You are on page 1of 42

LAPORAN PENELITIAN

FORMULASI MIKROEMULSI MINYAK KELAPA MURNI (Virgin coconut oil) DENGAN TWEEN 80 SEBAGAI SURFAKTAN

Oleh : Kori Yati, S.Si., Apt. ( Ketua ) Fith Khaira Nursal, M. Si., Apt. ( Anggota )

Dibiayai oleh Lembaga Penelitian dan Pengembangan UHAMKA Dengan No. Kontrak : 018/B.016.31/2010 Tanggal 1 Juli 2010

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA JAKARTA 2011

HALAMAN PENGESAHAN 1. Judul : FORMULASI MIKROEMULSI MINYAK KELAPA MURNI (Virgin coconut oil) DENGAN TWEEN 80 SEBAGAI SURFAKTAN : 018/B.016.31/2010
: : : : : : : : : : Teknologi Farmasi Kori Yati, S.Si., Apt. Perempuan Farmasi Asisten Ahli MIPA/Farmasi Jl. Delima II/IV Islamic Center Muhammadiyah Klender Jakarta Timur 021-86609772 Fax 021-86609772 Rusun Klender Blok 62/II/08 Kel Malaka Sari Kec. Duren Sawit Jakarta Timur. 08151685623 koriyati_apt@yahoo.com 1 orang Fith Khaira Nursal, M. Si., Apt Laboratorium Farmasi UHAMKA. Juli s.d Desember 2010 Rp 6.000.000,- ( Enam juta rupiah) Jakarta, 03 Januari 2011 Mengetahui, Dekan FMIPA Ketua Peneliti,

2. Nomor Kontrak
2. Bidang Penelitian 3. Ketua Peneliti a. Nama Lengkap b. Jenis Kelamin c. NIDN d. Disiplin Ilmu e. Pangkat/Golongan f. Fakultas/Jurusan g. Alamat h. Telepon/Fax i. Alamat Rumah

4. 5. 6. 7. 8.

j. Telepon/Fax/Email k. E-mail Jumlah Anggota Peneliti Nama Anggota Lokasi Penelitian Tanggal Peneltian Jumlah Biaya penelitian

: : : : : : :

Drs. H. Endang Abutarya, M. Pd

Kori Yati, S.Si., Apt.

Menyetujui, Ketua Lembaga Penelitian UHAMKA

Drs. Daniel Fernandez, M. Si.

ii

ABSTRAK

Virgin Coconut Oil (VCO) merupakan minyak kelapa murni yang dibuat dari daging kelapa segar yang dioleh pada suhu rendah sehingga kandungan yang penting dalam minyak tetap dapat dipertahankan. Minyak kelapa murni jika digunakana langsung pada kulit kurang nyaman, karena sulit dibersihkan dengan air. Salah satu cara ntuk mengatasi masalah tersebut dengan memformulasi VCO dalam bentuk mikroemulsi. Penelitian ini bertujuan untuk membuat mikroemulsi VCO yang memenuhi criteria farmasetika dan mudah digunakan untuk tujuan kosmetika. Dalam pembuatan mikroemulsi yang jernih dan stabil secara fisik, diperlukan bantuan senyawa yang disebut surfaktan yaitu kelompok senyawa yang bekerja dalam menurunkan tegangan permukaan minyak dan air. Mikroemulsi dibuat dengan menggunakan tween 80 sebagai surfaktan dan ditambahkan dalam beberapa variasi konsentrasi (40%, 45%, 50%, 55% dan 60%), serta ditambahkan juga sorbitol sebagai kosurfaktan. Sediaan dievalusi selama 8 minggu yang meliputi organoleptis, pH, BJ, viskositas, pemisahan fase dengan metode free thaw dan sertrifugasi, serta pengukuran tegangan permukaan dan diameter partikel/globul. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa mikroemulsi yang jernih dan stabil secara fisik dihasilkan dengan konsentrasi tween 80 sebanyak 45%.

iii

KATA PENGANTAR Bismillahirahmanirrahim Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul FORMULASI MIKROEMULSI MINYAK KELAPA MURNI (Virgin coconut oil) DENGAN TWEEN 80 SEBAGAI SURFAKTAN. Penelitian ini merupakan penelitian yang didanai oleh Lembaga Penelitian UHAMKA. Pada kesempatan ini izinkanlah penulis untuk menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Suyatno, M.Pd selaku Rektor UHAMKA. 2. Bapak Drs. Daniel Fernandez, M.Si. selaku Ketua Lemlit UHAMKA. 3. Bapak Drs. H. Endang Abutarya, M.Pd, selaku Dekan FMIPA UHAMKA. 4. Bapak Hadi Sunaryo, M.Si., Apt., selaku Ketua Program Studi Farmasi FMIPA UHAMKA. 5. Dosen dosen FMIPA UHAMKA yang telah memberikan masukan dalam penelitian ini. 6. Saudari Wina Septilawati yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian ini. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam dalam penulisan laporan ini, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun . Penulis berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya serta perkembangan ilmu pengetahuan dimasa yang akan datang.

Jakarta, Januari 2011

Penulis

iv

DAFTAR ISI

Halaman LEMBAR PENGESAHAN........................................................ i ABSTRAK........ ii KATA PENGANTAR. iii DAFTAR ISI iv DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR TABEL. vii DAFTAR LAMPIRAN. viii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. B. Identifikasi Masalah. C. Pembatasan Masalah D. Perumusan Masalah. E. Tujuan Penelitian. F. Manfaat Penelitian... 1 1 3 3 3 4 4

BAB II

5 TINJAUAN PUSTAKA....................................... A. Virgin Coconut Oil (VCO) ...... 5 B. Kulit . 6 C. Surfaktan . 8 D. Mikroemulsi . 9 E. Monografi bahan Tambahan .... 16 F. Hipotesis.. 17 METODOLOGI PENELITIAN...... A. Tempat dan Waktu Penelitian....................... B. Alat dan Bahan...... C. Pola Penelitian....... D. Prosedur Penelitian....... E. Analisis Data..................... 18 18 18 19 19 21

BAB III

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN............................................. 22 A. Hasil ................................................................................ 22 B. Pembahasan ................................................................... 26 KESIMPULAN DAN SARAN... 32 A. Kesimpulan...... 32 B. Saran...... 32 33 35

BAB V

DAFTAR PUSTAKA.......... LAMPIRAN-LAMPIRAN.....................................................................

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Diagram fase mikroemulsi............................................................ Gambar 2. Grafik hasil pengukuran pH.......................................................... Gambar 3. Hasil pengukuran viskositas..........................................................

12 24 25

vi

DAFTAR TABEL

Tabel I. Tabel II. Tabel III. Tabel VI. Tabel V. Tabel VI. Tabel VII. Tabel VIII.

