan regulation dalam arti kepatuhan individu bank-bank
beralihnya fungsi pengawasan tersebut, fungsi Bank maupun lembaga keuangan bukan bank lainnya
Indonesia nantinya hanya sebagai otoritas moneter terhadap segala ketentuan yang berlaku. Dengan
saja yang tugas utamanya difokuskan pada masalah- pemisahan fungsi pengawasan tersebut, tugas
masalah moneter dan sistem pembayaran. Ide pemi- pemeliharaan kestabilan sitem keuangan tetap
sahan fungsi pengawasan bank dari bank sentral dan berada di Bank Indonesia.
diserahkan ke lembaga lain bukan merupakan se- Lembaga pengawas jasa keuangan yang
suatu yang baru di dalam praktek pengawasan per- baru secara struktural direncanakan merupakan
bankan di negara-negara lain. Inggris, Jepang, Korea lembaga pemerintah di luar kabinet yang ber-
dan Australia adalah beberapa contoh negara-negara tanggung jawab kepada presiden. Tujuan dibentuknya
yang telah mempraktekkan pemisahan fungsi dan lembaga tersebut adalah untuk melakukan
tugas pengawasan dari bank sentral ke lembaga lain. pengawasan terhadap seluruh lembaga penyedia
Walaupun secara kelembagaan fungsi jasa keuangan dalam rangka menciptakan industri
pengawasan bank akan diserahkan ke lembaga baru, jasa keuangan yang sehat, akuntabel dan kompetitif.
Bank Indonesia tetap memiliki kewenangan dan Keberadaan lembaga pengawas jasa keuangan yang
tanggung jawab dalam hal pemeliharaan stabilitas baru tersebut akan lebih banyak menitik beratkan
system keuangan (financial stability) secara pada aspek-aspek prudential regulations dalam arti
keseluruhan. Fungsi Bank Indonesia dalam meme- kepatuhan individu bank-bank maupun lembaga
lihara stabilitas sistem keuangan yang berkaitan keuangan bukan bank lainnya terhadap segala
dengan bank-bank dan lembaga keuangan lainnya ketentuan yang berlaku. Cakupan tugas dari lembaga
nantinya akan menyangkut systemic risk yang baru tersebut nantinya tidak hanya melakukan
dihadapi oleh perbankan maupun industri keuangan pengawasan terhadap bank saja tetapi juga me-
secara keseluruhan. Systemic risk menyangkut risiko lakukan pengawasan terhadap semua lembaga

171
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

keuangan non bank seperti misalnya asuransi, modal keuangan. Disamping itu, untuk memudahkan
ventura, pegadaian, leasing, dana pensiun, peru- penyidikan terhadap praktek-praktek pelanggaran
sahaan sekuritas dan perusahaan jasa keuangan hukum yang terjadi di sektor keuangan, lembaga baru
lainnya termasuk pengelola dana masyarakat yang tersebut juga akan diberikan kewenangan untuk
bersifat micro financing. melakukan fungsi “penyidikan” seperti halnya yang
Pada saat ini pengawasan terhadap berbagai dimiliki oleh aparat penegak hukum lainnya walaupun
perusahaan penyedia jasa keuangan ada di berbagai sifatnya hanya terbatas dan khusus menyangkut
lembaga yang berbeda dan tidak terintegrasi satu masalah pelanggaran di bidang keuangan saja.
dengan yang lainnya, seperti misalnya pengawasan Dengan berakhirnya fungsi pembinaan dan penga-
bank-bank berada di Bank Indonesia, pengawasan wasan bank tersebut, maka perlu dilakukan revisi
perusahaan sekuritas ada di Bapepam, dan penga- (amandemen) terhadap Undang-undang No.7 tahun
wasan terhadap perusahaan asuransi berada di 1992 tentang Perbankan sebagaimana diubah
Departemen Keuangan. Dengan banyaknya lembaga dengan Undang-undang No.10 tahun 1998.
pengawas jasa keuangan yang berbeda dan tidak Sebuah tim yang beranggotakan pejabat-
berhubungan satu sama lain dalam beberapa hal pejabat dari Departemen Keuangan, Bank Indonesia,
menyebabkan terjadinya tumpang tindih serta Bapepam, dan Departemen Kehakimandengan
inefisiensi mengenai koordinasi dan pembinaan bantuan konsultan dari ADB telah bekerja sejak dua
lembaga-lembaga penyedia jasa keuangan tersebut. tahun yang lalu untuk merumuskan kajian dan konsep
Disamping itu, keterkaitan antara bank-bank dengan otoritas pengawas jasa keuangan yang baru. Sampai
lembaga-lembaga keuangan lain yang bukan bank saat ini tim tersebut telah berhasil menyusun blue print
adalah sangat erat dan memiliki beberapa kesamaan pembentukan LPJK serta rancangan undang-undang
dalam hal operasional usahanya serta risiko yang mengenai LPJK. Diharapkan RUU mengenai LPJK
dihadapi. Dengan berdirinya satu lembaga yang tersebut dapat diajukan pada pertengahan tahun 2002
mengawasi seluruh pengelola jasa keuangan sehingga pada akhir tahun 2002 dapat ditetapkan
diharapkan pengawasan terhadap lembaga-lembaga sebagai undang-undang dan mulai berdirinya lembaga
tersebut akan menjadi lebih efisien serta bersifat tersebut. Setelah LPJK terbentuk, akan dilakukan
consolidated dan terintegrasi yang pada akhirnya proses pemindahan pengawasan dan pengaturan
akan lebih menguntungkan para stake holders. bank dari Bank Indonesia ke lembaga tersebut secara
Secara konsep, lembaga pengawas jasa bertahap. Untuk itu perlu dilakukan berbagai persiapan
keuangan yang akan dibentuk tersebut tidak hanya baik di Bank Indonesia maupun lembaga baru tersebut
memiliki wewenang untuk melakukan pengawasan terutama yang menyangkut sistem, data/informasi,
saja, melainkan juga diberikan wewenang untuk dan sumber daya manusia agar proses pengalihan
melakukan fungsi pengaturan termasuk memberikan pembinaan dan pengawasan bank yang selama ini
dan mencabut izin usaha lembaga pengelola jasa telah berjalan tidak mengalami gangguan.

172
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

boks
Sistem Informasi Terpadu Pengembangan Usaha Kecil
(SI-PUK)

Sebagai upaya untuk lebih memberikan nilai penelitian BLS secara cepat, hasil penelitian BLS
tambah dan manfaat yang lebih besar terhadap hasil- dimasukkan kedalam suatu sistem informasi yang
hasil penelitian khususnya yang terkait dengan dikenal dengan Sistem Informasi BLS (SIB).
pengembangan usaha kecil, dipandang perlu lebih Manfaat dari SIB yaitu : (i) memberikan informasi
menyebarluaskan secara cepat laporan hasil pene- tentang subsektor ekonomi/komoditas yang
litian tersebut kepada masyarakat luas. Sehubungan potensial untuk dikembangkan; dan (ii)
dengan itu, Bank Indonesia telah memasukkan hasil- mengidentifikasi kesempatan usaha kecil serta
hasil penelitian dimaksud kedalam suatu Sistem faktor-faktor pendorong maupun penghambat
Informasi Terpadu Pengembangan Usaha Kecil atau yang mempengaruhinya.
SI-PUK yang dapat diakses melalui internet/ website Sementara ini informasi dalam SIB meliputi hasil
Bank Indonesia dalam versi Bahasa Indonesia penelitian di 23 Propinsi yaitu Sumut, Riau,
maupun Bahasa Inggris. SI-PUK merupakan Sumbar, Sumsel, Jambi, Bengkulu, Lampung,
kumpulan sistem informasi usaha kecil berbasis DKI JAYA, Jabar, Jateng, DIY, Jatim, Kaltim,
internet yang disusun oleh Bank Indonesia secara Kalbar, Kalteng, Kalsel, Sulut, Sulteng, Sultra,
terpadu/terintergrasi antara satu sistem informasi, Sulsel, Bali, NTB dan NTT. Dalam upaya
dengan sistem informasi lainnya, sehingga dapat memperoleh gambaran terkini dilakukan
menyajikan informasi yang mudah diakses oleh penelitian ulang/up dating setiap 5 (lima) tahun.
pengguna. Adapun sistem informasi usaha kecil Hasil akhir penelitian BLS adalah berupa Daftar
berbasis internet yang terintergrasi dalam SI-PUK Skala Prioritas Sub Sektor Ekonomi/ komoditas
meliputi : yang potensial untuk dikembangkan di setiap Dati
1. Sistem Informasi Baseline Economic Survey I, Dati II dan daerah kecamatan yang di-
(SIB) kelompokan dalam sub sektor ekonomi/komo-
Penelitian Dasar Potensi Ekonomi atau dikenal ditas yang Sangat Potensial (SP), Potensial (P)
dengan Baseline Economic Survey (BLS) dan Kurang Potensial (KP). Pengelompokan
merupakan penelitian awal/dasar atas tersebut di atas ditinjau dari 6 aspek yaitu dari
keberadaan potensi sub sektor ekonomi/ Aspek Pemasaran, Aspek Kewirausahaan, Aspek
komoditas disuatu Daerah Tingkat I/Propinsi Teknis Produksi, Aspek Pertumbuhan, Aspek
terutama dalam hubungannya dengan Infrastruktur (Sarana/Prasarana), dan Aspek
pengembangan usaha kecil yang dilaksanakan Kebijakan Pemerintah dalam pengembangan
sejak tahun 1979. Untuk menyebarluaskan hasil usaha kecil.

173
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

2. Sistem Informasi Agroindustri Berorientasi Ekspor turunannya sekitar 500 komoditas, yang meliputi
(SIABE) 23 Propinsi seperti halnya SIB.
Dalam upaya turut serta mengurangi dampak 3. Sistem Informasi Pola Pembiayaan/Lending
krisis ekonomi, Bank Indonesia pada tahun 1999 Model Usaha Kecil (SI-LMUK)
mengembangkan Sistem Informasi Agroindustri SI-LMUK merupakan sistem informasi yang
Berorientasi Ekspor (SIABE) yang datanya menyajikan hasil penelitian Bank Indonesia
merupakan hasil penelitian terhadap komoditas mengenai pola-pola pembiayaan usaha kecil
agroindustri yang berpotensi untuk diekspor. yang berpotensi untuk dikembangkan. Melalui
Tujuannya antara lain memberikan informasi pola-pola pembiayaan ini diharapkan dapat
kepada masyarakat luas termasuk perbankan direplikasikan oleh para pengusaha sebagai
dan calon importir dari luar negeri tentang informasi awal bagi perbankan dalam
berbagai komoditas agroindustri yang potensial pembiayaan suatu komoditas.
untuk diekspor berikut informasi lainnya. Informasi Cakupan SI-LMUK antara lain meliputi aspek
dimaksud antara lain mengenai : (i) Profil pemasaran, aspek teknis produksi, aspek
komoditas, teknologi proses, pohon industri, finansial, aspek dampak ekonomi dan lingkungan.
daerah bahan baku, volume ekspor, peraturan Saat ini pola pembiayaan yang dapat disajikan
tarif ekspor, nilai ekspor, negara tujuan ekspor dalam sistem informasi ini sebanyak 37 pola
dan nama eksportir; (ii) Volume dan nilai ekspor pembiayaan usaha.
per negara tujuan, per Dati I; (iii) Daftar ekspotir 4. Sistem Penunjang Keputusan Untuk Investasi
meliputi nama, alamat, contact person, telepon/ (SPKUI)
faksimili eksportir, jenis komoditas, dan Propinsi; Sistem ini merupakan pendamping SI-LMUK
(iv) Daerah potensi komoditas tersebut di masing- yang dapat membantu memudahkan pengguna
masing Dati I dan Dati II; (v) Standar mutu, apabila akan melakukan simulasi suatu usaha.
hambatan tarif, dan peraturan ekspor. Dengan Simulasi dilakukan dengan mengganti besarnya
informasi tersebut diharapkan akan memper- data kuantitas/volume dan atau nilai dalam
mudah calon importir luar negeri untuk komponen yang tercantum dalam analisa ke-
bekerjasama dengan eksportir dalam negeri, uangan pada lending model antara lain asumsi
yang pada akhirnya dapat meningkatkan ekspor yang digunakan, misalnya kebutuhan biaya
komoditas agroindustri yang sekaligus dapat investasi/pembiayaan, laba-rugi, dan arus kas.
menambah pemasukan devisa. Melalui sistem ini pengguna dapat menghitung
Sementara ini informasi dalam SIABE mencakup secara otomatis dan cepat besarnya pem-
hasil penelitian 15 komoditas yaitu kulit, ubi kayu, biayaan suatu komoditas dalam lending model.
kelapa sawit, jambu mete, udang, karet, coklat, Dengan simulasi perhitungan dimaksud di-
kopi, teh, furniture (kayu jati/mahoni), kulit kayu harapkan pengguna segera memperoleh
manis, nilam, ikan, lada, tembakau, berikut produk gambaran kelayakan finansial suatu usaha

174
Perbankan dan Lembaga Keuangan Lain

sesuai dengan kondisi/waktu dan daerah permohonan kredit dari bank, meskipun pada
komoditas tersebut. dasarnya masing-masing bank mempunyai
5. Sistem Informasi Prosedur Memperoleh Kredit tatacara sendiri permohonan kredit seperti
(SI-PMK). formulir permohonan dan persyaratan lainnya.
Merupakan suatu informasi kepada calon Cakupan sistem informasi ini antara lain meliputi
nasabah tentang tata cara/prosedur dalam informasi mengenai pengertian kredit, fungsi
mengajukan permohonan kredit kepada bank. kredit, manfaat kredit, manajemen kredit, jenis
Dengan adanya sistem informasi ini diharapkan kredit prosedur memperoleh kredit, dan analisis
dapat membantu pengguna/calon debitur kelayakan usaha dengan menggunakan rasio-
mengetahui prosedur secara umum untuk rasio keuangan calon debitur.

175
Sistem Pembayaran Nasional

bab 9 SISTEM PEMBAYARAN NASIONAL

176
Sistem Pembayaran Nasional

bab 9

SISTEM PEMBAYARAN NASIONAL

D alam rangka untuk memenuhi tujuan Bank


Indonesia sebagaimana tertuang dalam
Undang-Undang No.23 tahun 1999 tentang Bank
kebutuhan masyarakat akan uang kartal seiring
dengan meningkatnya peranan usaha kecil mengah
dan sektor informal dalam perekonomian Indonesia
Indonesia yaitu mencapai dan memelihara kestabilan yang lebih banuak menggunakan pebiayaan sendiri
nilai rupiah, diperlukan suatu sistem pembayaran nasio- dibandingkan dengan pembiayaan dari sektor
nal yang efisien, cepat, aman dan handal dalam mendu- perbankan. Selain itu kenaikan kebutuhan masya-
kung efektivitas pelaksanaan kebijakan moneter serta rkat juga dalam rangka menghadapi bulan Rama-
mendukung pengembangan sistem perbankan yang dhan, Hari Raya Idul Fitri, Hari Natal dan tahun baru
sehat. Untuk mewujudkan arah kebijakan tersebut, te- 2002 yang waktunya saling berdekatan. Di samping
lah ditempuh berbagai kebijakan dibidang sistem itu, dalam rangka standarisasi ukuran uang kertas
pembayaran baik tunai (kartal) maupun non tunai (giral). rupiah dan peningkatan pengamanannya, Bank
Dalam tahun 2001 kebijakan dalam sistem Indonesia telah menerbitkan uang kertas pecahan
pembayaran tunai mencakup langkah Bank Indonesia Rp5.000 dengan desain baru serta ukuran lebar
untuk meningkatkan pelayanan perkasan kepada yang sama dengan uang kertas pecahan Rp1.000
perbankan, meningkatkan pendistribusian uang peca- dan uang plastik pecahan Rp100.000. Selanjutnya,
han kecil kepada masyarakat bekerjasama dengan dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat
pihak ketiga, serta mengeluarkan uang kertas emisi terhadap uang pecahan kecil (Rp5.000 ke bawah),
baru dengan disain dan ukuran yang sesuai dengan telah dikembangkan pilot project kerjasama dengan
standar Bank Indonesia. Sementara dibidang sistem pihak ketiga untuk pendistribusian uang pecahan
pembayaran non tunai, kebijakan diarahkan pada kecil di Jakarta. Dengan kebijakan ini, masyarakat
pengurangan resiko pembayaran antar bank yang dapat menukarkan uang pecahan kecil yang di-
dapat mengganggu kestabilan keuangan, menunjang butuhkan kepada pihak ketiga dimaksud yang ber-
pelaksanaan kebijakan moneter, peningkatan kualitas operasi pada pusat-pusat keramaian, tanpa dipungut
dan kapasitas layanan sistem pembayaran, penyem- biaya.
purnaan ketentuan-ketentuan, serta pengaturan Selain itu, Bank Indonesia juga melakukan
terhadap pengawasan sistem pembayaran. kerjasama dengan beberapa perguruan tinggi negeri
yaitu Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) dan
KEBIJAKAN SISTEM PEMBAYARAN DALAM TAHUN 2001 Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta untuk
Pada tahun 2001, Bank Indonesia mening- melakukan penelitian potensi tanaman Indonesia
katkan penyediaan uang untuk memenuhi kenaikan yang dapat digunakan sebagai alternatif bahan baku

177
Sistem Pembayaran Nasional

pembuatan kertas uang, sehingga diharapkan nan- berkembangnya teknologi misalnya komputer dan
tinya dapat mengurangi ketergantungan impor dan scanner.
meningkatkan efisiensi Bank Indonesia. Selanjutnya Berkenaan dengan sistem pembayaran
dalam rangka meningkatkan pelayanan perkasan bukan tunai, sistem Bank Indonesia – Real Time
kepada masyarakat, Bank Indonesia telah mene- Gross Settlement (BI-RTGS) sebagai suatu meka-
rapkan Otomasi Administrasi Perkasan dan Sistem nisme setelmen pembayaran antar bank untuk
Informasi Pengedaran Uang, sehingga kegiatan transaksi nilai besar (High Value Payment) dan yang
perkasan di Kantor Pusat dapat dilakukan secara on- bersifat penting (urgent) telah diimplementasikan di
line. 12 Kantor Bank Indonesia (KBI) yaitu Bandung,
Berkenaan dengan pemalsuan uang rupiah, Surabaya, Denpasar, Samarinda, Balikpapan,
Bank Indonesia telah mengambil langkah preventif Manado, Medan, Padang, Batam, Pekanbaru, Sema-
maupun represif untuk menanggulanginya. Langkah rang dan Yogyakarta. Implementasi BI-RTGS di
preventif yang telah dilakukan antara lain adalah me- wilayah KBI tersebut selain ditujukan untuk mem-
nyempurnakan desain uang serta meningkatkan perlancar transfer dan aliran dana, juga ditujukan
penggunaan unsur-unsur pengaman pada pence- untuk mendukung terlaksananya program Centralized
takan uang rupiah yang baru. Selain itu, Bank Indo- Settlement Account (CSA).
nesia juga menyebarluaskan ciri-ciri keaslian uang Apabila sistem BI-RTGS telah diimplemen-
rupiah, menyebarluaskan poster dan sticker menge- tasikan di seluruh wilayah KBI, maka setiap bank di
nai cara mudah mengenali uang rupiah, meningkat- Indonesia hanya akan memelihara satu rekening giro
kan kegiatan penataran serta mempersiapkan pena- di Bank Indonesia. Pada akhir tahun 2001, jumlah
yangan iklan layanan masyarakat di media televisi rekening tiap bank yang dipelihara di Bank Indonesia
bekerjasama dengan Kepolisian RI. Upaya lain yang telah menurun dari 38 rekening menjadi 26 rekening,
telah dilakukan adalah dengan meningkatkan yakni 1 rekening yang berada di RTGS Central
koordinasi bersama unsur-unsur terkait yang ter- Computer, yang merupakan gabungan dari rekening
gabung dalam Badan Kordinasi Pemberantasan Uang giro bank di Kantor Pusat Bank Indonesia dan 12 KBI
Palsu (Botasupal). yang telah mengimplementasikan sistem BI-RTGS,
Sementara itu, upaya represif dilakukan dan 25 rekening giro yang masih berada di sistem
melalui koordinasi dengan instansi terkait dalam akunting di 25 KBI yang belum mengimplementasikan
melakukan penangkapan dan pemrosesan ke sistem BI-RTGS.
pengadilan terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam Dengan adanya satu rekening giro untuk
pemalsuan uang rupiah. Namun demikian, kebera- setiap bank di Bank Indonesia, maka pelaksanaan
daan uang palsu tersebut masih tetap ditemukan di tugas dalam melakukan pemantauan ketaatan bank
tahun 2001, meskipun dengan jumlah yang lebih kecil dalam memenuhi ketentuan pemenuhan Giro Wajib
dibandingkan dengan tahun sebelumnya, tetapi Minimum (GWM) dan pemantauan likuiditas bank
dengan kualitas yang relatif lebih baik seiring dengan terutama bagi bank-bank yang mengalami kesulitan

178
Sistem Pembayaran Nasional

likuiditas akan sangat terbantu. Dari sisi bank, penge- internal Bank Indonesia maupun dengan pihak per-
lolaan satu rekening di Bank Indonesia tentu lebih bankan yang meliputi kegiatan yang bersifat me-
mudah daripada pengelolaan 38 rekening. nyeluruh mulai dari pendaftaran sampai dengan
Sementara itu dalam rangka meningkatkan pengaksesan informasi. Untuk pertama kalinya, sistem
efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan kliring ini diterapkan di KBI Surabaya pada bulan November
secara elektronik dan otomasi, diperlukan suatu fasi- 2001. Dipilihnya KBI Surabaya sebagai kantor pertama
litas yang mampu menyajikan informasi hasil penye- yang menerapkan sistem ini karena memiliki pangsa
lenggaraan kliring lokal secara dini, akurat, lengkap, kliring terbesar setelah Jakarta dan Voice Kit yang
aman, cepat dan dapat diakses melalui sistem infor- dimiliki oleh KBI tersebut kondisinya sudah tidak dapat
masi jarak jauh. Untuk mewujudkan hal tersebut, digunakan. Dalam rangka menciptakan keseragaman
Bank Indonesia telah mengembangkan sarana dan pengoperasian, pada akhir tahun 2001 telah
penyampaian informasi yang dikenal dengan nama disusun buku pedoman pengoperasian SIKJJ baik
Sistem Informasi Kliring Jarak Jauh (SIKJJ). Sistem untuk Peserta maupun Penyelenggara yang memuat
SIKJJ merupakan tindak lanjut dari kebijakan tata cara penggunaan seluruh fungsi menu.
standardisasi sistem dan kelengkapan pendukung Selanjutnya, salah satu aspek yang perlu
penyelenggaraan kliring yang dilaksanakan Bank diperhatikan dalam proses kliring yaitu faktor
Indonesia. Saat ini penyebaran informasi hasil kliring keamanan data. Untuk memperpanjang usia penyim-
yang tersedia antara lain dilakukan dengan sarana panan data transaksi pada wilayah kliring, telah
Pusat Informasi Pasar Uang (PIPU) dan Terminal dilakukan penambahan suatu media simpan berupa
Peserta Kliring (TPK) - Sistem Kliring Elektronik CD Burner. Alat ini mampu menyimpan image warkat
Jakarta (SKEJ) yang dirasakan masih memiliki lebih dari 10 tahun sehingga dengan bertambahnya
keterbatasan dalam penyediaan informasi posisi usia simpan data image akan mendukung pelak-
akhir hasil kliring. sanaan audit (eksternal dan internal) dan investigasi
Pengembangan sistem SIKJJ dapat mening- terhadap aktifitas kliring. Aplikasi sistem CD Burner
katkan kualitas dan kapasitas layanan sistem pem- akan dipasang di empat kantor yaitu Kantor Pusat
bayaran dan memenuhi kebutuhan informasi peserta (KP) Jakarta, Surabaya, Medan dan Bandung.
kliring mengenai hasil perhitungan kliring secara Selama tahun 2001, aplikasi ini baru dipasang di KP
lebih cepat, informatif dan tepat waktu. Dengan Jakarta dan KBI Surabaya. Sementara untuk dua KBI
sistem SIKJJ, bank peserta kliring tidak hanya dapat lainnya yaitu KBI Medan dan Bandung direncanakan
mengakses data berupa hasil kliring hariannya akan diterapkan pada tahun 2002 setelah penye-
melalui fasilitas internet, tapi tersedia pula berbagai lenggaraan kliring di kedua KBI tersebut dilakukan
informasi berkaitan dengan aktivitas penyeleng- secara otomasi berbasis image.
garaan kliring. Selain itu, juga dilakukan penyempurnaan
Selama tahun 2001, pengembangan sistem ketentuan serta pengaturan pengawasan sistem
SIKJJ telah mengalami tahap uji coba baik secara pembayaran, yang meliputi hal-hal sebagai berikut:

179
Sistem Pembayaran Nasional

1. Perubahan Peraturan Bank Indonesia (PBI) lembaga pengawasan jasa keuangan juga akan
No.2/24/PBI/2000 tentang Hubungan Rekening menimbulkan konsekuensi kewenangan dalam
Giro Antara Bank Indonesia dengan Pihak mengatur jasa-jasa sistem pembayaran. Kondisi
Ekstern seperti ini dikhawatirkan akan menimbulkan
Berdasarkan PBI No.2/24/PBI/2000 pihak-pihak dualisme dalam pengaturan dan pengawasan,
yang dapat membuka rekening giro di Bank sehingga perlu diatur lebih tegas batas-batas
Indonesia hanyalah Bank, Departemen Keua- kewenangan antar lembaga. Untuk mengatasi hal
ngan yang berkaitan dengan pelaksanaan APBN di atas, saat ini tengah disusun konsep PBI
(budget) dan International Monetary Funds (IMF). tentang Penyelenggaraan Jasa Sistem
Pembatasan pihak-pihak yang dapat membuka Pembayaran Dengan Menggunakan Alat Pem-
rekening giro di Bank Indonesia tersebut berdam- bayaran Non Tunai dan Jasa Pendukungnya.
pak terhadap pelaksanaan tugas Bank Indonesia 3. Pengaturan Pengawasan Sistem Pembayaran
dalam kebijakan moneter, sistem pembayaran Dalam penjelasan umum UU No. 23 tahun 1999
dan penyelesaian dana kredit likuiditas. dinyatakan bahwa Bank Indonesia juga diberikan
Guna mengantisipasi timbulnya permasalahan kewenangan dan tanggung jawab untuk mela-
yang dikarenakan adanya pembatasan tersebut kukan pengawasan jasa sistem pembayaran agar
diperlukan perluasan pihak ekstern yang dapat masyarakat luas dapat memperoleh jasa sistem
membuka rekening giro di Bank Indonesia. Dalam pembayaran yang efisien, cepat, dan aman.
kaitan dengan hal tersebut pada tanggal 20 Juni Pengawasan sistem pembayaran ditujukan untuk
2001 dikeluarkan PBI No. 3/11/PBI/2001 yang mendorong terwujudnya sistem pembayaran
memungkinkan bank, instansi pemerintah, lem- yang aman dan efisien serta melindungi sistem
baga keuangan internasional dan lembaga lain keuangan (financial system) dari kemungkinan
untuk membuka rekening giro di Bank Indonesia. terjadinya efek domino yang dapat terjadi apabila
2. Penyusunan PBI tentang Penyelenggaraan peserta sistem pembayaran mengalami risiko
Jasa Sistem Pembayaran dengan meng- kredit atau likuiditas.
gunakan Alat Pembayaran Non Tunai dan Jasa Untuk meminimalisasi atau mengeliminasi risiko
Pendukungnya sistemik yang mungkin timbul dari penye-
Pasal 15 UU No.23 tahun 1999 tentang Bank lenggaraan sistem pembayaran, tahun ini tengah
Indonesia menyatakan bahwa perizinan, penga- dikaji dan disusun mekanisme pengawasan
turan dan pengawasan jasa sistem pembayaran sistem pembayaran yang akan dilaksanakan
merupakan kewenangan Bank Indonesia. Pada secara menyeluruh yang dituangkan dalam
saat ini terdapat sejumlah kewenangan yang naskah akademis mekanisme pengawasan
berkaitan dengan jasa sistem pembayaran yang sistem pembayaran nasional. Dengan adanya
diatur oleh lembaga lain misalnya Departemen mekanisme pengawasan yang komprehensif,
Keuangan. Selain itu rencana untuk membentuk pengawasan sistem pembayaran dapat di-

180
Sistem Pembayaran Nasional

laksanakan secara lebih tepat dan terarah. memenuhi prinsip-prinsip BIS Core Principles
Adapun cakupan bidang sistem pembayaran bagi penyelenggaraan sistem pembayaran di
yang diatur mekanisme pengawasannya tidak Indonesia.
hanya kegiatan kliring saja tapi juga jasa sistem
pembayaran lainnya yaitu BI-RTGS, sistem PERKEMBANGAN ALAT-ALAT PEMBAYARAN
pembayaran berbasis kartu (kartu ATM, kartu Sejalan dengan meningkatnya kegiatan
kredit, kartu debet dan kartu pra-bayar), serta jasa ekonomi dalam tahun 2001, perkembangan alat-alat
pendukungnya. pembayaran tunai maupun bukan tunai menunjukkan
4. Penyusunan Pedoman Assesment terhadap peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya. Di
Penyelenggaraan Sistem Kliring dan BI-RTGS samping itu, berdekatannya hari-hari besar
Guna menjaga stabilitas keuangan, sistem pem- keagamaan dan tahun baru menjadi faktor penyebab
bayaran yang penting secara sistem (systemically meningkatnya penggunaan kedua alat pembayaran
important) perlu diberikan perlindungan terhadap tersebut di atas.
resiko sistemik, karena gangguan terhadap
sistem dapat mengganggu sistem keuangan Alat Pembayaran Tunai
domestik maupun internasional. Berpegang pada Posisi Uang kartal Yang Diedarkan (UYD)
Core Principles for Systemically Important sepanjang tahun 2001 cenderung meningkat. Posisi
Payment Systems, yang dikembangkan oleh UYD akhir Desember 2001 mencapai Rp 91,3 triliun
Bank for International Settlement , Bank Indonesia atau meningkat 1,76% dibandingkan dengan periode
melakukan assessment terhadap pemenuhan yang sama pada tahun sebelumnya yang hanya
Core Principles di atas pada sistem pembayaran sebesar Rp 89,7 triliun. Sementara itu, rata-rata posisi
yang diselenggarakan saat ini. UYD akhir bulan pada tahun 2001 mencapai Rp 77,0
Pada akhir tahun 2001 telah disusun pedoman triliun atau naik 18,48% dibandingkan tahun
assessment yang berguna untuk menilai kese- sebelumnya sebesar Rp 65,0 triliun.
suaian penyelenggaraan sistem pembayaran Kenaikan UYD ini secara umum dipengaruhi
dengan BIS Core Principles for Systemically oleh tingginya permintaan masyarakat terhadap uang
Important Payment System. Pada tahap awal kartal untuk memenuhi kebutuhan yang terus me-
assesment ini dilakukan pada sistem kliring dan ningkat seiring dengan perkembangan ekonomi
BI-RTGS. Diharapkan secara bertahap assess- nasional. Ditinjau dari besarnya kenaikan UYD, kenai-
ment ini juga akan dilakukan terhadap sistem kan yang cukup besar terjadi pada bulan November
pembayaran yang dilakukan oleh pihak lain di dan Desember 2001 berkaitan dengan adanya
luar Bank Indonesia meskipun sistem tersebut penarikan yang cukup besar dari masyarakat dalam
belum memenuhi kategori systemically im- rangka menghadapi bulan Ramadhan, Hari Raya Idul
portant. Hal ini ditujukan untuk menunjukan Fitri, Hari Natal dan tahun baru 2002 yang waktunya
bahwa Bank Indonesia memiliki komitmen untuk saling berdekatan.

181
Sistem Pembayaran Nasional

Dilihat dari jenis uangnya, perbandingan Tabel 9.2


antara uang kertas dan uang logam pada tahun 2001 Perkembangan Jumlah Uang yang Dimusnahkan/PTTB
Jenis Pecahan
tidak banyak mengalami perubahan, yaitu sebesar
Periode 100.000 50.000 20.000 10.000 5.000 1.000 500 100 Jumlah
98% untuk uang kertas dan 2% untuk uang logam. Miliar Rp.
1994 870 2.199 6.345 2.214 924 385 66 13.003
Sementara itu, bila dilihat dari pecahannya, posisi 1995 749 2.247 3.920 1.615 894 407 56 9.889
1996 2.789 7.363 8.618 1.726 1.016 474 50 22.035
UYD tersebut didominasi oleh pecahan Rp 100.000 1997 3.615 8.301 8.440 1.866 1.277 564 36 24.099
1998 2.103 3.506 5.046 2.209 882 428 15 14.187
dan Rp 50.000 dengan pangsa masing-masing men- 1999 0 20.645 12.473 10.582 3.461 805 362 6 48.333
2000 51 42.940 13.360 6.872 2.404 867 261 10 66.765
capai 41,35% dan 28,90% dari total UYD. 2001 354 15.092 9.637 5.144 2.329 642 144 20 33.362

Dalam rangka memenuhi kebutuhan


masyarakat terhadap uang kartal, pada tahun 2001 Selain menyediakan uang dalam jumlah yang
Bank Indonesia melakukan pengadaan uang seba- cukup, Bank Indonesia juga senantiasa menjaga agar
nyak 4,0 milyar bilyet uang kertas senilai Rp48,1 kualitas uang yang dipegang masyarakat terjaga kua-
triliun dan 1,7 milyar keping uang logam senilai litasnya dengan cara melakukan “clean money policy”
Rp0,4 triliun. Sebagian besar dari pengadaan uang yaitu menarik dan memusnahkan uang yang tidak
ini digunakan untuk mengganti uang lusuh yang layak edar atau Pemberian Tanda Tidak Berharga
dimusnahkan yaitu sekitar Rp33,4 triliun, dan sisanya (PTTB) serta mengganti uang yang dimusnahkan
untuk mengantisipasi peningkatan kebutuhan tersebut. Jumlah PTTB tahun 2001 sebesar Rp 33,4
perekonomian serta menambah persediaan uang triliun atau turun 50,00% dengan tahun sebelumnya
kartal Bank Indonesia. Hasil cetak yang diterima dari yang mencapai Rp 66,8 triliun. Penurunan PTTB ini
Perum Peruri sampai dengan Desember 2001 adalah terutama disebabkan adanya penerapan kebijakan
senilai Rp41,3 triliun atau 85,15% dari total mengurangi jumlah (pengetatan) PTTB untuk
pengadaan uang. Meskipun jumlah pengadaan uang pecahan Rp 50.000 dan Rp 20.000.
yang terealisasi sebesar 85,15%, posisi kas Bank Secara nominal, PTTB terbesar adalah untuk
Indonesia akhir tahun 2001 masih cukup aman yaitu pecahan Rp50.000 yaitu sebesar 45,24% dari total
Rp 34,1 triliun atau mampu memenuhi lebih dari 2 PTTB, kemudian diikuti oleh pecahan Rp20.000
bulan rata-rata permintaan masyarakat. sebesar 28,89% dan Rp10.000 sebesar 15,42%.
Adapun dilihat dari jumlah lembar (bilyet), PTTB
Tabel 9.1 terbesar adalah untuk pecahan Rp1.000 sebesar
Perkembangan Posisi Uang Kartal
yang Diedarkan (UYD) 22,16%, kemudian diikuti oleh pecahan Rp10.000
sebesar 17,75% dan Rp 20.000 sebesar 16,62%.
Rincian Des 1997 Des 1998 Des 1999 Des 2000 Des 2001
Triliun Rp.

Uang Yang Diedarkan 33,6 48,5 72,6 89,7 91,3


Perkembangan Aliran Uang Masuk/Keluar dan
Uang Kertas 32,9 47,5 71,2 87,9 89,6 Posisi Kas
Uang Logam 0,7 1,0 1,4 1,8 1,7 Aliran uang masuk (inflow) secara nasional
cenderung berfluktuasi. Rata-rata bulanan inflow pada

182
Sistem Pembayaran Nasional

tahun 2001 adalah sebesar Rp15,4 triliun atau naik


Triliun Rp
24,48% dibandingkan dengan rata-rata bulanan inflow
90
pada tahun 2000 yang tercatat sebesar Rp12,3 triliun. 80 2000

70
Sementara itu, rata-rata bulanan aliran uang keluar
60 1999
(outflow) pada tahun 2001 mencapai Rp15,6 triliun atau 50
40
meningkat 13,55% dibandingkan rata-rata bulanan
30 2001
outflow tahun 2000 yang mencapai Rp13,7 triliun. 20
10
Berdasarkan perkembangan inflow - outflow
0
di atas, secara nasional pada tahun 2001 terjadi net Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

outflow sebesar Rp1,8 triliun atau rata-rata Rp0,15


Grafik 9.2
triliun/bulan. Sementara itu, bila dilihat dari masing-
Perkembangan Posisi Kas
masing Kantor Bank Indonesia (KBI), hampir seluruh
KBI di luar Jawa mengalami net outflow, sedangkan
KBI di Jawa kecuali Jakarta mengalami net inflow. mengurangi jumlah (pengetatan) PTTB untuk
Hal ini terutama disebabkan aktifitas pengeluaran/ pecahan Rp50.000 dan Rp20.000.
belanja masyarakat sebagian besar mengalir ke Jawa.
Posisi kas BI pada akhir tahun 2001 sebesar Perkembangan Jumlah Temuan Uang Palsu
Rp34,1 triliun atau naik 22,91% dibandingkan dengan Penemuan uang palsu yang berasal dari
posisi kas pada akhir tahun 2000 yang tercatat laporan bank-bank, Kepolisian RI dan Bank
sebesar Rp27,7 triliun. Peningkatan posisi kas ini Indonesia, untuk periode Januari sampai dengan
disebabkan oleh menurunnya jumlah uang yang November 2001 sebanyak 97.642 bilyet (senilai
dimusnahkan (PTTB) sebagai dampak dari kebijakan Rp3,88 milyar). Dari jumlah tersebut, penemuan
terbesar adalah untuk pecahan Rp50.000 yaitu
65.307 bilyet (66,88%), diikuti pecahan Rp20.000,
Triliun Rp
sebanyak 25.305 bilyet (25,92%). Jumlah penemuan
30
Aliran Uang Masuk
uang palsu tersebut menurun 30,31% dibandingkan
25 Aliran Uang Keluar

dengan jumlah temuan uang palsu pada periode


20
yang sama tahun 2000, yaitu dari 322.108 bilyet
15

10
menjadi 97.642 bilyet.

5
Sebagian besar uang palsu yang ditemukan

0
adalah uang palsu yang belum sempat beredar di
Jan. Feb. Mar. Apr. Mei Jun. Jul. Ags. Sept. Okt. Nov. Des. masyarakat, dan merupakan hasil penangkapan oleh
2001

Kepolisian RI. Data dari bulan Januari sampai de-


Grafik 9.1
ngan November 2001 menunjukkan bahwa 63,42%
Perkembangan Aliran Uang Masuk/Keluar
uang palsu yang ditemukan adalah berasal dari lapo-

183
Sistem Pembayaran Nasional

Tabel 9.3 Tabel 9.5


Perkembangan Penemuan Uang Palsu Per Pecahan Rasio uang Palsu Terhadap UYD
Tahun 1994 – 2001

Jenis Pecahan Jenis Pecahan


Periode Bilyet Periode Bilyet
100.000 50.000 20.000 10.000 5.000 Jumlah 100.000 50.000 20.000 10.000 5.000
1994 – 14 2.340 1.925 624 4.903
1995 – 74 5.349 7.224 403 13.050 1994 - 0,0000001 0,0000070 0,0000030 0,0000020
1996 – 128 5.379 9.904 2.537 17.948 1995 - 0,0000010 0,0000140 0,0000090 0,0000010
1996 - 0,0000010 0,0000110 0,0000140 0,0000080
1997 – 16.392 139.938 82.274 234 238.838
1997 - 0,0000970 0,0002500 0,0000920 0,0000000
1998 – 107.520 9.758 59.633 754 177.665
1998 - 0,0002840 0,0000140 0,0000620 0,0000010
1999 – 89.137 100.536 26.053 224 215.950
2000 – 282.424 24.993 12.836 1.855 322.108 1999 0,0000000 0,0001240 0,0001230 0,0000350 0,0000004
2001 425 65.307 25.305 6.317 288 97.642 2000 0,0000000 0,0005150 0,0000360 0,0000210 0,0000030

Jumlah 425 560.996 313.598 206.166 6.919 1.088.104 2001 0,0000011 0,0001619 0,0000466 0,0000105 0,0000005

ran Kepolisian RI sedangkan sisanya berasal dari Selanjutnya, Bank Indonesia juga senantiasa
laporan bank-bank. meningkatkan unsur-unsur pengaman (security
Meskipun jumlah uang palsu yang ditemukan features) pada setiap uang kertas yang diterbitkan
pada tahun 2001 menurun dibandingkan tahun 2000, dan meningkatkan kegiatan sosialisasi pengenalan
Bank Indonesia tetap meningkatkan kerjasama de- keaslian uang Rupiah kepada masyarakat. Selama
ngan instansi terkait dalam upaya memberantas tahun 2001 telah dilakukan 47 kali penyuluhan, yang
peredaran uang palsu tersebut antara lain dengan diikuti oleh siswa sekolah, guru-guru, tokoh masyarakat,
Botasupal. Bank Indonesia juga mengedarkan poster kasir, karyawan hotel, dan kepolisian. Selain upaya
dan sticker mengenai cara mudah mengenali uang yang bersifat preventif tersebut, Bank Indonesia
Rupiah serta mempersiapkan pembuatan iklan menerapkan upaya represif dengan melakukan
layanan masyarakat di media televisi bekerjasama koordinasi dan kerjasama dengan instansi terkait dalam
dengan Kepolisian RI. melakukan penangkapan dan pemrosesan ke
pengadilan terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam
pemalsuan uang rupiah. Namun demikian, keberadaan
Tabel 9.4
Pangsa Penemuan Uang Palsu Menurut uang palsu tersebut masih tetap ditemukan di tahun
Sumber Laporan
2001, meskipun dengan jumlah yang lebih kecil
Kepolisian RI Bank
Periode dibandingkan dengan tahun sebelumnya tetapi dengan
Persen
kualitas teknik pemalsuan yang relatif lebih canggih
1997 92,89 7,11
1998 84,36 15,46 seiring dengan berkembangnya teknologi (misalnya
1999 80,39 19,61
2000 83,58 16,42 dengan menggunakan komputer dan scanner).
20011) 70,29 29,71
Apabila dibandingkan dengan uang kartal yang
1) Data s.d. November 2001
diedarkan (UYD), ratio uang palsu tahun 2001 rata-

184
Sistem Pembayaran Nasional

rata 36 lembar per satu juta lembar UYD (0,0036%). rata-rata transaksi per hari sebanyak 3.996 (Grafik
Adapun perkembangan rasio antara uang palsu 9.4). Peningkatan ini terjadi karena makin luasnya
dengan UYD adalah sebagaimana pada Tabel 9.5. cakupan wilayah implementasi sistem BI-RTGS se-
hingga semakin besar pula minat pengguna jasa
Alat Pembayaran Bukan Tunai sistem pembayaran terhadap sistem ini.
Perkembangan Transaksi RTGS
Pada tahun 2001, jumlah transaksi yang Perkembangan Transaksi Kliring
diproses melalui sistem BI-RTGS secara nominal Sampai dengan akhir Desember 2001, nominal
menunjukan perkembangan yang relatif stabil yaitu kliring penyerahan secara nasional menunjukan
dengan rata-rata volume transaksi Rp43,4 triliun per penurunan sebesar 72,1 % dibandingkan tahun
hari (Grafik 9.3). Namun bila dilihat dari perkem- sebelumnya, dari Rp7.305 triliun menjadi Rp. 2.035
bangan jumlah transaksi yang diproses melalui sistem triliun. Penurunan volume transaksi kliring tersebut diikuti
ini, memperlihatkan adanya peningkatan yaitu dengan pula dengan penurunan jumlah warkat yang diproses

Trilliun Rp. Triliun Rp


160 8.000
140 7.000 Nominal

120 6.000
100 5.000
80
4.000
60
3.000
40
2.000
20
1.000
-
30 13 27 10 24 10 24 7 21 5 19 2 16 30 14 28 11 25 8 22 6 20 3 17 1 15 29 0
Des. Jan. Feb. Mar. Apr. Mei Jun. Jul. Ags. Sep. Okt. Nov. Des.
1998 1999 2000 2001
2000 2001

Grafik 9.3 Grafik 9.5


Perkembangan Volume Transaksi BI-RTGS Perputaran Kliring Secara Nasional (Nominal)
Transaksi Lembar
12.000 100.000
90.000 Lembar
10.000
80.000
8.000 70.000
60.000
6.000 50.000
40.000
4.000
30.000
2.000 20.000
10.000
- 0
30/12 28/2 30/4 30/6 30/8 30/10 30/12
1998 1999 2000 2001
2000 2001

Grafik 9.4 Grafik 9.6


Perkembangan Jumlah Transaksi BI-RTGS Perputaran Kliring Secara Nasional (Lembar)

185
Sistem Pembayaran Nasional

melalui kliring yaitu sebesar 3 % dari 73.704 ribu lembar


Trilin Rp
pada tahun 2000 menjadi 71.616 pada tahun 2001. 250
Kartu Kredit
Turunnya perputaran kliring baik dari sisi nominal Kartu Debet
200
ATM
maupun jumlah transaksi terjadi karena bergesernya
150
penyelesaian transaksi nominal besar (High Value) yang
semula melalui kliring beralih ke sistem BI-RTGS. 100

50

Perkembangan Alat Pembayaran Berbasis Kartu


0
1998 1999 2000 2001
Pada tahun 2001, terjadi peningkatan aktivitas
Grafik 9.8
pengunaan alat pembayaran berbasis kartu yaitu kartu
Nilai Transaksi Kartu Kredit/Kartu Debet/ATM
kredit, kartu debet, dan ATM. Meningkatnya jumlah
Unit
transaksi penggunaan ketiga jenis kartu tersebut diikuti
10.000
pula dengan meningkatnya nilai transaksi. Dari ketiga
Jumlah Mesin ATM
jenis kartu di atas, penggunaan kartu ATM menunjukan
peningkatan terbesar dibanding 2 jenis kartu lainnya
5.000
dimana nilai transaksi melalui ATM meningkat sebesar
17,4 % (dari Rp. 153,6 Trilyun menjadi Rp. 180,3
Trilyun) sementara nilai transaksi kartu kredit
meningkat sebesar 13,9 % (dari Rp13,6 triliun menjadi 0
1998 1999 2000 2001

Rp15,5 triliun) dan kartu debet meningkat sebesar 10,6 Grafik 9.9
% (dari Rp4,7 triliun menjadi Rp5,2 triliun). Jumlah Mesin ATM

Meningkatnya jumlah transaksi melalui ATM


diantaranya dipicu oleh makin luasnya jaringan ATM di Indonesia yang ditunjukkan dengan meningkatnya
jumlah mesin ATM sebesar 16,4% atau sebanyak
Ribuan Transaksi 6.767 mesin pada tahun 2000 menjadi 7.878 mesin
600.000
Kartu Kredit pada tahun 2001.
Kartu Debet
500.000
ATM

400.000
RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
300.000
NASIONAL
200.000 Sistem Pembayaran Tunai
100.000 Melakukan penelitian tentang pengecualian
0 terhadap kewajiban penggunaan uang rupiah
1998 1999 2000 2001
dalam rangka penyusunan PBI
Grafik 9.7
Sebagaimana amanat Undang-Undang No.
Jumlah Transaksi Kartu Kredit/Kartu Debet/ATM
23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia perlu diatur

186
Sistem Pembayaran Nasional

daerah dan jenis transaksi tertentu yang dapat tersebut juga dilengkapi dengan peralatan untuk
dikecualikan dari kewajiban penggunaan uang rupiah. menguji keaslian uang yang diterima dari masyarakat
Untuk itu, dalam tahun 2002, Bank Indonesia akan dan Peruri, di samping dapat juga digunakan untuk
melakukan kajian terhadap transaksi-transaksi yang menguji kualitas bahan uang.
perlu dikecualikan dari kewajiban penggunaan uang
rupiah. Arti penting pengaturan pengecualian Kajian standarisasi uang logam
penggunaan rupiah di wilayah RI adalah guna mem- Dalam rangka mendapatkan bahan logam
berikan kepastian hukum bagi masyarakat. uang yang secara ekonomis lebih rendah dari nilai
nominalnya tetapi memiliki masa edar yang relatif
Menata kembali jalur distribusi uang lama, maka pada tahun 2002 akan dilakukan kajian
Dalam rangka memperlancar serta mening- terhadap alternatif komposisi kandungan bahan
katkan efisiensi dan efektifitas dalam distribusi uang, logam uang rupiah, di samping standarisasi ukuran
maupun untuk lebih menjamin ketersediaan uang di uang logam dengan antara lain memperhatikan
seluruh Kantor Bank Indonesia, pada tahun 2002 Bank pengaruhnya terhadap sarana telepon umum koin.
Indonesia akan menata kembali jalur distribusi uang
antara lain melakukan kajian terhadap posisi depot Sistem Pembayaran Non Tunai
kas, sarana transportasi dan kapasitas khazanah. Untuk mendukung tercapainya kestabilan
sistem keuangan dan efektifitas kebijakan moneter,
Menerapkan SIPU di KKBI untuk mendukung kebijakan sistem pembayaran yang akan dilakukan
distribusi uang pada tahun 2002 adalah sebagai berikut.
Dalam rangka mendukung kegiatan-kegiatan
dibidang pengedaran uang, seperti penyusunan Pengembangan Delivery Versus Payment (DVP)
rencana cetak, penyediaan stok uang dan kertas Untuk menurunkan risiko setelmen di pasar
uang, sistim distribusi uang kertas/uang logam dan modal, akan dilakukan pengembangan Delivery Ver-
lain sebagainya, penerapan Sistem Informasi sus Payment tahap pertama. Dengan adanya pengem-
Pengedaran Uang (SIPU) akan dilanjutkan pada bangan ini akan terbentuk suatu integrasi sistem
Kantor-Kantor Koordinator Bank Indonesia (KKBI), setelmen antara sisi pembayaran (payment leg) melalui
sehingga dapat terintegrasi dengan kantor pusat. sistem BI-RTGS dengan sisi penyerahan sekuritas
(delivery leg) melalui sistem setelmen sekuritas.
Mendirikan laboratorium mini untuk menguji
bahan uang Pengembangan mekanisme pengawasan sistem
Dalam rangka untuk melihat kesesuaian pembayaran
kualitas uang yang dibeli dengan spesifikasi teknis Ditujukan untuk mendorong terwujudnya
yang ditetapkan, Bank Indonesia akan mendirikan sistem pembayaran yang aman dan efisien serta
laboratorium mini untuk menguji uang. Laboratorium menjaga stabilitas sistem keuangan dari kemungkinan

187
Sistem Pembayaran Nasional

terjadinya efek domino yang dapat terjadi apabila Penyusunan peraturan mengenai penyelenggara
peserta sistem pembayaran mengalami risiko kredit jasa sistem pembayaran dengan menggunakan
dan risiko likuiditas. alat pembayaran non tunai dan jasa pendu-
kungnya.
Penyusunan mekanisme untuk mengatasi Pada saat ini terdapat sejumlah kewe-
kegagalan peserta kliring dalam penyelesaians nangan yang berkaitan dengan penyelenggaraan
setelmen (Failure to Settle Scheme). jasa sistem pembayaran yang diatur oleh lembaga
Bank Indonesia saat ini tengah mempelajari lain selain Bank Indonesia. Hal ini dikuatirkan akan
kemungkinan penerapan suatu metode, dimana Bank menimbulkan dualisme kewenangan pengaturan dan
Indonesia sebagai Bank Sentral tidak harus bertang- pengawasan terhadap penyelenggara sistem
gung jawab atas kekurangan dana bank untuk setel- pembayaran.Untuk itu tengah disusun konsep
men atas hasil kliringnya, namun kelancaran setelmen ketentuan yang mengatur koordinasi antar lembaga
kliring tetap terjaga. tersebut.

188
Sistem Pembayaran Nasional

boks

Sistem Bank Indonesia – Real Time Gross Settlement


(BI-RTGS)

Kebijakan Bank Indonesia dibidang sistem sistem setelmen yang didasarkan pada kecukupan
pembayaran non tunai diarahkan pada pengurangan saldo rekening bank di Bank Indonesia, risiko
resiko pembayaran antar bank. Salah satu realisasi kemungkinan kegagalan salah satu bank dalam
dari kebijakan tersebut adalah dikembangkannya memenuhi kewajibannya yang jatuh tempo yang
suatu sistem setelmen berbasis gross dengan koneksi dapat menyebabkan bank lain juga mengalami
elektronis on line antara bank-bank dengan Bank kesulitan likuiditas dapat dieliminir.
Indonesia. Sistem ini dikenal dengan nama sistem Penggunaan sistem BI-RTGS dapat
Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement (BI- mengurangi risiko yang bersifat sistemik (systemic
RTGS). Sistem BI-RTGS adalah proses penyelesaian risk) melalui tiga cara yaitu:
akhir transaksi (settlement) pembayaran yang a. Penurunan secara signifikan intraday interbank
dilakukan per transaksi (individually processed/gross exposure dapat mengurangi kemungkinan
settlement) dan bersifat real time (electronically ketidakmampuan suatu bank dalam menutup
processed), dimana rekening bank peserta dapat kekurangan likuiditas karena bank lain tidak
didebit/dikredit berkali-kali dalam sehari sesuai mampu memenuhi kewajibannya.
dengan perintah pembayaran dan penerimaan b. Sistem BI-RTGS dapat mencegah terjadinya
pembayaran. unwinding payment
Tersedianya sistem BI-RTGS dapat c. Waktu setelmen yang dilakukan setiap saat
mendorong bank untuk dapat menjalankan mana- selama window time, memberikan waktu yang
jemen likuiditas secara lebih baik. Dengan demikian cukup bagi bank untuk menyelesaikan kesulitan
penggunaan sistem BI-RTGS dapat menurunkan likuiditasnya dengan cara meminjam dari bank
risiko-risiko sistem pembayaran yaitu risiko kredit lain atau menunggu incoming transfer dari bank
(credit risk) dan resiko likuiditas (liquidity risk). Dengan lain.

189
Sistem Pembayaran Nasional Sistem Pembayaran Nasional

boks

Mekanisme Transfer Dana Melalui


BI-RTGS

Secara umum mekanisme transfer dana sambil menunggu adanya incoming transfer
melalui sistem BI-RTGS dimulai dengan langkah- yang mencukupi.
langkah sebagai berikut : 3. Informasi credit transfer yang telah diselesaikan
1. Bank pengirim menginput credit transfer ke dalam (settled) akan ditransmisikan secara otomatis
terminal RTGS di masing-masing bank untuk oleh RCC ke terminal RTGS bank penerima.
selanjutnya ditransmisikan ke RTGS Central Berdasarkan mekanisme tersebut di atas,
Computer (RCC) di Bank Indonesia. dapat terjadi bahwa pada suatu waktu tertentu, saldo
2. Selanjutnya, RCC memproses credit transfer bank lebih kecil daripada nominal transaksi, maka
dengan mekanisme sebagai berikut: transaksi yang akan di selesaikan masuk kedalam
i. Mengecek kecukupan saldo apakah saldo re- antrian. Hal ini tidak berarti bahwa bank tersebut
kening giro bank pengirim lebih besar dari atau mengalami kesulitan likuiditas, karena pada dasarnya
sama dengan nilai nominal credit transfer. bank tersebut berharap akan menerima incoming
ii. Jika saldo rekening giro bank pengirim transfer dari bank lain beberapa saat kemudian. Yang
mencukupi, akan dilakukan posting secara terjadi hanyalah intraday gap antara outgoing
simultan pada rekening giro bank pengirim transaction dengan incoming transaction pada suatu
dan rekening giro penerima. saat tertentu saja. Untuk mengatasi intraday gap ini
iii. Jika saldo rekening giro bank pengirim tidak diperlukan fasilitas pendukung berupa Fasilitas
mencukupi, credit transfer tersebut akan Likuiditas Intra-hari (FLI) yang berguna untuk
ditempatkan dalam antrian di mesin RTGS memperlancar real time transaction.

190 190
Perekonomian Dunia dan Kerja Sama Internasional

bab 10 PEREKONOMIAN DUNIA DAN


KERJA SAMA INTERNASIONAL

191
Perekonomian Dunia dan Kerja Sama Internasional

b a b 10

PEREKONOMIAN DUNIA DAN


KERJA SAMA INTERNASIONAL

D alam tahun laporan, kondisi perekonomian


dunia ditandai dengan terjadinya perlambatan
kegiatan ekonomi di berbagai kawasan. Melambatnya
Sejalan dengan melambatnya kegiatan ekonomi di
berbagai kawasan, volume perdagangan dunia
merosot tajam. Hal ini selanjutnya berakibat kepada
kegiatan ekonomi terutama terlihat di beberapa negara turunnya harga berbagai komoditas —terutama
industri utama, yang memberikan sumbangan cukup komoditas primer seperti minyak mentah— di pasar
besar terhadap terjadinya penurunan pertumbuhan internasional. Sebagai akibat dari merosotnya volume
ekonomi dunia dalam tahun 2001 (Tabel 10.1). perdagangan dunia dan harga-harga komoditas
Kegiatan ekonomi di negara-negara industri bahkan tersebut, kinerja sektor eksternal negara-negara
memperlihatkan kecenderungan yang semakin berkembang mengalami penurunan yang sangat
melambat pasca tragedi WTC 11 September 2001. berarti. Perkembangan ekonomi dunia pada tahun
2001 juga ditandai dengan meningkatnya risiko global
Tabel 10.1
(global risk) yang pada gilirannya mempengaruhi lalu
Beberapa Indikator Ekonomi Dunia
lintas modal internasional khususnya ke negara-
Indikator 1999 2000 2001*
negara emerging market. Fenomena yang menonjol
Pertumbuhan Ekonomi (%) dari perpindahan dana selama tahun laporan adalah
Dunia 3,6 4,7 2,4
Negara-negara industri 3,3 3,9 1,1 gejala flight to safety. Guna menghindari terjadinya
Negara-negara berkembang 3,9 5,8 4,0
resesi ekonomi yang sangat dalam, baik negara-
Laju Inflasi (%)
Negara-negara industri 1,4 2,3 2,3 negara maju maupun negara-negara berkembang
Negara-negara berkembang 6,8 5,9 6,0
menempuh kebijakan moneter dan fiskal yang
Volume Perdagangan Dunia
(% pertumbuhan) 5,4 12,4 1,0 ekspansif yang dimungkinkan oleh tekanan inflasi
Nilai Tukar yang relatif terkendali. Dengan berbagai kebijakan
USD/JPY 102,51 114,41 131,66
EUR/USD 1,01 0,94 0,89 ekonomi yang ditempuh, pemulihan ekonomi dunia
Harga Perdagangan Dunia diperkirakan akan dimulai pada semester II tahun
(% perubahan)
Barang manufaktur -1,8 -5,1 -1,7 2002.
Minyak mentah 37,5 56,9 -14,0
Komoditas primer nonmigas -7,0 1,8 -5,5 Berbagai permasalahan yang telah mewarnai
Suku Bunga LIBOR (%) perekonomian dunia sebagaimana diuraikan di atas,
US Dollar 5,5 6,6 3,8
Japanese Yen 0,2 0,3 0,2 telah memperoleh perhatian yang sangat besar di
Euro 3,0 4,6 4,1
berbagai forum kerja sama internasional. Di samping
Sumber : - IMF, World Economic Outlook, Desember 2001 untuk mencegah terjadinya resesi ekonomi global,
- Bloomberg
berbagai forum tersebut juga membahas upaya-upaya

192
Perekonomian Dunia dan Kerja Sama Internasional

untuk mengatasi terjadinya krisis keuangan secara AS sebagai lokomotif perekonomian dunia sehingga
cepat dan efektif. Selain itu, pembahasan juga menurunkan permintaan secara global. Tragedi
menitikberatkan pada upaya untuk meningkatkan kerja tersebut juga telah meningkatkan risiko keamanan
sama dalam memberantas sumber-sumber pem- global yang pada gilirannya menghambat kegiatan
biayaan teroris. Misalnya, dalam pertemuan G-20 dan investasi. Dengan perkembangan tersebut, secara
IMF Committee (IMFC)1 disepakati langkah-langkah keseluruhan pertumbuhan ekonomi negara-negara
yang harus dilakukan negara-negara anggota dalam industri diperkirakan hanya mencapai 1,1% dalam
upaya memberantas sumber pembiayaan teroris. tahun laporan (Grafik 10.1).
Sementara itu, forum-forum lembaga keuangan Seiring dengan melambatnya perekonomian
internasional lainnya masih terus membahas upaya- negara-negara maju, pertumbuhan volume per-
upaya reformasi sistem keuangan internasional dan dagangan dunia juga mengalami kemerosotan secara
mencegah terulangnya krisis keuangan dan sekaligus tajam dari 12,4% pada tahun 2000 menjadi hanya
untuk menemukan cara-cara pemberian bantuan yang 1,0% pada tahun laporan. Merosotnya volume
dapat mengatasi krisis ekonomi yang telah cukup lama perdagangan dunia tersebut mengakibatkan turunnya
dialami oleh beberapa negara berkembang. Di forum harga berbagai komoditas, terutama minyak mentah
regional Asia, kerjasama untuk mencegah krisis yang mengalami penurunan harga sebesar 14%
tersebut diwujudkan dalam Asian Surveillance dan dalam tahun laporan. Harga minyak mentah dalam
Bilateral Swap Arrangement. tahun laporan rata-rata mencapai $24,0 per barel dan
sempat mencapai level terendah sebesar $18,0 per
PEREKONOMIAN DUNIA barel pada akhir November tahun 2001. Sementara
Pertumbuhan ekonomi dunia dalam tahun itu, harga komoditas primer nonmigas dan barang
2001 hanya mencapai 2,4%, turun tajam dibandingkan manufaktur mengalami penurunan masing-masing
dengan pertumbuhan tahun 2000 yang mencapai 4,7%. sebesar 5,5% dan 1,7% dalam periode yang sama.
Menurunnya pertumbuhan ekonomi dunia tersebut
Persen
terutama disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan
8 AS Jepang
ekonomi di negara-negara industri , yang sudah mulai United Kingdom Jerman

dirasakan sejak akhir tahun 2000. Harapan akan 6

membaiknya perekonomian negara-negara industri di 4

akhir tahun laporan menjadi sulit terwujud menyusul


2

tragedi WTC 11 September 2001. Serangan teroris


0
terhadap Gedung WTC di New York, Amerika Serikat
-2
(AS) semakin memperlemah urat nadi perekonomian 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8
1997 1998 1999 2000 2001

Grafik 10.1
1 Pertemuan IMFC dilakukan pada 17 November 2001 untuk
menggantikan Sidang Tahunan IMF yang dibatalkan sehubungan
Pertumbuhan Ekonomi Negara-negara Industri Utama
tragedi WTC 11 September 2001.

193
Perekonomian Dunia dan Kerja Sama Internasional

Komoditas primer nonmigas yang mengalami laju inflasi di negara-negara industri maju relatif stabil
penurunan tajam antara lain kopi, kapas, tembaga, dan tidak mengalami perubahan dibandingkan tahun
aluminium, timah, dan nikel. Sebaliknya, harga emas sebelumnya, yaitu sebesar 2,3% (Grafik 10.2). Se-
justru meningkat disebabkan kenaikan permintaan mentara itu, laju inflasi di negara-negara berkembang
dunia sehubungan dengan meningkatnya alternatif mencapai 6,0%, sedikit meningkat dibandingkan
penanaman dana investasi dalam bentuk emas pasca tahun sebelumnya yang mencapai 5,9%. Relatif
tragedi WTC. Sementara itu, produk manufaktur yang stabilnya laju inflasi tersebut telah memberikan ruang
mengalami penurunan harga yang tajam adalah gerak bagi sejumlah negara maju dan berkembang
produk semikonduktor sehingga nilai penjualan untuk menempuh kebijakan moneter dan fiskal yang
produk ini dalam tahun laporan hanya mencapai 20% ekspansif guna mencegah terjadinya resesi ekonomi
dari nilai yang dicapai dalam tahun 2000. yang sangat dalam.
Melemahnya aktivitas perdagangan dunia Kebijakan moneter ekspansif yang ditempuh
tersebut menimbulkan tekanan yang cukup berarti bank sentral di negara-negara maju diharapkan akan
terhadap kinerja perekonomian negara-negara menstimulasi kegiatan ekonomi. Di Amerika Serikat,
berkembang dan industri baru, terutama negara- penurunan suku bunga ditujukan untuk menstimulasi
negara yang mempunyai ketergantungan tinggi konsumsi dan investasi domestik terutama setelah
terhadap kegiatan ekspor. Secara keseluruhan, per- tragedi WTC. Di Jepang, kebijakan suku bunga yang
tumbuhan ekonomi negara-negara berkembang diarahkan mendekati nol persen dimaksudkan untuk
mencapai 4,0% dalam tahun laporan, turun di- mendukung proses pemulihan ekonomi Jepang yang
bandingkan 5,8% dalam tahun 2000. Menurunnya sudah dilanda resesi ekonomi selama lebih dari 10
kegiatan ekspor merupakan faktor penyebab utama tahun terakhir. Sementara itu di kawasan Euro,
melambatnya pertumbuhan ekonomi di negara-negara penurunan suku bunga tidak terlalu agresif karena
berkembang, bahkan beberapa negara industri baru
mengalami kontraksi ekonomi. Hal ini dialami oleh
Persen
Singapura dan Hong Kong yang masing-masing men- 5
AS U.K
catat kontraksi ekonomi sebesar 2,9% dan 0,3% dalam 4 Jepang Jerman

3
tahun laporan akibat menurunnya ekspor masing-
2
masing sebesar 19,6% dan 10,4% dalam periode yang
1
sama. Masih tingginya pertumbuhan ekonomi negara-
0
negara berkembang tersebut terutama ditopang oleh
-1
pertumbuhan ekonomi RRC yang masih tetap tinggi
-2
11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
meskipun sedikit menurun. 1997 1998 1999 2000 2001

Melambatnya pertumbuhan ekonomi dan


Grafik 10.2
perdagangan dunia mengakibatkan berkurangnya Perkembangan Inflasi Negara-negara Industri Utama
tekanan inflasi secara global. Dalam tahun laporan,

194
Perekonomian Dunia dan Kerja Sama Internasional

laju inflasi di kawasan tersebut masih di atas target min dari perkembangan indeks harga saham dunia
Bank Sentral Eropa (ECB). yang secara umum cenderung menurun dalam periode
Bagi negara-negara berkembang, kebijakan laporan. Aktivitas perdagangan di bursa saham dunia
moneter pada umumnya masih bervariasi bergantung masih lebih banyak diwarnai oleh kondisi ekonomi dunia
kepada kondisi laju inflasi dan permasalahan domes- yang secara keseluruhan masih lesu dan meningkatnya
tik yang dihadapi. Kompleksitas permasalahan yang ketidakpastian yang bersumber dari ketidakjelasan arah
dihadapi oleh negara-negara berkembang seringkali dan prospek pemulihan ekonomi global.
menimbulkan dilema, tidak saja dalam pelaksanaan
kebijakan moneter tetapi juga dalam pelaksanaan Amerika Serikat
kebijakan fiskal. Permasalahan keuangan pemerintah Setelah mengalami ekspansi perekonomian
telah mendorong beberapa negara mengambil yang berkesinambungan dalam sepuluh tahun ter-
kebijakan ekonomi yang lebih mengutamakan akhir, sejak awal tahun 2000 perekonomian Amerika
kepentingan negara bersangkutan sebagaimana Serikat mulai menunjukkan gejala perlambatan. Pada
dilakukan Argentina yang telah terperosok ke dalam tahun laporan, perlambatan ekspansi perekonomian
krisis ekonomi dan sosial. Eskalasi krisis ekonomi Amerika Serikat semakin jelas dan diperkirakan
yang dialami Argentina menjelang akhir tahun 2001 hanya tumbuh 1,0%, jauh lebih rendah dibandingkan
terutama dipicu oleh kegagalan pemerintah untuk pertumbuhan tahun sebelumnya yang mencapai
mengendalikan defisit anggaran dan melakukan 4,1%. Sejalan dengan melemahnya kegiatan
pembayaran utang luar negeri yang jatuh tempo ekonomi, laju inflasi turun dari 3,4% pada tahun 2000
sehubungan dengan menurunnya penerimaan pajak menjadi 2,9% pada tahun 2001. Melambatnya
dan ekspor Argentina. kegiatan ekonomi AS dalam tahun 2001 terutama
Kebijakan ekonomi yang ekspansif pada tercermin dari kemerosotan yang cukup berarti pada
gilirannya juga membawa implikasi terhadap per- sektor konsumsi (tumbuh 3,03%) dan investasi
kembangan pasar keuangan internasional. Kombinasi swasta (turun 7,99%), yang selama ini telah menjadi
kebijakan moneter dan fiskal yang ekspansif di bebe- penyumbang terbesar terhadap tingginya
rapa negara telah menimbulkan optimisme terhadap pertumbuhan ekonomi AS dalam kurun waktu yang
proses pemulihan ekonomi sehingga dapat mencegah cukup panjang. Melambatnya ekspansi ekonomi AS
perekonomian tidak terperosok ke dalam krisis berke- juga tercermin dari kinerja beberapa indikator
panjangan. Gelombang penurunan suku bunga bench- ekonomi penting di sektor riil seperti penjualan eceran
mark yang dilakukan berbagai otoritas moneter telah dan perumahan yang menunjukkan perlambatan
mendorong penurunan suku bunga di pasar keuangan yang cukup berarti sepanjang tahun laporan,
internasional sehingga diharapkan dapat menggai- sedangkan tingkat pengangguran menunjukkan
rahkan kembali kegiatan ekonomi. Namun, langkah- peningkatan. Menurunnya kegiatan konsumsi dan
langkah kebijakan tersebut ternyata belum berdampak investasi swasta tersebut dipengaruhi oleh semakin
signifikan terhadap pasar modal sebagaimana tercer- rendahnya tingkat keyakinan konsumen dan dunia

195
Perekonomian Dunia dan Kerja Sama Internasional

Persen
Dalam upaya mencegah terjadinya kontraksi
7,5 ekonomi yang sangat dalam, sepanjang tahun 2001
7,0
6,5 Federal Reserve menempuh kebijakan moneter yang
Fed Fund Rate Efektif
6,0
5,5
ekspansif dengan melakukan pemangkasan tingkat
5,0
4,5
suku bunga Fed Fund yang ditargetkan sebanyak 11
4,0
3,5 Fed Fund Rate yang
3,0
ditargetkan kali hingga mencapai 1,75% (Grafik 10.3). Selain itu,
2,5
2,0
pemerintah AS menempuh kebijakan fiskal yang
1,5
1,0
ekspansif melalui pemotongan pajak dan pem-
4/30 6/30 8/31 10/29 12/31 2/29 4/28 6/30 8/31 10/31 12/30 2/28 4/30 6/12 8/31 10/31 12/31

1999 2000 2001 bangunan prasarana guna menstimulasi permintaan


Grafik 10.3 domestik.
Perkembangan Suku Bunga Fed Fund

Eropa Barat
usaha, yang berakibat pada penundaan dan pengu- Melambatnya perekonomian AS telah ber-
rangan pengeluaran konsumsi dan investasi. dampak besar terhadap melambatnya kinerja ekonomi
Semakin rendahnya tingkat keyakinan kon- negara-negara di kawasan Euro yang sebagian besar
sumen dan dunia usaha tidak terlepas dari mem- merupakan mitra dagang AS. Selama tahun laporan,
buruknya kinerja pasar modal di AS, terutama pasar pertumbuhan ekonomi negara-negara di kawasan
saham yang selama ini telah menjadi fondasi yang Euro diperkirakan mencapai 1,5%, lebih rendah
cukup penting dalam menggerakkan roda pere- dibandingkan pertumbuhan ekonomi yang dicapai
konomian di berbagai sektor. Sepanjang tahun lapo- pada tahun sebelumnya sebesar 3,4%. Melambatnya
ran, kinerja pasar saham di AS mengalami kemero- ekspansi perekonomian Euro terutama terjadi pada
sotan yang tajam sehingga berdampak terhadap tiga kekuatan ekonomi terbesar yaitu Jerman,
menurunnya nilai kekayaan sebagian masyarakat di Perancis, dan Italia. Pada tahun 2001 perekonomian
AS dan pada gilirannya mengurangi minat masyarakat Jerman diperkirakan hanya tumbuh 0,5% merosot
dan dunia usaha untuk melakukan konsumsi dan tajam dari pertumbuhan 3,0% yang dicapai pada tahun
investasi (negative wealth effect). Merosotnya harga 2000. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Perancis
saham tersebut terutama dipicu oleh terjadinya dan Italia diperkirakan melambat masing-masing
penilaian yang berlebihan (overvaluation) terhadap menjadi hanya 2,1% dan 1,8% pada tahun 2001
saham-saham internet (perusahaan dot-com) dan dibandingkan pertumbuhan sebesar 3,5% dan 2,9%
semakin diperburuk menyusul terjadinya tragedi pada tahun 2000. Melemahnya kegiatan ekonomi di
WTC, meskipun menjelang akhir tahun kembali kawasan Euro terutama disebabkan oleh mem-
meningkat. Indeks saham Dow Jones (DJIA) sepan- buruknya kinerja sektor eksternal dan melemahnya
jang tahun 2001 merosot 7,10%, sementara indeks konsumsi dan investasi swasta domestik. Sebagai
saham lainnya seperti NASDAQ, S&P 500 merosot akibat dari melemahnya kegiatan investasi swasta,
masing-masing sebesar 21,05% dan 13,04 %. gelombang pemutusan hubungan kerja oleh dunia

196
Perekonomian Dunia dan Kerja Sama Internasional

usaha cenderung meningkat, yang berakibat pada 2,0%, bahkan mencapai puncaknya pada bulan Mei
terjadinya peningkatan tingkat pengangguran. 2001 sebesar 3,4%.
Sebaliknya, di tengah-tengah terjadinya Selain di negara-negara kawasan Euro,
perlambatan kegiatan ekonomi, laju inflasi di kawasan melambatnya kegiatan ekonomi terlihat di Inggris.
Euro masih memperlihatkan peningkatan. Dalam Pada tahun 2001, perekonomian Inggris tumbuh
tahun laporan, tingkat inflasi mencapai 2,7%, lebih 2,3%, lebih rendah dibandingkan pertumbuhan
tinggi dibandingkatan laju inflasi tahun sebelumnya sebesar 2,9% yang dicapai pada tahun 2000.
yang mencapai 2,4%. Meningkatnya laju inflasi di Sementara itu, laju inflasi sedikit meningkat dari 2,1%
kawasan Euro terutama disumbang oleh kenaikan pada tahun 2000 menjadi 2,3% pada tahun 2001.
harga makanan dan bahan bakar serta efek tunda dari Meskipun demikian, laju inflasi pada tahun laporan
melemahnya mata uang euro sepanjang tahun 2000. masih lebih rendah dibandingkan target inflasi yang
Namun demikian, menjelang akhir tahun, tingkat inflasi ditetapkan Bank of England (BoE) sebesar 2,5%.
turun dari 2,1% pada bulan November menjadi 2,0% Guna memberikan stimulus bagi perekonomian,
di bulan Desember, pertama kalinya menyamai ceiling sepanjang tahun laporan BoE telah menurunkan suku
rate yang ditetapkan oleh Bank Sentral Eropa (ECB). bunga sebanyak 7 kali, sehingga suku bunga
Tingkat inflasi yang dicapai pada bulan Desember benchmark (base rate) mencapai 4%, lebih rendah
tersebut merupakan yang terendah dalam 19 bulan dibandingkan yang dicapai pada tahun 2000 sebesar
terakhir, terutama sebagai akibat dari jatuhnya harga 6%.
minyak menjelang akhir tahun 2001. Hanya dalam
kurun waktu 3 bulan dari September sampai dengan Jepang
November 2001, harga minyak mentah Brent sebagai Imbas kemerosotan ekonomi AS juga
benchmark terhadap 2/3 pasokan minyak dunia, menimpa Jepang sebagai salah satu mitra dagang
mengalami kejatuhan sebesar 35%. utama AS. Pada tahun 2001, perekonomian Jepang
Perkembangan di atas memberikan ruang mengalami kontraksi sebesar 0,4%, setelah pada
gerak bagi ECB untuk mendorong pemulihan tahun 2000 mengalami ekspansi sebesar 2,2%.
perekonomian dengan memangkas tingkat suku Memburuknya kinerja ekonomi Jepang tersebut
bunga. Selama periode tahun laporan, ECB mela- terutama sebagai akibat dari menurunnya kinerja
kukan pemangkasan suku bunga sebanyak 4 kali atau ekspor sehubungan dengan merosotnya permintaan
sebesar 1,5% menjadi 3,5% sampai dengan akhir impor dari AS, yang diperkirakan menyumbang 1/3
tahun 2001. Dibandingkan dengan kebijakan yang sumber penerimaan devisa ekspor Jepang ke luar
ditempuh Federal Reserve yang memangkas suku negeri. Ekspor Jepang selama tahun laporan
bunga sebanyak 11 kali, langkah pemangkasan suku diperkirakan mengalami kontraksi sebesar 6,6%.
bunga ECB tersebut tergolong konservatif dengan Guna mengatasi krisis ekonomi yang ber-
pertimbangan bahwa laju inflasi di zona Euro masih kepanjangan, pemerintah Jepang terus menempuh
melampaui ceiling rate yang ditetapkan ECB sebesar berbagai kebijakan yang sangat ekspansif baik di

197
Perekonomian Dunia dan Kerja Sama Internasional

bidang moneter maupun fiskal. Di bidang moneter, negara tujuan ekspor utama seperti AS. Pada tahun
Bank of Japan tetap mempertahankan suku bunga 2001, pertumbuhan ekonomi Korea Selatan
Overnight Call Rate sebesar 0,1%. Di bidang per- diperkirakan hanya tumbuh 2,6% setelah tumbuh
bankan yang selama ini mengalami permasalahan cukup tinggi pada tahun 2000 sebesar 8,8%.
kredit macet dan turunnya nilai aset bank akibat dari Sedangkan perekonomian Hong Kong, Taiwan, dan
merosotnya harga saham dan properti, pemerintah Singapura pada tahun 2001 diperkirakan mengalami
Jepang telah mengeluarkan dana bantuan sebesar kontraksi masing-masing sebesar 0,3%, 2,2% dan
26 triliun yen untuk program rekapitalisasi bank, pem- 2,9%, setelah mengalami ekspansi pada tahun
bayaran dana nasabah, dan pemberian pinjaman. sebelumnya masing-masing sebesar 10,5%, 6,0%,
Sementara itu, guna menjaga daya saing ekspor di dan 9,9%. Malaysia dan Thailand yang berpotensi
tengah meningkatnya persaingan di pasar inter- menjadi negara industri baru di Asia pada tahun 2001
nasional, pemerintah Jepang telah membiarkan nilai masing-masing hanya tumbuh 0,3% dan 1,5%, turun
tukar yen terdepresiasi cukup tajam. Dalam tahun dari 8,3% dan 4,4% yang dicapai pada tahun 2000.
laporan, nilai tukar yen melemah tajam terhadap dolar Sejalan dengan merosotnya kegiatan ekonomi di
AS terutama disebabkan oleh meningkatnya aliran negara-negara tersebut, tekanan laju inflasi dapat
portofolio ke luar negeri yang dipicu oleh persepsi terkendali pada tingkat yang cukup rendah.
terhadap prospek ekonomi yang suram serta Dalam menghadapi ancaman resesi eko-
lambatnya penanganan terhadap permasalahan nomi global, sejumlah negara industri baru di Asia
struktural di sektor perbankan. pada umumnya telah mengantisipasinya dengan
menempuh kebijakan ekonomi yang ekspansif baik
Asia non-Jepang di bidang moneter maupun fiskal. Kebijakan ekonomi
Negara-negara Asia selain Jepang seperti yang ekspansif terutama ditempuh guna mening-
Korea Selatan, Hong Kong, Taiwan, dan Singapura katkan konsumsi domestik dan mencegah terjadinya
merupakan negara-negara industri baru di Asia yang peningkatan tingkat pengangguran sebagai akibat
sangat terpukul dengan melambatnya ekonomi memburuknya kinerja sektor ekspor. Selain itu,
negara-negara industri maju terutama AS. Besarnya negara-negara tersebut menempuh berbagai lang-
sumbangan sektor ekspor dalam struktur per- kah struktural guna menciptakan efisiensi dan
ekonomian telah mengakibatkan kinerja ekonomi meningkatkan daya saing terutama dalam rangka
negara-negara tersebut sangat rentan terhadap menghadapi tekanan persaingan global yang se-
fluktuasi volume perdagangan global dan harga makin meningkat. Sementara itu, dengan merosot-
komoditas internasional. Selain itu, struktur ekspor nya permintaan impor dari negara-negara industri
dari negara-negara tersebut sebagian besar di- maju, persaingan antara beberapa negara Asia untuk
dominasi oleh komoditas sektor manufakur terutama menembus pasar ekspor semakin meningkat. Selain
komponen elektronik, yang pada umumnya sangat melalui langkah efisiensi produksi, upaya untuk me-
elastis terhadap naik turunnya pendapatan di negara- ningkatkan daya saing produk ekspor ditempuh

198
Perekonomian Dunia dan Kerja Sama Internasional

beberapa negara industri di Asia dengan mem- utama AS di benua Amerika diperkirakan akan tumbuh
biarkan nilai tukar mata uangnya terdepresiasi. lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang
Meskipun demikian, tidak seluruh negara Asia tercatat sebesar 6,9%. Sementara itu, pertumbuhan
menunjukkan kinerja ekonomi yang memburuk. Pada ekonomi Brasil dan Cile masing-masing hanya men-
tahun 2001 perekonomian RRC masih memperlihatkan capai 1,8% dan 3,3%, lebih rendah dibandingkan
kinerja yang cukup mengesankan dengan mencatat tahun sebelumnya yang mencapai 4,4% dan 5,4%.
laju pertumbuhan sebesar 7,3% dan inflasi yang tetap Di pihak lain, pada tahun laporan, perekonomian
terkendali sebesar 1,0%, dibandingkan 0,4% pada Argentina diperkirakan masih mengalami kontraksi
tahun 2000. Prestasi kinerja ekonomi RRC tersebut sebesar 2,7% menyusul kontraksi yang terjadi pada
terutama disebabkan oleh dukungan kebijakan fiskal tahun 1999 dan 2000 masing-masing sebesar 3,4%
yang ekspansif dan meningkatnya aliran modal asing dan 0,5%. Eskalasi krisis ekonomi yang dialami
masuk dalam bentuk investasi langsung (FDI). Argentina memuncak menjelang akhir tahun 2001 ter-
Meningkatnya aliran investasi asing langsung tersebut utama dipicu oleh kegagalan pemerintah untuk
pada umumnya bertujuan untuk meningkatkan basis mengendalikan defisit dan melakukan pembayaran
pemasaran di pasar lokal RRC sebagai antisipasi utang luar negeri yang jatuh tempo, yang pada gili-
masuknya RRC ke dalam keanggotaan Organisasi rannya mengakibatkan terjadinya krisis politik dan
Perdagangan Dunia (WTO) dalam tahun laporan. memicu berbagai kerusuhan sosial. Krisis keuangan
yang dialami Argentina tersebut terutama disebabkan
Amerika Latin oleh ketidakmampuan negara tersebut untuk
Sejalan dengan melambatnya kegiatan menghimpun dana domestik yang cukup guna
ekonomi AS, perekonomian negara-negara Amerika memenuhi besarnya pembayaran kewajiban-kewa-
Latin selama tahun laporan menunjukkan kecen- jiban pemerintah jangka pendek yang jatuh tempo.
derungan melambat. Pada tahun laporan, laju pertum- Penurunan pendapatan dalam negeri selain disebab-
buhan negara-negara Amerika Latin hanya mencapai kan turunnya penerimaan pajak juga dikarenakan
1,0%, lebih rendah dibandingkan laju pertumbuhan merosotnya pendapatan dari ekspor akibat mele-
ekonomi yang dicapai pada tahun sebelumnya yang mahnya permintaan dunia dan kurang kompetitifnya
mencapai 4,1%. produk ekspor Argentina. Produk Argentina sulit
Kinerja ekonomi empat kekuatan ekonomi bersaing karena kebijakan peg mata uang peso
terbesar di kawasan Amerika Latin yaitu Meksiko, terhadap dolar AS dengan rasio 1:1 mengakibatkan
Brasil, Cile, dan Argentina memperlihatkan terjadinya mata uang peso semakin overvalued.
perlambatan yang cukup berarti, bahkan pereko-
nomian Argentina diperkirakan mengalami kontraksi Pasar Keuangan Internasional
yang tajam sebagai akibat krisis ekonomi yang Perkembangan pasar keuangan internasional
melanda negara tersebut. Pada tahun 2001, kinerja selama tahun laporan secara umum ditandai dengan
ekonomi Meksiko, sebagai salah satu mitra dagang menguatnya nilai tukar dolar AS, menurunnya suku

199
Perekonomian Dunia dan Kerja Sama Internasional

bunga pasar uang, serta melemahnya harga saham Persen

secara global. Meskipun kinerja ekonomi dan suku


Desember 2000 Maret 2001 Juni 2001
bunga di AS memperlihatkan terjadinya penurunan, 6,00 September 2001 Desember 2001

nilai tukar dolar AS secara keseluruhan menguat 4,50

terhadap hampir sebagian besar mata uang dunia.


3,00
Hal ini menunjukkan bahwa mata uang dolar masih
1,50
menempati posisinya sebagai mata uang teraman di
dunia (safe heaven currency) terutama dalam kondisi 0,00
GBP-LIBOR USD-LIBOR JPY-LIBOR EURO-LIBOR
dimana risiko global semakin meningkat sepanjang
tahun laporan. Risiko global bahkan semakin mening- Grafik 10.4
Perkembangan Suku Bunga LIBOR
kat pasca tragedi WTC yang mendorong investor
internasional lebih bersikap hati-hati dan cenderung
menghindari risiko (risk averse) dalam melakukan dengan terjadinya penurunan indeks yang cukup
investasi di negara-negara berkembang. Sebagai berarti. Penurunan indeks harga saham terutama
akibatnya, aliran modal internasional lebih bersifat terjadi di pasar modal AS, yang pada gilirannya ber-
flight to safety dan banyak tertahan serta mengalir imbas secara global ke seluruh kawasan termasuk
kembali ke pasar keuangan di negara-negara industri ke negara-negara Asia yang perekonomiannya me-
maju terutama pasar keuangan AS. miliki ketergantungan yang sangat tinggi terhadap
Sementara itu, sejalan dengan melonggarnya kinerja ekonomi AS. Penurunan harga saham ter-
kebijakan moneter di berbagai negara guna men- utama terjadi pada sektor teknologi informasi dan
cegah terjadinya resesi ekonomi, suku bunga di pasar beberapa industri terkait seperti industri komponen
uang internasional (money market) menunjukkan komputer dan elektronik, yang pada dasarnya
kecenderungan menurun. Suku bunga LIBOR 6 bulan merupakan basis kekuatan industri di sejumlah
rata-rata untuk dolar AS yang menjadi patokan negara industri baru di Asia.
(benchmark) suku bunga simpanan beberapa mata
uang utama mengalami penurunan yang cukup besar KER JA SAMA INTERNASIONAL
dari 6,6% pada akhir tahun 2000 menjadi 3,8% pada Selama tahun laporan, pembahasan pada
akhir tahun laporan (Grafik 10.4). Meskipun demikian, berbagai forum kerja sama internasional dan regional
tingkat penurunan suku bunga simpanan beberapa menitikberatkan pada berbagai upaya untuk menga-
mata uang di pasar uang internasional ini relatif tasi perlambatan ekonomi melalui kebijakan moneter
beragam dengan memperhatikan perkembangan dan fiskal yang tepat, penguatan sistem keuangan, dan
tingkat inflasi di masing-masing negara. regional surveillance sebagai langkah guna mem-
Sejalan dengan terjadinya perlambatan ke- perkuat pencegahan krisis. Selain itu, berbagai forum
giatan ekonomi di berbagai kawasan, perkembangan juga membahas beberapa upaya pencegahan pem-
harga saham di berbagai bursa saham dunia ditandai biayaan terorisme internasional sebagai respon terha-

200
Perekonomian Dunia dan Kerja Sama Internasional

dap tragedi WTC. Perkembangan penting yang me- yang dicapai akan memberikan fleksibilitas dan
warnai perdagangan dunia adalah bergabungnya RRC akuntabilitas yang lebih besar kepada negara-negara
dan Taiwan dalam World Trade Organization (WTO). tersebut dalam menentukan target-target yang akan
dicapai, sehingga ownership terhadap program-
Kerja Sama di Bidang Moneter, Keuangan, dan program yang disepakati dengan IMF akan lebih tinggi.
Perbankan Selanjutnya setelah terjadinya serangan
Dana Moneter Internasional (IMF) terhadap gedung WTC, isu mengenai combating
Selama tahun laporan, isu-isu yang dibahas money laundering and financing of terrorism menjadi
oleh IMF meliputi: (i) upaya memperkuat sistem ke- perhatian utama dalam sidang-sidang IMF. IMFC
uangan internasional termasuk peran IMF, (ii) meram- mengemukakan perhatian yang serius pada peng-
pingkan conditionality dan memperkuat ownership gunaan sistem keuangan internasional untuk mem-
negara-negara anggota dalam program IMF, (iii) biayai aksi teroris dan tindakan pencucian terhadap
menghapus money laundering dan pembiayaan aktivitas yang ilegal. Karenanya, IMF meminta
terorisme, dan (iv) good governance. Dalam rangka anggotanya untuk meratifikasi dan melaksanakan
memperkuat sistem keuangan negara-negara resolusi PBB khususnya nomor 1.373 serta menyam-
anggota, IMF berperan untuk mendorong kestabilan but baik dan mendukung Special Recommendations
makroekonomi dan keuangan sebagai prasyarat FATF mengenai pemberantasan pendanaan bagi
untuk pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, teroris. Dalam hal isu pengelolaan usaha yang sehat
mendorong kestabilan dan integritas sistem moneter (good governance), sidang sepakat agar IMF perlu
dan keuangan internasional sebagai public good, menangani permasalahan ini melalui langkah-langkah
serta membantu negara-negara anggota untuk khusus untuk mengatasi poor governance dan korupsi.
membangun sektor keuangan yang sehat.
IMF telah mengambil langkah-langkah untuk G-20
merampingkan conditionality atas program kebijakan Kerjasama internasional dalam rangka G-20
dari negara anggota sehingga lebih efisien dan efektif. dalam tahun laporan ditekankan kepada upaya-upa-
Penerapan conditionality untuk reformasi struktural da- ya mencegah penggunaan sektor keuangan untuk
pat dilakukan berdasarkan case by case basis dengan kegiatan terorisme, di samping membahas kebijakan-
menitikberatkan pada bidang-bidang yang sangat kebijakan yang diperlukan untuk menghadapi kondisi
menentukan keberhasilan stabilitas ekonomi makro perekonomian dunia dewasa ini serta menghadapi
dan pertumbuhan yang berkelanjutan. Dalam rangka arus globalisasi. Langkah-langkah yang akan diambil
meningkatkan ownership program-program reformasi disusun dalam suatu Action Plan on Terrorist Finan-
ekonomi oleh negara-negara anggota yang mendapat cing, yang pokok-pokoknya mencakup :
pinjaman, IMF sedang mempelajari kemungkinan (a) Pembekuan kekayaan (asset) milik terroris.
penggunaan result based conditionality. Persyaratan Setiap negara anggota akan menerapkan
pencairan fasilitas IMF yang berdasarkan hasil-hasil resolusi-resolusi Dewan Keamanan PBB yang