Formula mikroemulsi .............................................................. Bentuk fisik minyak kelapa murni........................................... Hasil pemeriksaan karateristik VCO........................................ Pengamatan organoleptis mikroemulsi VCO .......................... Hasil pengukuran bobot jenis .................................................. Hasil pengamatan pemisahan fase pada siklus freeze thaw..... Hasil pemisahan fase pada sentrifugasi.................................... Hasil pengukuran tegangan permukaan mikroemulsi..............

19 22 22 23 24 25 26 26

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lampiran 2 Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5.

Karateristik minyak kelapa murni (VCO) ......................................... Data hasil pengukuran pH dan viskositas selama penyimpanan ....... Grafik hasil pengukuran ukuran partikel mikroemulsi ...................... Hasil analisa statistik viskositas ........................................................ Hasil formula mikroemulsi minyak kelapa murni..............................

35 36 37 38 39

viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Minyak kelapa murni (virgin coconut oil) merupakan minyak kelapa yang dihasilkan dengan sebuah proses alamiah tanpa menggunakan zat kimia atau bahan sintetik lainnya yang tidak mempunyai efek samping bagi tubuh. Minyak kelapa murni mengandung senyawa-senyawa aktif yang bermanfaat bagi tubuh manusia. Senyawa-senyawa aktif tersebut antara lain tokoferol, dan beberapa jenis asam lemak seperti kaproat, kaprilat, kaprat, dan laurat. Tokoferol berkhasiat sebagai antioksidan sehingga dapat memperkuat sistem kekebalan tubuh, dan menangkal radikal bebas (Nur, A. 2005). Manfaat yang luas dari minyak kelapa murni tidak hanya digunakan sebagai pengobatan, tetapi juga untuk perawatan dan kecantikan kulit. Minyak kelapa murni mengandung antioksidan tinggi yang berkhasiat sebagai anti radikal bebas dan anti penuaan pada kulit. Tetapi hal ini kurang didukung oleh bentuk sediaan minyak kelapa murni jika digunakan secara topikal. Selain itu minyak kelapa murni sulit dibersihkan dengan air sehingga kurang nyaman. Untuk mengatasinya minyak kelapa murni dapat diformulasi dalam bentuk mikroemulsi. Mikroemulsi merupakan suatu sistem dispersi yang dikembangkan dari sediaan emulsi. Mikroemulsi merupakan sistem dispersi minyak dengan air yang distabilkan oleh lapisan antarmuka dari molekul surfaktan (El-laithy, H.

ix

M. 2003). Mikroemulsi terdiri dari minyak, air, surfaktan, dan co-surfaktan. Surfaktan yang digunakan dapat tunggal maupun campuran dengan surfaktan yang lain (Purnojati, P. Patil R,T, Sheth P,D, Bommared G, Dondeti P dan Egbaria K. 2002). Jika dibandingkan dengan emulsi, mikroemulsi mempunyai beberapa kelebihan diantaranya stabil secara termodinamika, jernih, transparan, viskositasnya rendah, serta mempunyai tingkat solubilisasi yang tinggi sehingga dapat meningkatakan bioavaibilitas obat di dalam tubuh. Karateristik tersebut membuat mikroemulsi mempunyai peranan sebagai alternatif dalam formula untuk zat aktif yang tidak larut (Gulati R, Sharma. S dan Gupta V. 2002 & Gulati R, Sharma. S dan Gupta V. 2002). Mikroemulsi dapat digunakan secara baik secara oral maupun topikal. Penggunaannya secara topikal yang dapat meningkatkan kelarutan minyak dan ukuran partikel yang sangat kecil semakin mempercepat mikroemulsi menembus lapisan-lapisan kulit manusia (Gulati R, Sharma. S dan Gupta V. 2002). Oleh karena itu, minyak kelapa murni sangat baik jika dibentuk dalam sediaan mikroemulsi. Pada penelitian ini akan dilakukan pembuatan sediaan mikroemulsi

minyak dalam air (M/A) dengan menggunakan minyak kelapa murni sebagai fase minyak. Percobaan dilakukan dengan variasi surfaktan tween 20 yang bertujuan untuk mengetahui konsentrasi surfaktan yang terbaik dan optimal agar menghasilkan sediaan mikroemulsi yang jernih. Selama percobaan karateristik, dan kestabilan mikroemulsi diperhatikan dari pemeriksaan organoleptis, bobot jenis, uji pH, uji stabilitas, uji viskositas, sentrifugasi, dan

pengukuran ukuran partikel mikroemulsi (Rieger MM. 2000, Martin, A. 1993 dan Idson, B. 1989.

B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut : 1. Apakah minyak kelapa murni dapat diformulasikan menjadi sediaan mikroemulsi yang stabil secara fisik? 2. Pada konsentrasi berapa tween 80 sebagai surfaktan yang optimal dapat menghasilkan sediaan mikroemulsi minyak kelapa murni yang stabil secara fisik?

C. Pembatasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada penambahan tween 80 sebagai surfaktan dalam berbagai konsentrasi terhadap stabilitas fisik mikroemulsi minyak kelapa murni (Virgin Coconut Oil).

D.

Perumusan Masalah Apakah peningkatan konsentrasi tween 80 sebagai surfaktan dapat berpengaruh terhadap stabilitas fisik mikroemulsi minyak kelapa murni (Virgin Coconut Oil)?

xi

E.

Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk membuat sediaan mikroemulsi minyak kelapa murni (Virgin Coconut Oil) yang stabil secara fisika.

F.

Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang pemanfaatan minyak kelapa murni (Virgin Coconut Oil) sebagai fase minyak pada sediaan mikroemulsi, dan melihat pengaruh peningkatan konsentrasi tween 80 sebagai surfaktan terhadap stabilitas fisik mikroemulsi.

xii

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Virgin Coconut Oil (VCO) Virgin Coconut Oil atau minyak kelapa murni dihasilkan dari buah kelapa tua yang segar atau baru dipetik, bukan terbuat dari kopra seperti minyak kelapa biasa, dan proses pembuatannya pun tidak menggunakan bahan kimia dan pemanasan tinggi. CODEX Alimentarius mendefinisikan minyak kelapa murni sebagai minyak dan lemak makan yang dihasilkan tanpa mengubah minyak. Minyak diperoleh hanya dengan perlakuan mekanis dan pemanasan minimal, karena tidak melalui pemanasan tinggi maka vitamin E dan enzim-enzim yang terkandung di dalam daging buah kelapa dapat dipertahankan (Nur, A. 2005). Minyak kelapa murni tersusun atas senyawa organik campuran ester dari gliserol dan asam lemak yang disebut dengan gliserida serta larut dalam pelarut minyak atau lemak, berbentuk cair pada suhu 26-350C, tetapi berubah menjadi lemak beku jika suhunya turun minyak kelapa murni dalam keadaan padat, titik lelehnya 24-270C. Minyak kelapa murni mengandung asam laurat yang sangat tinggi (4550%), suatu lemak jenuh berantai sedang (jumlah karbon 12) yang biasa disebut dengan Medium Chain Fatty Acid (MCFA), juga mengandung asam laurat yang mempunyai perangkat antivirus yang hebat. Selain mengandung asam laurat juga mengandung asam kaprat, yaitu asam lemak yang memiliki sifat antimikroba yang sangat kuat.