201
Perekonomian Dunia dan Kerja Sama Internasional

relevan, terutama resolusi nomor 1373, untuk korporasi; (ii) reformasi sistem keuangan interna-
menghentikan sumber keuangan/pembiayaan sional; dan (iii) MFG Financing Arrangement. Selain
terorisme. membahas isu-isu tersebut, MFG membahas pula isu
(b) Penerapan standar internasional. Setiap negara regional surveillance, dan berupaya memperkuat IMF
anggota akan meratifikasi dan menerapkan the surveillance dengan melibatkan sektor swasta dalam
UN Convention for the Suppression of the Finan- mengatasi krisis.
cing of Terrorism sesegera mungkin dan merati-
fikasi the UN Convention against Transactional Kerja Sama Bank Sentral
Organized Crime. Dalam periode laporan, kerja sama antarbank
(c) Kerjasama internasional melalui pertukaran sentral berjalan sebagaimana tahun-tahun
informasi dan akses antaranggota G-20. sebelumnya melalui berbagai forum antara lain
Selanjutnya setiap anggota akan membentuk atau Executive Meeting of East Asia Pacific Central Bank
mempertahankan Satuan Intelijen Keuangan dan (EMEAP) dan South-East Asia Central Bank
mengambil langkah-langkah untuk saling tukar (SEACEN).
informasi.
(d) Bantuan teknis. Negara-negara anggota, Forum EMEAP
sepanjang memungkinkan, akan menyediakan Dalam pembahasan isu ekonomi dan
bantuan teknis untuk mencegah pembiayaan keuangan, forum EMEAP menekankan pengaruh
terorisme dan memberantas pencucian uang perlambatan ekonomi AS dan global terhadap
(money laundering) bagi negara lainnya yang ekonomi kawasan EMEAP serta potensi kerentanan
membutuhkan bantuan teknis tersebut. Selain itu, kawasan dalam menghadapi kemungkinan krisis.
G-20 akan menghimbau lembaga-lembaga Dalam rangka menghadapi perkembangan tersebut,
internasional dan regional untuk memberikan anggota EMEAP berpandangan perlunya menerap-
bantuan teknis tersebut. kan kebijakan yang tepat untuk mendorong permin-
(e) Kepatuhan dan pelaporan. Dalam hal ini negara- taan domestik. Berkaitan dengan dengan upaya
negara anggota akan mengambil langkah-langkah mendorong stabilitas keuangan, beberapa negara
untuk memastikan agar lembaga-lembaga EMEAP telah menyoroti pendekatan “one-size-fits-
keuangan dan semua warga negaranya mematuhi all” dalam implementasi standar internasional di
aturan-aturan untuk memberantas pembiayaan tengah perbedaan karakteristik dan kemampuan
terorisme serta tindak pidana keuangan lainnya. anggota dalam menerapkan kebijakan tersebut.
Dengan memperhatikan respon kebijakan IMF ter-
Manila Framework Group (MFG) hadap krisis Asia, EMEAP berpandangan bahwa
Selama tahun laporan, Manila Framework kebijakan IMF dalam menangani krisis telah me-
Group (MFG) menitikberatkan kepada masalah- nimbulkan kesulitan ekonomi yang semakin dalam.
masalah: (i) restrukturisasi sektor keuangan dan Dalam kaitan ini, IMF perlu mempertimbangkan

202
Perekonomian Dunia dan Kerja Sama Internasional

perbedaan fundamental ekonomi masing-masing pertukaran data dan informasi antaranggota SEG
negara serta melakukan penyederhanaan condi- dengan membentuk SEG Database.
tionality dan meningkatkan ownership negara-negara Dalam periode laporan, Bank of Japan (BOJ)
yang dibantu dalam mendukung keberhasilan juga telah menawarkan bantuan keuangan senilai
program IMF. JPY 10 juta setiap tahunnya yang digunakan untuk
membiayai kegiatan pelatihan tertentu yang
SEACEN diselenggarakan oleh SEACEN tanpa persyaratan
Dalam periode laporan , berbagai topik telah apapun kecuali pelatihan tersebut telah diidentifikasi
dibahas dalam forum SEACEN. Topik-topik yang oleh BOJ. Semakin berkembangnya SEACEN Centre
dibahas berkaitan dengan: (i) SEACEN Trust Fund telah menarik minat dua otoritas moneter, yaitu
(STF), (ii) SEACEN Experts Group (SEG) on Capital Monetary Authority of Brunei dan Reserve Bank of
Flows, (iii) pembentukan Electronic Data Exchange Fiji, untuk bergabung menjadi anggota SEACEN
di SEACEN Centre, dan (iv) pemberian bantuan Centre.
keuangan oleh Jepang.
Dalam kerangka STF, SEACEN mencatat Kerja Sama di Bidang Pembangunan
beberapa kemajuan sepanjang tahun laporan, yaitu : Bank Dunia
(i) diterimanya Bank of Mongolia secara resmi menjadi Dalam tahun laporan, Bank Dunia terus
anggota STF pada tanggal 17 Februari 2000, (ii) melanjutkan fokus pada isu penanganan kemiskinan
dicapainya kesepakatan untuk meningkatkan dana dan penguatan pertumbuhan khususnya bagi negara-
STF, dan (iii) dilakukannya upaya -upaya untuk negara termiskin. Pembahasan dikaitkan dengan
memperbaiki manajemen STF. Upaya-upaya per- empat topik utama, yaitu: (i) tindak lanjut Highly
baikan manajemen antara lain dilakukan melalui Indebted Poor Countries (HIPC) Initiative dan Debt
pemberian keleluasaan kepada Direktur Operasi Sustainability, (ii) penyempurnaan proses Poor
Investasi dan Pasar Keuangan Bank Negara Malaysia Reduction Growth Facility (PRGF) dan Poor Reduction
sebagai signatory tambahan, dan mengembalikan Strategy Paper (PRSP), (iii) perbaikan akses pasar
prosedur aplikasi bantuan beasiswa ke sistem yang untuk ekspor negara berkembang, serta (iv) bantuan
lama yang dipandang lebih efektif. bagi negara-negara yang baru mengalami konflik.
Sementara itu, SEACEN yang merupakan Langkah-langkah yang akan dilakukan Bank
lembaga yang menangani riset dan pelatihan bagi Dunia menyangkut beberapa hal. Pertama, Bank
bank sentral di Asia Tenggara telah berupaya Dunia akan merekomendasikan strategi pemba-
mengendalikan potensi risiko yang dapat timbul dari ngunan yang berkelanjutan dan mendorong peme-
volatilitas arus modal melalui pertemuan SEACEN rataan ke negara-negara miskin dengan bantuan
Expert Group (SEG) on Capital Flows. Dalam kerang- dana dan pembukaan akses pasar oleh negara-
ka ini pula, SEACEN memperkuat surveillance ter- negara donor. Kedua, Bank Dunia akan meramping-
hadap arus modal negara-negara anggotanya melalui kan, memfokuskan, dan memprioritaskan condi-

203
Perekonomian Dunia dan Kerja Sama Internasional

tionality bagi program tersebut dengan berdasarkan peluncuran putaran baru WTO. APEC menekankan
kepada strategi yang disusun sendiri oleh negara- perlunya agenda putaran baru WTO untuk mema-
negara anggota (penyusunan PRGF dan PRSP) sukkan liberalisasi sektor pertanian, produk industri
dalam mendorong pertumbuhan dan mengatasi dan jasa, memperkuat WTO rules, implementasi isu
kemiskinan. Ketiga, Bank Dunia bersama dengan serta memasukkan kepentingan dan perhatian
IMF akan memberikan bantuan teknis dan bantuan seluruh anggota khususnya negara berkembang
capacity building untuk mempercepat proses pemu- dalam menghadapi tantangan abad 21. Di samping
lihan negara-negara tersebut. itu, anggota APEC juga menyadari kebutuhan untuk
memperkuat pengaturan dan pengawasan perban-
Bank Pembangunan Asia (ADB) kan, good governance, dan financial disclosure, serta
ADB akan terus berpartisipasi dalam pro- memperkuat sistem keuangan domestik guna
gram-program pengentasan kemiskinan, pemberda- menjamin konsistensi kebijakan makroekonomi,
yaan masyarakat, program good governance, serta memperkuat global financial sector surveillance, dan
mendorong strategi pengembangan sektor swasta. melanjutkan upaya peningkatan efektifitas lembaga
Di samping itu ADB juga berperan dalam upaya keuangan internasional.
pencegahan krisis dengan memberikan bantuan
kegiatan surveillance dengan bekerjasama dengan Perhimpunan Negara-negara Asia Tenggara
Sekretariat ASEAN. Diharapkan di masa yang akan (ASEAN)
datang inisiatif yang akan dilakukan ADB akan Dalam tahun laporan, berbagai pertemuan
berlanjut kepada upaya standarisasi statistik yang telah diselenggarakan dalam kerangka ASEAN,
digunakan serta metodologi sistem peringatan dini seperti ASEAN Central Bank Forum, ASEAN Finance
(early warning system). Minister and Central Bank Deputies, serta ASEAN
Finance Ministers. Perkembangan penting yang dapat
Kerja Sama Regional dicatat adalah kesepakatan mengenai fasilitas
Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) Bilateral Swap Arrangement (BSA) yang bertujuan
Dalam rangka mendorong pertumbuhan memberikan bantuan keuangan jangka pendek dalam
ekonomi yang berkelanjutan, APEC telah berupaya bentuk swap kepada negara yang ikut serta dalam
mengadopsi kebijakan moneter dan fiskal maupun Chiang Mai Initiative. Dalam tahun laporan, negara-
upaya mendorong policy dialogue mengenai ekonomi negara anggota ASEAN+3 —ASEAN dan ketiga
makro termasuk upaya memperkuat sistem keuangan negara mitranya, yaitu Jepang, RRC, dan Korea—
internasional guna menciptakan landasan ekonomi telah menandatangani beberapa BSA. BSA tersebut
yang kuat bagi pertumbuhan ekonomi jangka panjang. dilakukan antara Jepang dan Korea (sebesar $2
APEC juga telah menyatakan komitmen untuk mela- miliar), Jepang dan Thailand (sebesar $3 miliar),
kukan upaya lebih lanjut untuk mendorong liberalisasi Jepang dan Malaysia (sebesar $1 miliar), serta
perdagangan dan investasi serta mendukung kuat Jepang dan Filipina ($3 miliar). Khusus untuk

204
Perekonomian Dunia dan Kerja Sama Internasional

Indonesia, sampai saat ini BSA belum dapat direali- Exchange Rate Regime. Negara-negara ASEAN telah
sasikan karena beberapa masalah yang belum dise- sepakat untuk melaksanakan feasibility study bagi ke-
pakati antara Indonesia dengan ketiga negara mitra mungkinan penerapan ASEAN Currency and Ex-
ASEAN tersebut. Masalah tersebut diantaranya change Rate Mechanism dengan tujuan: (i) mening-
adalah belum jelasnya jumlah maksimum jaminan katkan stabilitas finansial terutama pada tingkat regio-
pemerintah untuk fasilitas BSA yang diberikan. nal, (ii) menghindari kemungkinan krisis keuangan di
Perkembangan lain adalah kelanjutan dari masa mendatang, dan (iii) menggalakkan perdaga-
pembentukan Task Force on ASEAN Currency and ngan dan investasi melalui penurunan biaya transaksi.

205
Prospek Ekonomi dan Arah Kebijakan Tahun 2002

bab 11 PROSPEK EKONOMI DAN


ARAH KEBIJAKAN TAHUN 2002

206
Prospek Ekonomi dan Arah Kebijakan Tahun 2002

b a b 11

PROSPEK EKONOMI DAN ARAH KEBIJAKAN TAHUN 2002

P rospek ekonomi tahun 2002 diperkirakan masih


menghadapi tantangan yang cukup berat. Adanya
ancaman resesi ekonomi global dan berbagai per-
Dari sisi penawaran, hampir seluruh sektor
ekonomi diprakirakan akan memberikan kontribusi
positif terhadap pertumbuhan ekonomi di tahun
masalahan struktural di dalam negeri menyebabkan 2002. Sejalan dengan masih dominannya peran
sumber-sumber pertumbuhan ekonomi menjadi konsumsi sebagai mesin utama pertumbuhan, maka
terbatas. Dengan asumsi kondisi sosial politik sumbangan terbesar diperkirakan akan berasal dari
semakin membaik, tekanan nilai tukar semakin sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan,
berkurang dan restrukturisasi ekonomi berjalan lebih khususnya perdagangan ritel. Sementara itu, sektor
baik, pertumbuhan ekonomi tahun 2002 diprakirakan pertanian diperkirakan belum membaik akibat
akan mencapai kisaran 3,5%–4,0%. kemungkinan datangnya badai El Nino. Kondisi ini
Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi juga dipengaruhi oeh permasalahan yang ada di sisi
masih akan lebih banyak bertumpu pada pertumbuhan produksi dan distribusi pupuk. Komoditas per-
domestik terutama konsumsi swasta. Sementara itu, kebunan yang berorientasi ekspor diperkirakan
kegiatan ekspor dan investasi masih belum begitu masih akan mendapat tekanan yang cukup berat
menggembirakan. Prakiraan ini didasari oleh kondisi seiring dengan kondisi permintaan dunia yang belum
ekonomi dunia yang belum akan pulih dalam waktu pulih. Sektor pertambangan diperkirakan tumbuh
dekat sehingga masih belum memberikan iklim yang positif namun masih relatif rendah terutama akibat
kondusif bagi ekspor serta menjadi salah satu kendala masih tingginya gangguan keamanan pada sektor
masuknya arus modal luar negeri untuk mendorong ini serta masih lemahnya permintaan luar negeri
investasi swasta. Dari sisi fiskal, pengeluaran terhadap beberapa komoditas tambang. Sektor
pemerintah diprakirakan tumbuh melambat sehingga lainnya seperti bangunan diprakirakan akan bangkit
belum mampu memberikan stimulus terhadap sejalan dengan akan direalisasikannya beberapa
perekonomian secara berarti. Selanjutnya, mengingat proyek besar seperti Jakarta Outer Ring Road
permintaan domestik diharapkan dapat menjadi motor (JORR) dan mulai maraknya penyediaan perumahan
pertumbuhan ekonomi, upaya yang lebih serius untuk seiring dengan meningkatnya kredit untuk pe-
mempercepat penyelesaian berbagai permasalahan rumahan.
mendasar dan faktor risiko dalam negeri menjadi Sementara itu, nilai tukar rupiah diprakirakan
tantangan yang sangat penting untuk diselesaikan agar dapat kembali menguat meskipun masih terdapat
momentum pemulihan ekonomi nasional yang ber- potensi tekanan depresiasi. Di samping faktor
kesinambungan dapat dipertahankan. struktural ekonomi, perkembangan nilai tukar di tahun

207
Prospek Ekonomi dan Arah Kebijakan Tahun 2002

2002 akan sangat dipengaruhi oleh sentimen pelaku jangka panjang dapat dicapai pertumbuhan ekonomi
pasar terhadap beberapa perkembangan ekonomi yang berkesinambungan. Secara operasional, Bank
politik seperti masalah kesinambungan fiskal dan Indonesia akan mengoptimalkan instrumen-instrumen
beberapa peristiwa politik menjelang sidang tahunan moneter terutama melalui operasi pasar terbuka
MPR. Nilai tukar rupiah diprakirakan secara rata-rata (OPT) dan sterilisasi valas guna mengurangi tekanan
akan berada pada kisaran Rp9.500/$–Rp10.500/$. terhadap inflasi dan nilai tukar rupiah. Di samping itu,
Penguatan nilai rupiah secara signifikan diharapkan upaya untuk memulihkan fungsi intermediasi per-
dapat terjadi pada pertengahan tahun sejalan dengan bankan akan terus dilakukan antara lain dengan lebih
terus membaiknya risiko politik, keuangan, dan eko- mendorong perbankan agar menyalurkan kredit ke
nomi. Prakiraan tersebut juga didukung oleh mem- sektor-sektor ekonomi yang telah siap dan memiliki
baiknya kinerja neraca pembayaran yang terutama risiko relatif lebih rendah.
disebabkan oleh membaiknya lalu lintas modal. Selanjutnya, mengingat konsumsi masih
Proyeksi ini akan lebih optimis apabila dalam waktu akan merupakan motor utama pertumbuhan ekonomi
dekat terdapat kemajuan dalam pelaksanaan di tahun mendatang maka diperlukan berbagai
program-program ekonomi pemerintah sehingga kebijakan untuk mengatasi berbagai kendala pembia-
dapat memperbaiki persepsi pelaku pasar, termasuk yaan dan distribusi di sisi penawaran agar kenaikan
adanya kemajuan yang signifikan dalam penjualan konsumsi tidak menimbulkan dampak kenaikan harga
aset oleh BPPN dan privatisasi BUMN. yang berlebihan. Di samping itu, dengan banyaknya
Tekanan laju inflasi pada tahun 2002 dipra- faktor-faktor nonmoneter yang mempengaruhi inflasi,
kirakan akan masih tinggi yang bersumber dari koordinasi dengan berbagai pihak khususnya peme-
tingginya ekspektasi inflasi, meningkatnya per- rintah mutlak diperlukan untuk meminimalkan dampak
mintaan yang kurang diimbangi oleh peningkatan tekanan inflasi yang berasal dari kebijakan peme-
penawaran serta dampak kebijakan pemerintah di rintah, penurunan pasokan dan terganggunya distri-
bidang harga dan pendapatan. Intensitas tekanan busi barang dan jasa.
inflasi diprakirakan akan semakin bertambah apabila Optimisme terhadap beberapa indikator yang
pengaruh El Nino mengakibatkan terjadinya gang- dijadikan asumsi dasar dalam menyusun proyeksi di
guan produksi dan distribusi pangan yang sangat atas masih dihadapkan pada berbagai tantangan dan
signifikan. Memperhatikan berbagai faktor di atas, risiko ketidakpastian. Walaupun faktor tersebut telah
sasaran inflasi IHK di tahun 2002 ditetapkan pada diidentifikasi pada tahun sebelumnya, upaya pe-
kisaran 9%–10%. nanganannya masih belum menunjukkan kemajuan
Untuk mencapai sasaran inflasi yang cukup yang berarti sehingga dapat meningkatkan ekspektasi
realistis tersebut, kebijakan moneter akan dilakukan negatif masyarakat terhadap proses pemulihan
secara berhati-hati dan terukur agar kestabilan harga ekonomi. Untuk itu, percepatan penanganan berbagai
tetap terjaga untuk mendukung proses pemulihan masalah tersebut harus dilakukan agar dapat me-
ekonomi yang sedang berjalan, sehingga dalam ngembalikan kepercayaan masyarakat.

208
Prospek Ekonomi dan Arah Kebijakan Tahun 2002

TANTANGAN KE DEPAN sendiri (self-financing). Selanjutnya, terbatasnya


Memperhatikan proses penanganan ber- sumber pembiayaan dari sektor perbankan terkait
bagai permasalahan mendasar dan faktor risiko di erat dengan keengganan bank untuk mena-
tahun 2001 yang tidak secepat dari yang diperkira- namkan kelebihan likuiditasnya ke dalam bentuk
kan, tantangan yang dihadapi dalam upaya pengen- kredit. Hal ini dikuatirkan akan menjadi sarana
dalian moneter di tahun 2002 cenderung akan berspekulasi yang pada gilirannya dapat memberi
semakin berat. Upaya mengatasi berbagai faktor tekanan terhadap nilai tukar dan inflasi.
risiko dan ketidakpastian tersebut akan menjadi kunci • Ketiga, beban keuangan pemerintah yang berat.
keberhasilan untuk menjamin prospek pemulihan Beban pembayaran utang pemerintah dan penge-
ekonomi yang lebih baik pada tahun-tahun menda- luaran subsidi yang relatif masih tinggi meng-
tang. Berbagai faktor risiko dan ketidakpastian akibatkan upaya memberikan stimulus pertum-
tersebut mencakup : buhan ekonomi menjadi terbatas. Dengan posisi
• Pertama, akselerasi penyelesaian restukturisasi utang luar negeri yang relatif besar, upaya untuk
utang perusahaan- baik utang luar negeri mengurangi beban anggaran pemerintah akan
maupun utang kepada perbankan dalam negeri- sangat tergantung pada keberhasilan negosiasi
relatif berjalan lambat. Kondisi ini telah menye- Paris Club III.
babkan peningkatan kegiatan ekonomi dan • Keempat, relatif masih tingginya ketidakpastian
penyaluran kredit perbankan tidak dapat berjalan hukum. Kondisi ini selain memicu timbulnya
lebih cepat, karena sebagian besar perusahaan persepsi negatif investor luar negeri juga memper-
yang masih dalam proses restrukturisasi tersebut sulit upaya perbaikan country risk Indonesia se-
merupakan komponen terbesar dari per- hingga membawa dampak yang kurang mengun-
ekonomian nasional. Masih tingginya utang luar tungkan bagi upaya restrukturisasi utang luar
negeri yang belum direstrukturisasi juga mencer- negeri serta mengurangi minat investor asing
minkan potensi terjadinya tekanan depresiasi untuk melakukan investasi di Indonesia.
nilai tukar apabila permintaan valuta asing (valas) • Kelima, munculnya berbagai peraturan baru yang
untuk pembayaran utang luar negeri tidak terkait dengan pelaksanaan otonomi daerah
terpenuhi oleh pasar. sehingga menyebabkan kurang kondusifnya iklim
• Kedua, proses intermediasi perbankan yang investasi di daerah. Di samping itu, pemanfaatan
belum sepenuhnya berjalan normal. Ekspansi Dana Alokasi Umum (DAU) secara tidak efisien
kredit perbankan masih terbatas sejalan dengan menyebabkan stimulus ekonomi dari sektor
masih tingginya risiko usaha di sektor riil dan pemerintah menjadi semakin terbatas.
masih berlangsungnya konsolidasi internal di • Keenam, di sisi eksternal, meskipun diperkirakan
sektor perbankan. Kondisi ini sangat membatasi akan mulai membaik pada semester kedua,
sumber pembiayaan kegiatan ekonomi, sehingga secara keseluruhan perekonomian dunia masih
kegiatan ekonomi lebih banyak dibiayai oleh dana akan mengalami resesi pada tahun 2002. Kondisi

209
Prospek Ekonomi dan Arah Kebijakan Tahun 2002

ini akan sangat berpengaruh terhadap kinerja


Tabel 11.1
sektor eksternal ekonomi Indonesia. Di samping Pertumbuhan Ekonomi Di Berbagai Kawasan Dunia

itu, pemberlakuan Asean Free Trade Area (AFTA)


Rincian 2000* 2001** 20022)
sejak awal tahun 2002, di satu sisi dapat mem-
Pertumbuhan Ekonomi Dunia 4,7 2,4 2,4
buka peluang ekspor, namun di sisi lain akan Negara Industri 3,9 1,1 0,8
Amerika Serikat 4,1 1,0 0,7
mendorong masuknya pesaing luar negeri yang Jepang 2,2 –0,4 –1,0
Uni Eropa 3,4 1,7 1,3
dapat mengancam kinerja produsen dalam Negara Industri Baru Asia 8,2 0,4 2,0
negeri.
Negara Berkembang 5,8 4,0 4,4
Afrika 2,8 3,5 3,5
Asia 6,8 5,6 5,6
PROSPEK EKONOMI GLOBAL China 8,0 7,3 6,8
ASEAN - 41) 5,0 2,3 2,9
Pertumbuhan Ekonomi dan Perdagangan Dunia Amerika Latin 4,1 1,0 1,7
Negara Transisi 6,3 4,9 3,6
Perlambatan ekonomi global yang terjadi di
Sumber : IMF, World Economic Outlook, Desember 2001
tahun 2001 diprakirakan masih akan berlanjut di
1) Terdiri dari Indonesia, Malaysia, Filipina dan Thailand
tahun 2002. Perlambatan ini tidak terlepas dari 2) Angka Proyeksi

kebijakan moneter ketat yang diterapkan oleh mayo-


ritas negara maju dalam dua tahun terakhir untuk Pertumbuhan ekonomi negara-negara maju
meredam tekanan permintaan domestik yang secara umum diprakirakan masih akan melambat.
dianggap terlalu tinggi. Namun demikian, kebijakan Perekonomian Amerika Serikat yang menjadi lokomotif
tersebut ternyata menimbulkan dampak kontraksi ekonomi global akan mengalami perlambatan dan
yang lebih besar dan lebih cepat dari prakiraan. hanya akan tumbuh sebesar 0,7% di tahun 2002.
Sementara itu, tragedi WTC telah menimbulkan Perekonomian Uni Eropa hanya akan tumbuh sebesar
kekhawatiran terjadinya kontraksi pertumbuhan 1,3% di tahun 2002 yang utamanya disebabkan oleh
ekonomi yang lebih besar sehingga memicu mayo- melemahnya permintaan domestik di Jerman.
ritas negara maju untuk melakukan ekspansi moneter Sementara itu, perekonomian Jepang yang telah
dan fiskal secara lebih agresif untuk kembali men- mengalami resesi ekonomi lebih dari satu dasawarsa,
dorong permintaan. Berdasarkan hal tersebut, IMF diprakirakan akan semakin memburuk dengan
memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia pertumbuhan sebesar –1,0% di tahun 2002. Sedang-
sebesar 2,4% pada tahun 20021 dimana pemulihan kan pertumbuhan ekonomi negara industri baru di Asia
kegiatan ekonomi yang signifikan diharapkan akan seperti Korea Selatan, Singapura, Hong Kong, dan
terjadi pada semester II tahun 2002. Sejalan dengan Taiwan diprakirakan akan tumbuh masing-masing
itu, pertumbuhan volume perdagangan dunia diper- sebesar 3,2%, 1,2%, 1,0% dan 0,7%.
kirakan juga akan sedikit meningkat dari 1,3% di Meskipun kondisi perekonomian global masih
tahun 2001 menjadi 2,5% di tahun 2002. diliputi oleh ketidakpastian dan risiko yang tinggi
namun peluang terjadinya proses pemulihan ekonomi
1 IMF, World Economic Outlook, Desember 2001 yang lebih cepat diprakirakan masih terbuka. Selain

210
Prospek Ekonomi dan Arah Kebijakan Tahun 2002

didorong oleh adanya dukungan kebijakan moneter


Tabel 11.2
dan fiskal yang lebih longgar, proses membaiknya Perkembangan Inflasi dan Suku Bunga Internasional

kepercayaan konsumen yang berlangsung lebih cepat


Rincian 2000 2001 2002
diprakirakan akan mampu mempercepat terjadinya
Tingkat Inflasi
pemulihan ekonomi global. Di samping itu, relatif Negara Industri 2,3 2,3 1,3
Negara Berkembang 5,9 6,0 5,3
masih rendahnya harga minyak dan membaiknya
Negara Transisi 20,1 16,0 11,0
kondisi pasar teknologi informasi juga akan mampu
mendorong produktivitas serta mempercepat pemu- Suku Bunga Jangka Pendek
Amerika Serikat 6,6 3,8 2,8
lihan kapasitas produksi. Jepang 0,3 0,2 0,1
Prospek ekonomi di negara berkembang, Uni Eropa 4,6 4,1 2,9

kecuali beberapa negara tertentu seperti Cina dan Sumber : IMF, World Economic Outlook, Desember 2001

India, secara umum masih akan cenderung kurang


menggembirakan. Pertumbuhan ekonomi di Ame- Sementara itu, suku bunga jangka panjang akan relatif

rika Latin ditengarai akan mengalami penurunan lebih tinggi seiring dengan ekspektasi membaiknya

yang paling buruk yang utamanya dipengaruhi oleh kondisi perekonomian dunia.

terjadinya krisis keuangan dan kondisi politik yang


tidak menentu di Argentina dan krisis energi di Brasil. Prospek Harga Komoditas Pasar Internasional
Secara umum, harga pasar komoditas inter-

Inflasi dan Sukubunga Internasional nasional di tahun 2002 cenderung masih rendah.

Dengan melemahnya permintaan dunia serta Selain disebabkan oleh lemahnya permintaan, sulit-

kecenderungan menurunnya harga minyak di pasar nya mendongkrak harga komoditas juga disebab-

internasional, inflasi dunia diprakirakan akan semakin kan oleh tingginya tingkat produksi di tahun sebe-

menurun di tahun 2002. Kecenderungan menurunnya lumnya sehingga terjadi penumpukan persediaan

inflasi terutama akan dialami oleh mayoritas negara barang yang cukup besar. Terkait dengan hal ter-

maju. Sementara itu inflasi di negara-negara ber- sebut, tingkat harga beberapa komoditas ekspor

kembang akan banyak dipengaruhi oleh perkem- Indonesia seperti komoditas tambang dan pertanian

bangan di sektor eksternalnya. Terkait dengan hal diprakirakan masih akan menghadapi tekanan yang

tersebut inflasi di negara maju akan mencapai 1,3%. cukup berat. Di samping itu, kondisi permintaan

Sementara itu inflasi di negara-negara berkembang yang lemah dapat memicu terjadinya persaingan

akan mencapai 5,3%. harga yang semakin tajam sehingga merugikan

Untuk menangkal berlanjutnya penurunan negara eksportir. Dengan demikian, untuk mengu-

permintaan agregat, kebijakan moneter di negara- rangi pengaruh tekanan harga bagi Indonesia,

negara maju diprakirakan masih akan cenderung perluasan dan diversifikasi pasar penting dilakukan

longgar sehingga perkembangan suku bunga pasar meskipun secara teknis ketergantungan terhadap

jangka pendek akan cenderung masih rendah. pasar tradisional seperti Amerika Serikat dan

211
Prospek Ekonomi dan Arah Kebijakan Tahun 2002

Jepang relatif masih akan sulit diatasi dalam jangka kan pengurangan kuota produksi minyak sebesar 1,5
pendek. juta barel per hari sejak 1 Januari 2002. Meskipun
Relatif lemahnya pertumbuhan ekonomi demikian, agar kebijakan tersebut dapat berjalan
negara maju juga akan mendorong turunnya harga efektif, pengurangan jumlah kuota produksi OPEC
minyak sehingga cenderung bergerak dalam batas perlu diimbangi pula dengan kebijakan serupa oleh
bawah kisaran harga yang disepakati oleh anggota negara penghasil minyak non OPEC seperti Rusia,
OPEC, yaitu $22/barel. Hal ini antara lain disebabkan Norwegia, Oman dan Mexico. Terkait dengan kebi-
oleh kebutuhan musim dingin yang relatif normal serta jakan OPEC tersebut, kuota produksi minyak
relatif tingginya persediaan minyak Amerika Serikat Indonesia diperkirakan akan berkurang sekitar 77 ribu
akibat adanya kelebihan pasok pasar minyak barel per hari.
internasional di tahun 2001.
Untuk mendorong stabilitas harga minyak PROSPEK EKONOMI INDONESIA
agar kembali pada kisaran harga $22 – $28 per barel, Pertumbuhan ekonomi tahun 2002 dipra-
negara anggota OPEC telah sepakat untuk melaku- kirakan masih akan relatif lebih tinggi dibandingkan
dengan pertumbuhan tahun sebelumnya. Hal ini
antara lain ditunjukkan oleh pergerakan Leading
Indeks Harga Internasional Komoditi Pertambangan
400
Nikel (aksis kanan) Timah (aksis kanan) Tembaga
Indikator Ekonomi (LIE) (Grafik 11.2) yang masih
350 Aluminium
Timbal
menunjukkan kecenderungan yang meningkat.
300

250
Tingginya pertumbuhan ekonomi juga didukung oleh
200 hasil survei yang menunjukkan adanya peningkatan
150
tingkat hunian(occupancy rate) kantor.
100
Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi
50

0
diprakirakan masih akan bersumber dari mening-
1/5 1/19 2/2 2/16 3/2 3/16 3/30 4/13 4/27 5/11 5/25 6/8 6/22 7/6 7/20 8/3 8/17 8/31 9/14 9/2810/1210/26 11/911/2312/712/21
2001

Harga Internasional Komoditi Perkebunan Persen


6000 100 15,0 1,4
Kokoa Minyak Sawit Kayu
Kopi (aksis kanan) Karet (aksis kanan) 90 1,3
5000 10,0
80
1,3
70 5,0
4000 1,1
60
0,0 1,0
3000 50
-5,0 0,9
40
2000 0,8
30 -10,0
PDB (Aksis Kiri)
20 0,7
1000 Komposit (Aksis Kanan)
-15,0 0,6
10 Trend Komposit (Aksis Kanan)
0 0 -20,0 0,5
1/5 1/19 2/2 2/16 3/2 3/163/30 4/134/275/11 5/25 6/8 6/22 7/6 7/20 8/3 8/178/319/149/2810/1210/2611/911/2312/712/21
9 3 6 9 3 6 9 3 6 9 3 6 9 3 6 9 3
2001 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2001

Grafik 11.1 Grafik 11.2


Perkembangan Harga Komoditi Ekspor Leading Indikator Ekonomi

212
Prospek Ekonomi dan Arah Kebijakan Tahun 2002

katnya permintaan domestik terutama untuk kegiatan ekspor relatif lemah, pertumbuhan impor diprakirakan
konsumsi, sementara permintaan luar negeri dipra- masih akan cukup tinggi yang terutama didorong oleh
kirakan masih rendah akibat lemahnya permintaan masih kuatnya permintaan domestik.
dari mayoritas negara yang menjadi pasar tradisional Relatif tingginya pertumbuhan konsumsi
produk ekspor Indonesia. Dari sisi penawaran, antara lain didukung oleh hasil survei konsumen
tingginya permintaan dalam negeri tersebut rumah tangga yang masih menunjukkan kecen-
diprakirakan akan diimbangi oleh peningkatan kinerja derungan yang optimis didorong oleh ekspektasi
di sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, membaiknya penghasilan dalam periode 6 – 12 bulan
dan sektor transportasi. Secara keseluruhan ekonomi mendatang serta ekspektasi membaiknya kondisi
Indonesia tahun 2002 akan tumbuh dalam kisaran makroekonomi (Grafik 11.3). Dari sisi pembiayaan,
3,5%–4,0%. kecenderungan meningkatnya penyaluran kredit
Di samping berbagai faktor risiko yang konsumsi juga masih akan berlanjut sehingga
berasal dari dalam negeri, proyeksi angka per- pengeluaran konsumsi untuk barang-barang tahan
tumbuhan tersebut pada dasarnya akan sangat lama juga akan meningkat. Optimisme kenaikan
tergantung pada kecepatan pemulihan kegiatan konsumsi masyarakat tercermin pula dari perilaku
perdagangan luar negeri serta perkembangan harga produsen yang banyak melakukan impor bahan baku
komoditas di pasar internasional. Sebagaimana dan barang modal - di tengah kondisi ekspor yang
diungkapkan sebelumnya, perkembangan harga menurun - di tiga triwulan pertama tahun 2001.
komoditas ekspor utama Indonesia termasuk minyak Konsumsi pemerintah masih akan mampu
mentah cenderung masih akan tertekan di pasar tumbuh meskipun lebih rendah dibandingkan tahun
internasional. Dapat dikemukakan, adanya penuru- sebelumnya seiring dengan menurunnya
nan harga minyak sebesar $2/barel secara agregat pengeluaran rutin pemerintah. Dilihat dari alokasinya,
diprakirakan dapat menyebabkan turunnya pertum- keterbatasan pemerintah untuk mendorong
buhan ekonomi kurang lebih sebesar 0,23%.
Tabel 11.4
Pertumbuhan PDB Menurut Pengeluaran
Prospek Permintaan
Dari sisi permintaan, kegiatan ekonomi di 2001** 20021)
Jenis
tahun 2002 masih akan disumbang oleh pertumbuhan Persen

permintaan domestik. Konsumsi yang telah mencatat Total Konsumsi 6,2 4,3 - 4,8
Konsumsi Swasta 5,9 4,3 - 4,8
pertumbuhan yang signifikan di tahun 2001 di-
Konsumsi Pemerintah 8,2 4,8 - 5,3
prakirakan masih akan mampu tumbuh positif di tahun Total Investasi 4,0 6,0 - 6,5
Ekspor Barang dan Jasa 1,9 2,3 - 2,8
2002. Pertumbuhan investasi diperkirakan akan
Impor Barang dan Jasa 8,1 8,3 - 8,8
meningkat, sedangkan pertumbuhan ekspor dipra- PDB Riil 3,3 3,5 - 4,0
kirakan masih akan terbatas sejalan dengan masih
1) Angka Proyeksi Bank Indonesia
lemahnya permintaan eksternal. Meskipun kegiatan

213
Prospek Ekonomi dan Arah Kebijakan Tahun 2002

buhan investasi di tahun mendatang diprakirakan


Persen
180 akan lebih banyak dilakukan oleh perusahaan yang
160 Kondisi Ekonomi
Kondisi Keuangan
telah lama mapan di Indonesia.
140

120 Sementara dari sisi pembiayaan,


100
pertumbuhan investasi diharapkan dapat didukung
80

60 oleh peningkatan kegiatan intermediasi perbankan


40
domestik, di samping pembiayaan dari supplier dan
20

0
sumber internal perusahaan. Selain itu, dengan
Apr. Mei Jun. Jul. Ags. Sep. Okt. Nov. Des.
2001 adanya kesungguhan pemerintah untuk memacu
Grafik 11.3 investasi termasuk diantaranya rencana pendirian
Survei Ekspektasi Konsumen
lembaga penyedia dana investasi serta rencana
peningkatan penyaluran kredit untuk usaha kecil dan
pertumbuhan konsumsi disebabkan oleh relatif masih menengah (UKM), diharapkan peluang untuk
tingginya alokasi pengeluaran beban pembayaran memacu kegiatan investasi swasta akan semakin
bunga utang pemerintah dan subsidi yang di- terbuka. Di samping kondisi fundamental ekonomi
anggarkan dalam APBN 2002. Meskipun demikian, yang lebih kondusif, membaiknya kondisi sosial politik
pangsa pengeluaran APBN 2002 untuk Dana Alokasi diharapkan dapat lebih mendorong optimisme
Umum yang mencapai lebih dari 20% dari total belanja pengusaha untuk tidak lagi menunda realisasi
pemerintah diharapkan mampu mendorong konsumsi investasinya di Indonesia.
terutama pada lapisan masyarakat di daerah. Pertumbuhan investasi pemerintah
Kegiatan investasi diprakirakan masih akan diprakirakan akan masih terbatas bahkan sedikit lebih
tumbuh positif di tahun mendatang. Di satu sisi, rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Relatif
kecenderungan pasar internasional saat ini yang rendahnya pertumbuhan investasi pemerintah
semakin cenderung berhati-hati kemungkinan masih terutama disebabkan oleh terbatasnya sumber
akan berlanjut hingga mempersulit upaya untuk pembiayaan pemerintah khususnya pinjaman program
menarik masuk investor luar negeri. Namun dari sisi dan pinjaman proyek. Dari sisi APBN, keterbatasan
yang lain, berbagai data mikro masih memperlihatkan mobilisasi pembiayaan tersebut tercermin dari rencana
adanya minat investasi yang cukup tinggi. Tingginya defisit APBN 2002 yang menurun dari 3,7% PDB di
minat investasi juga didukung oleh hasil survei tahun 2001 menjadi 2,5% PDB di tahun 2002. Secara
kegiatan usaha yang masih menunjukkan kecen- nominal, total pengeluaran pemerintah untuk
derungan yang positif. Beberapa perusahaan besar pengeluaran investasi diprakirakan akan mencapai
di sektor pertambangan dan industri pengolahan Rp77,7 triliun dimana sebesar 32,6% dari jumlah
bahkan telah merencanakan ekspansi yang cukup tersebut dialokasikan kepada pemerintah daerah.
tinggi di tahun 2002. Dengan kecenderungan Dari sisi eksternal, pertumbuhan ekspor
persetujuan PMA dan PMDN yang menurun, pertum- diprakirakan akan meningkat meskipun relatif rendah

214
Prospek Ekonomi dan Arah Kebijakan Tahun 2002

akibat kondisi perekonomian dunia yang diprakirakan persepsi negatif mengenai situasi keamanan di
baru akan pulih pada paro kedua tahun 2002. Pertum- Indonesia diprakirakan juga masih ada.
buhan ekspor diprakirakan akan lebih banyak Sementara itu, pertumbuhan impor
didorong oleh peningkatan ekspor nonmigas meski- diprakirakan masih cukup tinggi yang terutama di-
pun beberapa komoditas diprakirakan masih akan sebabkan oleh masih tingginya konsumsi masyarakat
mendapat tekanan yang cukup berat. Sementara itu, serta sedikit meningkatnya pertumbuhan ekspor. Di
ekspor migas diprakirakan akan mengalami samping permintaan domestik yang cukup tinggi,
pertumbuhan negatif akibat harga minyak yang masih harga komoditas dunia cenderung masih rendah serta
cenderung rendah serta diturunkannya kuota produksi nilai tukar yang relatif menguat diprakirakan akan
minyak Indonesia. Beberapa komoditas ekspor memberikan kontribusi positif bagi pertumbuhan
nonmigas yang diprakirakan akan terkena dampak impor. Faktor lain yang mendorong pertumbuhan
melemahnya perekonomian negara maju antara lain impor ditengarai oleh terbatasnya kapasitas produksi
adalah produk pipa baja (70% pasar ekspor pipa baja beberapa komoditas pertanian baik akibat adanya
ke Amerika Serikat), tekstil (26% pasar tekstil ke penurunan produktivitas maupun terjadinya gang-
Amerika Serikat) serta produk kerajinan dan furniture guan alam. Meskipun demikian, beberapa kebijakan
untuk pasar Eropa (Jerman dan Denmark). Gambaran pemerintah yang bertujuan untuk mengurangi
pertumbuhan ekspor yang relatif kurang meng- tingginya ketergantungan terhadap barang impor baik
gembirakan tersebut didukung oleh data-data awal melalui kebijakan untuk merangsang peningkatan
dari berbagai asosiasi yang menunjukkan berkurang- produksi dalam negeri maupun dengan kebijakan
nya permintaan dari negara-negara yang secara proteksi perdagangan akan sedikit banyak meredam
tradisional menjadi tujuan pasar ekspor. serbuan barang impor dalam tahun mendatang.
Di samping faktor permintaan dunia,
rendahnya pertumbuhan ekspor juga dipengaruhi oleh Prospek Penawaran
harga komoditas di pasar internasional yang secara Secara sektoral, pertumbuhan ekonomi yang
umum belum akan mencatat peningkatan berarti. moderat di tahun 2002 akan disumbang oleh hampir
Tingkat harga yang relatif rendah diprakirakan masih seluruh sektor ekonomi dengan sumbangan terbesar
akan dialami oleh beberapa komoditas andalan masih berasal dari sektor industri pengolahan dan
seperti komoditas pertanian dan komoditas tambang sektor perdagangan.
termasuk minyak mentah. Faktor lain yang Kinerja sektor pertanian pada tahun 2002
mempengaruhi ekspor adalah tendensi meningkatnya diperkirakan belum membaik, terutama pada tanaman
persaingan eksportir di pasar internasional akibat pangan. Hal ini disebabkan oleh adanya kemungkinan
menciutnya permintaan global, sehingga mempenga- datangnya badai El Nino, permasalahan distribusi
ruhi kemampuan daya saing produk ekspor Indonesia. pupuk ke petani sehubungan dengan dibebaskannya
Selain itu, faktor kekhawatiran pihak luar negeri me- produsen mengekspor pupuk ke luar negeri, dan
ngenai kesinambungan pasokan ekspor akibat terbatasnya pembiayaan kepada petani. Pemenuhan

215
Prospek Ekonomi dan Arah Kebijakan Tahun 2002

Namun di sisi lain, produksi 4 komoditas


Tabel 11.4
Pertumbuhan PDB Menurut Lapangan Usaha holtikultura unggulan, yaitu buah-buahan, sayuran,
aneka tanaman, dan tanaman hias, di tahun 2002
2001** 20021)
Sektor
diprakirakan meningkat 17%, yakni dari 16,1 juta ton
Persen
Pertanian 0,6 -0,2 – 0,3 menjadi 18,9 juta ton. Selain itu, produksi ternak dan
Pertambangan -0,6 0,7 – 1,2
hasil ternak diprakirakan juga meningkat sehingga
Industri Pengolahan 4,3 5,0 – 5,5
Listrik 8,4 9,4 – 9,9 memberikan sumbangan positif terhadap kinerja
Bangunan 4,0 3,9 – 4,4
Perdagangan 5,1 5,3 – 5,8 sektor pertanian seperti halnya pada tahun 2001.
Angkutan 7,5 6,5 – 7,0
Sektor pertambangan diprakirakan akan
Keuangan 3,0 3,3 – 3,8
Jasa 2,0 1,5 – 2,0 tumbuh positif, meskipun masih relatif rendah. Faktor
Total 3,3 3,5 – 4,0
keamanan dan ketidakpastian hukum, terutama pada
1) Angka Proyeksi Bank Indonesia aktivitas penambangan liar, masih menjadi masalah
pada sektor ini. Selain itu, permintaan ekspor barang
kebutuhan pupuk dalam negeri diperkirakan masih tambang, seperti timah, tembaga, nickel, aluminium,
kurang mengingat belum optimalnya produksi pupuk dan batu bara, diperkirakan akan mengalami penu-
di Aceh akibat masih tersendatnya pasokan gas dari runan. Namun demikian, investasi di bidang pertam-
Exxon. Produksi tahun 2002 diperkirakan mengalami bangan diantaranya oleh British Petroleum, Exxon
penurunan sebesar 1,89% akibat turunnya luas Mobil, Unocal, dan Gulf untuk eksplorasi minyak dan
panen.2 gas di wilayah Jawa Tengah dan Papua diperkirakan
Sementara itu, sebagai dampak menurun- masih tetap berlangsung.
nya permintaan luar negeri, ekspor produk pertanian, Sektor industri pengolahan diprakirakan
seperti kayu, karet, kopi, dan teh, diperkirakan masih masih menjadi motor penggerak ekonomi yang
melemah. Penurunan produksi yang cukup besar terutama didorong oleh tingginya permintaan do-
diprakirakan akan dialami komoditas kopi yang mestik. Hal ini dapat dilihat dari prakiraan mening-
menurun sekitar 20%–25%. Penurunan tersebut katnya utilisasi industri. Diantara industri-industri
diperkirakan akibat kurangnya pemeliharaan kebun manufaktur yang berencana untuk menambah jumlah
kopi rakyat -khususnya dalam pemupukan- akibat produksinya atau meningkatkan tingkat utilisasinya
rendahnya pendapatan petani dari hasil penjualan di tahun 2002 adalah industri perakitan sepeda motor,
biji kopi yang harganya turun. Sementara itu, industri elektronika, industri minuman, industri ban,
subsektor kehutanan diprakirakan belum menunjuk- industri semen, industri farmasi, industri pakan ternak,
kan kinerjanya yang berarti karena adanya kerusak- dan industri plastik. Selain itu, beberapa industri
an hutan yang cukup parah serta maraknya penja- bahkan berencana untuk melakukan ekspansi,
rahan, pencurian, dan penyelundupan kayu. diantaranya adalah industri lampu, industri perce-
takan, dan industri kemasan. Sementara itu, sebagai
2 Angka Ramalan I BPS bulan Februari 2002 dampak dari lesunya perekonomian Amerika Serikat