xiii

Minyak kelapa murni mengandung Medium Chain Trygliceride (MCT) yang mudah diserap oleh sel, yang selanjutnya masuk ke dalam mitokondria sehingga metabolisme tubuh meningkat. Tambahan energi dari metabolisme tersebut menghasilkan efek stimulasi dalam tubuh terhadap penyakit dan mempercepat penyembuhan dari sakit. MCT adalah asam lemak berantai C6 (kaproat), C8 (kaprilat), C10 (kaprat), dan C12 (laurat). Minyak kelapa murni juga mengandung tokoferol (0,03%) yang berfungsi sebagai antioksidan sehingga menurunkan kebutuhan vitamin E. Teknologi pengolahan minyak kelapa murni yang paling banyak digunakan adalah penggilingan basah dan fermentasi. Pada penggilingan basah, minyak diekstrak dari daging kelapa segar tanpa didahului penggilingan, kemudian santan dikeluarkan dengan diperas, dan minyak dipisahkan melalui pemanasan pada suhu 100-1100C hingga terbentuk blondo (massa padatan yang terlarut dalam santan). Minyak disaring saat blondo masih berwarna putih lalu dipanaskan kembali dengan menggunakan kertas saring. Pada metode fermentasi, santan yang dikeluarkan dari kelapa yang baru saja dipetik difermentasi slama 24-26 jam. Selama waktu tersebut air dipisahkan dari minyak untuk menghilangan kandungan air kemudian disaring (Setiaji. 2006.

B. Kulit Kulit adalah lapisan jaringan yang terdapat pada lapisan luar tubuh yang menutupi dan melindungi permukaan tubuh. Fungsi kulit yaitu pengatur panas,

xiv

melindungi tubuh terhadap luka, mekanis, kimia, dan termis karena epitelnya dengan bantuan sekret kalenjar memberikan perlindungan terhadap kulit, perlindungan terhadap mikroorganisme pathogen, mengatur kseimbangan cairan melalui sirkulasi kalenjar, alat indra melalui persyarafan sensorik dan tekanan temperatur serta nyeri, sebagai alat rangsangan rasa yang dibawa oleh saraf sensorik dan motorik ke otak. Kulit manusia terdiri dari tiga lapisan utama, yaitu: (Syarifudin. 1997) 1. Lapisan epidermis (kulit ari) Merupakan lapisan terluar dengan tebal 0,16-0,8 mm, terdiri dari banyak lapisan sel keratinosit yang selalu aktif melakukan regenerasi dengan proses slama 28 hari. Epidermis dibagi 5 lapisan : stratum corneum (lapisan tanduk), stratum lusidum (lapisan tintangan), stratum garnulosum (lapisan seperti butir), stratum spinosum (lapisan sel duri), dan stratum gernatium (sel basah). 2. Lapisan dermis Lapisan dermis merupakan anyaman serabut kolagen dan elastin yang bertanggung jawab untuk sifat-sifat penting dari kulit. Dermis adalah lapisan kedua dari kulit, batas dengan epidermis dilapisi oleh membran basalis dan di sebelah bawah berbatasan dengan subkutis. 3. Jaringan subkutis Terdiri dari kumpulan-kumpulan sel lemak dan di antara gerombolan ini berjalan serabut-serabut jaringan ikat dermis. Sel-sel lemak berbentuk bulat dengan inti terdesak ke pinggir sehingga membentuk seperti cincin.

xv

C. Surfaktan Surfaktan atau zat aktif permukaan adalah molekul yang struktur kimianya terdiri dari dua bagian dan mempunyai perbedaan afinitas terhadap berbagai pelarut yaitu bagian hidrofobik dan hidrofilik. Bagian hidrofobik terdiri dari rantai panjang hidrokarbon terhalogenasi atau teroksigenasi, bagian ini mempunyai afinitas terhadap minyak atau pelarut non polar, sedangkan bagian hidrofilik dapat berupa ion, gugus polar, atau gugus-gugus yang larut dalam air. Oleh karena itu surfaktan seringkali disebut ampifil karena mempunyai afinitas tertentu baik terhadap pelarut polar maupun non polar. Surfaktan secara dominan terhadap hidrofilik, hidrofobik atau berada di antara minyak air. Ampifilik merupakan sifat dari surfaktan yang menyebabkan zat terabsorpsi pada antarmuka, apakah cair/gas, atau cair/cair. Agar surfaktan terpusat pada antarmuka, harus diimbangi dengan jumlah gugus-gugus yang larut air dan minyak. Bila molekul terlalu hidrofilik atau hidrofobik maka tidak akan memberikan efek pada antarmuka. Adsorpsi molekul surfaktan di permukaan cairan akan menurunkan tegangan permukaan dan adsorpsi di antara cairan akan menurunkan tegangan antarmuka (Lachman.1994). Tegangan permukaan adalah gaya persatuan panjang yang harus diberikan sejajar dengan permukaan cairan untuk mengimbangi tarikan ke dalam. Tegangan antarmuka adalah gaya persatuan panjang yang terdapat antarmuka dua fase cair yang tidak bercampur, dan seperti tegangan permukaan mempunyai satuan dyne/cm. Tegangan antarmuka selalu lebih kecil daripada tegangan permukaan karena gaya adhesif antar dua fase cair yang membentuk

xvi

suatu antarmuka adalah lebih besar daripada bila suatu fase cair dan suatu fase gas berada bersama-sama. Apabila dua cairan bercampur dengan sempurna, tidak ada tegangan antarmuka yang terjadi. Surfaktan terbagi menjadi : a. surfaktan anionik Surfaktan yang larut dalam air dan berionisasi menjadi ion negatif dan ion positf. Ion negatif bertindak sebagai surfaktan misalnya sulfat. b. surfaktan kationik Surfaktan yang larut dalam air, berionisasi menjadi ion negatif dan ion positif. Ion postif bertindak sebagai surfaktan, misalnya N-setil n-etil morfolium etosulfat. c. surfaktan amfoter Surfaktan yang molekulnya bersifat amfoter, misalnya : Asil Natrium lauril