216
Prospek Ekonomi dan Arah Kebijakan Tahun 2002

dan Uni Eropa (global recession), beberapa industri naik rata-rata 4,7% hingga 9,4%. Maraknya bisnis
unggulan ekspor seperti industri TPT (Tekstil dan properti ini ditunjang oleh trend yang meningkat pada
Produk Tekstil) dan industri alas kaki diperkirakan penjualan semen dan prakiraan meningkatnya kredit
mengalami penurunan produksi paling tidak hingga di sektor properti sebesar 15,6% dibandingkan
awal semester kedua tahun 2002. dengan tahun 2001.
Sektor listrik diprakirakan masih akan Sektor perdagangan diprakirakan akan
tumbuh tinggi. Meskipun kapasitas dan produksi listrik tumbuh cukup tinggi. Pasar ritel daerah Bogor -
oleh PLN di Jawa-Bali tahun 2002 diprakirakan tidak Tangerang-Bekasi diperkirakan akan mulai bergairah
mengalami peningkatan yang berarti, namun kapa- di tahun 2002, sedangkan pasar ritel Jakarta sudah
sitas IPP (Independent Power Producer) mengalami mulai bergerak tahun 2001. Pertumbuhan penjualan
peningkatan. Peningkatan kapasitas tersebut sebagai ritel untuk tahun 2002 diperkirakan sebesar 15%. Hal
upaya untuk merespon tingginya permintaan yang ini antara lain didukung oleh adanya rencana penam-
tercermin dari meningkatnya trend penjualan listrik. bahan beberapa gerai baru minimarket Indomaret di
Tingginya rata-rata pertumbuhan penjualan listrik dari Surabaya, rencana perluasan Rimo di Balikpapan,
tahun 1995 sampai dengan tahun 2000 sebesar 9,3% Riau, dan Pontianak, serta rencana penambahan
mengindikasikan kebutuhan akan listrik selalu beberapa gerai baru Ramayana di daerah tingkat satu
meningkat dan tinggi. Penjualan tenaga listrik sistem dan tingkat dua di luar pulau Jawa. Tingginya pen-
Jawa Bali oleh PLN pada tahun 2002 diperkirakan jualan ritel ini menunjukkan bahwa permintaan
akan tumbuh 10,2%. domestik menjadi penggerak utama pertumbuhan
Sektor bangunan akan mulai bangkit pada ekonomi. Indikator lainnya adalah penjualan sepeda
tahun 2002. Beberapa proyek besar seperti motor yang masih menunjukkan trend yang naik dan
penerusan pembuatan Jakarta Outer Ring Route diperkirakan terus berlanjut di tahun 2002 mendatang.
(JORR) akan direalisasikan. Pengembang (devel- Sementara itu, trend pertumbuhan kunjungan
oper) perumahan mulai gencar membangun dan wisatawan mancanegara ke Indonesia di tahun 2002
memasarkan rumahnya sejalan dengan besarnya diprakirakan akan membaik. Hal ini disebabkan
permintaan tempat tinggal. Subsektor properti ritel dan meningkatnya wisatawan yang berulang kali mengun-
rumah tinggal menengah ke bawah diperkirakan jungi Indonesia (repeator tourists) dan adanya ten-
tumbuh, sementara properti perkantoran, apartemen, densi pengalihan kunjungan wisata dari tujuan semula
kondominium, dan kawasan industri cenderung ke Amerika dan Eropa menjadi ke Asia. Kunjungan
stagnan. Penjualan rumah baru pada 2002 men- wisatawan mancanegara tahun 2002 diprakirakan
datang diperkirakan meningkat sebesar 11% berjumlah 5,3 juta naik dari 5,0 juta di tahun 2001.
dibandingkan tahun lalu sebagai akibat terjadinya Sektor angkutan menyumbang pertumbuh-
ekspansi kredit pemilikan rumah (KPR) perbankan an ekonomi terbesar ketiga setelah sektor industri dan
dan mulai pulihnya daya beli masyarakat. Penjualan sektor perdagangan. Sektor ini diperkirakan akan
tersebut akan meningkat meskipun harga jual rumah tumbuh relatif tinggi di tahun 2002. Tragedi WTC tidak

217
Prospek Ekonomi dan Arah Kebijakan Tahun 2002

berdampak signifikan terhadap kinerja sektor memberikan sumbangan positif pada sektor ini
transportasi, terutama pelayaran dalam negeri. Total terutama pada kegiatan pelayanan kepada publik
volume kargo kapal untuk pelayaran domestik dan yang meningkat. Sementara itu, kegiatan hiburan dan
internasional diproyeksikan meningkat. Jumlah rekreasi diperkirakan masih tetap marak. Dalam pada
penumpang kereta api diperkirakan terus mengalami itu, Pemda DKI Jakarta berencana membangun
peningkatan. Selain itu, jumlah penumpang angkutan fasilitas pusat wisata belanja dan agribisnis di kawa-
udara domestik pada tahun 2002 diperkirakan naik san Bandara-Sukarno Hatta yang menjual produk
9,8% menjadi 8,8 juta orang dibanding tahun 2001. ekspor unggulan, termasuk hasil agrobisnis.
Hal tersebut didorong oleh semakin terjangkaunya
tarif penerbangan dalam negeri dan adanya PROSPEK NERACA PEMBAYARAN
pengalihan pasar ke daerah-daerah potensial sebagai Kinerja neraca pembayaran Indonesia pada
dampak dari otonomi daerah. tahun 2002 secara keseluruhan relatif membaik
Subsektor penerbangan diprakirakan masih dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini dapat dilihat
akan mampu tumbuh karena mempunyai captive terutama dari membaiknya lalu lintas modal. Semen-
market yang besar di pasar domestik terutama tara itu, transaksi berjalan tetap mencatat surplus
angkutan jamaah haji. Di tahun 2002 diprakirakan meskipun cenderung menurun bila dibandingkan
tidak ada penambahan investasi untuk moda ang- dengan tahun 2001.
kutan laut dan udara namun pemanfaatan kapasitas Menurunnya surplus transaksi berjalan
yang ada diprakirakan akan meningkat. Sementara terutama disebabkan oleh masih rendahnya pertum-
itu, investasi moda angkutan darat khususnya kereta buhan ekspor Indonesia sebagai akibat masih
api dan bus diprakirakan masih akan meningkat, lambatnya pertumbuhan ekonomi negara-negara
termasuk diantaranya rencana pengoperasian KA yang menjadi tujuan utama ekspor Indonesia seperti
penumpang cepat jalur Yogyakarta-Solo-Semarang Amerika Serikat, Jepang, dan Uni Eropa. Di samping
yang sedang dirintis oleh pemerintah daerah Jawa faktor permintaan dunia, pertumbuhan ekspor juga
Tengah dan investor lokal. dipengaruhi oleh perkembangan harga komoditas
Kinerja sektor keuangan nasional di tahun nonmigas di pasar internasional yang secara umum
2002 diprakirakan akan lebih baik dibandingkan relatif masih rendah.
tahun 2001. Di subsektor perbankan, berbagai Namun demikian, tekanan permintaan dan
indikator keuangan diprakirakan akan membaik. harga tersebut diprakirakan bersifat jangka pendek
Berdasarkan survei perbankan periode triwulan IV- dan akan berkurang pada pada paro kedua tahun
2001, permintaan kredit baru diprakirakan akan 2002. Terkait dengan hal itu, ekspor nonmigas
meningkat sejalan dengan membaiknya prospek diprakirakan masih akan mampu tumbuh di tahun
usaha nasabah. 2002. Sementara itu, dengan tercapainya kesepa-
Sektor jasa diprakirakan masih tumbuh katan pembagian jumlah kuota produksi OPEC yang
positif. Implementasi otonomi daerah ditengarai akan berlaku sejak Januari 2002, perkembangan harga

218
Prospek Ekonomi dan Arah Kebijakan Tahun 2002

minyak internasional yang pada beberapa bulan miliar. Surplus transaksi perdagangan tersebut
terakhir tahun 2001 berada jauh di bawah kisaran terutama disumbang oleh peningkatan ekspor non-
harga OPEC akan sedikit membaik, meskipun migas sehingga menjadi $48,3 miliar atau meningkat
kenaikan tersebut tidak akan terlalu signifikan. sebesar 5,5% dibandingkan tahun sebelumnya.
Dengan perkembangan harga minyak yang masih Sementara itu, nilai ekspor migas diperkirakan sebe-
rendah serta sedikit berkurangnya kuota produksi sar $11,4 miliar atau mengalami penurunan sebesar
minyak, pertumbuhan ekspor migas masih akan 11,4% dibandingkan tahun lalu. Secara keseluruhan
negatif di tahun 2002. Sementara itu, pertumbuhan impor tahun 2002 mencapai $39,4 miliar. Impor
impor diprakirakan masih akan cukup tinggi yang nonmigas akan mencapai $34,0 miliar atau meningkat
antara lain didorong oleh masih kuatnya pertum- sebesar 8,5% dibandingkan tahun lalu. Sementara
buhan konsumsi serta mulai meningkatnya kegiatan itu, defisit transaksi jasa-jasa meningkat sebesar $0,6
investasi dan ekspor pada tahun 2002. miliar menjadi $ 17,3 miliar. Sumber defisit terutama
Secara lebih rinci, transaksi berjalan tahun berasal dari meningkatnya defisit jasa-jasa angkutan
2002 akan mencatat surplus sebesar $3,1 miliar, lebih barang yang terkait dengan meningkatnya kegiatan
rendah dari surplus tahun sebelumnya. Transaksi impor, yakni sebesar $342 juta serta meningkatnya
perdagangan mencatat surplus sebesar $20,3 miliar defisit net investment income sebesar $738 juta.
dan transaksi jasa-jasa mencatat defisit sebesar $17,3 Sementara itu, sumber penerimaan jasa-jasa ter-
utama akan berasal dari peningkatan kegiatan pari-
Tabel 11.5 wisata sejalan dengan meningkatnya arus turis asing
Proyeksi Neraca Pembayaran Indonesia
ke Indonesia. Penerimaan devisa dari kegiatan
Keterangan 2001* 2002** pariwisata akan meningkat sebesar $764 juta.
Miliar $ Lalu lintas modal tahun 2002 akan membaik
A. Transaksi Berjalan 5,0 3,1
1. Barang 21,6 20,3
yang antara lain tercermin dari defisit yang lebih ren-
a. Ekspor f,o,b, 58,7 59,7
- Nonmigas 45,8 48,3
dah dibandingkan tahun lalu. Perkembangan defisit
- Migas 12,9 11,4
b. Impor f,o,b, -37,0 -39,4
lalu lintas modal turun menjadi $2,8 miliar, yang
- Nonmigas -31,4 -34,0
- Migas -5,6 -5,4
berasal dari surplus lalu lintas modal pemerintah
2. Jasa -16,7 -17,3
a. Nonmigas -12,4 -14,2
bersih sebesar $930 juta dan defisit lalu lintas modal
b. Migas -4,3 -3,0
swasta bersih sebesar $3,8 miliar. Tertundanya
B. Lalu Lintas Modal -8,9 -2,8
1. Lalu lintas modal pemerintah (bersih) -0,3 0,9
pencairan pinjaman luar negeri pemerintah pada
a. Penerimaan pinjaman 3,3 5,3
b. Pelunasan pinjaman -3,6 -4,4
tahun 2001 yang berkaitan dengan belum terpenuhi-
2. Lalu lintas modal swasta (bersih) -8,6 -3,8
a. Penanaman modal langsung (bersih) -5,9 -5,3
nya policy matrix, diharapkan akan dapat dicairkan
b. Lainnya (bersih) -2,7 1,6
C. Jumlah (A+B) -3,9 0,3
dalam tahun 2002. Selain itu, untuk mengurangi
D. Selisih Perhitungan antara C dan E 2,6 0 beban pembayaran pokok utang luar negeri, peme-
E. Lalu Lintas Moneter1) 1,4 -0,3
rintah akan tetap mengajukan rescheduling dalam
1) Minus (–) = Surplus, dan sebaliknya
forum Paris Club III.

219
Prospek Ekonomi dan Arah Kebijakan Tahun 2002

Defisit lalu lintas modal swasta akan turun rawannya proses transformasi demokrasi di dalam
menjadi $3,8 miliar. Lebih rendahnya prakiraan defisit negeri.
tersebut terutama disebabkan oleh turunnya prakiraan Dengan harapan membaiknya kondisi sosial
pembayaran utang luar negeri sektor swasta sejalan politik, maka kondisi sektor riil, perbankan, dan
dengan semakin rendahnya posisi utang luar negeri moneter diperkirakan akan lebih kondusif sehingga
swasta dan masih rendahnya pinjaman swasta asing proses intermediasi perbankan akan berjalan lebih
yang masuk. Selain itu, defisit net portfolio investment baik. Hal ini dapat mengurangi berlebihnya likuiditas
turun dari $1,4 miliar menjadi $0,2 miliar yang rupiah disektor keuangan yang berpotensi dapat
terutama disebabkan oleh prakiraan net debt securi- memberikan tekanan terhadap nilai tukar rupiah.
ties yang mencatat surplus sebesar $162 juta dari Bertepatan dengan membaiknya kondisi di dalam
defisit $1,2 miliar pada tahun 2001. negeri tersebut, kondisi ekonomi dunia diperkirakan
akan menunjukkan awal pemulihan sejak perte-
PROSPEK NILAI TUKAR ngahan tahun 2002.
Pada tahun 2002, nilai tukar rupiah di- Membaiknya kondisi di dalam dan luar negeri
perkirakan akan mencapai rata-rata antara Rp9.500 tersebut pada gilirannya akan memperbaiki kesen-
– Rp10.500 per dolar3 dengan tingkat volatilitas yang jangan permintaan dan penawaran valas. Besarnya
cenderung lebih rendah dibandingkan tahun sebe- kebutuhan valas untuk kegiatan impor dan pemba-
lumnya. Proyeksi tersebut akan lebih optimis apabila yaran utang luar negeri swasta diperkirakan dapat
dalam waktu dekat terdapat beberapa langkah konkrit diimbangi dengan mulai pulihnya aliran devisa masuk
dalam program restrukturisasi ekonomi yang dapat yang bersumber dari devisa ekspor dan penanaman
memperbaiki ekspektasi pasar. modal asing baik dalam bentuk FDI maupun porto-
Kecenderungan penguatan nilai tukar rupiah folio. Selain itu, dengan kecenderungan membaiknya
diperkirakan dapat terjadi sejak pertengahan tahun kondisi sosial politik, tekanan permintaan valas yang
2002. Hal ini didasari oleh optimisme bahwa kondisi bersumber dari kegiatan spekulasi dan penyelamatan
sosial politik yang menunjukkan kecenderungan asset (flight to quality) dapat lebih diminimalisir.
membaik sejak pertengahan tahun 2001 dapat Sementara itu, nilai tukar yang lebih stabil akan
membuka jalan sekaligus mempercepat penanga- memberikan harapan bagi terdapatnya kepastian
nan berbagai program restrukturisasi perekonomian, dalam penanganan berbagai permasalahan ekonomi
sehingga dapat tercipta kondisi fundamental sehingga dapat berjalan lebih efektif daripada tahun
ekonomi yang lebih kondusif. Kendati demikian, sebelumnya. Berbagai program restrukturisasi
kewaspadaan masih tetap diperlukan terhadap ke- ekonomi seperti restrukturisasi utang dan korporasi
mungkinan meningkatnya kembali ketidakpastian diperkirakan akan berjalan lebih baik sehingga
kondisi sosial politik tersebut mengingat masih tekanan permintaan valas untuk kebutuhan pem-
bayaran utang luar negeri diperkirakan akan mulai
3 Diestimasi dengan menggunakan pendekatan model Technical
Adjusted Behavioral Equilibrium Exchange Rate (BEER) berkurang. Di samping itu, stabilnya nilai tukar rupiah

220
Prospek Ekonomi dan Arah Kebijakan Tahun 2002

dapat mengurangi ketidakpastian kondisi fiskal yang tahun-tahun mendatang. Perkembangan harga
pada gilirannya dapat mendorong terciptanya komoditas di pasar internasional diprakirakan masih
kestabilan ekonomi makro sekaligus memperbaiki relatif rendah sehingga perkembangan inflasi dunia
kepercayaan publik. diprakirakan belum menunjukkan peningkatan yang
berarti. Di samping itu, perkembangan nilai tukar
PROSPEK DAN SASARAN INFLASI tahun 2002 diprakirakan akan sedikit menguat
Prospek Inflasi mencapai rata-rata antara Rp9.500 – Rp10.500 per
Perkembangan inflasi di Indonesia dolar terutama berkaitan dengan risiko politik yang
dipengaruhi oleh kondisi makro ekonomi dan memiliki kecenderungan yang membaik. Walaupun
gangguan (shocks) yang berasal dari perkembangan demikian, pergerakan nilai tukar masih perlu diwas-
di luar kondisi makro ekonomi. Kondisi makroekonomi padai mengingat efek pass-through nilai tukar yang
yang dimaksud terutama adalah perkembangan sangat signifikan terhadap perkembangan laju
permintaan dan penawaran agregat, perkembangan inflasi.
faktor eksternal yang memiliki pengaruh langsung Faktor fundamental lainnya adalah ekspek-
terhadap inflasi (efek pass-through) dan ekspektasi tasi masyarakat terhadap perkembangan inflasi
inflasi masyarakat. Sementara itu, faktor di luar kondisi yang merupakan faktor yang paling dominan dalam
makro ekonomi adalah adanya penerapan kebijakan menentukan laju inflasi. Faktor ekspektasi inflasi ini
pemerintah di bidang harga dan pendapatan, faktor ditentukan oleh perkembangan inflasi pada periode
alam dan masalah yang terkait dengan produksi dan lalu (ekspektasi adaptif) dan perkembangan kondisi
distribusi. perekonomian terutama variabel-variabel yang me-
Dalam jangka pendek, tekanan inflasi dari miliki hubungan erat dengan perkembangan inflasi,
sisi permintaan agregat diperkirakan akan meningkat. yaitu perkembangan nilai tukar dan kebijakan
Namun demikian, tekanan inflasi tersebut pemerintah di bidang harga dan pendapatan. Untuk
diperkirakan bukan diakibatkan oleh permintaan yang tahun 2002 inflasi yang diekspektasikan oleh
terlalu tinggi (excess demand) melainkan lebih masyarakat diperkirakan sedikit menurun diban-
disebabkan oleh pertumbuhan kapasitas produksi dingkan dengan inflasi tahun 2001. Hal ini didasar-
yang relatif terbatas. Hal ini antara lain tercermin dari kan pada angka rata-rata prakiraan inflasi dari
pertumbuhan investasi yang rendah sementara berbagai lembaga penelitian yang sedikit lebih
pertumbuhan konsumsi masyarakat meningkat. Me- rendah dibandingkan dengan inflasi tahun 2001,
nurunnya produktivitas di sektor pertanian diper- yaitu sekitar 10%.
kirakan juga akan turut menyumbang kenaikan harga- Di luar faktor makro ekonomi, faktor gang-
harga bahan makanan karena tidak mampu mengim- guan yang diperkirakan akan memberikan tekanan
bangi kenaikan permintaan. yang cukup tinggi terhadap perkembangan laju inflasi
Sementara itu, tekanan inflasi dari sisi di tahun 2002 adalah adanya penerapan kebijakan
eksternal diprakirakan tidak terlalu signifikan pada pemerintah di bidang harga yang tekanannya muncul

221
Prospek Ekonomi dan Arah Kebijakan Tahun 2002

Tabel 11.6 Persen


Rencana Kebijakan Pemerintah
1.4
Di Bidang Harga Tahun 2002
1.3
LII + 8 bln
Kenaikan
1.2
Kebijakan Pemerintah Harga/Tarif Periode Penerapan
(%) 1.1

TDL Tahap I 6 trw I 1.0


TDL Tahap II 6 trw II
0.9
TDL Tahap III 6 trw III
0.8
TDL Tahap IV 6 trw IV
BBM 22 trw I 0.7
1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4

Cukai (HJE) Rokok 10 trw I 1997 1998 1999 2000 2001 2002

Tarif Telepon 15 trw I Grafik 11.4


UMR/UMP 30 trw I Perkembangan Leading Indikator Inflasi

melalui cost-push inflation. Dampak yang tinggi tahun 2002. Berdasarkan hal ini, perkembangan
terhadap inflasi terutama bersumber dari kenaikan inflasi (y-o-y) diperkirakan akan mulai menunjukkan
harga BBM, kenaikan TDL, kenaikan tarif telepon, penurunan di pertengahan tahun 2002.
prakiraan kenaikan cukai rokok dan rencana kenaikan Dalam jangka menengah, perkembangan
UMP. Dari berbagai rencana penerapan kebijakan inflasi akan lebih banyak didominasi perkembangan
pemerintah di bidang harga yang telah teridentifikasi inflasi yang diekspektasikan oleh masyarakat. Upaya
persentase kenaikannya, dampak inflatoirnya Bank Indonesia dalam mengendalikan laju inflasi
terhadap perkembangan inflasi IHK diperkirakan diharapkan akan dapat mengarahkan ekspektasi
mencapai sekitar 2,6%. masyarakat pada perkembangan inflasi yang menu-
Faktor gangguan lainnya yang memiliki run pada tahun-tahun mendatang. Sementara itu,
dampak cukup signifikan adalah faktor alam dan penerapan kebijakan pemerintah di bidang harga dan
masalah distribusi. Gangguan dari faktor alam pada pendapatan masih akan terus berlangsung dalam
tahun 2002 diperkirakan akan muncul seiring dengan beberapa tahun mendatang, seiring dengan upaya
prakiraan adanya El-Nino yang akan mengganggu pemerintah dalam mengurangi defisit anggaran
proses produksi di sektor pertanian. Hal ini akan melalui pengurangan subsidi dan peningkatan pene-
berdampak pada kenaikan harga-harga kelompok rimaan pajak. Namun dampak inflasinya diperkirakan
bahan makanan akibat berkurangnya pasokan. akan semakin menurun terutama berkaitan dengan
Sementara itu, perkembangan Leading prakiraan penurunan intensitas dari penerapan
Indikator Inflasi (LII) diperkirakan telah menunjukkan kebijakan ini di tahun-tahun mendatang. Sementara
puncak siklus (peak) di sekitar bulan Oktober tahun itu, stabilnya perkembangan nilai tukar rupiah dalam
2001. Dengan prakiraan lead time sekitar 8 bulan jangka menengah diperkirakan tidak memberikan
terhadap siklus inflasi, siklus inflasi diperkirakan akan dampak inflatoir terhadap perkembangan inflasi
mencapai puncaknya di sekitar semester pertama dalam jangka menengah.

222
Prospek Ekonomi dan Arah Kebijakan Tahun 2002

Sasaran Inflasi menghadapi trade off antara laju inflasi dan pertum-
Berdasarkan evaluasi perkembangan pen- buhan ekonomi, proses disinflasi belum dapat
capaian sasaran inflasi Bank Indonesia dalam dua dilakukan secara tajam pada 2002. Penetapan
tahun terakhir, pada tahun 2002 Bank Indonesia sasaran inflasi yang rendah di tahun 2002 akan
melakukan perubahan dalam metode penetapan sa- membutuhkan reaksi kebijakan moneter yang
saran inflasi. Dalam perubahan ini ini ditetapkan jenis ekstra ketat sehingga dapat menghambat proses
sasaran inflasi yang lebih dapat diterima oleh pemulihan ekonomi Indonesia. Dengan demikian
masyarakat serta ditetapkan level dan periode level sasaran inflasi yang optimal untuk dicapai di
pencapaian sasaran inflasi yang optimal (Boks : akhir tahun 2002 adalah pada level yang relatif
Penetapan Sasaran Inflasi Bank Indonesia). Untuk masih berada dalam kisaran prakiraan laju inflasi
itu pada tahun 2002, Bank Indonesia menggunakan di tahun tersebut, yaitu pada kisaran 9%-10%.
inflasi IHK sebagai jenis inflasi yang dijadikan sasaran Dalam jangka menengah, Bank Indonesia
untuk dicapai. Di samping itu, selain mengumumkan dapat melakukan proses disinflasi dengan penetapan
sasaran inflasi jangka pendek yang akan dicapai pada sasaran inflasi yang menurun secara bertahap.
tahun 2002, Bank Indonesia juga menetapkan Berdasarkan proses simulasi yang didasarkan pada
sasaran inflasi jangka menengah yang akan dicapai asumsi menurunnya intensitas kebijakan pemerintah
dalam 5 tahun. di bidang harga dan tidak terjadinya gejolak nilai tukar
Penggunaan inflasi IHK sebagai jenis inflasi rupiah, proses disinflasi dapat dilakukan dengan
yang dijadikan sasaran Bank Indonesia perlu dila- penerapan kebijakan moneter yang berhati-hati.
kukan dalam upaya meningkatkan peran Bank Melalui kebijakan tersebut, dalam 5 tahun ke depan
Indonesia dalam pembentukan ekspektasi inflasi di secara bertahap inflasi akan diarahkan pada kisaran
masyarakat. Untuk tujuan ini, maka dari berbagai 6%–7%.
kriteria yang dipertimbangkan dalam pemilihan jenis Dengan mengupayakan penurunan inflasi
sasaran inflasi, yaitu akseptabilitas, prediktabilitas, secara bertahap, diharapkan kebijakan moneter yang
dan kontrolabilitas, Bank Indonesia perlu untuk lebih ekstra ketat dapat dihindarkan sehingga proses
mengutamakan kriteria akseptabilitas. Inflasi IHK pemulihan ekonomi dapat terus berlangsung. Semen-
merupakan jenis inflasi yang paling memenuhi tara itu, keberhasilan dalam mencapai sasaran inflasi
kriteria akseptabilitas ini. Karena dari berbagai jenis secara bertahap akan meningkatkan kredibilitas Bank
indikator inflasi yang dapat dijadikan sasaran oleh Indonesia sehingga proses disinflasi ke tingkat yang
Bank Indonesia, inflasi IHK merupakan jenis inflasi rendah dapat dilakukan dengan biaya sosial yang
yang lebih dikenal dan lebih dipahami oleh ma- minimal.
syarakat.
Dengan memperhatikan prospek makro ARAH KEBIJAKAN
ekonomi dan sumber-sumber tekanan inflasi serta Dengan memperhatikan prospek ekonomi
adanya keterbatasan kebijakan moneter dalam dan sasaran inflasi yang ditetapkan serta berbagai

223
Prospek Ekonomi dan Arah Kebijakan Tahun 2002

tantangan yang dihadapi di tahun 2002, Bank Indo- Di bidang perbankan, prioritas utama
nesia akan berupaya untuk menempuh kebijakan- kebijakan diarahkan untuk memperkuat ketahanan
kebijakan di bidang moneter, perbankan dan sistem sistem perbankan. Untuk mencapai hal tersebut,
pembayaran secara konsisten. Bank Indonesia akan terus meneruskan memak-
Di bidang moneter, kebijakan Bank Indo- simalkan penerapan 25 Basel Core Principles for
nesia tetap diarahkan untuk mencapai sasaran laju Effective Banking Supervision yang penjabarannya
inflasi yang ditetapkan. Upaya tersebut akan dituangkan dalam Master Plan Peningkatan Efek-
difokuskan pada penyerapan ekses likuiditas agar tivitas Pengawasan Bank. Upaya untuk memelihara
tetap sesuai dengan kebutuhan riil perekonomian. Hal CAR bank-bank yang telah mencapai 8% terus
ini dilakukan dengan mempertimbangkan pula suku dilakukan khususnya terhadap bank-bank yang
bunga riil yang positif pada kisaran 4,0%–5,0%. struktur permodalannya masih rentan terhadap
Secara operasional, pengendalian moneter akan di- pengaruh kenaikan suku bunga dan melemahnya nilai
lakukan dengan mengoptimalkan instrumen- tukar serta penurunan kualitas kredit. Bagi bank-bank
instrumen moneter terutama melalui OPT dengan besar yang beroperasi secara internasional akan
lelang SBI. Upaya tersebut juga didukung dengan didorong untuk lebih meningkatkan rasio kecukupan
melakukan sterilisasi valas. Langkah ini akan modalnya di atas 8%. Di samping itu, dalam rangka
dilakukan secara berhati-hati dan terukur agar kesta- meningkatkan stabilitas sistem keuangan, pada saat
bilan harga tetap terjaga untuk mendukung proses ini Bank Indonesia sedang melakukan pengkajian
pemulihan ekonomi yang sedang berlangsung, mengenai landscape perbankan Indonesia yang
sehingga dalam jangka panjang dapat dicapai terintegrasi dengan pengembangan lembaga finansial
pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. lainnya.
Di samping itu, dalam rangka meredam Sementara itu, untuk memulihkan fungsi
fluktuasi nilai tukar, pengawasan terhadap transaksi intermediasi perbankan, Bank Indonesia akan mendo-
devisa bank-bank, baik secara langsung maupun rong perbankan untuk lebih banyak lagi menyalurkan
tidak langsung akan terus dioptimalkan. Berbagai kredit kepada sektor-sektor yang dianggap telah siap
upaya untuk memperbaiki struktur mikro pasar valas dan memiliki risiko yang relatif rendah seperti kredit
termasuk mengurangi segmentasi pasar juga akan ekspor dan kredit bagi usaha kecil dan menengah
terus dilakukan sehingga dapat tercipta pasar valas dengan tetap memperhatikan prinsip perkreditan yang
yang likuid dan efisien. sehat, serta melakukan penyempurnaan terhadap
Di sisi lain, dengan banyaknya faktor-faktor beberapa ketentuan untuk mempercepat intermediasi
nonmoneter yang berpengaruh terhadap inflasi, perbankan. Selain itu, usaha untuk meningkatkan
koordinasi antara Bank Indonesia dengan Pemerintah kesehatan bank juga didukung oleh upaya-upaya
perlu ditingkatkan untuk mengatasi sumber-sumber yang terus menerus untuk menekan angka NPLs
inflasi yang berasal dari dampak kebijakan pemerintah perbankan nasional dengan mewajibkan bank-bank
serta faktor produksi dan distribusi barang dan jasa. untuk mencapai target NPLs sebesar 5% pada akhir

224
Prospek Ekonomi dan Arah Kebijakan Tahun 2002

tahun 2002. Sementara itu, upaya yang perlu di- Bank Indonesia dalam melakukan pemantauan
lakukan untuk memperkuat infrastruktur perbankan ketaatan bank dalam memenuhi ketentuan GWM
nasional dapat dilakukan dengan terus mendorong dan pemantauan likuiditas bank akan sangat
pengembangan bank syariah dan keberadaan BPR terbantu.
serta bersama-sama dengan pemerintah memper- Sementara itu, dalam rangka peningkatan
siapkan pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan kualitas dan kapasitas layanan sistem pembayaran
dan lembaga pengawas jasa keuangan. khususnya yang berkaitan dengan penyelenggaraan
Di bidang sistem pembayaran tunai, kliring, Bank Indonesia telah mengembangkan SIKJJ
kebijakan diarahkan pada penyediaan uang yang yang direncanakan akan diimplementasikan di
layak edar dan mencukupi kebutuhan masyarakat Kantor Pusat Jakarta dan KBI yang telah meng-
baik dari sisi nominal maupun jenis pecahannya. gunakan sistem kliring otomasi. Selain itu, Bank
Kebijakan ini antara lain mencakup penataan kembali Indonesia juga melakukan penyusunan ketentuan
jalur distribusi uang serta pendirian laboratorium untuk mengenai pengawasan penyelenggara sistem
menguji bahan uang. Di samping itu, Bank Indonesia pembayaran, menyelenggarakan jasa sistem pem-
juga akan melanjutkan penerapan Sistem Informasi bayaran dengan menggunakan alat pembayaran non
Pengedaran Uang pada kantor-kantor koordinator tunai dan jasa pendukungnya serta melakukan
agar dapat terintegrasi dengan kantor pusat. pengaturan yang terkait dengan upaya mengatasi
Sementara dari sisi pembayaran nontunai, kegagalan peserta kliring dalam penyelesaian kewa-
kebijakan tetap diarahkan pada pengurangan risiko jiban setelmennya.
pembayaran, peningkatan kualitas dan kapasitas Untuk menurunkan risiko setelmen di pasar
layanan sistem pembayaran serta pengaturan pe- modal, Bank Indonesia akan melakukan pengem-
ngawasan sistem pembayaran guna mendorong bangan sistem Delivery Versus Payment (DVP)
terwujudnya sistem pembayaran yang cepat, aman tahap pertama. Dengan adanya pengembangan ini
dan efisien. Kebijakan tersebut direalisasikan dengan akan terbentuk suatu integrasi sistem setelmen
terus dilanjutkannya implementasi sistem BI-RTGS antara sisi pembayaran (payment leg) melalui
ke 15 KBI lainnya sehingga apabila seluruh KBI telah sistem BI-RTGS dengan sisi penyerahan sekuritas
menggunakan sistem BI-RTGS, pelaksanaan tugas (delivery leg) melalui setelmen sekuritas.

225
Lampiran

LAMPIRAN

226
Lampiran

Lampiran A

BANK INDONESIA

Kantor Pusat
Jakarta

Kantor Perwakilan
London
New York
Singapura
Tokyo

Kantor-Kantor Bank Indonesia


Ambon, Balikpapan,
Banda Aceh, Bandar Lampung,
Bandung, Banjarmasin, Batam, Bengkulu, Cirebon
Denpasar, Jambi, Jayapura, Jember, Kediri, Kendari,
Kupang, Lhokseumawe, Makassar, Malang, Manado, Mataram,
Medan, Padang, Palangkaraya, Palembang, Palu,Pekanbaru,
Pontianak, Purwokerto, Samarinda, Semarang,
Sibolga, Solo, Surabaya, Tasikmalaya,
Ternate, Yogyakarta

227
Lampiran

Lampiran B

Dewan Gubernur Bank Indonesia


per tanggal 31 Desember 2001

Gubernur
Syahril Sabirin

Deputi Gubernur Senior


Anwar Nasution

Deputi Gubernur
Miranda S. Goeltom

Aulia Pohan

Achjar Iljas

228
Lampiran

Lampiran C.1

Organisasi dan Sumber Daya Manusia

Selama tahun laporan, Bank Indonesia telah melakukan Sehubungan dengan pembentukan beberapa propinsi
beberapa penyempurnaan organisasi dan pengembangan baru di wilayah Republik Indonesia yaitu Propinsi Banten,
sumber daya manusia (SDM). Penyempurnaan organisasi telah Kepulauan Bangka Belitung dan Gorontalo, telah dilakukan
dilakukan untuk mengakomodasikan perubahan-perubahan pengaturan kembali wilayah kerja Kantor Bank Indonesia di
yang terjadi. Sehubungan dengan pemantauan kegiatan lalu daerah. Hal ini dilakukan untuk memperjelas kewenangan
lintas devisa telah dilakukan penyempurnaan organisasi masing-masing Kantor Bank Indonesia yang meliputi wilayah
Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter dengan melakukan propinsi-propinsi bentukan baru tersebut.
perubahan pada Struktur Organisasi dan Tugas Pokok Dalam rangka melakukan perubahan secara mendasar
Direktorat dimaksud. dan bersifat menyeluruh, saat ini Bank Indonesia sedang
Dengan semakin meningkatnya volume kegiatan melaksanakan Program Transformasi Bank Indonesia. Program
pengaturan, perizinan dan pengawasan Bank Syariah, telah ini dilakukan secara bertahap dan telah memasuki tahap
dibentuk sebuah satuan kerja berbentuk Biro yang menangani implementasi sejak pertengahan bulan Oktober 2001 dengan
hal-hal tersebut yaitu Biro Perbankan Syariah. pelaksanaan 7 (tujuh) program strategis yaitu Proyek
Di samping itu, dalam rangka melaksanakan verifikasi Perencanaan, Anggaran dan Manajemen Kinerja; Proyek
(off-site) atas kelayakan penjaminan Trade Maintenance Facility Manajemen Sumber Daya Manusia; Proyek Perbankan; Proyek
(TMF) dan Inter Bank Debt/Exchange Offer (IBD/EO) telah Manajemen Informasi; Proyek Teknologi Informasi; Proyek
dilakukan penyempurnaan organisasi Direktorat Luar Negeri. Moneter; dan Proyek Logistik (Bagan 1).
Verifikasi tersebut semula ditangani oleh satuan kerja di sektor Implementasi masing-masing proyek dimaksud
Perbankan. dilaksanakan di bawah organisasi Unit Khusus Program

Penanggung Jawab
Program
Masing-masing Tim Pengarah
Penanggung Jawab Proyek Program
(anggota Dewan Gubernur) Direktur
Program Tim Pengarah
Proyek

1 2 3 4 5 6 7 8
Sumber Perencanaan,
Anggaran dan Manajemen Teknologi Pengendalian
Daya Moneter Perbankan Logistik
Manajemen Kinerja Informasi Informasi Program
Manusia

Keterangan :
– Penanggungjawab program dipimpin langsung oleh Gubernur Bank Indonesia dibantu oleh Dewan Gubernur Bank Indonesia
– Pemilik Program adalah Deputi Gubernur yang langsung mengelola workstream

Bagan 1
Organisasi Unit Khusus Program Transformasi Bank Indonesia

229
Lampiran

Transformasi (UKPT) sebagai tindak lanjut atas hasil diagnostic dalam rangka Inter Bank Debt/Exchange Offer (IBD/EO), program
study yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya. Tahap penjaminan kewajiban pembayaran Bank Umum dan Bank
implementasi yang tengah dilakukan saat ini merupakan fase Perkreditan Rakyat.
pertama dari tiga fase yang telah dijadwalkan, mengingat Dalam rangka mewujudkan manajemen sumber daya
cakupan penyempurnaan organisasi yang cukup luas dalam manusia yang mampu mengembangkan sumber daya manusia
program ini. yang efektif dan memiliki kompetensi tinggi melalui pelaksanaan
Sejalan dengan reorganisasi melalui Program fungsi sumber daya manusia yang profesional dengan dukungan
Transformasi, penyempurnaan organisasi di bidang lain tetap sistem sumber daya manusia yang sesuai dengan kebutuhan
dilakukan. Penyempurnaan dimaksud adalah penyempurnaan organisasi, Bank Indonesia secara terus-menerus melakukan
organisasi Direktorat Pengedaran Uang dengan pertimbangan penyempurnaan Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia.
untuk meningkatkan fungsi penelitian dan pengembangan serta Pada tahun 2001 telah diimplementasikan ketentuan
pengaturan di bidang Pengedaran Uang. Pertimbangan- mengenai Disiplin Pegawai dan pengaturan Penghargaan Masa
pertimbangan lain yang mendasari penyempurnaan organisasi Pengabdian. Selain itu telah diterbitkan pula ketentuan
tersebut adalah diterapkannya Currency Handling System yang Manajemen Jalur Karir bagi Kasir dan Satuan Pengamanan.
terpadu secara efektif dan efisien, standarisasi untuk Tujuan ketentuan ini adalah untuk memberikan kejelasan tentang
mempercepat pelayanan kebutuhan kas bank, serta Jalur Karir Kasir dan Satpam di Bank Indonesia dalam rangka
pemanfaatan perkembangan teknologi sortasi, pemusnahan meningkatkan kinerja dan kepuasan kerja.
dan handling material yang berdampak pada prosedur kerja. Untuk melaksanakan tugas dan wewenang secara bersih
Disamping itu, telah pula dilakukan penyempurnaan dan bebas dari unsur-unsur korupsi, kolusi dan nepotisme,
organisasi di Sektor Moneter, untuk mengakomodasikan tugas kepada Pimpinan (Anggota Dewan Gubernur) dan Pejabat Bank
penatausahaan Surat Utang Pemerintah (SUP). Penggunaan Indonesia sampai dengan tingkat tertentu diwajibkan melakukan
SUP tersebut adalah untuk penyediaan dana penjaminan pelaporan harta kekayaannya.

Jumlah Pegawai

Akhir Kantor Kantor Kantor


No. Tahun Anggaran Pusat Bank Indonesia Perwakilan Jumlah
di Daerah

1. 1997/1998 3.341 2.882 671) 6.290


2. 1998/1999 3.299 2.852 21 6.172
3. 1999/2000 3.068 2.601 17 5.686
4. 2000/2001 3.123 2.615 18 5.756
5. Januari 2002 3.119 2.556 18 5.693

1) Termasuk petugas belajar jangka panjang.

230
Lampiran

Kantor Pusat
Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter : Hartadi A. Sarwono
Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter : Ratnawati Priyono
Direktorat Pengelolaan Moneter : Aslim Tajuddin
Direktorat Pengelolaan Devisa : Made Sukada
Direktorat Luar Negeri : Ny. Veronica W.S.P.
Biro Kredit : Nn. Roswita Roza
Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan : -
Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan : Imam Sukarno
Direktorat Pengawasan Bank 1 : Ny. Siti Ch. Fadjriah S.
Direktorat Pemeriksaan Bank 1 : Aris Anwari
Direktorat Pengawasan Bank 2 : -
Direktorat Pemeriksaan Bank 2 : Octo R. Nasution
Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat : Abdul Salam
Direktorat Pengedaran Uang : Adi Putra Hasan
Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran : Harmain Salim
Direktorat Logistik dan Pengamanan : M. Ashadhi
Direktorat Teknologi Informasi : J. L. Mangunsong
Direktorat Sumber Daya Manusia : Baridjussalam Hadi
Direktorat Keuangan Intern : -
Direktorat Hukum : Ny. Kusumaningtuty
Direktorat Pengawasan Intern : Bachri Ansjori
Biro Gubernur : Halim Alamsyah S.
Biro Sekretariat : Djatiwaluyo
Unit Khusus Investasi Perbankan : Prihono Bagio
Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan : Bambang S. Wahyudi
Biro Perbankan Syariah : Harisman
Unit Khusus Program Transformasi : Romeo Rissal

Kantor Perwakilan
Perwakilan Singapura : Kemas A. Sjarifuddin
Perwakilan Tokyo : Djakaria
Perwakilan London : Rasmo Samiun
Perwakilan New York : Maman Hendarman

231
Lampiran

Kantor Bank Indonesia

Kelas I
Kantor Bank Indonesia Bandung : Djoko Sarwono
Kantor Bank Indonesia Medan : Bambang Setijoprodjo
Kantor Bank Indonesia Semarang : Ardhayadi
Kantor Bank Indonesia Surabaya : Sumantri

Kelas II
Kantor Bank Indonesia Bandar Lampung : Imrandani
Kantor Bank Indonesia Banjarmasin : M. Zaeni Abu Amin
Kantor Bank Indonesia Denpasar : Ilham Ikhsan
Kantor Bank Indonesia Manado : M. Djaelani S.
Kantor Bank Indonesia Padang : Abdul Azis
Kantor Bank Indonesia Palembang : Irman Djaja Dalimi
Kantor Bank Indonesia Makassar : Djoko Sutrisno
Kantor Bank Indonesia Yogyakarta : Amril Arief

Kelas III
Kantor Bank Indonesia Ambon : M. Yusuf Oesep W.
Kantor Bank Indonesia Banda Aceh : Yusmanazir Katin
Kantor Bank Indonesia Cirebon : Djarot Sumartono
Kantor Bank Indonesia Jambi : Ade N. Rachmana
Kantor Bank Indonesia Jayapura : Sahat Tampubolon
Kantor Bank Indonesia Malang : Sentot Purnomo
Kantor Bank Indonesia Mataram : Satria Mulya
Kantor Bank Indonesia Pekanbaru : C. Y. Boestal
Kantor Bank Indonesia Pontianak : Amin Sisworo
Kantor Bank Indonesia Samarinda : Sarman Bona Sihotang
Kantor Bank Indonesia Solo : Adiastopo Joko Purnomo

232
Lampiran

Kelas IV
Kantor Bank Indonesia Balikpapan : Erman Kurnandi
Kantor Bank Indonesia Kupang : Dikan
Kantor Bank Indonesia Jember : Sutikno
Kantor Bank Indonesia Kediri : Budhi Santoso
Kantor Bank Indonesia Purwokerto : Sumarno
Kantor Bank Indonesia Tasikmalaya : Sunarko
Kantor Bank Indonesia Palangkaraya : -
Kantor Bank Indonesia Bengkulu : Joko Wardoyo
Kantor Bank Indonesia Kendari : Mokhammad Dakhlan
Kantor Bank Indonesia Palu : Moch. Zaenal Alim

Kelas V
Kantor Bank Indonesia Batam : Ali Imron Murim
Kantor Bank Indonesia Sibolga : Yasin Effendi
Kantor Bank Indonesia Lhokseumawe : Fachrurrazi
Kantor Bank Indonesia Ternate : Muh. Abdul Fadlil

233
234

Lampiran C.2

Lampiran
STRUKTUR ORGANISASI BANK INDONESIA
DEWAN GUBERNUR

Gubernur
Deputi Gubernur Senior
Deputi-Deputi Gubernur

DKM DSM DPM DPD DLN BKr DPNP DPIP DPwB1 DPwB2 DPmB1 DPmB2 DPBPR UKIP BPS DPU DASP DLP DTI DSDM DKI DHK DPI PPSK UKPT BGub BSk

DR Tim PwB11 PwB21 Tim PPTI PrOS Tim Kel. Proyek Tim Pro
APK SMon OPU APLN PAdk Tim Tim Tim Tim Tim BPUM PSPN PrLJ PPKI Tim

PwB12 PwB22
SPPK SNP PP Tim PLN Tim PNPB DtB IDMB1 IDMB2 P3BPR IDIP BPU AkDv PGL-I PmTI PgKP LKeu AdPI PPr Tim Ars
PwB13 PwB23

SEM SRKP PTPU PTD EXIM IDPn Prz IDBPR DU KIJ PGL-II PDE PPbP PGKI
PwB14 PwB24

SSR PDIE Admp AdPS KEPI IPSiP PwB15 PwB25 PPgU PTR PgJ Ang

PwB16 PwB26
SEI Adms Adml Tim Pam

IDWB1 IDWB2
PRAd

NY Lnd Tky Sn

Mdn Pdg Bd Sm Sb Bjm Mks

Bna Pbr Pg Yk Dpr Ptk Mo


Lsm Jb Bdl Slo Ml Bpp Kdi
Sbg Bn Cn Pwt Mtr Plk Ab

Btm Tsm Kpa Smr Jap


Kd Pal
Jr Tt
Lampiran

Daftar Satuan Kerja di Bank Indonesia

No. Nama Satuan Kerja Singkatan

I. DIREKTORAT RISET EKONOMI DAN KEBIJAKAN MONETER DKM


1. Bagian Analisis dan Perencanaan Kebijakan APK
2. Bagian Studi Struktur dan Perkembangan Pasar Keuangan SPPK
3. Bagian Studi Ekonomi Makro SEM
4. Bagian Studi Sektor Riil SSR
5. Bagian Studi Ekonomi dan Lembaga Internasional SEI
6. Bagian Perpustakaan Riset dan Administrasi PRAd

II. DIREKTORAT STATISTIK EKONOMI DAN MONETER DSM


1. Bagian Statistik Moneter SMon
2. Bagian Statistik Neraca Pembayaran SNP
3. Bagian Statistik Sektor Riil dan Keuangan Pemerintah SRKP
4. Bagian Pengelolaan Data dan Informasi Ekonomi dan Moneter PDIE
5. Bagian Administrasi Adms

III. DIREKTORAT PENGELOLAAN MONETER DPM


1. Bagian Operasi Pasar Uang OPU
2. Bagian Pengembangan Pasar Uang PPU
3. Bagian Penyelesaian Transaksi Pasar Uang PTPU
4. Bagian Administrasi Admp

IV. DIREKTORAT PENGELOLAAN DEVISA DPD


1. Dealing Room DR
2. Tim Pengelolaan Risiko -
3. Tim Analisis Ekonomi dan Peraturan Devisa -
4. Bagian Penyelesaian Transaksi Devisa PTD
5. Bagian Administrasi dan Pemeliharaan Sistem Tresuri AdPS

V. DIREKTORAT LUAR NEGERI DLN


1. Bagian Administrasi dan Analisis Pinjaman Luar Negeri APLN
2. Bagian Pinjaman Luar Negeri PLN
3. Bagian Ekspor Impor EXIM
4. Bagian Kerjasama Ekonomi dan Perdagangan Internasional KEPI
5. Bagian Administrasi Adml

VI. BIRO KREDIT BKr


1. Bagian Pengelolaan dan Administrasi Kredit PAdk
2. Tim Penelitian dan Pengembangan -

VII. DIREKTORAT PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN DPNP


1. Tim-tim -
a. Tim Pengaturan Bank
b. Tim Pengembangan Pengawasan Bank
2. Biro Penelitian Perbankan PNPB
3. Bagian Informasi dan Dokumentasi Penelitian & Pengaturan Perbankan IDPnP

235
Lampiran

No. Nama Satuan Kerja Singkatan

VIII. DIREKTORAT PERIZINAN DAN INFORMASI PERBANKAN DPIP


1. Tim Bank Dalam Likuidasi –
2. Bagian Data Perbankan DtB
3. Bagian Perizinan Prz
4. Bagian Informasi dan Pengembangan Sistem Informasi Perbankan IDSiP

IX. DIREKTORAT PENGAWASAN BANK 1 DPwB1


1. Bagian Pengawasan Bank 11 PwB11
2. Bagian Pengawasan Bank 12 PwB12
3. Bagian Pengawasan Bank 13 PwB13
4. Bagian Pengawasan Bank 14 PwB14
5. Bagian Pengawasan Bank 15 PwB15
6. Bagian Pengawasan Bank 16 PwB16
7. Bagian Informasi dan Dokumentasi Pengawasan Bank 1 IDWB1

X. DIREKTORAT PENGAWASAN BANK 2 DPwB2


1. Bagian Pengawasan Bank 21 PwB21
2. Bagian Pengawasan Bank 22 PwB22
3. Bagian Pengawasan Bank 23 PwB23
4. Bagian Pengawasan Bank 24 PwB24
5. Bagian Pengawasan Bank 25 PwB25
6. Bagian Pengawasan Bank 26 PwB26
7. Bagian Informasi dan Dokumentasi Pengawasan Bank 2 IDWB2

XI. DIREKTORAT PEMERIKSAAN BANK 1 DPmB1


1. Tim-tim Pemeriksa -
2. Bagian Informasi dan Dokumentasi Pemeriksaan Bank 1 IDMB1

XII. DIREKTORAT PEMERIKSAAN BANK 2 DPmB2


1. Tim-tim Pemeriksa -
2. Bagian Informasi dan Dokumentasi Pemeriksaan Bank 2 IDMB2

XIII. DIREKTORAT PENGAWASAN BANK PERKREDITAN RAKYAT DPBPR


1. Tim-tim -
a. Tim Pengawasan
b. Tim Penjaminan & Likuiditas BPR
2. Bagian Perizinan, Penelitian dan Pengaturan BPR P3BPR
3. Bagian Informasi dan Dokumentasi Pengawasan BPR IDBPR

XIV. UNIT KHUSUS INVESTIGASI PERBANKAN UKIP


1. Tim-tim Investigasi -
2. Bagian Informasi dan Dokumentasi Investigasi Perbankan IDIP

XV. BIRO PERBANKAN SYARIAH BPS


1. Tim-Tim –
a. Tim Penelitian dan Pengaturan Perbankan Syariah
b. Tim Pengawasan Bank Syariah
c. Tim Perizinan dan Administrasi Perbankan Syariah

236
Lampiran

No. Nama Satuan Kerja Singkatan

XVI. DIREKTORAT PENGEDARAN UANG DPU


1. Bagian Pengelolaan Uang Masuk BPUM
2. Bagian Pengelolaan Uang Keluar BPUK
3. Bagian Distribusi Uang DU
4. Bagian Pelaksanaan Pengadaan Uang PPgu
5. Tim Penelitian, Perencanaan dan Pengaturan Pengedaran Uang –

XVII. DIREKTORAT AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN DASP


1. Biro Pengembangan Sistem Pembayaran Nasional PSPN
2. Bagian Akunting Devisa AkDv
3. Bagian Kliring Jakarta KlJ
4. Bagian Penyelesaian Transaksi Rupiah PTR

XVIII. DIREKTORAT LOGISTIK DAN PENGAMANAN DLP


1. Bagian Perencanaan Logistik dan Jasa PrLJ
2. Bagian Pengelolaan Logistik I PgL-I
3. Bagian Pengelolaan Logistik II PgL-II
4. Bagian Pengelolaan Jasa PgJ
5. Bagian Pengamanan Pam

XIX. DIREKTORAT TEKNOLOGI INFORMASI DTI


1. Biro Penelitian dan Pengembangan Teknologi Informasi PPTI
2. Bagian Pemeliharaan Teknologi Informasi PmTI
3. Bagian Pemrosesan Data Elektronis PDE

XX. DIREKTORAT SUMBER DAYA MANUSIA DSDM


1. Biro Perencanaan Organisasi dan Sumber Daya Manusia PrOS
2. Bagian Pengembangan Karir Pegawai PgKP
3. Bagian Penerimaan dan Pembinaan Pegawai PPbP

XXI. DIREKTORAT KEUANGAN INTERN DKI


1. Biro Perencanaan dan Pengendalian Keuangan Intern PPKI
2. Bagian Laporan Keuangan LKeu
3. Bagian Pelaksanaan Gaji dan Keuangan Intern PGKI
4. Bagian Anggaran Ang

XXII. DIREKTORAT HUKUM DHk


1. Tim-Tim –
a. Tim Penasehat Hukum
b. Tim Dokumentasi dan Informasi Hukum
c. Tim Enquiry Point

XXIII. DIREKTORAT PENGAWASAN INTERN DPI


1. Tim-Tim
a. Tim Pengembangan Pengawasan Intern
b. Tim Analisis Ketentuan
c. Tim Pengawasan Intern
2. Bagian Administrasi dan Informasi AdPI

237
Lampiran

No. Nama Satuan Kerja Singkatan

XXIV. PUSAT PENDIDIKAN DAN STUDI KEBANKSENTRALAN PPSK


1. Kelompok Pengembangan dan Monitoring Program -
2. Kelompok Peneliti -
3. Bagian Pelaksanaan Program PPr

XXV. UNIT KHUSUS PROGRAM TRANSFORMASI UKPT


1. Proyek-proyek –
2. Tim Pengendalian Program

XXVI. BIRO GUBERNUR BGub


1. Tim-Tim -
a. Perencanaan dan Pemantauan
b. Tim Hubungan Masyarakat
c. Staf Gubernur

XXVII. BIRO SEKRETARIAT Bsk


1. Bagian Protokol Pro
2. Bagian Arsip Ars

238
Lampiran

Nama Satuan Kerja Singkatan

Kantor Perwakilan Bank Indonesia


1. New York NY
2. London Lnd
3. Tokyo Tky
4. Singapura Sn

Kantor Bank Indonesia


1. Ambon Ab
2. Balikpapan Bpp
3. Banda Aceh Bna
4. Bandar Lampung Bdl
5. Bandung Bd
6. Banjarmasin Bjm
7. Batam Btm
8. Bengkulu Bn
9. Cirebon Cn
10. Denpasar Dpr
11. Jayapura Jap
12. Jambi Jb
13. Jember Jr
14. Kediri Kd
15. Kendari Kdi
16. Kupang Kpa
17. Lhokseumawe Lsm
18. Makassar Mks
19. Malang Ml
20. Mataram Mtr
21. Medan Mdn
22. Manado Mo
23. Padang Pdg
24. Palangkaraya Plk
25. Palembang Pg
26. Palu Pal
27. Pekanbaru Pbr
28. Pontianak Ptk
29. Purwokerto Pwt
30. Samarinda Smr
31. Semarang Sm
32. Sibolga Sbg
33. Solo Slo
34. Surabaya Sb
35. Tasikmalaya Tsm
36. Ternate Tt
37. Yogyakarta Yk

239
Lampiran

Lampiran D.1

Bank Indonesia
Neraca
per 31 Desember 2001 dan Desember 20001)
(Jutaan Rupiah)

Aktiva 31 Des. 2001 31 Des.2000 Pasiva 31 Des. 2001 31 Des.2000


Unaudited Audited Unaudited Audited

1. Emas 8.934.005 8.170.712 A. Kewajiban


1. Uang dalam peredaran 91.275.598 89.704.449
2. Uang asing 453.368 794.307 2. Giro
2.1 Pemerintah 84.954.294 96.190.490
3. Hak tarik khusus 165.030 317.855 2.1.1 Dalam rupiah 47.984.852 66.228.447
2.1.2 Dalam valuta asing 36.969.442 29.962
4. Giro 11.488.488 5.300.013 2.2 Bank 41.863.845 41.105.359
4.1 Bank Sentral 8.758.350 2.950.464 2.2.1 Dalam rupiah 34.644.502 33.677.047
4.2 Bank Koresponden 2.730.138 2.349.549 2.2.2 Dalam valuta asing 7.219.343 7.428.312
2.3 Pihak swasta lainnya 1.141.237 1.933.458
5. Deposito pada Bank Koresponden 69.068.707 61.544.917 2.3.1 Dalam rupiah 1.014.322 1.731.572
2.3.2 Dalam valuta asing 126.915 201.886
6. Surat berharga 209.659.339 218.064.845 2.4 Lembaga keuangan internasional 95.791.501 105.134.986
6.1 Dalam rupiah 0 0 2.4.1 Dalam rupiah 95.791.501 105.134.986
6.2 Dalam valuta asing 209.659.339 218.064.845 2.4.2 Dalam valuta asing 0 0
3. Surat berharga yang diterbitkan 102.143.747 78.672.929
7. Tagihan 3.1 Dalam rupiah 102.143.747 78.672.929
7.1 Kepada pemerintah 315.944.501 279.600.597 3.2 Dalam valuta asing 0 0
7.1.1 Dalam rupiah 315.914.159 279.477.036 4. Pinjaman dari pemerintah 30.226.201 28.092.771
7.1.2 Dalam valuta asing 30.342 123.561 4.1 Dalam rupiah 309.089 340.694
4.2 Dalam valuta asing 2.679.045 2.721.585
7.2 Kepada bank 19.182.641 20.296.434 4.3 Surat Utang Bank Indonesia 27.238.067 25.030.492
7.2.1 Dalam rupiah 17.949.682 18.634.761 5. Pinjaman luar negeri 19.872.947 19.142.030
7.2.2 Dalam valuta asing 1.232.959 1.661.673 6. Kewajiban lain-lain 1.432.711 1.143.421
Jumlah Kewajiban 468.702.081 461.119.893
7.3 Kepada lainnya 7.496.935 7.280.073
7.3.1 Dalam rupiah 7.496.935 7.280.073 B. Ekuitas
7.3.2 Dalam valuta asing 0 0 1. Modal 2.948.029 2.606.236
2. Cadangan umum 8.233.006 6.430.544
8. Penyisihan kerugian aktiva (49.455.231) (27.654.796) 3. Cadangan tujuan 3.528.431 2.755.947
4. Hasil revaluasi aktiva tetap 4.871.249 4.768.103
9. Penyertaan 238.974 241.955 5. Hasil revaluasi kurs dan SSB 50.675.217 79.950.773
6. Hasil indeksasi SUP 48.575.749 18.817.604
10. Aktiva lain-lain 9.400.041 6.364.478 7. Hasil indeksasi SUBI (2.339.793) (476.122)
8. Surplus (defisit) tahun sebelumnya 0 1.773.466
9. Surplus (defisit) tahun berjalan 17.442.829 2.574.946

Jumlah Ekuitas 133.874.717 119.201.497

Jumlah Aktiva 602.576.798 580.321.390 Jumlah Kewajiban dan Ekuitas 602.576.798 580.321.390

1) a. Laporan Keuangan Bank Indonesia tahun 2000 telah diaudit oleh BPK-RI sesuai laporan No.01/01/Auditama II/GA/V/2001 tanggal 8 Mei 2001
dengan dengan pendapat Wajar dengan Pengecualian atas pos tagihan karena adanya pengaruh Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI)
b. Laporan Keuangan Bank Indonesia tahun 2001(belum di audit) yang lengkap telah disampaikan kepada BPK-RI melalui surat No.4/1/GBI/DKI
tanggal 31 Januari 2002 untuk dimulai pemeriksaan.
c. Kurs Neraca tanggal 31 Desember 2000: $1 = Rp9.595,00 dan pada tanggal 31 Desember 2001: $1 = Rp10.400,00.

240
Lampiran

Lampiran D.2

Bank Indonesia
Laporan Surplus Defisit
Periode 1 Januari – 31 Desember 2001 dan 2000
(Jutaan Rupiah)

2001 2000
Unaudited Audited

PENERIMAAN
1. Pengelolaan Moneter 62.904.839 46.223.030
1.1 Pengelolaan Devisa 54.480.178 35.552.594
1.2 Kegiatan Pasar Uang 3.889 51.984
1.3 Pemberian Kredit dan Pembiayaan 8.420.772 10.618.452

2. Penyelenggaraan Sistem Pembayaran 42.162 38.703

3. Pengaturan Perbankan 46.811 32.509

4. Lainnya 173.919 3.295.396


4.1 Penerimaan Lainnya 173.919 570.849
4.2 Pemulihan Penyisihan Aktiva 0 2.724.547

Jumlah Penerimaan 63.167.732 49.589.638

PENGELUARAN
1. Beban Pengendalian Moneter (21.068.778) (19.929.814)
1.1 Beban Perumusan dan Pelaksanaan
Kebijakan Moneter (15.408.536) (11.914.197)
1.2 Beban Pengelolaan Devisa (5.660.242) (8.015.617)

2. Beban Sistem Pembayaran (727.482) (720.873)


2.1 Beban Pengedaran Uang (679.295) (695.602)
2.2 Beban Penyelenggaraan Sistem Pembayaran (48.187) (25.271)

3. Beban Pengaturan dan Pengawasan Bank (52.505) (131.855)


4. Beban Umum, Administrasi, dan Lainnya (23.876.138) (1.677.780)
4.1 Beban Umum, Administrasi, dan Lainnya (1.979.252) (1.539.234)
4.2 Beban Penyusutan Aktiva Tetap (127.393) (138.546)
4.3 Beban Penambahan Penyisihan Aktiva (21.769.493) 0

Jumlah Pengeluaran (45.724.904) (22.460.322)

Surplus Sebelum Pos Luar Biasa 17.442.829 27.129.316


Beban karena Pos Luar Biasa 0 (24.554.370)

SURPLUS 17.442.829 2.574.946

241
Lampiran

Lampiran E.1
No.
No. PBI Tanggal Lemb. Negara Keterangan
Urut

Daftar Peraturan Bank Indonesia


Tahun 2001
No.
No. PBI Tanggal Lemb. Negara Keterangan
Urut

1 3/1/PBI/2001 04-01-2001 LN Thn 2001 No.2; Untuk memperlancar pengelolaan Proyek Kredit Mikro
TLN No.4071 (PKM) yang tetap mengacu pada UU No.23 Tahun 1999
tentang Bank Indonesia (“UUBI”), Bank Indonesia
menyesuaikan ketentuan tentang PKM yang antara lain
mengatur (i) sumber dana, yang semula seluruhnya
berasal dari Kredit Likuiditas Bank Indonesia, menjadi
seluruhnya berasal dari Asian Development Bank dan (ii)
perpanjangan pengelolaan Proyek dari Desember 2000
sampai dengan akhir Juni 2001.
Dirubah dengan PBI No.3/8/PBI/2001 tgl 25-04-2001

2 3/02/PBI/2001 04-01-2001 LN Thn 2001 No.3; Bank Indonesia mengubah ketentuan mengenai Kredit
TLN No.4072 Usaha Kecil. Perubahan mencakup (i) peningkatan dana
untuk disalurkan ke KUK (ii) kewajiban bank untuk
mencantumkan rencana realisasi KUK dalam Rencana
Kerja Anggaran Tahunan (RKAT), (iii) kewajiban bank
untuk melaporkan realisasi KUK pada Laporan Bulanan
Bank Umum, (iv) kewajiban bank untuk mengumumkan
realisasi KUK pada Laporan Keuangan, (v) penyesuaian
plafon KUK menjadi Rp500 juta untuk setiap nasabah, (vi)
bantuan teknis dari Bank Indonesia bagi bank-bank yang
menyalurkan KUK. Sementara itu, sanksi dan insentif juga
dikurangi.

3 3/03/PBI/2001 12-01-2001 LN Thn 2001 No.7; Bank Indonesia mengeluarkan ketentuan mengenai
TLN No.4074 pembatasan transaksi Rupiah dan pemberian kredit valuta
asing oleh bank. Dalam ketentuan tersebut diatur bahwa
bank dilarang melakukan transaksi-transaksi tertentu
dengan warga negara asing, badan hukum asing atau
badang asing lainnya, warga negara Indonesia yang
memiliki status penduduk tetap negara lain dan tidak

242
Lampiran

No.
No. PBI Tanggal Lemb. Negara Keterangan
Urut

berdomisili di Indonesia, perwakilan negara asing dan


lembaga internasional di Indonesia serta kantor Bank/
badan hukum Indonesia di luar negeri.

4 3/04/PBI/2001 12-03-2001 LN Thn 2001 No.7; Bank Indonesia mengeluarkan perubahan ketentuan
TLN No.4080 mengenai jaminan pembiayaan perdagangan
internasional (trade maintenance facility/TMF) dengan
memperpanjang pelaksanaan program tersebut menjadi
sampai dengan tanggal 30 Juni 2001. Program tersebut
diperpanjang dengan pertimbangan bahwa program TMF
masih diperlukan dalam rangka meningkatkan kembali
kegiatan ekonomi nasional khususnya kegiatan
perdagangan internasional.
Dicabut dgn PBI No.3/20/PBI/2001 tgl 29-11-2001

5 3/05/PBI/2001 22-03-2001 LN Thn 2001 No.23; Ketentuan mengenai Penjaminan atas Simpanan Pihak
TLN No.4082 Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank sebagaimana diatur
dalam SK Direksi Bank Indonesia No.31/32/KEP/DIR
tanggal 29 Mei 1998 diubah dengan PBI perihal serupa
No.3/5/PBI/2001. Dalam PBI ini diatur bahwa dalam
rangka Program Penjaminan, Pemerintah tidak menjamin
Simpanan Pihak Ketiga yang diterima dengan suku bunga
lebih tinggi dari batas maksimum suku bunga yang
ditetapkan.

6 3/06/PBI/2001 02-04-2001 LN Thn 2001 Dengan diberlakukannya UUBI, Bank Indonesia tidak
diperkenankan untuk menyediakan fasilitas pembiayaan
kecuali untuk mengatasi kesulitan jangka pendek
perbankan dengan disertai oleh agunan yang berkulitas
tinggi dan mudah dicairkan. Mengingat fasilitas
penjaminan dan pembiayaan yang disediakan Bank
Indonesia selama ini terdapat unsur pemberian kredit
maka Bank Indonesia mencabut beberapa ketentuan
terkait, yaitu:
a. SK Direksi Bank Indonesia No.30/138/KEP/DIR
tentang Jual Beli Tagihan atas Dasar Surat Kredit
Berdokumen Dalam Negeri kepada Bank Indonesia,
b. SK Direksi Bank Indonesia No.30/193/KEP/DIR

243
Lampiran

No.
No. PBI Tanggal Lemb. Negara Keterangan
Urut

tentang Jual Beli Devisa Hasil Ekspor untuk Eksportir


dan Eksportir Tertentu,
c. SK Direksi Bank Indonesia No.30/194/KEP/DIR tentang
Jual Beli Devisa Hasil Ekspor yang akan datang untuk
Eksportir Tertentu,
d. SK Direksi Bank Indonesia No.31/187/KEP/DIR tentang
Penjaminan dan atau Pembiayaan Letter of Credit
melalui Penempatan Dana Bank Indonesia pada Bank
Asing.

7 3/07/PBI/2001 02-04-2001 LN Thn 2001 No.32 Mengingat Bank Indonesia tidak lagi diperbolehkan
menyediakan fasilitas pembiayaan dan atau penjaminan,
maka ketentuan mengenai petunjuk pelaksanaan
pemberian jaminan Pemerintah terhadap kewajiban
pembayaran bank umum dicabut.

8 3/08/PBI/2001 25-04-2001 LN Thn 2001 No.39; TLN Bank Indonesia mengeluarkan perubahan ketentuan
No.4089 tentang Proyek Kredit Mikro yang isinya antara lain
menaikkan jumlah plafon kredit untuk membiayai
pengusaha mikro.

9 3/09/PBI/2001 06-06-2001 LN Thn 2001 No.70 Bank Indonesia menerbitkan dan mengeluarkan uang
Rupiah khusus untuk memperingati 100 tahun kelahiran
Bung Karno Proklamator Republik Indonesia pada tanggal
6 Juni 2001 dalam pecahan 500.000 (lima ratus ribu) dan
25.000 (dua puluh lima ribu) seri “Peringatan 100 Tahun
Bung Karno” tanda tahun 2001.

10 3/10/PBI/2001 18-06-2001 LN Thn 2001 No.78 Bank Indonesia mengeluarkan ketentuan mengenai
TLN No.4107 penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your
Customer ”KYC”), yaitu prinsip yang diterapkan bank
umum untuk mengetahui identitas nasabah, memantau
kegiatan transaksi nasabah termasuk pelaporan transaksi
yang mencurigakan. Dalam ketentuan tersebut ditetapkan
bahwa bank wajib menerapkan Prinsip KYC yaitu
menetapkan kebijakan penerimaan Nasabah, kebijakan
dan prosedur dalam mengidentifikasi Nasabah, kebijakan
dan prosedur pemantauan terhadap rekening dan transaksi

244
Lampiran

No.
No. PBI Tanggal Lemb. Negara Keterangan
Urut

Nasabah serta kebijakan dan prosedur manajemen risiko


yang berkaitan dengan penerapan Prinsip KYC.

11 3/11/PBI/2001 20-06-2001 LN Thn 2001 No.79 Dalam rangka mendukung kelancaran pencapaian tujuan
TLN No.4108 Bank Indonesia dalam mencapai dan memelihara
kestabilan nilai rupiah, maka Bank Indonesia memperluas
pihak-pihak ekstern yang dapat membuka Rekening Giro
di Bank Indonesia menjadi terdiri dari bank, instansi
pemerintah, lembaga keuangan internasional dan lembaga
lain yang menurut Bank Indonesia dipandang perlu untuk
mempunyai Rekening Giro di Bank Indonesia.

12 3/12/PBI/2001 09-07-2001 LN Thn 2001 No.98 Bank Indonesia mengeluarkan ketentuan mengenai
TLN No.4123 persyaratan dan tatacara pelaksanaan jaminan Pemerintah
terhadap kewajiban pembayaran BPR. Ketentuan ini
merupakan perubahan atas ketentuan yang berlaku
sebelumnya yaitu Surat Keputusan Direksi No.31/166/
KEP/DIR dan No.31/167/KEP/DIR tanggal 11 Desember
1998. Dalam ketentuan ini ditetapkan kriteria simpanan
pihak ketiga yang dijamin maupun yang tidak dijamin
dengan memperhatikan tujuan pengaturan Program
Penjaminan Pemerintah itu sendiri yakni perlindungan
dana nasabah dan kepentingan publik. Sementara itu,
untuk menjadi peserta Program Penjaminan Pemerintah,
BPR perlu memenuhi persyaratan yaitu pernyataan
keikutsertaan, membayar fee penjaminan dan
penyampaian dokumen pendukung administratif.

13 3/13/PBI/2001 03-09-2001 LN Thn 2001 No.115 Bank Indonesia mengeluarkan ketentuan mengenai
TLN No.4135 perubahan atas Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia
tentang Penerbitan dan Perdagangan Sertifikat Bank
Indonesia serta Intervensi Rupiah. Ketentuan ini diubah
untuk menyesuaikan dengan jadwal operasional Sistem
Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (RTGS).

14 3/14/PBI/2001 20-09-2001 LN Thn 2001 No.121 Bank Indonesia mengeluarkan ketentuan mengenai peru-
TLN No.4140 bahan atas PBI No.2/12/PBI/2000 tentang Jaminan Pinja-
man Luar Negeri Antar Bank (Interbank Debt Exchange

245
Lampiran

No.
No. PBI Tanggal Lemb. Negara Keterangan
Urut

Offer). Pokok perubahan dalam ketentuan dimaksud adalah


mengenai dimungkinkannya sejumlah bank untuk melunasi
seluruh atau sebagian pinjaman Interbank Debt Exchange
Offer melalui Prepayment dan Buy Back. Penetapan Status
Bank Perkreditan Rakyat Dalam Pengawasan Khusus dan
Pembekuan Kegiatan Usaha.

15 3/15/PBI/2001 21-09-2001 LN Thn 2001 No.122 Bank Indonesia mengeluarkan ketentuan mengenai
TLN No.4141 penetapan status BPR dalam pengawasan khusus dan
pembekuan kegiatan usaha untuk melakukan penyehatan
industri BPR.

16 3/16/PBI/2001 03-10-2001 LN Thn 2001 No.123 Bank Indonesia mengeluarkan perubahan kedua atas PBI
TLN No.4142 No.3/1/PBI/2001 tentang Proyek Kredit Mikro (PKM) yang
memperpanjang masa pengelolaan PKM menjadi sampai
dengan tanggal 31 Desember 2001 dan dapat ditinjau
kembali berdasarkan kesepakatan antara Pemerintah RI
dan Asian Development Bank.

17 3/17/PBI/2001 04-10-2001 LN Thn 2001 No.125 Bank Indonesia mengeluarkan ketentuan mengenai
TLN No.4143 Laporan Berkala Bank Umum (LBBU). Dalam ketentuan
ini diatur bahwa bank umum termasuk kantor cabang bank
asing wajib menyusun dan menyampaikan LBBU kepada
Bank Indonesia secara akurat, lengkap dan tepat waktu
yang dilakukan oleh kantor pusat bank.

18 3/18/PBI/2001 17-10-2001 LN Thn 2001 No.130 Bank Indonesia mengeluarkan perubahan ketentuan
TLN No.4147 mengenai persyaratan dan tata cara membawa Uang
Rupiah dalam jumlah tertentu keluar atau masuk wilayah
Republik Indonesia kecuali dengan persetujuan Bank
Indonesia.

19 3/19/PBI/2001 26-10-2001 LN Thn 2001 No.131 Bank Indonesia mengeluarkan dan mengedarkan uang
Rupiah pecahan 5.000 (lima ribu) tahun emisi 2001 yang
pada bagian muka mencantumkan gambar Pahlawan
Nasional Tuanku Imam Bondjol sedangkan bagian
belakang mencantumkan gambar Pandai Sikek tenunan
dari Sumatera Barat.

246
Lampiran

No.
No. PBI Tanggal Lemb. Negara Keterangan
Urut

20 3/20/PBI/2001 29-11-2001 LN Thn 2001 No. 140 Bank Indonesia mengeluarkan ketentuan mengenai
pencabutan PBI No.2/13/PBI/2000 tentang Jaminan
Pembiayaan Perdagangan Internasional dan
perubahannya PBI No.3/4/PBI.2001 sehubungan dengan
berakhirnya fasilitas perdagangan internasional pada
tanggal 30 Juni 2001.

21 3/21/PBI/2001 13-12-2001 LN Thn 2001 No.149 Untuk menyesuaikan struktur permodalan sesuai dengan
TLN No.4158 standar internasional yang berlaku, maka terhitung sejak
akhir bulan Desember 2001 bank umum wajib
menyediakan modal minimum sebesar 8% dari aktiva
tertimbang menurut risiko.

22 3/22/PBI/2001 13-12-2001 LN Thn 2001 No.150 Bank Indonesia mengeluarkan ketentuan mengenai
TLN No.4159 transparansi kondisi keuangan bank dalam rangka
pencapaian good corporate governance pada perbankan
Indonesia. Dengan adanya transparansi, diharapkan
dapat lebih meningkatkan kepercayaan publik terhadap
lembaga perbankan nasional. Di sisi lain, peningkatan
transparansi akan mengurangi kesenjangan informasi
sehingga para pelaku pasar dapat memberikan penilaian
yang wajar dan dapat mendorong terciptanya disiplin
pasar. Dalam ketentuan ini, diatur mengenai Pedoman
Akuntansi Perbankan Indonesia serta Hubungan Bank,
Akuntan Publik dan Bank Indonesia.

23 3/23/PBI/2001 13-12-2001 LN Thn 2001 No.151 Bank Indonesia mengeluarkan perubahan ketentuan
TLN No.4160 mengenai penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know
Your Customer/”KYC”) dalam rangka penerapan peraturan
sebelumnya secara lebih efektif. Pada intinya, penerapan
Prinsip KYC oleh bank dilakukan antara lain dengan
menyusun kebijakan dan prosedur Penerapan Prinsip
KYC yang dituangkan dalam Pedoman Pelaksanaan
Penerapan Prinsip KYC dengan mengacu pada Pedoman
Standar Penerapan KYC yang ditetapkan dalam Surat
Edaran Bank Indonesia.

247
Lampiran

No.
No. PBI Tanggal Lemb. Negara Keterangan
Urut

24 3/24/PBI/2001 24-12-2001 LN Thn 2001 No.155 Bank Indonesia mengeluarkan perubahan ketentuan
TLN No.4163 mengenai penetapan status Bank Perkreditan Rakyat
(BPR) dalam pengawasan khusus dan pembekuan
kegiatan usaha dalam rangka mempercepat penyelesaian
BPR bermasalah sebagai upaya penyehatan industri
BPR.

25 3/25/PBI/2001 26-12-2001 LN Thn 2001 No. 156 Bank Indonesia mengeluarkan ketentuan tentang
TLN No.4164 penetapan status bank dan penyerahan bank kepada
Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Dengan
dikeluarkannya ketentuan ini, maka Peraturan Bank
Indonesia (PBI) No.2/11/PBI/2000 perihal sama tersebut
di atas dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Dalam
ketentuan ini diatur bahwa dalam hal Bank Indonesia
menilai kondisi suatu bank memiliki potensi kesulitan yang
dapat membahayakan kelangsungan usahanya, maka
bank tersebut ditempatkan dalam pengawasan intensif
Bank Indonesia.

248
Lampiran

Lampiran E.2
No.
No. SE BI Tanggal Perihal Keterangan
Urut

Daftar Surat Edaran (Ekstern)


Bank Indonesia Tahun 2001
No.
No. SE BI Tanggal Perihal Keterangan
Urut

1 3/1/DPNP 05-01-2001 Perubahan atas Marjin Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga
yang Dijamin Pemerintah

2 3/2/BKr 11-01-2001 Pemberian Kredit kepada Koperasi Primer untuk Anggotanya


(KKPA) Dalam Rangka Penyaluran Kembali Angsuran Kredit
Likuiditas BI (KLBI) yang Dikelola oleh PT Permodalan
Nasional Madani (Persero)

3 3/3/BKr 16-01-2001 Proyek Kredit Mikro

4 3/4/DASP 23-01-2001 Jenis dan Batasan Nominal Warkat Serta Jadwal Penyeleng-
garaan Kliring Lokal di Jakarta

5 3/5/DPD 31-01-2001 Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta


Asing oleh Bank

6 3/6/DPM 09-02-2001 Penetapan Obligasi Pemerintah Seri VR 003, VR 0004, VR


0007, VR 0009, VR 0011, VR 0013, dan VR 0015 untuk
diperdagangkan di Pasar Sekunder serta Peningkatan
Prosentase Portofolio Obligasi Pemerintah yang Dapat
Diperdagangkan

7 3/7/DLN 09-03-2001 Pencabutan SE No.5/163/ULN tanggal 30 Januari 1973


tentang Lampiran Mutasi Bulanan Rekening-Rekening PMA,
Rupiah PMA, dan Disc. Rupiah

8 3/8/DPNP 16-03-2001 Bank Umum

9 3/9/BKr 17-05-2001 Petunjuk Pelaksanaan Pemberian KUK

10 3/10/DASP 28-05-2001 Jadwal Kliring dan Tanggal Valuta Penyelesaian Akhir Sistem

249
Lampiran

No.
No. SE BI Tanggal Perihal Keterangan
Urut

Penyelenggaraan Kliring Lokal serta Jenis dan Batasan


Nominal Warkat atau Data Keuangan Elektronik

11 3/11/DLN 07-06-2001 Perubahan Kedua Atas SE BI No.29/10/ULN tanggal 4 Juni


1996 tentang Pelaksanaan Pembayaran Transaksi Impor

12 3/12/DLN 08-06-2001 Perubahan Surat Edaran Bank Indonesia No.2/20/DLN


tanggal 9 Oktober 2000 tentang Kewajiban Pelaporan Utang
Luar Negeri

13 3/13/DSM 13-06-2001 Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Bank

14 3/14/DSM 13-06-2001 Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Lembaga


Keuangan Non Bank

15 3/15/DPM 05-07-2001 Peningkatan Prosentase Portofolio Obligasi Pemerintah Yang


Dapat Diperdagangkan Bagi Bank Umum Peserta Program
Rekapitalisasi Perbankan

16 3/16/DPBPR 18-07-2001 Persyaratan dan Tata Cara Pelaksanaan Jaminan


Pemerintah Terhadap Kewajiban Pembayaran BPR

17 3/17/DPBPR 18-07-2001 Persyaratan dan Tata Cara Pelaksanaan Jaminan


Pemerintah Terhadap Kewajiban Pembayaran BPR

18 3/18/DPM 31-07-2001 Penetapan Obligasi Pemerintah Seri VR0006, VR0008,


VR0010, VR0012, VR0014 dan VR0016 untuk Diperdagang-
kan di Pasar Sekunder serta Peningkatan Prosentase
Portofolio Pemerintah yang Dapat Diperdagangkan bagi
Bank Umum Peserta Program Rekapitalisasi Perbankan

19 3/19/DPNP 14-08-2001 Penetapan Marjin Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga yang
Dijamin Pemerintah
20 3/20/DASP 31-08-2001 Perubahan Atas SE BI No.2/24/DASP Tanggal 17 November
2000 Perihal Bank Indonesia Real Time Gross Settlement

21 3/21/DPM 03-09-2001 Perubahan Atas SE BI No.2/27/DPM Tanggal 13 Desember


2000 Perihal Tata Cara Pemberian Fasilitas Likuiditas

250
Lampiran

No.
No. SE BI Tanggal Perihal Keterangan
Urut

Intrahari Bagi Bank Umum

22 3/22/BKr 16-10-2001 Perubahan SE No.3/3/BKr tanggal 16 Januari 2001 tentang


Proyek Kredit Mikro

23 3/23/DPNP 30-10-2001 Laporan Berkala Bank Umum

24 3/24/DPM 16-11-2001 Tata Cara Penatausahaan Obligasi Pemerintah

25 3/25/DASP 28-11-2001 Perubahan Atas SE No.1/4/DASP tanggal 29 November 2001


perihal Pemberian Persetujuan Terhadap Pihak Lain Untuk
Menyelenggarakan Kliring di Daerah yang Tidak Terdapat
Kantor Bank Indonesia

26 3/26/DASP 5-12-2001 Perubahan SE No.3/10/DASP tanggal 28 Mei 2001 perihal


Jadwal Kliring dan Tanggal Valuta Penyelesaian Akhir, Sistem
Penyelenggaraan Kliring Lokal serta Jenis dan Batasan
Nominal Warkat atau Data Keuangan Elektronik

27 3/27/DASP 12-12-2001 Warkat, Dokumen Kliring dan Pencetakannya Pada


Perusahaan Percetakan Dokumen Sekuriti

28 3/28/DASP 12-12-2001 Penggunaan Jasa Kurir dan Tanda Pengenal Petugas Kliring
(TPPK) Dalam Penyelenggaraan Kliring Yang Menggunakan
Sistem Otomasi Elektronik

29 3/29/DPNP 13-12-2001 Pedoman Standar Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah

30 3/30/DPNP 14-12-2001 Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan dan Bulanan Bank


Umum serta Laporan Tertentu Yang Disampaikan Kepada
Bank Indonesia

31 3/31/DPNP 14-12-2001 Laporan Tahunan Bank Umum dan Laporan Tahunan Tertentu
Yang Disampaikan Kepada Bank Indonesia

32 3/32/DPNP 14-12-2001 Hubungan Antara Bank, Akuntan Publik dan Bank Indonesia

33 3/33/DPNP 14-12-2001 Pelaksanaan Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia

251
Lampiran

Lampiran E.3
Tanggal Ketentuan/Kebijakan Keterangan

Berbagai Ketentuan dan Kebijakan Penting


di Bidang Ekonomi dan Keuangan Tahun 2001

Tanggal Ketentuan/Kebijakan Keterangan

2001
Januari
4 Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai ketentuan SK Memperindag
kuota ekspor tekstil dan produk tekstil. No.01/MPP/Kep/1/2001

18 Dalam upaya mendorong Kerjasama Ekonomi Sub Regional Keppres No.13


antar daerah-daerah dari negara-negara tetangga, Pemerintah Tahun 2001
membentuk Tim Koordinasi Kerjasama Ekonomi Sub Regional.

29 Sehubungan dengan adanya perubahan susunan organisasi Keppres No.18


dan instansi dalam Kabinet periode tahun 1999-2004, maka Tahun 2001
Pemerintah melakukan penyesuaian susunan keanggotaan
Tim Nasional untuk Perundingan Perdagangan Multilateral
dalam kerangka World Trade Organization.

31 Bapepam mengeluarkan ketentuan mengenai penghentian SE PT Bursa Efek Jakarta


perdagangan (suspensi) atas efek perusahaan tercatat yang No.SE-002/BEJ/012001
mengalami peristiwa atau kejadian penting yang berdampak
material terhadap kelangsungan usahanya dan atau proses
pembentukan harga efek yang teratur, wajar dan efisien di
bursa. Peristiwa penting tersebut antara lain Laporan
Keuangan Tahunan Auditan Perusahaan Tercatat memper-
oleh opini disclaimer sebanyak 2 kali berturut-turut atau
Perusahaan Tercatat dimohonkan pailit oleh krediturnya atau
mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pem-
bayaran Utang (PKPU).

252
Lampiran

Tanggal Ketentuan/Kebijakan Keterangan

Februari
7 Pemerintah mengeluarkan ketentuan pemotongan pajak SK Menkeu No.51/
penghasilan atas bunga deposito dan tabungan serta KMK.04/2001
diskonto Sertifikat Bank Indonesia.

9 Pemerintah mengeluarkan ketentuan mengenai penetapan SK Menkeu No.66/


besarnya tarif pajak ekspor kelapa sawit, CPO dan produk KMK.17/2001
turunannya.

Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai pelaksanaan SK Menkeu No.6/


pembagian hasil penerimaan pajak penghasilan orang KMK.04/2001
pribadi dalam negeri dan pajak penghasilan pasal 21 antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

14 Dalam rangka mendukung program restrukturisasi utang, PP No.7 Tahun 2001


Pemerintah memandang perlu untuk menetapkan peraturan
yang memberi keringanan pajak penghasilan kepada wajib
pajak yang melakukan restrukturisasi utang usaha melalui
lembaga khusus yang dibentuk pemerintah.

Pemerintah mengeluarkan ketentuan mengenai tata cara SE Dirjen Pajak


penghitungan besarnya pemberian imbalan bunga kepada No.SE-03/PJ.33/2001
wajib pajak.

Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai penetapan SK Menperindag No.51/


eksportir terdaftar tekstil dan produk tekstil pengusaha kecil MPP/Kep/2/2001
dan koperasi (STTPT-PKK) untuk memperoleh kuota
pertumbuhan (KPt) tekstil dan produk tekstil tahun 2001.

19 Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai crash SK Menkeu No.81/


program pengurusan piutang negara perbankan II. KMK.01/2001

253
Lampiran

Tanggal Ketentuan/Kebijakan Keterangan

20 Pemerintah mengeluarkan peraturan pelimpahan wewenang SK Menkeu No.88/


penanganan dan penandatanganan keputusan dan surat- KMK.03/2001
surat yang berhubungan dengan pemberian pelayanan
kemudahan ekspor kepada Kepala Badan Informasi dan
Tehnologi Keuangan.

Maret
8 Bapepam mengeluarkan ketentuan mengenai pembatasan Kep-06/PM/2001
atas saham yang diterbitkan sebelum penawaran umum
untuk dialihkan kepada pihak lain.

15 Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai perlakuan SK Dirjen Pajak No.


perpajakan atas penyediaan makanan dan minuman bagi KEP-213/PJ/2001
seluruh pegawai dan penggantian atau imbalan sehubungan
dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk
natura dan kenikmatan di daerah tertentu serta yang berkai-
tan dengan pelaksanaan pekerjaan yang dapat dikurangkan
dari penghasilan bruto pemberi kerja.

16 Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai tatacara SK Dirjen Pajak No.


penerbitan surat keterangan bebas (SKB) pemotongan pajak KEP-217/PJ/2001
penghasilan atas bunga deposito dan tabungan serta diskon-
to sertifikat Bank Indonesia yang diterima atau diperoleh dana
pensiun yang pendirinya telah disahkan Menkeu.

22 Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai impor dan PBI No.3/6/PBI/2001


atau penyerahan barang kena pajak tertentu yang bersifat
strategis yang dibebaskan dari pengenaan pajak pertam-
bahan nilai.

23 Bapepam mengeluarkan ketentuan mengenai hak memesan Kep-07/PM/2001

254
Lampiran

Tanggal Ketentuan/Kebijakan Keterangan

efek terlebih dahulu. Apabila suatu perusahaan yang telah PP No.12 Tahun 2001
melakukan Penawaran Umum saham atau Perusahaan
Publik bermaksud menambah modal sahamnya, termasuk
melalui penerbitan waran atau efek konversi, maka setiap
pemegang saham harus diberi Hak Memesan Efek Terlebih
Dahulu atas Efek baru dimaksud sebanding dengan persen-
tase pemilikan mereka.

27 Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai pemberi- SE Dirjen Pajak No.SE-


tahuan berlakunya persetujuan penghindaran pajak 02/PJ.10/2001
berganda (P3B) RI-Venezuela.

28 Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai pengha- SK Dirjen Pajak No.


pusan piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih. KEP-238/PJ/2001

Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai perlakuan SK Dirjen Pajak No.


perpajakandikawasan pengembangan ekonomi terpadu KEP-229/PJ/2001
(Kapet).

29 Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai harga jual Kep.Presiden No.45


eceran bahan bakar minyak dalam negeri. Tahun 2001

April
11 Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai kebijakan Kep.Komite Kebijakan
penyehatan perbankan dan restrukturisasi utang perusa- Sektor Keuangan No.
haan berdasarkan hasil rapat komite kebijakan sektor Kep-01/K.KKSK/04/2001
keuangan tanggal 11 April 2001.

16 Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai keringanan SK Menkeu No.190/


bea masuk atas impor bahan baku/penolong dan bagian/ KMK.01/2001
komponen untuk perakitan mesin dan motor berputar.

255
Lampiran

Tanggal Ketentuan/Kebijakan Keterangan

30 Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai perlakuan SK Menkeu No.231/


PPn & PPnBM atas impor barang kena pajak yang dibebas- KMK.03/2001
kan dari pungutan bea masuk.

Mei
17 Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai impor mesin SK Menperindag No.172/
dan peralatan mesin bukan baru. MPP/Kep/5/2001

18 Pemerintah mengeluarkan perubahan ketiga ketentuan PP No.25 Tahun 2001


tentang bea masuk, bea masuk tambahan, pajak pertam-
bahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah dan
pajak penghasilan dalam rangka pelaksanaan proyek
pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman
luar negeri dalam rangka mempercepat pemulihan ekonomi.

28 Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai perubahan PP No.41 Tahun 2001


atas peraturan pemerintah nomor 42 tahun 2000 tentang
pembayaran pajak penghasilan orang pribadi yang akan
bertolak ke luar negeri.

Juni
8 Pemerintah mengeluarkan perubahan keempat atas PP PP No.47 Tahun 2001
No.17 Tahun 1999 tentang BPPN yang menetapkan bahwa
sebelum dilakukan penyerahan oleh BPPN kepada Bank
Indonesia, Bank Dalam Penyehatan yang telah selesai
menjalani program penyehatan terlebih dahulu melalui masa
pengamatan di BPPN paling lama 6 bulan terhitung sejak
Bank Dalam Penyehatan tersebut memenuhi persyaratan
atau kriteria tingkat kesehatan untuk diserahkan kepada
Bank Indonesia.

256
Lampiran

Tanggal Ketentuan/Kebijakan Keterangan

15 Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai harga jual Kep.Presiden No.73


eceran bahan bakar minyak dalam negeri. Tahun 2001

Juli
9 Menteri Keuangan RI mengeluarkan ketentuan mengenai Keputusan
divestasi saham negara dalam rangka penyertaan modal Menteri Keuangan No.
sementara oleh BPPN. 401/KMK.01/2001

23 Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai penetapan SK Menkeu No.190/


rincian jumlah dana kontingensi untuk bantuan kepada KMK.01/2001
pemerintah daerah yang mengalami surplus marginal setelah
pengalihan personil, peralatan, pembiayaan dan dokumen
(P3D).

Agustus
1 Sejalan dengan konvensi-konvensi internasional yang telah UU No.14 Tahun 2001
diratifikasi Indonesia, maka pengaturan mengenai paten dan
merek menjadi sangat penting terutama dalam menjaga
persaingan usaha yang sehat. Untuk itu, Pemerintah menge-
luarkan peraturan mengenai paten dan merek yang masing-
masing diatur dalam undang-undang.

6 Yayasan dapat melakukan kegiatan usaha untuk menunjang UU No.16 Tahun 2001
pencapaian maksud dan tujuannya di bidang sosial, keaga-
maan dan kemanusiaan dengan cara mendirikan badan
usaha dan atau ikut serta dalam suatu badan usaha. Keka-
yaan yayasan dilarang dialihkan atau dibagikan secara
langsung atau tidak langsung kepada pembina, pengurus,
pengawas dan karyawan yayasan atau pihak lain yang
mempunyai kepentingan terhadap yayasan.