aminopropiona, Imidazolinum betaine. d. surfaktan nonionik Surfaktan non ionik adalah surfaktan yang larut dalam air tetapi tidak berionisasi, misalnya : tween, dan span. D. Mikroemulsi Mikroemulsi merupakan sistem dispersi isotropik, jernih dan stabil secara termodinamika dari dua cairan yang tidak bercampur, yang distabilkan oleh lapisan antarmuka dari molekul surfaktan, dan surfaktan yang digunakan dapat dalam bentuk murni, campuran atau kombinasi dengan bahan tambahan lainnya. Secara operasional, mikroemulsi dapat didefinisikan sebagai dispersi

xvii

dari cairan-cairan yang tidak larut dalam suatu cairan lain, yang terlihat jernih dan homogen yang dapat terlihat secara visual. Pencampuran sejumlah kecil minyak dengan air menghasilkan sistem dua fase yang tidak tercampur, jika sejumlah kecil minyak ditambahkan ke dalam suatu larutan surfaktan dalam air yang sesuai dengan keadaan misel, minyak lebih memilih larut dalam bagian dari misel karena sifatnya yang hidrofobik. Sebagai salah satu sistem penghantaran obat yang relatif baru mikroemulsi juga mempunyai kelemahan yaitu lapisan tunggal yang terbentuk pada permukaan antara fase minyak dan air harus distabilkan dengan sejumlah besar surfaktan, sampai 5 kali banyak dari yang dibutuhkan oleh suatu emulsi untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan dengan cara membuat variasi konsentrasi antara fase minyak dengan fase air. Sediaan mikroemulsi berada di antara solubilized solution yang stabil dan emulsi yang relatif tidak stabil (Martin. 1993). Mikroemulsi terdiri atas bermacam-macam sistem dispersi yaitu tipe M/A (minyak dalam air) yaitu mikroemulsi mengandung tetesan minyak dalam fase air, tipe A/M (air dalam minyak) yaitu mikroemulsi mengandung tetesan air dalam fase minyak. Mikroemulsi seringkali disebut sebagai suatu sistem terlarut karena secara makroskopis berprilaku sebagai suatu larutan dengan diameter tetesan yang sangat kecil (Martin. 1993). Ukuran diameter tetesan dalam mikroemulsi kurang dari panjang gelombang cahaya putih atau tepatnya kurang dari 1400 A (Lawrence. 2000). Untuk mengukur ukuran diameter dan distribusi partikel menggunakan alat

xviii

SAXS

(Small

Angle

X-Ray

Scattering),

PCS

(Photon

Correlation

Spectroscopy), dan SANS (Small Angle Neutron Scattering). Mikroemulsi merupakan suatu sistem yang menarik dikarenakan permukaan minyak, air, dan surfaktan membentuk berbagai macam bentuk struktur untuk menghindari kontak langsung antara minyak dengan air (Lawrence. 2000). Mikroemulsi tipe M/A dapat terbentuk secara spontan melalui pencampuran dan memberikan keuntungan sebagai sistem pembawa obat, karena

mikroemulsi ini dapat menyatukan obat yang bersifat hidrofobik, meningkatkan kelarutannya, sehingga dapat diberikan dalam sediaan untuk rute topikal, oral, atau intravena. Mikroemulsi dan emulsi mempunyai perbedaan yang luas secara fisik dan farmakodinamik. Campuran berwarna keruh akibat dari terbentuknya partikel besar yang tidak tembus cahaya adalah suatu emulsi, sedangkan suatu larutan transparan dan stabil adalah mikroemulsi yang mengandung partikel-partikel kecil (Feely. 2001).Bila suatu emulsi dapat menggunakan surfaktan yang bersifat hidrofilik atau hidrofobik, maka suatu mikroemulsi mebutuhkan surfaktan yang mempunyai nilai hidrofilik sedang. Kelebihan yang dimiliki oleh mikroemulsi bila dibandingkan dengan emulsi antara lain, stabil secara termodinamik, pembuatan mudah untuk skala besar, penampilan transparan, dan elegan. Hubungan phase behavior dari campuran setiap komposisi yang ada dalam sistem mikroemulsi dapat dilihat dengan bantuan fase diagram. Hal ini

xix

dimaksudkan untuk menentukan komposisi yang tepat dari fase air, minyak, dan surfaktan yang akan membentuk suatu sistem mikroemulsi (Bakan, J.A. 1995).

Gambar 1. Fase diagram mikromulsi

Teori pembentukan mikroemulsi (Bakan, J.A. 1995) 1) Teori bauran lapisan Pengetahuan awal tentang mikroemulsi dikembangkan oleh Schulman tentang penurunan tegangan lapisan antar permukaan sehingga menjadi sangat rendah. Pembentukan partikel mikroemulsi yang spontan

berhubungan dengan pembentukan terhadap suatu lapisan yang kompleks pada antar permukaan minyak-air oleh surfaktan dan ko-surfaktan. Hal ini menyebabkan penurunan tegangan antar permukaan minyak-air pada nilai yang sangat rendah. 2) Teori kelarutan (solubilisasi) Kelompok Shinoda dan Friberk menganggap mikroemulsi merupakan larutan monofase yang stabil secara termodinamika dari misel speris air atau

xx

minyak, karena surfaktan memiliki kecenderungan untuk berkelompok membentuk suatu yang disebut misel dan konsentrasi yang ditambahkan saat terbentuk kelompok misel yang disebut Criticall Micell Concentration (CMC). Sifat terpenting misel adalah kemampuannya untuk menaikkan kelarutan zat-zat yang biasanya sukar larut atau sedikit larut dalam pelarut yang digunakan. Proses ini disebut solubilisasi yang terbentuk antara molekul zat yang larut berasosiasi dengan misel surfaktan membentuk larutan yang jernih dan stabil secara termodinamika. 3) Teori termodinamika Teori lapisan antar permukaan tidak menjelaskan mengapa mikroemulsi dapat terbentuk adanya co-surfaktan untuk mikroemulsi yang terbentuk secara spontan, energi bebas yang terlibat ditunjukkan dalam persamaan berikut : (Bakan, J.A. 1995) G= A (di mana G adalah perubahan energi bebas dari sistem yang menyertai A adalah kebalikan di dalam area

perubahan dalam luas antarmuka.

permukaan A, dan adalah tegangan antarmuka). Mikroemulsi tidak stabil secara fisika jika pada saat didiamkan, fase terdispersi akan beragregasi, agregatnya naik ke permukaan, atau turun ke dasar emulsi membentuk lapisan yang lebih pekat, serta terdapat fase diam yang tidak teremulsikan sehingga membentuk lapisan yang lain (Idson. 1989, Ansel. 1989

xxi

dan Lachman. 1994). Bentuk ketidakstabilan tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut : 1) Creaming dan sedimentasi Creaming adalah peristiwa di mana globul-globul fase dalam yang terpisah dari fase luar. Sedimentasi adalah peristiwa di mana globul-globul fase dalam bergerak ke bawah. Peristiwa-peristiwa ini bergantung dari bobot jenis fase dalam dan fase luar mikroemulsi. Creaming dan sedimentasi dapat menyebabkan globul-globul saling berdekatan dan bias menimbulkan coalescence. Hal ini dapat diatasi dengan memperkecil ukuran partikel dan menaikkan viskositas. 2) Aggregation dan coalesence Flokulasi (aggregation) dan coalescence adalah gejala ketidakstabilan mikroemulsi yang lebih serius. Flokulasi adalah kondisi fase dalam atau sesudah proses creaming. Flokulasi dipengaruhi oleh muatan pada permukaan bulatan-bulatan yang teremulsi. Jika tidak ada suatu pembatas pelindung (mekanik) pada antarmuka karena emulgator tidak cukup maka tetesan-tetesan emulsi akan beragregasi dan menggumpal dengan cepat. 3) Kondisi tekanan Kondisi tekanan adalah kondisi yang digunakan untuk mengevaluasi kestabilan sediaan emulsi atau mikroemulsi meliputi umur, temperatur, sentrifugasi, dan pengocokan.

xxii

a) Umur dan temperatur Setelah proses pembuatan mikroemulsi dapat disimpan pada kondisi-kondisi tertentu yang dipengaruhi oleh suhu, dan waktu penyimpanan. Cycling test dilakukan pada 2 kondisi yang berbeda yaitu pada 40C selama 24 jam, lalu dipindahkan ke dalam oven dengan suhu 450C selama 24 jam (1 siklus). Mikroemulsi dikatakan stabil jika selama 6-8 siklus tidak terdapat tanda-tanda pemisahan. Mikroemulsi juga harus stabil jika disimpan pada suhu 45 0C dan 500C selama 60-90 hari, suhu 370C selama 56 bulan, dan pada temperatur kamar selama 12-18 bulan. b) Sentrifugasi Usia simpan mikroemulsi dapat diramalkan melalui pengamatan pemisahan fase dalam, terbentuknya krim atau penggumpalan pada mikroemulsi yang dipaparkan. Sentrifugasi Becher menyatakan bahwa sentrifugasi pada 3750 rpm dalam suatu radius sentrifugasi 10 cm selama 5 jam setara dengan efek gravitasi selama 1 tahun. c) Pengadukan Pengadukan dapat memecah mikroemulsi. Mikroemulsi jernih dapat menjadi keruh (terjadi penggumpalan) pada pengadukan yang singkat. Pengadukan yang berlebihan juga bisa mengganggu pembentukan mikroemulsi dan dapat memecah mikroemulsi.

xxiii

E. Monografi Bahan Tambahan i. Tween 80 (sorbiton monostearat) Pemerian :Cairan berwarna kuning, mempunyai bau yang khas, memberikan sensasi hangat pada kulit. Kelarutan Penggunaan ii. Sorbitol Sinonim Rumus molekul Berat molekul Pemerian : Sorbitol instant, Hydex : C6H14O6 : 182,17 : Serbuk, granul atau lempengan, higroskopis, warna putih, rasa manis. Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, sukar larut dalam etanol, dalam metanol dan dalam asam asetat. Penggunaan : Sebagai humektan :Larut dalam air, alkohol dioxin, etil asetat, dan alkohol :Sebagai surfaktan (Rowe, RC. Sheskey, J.P 2003).

iii. Nipagin (metal paraben) Pemerian Kelarutan Penggunaan :Hablur kecil, tidak berwarna, putih, tidak berbau. :Sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol. :Zat pengawet dengan kadar 0,02%-0,3%

iv. Nipasol (propil paraben) Pemerian Kelarutan Penggunaan :Sebuk hablur putih, tidak berbau, tidak berasa. :Sangat sukar larut dalam air. :Zat pengawet dengan kadar 0,01%-0,6%.

xxiv

F. Hipotesis Minyak kelapa murni (virgin coconut oil) dapat dibuat sebagai mikroemulsi dengan penambahan Tween 80 sebagai surfaktan untuk menghasilkan sediaan yang stabil dan memenuhi persyaratan farmasetika.

xxv

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UHAMKA, Laboratorium Farmasi Non Steril Departemen Farmasi UI dan Laboratorium Inkubator BPPT Serpong. 2. Waktu penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli s.d Desember 2010

B. Alat dan Bahan 1. Alat-alat Timbangan analitik, oven, lemari pendingin, piknometer 25 ml, pH meter, viskometer Brookfield, nanosizer, tensiometer Do Nouy, alat sentrifugasi dan alat-alat gelas lainnya. 2. Bahan - bahan Minyak kelapa murni (VCO), tween 80, nipagin, nipasol, sorbitol, berbagai pereaksi kimia dan aquadest.

xxvi

C. Pola Penelitian 1. Pemeriksaan karakteristik minyak kelapa murni 2. Pembuatan sediaan mikroemulsi minyak kelapa murni 3. Evaluasi sediaan mikroemulsi minyak kelapa murni

D. Prosedur Penelitian 1. Pemeriksaan karateristik minyak kelapa murni Pemeriksaan yang dilakukan adalah uji identifikasi fisika, kimia dan mikrobiologi, serta pemeriksaan organoleptik VCO. 2. Pembuatan sediaan mikroemulsi minyak kelapa murni Tabel I. Formula mikroemulsi Bahan Minyak kelapa murni (%) Tween 80 (%) Sorbitol (%) Nipagin (%) Nipasol (%) Aquadest ad (%) F1 5 40 10 0,18 0,02 100 F2 5 45 10 0,18 0,02 100 F3 5 50 10 0,18 0,02 100 F4 F5 Kegunaan Fase minyak Surfaktan Kosurfaktan Pengawet Pengawet Fase air

5 5 55 60 10 10 0,18 0,18 0,02 0,02 100 100

Pembuatan sediaan mikroemulsi : Tween 80 dilarutkan dalam aquadest, lalu di tambahkan nipagin dan nipasol yang telah dilarutkan juga sebelumnya, campuran diaaduk hingga homongen menggunakan magnetic stirrer (M1). Minyak kelapa murni (VCO) di tambahkan ke dalam M1, dihomogenkan, lalu tambahkan sorbitol sampai terbentuk larutan yang homogen, jernih dan transparan.

xxvii

3.