257
Lampiran

Tanggal Ketentuan/Kebijakan Keterangan

September
13 Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai pengalihan PP No.63 Tahun 2001
kedudukan, tugas dan kewenangan menteri keuangan pa-
da badan penyehatan perbankan nasional kepada menteri
negara badan usaha milik negara.

24 Direktorat Jenderal Pajak mengeluarkan ketentuan menge- Keputusan Dirjen Pajak


nai tata cara pelaksanaan pemblokiran dan penyitaan harta No.KEP-627/PJ/2001
kekayaan penanggung pajak yang tersimpan pada bank
dalam rangka penagihan pajak dengan surat paksa. Dalam
melaksanakan penyitaan, terlebih dahulu dilakukan pemblo-
kiran terhadap harta kekayaan dimaksud. Untuk melak-
sanakan pemblokiran, Kepala Kantor Pelayanan Pajak/
Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan wajib menga-
jukan permohonan pemblokiran kepada pimpinan bank
tempat harta kekayaan penanggung pajak tersimpan disertai
dengan salinan Surat Paksa dan Surat Perintah Melak-
sanakan Penyitaan. Selanjutnya, pimpinan bank wajib mem-
blokir seketika dan membuat Berita Acara.

27 Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai penetapan SE Dirjen Bea dan Cukai


jalur bagi barang ekspor yang mendapat fasilitas pengem- No.SE-31/BC/2001
balian bea masuk dan atau cukai serta pajak pertambahan
nilai dan pajak penjualan atas barang mewah.

Oktober
24 Pemerintah mengeluarkan ketentuan mengenai pem- SK Menperindag No.300/
bentukan tim pemantauan harga dan antisipasi pengadaan MPP/Kep/10/2001
dan pendistribusian barang kebutuhan pokok menghadapi
hari raya keagamaan nasional tahun 2001/2002.

258
Lampiran

Tanggal Ketentuan/Kebijakan Keterangan

30 Pemerintah mengeluarkan ketentuan mengenai ketentuan SK Menperindag No.311/


kuota ekspor tekstil dan produk tekstil. MPP/Kep/10/2001

31 Gubernur DKI Jakarta menetapkan Upah Minimum Propinsi Keputusan Gubernur DKI
(UMP) Tahun 2002 di Propinsi DKI Jakarta sebesar Jakarta No.3052 Tahun
Rp591.266,- per bulan. 2001

November
14 Pemerintah menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja UU No.19 Tahun 2001
Negara (APBN) Tahun Anggaran 2002 yang diperkirakan
akan mengalami defisit dan akan dibiayai dari pembiayaan
defisit anggaran yang bersumber dari pembiayaan dalam
negeri dan luar negeri.

23 Pemerintah mengeluarkan ketentuan mengenai minyak dan PP No.22 Tahun 2001


gas bumi.

Desember
7 Negara c.q.Pemerintah menjual saham milik negara RI yang PP No.78 Tahun 2001
ada pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, PT Socfin PP No.79 Tahun 2001
Indonesia dan PT Wisma Nusantara Internasional. PP No.80 Tahun 2001

11 Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai kebijakan Kep.Komite Kebijakan


penyehatan perbankan dan restrukturisasi utang perusa- Sektor Keuangan
haan berdasarkan hasil rapat komite kebijakan sektor ke- No.Kep-01/K.KKSK/12/2001
uangan tanggal 11 Desember 2001.

12 Menteri Keuangan mengeluarkan keputusan untuk menunda Keputusan


pelaksanaan PP No.107 Tahun 2000 tentang Pinjaman Menteri Keuangan No.625/
Daerah, dimana dengan UU tersebut Pemerintah Daerah KMK.01/2001
dapat memanfaatkan pinjaman daerah sebagai salah satu

259
Lampiran

Tanggal Ketentuan/Kebijakan Keterangan

sumber untuk membiayai pelaksanaan pembangunan dae-


rah dengan memperhatikan kemampuan daerah dalam
mengelola dan mengembalikan pinjaman tersebut. Dengan
keputusan dimaksud, perjanjian baru pinjaman daerah yang
bersumber dari dalam negeri dan luar negeri ditunda sampai
dengan berakhirnya tahun anggaran 2002.

14 Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai bidang/jenis PP No.127 Tahun 2001


usaha yang dicadangkan untuk usaha kecil dan bidang/
jenis usaha yang terbuka untuk usaha menengah atau
besar dengan syarat kemitraan.

19 Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai perubahan PP No.83 Tahun 2001


atas peraturan pemerintah nomor 20 tahun 1994 tentang
pemilikan saham dalam perusahaan yang didirikan dalam
rangka penanaman modal asing.

260
Lampiran

Tabel 1
Produk Domestik Bruto menurut Jenis Penggunaan
(miliar rupiah)

Jenis penggunaan 1997 1998 1999 2000* 2001**

Harga konstan 1993

Pengeluaran konsumsi 308.816,9 286.850,6 299.084,5 310.725,2 329.841,7


Rumah tangga 277.116,1 260.022,7 272.070,2 281.957,4 298.703,6
Pemerintah 31.700,8 26.827,9 27.014,3 28.767,8 31.138,1
Pembentukan modal tetap domestik bruto 139.725,6 93.604,7 76.572,9 93.360,2 97.057,7
Perubahan stok 3.341,7 -6.386,9 -9.622,1 -27.232,6 -31.371,6
Ekspor barang dan jasa 121.157,9 134.707,2 91.863,6 116.193,6 118.377,0
dikurangi Impor barang dan jasa 139.796,1 132.400,7 78.546,4 95.112,1 102.772,7
Produk Domestik Bruto 433.246,0 376.374,7 379.352,5 397.934,3 411.132,1
Pendapatan neto terhadap luar negeri
atas faktor produksi -15.462,9 -27.965,4 -22.145,1 -25.391,1 -17.399,1
Produk Nasional Bruto 417.783,1 348.409,5 357.207,4 372.543,2 393.733,0
dikurangi Pajak tidak langsung 26.100,1 1.858,9 6.181,9 -11.687,3 8.815,8
dikurangi Penyusutan 21.662,4 18.818,8 18.967,6 19.896,7 20.556,6
Pendapatan Nasional 370.020,6 327.731,8 332.057,9 364.333,7 364.360,6

Harga berlaku

Pengeluaran konsumsi 430.122,7 702.239,5 885.814,6 958.776,8 1.110.103,0


Rumah tangga 387.170,7 647.823,6 813.183,3 867.997,1 999.266,3
Pemerintah 42.952,0 54.415,9 72.631,3 90.779,7 110.836,7
Pembentukan modal tetap domestik bruto 177.686,1 243.043,4 221.472,3 268.669,4 310.908,7
Perubahan stok 21.615,1 -82.716,1 -96.461,4 -81.384,6 -56.820,0
Ekspor barang dan jasa 174.871,3 506.244,8 390.560,1 542.992,4 612.482,2
dikurangi Impor barang dan jasa 176.599,8 413.058,1 301.654,0 407.036,4 485.699,7
Produk Domestik Bruto 627.695,4 955.753,5 1.099.731,6 1.282.017,6 1.490.974,2
Pendapatan neto terhadap luar negeri
atas faktor produksi -18.355,0 -53.893,7 -83.764,2 -92.161,8 -58.079,0
Produk Nasional Bruto 609.340,4 901.859,8 1.015.967,4 1.189.855,8 1.432.895,2
dikurangi Pajak tidak langsung 37.828,7 6.480,5 17.950,1 -37.820,3 31.425,7
dikurangi Penyusutan 31.384,8 47.787,7 54.986,6 64.100,9 74.548,7
Pendapatan Nasional 540.126,9 847.591,6 943.030,7 1.163.575,2 1.326.920,8

Memorandum item:

Produk Domestik Bruto per kapita1)


dalam ribuan rupiah 3.205,5 4.814,7 5.489,7 6.301,2
dalam $ 1.118,3 491,1 696,5 777,3

Produk Nasional Bruto per kapita1)


dalam ribuan rupiah 3.111,8 4.543,2 5.071,5 5.848,2
dalam $ 1.085,6 463,4 643,5 721,4

Pendapatan Nasional per kapita1)


dalam ribuan rupiah 2.758,3 4.269,8 4.707,5 5.719,1
dalam $ 962,3 435,5 597,3 705,4

1) Berdasarkan harga berlaku


Sumber : Badan Pusat Statistik

263
Lampiran

Tabel 2
Produk Domestik Bruto menurut Lapangan Usaha
(miliar rupiah)

Harga konstan 1993 Harga berlaku


Lapangan usaha
1997 1998 1999 2000* 2001** 1997 1998 1999 2000* 2001**

Pertanian, peternakan,
kehutanan, dan perikanan 64.468,0 63.609,5 64.985,3 66.088,3 66.503,8 101.009,4 172.827,6 215.686,7 218.301,3 244.381,0
Tanaman bahan makanan 32.688,4 33.350,4 34.012,4 34.312,2 33.932,1 52.189,4 91.346,0 116.222,5 111.886,5 124.287,7
Tanaman perkebunan 10.496,6 10.501,8 10.702,0 10.870,7 11.096,3 16.447,3 33.289,6 35.966,5 33.993,8 38.434,8
Peternakan 7.483,1 6.439,7 6.836,9 7.051,6 7.322,4 11.688,2 15.743,6 23.761,2 28.087,5 31.575,1
Kehutanan 7.189,8 6.580,7 6.288,1 6.364,4 6.431,5 6.806,5 11.700,5 13.803,8 14.861,8 15.406,2
Perikanan 6.610,1 6.736,9 7.145,8 7.489,4 7.721,6 10.878,0 20.747,9 25.932,8 29.471,7 34.677,2
Pertambangan dan penggalian 38.538,2 37.474,0 36.865,8 38.730,2 38.483,3 55.561,9 120.328,5 109.925,4 176.639,9 202.680,1
Minyak dan gas bumi 23.919,8 23.340,1 22.136,8 22.658,3 21.706,9 34.036,7 74.883,7 72.424,9 131.079,4 143.063,4
Pertambangan tanpa migas 7.645,6 9.678,0 10.357,7 11.459,3 11.966,1 11.192,4 35.459,9 27.696,1 34.031,6 45.558,1
Penggalian 6.972,8 4.455,9 4.371,2 4.612,6 4.810,3 10.332,8 9.984,9 9.804,3 11.528,8 14.058,6
Industri pengolahan 107.629,7 95.320,6 99.058,5 105.102,5 109.641,3 168.178,0 238.897,1 385.873,9 335.339,4 389.320,9
Industri migas 10.650,3 11.042,2 11.797,2 11.599,9 11.271,5 15.621,9 33.172,4 35.127,6 53.167,6 61.878,0
Pengilangan minyak bumi 5.925,5 6.310,0 6.606,6 6.843,1 6.964,5 8.116,1 15.092,2 16.320,8 22.500,1 28.604,9
Gas alam cair 4.724,8 4.732,3 5.190,6 4.756,9 4.307,0 7.505,8 18.080,2 18.806,8 30.667,4 33.273,1
Industri tanpa migas 96.979,4 84.278,4 87.261,3 93.502,6 98.369,8 152.556,1 205.724,7 250.746,3 282.171,8 327.443,0
Listrik, gas, dan air bersih 5.479,9 5.646,1 6.112,9 6.649,5 7.210,0 7.832,4 11.283,1 13.429,0 15.072,4 17.285,6
Bangunan 35.346,4 22.465,3 22.035,6 23.246,9 24.168,0 46.678,8 61.761,6 67.616,2 76.090,8 84.045,3
Perdagangan, hotel, dan restoran 73.523,8 60.130,7 60.093,7 63.448,8 66.691,8 99.581,9 146.740,1 175.835,4 194.910,1 239.959,2
Perdagangan besar dan eceran 58.842,3 47.845,9 47.574,5 50.284,3 52.859,0 77.543,3 116.688,5 140.588,7 155.184,4 193.692,6
Hotel dan restoran 14.681,6 12.284,8 12.519,2 13.164,5 13.832,7 22.038,6 30.051,6 35.246,7 39.725,7 46.266,6
Pengangkutan dan komunikasi 31.782,5 26.975,1 26.772,1 29.284,0 31.483,0 38.530,9 51.937,2 55.189,6 64.550,1 79.824,8
Pengangkutan 25.609,1 20.503,8 19.737,6 21.430,5 22.746,9 31.497,6 41.837,2 42.735,7 49.336,7 62.274,4
Komunikasi 6.173,4 6.471,3 7.034,5 7.853,5 8.736,1 7.033,3 10.100,0 12.453,9 15.213,4 17.550,4
Keuangan, persewaan, dan jasa
perusahaan 38.543,0 28.278,7 26.244,6 27.382,7 28.201,1 54.360,3 69.891,7 71.220,2 79.476,8 92.459,4
Bank 1) 19.956,0 13.173,0 11.861,7 12.429,5 12.899,0 25.205,2 31.710,2 31.088,6 35.404,8 42.234,2
Sewa bangunan & jasa perusahaan 18.587,0 15.105,7 14.382,8 14.953,1 15.302,2 29.155,1 38.181,5 40.131,6 44.072,1 50.225,2
Jasa-jasa 37.934,5 36.475,0 37.184,0 38.001,5 38.749,9 55.962,0 82.102,5 104.955,3 121.636,9 141.017,8
Pemerintahan umum 23.616,5 21.887,5 22.250,6 22.555,1 22.795,4 32.127,9 40.641,0 59.745,0 69.460,2 81.850,9
Swasta 14.318,0 14.587,5 14.933,4 15.446,4 15.954,5 23.834,1 41.445,8 48.210,3 52.176,7 59.166,9
PRODUK DOMESTIK BRUTO 433.245,9 376.374,9 379.352,5 397.934,3 411.132,1 627.695,6 989.611,6 1.099.731,6 1.282.017,6 1.490.974,2
Nonmigas 398.675,8 341.992,5 345.418,5 363.676,1 378.153,8 578.037,0 881.555,5 992.179,1 1.097.770,6 1.286.032,8
Migas 34.570,1 34.382,4 33.934,0 34.258,2 32.978,3 49.658,6 108.056,1 107.552,5 184.247,0 204.941,4

1) Termasuk lembaga keuangan di luar bank dan jasa penunjang keuangan


Sumber : Badan Pusat Statistik

264
Lampiran

Tabel 3
Pengaruh Nilai Tukar Dagang terhadap Produk Domestik Bruto
(miliar rupiah)

Rincian 1997 1998 1999 2000* 2001**

1. Ekspor barang dan jasa


atas dasar harga berlaku 174.871,3 506.244,8 390.560,1 542.992,4 612.482,2

2. Ekspor barang dan jasa


atas dasar harga konstan 121.157,9 134.707,2 91.863,6 116.193,6 118.377,0

3. Deflator ekspor (1:2) x 100) 144,3 375,8 425,2 467,3 517,4

4. Impor barang dan jasa


atas dasar harga berlaku 176.599,8 413.058,1 301.654,0 407.036,4 485.699,7

5. Impor barang dan jasa


atas dasar harga konstan 139.796,1 132.400,7 78.546,4 95.112,1 102.772,7

6. Deflator impor (4:5) x 100) 126,3 312,0 384,0 428,0 472,6

7. Indeks nilai tukar dagang (3:6) x 100) 114,3 120,5 110,7 109,2 109,5

8. Perubahan indeks
nilai tukar dagang (%) 7,89 5,43 -8,10 -1,36 0,26

9. Kapasitas impor riil dari ekspor


(1:6) x 100) 138.427,8 162.270,6 101.696,3 126.880,9 129.599,5

10. Pengaruh nilai tukar dagang (9 - 2) 17.269,9 27.563,4 9.832,7 10.687,3 11.222,5

11. Perubahan nilai tukar dagang (%) 160,33 59,60 -64,33 8,69 5,01

12. PDB atas dasar harga konstan 1993 433.246,0 376.374,7 379.352,5 397.934,3 411.132,1

13. Perubahan PDB atas dasar


harga konstan (%) 4,70 -13,13 0,79 4,90 3,32

14. Pendapatan Domestik Bruto (PnDB) -415.976,1 -348.811,3 -369.519,8 -387.247,0 -399.909,6
(10 - 12)

15. Pertumbuhan PnDB (%) 2,16 -16,15 5,94 4,80 3,27

Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah)

265
Lampiran

Tabel 4
Hasil Beberapa Jenis Produk Sektor Pertanian
(ribu ton)

Rincian 1997 1998 1999 2000 2001

Tanaman pangan
Padi 49.377,1 49.236,7 50.866,4 51.898,9 50.096,5 1)
Jagung 8.770,9 10.169,4 9.204,0 9.676,9 9.121,4 1)
Ubi kayu 15.134,0 14.696,2 16.458,5 16.089,0 -
Ubi jalar 1.847,5 1.935,0 1.665,5 1.827,7 -
Kacang tanah 688,3 692,4 659,6 736,5 695,8 1)
Kacang kedelai 1.356,9 1.305,6 1.382,8 1.017,6 862,6 1)
Kacang hijau 261,7 306,1 265,1 289,9 286,5 1)

Tanaman perkebunan
Karet Kering 309,8 330,9 303,7 336,2 138,3 2)
Minyak Sawit 2.980,9 3.855,4 4.024,8 4.094,0 1.466,5 2)
Biji Sawit 708,3 778,3 914,6 930,6 333,3 2)
Coklat 59,7 83,0 59,0 59,7 23,6 2)
Kopi 23,0 24,1 27,3 29,5 2,6 2)
Teh 99,9 157,2 132,2 127,8 56,2 2)
Kulit Kina 0,1 0,4 0,4 0,6 0,1 2)
Gula Tebu 2.166,7 2.065,3 1.907,5 1.896,3 224,4 2)
Tembakau 8,1 17,8 28,1 14,8 0,3 2)

Kehutanan
Kayu Bulat 3) 29.520,3 19.026,9 20,619,9 - -
Kayu Gergajian 3) 2.613,5 2.707,2 2,060,2 - -
Kayu Lapis 3) 6.709,8 7.154,7 4,611,9 - -

Peternakan
Daging 1.555,1 1.228,5 1.193,5 1.445,2 1.450,7 4)
Telur 768,6 529,8 640,4 783,3 793,8 4)
Susu (juta liter) 423,7 375,4 436,0 495,7 505,0 4)

Perikanan
Laut 3.613,0 3.837,0 3.950,0 - -
Darat 966,5 1.000,0 1.020,0 - -

1) Angka Prakiraan Triwulan III-2001


2) Data sampai dengan bulan Juli 2001
3) Tahun fiskal dalam ribu meter kubik
4) Angka sementara
Sumber : – Departemen Pertanian
– Departemen Kehutanan
– Badan Pusat Statistik

266
Lampiran

Tabel 5
Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas
Tanaman Pangan

Rincian 1997 1998 1999 2000 20011)

Produksi (ribu ton)


Padi 49.377,1 49.236,7 50.866,4 51.898,9 50.096,5
Jagung 8.770,9 10.169,4 9.204,0 9.676,9 9.121,4
Ubi kayu 15.134,0 14.696,2 16.458,5 16.089,0 -
Ubi jalar 1.847,5 1.935,0 1.665,5 1.827,7 -
Kacang tanah 688,3 692,4 659,6 736,5 695,8
Kacang kedelai 1.356,9 1.305,6 1.382,8 1.017,6 862,6
Kacang hijau 261,7 306,1 265,1 289,9 286,5

Luas panen (ribu hektar)


Padi 11.140,6 11.730,3 11.963,2 11.793,5 11.412,0
Jagung 3.355,2 3.847,8 3.456,4 3.500,3 3.305,1
Ubi kayu 1.243,4 1.205,4 1.350,0 1.284,0 1.279,9
Ubi jalar 195,4 202,1 172,2 194,3 167,1
Kacang tanah 628,1 651,1 625,0 683,6 650,7
Kacang kedelai 1.119,1 1.095,1 1.151,1 824,5 723,0
Kacang hijau 294,2 339,2 298,1 131,3 319,6

Produktivitas (kuintal/hektar)
Padi 44,3 42,0 42,5 44,0 43,9
Jagung 26,1 26,4 26,6 27,6 27,6
Ubi kayu 121,7 121,9 121,9 125,3 -
Ubi jalar 94,5 95,8 96,7 94,1 -
Kacang tanah 11,0 10,6 10,6 10,8 10,7
Kacang kedelai 12,1 11,9 12,0 12,3 11,9
Kacang hijau 8,9 9,0 8,9 22,1 9,0

1) Angka Prakiraan Triwulan III 2001


Sumber : Departemen Pertanian

267
Lampiran

Tabel 6
Hasil Beberapa Jenis Produk
Sektor Pertambangan dan Penggalian

Rincian Satuan 1997 1998 1999 2000 2001

Pertambangan Migas
Minyak Mentah 1) Juta Barel 576,4 569,2 545,7 507,3 448,7 2)

3)
LNG Ribu Metric Ton 27.136,7 27.179,9 29.812,4 27.203,0 10.727,2
3)
LPG Ribu Metric Ton 2.805,1 2.312,2 2.249,8 2.047,3 892,2

Pertambangan Non Migas


4)
Batubara Ribu Metric Ton 52.074,3 60.320,8 69.357,6 76.820,2 52.406,8
4)
Nikel Ribu Metric Ton 2.829,9 2.734,0 3.245,3 3.349,3 2.079,5
Tembaga 1) Ribu Metric Ton 1.840,7 2.640,0 2.645,2 3.193,5 2.241,8 4)

4)
Timah Ribu Metric Ton 55,2 54,0 47,8 50,2 48,7
4)
Bauksit Ribu Metric Ton 808,7 1.055,6 1.142,5 1.175,4 926,8
4)
Pasir Besi Ribu Metric Ton 487,4 561,0 562,3 538,9 341,9
4)
Emas Ribu Kg 90,0 124,0 129,0 117,6 99,3
4)
Perak Ribu Kg 270,4 350,0 292,3 334,6 154,6

1) Termasuk Kondensat
2) Data sampai dengan bulan November 2001
3) Data sampai dengan bulan Mei 2001
4) Data sampai dengan bulan September 2001
Sumber : - Departemen Pertambangan dan Energi
- Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi
- Badan Pusat Statistik

Tabel 7
Penjualan Tenaga Listrik
(juta KWJ)1)

Tahun 1997 1998 1999 2000 20011)

Total 64.314,5 64.383,3 71.337,7 79.050,3 69.964,5


Sosial 1.396,3 1.425,8 1.488,7 1.667,1 1.508,0
Rumah Tangga 22.642,4 24.391,0 26.859,2 30.506,0 27.381,8
Bisnis 8.660,4 8.507,5 9.332,2 10.224,4 9.002,1
Industri 29.358,1 27.779,1 31.338,5 33.994,4 29.876,3
Publik 2.257,3 2.280,0 1.341,6 2.096,7 1.990,9
Multiguna - - 977,3 561,7 205,4

1) Data sampai dengan bulan Oktober 2001


Sumber : PT. Perusahaan Listrik Negara

268
Lampiran

Tabel 8
Perkembangan Upah Minimum Harian Regional per Propinsi
(dalam rupiah)

Rincian 1997 1998 1999 2000 2001

D.I. Aceh 4.270 4.900 5.700 8.833 10.000


Sumatera Utara 5.030 5.800 7.000 8.467 11.350
Sumatera Barat 3.970 4.567 5.333 6.667 8.333
Riau 5.050 5.800 7.267 10.000 14.050
Batam 7.830 9.000 9.667 14.167 17.000
Jambi 3.980 4.583 5.000 5.767 8.167
Sumatera Selatan 4.250 5.183 5.850 6.533 8.500
Bengkulu 4.250 4.883 5.000 5.777 8.000
Lampung 4.200 4.833 5.333 6.400 8.000
DKI Jakarta 5.750 6.617 7.700 11.475 14.208
Jawa Barat 5.120 5.892 6.958 7.667 8.167
Jawa Tengah 3.770 4.333 5.100 6.167 8.167
D.I. Yogyakarta 3.550 4.083 4.333 6.483 7.917
Jawa Timur 4.150 4.767 5.683 0 8.355
Bali 4.720 5.417 5.883 6.343 10.325
Nusa Tenggara Barat 3.600 4.133 4.833 6.000 8.000
Nusa Tenggara Timur 3.550 4.083 4.767 6.133 9.167
Timor Timur 4.600 5.283 6.100 0 n.a.
Kalimantan Barat 4.220 4.850 5.833 7.600 10.150
Kalimantan Tengah 4.600 5.283 6.500 9.500 12.067
Kalimantan Selatan 4.170 4.800 5.533 6.667 9.833
Kalimantan Timur 5.100 5.867 6.467 7.767 10.000
Sulawesi 3.930 4.517 5.167 6.200 12.400
Sulawesi 3.550 4.083 5.000 6.767 8.167
Sulawesi 3.750 4.317 4.933 6.667 10.000
Sulawesi 4.030 4.633 5.333 7.000 9.167
Maluku 4.530 5.217 6.000 6.000 7.667
Irian Jaya 5.670 6.517 7.500 10.500 13.333

Rata-rata 1) 4.347 5.009 5.782 7.053 9.750


Rata-rata 2) 4.471 5.151 5.921 7.316 10.018
Perubahan (%) 3) 10 15 15 22 38

1) Tidak termasuk Batam


2) Termasuk Batam
3) Perubahan tidak termasuk Batam
Sumber : Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (diolah)

269
Lampiran

Tabel 9
Rencana Penanaman Modal Dalam Negeri
yang Disetujui Pemerintah menurut Sektor
(miliar rupiah)

Jumlah1)
Sektor 1997 1998 1999 2000 20012) 1968 s.d. Juli 2000

Nilai a) Proyek b)

Pertanian, kehutanan, dan perikanan 14.807,7 5.315,1 2.408,3 1.578,7 1.331,0 88.020,7 1.711
Pertanian 13.737,5 4.757,9 1.614,8 1.408,3 731,0 70.944,4 1.094
Kehutanan 165,5 542,9 749,3 35,0 445,9 6.608,7 301
Perikanan 904,7 14,3 44,2 135,4 154,1 10.467,6 316

Pertambangan 126,3 116,3 174,0 36,4 1.198,2 5.974,4 172


Industri 79.334,3 44.908,0 46.747,5 81.976,1 41.609,1 580.991,0 6.561
Makanan 13.048,6 6.711,8 12.729,9 8.547,6 8.957,0 153.704,9 990
Tekstil 6.831,3 1.137,6 2.561,5 2.386,4 2.217,4 56.017,6 1.358
Kayu 762,2 1.971,9 1.229,0 168,8 546,5 19.342,0 816
Kertas 11.841,9 12.754,1 20.244,1 8.174,2 4.771,0 101.120,1 423
Kimia dan farmasi 22.497,2 15.583,2 2.480,9 56.435,9 22.236,2 122.656,5 1.350
Mineral bukan logam 11.638,7 3.469,0 70,4 3.523,0 596,5 63.561,2 436
Logam dasar 8.021,5 1.786,3 6.354,2 274,3 287,0 33.437,8 211
Barang-barang logam 4.683,9 960,9 1.070,7 2.465,9 0,0 30.024,3 873
Lain-lain 9,0 533,2 6,8 0,0 1.997,5 1.126,6 104

Konstruksi 877,0 1.992,0 395,1 843,6 2.006,8 9.569,2 170


Perhotelan 2.587,9 1.150,4 1.379,9 153,5 2.459,0 32.676,8 717
Pengangkutan 4.649,4 3.260,5 225,3 1.801,6 1.416,4 26.151,8 1.004
Perumahan dan perkantoran 4.300,5 1.547,5 995,5 292,6 4.540,9 37.540,0 369
Jasa lainnya 13.189,8 2.459,5 1.226,3 1.611,9 1.635,1 28.715,4 387

Jumlah 119.872,9 60.749,3 53.551,9 88.294,4 56.196,5 809.639,3 11.091

1) a. Data kumulatif investasi sejak 1968 merupakan penjumlahan dari investasi baru, perluasan, alih status, perubahan, dan penggabungan dikurangi pembatalan
b. Data kumulatif proyek sejak 1968 merupakan penjumlahan dari proyek baru, alih-status, dan penggabungan dikurangi pencabutan
Data terakhir kumulatif nilai investasi & proyek (PMDN) sejak th. 1968 hanya sampai dengan Juli 2000
2) Data s.d. akhir Desember 2001
Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal

270
Lampiran

Tabel 10
Penyebaran Rencana Penanaman Modal Dalam Negeri
yang Disetujui Pemerintah menurut Dati I
(miliar rupiah)

Jumlah1)
Daerah Tingkat I 1997 1998 1999 2000 20012) 1968 s.d. Juli 2000

Nilai a) Proyek b)

Jawa dan Madura 63.680,8 18.871,5 22.126,8 17.314,0 20.272,4 401.423,9 7.419
DKI Jakarta 8.553,5 4.289,7 1.260,5 3.521,8 7.845,4 71.339,3 1.841
Jawa Barat 37.423,5 8.117,1 18.393,9 9.742,2 7.024,7 3) 221.414,4 3.434
Jawa Tengah 5.764,2 2.574,9 849,6 1.019,5 2.174,3 36.884,6 758
DI Yogyakarta 235,6 6,0 34,6 119,9 105,5 2.053,4 127
Jawa Timur 11.704,0 3.883,8 1.588,2 2.910,6 3.122,5 69.732,2 1.259

Sumatera 33.561,7 10.669,4 14.746,3 35.584,3 8.677,3 239.389,2 1.677


DI Aceh 1.114,1 1.297,3 94,2 89,6 64,4 9.435,6 135
Sumatera Utara 3.395,5 1.101,5 1.079,4 363,8 981,6 15.841,5 356
Sumatera Barat 522,6 336,8 597,6 575,5 1,0 90.401,7 137
Riau 11.862,4 4.925,1 9.091,5 33.285,1 5.584,5 61.807,6 470
Jambi 9.793,5 1.429,4 3.001,7 882,2 771,5 28.618,3 90
Sumatera Selatan 5.391,4 882,7 149,3 67,7 625,6 19.123,8 251
Bengkulu 630,7 4,0 121,4 22,5 0,0 3.013,6 58
Lampung 851,5 692,6 611,2 297,9 648,7 11.147,1 180

Kalimantan 13.935,7 11.966,6 5.359,5 4.277,7 3.776,9 77.561,5 845


Kalimantan Barat 3.825,9 416,9 222,6 21,1 10,1 20.110,6 253
Kalimantan Tengah 1.688,0 9.093,4 3.561,4 331,5 164,3 20.243,0 145
Kalimantan Selatan 4.300,1 640,6 410,5 3.064,8 188,4 12.899,4 166
Kalimantan Timur 4.121,7 1.815,7 1.165,0 860,3 3.414,1 24.308,5 281

Sulawesi 3.849,9 13.022,9 1.795,8 30.297,3 20.191,3 39.054,2 475


Sulawesi Utara 277,8 1.132,4 51,8 1.487,5 2.241,6 4) 6.062,4 91
Sulawesi Tengah 725,5 630,7 543,9 262,5 1.067,8 6.389,0 74
Sulawesi Selatan 1.880,0 11.168,7 696,2 28.380,4 16.581,5 22.443,0 268
Sulawesi Tenggara 966,6 91,1 503,9 166,9 300,4 4.159,8 42

Nusa Tenggara 1.222,5 1.289,0 35,2 757,0 1,600,6 5.237,3 131


Nusa Tenggara Barat 352,5 638,5 14,9 755,5 519,7 2.821,1 78
Nusa Tenggara Timur 870,0 650,5 20,3 1,5 1.080,9 2.416,2 53

Bali 850,7 804,6 1.002,7 21,6 540,2 10.979,2 316


Timor Timur 0,0 2.802,6 47,8 0,0 0,0 3.359,4 8
Maluku 1.060,0 44,5 20,0 0,0 0,0 7.688,7 133
Irian Jaya 1.711,6 1.278,7 8.416,0 42,5 1.137,8 24.945,9 87

Jumlah 119.872,9 60.749,8 53.550,1 88.294,4 56.196,5 809.639,3 11.091

1) a. Data kumulatif investasi sejak 1968 merupakan penjumlahan dari investasi baru, perluasan, alih status, perubahan, dan penggabungan dikurangi pembatalan
b. Data kumulatif proyek sejak 1968 merupakan penjumlahan dari proyek baru, alih-status, dan penggabungan dikurangi pencabutan
Data terakhir kumulatif nilai investasi & proyek (PMDN) sejak th. 1968 hanya sampai dengan Juli 2000
2) Data s.d. akhir Desember 2001
3) Termasuk Propinsi Banten
4) Termasuk Propinsi Gorontalo
Sumber : - Badan Koordinasi Penanaman Modal

271
Lampiran

Tabel 11
Rencana Penanaman Modal Asing
yang Disetujui Pemerintah menurut Sektor
(juta $)

Jumlah1)
Sektor 1997 1998 1999 2000 20012) 1967 s.d. Juli 2000

Nilai a) Proyek b)

Pertanian, kehutanan, dan perikanan 463,7 998,2 482,4 443,5 387,3 8.063,6 380
Pertanian 436,6 965,2 412,7 388,9 281,3 6.686,6 240
Kehutanan 0,0 0,0 0,0 5,0 100,5 653,1 28
Perikanan 27,1 33,0 69,7 49,6 5,5 723,9 112

Pertambangan 1,6 0,3 14,2 1,1 112,4 9.925,3 207


Industri 23.017,3 8.388,2 6.929,2 10.633,7 5.097,7 146.967,7 4.376
Makanan 572,8 342,0 680,9 701,3 278,8 7.276,6 352
Tekstil 372,6 216,9 240,2 400,3 328,0 7.730,4 800
Kayu 69,7 70,8 113,2 157,0 19,9 2.369,2 391
Kertas 5.353,3 40,8 1.411,8 88,0 741,2 24.809,9 130
Kimia dan farmasi 12.376,4 6.178,8 3.268,2 7.406,4 2.309,7 68.478,9 928
Mineral bukan logam 1.457,3 237,1 110,4 9,6 105,0 7.068,8 166
Logam dasar 357,0 394,4 501,3 830,7 651,0 9.786,2 136
Barang-barang logam 2.331,7 890,5 593,0 1.005,5 0,0 18.801,2 1.337
Lain-lain 126,5 16,9 10,2 34,9 664,1 646,5 136

Konstruksi 306,8 197,8 153,4 125,3 47,6 2.049,0 376


Perhotelan 462,6 451,1 228,6 257,0 891,6 11.327,4 331
Pengangkutan 5.900,0 79,0 102,7 1.217,3 378,0 13.529,6 279
Perumahan dan perkantoran 1.397,6 1.270,9 171,1 301,5 177,4 12.697,6 221
Jasa lainnya 2.282,9 2.177,6 2.800,2 2.303,4 1.887,6 23.922,3 2.278

Jumlah 33.832,5 13.563,1 10.881,8 15.282,8 8.979,6 228.482,5 8.448

1) a. Data kumulatif investasi sejak 1967 merupakan penjumlahan dari investasi baru, perluasan, alih status, perubahan, dan penggabungan dikurangi pembatalan
b. Data kumulatif proyek sejak 1967 merupakan penjumlahan dari proyek baru, alih-status, dan penggabungan dikurangi pencabutan
Data terakhir kumulatif nilai investasi & proyek (PMA) sejak th. 1967 hanya sampai dengan Juli 2000
2) Data s.d. akhir Desember 2001
Sumber : - Badan Koordinasi Penanaman Modal

272
Lampiran

Tabel 12
Penyebaran Rencana Penanaman Modal Asing
yang Disetujui Pemerintah menurut Dati I
(juta $)

Jumlah1)
Daerah Tingkat I 1997 1998 1999 2000 20012) 1967 s.d. Juli 2000

Nilai a) Proyek b)

Jawa dan Madura 20.535,0 10.840,4 2.635,9 10.539,9 5.718,9 144.536,6 6.345
DKI Jakarta 6.136,1 1.700,1 783,8 3.270,5 1.145,0 34.897,1 2.754
Jawa Barat 7.973,3 5.504,1 1.498,2 3.138,0 2.771,9 3) 64.993,2 2.646
Jawa Tengah 2.195,7 3.066,7 69,7 3.013,8 116,0 13.837,6 267
DI Yogyakarta 14,3 6,0 10,5 4,0 10,0 309,9 45
Jawa Timur 4.215,6 563,5 273,7 1.113,6 1.676,0 30.498,8 633
Sumatera 11.163,9 1.415,7 7.652,6 2.945,6 2.325,5 49.753,1 1.061
DI Aceh 771,9 6,2 51,8 1.811,1 6,0 2.549,5 44
Sumatera Utara 3.514,6 229,6 102,7 193,3 82,3 9.978,0 203
Sumatera Barat 7,1 175,8 344,9 18,5 37,3 1.036,2 52
Riau 6.743,0 537,1 6.956,9 418,0 2.093,9 24.801,8 607
Jambi 0,0 201,9 42,0 252,7 5,6 4.407,8 19
Sumatera Selatan 73,2 129,3 39,7 215,5 44,6 5.147,4 61
Bengkulu 0,0 37,7 18,4 0,2 1,9 258,1 23
Lampung 54,1 98,1 96,2 36,3 53,9 1.574,3 52
Kalimantan 1.056,1 722,7 226,8 137,0 235,0 11.513,7 267
Kalimantan Barat 28,2 251,2 102,0 3,3 21,8 1.225,6 73
Kalimantan Tengah 6,0 0,4 50,3 74,8 11,8 547,4 55
Kalimantan Selatan 438,7 73,4 30,3 3,1 9,7 3.279,0 49
Kalimantan Timur 583,2 397,7 44,2 55,8 191,7 6.461,7 90
Sulawesi 426,1 192,7 141,8 68,5 70,8 8.916,0 170
Sulawesi Utara 358,8 157,4 24,1 22,2 1,1 1.117,9 68
Sulawesi Tengah 5,5 6,9 2,7 1,8 0,5 172,2 21
Sulawesi Selatan 58,3 27,8 12,5 36,5 68,7 7.373,8 60
Sulawesi Tenggara 3,5 0,6 102,5 8,0 0,5 252,1 21
Nusa Tenggara 14,6 57,2 15,0 1.413,5 5,7 3.936,8 77
Nusa Tenggara Barat 0,6 34,6 13,6 1.408,5 5,0 3,774,3 59
Nusa Tenggara Timur 14,0 22,6 1,4 5,0 0,7 162,5 18
Bali 114,7 308,5 193,8 125,8 518,9 3.381,7 441
Timor Timur 0,0 12,4 0,0 0,0 0,0 45,2 2
Maluku 17,8 4,9 1,7 0,1 9,3 395,5 28
Irian Jaya 504,4 8,6 23,2 52,4 95,5 6.003,9 57

Jumlah 33.832,6 13.563,1 10.890,8 15.282,8 8.979,6 228.482,5 8.448

1) a. Data kumulatif investasi sejak 1967 merupakan penjumlahan dari investasi baru, perluasan, alih status, perubahan, dan penggabungan dikurangi pembatalan
b. Data kumulatif proyek sejak 1967 merupakan penjumlahan dari proyek baru, alih- status, dan penggabungan dikurangi pencabutan
Data terakhir kumulatif nilai investasi & proyek (PMA) sejak th. 1967 hanya sampai dengan Juli 2000
2) Data s.d. akhir Desember 2001
3) Termasuk Propinsi Banten
Sumber : - Badan Koordinasi Penanaman Modal

273
Lampiran

Tabel 13
Rencana Penanaman Modal Asing
yang Disetujui Pemerintah menurut Negara Asal
(juta $)

Jumlah 1)

Negara Asal 1997 1998 1999 2000 20012) 1967 s.d. Juli 2000
Nilai a) Proyek b)

Eropa 11.740,2 5.311,0 730,2 5.864,8 920,4 41.250,8 1.254


Belanda 319,5 411,8 48,7 1.159,2 88,0 6.228,8 267
Belgia 16,5 11,5 9,8 5,7 0,2 367,3 50
Inggris 5.473,6 4.745,3 507,0 3.574,0 722,6 21.163,5 390
Jerman 4.467,8 71,0 87,1 958,6 42,7 8.329,1 192
Perancis 456,6 7,5 22,7 64,4 14,4 1.219,8 107
Swiss 73,5 35,1 42,1 42,2 11,7 1.083,1 74
Lainnya 932,7 28,8 12,8 60,7 40,8 2.859,2 174
Amerika 1.112,8 699,6 144,2 254,3 81,3 11.642,4 550
Amerika Serikat 1.017,7 568,3 136,7 243,1 72,6 10.449,2 397
Kanada 6,2 8,1 3,2 3,6 8,4 156,7 109
Lainnya 88,9 123,2 4,3 7,6 0,3 1.036,5 44
Asia 15.169,6 4.673,8 6.486,1 3.824,0 6.154,0 110.509,6 5.103
Hongkong 251,0 549,1 76,9 106,2 39,4 14.594,4 404
Jepang 5.421,3 1.330,7 644,3 1.961,1 759,7 36.586,1 1.179
Korea Selatan 1.409,9 202,4 263,0 688,4 357,2 9.490,0 936
Malaysia 2.289,3 1.060,2 186,1 167,7 2.226,3 7.035,3 366
Filipina 0,0 62,5 4,9 7,4 1,8 165,2 26
Singapura 2.298,6 1.267,4 731,1 535,0 1.129,5 19.190,2 1.094
Taiwan 3.419,4 165,4 1.489,3 131,0 72,1 16.100,7 809
Thailand 19,1 2,8 8,4 6,8 3,0 1.781,8 38
Lainnya 61,0 33,3 3.082,1 220,4 1.565,0 5.565,9 251
Australia 187,5 85,1 2.458,5 58,6 255,2 9.501,0 456
Afrika 93,5 75,2 65,6 466,5 560,1 1.440,1 47
Gabungan negara 5.528,9 2.718,4 1.006,0 4.814,6 1.008,6 54.138,6 1.038

Jumlah 33.832,5 13.563,1 10.890,6 15.282,8 8.979,6 228.482,5 8.448

1) a. Data kumulatif investasi sejak 1967 merupakan penjumlahan dari investasi baru, perluasan, alih status, perubahan, dan penggabungan dikurangi pembatalan
b. Data kumulatif proyek sejak 1967 merupakan penjumlahan dari proyek baru, alihstatus, dan penggabungan dikurangi pencabutan
Data terakhir kumulatif nilai investasi & proyek (PMA) sejak th. 1967 hanya sampai dengan Juli 2000
2) Data s.d. akhir Desember 2001
Sumber : - Badan Koordinasi Penanaman Modal

274
Lampiran

Tabel 14
Indeks Harga Konsumen Indonesia

Bahan Makanan Peru- Kese- Pendidikan, Transpor Perubahan


Makanan Jadi, mahan Sandang hatan Rekreasi & dan Umum Indeks
Akhir periode 1) Minuman, Olahraga Komunikasi Umum
Rokok dan
Tembakau

1994 2) 156,97 - 178,57 147,53 161,69 - - 163,17 9,24


1995 179,14 - 188,93 157,42 173,33 - - 177,83 8,64
1996 189,99 - 198,00 166,76 190,72 - - 189,62 6,47
1997 227,88 - 210,36 179,96 206,72 - - 211,62 11,05
1998 263,22 211,58 159,03 219,71 212,54 161,84 163,70 198,64 1,23
Januari - Maret 166,71 142,23 128,61 161,39 155,88 134,74 119,74 142,15 27,11
April - Juni 3) 196,39 167,92 139,17 195,29 171,97 140,84 150,38 163,89 15,29
Juli - September 261,00 207,21 155,92 225,22 204,49 162,17 163,18 196,23 19,73
Oktober - Desember 163,22 211,58 159,03 219,71 212,54 161,84 163,70 198,64 1,23
1999 - - - - - - - - 2,01
Januari 281,09 213,80 160,62 232,11 214,07 161,40 164,95 204,54 2,97
Februari 287,60 216,87 162,06 234,23 214,12 161,89 164,29 207,12 1,26
Maret 281,65 216,34 162,92 234,71 215,80 162,05 169,16 206,75 -0,18
April 275,09 215,52 164,04 233,58 216,57 162,04 169,07 205,34 -0,68
Mei 271,38 215,20 164,91 231,18 217,60 162,59 170,06 204,76 -0,28
Juni 268,25 215,16 165,34 228,32 218,22 163,06 170,23 204,07 -0,34
Juli 258,96 214,87 166,06 224,69 219,48 163,87 169,94 201,93 -1,05
Agustus 248,54 215,33 165,87 226,56 220,98 166,48 169,68 200,05 -0,93
September 239,06 216,26 166,12 229,63 220,00 169,52 169,94 198,68 -0,68
Oktober 4) 237,24 216,13 166,45 232,23 220,06 170,17 171,31 198,79 0,06
November 240,00 216,51 165,93 228,38 219,97 170,42 171,56 199,00 0,25
Desember 249,54 219,20 166,77 233,21 220,37 170,44 172,20 202,45 1,73
2000 - - - - - - - - 9,35
Januari 256,85 220,00 167,56 237,47 220,87 170,43 173,68 205,12 1,32
Februari 256,00 220,17 168,34 239,79 221,85 170,23 173,45 205,27 0,07
Maret 250,16 219,97 169,05 240,09 222,43 171,83 174,01 204,34 -0,45
April 246,16 225,28 171,03 240,50 224,87 173,50 176,83 205,48 0,56
Mei 246,08 225,07 174,18 242,55 225,76 174,91 181,19 207,21 0,84
Juni 246,47 227,25 174,87 244,54 226,50 175,41 182,54 208,24 0,50
Juli 251,39 229,45 176,06 248,54 229,42 178,51 183,37 210,91 1,28
Agustus 246,68 231,43 176,71 247,01 230,43 195,70 184,69 211,99 0,51
September 240,76 232,73 177,93 247,12 236,19 198,02 186,65 211,87 -0,06
Oktober 241,37 237,42 180,60 248,68 238,16 199,24 191,19 214,33 1,16
November 246,96 241,62 182,93 249,95 240,47 199,50 191,78 217,15 1,32
Desember 259,53 243,49 183,61 256,98 241,46 200,28 194,00 221,37 1,94
2001 - - - - - - - - 12,55
Januari 258,68 245,87 184,74 259,03 242,26 200,61 193,21 222,10 0,33
Februari 263,04 247,59 185,96 258,88 244,77 201,38 194,29 224,04 0,87
Maret 265,51 250,49 188,19 260,70 247,97 202,17 195,00 226,04 0,89
April 262,89 252,77 190,09 264,85 252,17 203,41 196,06 227,07 0,46
Mei 266,84 255,28 191,63 270,08 254,79 203,89 197,42 229,63 1,13
Juni 270,43 261,35 194,72 271,94 257,03 204,61 204,14 233,46 1,67
Juli 274,88 266,46 197,93 272,10 259,74 209,40 218,09 238,52 2,12
Agustus 268,42 267,54 199,69 264,80 260,26 218,08 218,12 237,92 -0,21
September 266,45 269,14 203,04 266,57 260,62 222,74 219,75 239,44 0,64
Oktober 269,53 270,38 203,89 271,77 261,32 223,38 219,99 241,06 0,68
November 282,50 272,38 206,05 274,81 262,26 223,57 220,14 245,18 1,71
Desember 290,74 278,75 208,57 277,90 262,99 224,12 221,47 249,15 1,62