Evaluasi sediaan mikroemulsi minyak kelapa murni a. Organoleptis Pengamatan secara visual terhadap bau, bentuk, dan warna mikroemulsi b. pH Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter dan pemeriksaan dilakukan selama 8 minggu. Caranya yaitu : Elektroda dicuci dan dibilas dengan air suling, keringkan. Kalibrasi alat menggunakan larutan dapar standar pH 4 dan pH 7. Elektroda dimasukkan ke dalam mikroemulsi, catat pHnya

c. Bobot Jenis Bobot Jenis diukur menggunakan piknometer 25 ml. Caranya sebagai berikut : Piknometer dibersihkan dengan cara dibilas dengan aqua destillata lalu dikeringkan. Kemudian ditimbang (Wo). Piknometer diisi dengan aqua destillata, lalu ditimbang (W1). Piknometer diisi dengan sediaan uji, lalu ditimbang (W2).

BJ dihitung dengan rumus :


BJ W 2 W 0 W1 W 0

d. Viskositas Kekentalan sediaan diukur menggunakan viskometer Brookfield. Mikroemulsi dimasukkan ke dalam gelas piala 500 ml, atur spindle dan rpm yang digunkan, nyalakan alat viscometer, catat hasil yang diperoleh.

xxviii

e. Pemisahan fase Pemisahan fase di amati dengan mengamati mikroemulsi yang disimpan pada suhu yang berbeda dalam beberapa siklus atau masa penyimpanan. Siklus penyimpanannya adalah : i. freeze thaw Siklus pemisahan fase metode freeze-thaw dilakukan dengan cara penyimpanan pada suhu 4C dilanjutkan dengan penyimpanan pada suhu 45C. Amati perubahan organoleptis yang terjadi setiap siklus. ii. sentrifugasi Sentrifugasi dilakukan 3000 rpm selama 30 menit. f. Ukuran globul dan Potensial Zeta Pengukuran distribusi ukuran partikel dan potensial dilakukan dengan menggunakan Nanosizer. Sediaan yang akan diuji dimasukkan ke dalam kuvet, lalu dimasukkan ke dalam alat Nanosizer dan dibaca data yang diperoleh.

E.

Analisa Data Data hasil pengamatan yang diperoleh pada uji sediaan mikroemulsi dianalisis menggunakan uji analisis varian (ANAVA) satu arah

xxix

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1.Pemeriksaan Karakteristik minyak kelapa murni ( VCO ) Bentuk fisik minyak kelapa murni dapat dilihat seperti tabel berikut : Tabel II. Bentuk fisik minyak kelapa murni Bentuk Larutan Warna Jernih Bau Khas

Hasil pemeriksaan karateristik minyak kelapa murni yang telah dilakukan dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel III. Hasil pemeriksaan karateristik VCO Pemeriksaan Warna Bobot jenis Indeks bias Kadar air Bilangan iodium Bilangan penyabunan Bilangan asam Bilangan asam lemak bebas Bilangan peroksida Hasil pemeriksaan Jernih 0,9192 g/cm3 1,44835 0,1398% 4,3676 gI2/100 g 252,45 mgKOH/g 0,4009 mg KOH/g 0,2934% 1,1666 meq/kg APCC Standar Jernih 0,915-0,920 1,4480-1,4492 0,1-0,5% 4,1-11,0 250-260 Max 0,5 0,5% 3 meq/kg minyak

xxx

2. Evaluasi sediaan mikroemulsi a. Pengamatan Organoleptis Tabel IV. Pengamatan organoleptis mikroemulsi VCO Formula Waktu (minggu)
0 1 2 3 4 5 6 7 8 0 1 2 3 4 5 6 7 8 0 1 2 3 4 5 6 7 8 0 1 2 3 4 5 6 7 8 0 1 2 3 4 5 6 7 8

Bentuk
Larutan Larutan Larutan Larutan Larutan Larutan Larutan Larutan Larutan Larutan Larutan Larutan Larutan Larutan Larutan Larutan Larutan Larutan Larutan Larutan Larutan Larutan Larutan Larutan Larutan Larutan Larutan Larutan Larutan Larutan Larutan Larutan Larutan Larutan Larutan Larutan Larutan Larutan Larutan Larutan Larutan Larutan Larutan Larutan Larutan

Organoleptis Warna
Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih

Bau
khas khas khas khas khas khas khas khas khas khas khas khas khas khas khas khas khas khas khas khas khas khas khas khas khas khas khas khas khas khas khas khas khas khas khas khas khas khas khas khas khas khas khas khas khas

F1

F2

F3

F4

F5

xxxi

b. Pengukuran pH Hasil pengukuran pH selama 8 minggu dapat dilihat pada grafik dibawah ini

8 7
Keasaman (pH)

6 5 4 3 2 1 0 0 2 4 6 8 10 Waktu (minggu) F1 F2 F3 F4 F5

Gambar 2. Grafik hasil pengukuran pH c. Pengukuran Bobot Jenis Hasil pengukuran bobot jenis dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel V. Hasil pengukuran bobot jenis Formula F1 F2 F3 F4 F5 BJ 1,0633 1,0750 1,0766 1,0843 1,0883

d. Pengukuran Viskositas Hasil pengukuran viskositas selama 8 minggu dapat dilihat pada grafik berikut :

xxxii

6000 5000
Viskositas (cps)

4000 3000 2000 1000 0 0 2 4 6 8 10 Waktu (minggu) F1 F2 F3 F4 F5

Gambar 3. Hasil pengukuran viskositas e. Pengamatan pemisahan fase i. Hasil pemisahan fase pada siklus freeze thaw dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel VI. Hasil pengamatan pemisahan fase pada siklus freeze thaw Formula Siklus 1 4 45 C C F1-1 F1-2 F1-3 F2-1 F2-2 F2-3 F3-1 F3-2 F3-3 F4-1 F4-2 F4-3 F5-1 F5-2 F5-3 Siklus 2 4 45 C C Siklus 3 4 45 C C Siklus 4 4 45 C C Siklus 5 4 45 C C Siklus 6 4 45 C C Siklus 7 4 45 C C Siklus 8 4 45 C C -

xxxiii

ii. Hasil pemisahan fase pada sentrifugasi dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel VII. Hasil pemisahan fase pada sentrifugasi Formula F1 F2 F3 F4 F5 Kecepatan (3000 rpm) -

Keterangan : - = tidak terjadi perubahan + = terjadi perubahan f. Pengukuran tegangan permukaan Hasil pengukuran tegangan permukaan sedian dapat dilihat seperti tabel Tabel VIII. Hasil pengukuran tegangan permukaan Mikroemulsi Formula F1 F2 F3 F4 F5 Hasil (dyne/cm) 42,3833 0,1169 42,3667 0,1095 42,5833 0,1835 42,2000 0,1789 42,3667 0,2160

g. Pengukuran ukuran partikel/globul Pengukuran ukuran partikel/globul dilakukan terhadap formula yang paling optimal dan diperoleh data distribusi partikel 63,3 nm (lampiran 3).