1) Angka tahunan/triwulanan adalah angka akhir periode yang bersangkutan


2) Berdasarkan April 1988 - Maret 1989 = 100 dengan 4 kelompok: kolom (2) adalah kelompok Makanan; kolom (6) adalah kelompok Aneka Barang dan Jasa
3) Berdasarkan Januari 1996 - Desember 1996 = 100, IHK dihitung di 44 kota dan dibagi menjadi 7 kelompok
4) Sejak Oktober 1999, IHK dihitung di 43 kota (minus kota Dili)
Sumber : Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi

275
Lampiran

Tabel 15
Indeks Harga Perdagangan Besar Indonesia 1)

Perubahan 2001
Kelompok 1997 1998 1999 2000 2001 terhadap 2000
(%)

Pertanian 445 750 410 459 567 24


Pertambangan dan penggalian 318 396 214 236 275 17
Industri 275 455 268 278 309 11
Impor 260 598 289 316 356 13
Ekspor 238 592 366 461 669 45
Migas 204 474 355 393 462 18
Nonmigas 353 994 370 634 521 -18
Indeks Umum 282 568 314 353 403 14

1) Angka tahunan merupakan rata-rata Indeks selama satu tahun yang bersangkutan
Tahun 1996 - 1998, perhitungan Indeks Harga Perdagangan Besar menggunakan tahun dasar 1983 (1983=100)
Tahun 1999 - 2001, perhitungan Indeks Harga Perdagangan Besar menggunakan tahun dasar 1993 (1993=100)
Sumber : Badan Pusat Statistik

276
Lampiran

Tabel 16
Perkembangan Laju Inflasi di 43 Kota
(persen)

Kota 1997 1998 1) 1999 2) 2000 2001

Lhokseumawe 8,44 79,66 6,61 8,73 11,67


Banda Aceh 9,90 79,01 5,57 10,57 16,60
Padang Sidempuan 16,84 85,72 -0,14 3,95 9,84
Sibolga 14,60 85,01 1,65 6,95 8,66
Pematang Siantar 15,14 80,23 -0,54 4,67 13,55
Medan 13,10 83,81 1,68 5,90 15,50
Padang 10,72 87,20 4,23 10,99 9,86
Pekanbaru 11,05 75,86 4,35 10,34 14,65
Batam 17,13 52,89 -0,28 9,00 12,64
Jambi 9,89 72,31 0,49 8,40 10,11
Palembang 13,58 89,18 -1,01 8,49 15,15
Bengkulu 9,21 84,10 0,47 8,21 10,58
Bandar Lampung 9,70 85,22 3,34 10,18 12,94
Jakarta 11,70 74,42 1,77 10,29 11,52
Tasikmalaya 10,44 73,55 1,58 4,57 16,71
Serang/Celegon 12,45 65,43 -0,04 7,03 12,75
Bandung 9,95 72,59 4,29 8,52 11,91
Cirebon 10,74 62,23 4,75 6,52 12,93
Purwokerto 9,38 80,93 0,99 10,02 11,76
Surakarta 9,07 66,38 0,46 7,89 15,58
Semarang 10,88 67,19 1,51 8,73 13,98
Tegal 10,44 67,73 1,11 7,85 11,26
Yogyakarta 10,72 77,46 2,51 7,32 12,56
Jember 9,89 84,95 3,16 10,35 13,92
Kediri 12,75 77,08 -0,64 7,05 15,91
Malang 7,38 93,16 1,49 10,62 12,45
Surabaya 9,11 95,21 0,24 10,46 14,13
Denpasar 9,75 75,11 4,39 9,81 11,52
Mataram 8,66 90,50 0,59 5,19 14,76
Kupang 7,71 62,58 10,65 10,62 12,34
Pontianak 12,29 78,85 4,49 8,34 10,60
Sampit 15,79 75,94 -4,98 11,87 14,69
Palangkaraya 13,03 74,65 -0,13 8,57 13,35
Banjarmasin 12,98 74,43 1,47 7,57 8,36
Balikpapan 13,28 75,10 3,01 10,67 10,82
Samarinda 10,93 68,31 3,69 11,91 10,21
Manado 13,66 74,24 7,41 11,41 13,30
Palu 9,70 95,18 3,58 8,41 18,73
Makasar 8,20 80,86 1,64 9,73 11,77
Kendari 8,42 97,79 1,29 11,25 12,56
Ternate 16,77 72,98 0,38 14,51 13,71
Ambon 7,99 75,82 8,26 8,52 14,12
Jayapura 10,35 61,83 3,49 10,23 14,00
Inflasi Nasional 11,05 77,63 2,01 9,35 12,55

Keterangan
1) Dihitung dengan menggunakan tahun dasar 1996 = 100 di 44 kota dan terbagi menjadi tujuh kelompok
2) Dihitung dengan menggunakan tahun dasar 1996 = 100 di 43 kota (minus kota Dili) dan terbagi menjadi tujuh kelompok
Sumber : Badan Pusat Statistik

277
Lampiran

Tabel 17
Neraca Pembayaran Indonesia
(juta $)

Rincian 1997 1998 1999 2000 2001 *

A. Transaksi Berjalan -5.001 4.096 5.783 7.992 4.977


1. Barang 10.074 18.428 20.644 25.042 21.647
a. Ekspor f.o.b 56.297 50.370 51.243 65.407 58.689
- Nonmigas 44.576 42.951 40.988 50.341 45.816
- Migas 11.721 7.419 10.255 15.066 12.873
b. Impor f.o.b -46.223 -31.942 -30.599 -40.366 -37.042
- Nonmigas -41.447 -29.087 -26.632 -34.378 -31.448
- Migas -4.776 -2.855 -3.967 -5.988 -5.594
2. Jasa-jasa (bersih) -15.075 -14.332 -14.861 -17.050 -16.670
- Nonmigas -10.525 -11.420 -11.660 -12.500 -12.361
- Migas -4.550 -2.911 -3.201 -4.550 -4.309

B. Transaksi Modal 2.542 -3.836 -4.571 -6.772 -8.915


1. Lalu Lintas Modal Pemerintah (bersih) 2.880 10.009 5.352 3.217 -290
a. Penerimaan 7.594 13.213 7.932 4.986 3.329
- Bantuan program 0 1.821 3.870 1.361 458
- Bantuan pangan 0 160 273 76 0
- IGGI/CGI 4.538 2.788 2.408 2.420 2.470
- Diluar IGGI/CGI 1) 3.056 8.444 1.381 1.130 401
b. Pelunasan pinjaman2) -4.714 -3.204 -2.581 -1.769 -3.619
2. Lalu Lintas Modal Swasta (bersih) -338 -13.845 -9.923 -9.989 -8.625
a. Penanaman modal langsung (bersih) 4.677 -355 -2.745 -4.550 -5.912
b. Lainnya (bersih) -5.015 -13.491 -7.178 -5.439 -2.713

C. Jumlah (A+B) -2.459 260 1.212 1.220 -3.938

D. Selisih Perhitungan (bersih) -1.651 2.084 2.080 3.822 2.560

E. Lalu-lintas Moneter 3) 4.110 -2.344 -3.292 -5.042 1.378

1) Termasuk bantuan IMF


2) Setelah diperhitungkan rescheduling dan termasuk pembayaran kepada IMF
3) Minus (-) : Suplus ; Sejak tahun 2000 lalu lintas moneter berdasarkan pada mutasi cadangan devisa atas dasar konsep
International Reserve and Foreign Currency Liquidity (IRFCL) menggantikan Gross Foreign Assets (GFA).

278
Lampiran

Tabel 18
Nilai Ekspor Nonmigas menurut Komoditas
(juta $)

Rincian 1997 1998 1999 2000 20011)

Total Ekspor 44.577 42.951 40.987 50.341 45.816

Pertanian 5.166 5.091 4.179 4.152 4.015


Kayu 64 53 86 97 128
Getah karet 1.505 1.006 854 883 980
Kopi 583 602 465 327 181
Teh 152 169 102 115 107
Lada 165 195 183 227 98
Tembakau 124 139 108 80 120
Tapioka 23 21 23 11 13
Hewan & hasilnya 1.789 1.779 1.574 1.622 1.685
- Udang 1.047 1.041 886 971 994
Kulit 56 72 74 94 101
Lainnya 706 1.056 710 695 601

Mineral 4.353 4.703 4.130 5.566 5.113


Timah 277 260 242 234 222
Tembaga 1.548 1.792 1.441 2.272 2.265
Nikel 233 165 219 360 292
Aluminium 280 202 138 260 207
Batu bara 1.638 1.669 1.665 1.635 1.662
Lainnya 377 614 425 805 466

Industri 35.057 33.157 32.678 40.623 36.688


Tekstil & produk tekstil 7.614 7.034 6.291 7.317 7.047
- Pakaian jadi 4.186 3.769 3.450 4.067 4.038
Kerajinan tangan 1.031 2.089 569 548 581
Produk kayu 5.704 4.245 4.526 4.495 4.094
- Kayu lapis 3.482 2.328 2.259 1.996 1.854
Produk rotan 204 39 255 296 285
Minyak sawit 1.662 888 1.369 1.265 1.076
Bungkil kopra 86 51 47 62 41
Produk kimia 1.746 2.098 1.835 2.259 2.338
Produk logam 1.140 1.387 1.078 1.217 1.197
Barang-barang listrik 3.264 2.813 3.365 6.366 6.446
Semen 37 87 143 141 176
Kertas 1.957 2.471 2.645 3.046 2.473
Produk karet 406 415 374 440 432
Gelas dan alat dari gelas 272 269 279 349 299
Alas kaki 2.219 1.583 1.519 1.620 1.533
Produk plastik 787 935 860 1.216 1.045
Mesin & psw. mekanik 1.415 1.478 1.853 3.783 2.894
Lainnya 5.515 5.275 5.670 6.205 4.731

1) Angka proyeksi

279
Lampiran

Tabel 19
Volume Ekspor Nonmigas menurut Komoditas
(ribu ton)

1997 1998 1999 2000 2001 1)


Rincian
Volume Pangsa (%) Volume Pangsa (%) Volume Pangsa (%) Volume Pangsa (%) Volume Pangsa (%)

Total Ekspor 251.845 100,0 199.771 100,0 175,610 100,0 176,535 100,0 246.148 100,0

Pertanian 4.731 1,9 5.936 3,0 5.395 3,1 4,649 2,6 5.329 2,2
Kayu 708 0,3 489 0,2 679 0,4 685 0,4 740 0,3
Getah karet 1.483 0,6 1.584 0,8 1.544 0,9 1.410 0,8 1.565 0,6
Kopi 356 0,1 411 0,2 362 0,2 363 0,2 422 0,2
Teh 96 0,0 113 0,1 107 0,1 109 0,1 114 0,0
Lada 33 0,0 45 0,0 35 0,0 67 0,0 110 0,0
Tembakau 56 0,0 114 0,1 78 0,0 32 0,0 36 0,0
Tapioka 244 0,1 211 0,1 300 0,2 161 0,1 166 0,1
Hewan & hasilnya 704 0,3 949 0,5 819 0,5 664 0,4 632 0,3
- Udang 141 0,1 165 0,1 164 0,1 182 0,1 156 0,1
Kulit 1 0,0 13 0,0 38 0,0 11 0,0 12 0,0
Lainnya 1.050 0,4 2.007 1,0 1.433 0,8 965 0,5 1.131 0,5

Mineral 217.018 86,2 154.226 77,2 116.809 66,5 125.015 70,8 179.395 72,9
Timah 50 0,0 49 0,0 47 0,0 46 0,0 58 0,0
Tembaga 1.932 0,8 2.946 1,5 2.261 1,3 3.144 1,8 2.860 1,2
Nikel 2.224 0,9 1.409 0,7 2.008 1,1 1.918 1,1 2.138 0,9
Aluminium 1.081 0,4 1.076 0,5 1.125 0,6 1.204 0,7 1.467 0,6
Batu bara 45.822 18,2 52.411 26,2 53.899 30,7 59.742 33,8 58.149 23,6
Lainnya 165.909 65,9 96.335 48,2 57.469 32,7 58.961 33,4 172.651 70,1

Industri 30.096 12,0 39.609 19,8 49.307 28,1 46.871 26,6 61.425 25,0
Tekstil & produk tekstil 1.369 0,5 1.635 0,8 1.525 0,9 1.677 0,9 1.827 0,7
- Pakaian jadi 318 0,1 414 0,2 333 0,2 351 0,2 370 0,2
Kerajinan tangan 183 0,1 223 0,1 196 0,1 205 0,1 202 0,1
Produk kayu 6.914 2,7 7.302 3,7 6.791 3,9 6.770 3,8 7.327 3,0
- Kayu lapis 5.087 2,0 5.157 2,6 4.302 2,4 3.970 2,2 4.365 1,8
Produk rotan 52 0,0 14 0,0 114 0,1 130 0,1 124 0,1
Minyak sawit 3.245 1,3 1.700 0,9 3.600 2,0 4.521 2,6 6.107 2,5
Bungkil kopra 1.090 0,4 984 0,5 983 0,6 1.225 0,7 1.927 0,8
Produk kimia 4.206 1,7 6.883 3,4 5.378 3,1 5.916 3,4 5.728 2,3
Produk logam 1.090 0,4 3.391 1,7 3.191 1,8 1.515 0,9 1.955 0,8
Barang-barang listrik 356 0,1 381 0,2 437 0,2 692 0,4 715 0,3
Semen 794 0,3 3.736 1,9 7.383 4,2 7.292 4,1 9.808 4,0
Kertas 3.768 1,5 5.585 2,8 9.048 5,2 5.048 2,9 5.314 2,2
Produk karet 167 0,1 203 0,1 209 0,1 279 0,2 292 0,1
Gelas dan alat dari gelas 643 0,3 957 0,5 1.555 0,9 960 0,5 962 0,4
Alas kaki 193 0,1 173 0,1 165 0,1 157 0,1 170 0,1
Produk plastik 720 0,3 1.244 0,6 1.045 0,6 1.195 0,7 1.285 0,5
Mesin & psw, mekanik 114 0,0 763 0,4 166 0,1 288 0,2 377 0,2
Lainnya 5.192 2,1 4.435 2,2 7.156 4,1 4.680 2,7 10.446 4,2

1) Angka proyeksi

280
Lampiran

Tabel 20
Nilai Ekspor Nonmigas menurut Negara Tujuan
(juta $)

1997 1998 1999 2000 2001 1)


Benua/negara Nilai Pangsa (%) Nilai Pangsa (%) Nilai Pangsa (%) Nilai Pangsa (%) Nilai Pangsa (%)

Afrika 777 1,7 904 2,1 1.032 2,5 1.157 2,3 1.110 2,4

Amerika 8.286 18,6 7.815 18,2 7.679 18,7 9.993 19,9 9.505 20,7
Amerika Serikat 6.701 15,0 6.383 14,9 6.297 15,4 8.463 16,8 8.094 17,7
Amerika Latin 875 2,0 459 1,1 429 1,0 626 1,2 576 1,3
Kanada 397 0,9 409 1,0 346 0,8 446 0,9 414 0,9
Lain-lain 314 0,7 564 1,3 607 1,5 458 0,9 420 0,9

Asia 25.350 56,9 24.831 57,8 23.573 57,5 28.579 56,8 25.535 55,7
ASEAN 7.723 17,3 8.723 20,3 7.982 19,5 9.748 19,4 8.622 18,8
Brunei 47 0,1 43 0,1 26 0,1 24 0,0 32 0,1
Malaysia 1.343 3,0 1.358 3,2 1.388 3,4 1.861 3,7 1.710 3,7
Filipina 734 1,6 608 1,4 646 1,6 861 1,7 798 1,7
Singapura 4.913 11,0 5.798 13,5 4.998 12,2 6.073 12,1 5.130 11,2
Thailand 686 1,5 916 2,1 923 2,3 928 1,8 952 2,1
Hongkong 2.053 4,6 2.037 4,7 1.400 3,4 1.574 3,1 1.288 2,8
India 597 1,3 782 1,8 807 2,0 1.088 2,2 956 2,1
Irak 19 0,0 45 0,1 63 0,2 95 0,2 106 0,2
Jepang 7.015 15,7 5.964 13,9 5.791 14,1 7.844 15,6 7.208 15,7
Korea Selatan 1.297 2,9 1.166 2,7 1.287 3,1 1.710 3,4 1.564 3,4
Myanmar 159 0,4 175 0,4 101 0,2 64 0,1 76 0,2
Pakistan 170 0,4 152 0,4 151 0,4 148 0,3 155 0,3
RRC 1.387 3,1 1.320 3,1 1.486 3,6 1.828 3,6 1.559 3,4
Arab Saudi 627 1,4 476 1,1 428 1,0 535 1,1 476 1,0
Taiwan 1.330 3,0 1.288 3,0 1.234 3,0 1.487 3,0 1.358 3,0
Lain-lain 2.975 6,7 2.702 6,3 2.846 6,9 2.458 4,9 2.166 4,7

Australia/Oceania 783 1,8 910 2,1 1.058 2,6 1.080 2,1 950 2,1

Eropa 9.379 21,0 8.491 19,8 7.645 18,7 9.532 18,9 8.716 19,0
MEE 8.408 18,9 7.474 17,4 6.744 16,5 8.774 17,4 7.785 17,0
Belanda 1.825 4,1 1.488 3,5 1.464 3,6 1.895 3,8 1.570 3,4
Belgia dan Luxemburg 804 1,8 773 1,8 687 1,7 892 1,8 758 1,7
Inggris 1.263 2,8 1.120 2,6 1.175 2,9 1.575 3,1 1.550 3,4
Italia 636 1,4 729 1,7 605 1,5 708 1,4 686 1,5
Jerman 1.502 3,4 1.458 3,4 1.217 3,0 1.435 2,9 1.329 2,9
Perancis 527 1,2 545 1,3 506 1,2 730 1,5 627 1,4
Lainnya 1.851 4,2 1.360 3,2 1.090 2,7 1.540 3,1 1.265 2,8
Bekas Uni Soviet 120 0,3 67 0,2 49 0,1 81 0,2 52 0,1
Eropa Timur Lain-lain 196 0,4 310 0,7 232 0,6 243 0,5 251 0,5
Lain-lain 656 1,5 640 1,5 621 1,5 433 0,9 629 1,4

TOTAL 44.576 100,0 42.951 100,0 40.987 100,0 50.341 100,0 45.816 100,0

1) Angka proyeksi

281
Lampiran

Tabel 21
Nilai Impor Nonmigas menurut Negara Asal (FOB)
(juta $)

1997 1998 1999 2000 2001 1)


Benua/negara
Nilai Pangsa (%) Nilai Pangsa (%) Nilai Pangsa (%) Nilai Pangsa (%) Nilai Pangsa (%)

Afrika 422 1,0 362 1,2 449 1,7 460 1,3 602 1,9

Amerika 7.374 17,8 5.285 18,2 4.973 18,7 5.641 16,4 4.940 15,7
Amerika Serikat 4.765 11,5 3.150 10,8 2.541 9,5 4.044 11,8 3.917 12,5
Amerika Latin 733 1,8 420 1,4 507 1,9 670 1,9 454 1,4
Kanada 609 1,3 422 1,5 360 1,4 804 2,3 495 1,6
Lain-lain 1.267 3,1 1.294 4,4 1.566 5,9 124 0,4 73 0,2

Asia 20.495 49,4 14.354 49,3 13.810 51,9 19.463 56,6 17.599 56,0
Asean 3.494 8,4 2.396 8,2 2.730 10,2 4.706 13,7 4.610 14,7
Brunei 4 0,0 2 0,0 1 0,0 2 0,0 2 0,0
Malaysia 619 1,5 344 1,2 424 1,6 840 2,4 883 2,8
Filipina 108 0,3 71 0,2 48 0,2 147 0,4 123 0,4
Singapura 1.788 4,3 1.195 4,1 1.433 5,4 2.422 7,0 2.359 7,5
Thailand 974 2,3 785 2,7 824 3,1 1.295 3,8 1.243 4,0
Hongkong 269 0,6 236 0,8 212 0,8 452 1,3 324 1,0
India 630 1,5 256 0,9 231 0,9 582 1,7 595 1,9
Irak 3 0,0 3 0,0 0,0 0,0 0 0,0 0 0,0
Jepang 7.517 18,1 4.202 14,4 2.541 9,5 6.576 19,1 5.298 16,8
Korea Selatan 1.973 4,8 1.228 4,2 1.064 4,0 2.293 6,7 2.374 7,5
Myanmar 19 0,0 10 0,0 17 0,1 27 0,1 27 0,1
Pakistan 42 0,1 128 0,4 98 0,4 68 0,2 106 0,3
RRC 1.167 2,8 887 3,0 1.039 3,9 2.238 6,5 2.053 6,5
Arab Saudi 115 0,3 105 0,4 120 0,5 279 0,8 287 0,9
Taiwan 1.360 3,3 882 3,0 695 2,6 1.592 4,6 1.438 4,6
Lain-lain 3.907 9,4 4.022 13,8 5.062 19,0 649 1,9 487 1,5

Australia/Oceania 2.181 5,3 1.614 5,5 2.021 7,6 2.371 6,9 2.507 8,0

Eropa 10.974 26,5 7.472 25,7 5.378 20,2 6.443 18,7 5.800 18,4
MEE 7.686 18,5 4.938 17,0 3.027 11,4 4.871 14,2 4.604 14,6
Belanda 474 1,1 316 1,1 314 1,2 566 1,6 433 1,4
Belgia dan Luxemburg 292 0,7 232 0,8 143 0,5 366 1,1 286 0,9
Inggris 1.082 2,6 779 2,7 500 1,9 866 2,5 702 2,2
Italia 931 2,2 476 1,6 232 0,9 421 1,2 541 1,7
Jerman 2.410 5,8 2.399 8,2 1.232 4,6 1.601 4,7 1.704 5,4
Perancis 1.929 4,7 513 1,8 328 1,2 600 1,7 511 1,6
Lainnya 570 1,4 224 0,8 277 1,0 449 1,3 426 1,4
Bekas Uni Soviet 312 0,8 151 0,5 102 0,4 295 0,9 169 0,5
Eropa Timur Lain-lain 124 0,3 68 0,2 44 0,2 60 0,2 65 0,2
Lain-lain 2.853 6,9 2.316 8,0 2.204 8,3 1.217 3,5 963 3,1

TOTAL 41.447 100,0 29.087 100,0 26.632 100,0 34.378 100,0 31.448 100,0

1) Angka proyeksi

282
Lampiran

Tabel 22
Ekspor Migas 1)

Negara 1997 1998 1999 2000 20011)

Nilai Ekspor 2)

Minyak Bumi dan hasilnya 6.771 4.141 5.680 7.954 7.166

Gas
- LNG 4.432 3.046 4.207 6.756 5.355

- LPG 518 233 369 356 352

Total 11.721 7.420 10.256 15.066 12.873

Volume Ekspor
Minyak Bumi dan hasilnya (juta barrel) 362 340 336 291 300

Gas

- LNG (juta MMBTU) 3) 1.387 1.384 1.511 1.400 1.336


- LPG(ribuan Mton) 2.233 1.620 1.865 1.215 1.251

1) Nilai f.o.b. sistem klasifikasi barang berubah dari sistem CCN ke HS sehingga beberapa barang ekspor mengalami pergesaran dalam pengelompokkannya.
2) Terdiri atas minyak mentah dan hasil-hasil minyak dalam juta $
3) MMBTU : Million British Thermal Unit

283
Lampiran

Tabel 23
Uang Beredar
(miliar rupiah)

M11) Uang Kuasi2) M23)


Akhir Periode Posisi Pangsa Posisi Pangsa Posisi Perubahan (%)
(%) (%) Tahunan Triwulanan

1997 78.343 22,0 277.300 78,0 355.643 23,2 8,1


1997/1998 98.270 21,8 351.554 78,2 449.824 52,7 26,5
1998 101.197 17,5 476.184 82,5 577.381 62,3 4,9
1998/1999 105.705 17,5 497.620 82,5 603.325 34,1 4,5
1999 4) 124.633 19,3 521.572 80,7 646.205 11,9 -0,9
2000
Maret 124.663 19,0 531.788 81,0 656.451 8,8 1,6
Juni 133.832 19,6 550.503 80,4 684.335 11,2 4,2
September r 135.430 19,7 551.023 80,3 686.453 5,2 0,3
Desember r 162.186 21,7 584.842 78,3 747.028 15,6 8,8

2001
Januari 145.345 19,7 593.386 80,3 738.731 13,5
Februari 149.879 19,8 606.019 80,2 755.898 15,7
Maret 148.375 19,3 618.437 80,7 766.812 16,8 2,6
April 154.297 19,5 637.930 80,5 792.227 19,0
Mei 155.791 19,8 632.529 80,2 788.320 15,3
Juni 160.142 20,1 636.298 79,9 796.440 16,4 3,9
Juli 162.154 21,0 608.981 79,0 771.135 11,8
Agustus 166.851 21,6 607.186 78,4 774.037 12,9
September 164.237 21,0 618.867 79,0 783.104 14,1 -1,7
Oktober 169.963 21,0 638.551 79,0 808.514 14,3
November 171.383 20,9 650.308 79,1 821.691 14,1
Desember 177.731 21,1 666.323 78,9 844.054 13,0 7,8

1) Terdiri atas uang kartal dan uang giral


2) Terdiri atas deposito berjangka dan tabungan, dalam rupiah dan valuta asing, serta giro valuta asing milik penduduk
3) Terdiri atas uang beredar dalam arti sempit (M1) dan uang kuasi
4) Data statistik Bank Beku Operasional telah dikeluarkan (7 Bank sejak April 1998, 3 bank sejak Agustus 1998, dan 38 bank sejak Maret 1999)

284
Lampiran

Tabel 24
Perubahan Uang Beredar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya
(miliar rupiah)

2001
Rincian 1997r 1998 1999r 2000r 2001
I II III IV

Uang Beredar :
M2 67.011 221.738 68.824 100.823 97.026 19.784 29.629 -13.337 60.950
M1 14.254 22.854 23.436 37.553 15.545 -13.811 11.768 4.094 13.494
Kartal 5.937 12.970 16.959 14.018 3.971 -12.257 6.087 2.846 7.295
Giral 8.317 9.884 6.477 23.535 11.574 -1.554 5.681 1.248 6.199
Kuasi 1) 52.757 198.884 45.388 63.270 81.481 33.595 17.861 -17.431 47.456

Faktor-faktor yang mempengaruhi :


Aktiva luar negeri bersih 17.344 73.692 -12.581 81.637 23.242 37.521 44.969 -89.552 30.304
Tagihan kepada pemerintah bersih -16.486 17.513 425.287 123.060 9.389 870 -18.679 963 26.235
Tagihan bersih pada BPPN - 29.693 -29.693 - - - - - -
Tagihan kepada sektor swasta 137.062 99.421 -299.689 42.347 34.233 14.348 21.338 -2.996 1.544
Tagihan kepada lembaga/
perusahaan pemerintah 5.031 6.389 -8.139 -4.505 3.910 -291 973 -770 3.998
Tagihan kepada perusahaan
swasta dan perorangan 132.031 93.032 -291.550 46.852 30.323 14.639 20.365 -2.226 -2.454

Aktiva lainnya bersih -70.909 1.419 -14.500 -146.221 30.162 -32.955 -17.999 78.248 2.867

1) Terdiri atas deposito berjangka dan tabungan dalam rupiah maupun valuta asing serta giro valuta asing milik penduduk

285
Lampiran

Tabel 25
Suku Bunga Deposito dalam Rupiah dan Valuta Asing menurut Kelompok Bank 1)
(persen per tahun)

Desember 1997 Desember 1998 Desember 1999 Desember 2000 Desember 2001
Jangka Waktu
Rupiah Valas Rupiah Valas Rupiah Valas Rupiah Valas Rupiah Valas

Bank Persero
1 Bulan 19,74 7,31 41,24 13,23 12,52 5,44 12,05 6,37 16,59 4,95
` 3 Bulan 19,88 7,41 48,69 13,70 13,19 5,45 13,33 6,59 17,47 5,36
6 Bulan 15,66 7,49 35,17 8,14 14,44 7,94 13,42 6,17 16,55 5,67
12 Bulan 15,19 7,81 28,75 12,61 23,14 8,91 12,48 6,24 15,81 5,95
24 Bulan 15,32 7,23 16,01 14,87 18,53 14,87 14,32 10,23 18,06 6,34

Bank Swasta Nasional


1 Bulan 27,68 8,77 41,88 12,72 12,14 5,34 12,05 6,07 15,83 4,05
3 Bulan 27,76 8,40 50,24 10,64 12,66 5,68 13,20 6,43 16,94 4,90
6 Bulan3 19,17 7,81 33,34 10,21 13,55 7,98 13,16 6,23 15,58 5,32
12 Bulan 17,43 7,99 26,16 11,49 17,07 16,63 11,50 11,39 14,74 5,70
24 Bulan 16,79 7,76 22,85 14,91 17,59 8,02 14,22 8,14 17,22 6,27

Bank Pemerintah Daerah


1 Bulan 21,10 6,23 42,05 12,99 12,20 5,09 11,39 4,97 15,04 5,05
3 Bulan 20,62 6,76 45,35 10,99 12,51 6,19 12,92 4,56 15,98 4,71
6 Bulan 14,16 7,15 29,46 10,43 13,46 5,18 12,94 5,13 15,61 5,48
12 Bulan 16,65 7,2 23,91 12,94 16,17 5,67 11,43 5,05 14,99 5,37
24 Bulan 14,58 - 14,03 - 13,73 - 13,44 - 17,42 -

Bank Asing & Campuran


1 Bulan 17,70 5,19 33,07 4,71 9,46 4,08 9,73 4,61 12,96 1,92
3 Bulan 18,03 5,99 40,84 4,71 9,24 4,03 11,21 4,81 12,35 2,00
6 Bulan 13,99 5,71 44,42 5,15 9,05 4,31 8,13 4,12 11,63 2,58
12 Bulan 13,64 5,92 31,74 5,17 13,46 4,67 8,51 5,09 12,99 3,40
24 Bulan 15,48 3,57 15,57 3,59 11,67 4,00 13,00 6,05 8,72 2,53

Bank Umum
1 Bulan 25,39 7,97 41,42 12,11 12,24 5,15 11,96 5,94 16,07 4,18
3 Bulan 23,92 7,77 49,23 10,73 12,95 5,24 13,24 6,11 17,24 4,35
6 Bulan 16,96 7,53 36,78 8,22 14,25 7,85 13,31 5,72 16,18 5,12
12 Bulan 15,92 7,73 28,29 11,66 22,35 9,11 12,17 7,86 15,48 5,62
24 Bulan 15,46 6,47 16,61 14,71 18,38 14,63 14,32 9,47 18,05 6,32

1) Rata-rata tertimbang pada akhir periode

286
Lampiran

Tabel 26
Pasar Uang Antarbank di Jakarta

Nilai transaksi Suku bunga rata-rata tertimbang


Akhir periode
(miliar rupiah) (persen per tahun)

1997 Januari - Desember 784.368 26,98


1998 Januari - Desember r 2.104.924 63,14
1999 Januari - Desember 595.362 23,79
2000 Januari - Desember 8.915 10,46

1997 Januari - Maret 138.121 12,08


April - Juni 157.529 13,45
Juli - September 210.670 42,70
Oktober - Desember 278.048 39,68

1998 Januari - Maret 526.347 57,36


April - Juni 500.713 66,38
Juli - September 625.331 74,13
Oktober - Desember 452.533 54,68

1999 Januari - Maret 173.045 39,57


April - Juni 160.470 29,70
Juli - September 127.906 13,44
Oktober - Desember 133.941 12,43

2000 Januari - Maret 1.712 9,50


April - Juni 1.907 10,03
Juli - September 2.486 10,89
Oktober - Desember 2.810 11,43

2001 1) Januari 2.542 11,74


Februari 3.286 12,65
Maret 3.562 13,75
Januari - Maret 3.130 12,71
April 3.076 14,32
Mei 2.912 14,29
Juni 3.324 14,73
April - Juni 3.104 14,45
Juli 3.240 15,34
Agustus 2.912 14,29
September 3.059 15,82
Juli - September 3.070 15,15
Oktober 3.166 15,92
November 3.070 15,78
Desember 3.266 16,09
Oktober - Desember 3.167 15,93

1) Angka rata-rata harian

287
Lampiran

Tabel 27
Tingkat Diskonto Sertifikat Deposito Rupiah menurut Kelompok Bank 1)
(persen per tahun)

1998 1999 2000 2001


Jangka Waktu
Maret Desember Desember Maret Juni September Desember Maret Juni September Desember

Bank Persero
1 Bulan 18,05 43,95 37,96 10,59 10,23 11,48 12,04 13,26 15,33 16,22 16,48
3 Bulan 23,71 55,30 36,94 11,81 10,67 11,86 12,95 13,05 14,99 16,26 17,51
6 Bulan 23,42 32,18 28,13 11,56 11,51 11,55 11,62 11,36 14,84 15,15 14,25
12 Bulan 14,21 23,86 23,60 15,36 13,93 11,68 11,66 12,04 14,89 15,88 16,03
24 Bulan 14,01 12,90 14,22 - - - 11,50 13,70 16,30 16,28 16,28

Bank Swasta Nasional


1 Bulan 29,41 44,26 38,77 11,34 11,20 12,29 12,59 14,20 14,50 16,76 17,28
3 Bulan 30,29 48,62 39,53 11,36 11,09 11,51 11,81 12,93 14,35 15,49 16,81
6 Bulan 22,11 38,35 32,62 10,28 11,74 12,13 13,24 14,16 14,81 15,34 15,77
12 Bulan 15,63 49,89 52,40 16,02 10,44 10,40 12,12 12,73 12,81 17,19 17,62
24 Bulan 17,47 15,93 30,00 - - - - - - - -

Bank Pemerintah Daerah


1 Bulan 22,49 40,49 31,90 11,52 10,33 12,32 11,26 11,98 13,95 14,69 15,85
3 Bulan 20,85 52,57 35,48 12,62 12,10 13,40 13,88 15,62 15,78 17,24 18,19
6 Bulan 15,71 22,00 26,26 12,00 12,00 12,00 12,00 12,00 12,49 12,50 -
12 Bulan 18,04 21,20 25,21 12,50 12,10 12,08 13,81 13,83 14,60 14,54 13,00
24 Bulan 13,86 14,50 14,50 - - - - - - - -

Bank Asing & Campuran


1 Bulan 13,02 58,46 48,41 - - 9,07 9,43 10,05 10,63 10,93 11,90
3 Bulan 20,41 39,91 34,00 9,54 10,25 9,26 9,70 10,06 11,43 12,43 13,78
6 Bulan 19,08 - 35,50 - - 7,98 8,28 8,64 8,70 9,00 10,24
12 Bulan - - - 12,00 12,00 7,98 7,90 8,20 8,33 8,38 8,40
24 Bulan - - - - - - - - - - -

Bank Umum
1 Bulan 28,80 45,94 39,57 11,31 11,15 12,13 12,47 14,09 14,60 16,55 16,81
3 Bulan 27,56 49,99 38,68 11,31 11,07 11,49 11,83 12,89 14,40 15,58 16,97
6 Bulan 22,40 35,50 30,89 10,87 11,68 11,91 12,00 12,00 14,81 15,18 14,65
12 Bulan 15,58 41,51 28,77 14,41 12,41 10,97 12,11 12,65 13,97 16,39 16,50
24 Bulan 16,95 14,56 14,53 - - - 11,50 13,70 16,30 16,28 16,28

1) Rata-rata tertimbang pada akhir periode

288
Lampiran

Tabel 28
Penerbitan, Pelunasan, dan Posisi Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
(miliar rupiah)

Akhir Periode Penerbitan Pelunasan Posisi1)

Januari - Desember 1997 176.452 187.969 7.034


Januari - Desember 1998 735.844 700.182 42.765
Januari - Desember 1999 711.542 691.408 62.899
Januari - Desember 2000 928.944 937.212 59.781

2001
Januari 83.318 55.915 87.184
Februari 84.500 82.504 89.180
Maret 100.791 121.362 68.609
April 65.798 62.867 71.539
Mei 91.906 88.874 74.570
Juni 76.941 74.103 77.408
Juli 77.083 77.081 77.410
Agustus 96.017 94.933 78.494
September 87.452 94.978 70.967
Oktober 68.023 65.461 73.530
November 89.172 86.925 75.777
Desember 49.379 69.696 55.460

Keterangan :
Penerbitan SBI dimulai pada bulan Februari 1984, dan sejak Juli 1998 penjualan SBI dilakukan melalui lelang dengan sistem SOR (Stop Out Rate)
1) Angka rata-rata harian

289
Lampiran

Tabel 29
Tingkat Diskonto SBI1)
(persen per tahun)

Periode 7 hari 14 hari 28 hari 90 hari 180 hari 360 hari

1997
Maret 7,61 8,70 11,07 11,88 - -
Juni 7,29 8,50 10,50 11,25 12,00 12,50
September 18,35 20,06 22,00 - - -
Desember 16,00 18,00 20,00 - - -

1998
Maret 29,24 - 27,75 - - -
Juni - 52,81 58,00 - - -
September - - 68,76 - - -
Desember - - 38,44 39,00 - -

1999
Maret - - 37,84 38,00 - -
Juni - - 22,05 23,75 - -
September - - 13,02 13,25 - -
Desember - - 12,51 12,75 - -

2000
Maret - - 11,03 11,00 - -
Juni - - 11,74 11,09 - -
September - - 13,62 13,32 - -
Desember - - 14,53 14,31 - -

2001
Januari - - 14,79 14,79 - -
Februari - - 14,79 14,84 - -
Maret - - 15,16 14,94 - -
April - - 15,91 15,80 - -
Mei - - 16,27 15,80 - -
Juni - - 16,52 16,28 - -
Juli - - 16,98 16,96 - -
Agustus - - 17,37 17,03 - -
September - - 17,65 17,56 - -
Oktober - - 17,58 17,61 - -
November - - 17,59 17,62 - -
Desember - - 17,62 17,63 - -

1) Rata-rata tertimbang

290
Lampiran

Tabel 30
Transaksi Surat Berharga Pasar Uang (SBPU) antara
Bank Indonesia dan Bank-bank
(miliar rupiah)

Periode Pembelian Pelunasan Posisi

1997
Januari - Maret 15.954 13.455 2.670
April - Juni 18.937 19.480 2.126
Juli - September 50.131 52.237 21
Oktober - Desember 94.934 91.499 3.455

1998
Januari - Maret 257.109 256.474 4.090
April - Juni 42.929 46.873 146
Juli - September 24.136 24.057 227
Oktober - Desember 1.342 550 1.018

1999
Januari - Maret 1.018 1.018 1.018
April - Juni 0 0 1.018
Juli - September 0 0 1.018
Oktober - Desember 644 1.662 0

2000
Januari - Maret 0 0 0
April - Juni 0 0 0
Juli - September 0 0 0
Oktober - Desember 0 0 0

2001
Januari 0 0 0
Februari 112 2 110
Maret 0 110 0
April 18 18 0
Mei 4 4 0
Juni 0 0 0
Juli 0 0 0
Agustus 0 0 0
September 0 0 0
Oktober 8 8 0
November 0 0 0
Desember 0 0 0

291
Lampiran

Tabel 31
Pendapatan dan Belanja Negara
(miliar rupiah)

1998/1999p 1999/2000p 20001) 2001 2002


Rincian
APBN2) Realisasi3) APBN4)

Pendapatan Negara dan Hibah 156.470 187.819 204.942 286.006 299.851 301.874
Penerimaan Dalam Negeri 156.409 187.819 204.942 286.006 299.842 301.874
Penerimaan Perpajakan 102.395 125.951 115.788 185.260 184.737 219.627
Pajak dalam negeri 95.459 120.915 108.787 174.255 174.189 207.029
PPh 55.944 72.729 57.079 94.971 92.767 104.497
Nonmigas 55.944 59.683 38.427 69.246 69.696 88.815
Migas - 13.046 18.652 25.725 23.071 15.682
PPN 27.803 33.087 35.042 53.457 55.841 70.100
PBB 3.043 3.504 3.545 5.094 4.800 5.924
Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan 523 604 927 1.195 1.489 2.205
Cukai 7.733 10.381 11.302 17.601 17.622 22.353
Pajak lainnya 413 611 892 1.938 1.670 1.950
Pajak perdagangan internasional 6.936 5.036 7.002 11.005 10.548 12.599
Bea masuk 2.306 4.177 6.652 10.398 9.828 12.249
Pajak ekspor 4.630 859 349 607 720 350
Penerimaan Bukan Pajak 54.014 61.868 89.154 100.746 115.105 82.247
Penerimaan Sumber Daya Alam 41.368 45.435 76.017 79.446 86.658 63.195
Minyak bumi 25.957 - 51.003 57.857 60.038 44.013
Gas alam 15.411 - 15.658 17.369 21.647 14.524
SDA lainnya 5) - - 9.356 4.220 4.974 4.658
Pertambangan umum - - 556 928 1.827 1.340
Kehutanan - - 8.776 3.001 3.001 3.026
Perikanan - - 24 292 146 292
Bagian laba BUMN 3.428 5.430 3.868 9.000 10.440 10.351
PNBP 9.217 11.002 9.269 12.300 18.007 8.700

Hibah 6) 62 - - - 10 -

Belanja Negara 172.669 231.879 219.935 340.326 354.578 344.009


Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 146.020 201.943 187.058 258.849 272.178 246.040
Pengeluaran Rutin 103.261 156.756 161.369 213.388 232.796 193.741
Belanja pegawai 23.216 32.719 29.350 38.206 39.544 41.298
Gaji dan pensiun 18.657 27.010 24.269 31.915 33.275 34.003
Tunjangan beras 1.245 1.822 1.524 1.281 1.259 1.412
Uang makan/lauk-pauk 1.547 2.567 1.800 2.114 2.114 2.832
Lain-lain belanja pegawai dalam negeri 1.073 1.294 1.458 1.371 1.831 1.550
Belanja pegawai luar negeri 695 25 300 1.526 1.066 1.502
Belanja barang 9.862 10.765 8.135 9.909 9.604 12.863
Belanja barang dalam negeri 8.888 9.784 7.985 8.735 8.735 11.707
Belanja barang luar negeri 974 980 150 1.174 869 1.156
Pembayaran bunga utang 32.864 42.910 50.086 89.570 95.527 88.500
Utang dalam negeri 8.385 22.230 31.238 61.174 66.251 59.525
Utang luar negeri 24.480 20.679 18.848 28.395 29.277 28.975
Subsidi 34.614 65.916 62.758 66.269 81.575 41.586
Subsidi BBM 28.607 40.923 53.635 53.774 68.381 30.377
Subsidi non BBM 6.008 24.993 9.123 12.495 13.194 11.209
Pengeluaran rutin lainnya 2.703 4.446 11.039 9.433 6.546 9.494

Pengeluaran Pembangunan 42.759 45.187 25.689 45.461 39.382 52.299


Pembiayaan rupiah 16.578 20.804 9.370 21.712 19.712 26.469
Bantuan proyek 26.181 24.383 16.319 23.749 19.670 25.830

Anggaran Belanja untuk Daerah 26.650 29.936 32.878 81.477 82.400 97.969
Dana Perimbangan 26.650 29.936 32.878 81.477 82.400 94.532
Dana bagi hasil 3.703 3.993 4.251 20.259 21.183 24.600
Dana alokasi umum 7) 22.947 25.943 28.626 60.517 60.517 69.114
Dana alokasi khusus - - - 701 701 817

Dana Otonomi Khusus dan Penyeimbang - - - - - 3.437

p) Perhitungan Anggaran Negara (PAN)


1) Realisasi 1 April 2000 s.d. 31 Desember 2000
2) APBN Penyesuaian (revisi)
3) APBN Perubahan (perkiraan realisasi)
4) APBN yang telah disetujui DPR
5) Berlaku sejak TA. 2000
6) Merupakan hibah dari USAID dan Pemerintah Jepang
7) s.d. TA.2000 terdiri atas Dana Rutin Daerah dan Dana Pembangunan Daerah
Sumber: Departemen Keuangan

292
Lampiran

Tabel 32
Tabel 32
Pengeluaran
Pembiayaan Pemerintah
Defisit Anggaran
(miliar rupiah)
(miliar rupiah)

1998/1999p 1999/2000p 20001) 2001 2002


Rincian
APBN2) Realisasi3) APBN4)

I. Pembiayaan Dalam Negeri -4.799 14.672 5.439 34.387 44.189 23.501


1. Perbankan dalam negeri (SILPA/SIKPA) 5) -6.433 -1.941 -13.461 - 7.551 -
2. Non perbankan dalam negeri 1.634 16.613 18.900 34.387 36.638 23.501
a. Privatisasi 1.634 3.727 - 6.500 5.000 3.952
b. Penjualan aset program restrukturisasi - 12.886 18.900 27.000 30.980 19.549
c. Obligasi negara. neto - - - 887 658 -
i. Penerbitan obligasi pemerintah - - - 887 658 3.931
ii. Pembayaran cicilan pokok utang/
obligasi DN - - - - - -3.931

II. Pembiayaan Luar Negeri. neto 20.998 29.388 9.554 19.933 10.538 18.634
1. Penarikan pinjaman luar negeri. bruto 51.045 49.584 17.168 40.091 30.284 62.601
Pinjaman program 24.926 25.201 849 16.341 10.624 36.771
Pinjaman proyek 26.119 24.383 16.319 23.749 19.660 25.830
2. Pembayaran cicilan pokok utang luar
negeri (amortisasi) -30.047 -20.196 -7.613 -20.158 -19.746 -43.967

Pembiayaan Bersih 16.199 44.060 14.993 54.320 54.727 42.135

p) Perhitungan Anggaran Negara (PAN)


1) Realisasi 1 April 2000 s.d. 31 Desember 2000
2) APBN Penyesuaian (revisi)
3) APBN perubahan (perkiraan realisasi)
4) APBN yang telah disetujui DPR
5) Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA)/Sisa Kurang Pembiayaan Anggaran (SIKPA)
Sumber: Departemen Keuangan

293
Lampiran

Tabel 33
Penghimpunan Dana oleh Bank Umum 1)
(miliar rupiah)