B. Pembahasan Virgin Coconut Oil (VCO) merupakan minyak kelapa murni yang terbuat dari daging kelapa segar yang diolah pada suhu rendah atau tanpa melalui pemanasan, sehingga kandungan yang penting dalam minyak tetap dapat dipertahankan.

xxxiv

Kandungan asam lemak (terutama asam laurat) dalam VCO, sifatnya yang melembutkan kulit sehingga dapat digunakan sebagai bahan pembawa sediaan obat, diantaranya sebagai peningkat penetrasi. Selain itu, VCO efektif dan aman digunakan sebagai moisturizer pada kulit sehingga dapat meningkatkan hidratasi kulit, dan mempercepat penyembuhan pada kulit. VCO memiliki karakteristik spesifik yang membedakannya dengan minyak kelapa biasa. Pada penelitian ini VCO didapatkan dengan pembelian langsung kepada Koperasi Besar Industri Agro, LIPI, Bogor, dan dilakukan pemeriksaan karakteristik VCO meliputi pemeriksaan warna, indeks bias, berat jenis, kadar air, bilangan iodium, bilangan penyabunan, bilangan asam, bilangan asam lemak bebas dan bilangan peroksida. Dari seluruh hasil pemeriksaan karakteristik VCO, VCO yang diujikan memenuhi syarat, karena sesuai dengan yang tercantum dalam APCC (Asia Pasific Coconut Community). Mikroemulsi merupakan suatu sistem dispersi yang dikembangkan dari sediaan emulsi. Mikroemulsi adalah sistem dispersi minyak dengan air yang distabilkan oleh lapisan antarmuka dari molekul surfaktan, memiliki keunggulan dibandingkan dengan emulsi antara lain stabil secara termodinamika, transparan atau translucent, viskositasnya rendah, serta mempunyai tingkat solubilisasi yang tinggi sehingga dapat meningkatkan bioavaibilitas obat di dalam tubuh. Penggunaan tween 80 sebagai surfaktan dapat mengurangi masalah toksisitas dan iritasi. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan sediaan mikroemulsi minyak dalam air (M/A) dengan menggunakan minyak kelapa murni (Virgin Coconut Oil) sebagai fase minyak, tween 80 sebagai surfaktan dan sorbitol sebagai kosurfaktan.

xxxv

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan variasi konsentrasi tween 80 sebagai surfaktan yang berbeda-beda yaitu 35%, 40%, 45%, 50%, dan 55% yang bertujuan untuk menghasilkan konsentrasi yang optimal dari sediaan mikroemulsi minyak kelapa murni agar diperoleh mikroemulsi yang jernih dan stabil secara fisik. Pembuatan mikroemulsi yaitu bahan yang larut dengan pelarut polar dilarutkan terlebih dahulu ke dalam pelarut polar, lalu ditambahkan fase minyak ke dalamnya, diaduk, kemudian ditambahkan kosurfaktan sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai terbentuk sediaan mikroemulsi yang jernih dan stabil. Dihasilkan F1, F2, F3 dan F4 jernih, sedangkan F5 agak keruh. Setelah pembuatan sediaan, dilanjutkan dengan evaluasi fisik selama 8 minggu, yang meliputi uji organoleptis, pH, viskositas, bobot jenis (bj), pemisahan fase meliputi uji freeze-thaw dan uji sentrifugasi, pengukuran tegangan permukaan serta pengukuran ukuran partikel/globul. Berdasarkan hasil pengamatan selama 8 minggu secara organoleptis menunjukkan bahwa kelima formula tersebut tidak ada perubahan dari segi warna dan bau selama masa penyimpanan. Hal ini menunjukkan bahwa kelima formula memiliki stabilitas yang cukup baik selama penyimpanan. Penyimpanan mikroemulsi dilakukan pada suhu kamar yang tetap dan sediaan tersimpan dalam wadah tertutup rapat, sehingga membuat mikroemulsi stabil serta tidak dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Hasil pengukuran pH selama 8 minggu menunjukkan terjadinya penurunan dan peningkatan pH yang cenderung tidak terlalu besar selama penyimpanan, sehingga dapat disimpulkan bahwa sediaan stabil secara termodinamika dan tidak adanya

xxxvi

reaksi kimia baik yang ditimbulkan oleh wadah tempat penyimpanan ataupun antara bahan-bahan yang terkandung dalam sediaan. Formula F1, F2 dan F3 memberikan pH kulit karena berada pada range diantara 4,5-6,5, sedangkan F4 dan F5 mempunyai pH diatas range pH kulit. Hasil pengukuran viskositas mikroemulsi selama 8 minggu dengan

menggunakan viskometer Brookfield tipe DV-E dan data viskositas menunjukkan bahwa F1, F2, F3, F4 dan F5 mempunyai viskositas yang cenderung mengalami peningkatan pada minggu-minggu pertama dan kemudian setelah minggu ke-4 mengalami penurunan viskositas. Semakin tinggi konsentrasi surfaktan yang digunakan maka viskositasnya menjadi lebih besar. Berdasarkan hasil pengukuran terhadap bobot jenis dapat disimpulkan bahwa semakin besar konsentrasi surfaktan yang ditambahkan maka bobot jenis sediaan semakin besar. Bobot jenis (BJ) kelima formula tersebut tidak terlalu besar sehingga sediaan dapat mengalir dengan baik dan mudah dituang. Pengamatan pemisahan fase melalui metode freeze-thaw pada dua suhu yang berbeda yaitu suhu 4C dilanjutkan dengan penyimpanan pada suhu 45C dilakukan selama 8 siklus. Berdasarkan hasil pengamatan pada suhu 4C terlihat kelima formula sediaan menunjukkan perubahan tampilan fisik bila dibandingkan dengan sediaan sebelum disimpan, dan berwarna putih susu serta laju alir yang lebih kental. Fase minyak cenderung pula untuk membeku pada suhu rendah, akibatnya partikelpartikel cenderung untuk bergabung membentuk suatu ikatan antar partikel yang lebih rapat yang mengakibatkan sediaan menjadi berwarna putih susu karena struktur yang lebih rapat dan teratur. Hasil pengamatan pada suhu 45C terlihat