Giro Deposito
Akhir periode Tabungan Jumlah
Dalam Dalam Sub Dalam Dalam Sub
Rupiah Valas Jumlah Rupiah2) Valas Jumlah

1997 53.103 30.125 83.228 125.743 80.652 206.395 67.990 357.613


1997/1998 64.074 44.629 108.703 177.954 94.106 272.060 72.173 452.936
1998 58.067 39.351 97.418 303.016 103.782 406.798 69.308 573.524
1998/1999 60.002 47.244 107.246 303.022 109.778 412.800 79.453 599.499
1999 68.456 47.110 115.566 301.431 85.640 387.071 122.981 625.618
2000
Maret 75.847 46.078 121.925 301.087 86.670 387.757 135.801 645.483
Juni 84.262 49.805 134.067 289.385 87.737 377.122 146.662 657.851
September r 94.575 56.820 151.395 286.844 83.943 370.787 148.665 670.847
Desember r 104.539 70.969 175.508 296.885 93.658 390.543 154.328 720.379
2001
Januari 102.404 59.233 161.637 306.903 91.661 398.564 156.977 717.178
Februari 105.105 58.972 164.077 318.203 93.518 411.721 155.691 731.489
Maret 102.113 64.116 166.229 321.209 99.132 420.341 153.383 739.953
April 105.534 72.321 177.855 314.144 114.778 428.922 159.257 766.034
Mei 106.233 68.997 175.230 313.774 109.728 423.502 160.150 758.882
Juni 107.089 68.124 175.213 315.200 111.615 426.815 160.825 762.854
Juli 109.209 57.657 166.866 311.845 92.875 404.720 164.344 735.930
Agustus 110.594 52.642 163.236 318.146 85.412 403.558 167.144 733.938
September 109.021 56.781 165.802 323.337 92.226 415.563 163.278 744.643
Oktober 115.711 62.378 178.089 334.133 99.347 433.480 162.677 774.246
November 112.007 64.003 176.011 340.066 98.628 438.694 166.007 780.712
Desember 120.541 66.478 187.018 348.257 97.940 446.196 172.613 805.827

1) Termasuk dana milik pemerintah dan bukan penduduk


2) Termasuk sertifikat deposito

294
Lampiran

Tabel 34
Giro dalam Rupiah dan Valuta Asing pada Bank Umum
menurut Kelompok Bank
(miliar rupiah)

Bank Persero Bank Swasta Nasional Bank Pemerintah Daerah Bank Asing & Campuran Jumlah
Akhir periode Dalam Dalam Sub- Dalam Dalam Sub- Dalam Dalam Sub- Dalam Dalam Sub- Dalam Dalam Sub-
rupiah valas jumlah rupiah valas jumlah rupiah valas jumlah rupiah valas jumlah rupiah valas jumlah

1997 17.492 7.125 24.617 24.301 12.693 36.994 4.014 7 4.021 7.296 10.300 17.596 53.103 30.125 83.228
1997/1998 20.595 9.638 30.233 28.663 14.812 43.475 2.738 12 2.750 12.078 20.167 32.245 64.074 44.629 108.703
1998 24.751 8.476 33.227 23.151 13.447 36.598 4.895 13 4.908 5.270 17.415 22.685 58.067 39.351 97.418
1998/1999 28.271 11.624 39.895 21.921 14.255 36.176 4.374 12 4.386 5.436 21.353 26.789 60.002 47.244 107.246
1999 25.407 12.483 37.890 26.866 15.792 42.658 7.055 15 7.070 9.128 18.820 27.948 68.456 47.110 115.566
2000
Maret 28.859 12.539 41.398 32.432 14.695 47.127 5.412 16 5.428 9.144 18.828 27.972 75.847 46.078 121.925
Juni 33.858 9.696 43.554 33.056 16.768 49.824 8.123 20 8.143 9.225 23.321 32.546 84.262 49.805 134.067
September r 40.390 14.888 55.278 33.638 17.963 51.601 10.277 23 10.300 10.270 23.946 34.216 94.575 56.820 151.395
Desember r 49.205 24.284 73.489 34.123 18.973 53.096 10.806 17 10.823 10.405 27.695 38.100 104.539 70.969 175.508
2001
Januari 44.082 14.007 58.089 34.653 18.685 53.338 12.375 19 12.394 11.294 26.522 37.816 102.404 59.233 161.637
Februari 44.828 14.387 59.214 36.295 18.486 54.781 14.180 16 14.196 9.803 26.083 35.885 105.105 58.972 164.077
Maret 43.822 12.892 56.714 34.134 20.915 55.049 15.083 23 15.106 9.074 30.286 39.360 102.113 64.116 166.229
April 43.889 15.512 59.401 35.748 24.292 60.040 15.832 20 15.852 10.066 32.497 42.563 105.534 72.321 177.855
Mei 45.465 12.752 58.217 34.987 24.595 59.582 16.555 13 16.568 9.226 31.637 40.863 106.233 68.997 175.230
Juni 44.526 12.442 56.968 34.728 25.398 60.126 19.539 15 19.554 8.296 30.269 38.565 107.089 68.124 175.213
Juli 45.527 10.843 56.370 34.645 20.743 55.388 20.186 13 20.199 8.851 26.058 34.909 109.209 57.657 166.866
Agustus 46.270 9.803 56.073 34.552 19.115 53.667 21.427 16 21.443 8.345 23.708 32.053 110.594 52.642 163.236
September 45.145 10.539 55.684 34.546 20.872 55.418 20.810 15 20.825 8.520 25.355 33.875 109.021 56.781 165.802
Oktober 47.170 12.470 59.639 35.952 22.541 58.493 23.167 21 23.187 9.421 27.347 36.768 115.711 62.378 178.089
November 44.590 11.895 56.486 36.470 23.366 59.835 21.874 14 21.888 9.074 28.728 37.802 112.007 64.003 176.011
Desember 50.956 14.430 65.386 38.099 24.270 62.369 22.775 21 22.797 8.710 27.756 36.466 120.541 66.478 187.018

295
Lampiran

Tabel 35
Simpanan Berjangka Rupiah dan Valuta Asing pada Bank Umum
menurut Jangka Waktu
(miliar rupiah)

Akhir periode 24 bulan 12 bulan 6 bulan 3 bulan 1 bulan1) Lain-lain Jumlah

1997 359 25.377 28.664 34.637 88.987 28.371 206.395


1997/1998 2.140 28.937 27.841 30.101 138.596 44.445 272.060
1998 610 21.039 17.151 50.352 266.585 51.061 406.798
1998/1999 502 15.449 19.414 24.840 307.610 44.984 412.799
1999 436 14.742 35.244 42.125 243.645 50.879 387.071
2000
Maret 628 12.992 45.123 55.711 231.854 41.449 387.757
Juni 666 9.217 42.666 52.589 230.451 41.534 377.123
September 6.836 7.719 35.941 59.614 204.986 55.689 370.785
Desember 14.061 6.920 23.503 68.877 215.532 61.649 390.542

2001
Januari 14.946 7.314 23.175 74.668 221.001 57.460 398.564
Februari 14.388 7.698 23.864 75.966 231.107 58.698 411.721
Maret 14.038 7.767 23.174 75.696 236.772 62.894 420.340
April 14.438 7.478 26.038 71.315 242.358 67.295 428.922
Mei 13.651 8.218 24.358 68.114 241.134 68.028 423.502
Juni 14.395 9.451 23.644 66.928 249.025 63.371 426.814
Juli 12.671 9.871 21.279 67.800 232.362 60.735 404.719
Agustus 14.483 10.489 20.054 72.109 224.257 62.165 403.557
September 14.847 10.553 20.258 75.042 231.910 62.953 415.562
Oktober 17.316 12.450 20.131 75.590 239.527 68.465 433.480
November 18.031 13.297 18.624 75.589 240.270 72.883 438.695
Desember 18.882 13.533 17.903 77.768 242.685 75.425 446.196

1) Termasuk deposito yang sudah jatuh waktu

296
Lampiran

Tabel 36
Simpanan Berjangka Rupiah pada Bank Umum
menurut Golongan Pemilik
(miliar rupiah)

Penduduk
Bukan
Badan/ Perusahaan Perusahaan Perusahaan Yayasan Sub- penduduk Jumlah
Akhir periode
Pemerintah lembaga asuransi negara swasta dan badan Koperasi Perorangan Lainnya jumlah
pemerintah sosial

1997 5.363 1.786 6.323 6.540 26.512 12.784 282 56.856 9.031 125.477 266 125.743
1997/1998 6.124 1.882 6.845 11.470 35.877 13.344 420 94.053 7.500 177.515 439 177.954
1998 8.805 3.626 8.399 18.241 46.408 20.041 768 182.561 13.555 302.404 612 303.016
1998/1999 8.150 3.320 7.963 16.755 47.583 17.970 726 188.258 11.487 302.212 810 303.022
1999 r 11.268 4.713 11.916 20.463 46.883 20.188 953 173.785 10.165 300.334 1.097 301.431
2000
Maret r 12.454 3.863 10.844 22.616 48.713 22.329 619 169.245 9.600 300.283 804 301.087
Juni r 7.595 4.023 12.011 23.603 48.049 19.435 604 162.654 10.598 288.572 813 289.385
September 4.206 4.846 24.420 19.843 41.948 21.207 1.041 162.539 4.579 284.628 2.215 286.843
Desember r 4.408 5.162 24.412 18.595 39.653 22.864 941 172.917 6.274 295.226 1.659 296.885
2001
Januari 5.042 5.018 25.729 19.858 39.550 24.433 1.092 178.014 6.567 305.304 1.599 306.903
Februari 5.255 5.242 26.725 20.654 40.720 25.962 1.722 185.317 5.620 317.218 985 318.203
Maret 6.343 5.320 26.722 21.707 40.385 26.143 2.244 187.611 3.758 320.233 976 321.209
April 5.858 5.068 25.712 21.008 39.251 26.974 2.419 183.834 2.704 312.828 1.314 314.142
Mei 6.383 5.771 24.285 18.742 38.260 28.372 2.484 184.899 3.378 312.574 1.200 313.774
Juni 6.559 6.017 25.154 16.746 40.117 30.118 1.756 184.916 2.574 313.957 1.243 315.200
Juli 6.577 5.971 22.520 13.942 40.487 30.823 1.736 185.499 3.145 310.700 1.145 311.845
Agustus 7.364 5.530 24.560 15.741 40.739 29.222 1.429 189.748 2.563 316.896 1.250 318.146
September 7.622 5.783 23.028 14.275 39.665 28.616 1.716 198.439 2.769 321.914 1.424 323.338
Oktober 7.481 4.989 22.679 14.039 47.284 28.083 1.136 203.257 3.209 332.157 1.976 334.133
November 7.545 5.642 23.089 15.782 52.148 28.757 926 201.768 2.866 338.525 1.542 340.066
Desember 7.729 8.761 23.547 13.331 50.718 28.255 893 208.994 2.586 344.812 3.444 348.257

297
Lampiran

Tabel 37
Sertifikat Deposito
(miliar rupiah)

Akhir periode Bank Persero Selain Bank Persero Jumlah

1997 777 5.894 6.671


1997/1998 493 3.409 3.902
1998 1.792 5.004 6.796
1998/1999 829 2.825 3.654
1999 491 2.156 2.647
2000
Maret 279 2.715 2.994
Juni 245 3.017 3.262
September 360 3.434 3.794
Desember 410 3.215 3.625
2001
Januari 396 3.708 4.104
Februari 606 4.212 4.818
Maret 441 3.297 3.739
April 494 3.580 4.073
Mei 760 3.781 4.541
Juni 1.574 4.001 5.575
Juli 1.404 5.681 7.085
Agustus 1.574 3.522 5.097
September 1.945 3.855 5.799
Oktober 1.969 3.753 5.722
November 2.900 3.016 5.916
Desember 2.719 2.882 5.601

298
Lampiran

Tabel 38
Tabungan menurut Jenis pada Bank Umum

Tabungan yang
penarikannya dapat
Akhir periode dilakukan sewaktu-waktu Tabungan berjangka Tabungan lainnya Jumlah

Penabung Posisi Penabung Posisi Penabung Posisi Penabung Posisi


(ribu) (miliar Rp) (ribu) (miliar Rp) (ribu) (miliar Rp) (ribu) (miliar Rp)

1997 42.872 62.765 274 173 17.295 5.052 60.441 67.990


1997/1998 43.232 66.653 271 220 19.102 5.300 62.605 72.173
1998 46.292 62.506 307 1.908 18.890 4.894 65.489 69.308
1998/1999 45.442 72.328 222 2.047 18.549 5.078 64.213 79.453
1999 66.926 115.945 161 855 17.437 6.181 84.524 122.981
2000
Maret 47.607 127.821 196 1.532 17.755 6.448 65.558 135.801
Juni 49.442 138.732 191 1.065 16.825 6.865 66.458 146.662
September 80.913 146.300 302 1.290 748 1.075 81.963 148.665
Desember 65.041 152.388 355 755 1.298 1.185 66.694 154.328
2001
Januari 65.460 155.231 347 689 941 1.057 66.748 156.977
Februari 66.518 153.914 360 719 961 1.058 67.838 155.691
Maret 86.571 151.593 564 984 626 806 87.761 153.383
April 66.733 157.093 715 1.325 715 839 68.163 159.257
Mei 67.538 157.461 562 1.445 661 1.244 68.761 160.150
Juni 67.422 157.535 787 1.960 650 1.330 68.859 160.825
Juli 78.069 160.875 788 2.145 586 1.324 79.443 164.344
Agustus 67.098 163.458 780 2.240 643 1.446 68.521 167.144
September 67.007 161.323 963 1.022 752 933 68.722 163.278
Oktober 67.996 160.669 846 1.094 554 913 69.396 162.676
November 67.669 164.027 645 935 876 1.045 69.190 166.007
Desember 68.138 170.783 510 995 823 834 69.470 172.613

299
Lampiran

Tabel 39
Suku Bunga Kredit Rupiah menurut Kelompok Bank 1)
(persen)

Bank Bank Bank Bank Asing & Bank Umum


Pemerintah Pemerintah Daerah Swata Nasional Campuran
Akhir Periode
Modal Investasi Modal Investasi Modal Investasi Modal Investasi Modal Investasi
Kerja Kerja Kerja Kerja Kerja

1997 20,41 16,12 23,04 15,49 28,22 27,31 26,76 25,22 25,40 18,94
1998 29,03 22,35 30,20 15,83 38,70 40,32 42,89 35,53 34,75 26,23
1999 21,61 17,48 21,81 13,43 19,57 20,61 18,28 22,70 20,68 17,80
2000
Maret 20,36 16,48 20,23 11,64 17,62 18,28 16,37 16,81 18,93 16,46
Juni 18,99 15,79 19,42 18,98 17,65 17,85 15,96 15,20 18,14 16,21
September 18,62 16,19 21,58 18,00 17,88 18,00 15,32 14,88 17,99 16,62
Desember 18,40 16,53 21,11 18,11 17,55 17,59 15,42 15,49 17,65 16,86
2001
Januari 18,48 16,37 20,78 18,04 17,86 17,61 15,80 15,73 17,85 16,77
Februari 18,44 16,43 20,81 18,00 17,77 17,77 15,89 16,07 17,80 16,88
Maret 18,47 16,31 20,87 18,02 17,84 17,95 16,28 16,30 17,90 16,86
April 18,52 16,16 20,63 18,00 17,88 18,06 17,48 16,43 18,13 16,80
Mei 18,62 16,21 20,82 18,05 18,13 18,08 17,11 16,73 18,21 16,85
Juni 18,64 16,41 20,84 18,07 18,28 17,94 18,05 16,69 18,45 17,04
Juli 18,73 16,17 20,94 18,02 18,47 17,91 18,64 17,22 18,68 16,90
Agustus 18,82 16,26 20,93 17,97 18,83 18,16 18,80 17,86 18,89 17,08
September 18,91 16,44 20,84 17,73 18,96 18,22 19,24 17,98 19,06 17,22
Oktober 19,10 16,61 20,79 17,81 19,10 18,38 19,17 17,90 19,18 17,38
November 19,15 16,83 20,74 17,77 19,15 18,89 19,28 17,98 19,23 17,64
Desember 19,15 17,11 20,48 17,76 19,16 19,02 19,09 18,55 19,19 17,90

1) Rata-rata tertimbang

300
Lampiran

Tabel 40
Kredit Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing
menurut Sektor Ekonomi 1)
(miliar rupiah)

2001
Rincian 1997 1998 1999 2000
Mar. Jun. Sep. Des.

Kredit dalam Rupiah 261.534 313.118 140.527 152.482 158.023 171.984 187.953 202.618
Pertanian 20.340 29.430 21.139 15.028 15.383 16.291 16.004 16.851
Pertambangan 2.769 2.729 879 2.879 3.364 2.651 2.861 3.676
Perindustrian 56.123 85.594 35.561 35.697 35.802 41.752 47.012 50.434
Perdagangan 57.471 59.830 29.687 30.601 30.555 33.827 36.374 38.491
Jasa-Jasa 85.598 101.129 26.332 23.784 25.939 26.685 28.615 30.696
Lain-Lain 39.233 34.406 26.929 44.493 46.980 50.778 57.087 62.470

Kredit dalam Valuta Asing 116.600 174.308 84.606 116.518 127.352 134.349 116.467 104.976
Pertanian 5.662 9.878 2.638 4.475 5.629 6.475 5.724 4.012
Pertambangan 2.547 3.180 2.818 3.801 4.323 2.232 1.775 3.764
Perindustrian 55.556 86.074 48.698 71.085 78.072 85.105 75.532 66.091
Perdagangan 24.793 36.534 13.601 13.498 14.508 12.932 10.881 9.959
Jasa-Jasa 27.971 37.995 16.829 20.532 22.313 23.828 20.258 18.365
Lain-Lain 71 647 22 3.127 2.507 3.777 2.297 2.785

Jumlah 378.134 487.426 225.133 269.000 285.375 306.333 304.420 307.594


Pertanian 26.002 39.308 23.777 19.503 21.012 22.766 21.728 20.863
Pertambangan 5.316 5.909 3.697 6.680 7.687 4.883 4.636 7.440
Perindustrian 111.679 171.668 84.259 106.782 113.874 126.857 122.544 116.525
Perdagangan 82.264 96.364 43.288 44.099 45.063 46.759 47.255 48.450
Jasa-Jasa 113.569 139.124 43.161 44.316 48.252 50.513 48.873 49.061
Lain-Lain 39.304 35.053 26.951 47.620 49.487 54.555 59.384 65.255

1) Tidak termasuk pinjaman antarbank. pinjaman kepada pemerintah pusat dan bukan penduduk, serta nilai lawan valuta asing pinjaman
investasi dalam rangka bantuan proyek

301
Lampiran

Tabel 41
Kredit Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing
menurut Jenis Penggunaan dan Sektor Ekonomi 1)
(miliar rupiah)

2001
Rincian 1997 1998 1999 2000
Mar. Jun. Sep. Des.

Kredit Modal Kerja 277.399 345.962 167.442 203.724 213.278 221.410 220.755 234.128
Pertanian 11.373 22.058 12.162 8.693 9.065 9.322 8.498 8.748
Pertambangan 3.995 3.880 2.368 3.796 4.406 1.325 1.202 1.197
Perindustrian 76.585 121.867 61.278 80.572 85.535 89.877 83.957 88.208
Perdagangan 64.336 72.065 36.181 36.318 36.751 37.716 38.625 40.360
Jasa-Jasa 81.806 91.039 28.502 26.725 28.034 28.615 29.089 30.359
Lain-Lain 39.304 35.053 26.951 47.620 49.487 54.555 59.384 65.255

Kredit Investasi 100.735 141.464 57.691 65.276 72.097 84.923 83.665 73.466
Pertanian 14.629 17.250 11.615 10.810 11.947 13.444 13.230 12.115
Pertambangan 1.321 2.029 1.329 2.884 3.281 3.558 3.434 6.243
Perindustrian 35.094 49.801 22.981 26.210 28.339 36.980 38.587 28.317
Perdagangan 17.928 24.299 7.107 7.781 8.312 9.043 8.630 8.090
Jasa-Jasa 31.763 48.085 14.659 17.591 20.218 21.898 19.784 18.701
Lain-Lain - - - - - - - -

Jumlah 378.134 487.426 225.133 269.000 285.375 306.333 304.420 307.594


Pertanian 26.002 39.308 23.777 19.503 21.012 22.766 21.728 20.863
Pertambangan 5.316 5.909 3.697 6.680 7.687 4.883 4.636 7.440
Perindustrian 111.679 171.668 84.259 106.782 113.874 126.857 122.544 116.525
Perdagangan 82.264 96.364 43.288 44.099 45.063 46.759 47.255 48.450
Jasa-Jasa 113.569 139.124 43.161 44.316 48.252 50.513 48.873 49.061
Lain-Lain 39.304 35.053 26.951 47.620 49.487 54.555 59.384 65.255

1) Tidak termasuk pinjaman antarbank, pinjaman kepada pemerintah pusat dan bukan penduduk, serta nilai lawan valuta asing pinjaman
investasi dalam rangka bantuan proyek

302
Lampiran

Tabel 42
Kredit Perbankan dalam Rupiah dan Valuta Asing
menurut Kelompok Bank dan Sektor Ekonomi 1)
(miliar rupiah)

2001
Rincian 1997 1998 1999 2000
Mar. Jun. Sep. Des.

1. Bank Persero 153.266 220.747 112.288 102.061 106.542 112.726 113.577 117.104
Pertanian 14.279 17.012 15.516 11.209 12.082 12.035 11.677 12.034
Pertambangan 1.939 1.989 1.360 2.522 2.995 2.936 2.833 5.554
Perindustrian 46.868 84.510 38.489 34.878 36.652 39.239 40.949 40.099
Perdagangan 32.970 43.601 21.958 16.431 16.597 17.985 17.512 17.973
Jasa-Jasa 39.421 55.792 19.945 16.370 17.367 17.249 15.691 15.537
Lain-Lain 17.789 17.843 15.020 20.651 20.849 23.282 24.915 25.907

2. Bank Swasta Nasional 168.723 193.361 56.012 82.425 87.869 98.660 104.092 101.871
Pertanian 10.185 20.272 5.740 4.987 5.524 6.865 6.674 6.050
Pertambangan 2.500 2.414 371 863 808 745 720 838
Perindustrian 35.592 45.416 14.421 22.914 24.427 30.876 33.761 28.237
Perdagangan 40.513 40.687 13.307 21.656 22.306 22.144 23.453 23.402
Jasa-Jasa 63.716 72.058 15.605 17.500 19.274 21.461 20.859 22.160
Lain-Lain 16.217 12.514 6.568 14.505 15.530 16.569 18.625 21.185

3. Bank Pemerintah Daerah 7.539 6.570 6.793 10.106 11.152 12.453 14.674 15.419
Pertanian 267 354 853 527 512 498 526 536
Pertambangan 21 19 18 65 71 84 147 188
Perindustrian 429 409 190 249 261 279 284 257
Perdagangan 1.206 1.053 816 1.182 1.329 1.578 1.930 2.108
Jasa-Jasa 2.386 1.820 1.376 1.260 1.308 1.262 1.752 1.411
Lain-Lain 3.230 2.915 3.540 6.823 7.671 8.752 10.035 10.920

4. Bank Asing & Campuran 48.606 66.748 50.040 74.408 79.812 82.494 72.077 73.199
Pertanian 1.271 1.670 1.668 2.780 2.894 3.368 2.851 2.244
Pertambangan 856 1.487 1.948 3.230 3.813 1.118 936 860
Perindustrian 28.790 41.333 31.159 48.741 52.534 56.463 47.550 47.932
Perdagangan 7.575 11.023 7.207 4.830 4.831 5.052 4.360 4.968
Jasa-Jasa 8.046 9.454 6.235 9.186 10.303 10.541 10.571 9.952
Lain-Lain 2.068 1.781 1.823 5.641 5.437 5.952 5.809 7.243

5. Jumlah (1 s.d. 4) 378.134 487.426 225.133 269.000 285.375 306.333 304.420 307.594
Pertanian 26.002 39.308 23.777 19.503 21.012 22.766 21.728 20.863
Pertambangan 5.316 5.909 3.697 6.680 7.687 4.883 4.636 7.440
Perindustrian 111.679 171.668 84.259 106.782 113.874 126.857 122.544 116.525
Perdagangan 82.264 96.364 43.288 44.099 45.063 46.759 47.255 48.450
Jasa-Jasa 113.569 139.124 43.161 44.316 48.252 50.513 48.873 49.061
Lain-Lain 39.304 35.053 26.951 47.620 49.487 54.555 59.384 65.255

1) Tidak termasuk pinjaman antarbank. pinjaman kepada pemerintah pusat dan bukan penduduk, serta nilai lawan valuta asing pinjaman
investasi dalam rangka bantuan proyek

303
Lampiran

Tabel 43
Perkembangan Jumlah Aliran Uang Kertas di Jakarta dan KKBI
(triliun rupiah)

1997 1998 1999 2000 2001


Kantor
Masuk Keluar Masuk Keluar Masuk Keluar Masuk Keluar Masuk Keluar

Jakarta 18.7 32.2 24.2 39,9 24,4 47,2 33,2 51,4 34,9 53,7
Bandung 14,1 9,1 17,9 14,7 22,2 17,1 28,0 20,4 37,6 23,7
Semarang 11,8 6,9 14,5 9,3 17,8 13,6 20,2 15,1 25,5 17,4

Surabaya 13,9 13,3 18,8 18,5 23,4 23,9 28,8 28,6 37,9 33,5
Medan 6,9 7,7 9,4 10,3 11,4 12,8 11,5 11,9 15,1 15,3
Padang 4,2 5,6 5,8 8,7 6,5 11,7 7,8 13,1 10,1 14,9

Makassar 4,7 5,4 7,3 8,8 8,7 10,0 10,4 12,4 13,8 14,9
Banjarmasin 3,6 4,9 4,8 7,2 6,1 9,0 7,8 11,2 10,1 13,4

Jumlah 77,9 85,1 102,7 117,4 120,5 145,3 147,7 164,1 185,0 186,8

Tabel 44
Pangsa Aliran Uang Keluar per Jenis Pecahan di Jakarta dan KKBI Tahun 2001
(persen)

Kantor Rp100.000,00 Rp50.000,00 Rp20.000,00 Rp10.000,00 Rp5.000,00 <= Rp1.000,00 Total

Jakarta 42 38 12 5 2 1 100

Bandung 51 33 11 3 1 1 100

Semarang 50 33 11 4 1 0 100

Surabaya 49 38 7 4 1 1 100

Medan 47 36 10 4 2 1 100

Padang 43 34 13 8 2 1 100

Makassar 44 35 14 4 2 1 100

Banjarmasin 47 34 12 5 2 1 100

304
Lampiran

Tabel 45
Perkembangan Jumlah Aliran Uang Logam di Jakarta dan KKBI
(miliar rupiah)

1997 1998 1999 2000 2001


Kantor
Masuk Keluar Masuk Keluar Masuk Keluar Masuk Keluar Masuk Keluar

Jakarta 14,4 79,5 4,4 105,5 2,2 117,7 4,1 184,5 0,1 196,9
Bandung 17,3 8,7 10,8 12,9 11,1 14,8 15,2 21,0 16,5 28,5
Semarang 23,2 7,4 13,9 8,3 12,2 13,2 14,3 14,4 17,0 15,6
Surabaya 2,9 15,9 1,2 32,8 2,2 29,7 1,8 33,5 4,0 44,2
Medan 2,0 7,4 3,3 11,2 1,1 13,1 0,4 14,0 0,7 24,1
Padang 0,7 7,3 0,3 14,1 0,3 9,7 0,3 12,3 0,5 21,8
Makassar 1,0 7,4 0,5 12,6 0,6 11,2 1,1 10,9 0,5 20,8
Banjarmasin 0,7 6,1 0,7 15,5 0,6 11,4 1,4 11,0 0,8 15,6

Jumlah 62,2 139,7 35,1 212,9 30,3 220,8 38,6 301,6 40,1 367,5

305
Lampiran

Tabel 46
Pertumbuhan Ekonomi Dunia
(persen)

Negara 1997 1998 1999r 2000r 2001*

Dunia 4,1 2,6 3,6 4,7 2,4

Negara Industri/Maju 3,4 2,4 3,3 3,9 1,1


7 Negara industri utama 3,2 2,5 3,0 3,5 1,0
Amerika Serikat 4,4 4,4 4,1 4,1 1,0
Jepang 1,6 -2,5 0,7 2,2 -0,4
Jerman 1,4 2,1 1,8 3,0 0,5
Perancis 2,0 3,2 3,0 3,5 2,1
Italia 1,8 1,5 1,6 2,9 1,8
Inggris 3,5 2,6 2,1 2,9 2,3
Kanada 4,4 3,3 5,1 4,4 1,4
Lain-Lain 4,2 2,0 4,9 5,2 1,5

Negara Berkembang 5,7 3,5 3,9 5,8 4,0


Afrika 2,8 3,1 2,5 2,8 3,5
Timur Tengah, Malta, dan Turki 5,1 4,1 1,1 5,9 1,8
Amerika Latin 5,4 2,2 0,1 4,1 1,0
Asia 6,5 4,1 5,9 6,7 5,6
NIEs Asia 5,8 -2,3 7,9 8,2 0,4
RRC 8,8 7,8 7,1 8,0 7,3
Indonesia 4,7 -13,2 0,8 4,8 3,2
Singapura 9,0 0,3 4,5 9,9 -2,9
Malaysia 7,7 -6,7 6,1 8,3 0,3
Thailand -1,3 -9,4 4,3 4,4 1,5
Filipina 5,2 -0,5 3,4 4,0 2,9
Vietnam 8,2 3,5 4,2 5,5 4,7

Negara-Negara Transisi 1) 1,6 -0,8 3,6 6,3 4,9


Eropa Tengah dan Timur 2,1 2,0 2,0 3,8 3,0
Rusia 0,9 -4,9 5,4 8,3 5,8
Transcaucasus dan Asia Tengah 2,6 2,5 4,6 5,3 -

1) Tidak termasuk Belarusia dan Ukraina


Sumber: – IMF, World Economic Outlook, December 2001
– Bank Indonesia

306
Lampiran

Tabel 47
Inflasi Dunia
(persen)

Negara 1997 1998 1999r 2000r 2001 *

Dunia 4,2 2,5 3,0 - -


Negara Industri/Maju 2,1 1,5 1,4 2,3 2,3
7 Negara industri utama 2,0 1,3 1,4 2,3 2,2
Amerika Serikat 2,3 1,6 2,2 3,4 2,9
Jepang 1,7 0,6 -0,3 -0,8 -0,7
Jerman 1,5 0,6 0,7 2,1 2,4
Perancis 1,3 0,7 0,6 1,8 1,8
Italia 1,7 1,7 1,7 2,6 2,6
Inggris 2,8 2,7 2,3 2,1 2,3
Kanada 1,4 1,0 1,7 2,7 2,8
Lain-Lain 2,4 2,5 1,3 2,4 2,9

Negara Berkembang 9,2 10,3 6,8 5,9 6,0


Afrika 11,1 8,7 11,8 13,5 12,8
Timur Tengah, Malta, dan Turki 27,7 27,6 23,3 19,1 19,1
Amerika Latin 13,2 10,6 9,3 8,1 6,3
Asia 4,8 8,0 2,4 1,9 2,8
NIEs Asia 3,4 4,4 0,3 1,2 2,0
RRC 2,8 -0,8 -1,5 0,4 1,0
Indonesia 11,1 77,6 2,01 3,8 11,5
Singapura 2,0 -0,3 0,2 1,4 1,0
Malaysia 2,7 5,3 3,0 1,5 1,5
Thailand 5,6 8,1 0,5 1,5 1,7
Filipina 6,0 9,7 8,5 4,3 6,1
Vietnam 3,2 7,7 7,6 -1,7 0,8

Negara-Negara Transisi 1) 28,2 20,9 43,9 20,1 16,0


Eropa Tengah dan Timur 41,8 17,1 10,9 12,8 9,3
Rusia 14,7 27,8 85,7 20,8 21,5
Transcaucasus dan Asia Tengah 36,5 15,3 15,4 14,8 -

Sumber : – IMF, World Economic Outlook, December 2001


– Bank Indonesia
– BPS

307
Lampiran

Tabel 48
Suku Bunga (%) dan Nilai Tukar

Rincian 1997 1998 1999r 2000r 2001 *

Suku Bunga di Negara-negara Industri


Jangka Pendek 4,00 4,00 3,80 - -
Jangka Panjang 5,40 4,50 5,30 - -

LIBOR 6 bulan
USD - - 5,50 6,60 3,80
Yen - - 0,20 0,30 0,20
Euro - - 3,00 4,60 4,10

Nilai Tukar
Yen/USD 120,99 130,91 102,51 114,41 131,66
DM/USD 1,73 1,76 1,94 2,08 2,20
SD/GBP 1,64 1,66 1,62 1,49 1,45

Sumber : – IMF, World Economic Outlook , December 2001


– IMF, International Financial Statistics, December 2001

Tabel 49
Perkembangan Volume Perdagangan Barang dan Harga Dunia
(persen)

Rincian 1997 1998 1999r 2000r 2001 *

Volume Perdagangan Barang 10,0 4,1 5,4 12,4 1,0

Harga
Barang-barang Industri -7,8 -1,2 -1,8 -5,1 -1,7
Komoditas Primer Nonmigas -3,2 -14,7 -7,0 1,8 -5,5
Minyak -5,4 -32,1 37,5 56,9 -14,0

Sumber : – IMF, World Economic Outlook, December 2001

308
Lampiran

Tabel 50
Transaksi Berjalan di Negara Industri dan Negara Sedang Berkembang
(persen PDB)

Negara 1997 1998 1999r 2000r 2001*

7 Negara industri utama


Amerika Serikat -1,7 -2,5 -3,5 -4,5 -4,8
Jepang 2,2 3,2 2,4 2,5 2,2
Jerman -0,1 -0,2 -0,9 -1,0 -0,8
Perancis 2,8 2,7 2,6 1,8 2,5
Italia 2,8 1,7 0,5 -0,5 -0,1
Inggris 0,8 - -1,1 -1,7 -1,7
Kanada -1,6 -1,8 0,2 2,5 1,9

Negara Berkembang
RRC 3,8 3,4 1,6 1,9 1,0
Indonesia -2,3 4,3 4,10 5,2 3,4
Singapura 15,7 20,9 21,1 21,9 7,5
Malaysia -5,1 12,9 15,9 9,4 7,5
Thailand -2,0 12,8 10,2 7,5 4,7
Filipina -5,3 2,0 10,0 12,1 4,9

Sumber : – IMF, World Economic Outlook, December 2001

309
Lampiran

Lampiran G
Specimen Pecahan Uang Kartal
Yang Diterbitkan Pada Tahun 2001

Pecahan Rp 5000
Bayang-bayang logo
"BI" ( Latent Image)
Gambar utama terasa
kasar bila diraba

Angka Nominal
terasa kasar bila Garuda Pancasila
diraba
Tanda air
Cut Nyak Meutia
Rectoverso
Angka Nominal
Tulisan mikro terasa kasar bila
"BANK INDONESIA 5000” diraba

Tulisan Nominal
terasa kasar bila Tulisan mikro
diraba “BANK INDONESIA 5000”

Anti copy dalam bentuk tulisan “RI” Benang pengaman

Angka “5000” yang terlihat Tulisan mikro Anti copy dalam


apabila disinar dengan UV "BANK INDONESIA" bentuk tulisan “RI”

Nomor Seri
Angka Nominal

Rectoverso
Tanda air
Cut Nyak Meutia

Nomor Seri Angka Nominal

Benang pengaman Tulisan mikro Tulisan mikro "BI"


"BANK INDONESIA"

310
Lampiran

Lampiran H

Daftar Singkatan

ad atas dasar
ACBF ASEAN Central Bank Forum
ADB Asian Development Bank
AFMM ASEAN Finance Ministers Meeting
AFTA Asian Free Trade Area
Ags Agustus
APBN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
APEC Asia-Pacific Economic Cooperation
Apr April
ARMA Auto Regressive Moving Average
AS Amerika Serikat
ASA ASEAN Swap Arrangements
ASEAN Association of South-east Asian Nations
ATM automated teller machine
BBKU bank beku kegiatan usaha
BBM bahan bakar minyak
BCSB Basel Committee of Bank Supervisors
BDP bank dalam penyehatan
BEJ Bursa Efek Jakarta
BI Bank Indonesia
BI-RTGS Bank Indonesia - Real Time Gross Settlement
BIS Bank For International Settlement
BKD Badan Kredit Desa
BKPM Badan Koordinasi Penanaman Modal
BLS Baseline Economic Survey
BM Base Money
BMPK batas maksimum pemberian kredit
BNI Bank Negara Indonesia
BNM Bank Negara Malaysia
BOE Bank of England
BOP Balance of Payment
BOTASUPAL Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu
bp basis point

311
Lampiran

BPD Bank Pembangunan Daerah


BPEN Badan Pengembangan Ekspor Nasional
BPKP Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan
BPPN Badan Penyehatan Perbankan Nasional
BPR Bank Perkreditan Rakyat
BPS Badan Pusat Statistik
BRER Bilateral Real Exchange Rate
BRI Bank Rakyat Indonesia
BSA Bilateral Swap Arrangement
BTN Bank Tabungan Negara
BTO bank take over
BUMN Badan Usaha Milik Negara
BUMS Badan Usaha Milik Swasta
BUSN Bank Umum Swasta Nasional
CAR capital adequacy ratio
CBS Claims on Busines Sector
CBS Currency Board System
CBU Completely Built Up
CCI Consumer Confidence Index
CGI Consultative Group on I–ndonesia
C&F Cost and Freight
CMI Chiang Mai Initiative
CPO crude palm oil
crd crude
CSA Centralized Settlement Account
D diragukan
DAK dana alokasi khusus
Dati Daerah Tingkat
DAU dana alokasi umum
DBH dana bagi hasil
Des Desember
DHE devisa hasil ekspor
Dir Direktur
DIY Daerah Istimewa Yogyakarta
DJIA Dow Jones Industrial Average
DKI Daerah Khusus Ibukota

312
Lampiran

DKM-BI Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter - Bank Indonesia


DN dalam negeri
doc dokumen
DPK dana pihak ketiga
DPM Direktorat Pengelolaan Moneter
DPNP Direktorat Penelitian dan Pengembangan Perbankan
DPR Dewan Perwakilan Rakyat
DRI Danareksa Research Institute
DSM Direktorat Statistik Moneter
DTI Direktorat Teknologi Informasi
DSR debt service ratio
DVP Delivery Versus Payment
ECB European Central Bank
EFT electronic fund transfer
EFF Extended Fund Facility
EMEAP Executive Meeting of East Asia and Pacific Central Bankers
EO Exchange Offer
EUR Euro
FAASM Fixed Asset Accounting Simulation Model
FATF Financial Action Task Force
FDI Foreign Direct Investment
Feb Februari
FKE Fasilitas Kredit Ekspor
FLI Fasilitas Likuiditas Intrahari
fob free on board
FR Fixed Rate
FSF Financial Stability Forum
GARCH General Auto-regresive Conditional Heteroscidasticity
GBHN Garis-Garis Besar Haluan Negara
GBI Gubernur Bank Indonesia
GBP Great Britain Poundsterling
GCS gross capital stock
GDP gross domestic product
GFA gross foreign assets
GFCF gross fixed capital formation
GTZ Gesselschaft fur Technische Zusammenarbeit GmbH

313
Lampiran

GWM Giro Wajib Minimum


G–20 Group 20, terdiri atas 20 negara
HAM hak asasi manusia
HDI Human Development Index
HIPC Highly Indebted Poor Countries
HJE harga jual eceran
IBI Institut Bankir Indonesia
IBJ Industrial Bank of Japan
IBRD International Bank for Reconstruction and Development
ICOR Incremental Capital Output Ratio
IAP Individual Action Plan
IDR Indonesia Rupiah
IFSO Islamic Financial Services Organization
IHK indeks harga konsumen
IHPB indeks harga perdagangan besar
IHSG indeks harga saham gabungan
IIFM Internasional Islamic Financial Market
IMF International Monetary Fund
IMFC International Monetary Financial Committee
IPP Independen Power Producer
IRFCL International Reserve and Foreign Currency Liquidity
ITS Institut Teknologi Surabaya
Jan Januari
JBIC Japan Bank for International Cooperation
JIBOR Jakarta interbank offered rate
JITF Jakarta Initiative Task Force
JPY Japan Yen
JORR Jakarta Outer Ring Road
Jul Juli
Jun Juni
KA Kereta Api
KAP kualitas aktiva produktif
KBI Kantor Bank Indonesia
KCS Kantor Cabang Syariah
Kep keputusan
KHM kebutuhan hidup minimum

314
Lampiran

KLBI Kredit Likuiditas Bank Indonesia


KMK Keputusan Menteri Keuangan
KP Kurang Potensial
KP Kantor Pusat
KPMM kewajiban penyediaan modal minimum
KPR Kredit Pemilikan Rumah
KRW Korean Won
KUK Kredit Usaha Kecil
L lancar
L/C Letter of Credit
LDKP Lembaga Dana dan Kredit Pedesaan
LDR laon to deposit ratio
LIE Leading Indikator Ekonomi
LIBOR London Interbank Offered Rate
LKBB lembaga keuangan bukan bank
LLD lalu lintas devisa
LLM lalu lintas modal
LN luar negeri
LNG liquefied natural gas
LoI Letter of Intent
LPG liquefied petroleum gas
LPJK Lembaga Pengawas Sektor Jasa Keuangan
LPSM Lembaga Pengembangan Swadaya Masyarakat
LPS Lembaga Penjamin Simpanan
Mar Maret
MDH the mixture distribution hypothesis
MFG Manila Framework Group
Migas minyak dan gas
MMBTU mille mille British thermal unit
MNC multinational corporation
MoU Memorandum of Understanding
MPP Menteri Perindustrian dan Perdagangan
MPR Majelis Permusyawaratan Rakyat
mtm month to month
NBER the National Bureu for Economic Research
NCG net claims on government

315
Lampiran

NCS net capital stock


NDA net domestic assets
NFA net foreign assets
NIM net interest margin
NIR net international reserve
NOI net other items
Nov November
NPI Neraca Pembayaran Indonesia
NPLs non performing loans
NTB Nusa Tenggara Barat
NTT Nusa Tenggara Timur
OAA Osaka Action Agenda
ODA Official Development Assistance
Okt Oktober
O/N overnight
OPEC Organization of Petroleum Exporting Countries
OPT operasi pasar terbuka
P Potensial
PAM Perusahaan Air Minum
PAPSI Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia
PBB pajak bumi dan bangunan
PBB Persatuan Bangsa-Bangsa
PBI Peraturan Bank Indonesia
PDB produk domestik bruto
PDN Posisi Devisa Neto
Pefindo Pemeringkat Efek Indonesia
PERC Political Economic Risk
PERUM Perusahaan Umum
PHK pemutusan hubungan kerja
PHP Philippines Peso
PIM Perpetual Inventory Method
PIPU Pusat Informasi Pasar Uang
PKPD Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
PLN Perusahaan Listrik Negara
PLN Pinjaman Luar Negeri
PMA penanaman modal asing

316
Lampiran

PMTDB Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto


PMDN penanaman modal dalam negeri
PNB Pendapatan Nasional Bruto
PNBP Penerimaan Negara Bukan Pajak
PNM Permodalan Nasional Madani
PNS pegawai negeri sipil
Polri Polisi Republik Indonesia
PPAP penyisihan penghapusan aktiva produktif
PPh pajak penghasilan
PPN pajak pertambahan nilai
PPn-BM pajak penjualan barang mewah
PrsFI Promotion of Small Financial Institution
PRGF Poverty Reduction and Growth Facility
PRSP Poverty Reduction Strategy Paper
PRBC Poverty Reduction Support Credit
PSAKS Pernyataan Standar Akuntansi Perbankan Syariah
PTTB pemberian tanda tidak berharga
PUAB pasar uang antar bank
PUKM Pengembangan Usaha Kecil dan Mikro
RBDPO Refired Blenched Deodorized Palm Oil
RCC RTGS Central Computer
REER real effective exchange rate
RKAT Rencana Kerja Anggaran Tahunan
Rp Rupiah
RRC Republik Rakyat China
RTGS Real Time Gross Settlement
RUU Rancangan Undang-Undang
SBA Stand By Arrangement
SBI Sertifikat Bank Indonesia
SD selected default
SDA sumber daya alam
SDM sumber daya manusia
SDR Special Drawing Rights
SE Surat Edaran
SEACEN South East Asia Central Bank
SEANZA South East Asia, New Zealand, and Australia Central Bank

317
Lampiran

SEG SEACEN Expert Group


Sep September
SIABE Sistem Informasi Agroindustri Berorientasi Ekspor
SIB Sistem Informasi Baseline Economic Survey
SIBOR Singapore Interbank Offered Rate
SID Sistem Informasi Debitur
SIKJI Sistem Informasi Kliring Jarak Jauh
SIKPA sisa kurang pembiayaan anggaran
SI-LMUK Sistem Informasi Pola Pembiayaan/Lending Model Usaha Kecil
SIPMK Sistem Informasi Prosedur Memperoleh Kredit
SIPU Sistem Informasi Pengedaran Uang
SI-PUK Sistem Informasi Terpadu Pengembangan Usaha Kecil
SKDU Survei Kegiatan Dunia Usaha
SKEJ Sistem Kliring Elektronik Jakarta
SNA Standardized National Account
SP sangat potensial
SPE survey penjualan eceran
S&P Standard and Poor’s
SPKUI Sistem Peninjau Keputusan untuk Investasi
SPPK Studi Struktur & Perkembangan Pasar Keuangan
SRK Satgas Restrukturisasi Kredit
SSB Surat-Surat Berharga
STB Survei Tendensi Bisnis
STK Survei Tendensi Konsumen
SUP Surat Utang Pemerintah
SWBI Sertifikat Wadiah bank Indonesia
TAMC Thai Asset Management Company
TDL tarif dasar listrik
THB Thailand Baht
TKI Tenaga Kerja Indonesia
TNI Tentara Nasional Indonesia
TPK Terminal Peserta Kliring
TPT Tekstil dan Produk Tekstil
Trw triwulan
UGM Universitas Gajah Mada
UK United Kingdom

318
Lampiran

UKIP Unit Khusus Investigasi Perbankan


UKM usaha kecil dan menengah
UMP upah minimum propinsi
UMR upah minimum regional
UN United Nation
UNDP United National Development Program
US United States
USAID United States Agencies for International Development
USD United States Dollar
UU Undang-Undang
UYD uang yang diedarkan
Valas valuta asing
VR variable rate
WEO World Economic Outlook
WTC World Trade Centre
WTO World Trade Organization
YoY year on year

319

You might also like