xxxvii

kelima formula sediaan kembali ke bentuk semula dimana larutan menjadi jernih dan transparan, dan mudah dituang, serta tidak adanya perubahan seperti pengendapan, pecah atau terjadinya gumpalan yang menunjukkan sediaan stabil pada suhu tinggi. Pengamatan pemisahan fase dengan metode sentrifugasi, dilakukan pada kecepatan putaran 3000 rpm selama 30 menit. Pada pengamatan ini, kelima formula mikroemulsi tidak menunjukkan adanya dua fase yang terpisah (creaming) melainkan tetap merupakan suatu larutan yang terdispersi sempurna dan tetap mengalir dengan baik. Kelima formula menunjukkan bahwa sediaan mikroemulsi cukup stabil. Pengukuran ukuran partikel diperoleh dengan menggunakan data distribusi intensitas yang diujikan pada F3 yang mengandung tween 80 dengan konsentrasi 45% memiliki ukuran distribusi partikel 63,3 nm yang berarti bahwa mikroemulsi yang dibuat memenuhi syarat ukuran partikel mikroemulsi yang berkisar antara 10100 nm. Pemilihan penetapan ukuran partikel pada F3 karena mewakili formula yang terbaik. Hasil uji statistik terhadap viskositas menggunakan analisa non parametrik Kolmogorov-Smirnov menunjukkan nilai sig (0,151) > (0,05) yang berarti Ho diterima, dan dapat dinyatakan data viskositas terdistribusi normal. Hasil uji statistik terhadap viskositas menggunakan analisa ANAVA satu arah menunjukkan nilai sig (0,000) < (0,05) yang berarti Ho ditolak. Hal ini dapat disimpulkan bahwa variasi konsentrasi tween 80 menyebabkan adanya perbedaan bermakna pada tiap formula mikroemulsi.

xxxviii

Berdasarkan evaluasi mikroemulsi minyak kelapa murni dan tween 80 diatas dapat membentuk sediaan yang memenuhi persyaratan untuk digunakan sebagai sediaan kosmetika, dengan memanfaatkan sifat yang terkandung dalam VCO tersebut. Diharapkan pada penelitian selanjutnya diperoleh formula yang menunjang peranan VCO dalam bentuk mikroemulsi dan dapat menjanjikan dalam dunia farmasi dan kosmetika.

xxxix

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa mikroemulsi minyak kelapa murni yang memenuhi persyaratan farmasetika adalah formula 3 dengan konsentrasi minyak kelapa murni 5% dan tween 80 sebesar 45%.

B. Saran Dari hasil penelitian dapat disarankan : 1. Penggunaan kosurfaktan yang bervariasi sebagai kombinasi untuk membuat mikroemulsi minyak kelapa murni. 2. Penambahan pengental untuk meningkatkan viskositas sediaan.

xl

DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Terjemahan:F. Ibrahim. UI Press, Jakarta. Hal377-378. Bakan, J.A. 1995. Microemulsions. Dalam : Swarbick, J. Boylan, C.J. Encyclopedia Of Pharmaceutical Technology. Vol. 9. New York. Marcell Dekker. Inc. Hal 379-387. Block, Lawrence H. 1995. Emulsions and Microemulsions. Dalam: Liebermen, Hebert A, Rieger, Martin M. 1995. Pharmaceutical Dosage Forms : Disperse System Vol. 2. Marcel Dekker. Inc. New York. Hal 335-369. Firberg, S.E,. Goldsmit, L.B., dan Hilton M.l. 1990. Theory of Emulsions. Dalam: Lieberman, H.A., Rieger, M.M, dan Banker G.s, eds. Pharmaceutical Dosage Forms: Disperse System. Vol. 1. New York: Marcell Dekker. Inc. Hal 355. Gao, 2-6.,et al. 1998. Physicochemical Characterization and Evaluation of a Microemulsion System for Oral Delivery of Cyclosporin A. Dalam: International Journal of Pharmaceutics 183. Hal 75-86. Gulati R, Sharma. S dan Gupta V. 2002. Pharmacokinetcs of Cyclosporine from Conventional and New Microemulsions Formulation Healthy Volunteers.http://www.Panaceabiotes.Com/publication/journal/panimun Bioral 14.htm. 4 Juni 2009. pkl. 14.55. Hutapea, J.R. 1993. Inventaris Tanaman Obat Indonesia (II). Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Hal 139-140. Idson, B. 1989. Pharmaceutical Emulsion. Dalam: Liebermen, Hebert, A. Rieger, Martin M. 1995. Pharmaceutical Dosage Forms : Disperse System Vol. 2. Marcel Dekker. Inc. New York. Hal 336 339. Lachman, L., Lieberman, A.H., Konig, L.J.1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Edisi II. Terjemahan: Siti Suyatmi. UI Press, Jakarta. Hal. 10291088.Milton J. 1995. Lawrence. M. Jayne and Rees Gareth D. 2000. Microemulsion-Based Media as Novel Drug Delivery Systems Advanced Drug Delivery Reviews. Hal 45,1,89,121. Malcomson, C., Sastra, C., Kantaria, S., Sidhy, A., dan Lawrence, M.J. 1998. Effect of Oil on The Level of Solubulization of Testoteron Propionate

xli

into Nonionic Oil in Water Microemulsions. Dalam: Journal of Pharmaceutical Sciences. 87. Hal 109-116. Martin, A., Swarbick, J., dan A. Cammarata. 1993. Farmasi Fisik 2. Edisi III. Terjemahan: Yoshita. UI Press, Jakarta. Hal 940-1010, 1162, 1163, 1170. Nur, A. 2005. Virgin Coconut Oil : Minyak Penakluk Aneka Penyakit, Cetakan ke-5. PT. Agro Media Pustaka, Jakarta. Hal 2. Purnojati, P. Patil R,T, Sheth P,D, Bommared G, Dondeti P dan Egbaria K. 2002. Design and Deveploment of Topical Microemulsion for Poorly Water Soluble Antifungal Agents 8 hlm. http://www.jrnlapplidresearch.com/aticle/volirissi/purnojati.htm. 4 Juni 2009. pkl. 12.30. Rahmawati, J. 2003. Percobaan Pendahuluan Pembuatan Sediaan Mikroemulsi dengan Menggunakan Gameksan Sebagai Model Obat. Skripsi. Fakultas MIPA UI, Depok. Hal 40. Rieger MM. 2000. Harrys Cosmetcology 8th ed. New York : Chemical Publishing co. Inc. Hal 891 892. Rowe, RC. Sheskey, J.P 2003. Handbook of Pharmaceutical Exipient Fourth Edition. London : The Pharmaceutical Press. Hal 310,375, 411. Sastromidjojo, Seno. Editor, Arjatmo Tjokronegoro. 1997. Obat Tanaman Asli Indonesia. Penerbit Dian Rakyat, Jakarta. Hal 135. Setiaji, B dan Surip Prayugo. 2006. Membuat VCO Berkualitas Tinggi, Cetakan ke-2, Penebar Swadaya, Jakarta. Hal 14.

xlii

You might also like