You are on page 1of 14

Pengertian Pupuk Organik

Pengertian Pupuk organik adalah pupuk yang tersusun dari materi makhluk hidup, seperti pelapukan sisa -sisa tanaman, hewan, dan manusia. Pupuk organik dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Pupuk organik mengandung banyak bahan organik daripada kadar haranya. Sumber bahan organik dapat berupa kompos, pupuk hijau, pupuk kandang, sisa panen (jerami, brangkasan, tongkol jagung, bagas tebu, dan sabut kelapa), limbah ternak, limbah industri yang menggunakan bahan pertanian, dan limbah kota (sampah). atau bisa disimpulkan secara singkat adalah Pupuk yang sebagian atau seluruhnya terdiri dari bahan organik yang berasal dari sisa tanaman dan atau kotoran hewan, yang telah melalui proses, rekayasa, berbentuk padat atau cair yang digunakan untuk mensuplai haa tanaman, memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. LAPORAN TAHUNAN DEPUTI IV TAHUN 2007 1.1. Umum Laporan Tahunan Deputi Bidang Pengelolaan B3 dan Limbah B3 merupakan rangkuman pencapaian hasil kerja {achievement) dengan segala kendala dan pemiasalahannya pada tahun 2006. Sebagai Deputi yang baru 2 (dua) tahun dibentuk telah berupaya melaksanakan programprogram di bidang pengendalian pencemaran B3 dan Limbah B3 dengan seoptimal mungkin. Namun demikian, berbagai kekurangan ataupun belum maksimalnya upaya-upaya yang dilakukan pada tahun 2006, hendaknya dapat dijadikan pembelajaran pada tahun 2007. 1.2.Tupoksi Deputi IV MENLH Bidang Pengelolaan B3 dan Limbah B3 sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Lingkungan hidup No. 1 tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan dan koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan bahan berbahaya dan beracun (B3) dan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Dalam melaksanakan tugasnya, Deputi IV menyelenggarakan fungsi: a. Perumusan kebijakan di bidang pengelolaan bahan berbahaya dan beracun dan limbah bahan berbahaya dan beracun; b. Melakukan koordinasi dan hubungan kerja antar departemen, lembaga pemerintah, organisasi non pemerintah dan lainnya di bidang pengelolaan bahan berbahaya dan beracun dan limbah bahan berbahaya dan beracun; c. Melaksanakan pengawasan penaatan, pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pengelolaan bahan berbahaya dan beracun dan limbah bahan berbahaya dan beracun; d. Pemberian pertimbangan teknis perizinan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, pemanfaatan dan penimbunan, dan atau pemusnahan limbah bahan berbahaya dan beracun; e. Pemberian pertimbangan teknis rekomendasi pengangkutan limbah bahan berbahaya dan beracun antar daerah; f. Pelaksanaan tugas lain di bidang pengelolaan bahan berbahaya dan beracun dan limbah bahan berbahaya dan beracun yang diberikan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup.

1.3.Struktur Organisasi Deputi IV MENLH Bidang Pengelolaan B3 dan Limbah B3 terdiri dari: a. Asisten Deputi Urusan Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Pertambangan, Energi,Minyak dan Gas b. Asisten Deputi Urusan Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun dan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Manufaktur dan Agroindustri c. Asisten Deputi Urusan Pemulihan Kualitas Lingkungan d. Asisten Deputi Urusan Administrasi Pengendalian Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun 1.4. Prinsip dan Strategi Prinsip Pengelolaan B3 dan Limbah B3. Pengelolaan B3 dan limbah B3 memiliki keunikan dan kekhasan dalam pengelolaannya, karena B3 dan limbah B3 memiliki resiko yang sangat tinggi (high risk) apabila tidak dikelola dengan baik. Dengan demikian, prinsip kehati-hatian (precaunary principle) tetap menjadi dasar dalam pengelolaannya. Kondisi ini jugalah yang menyebabkan kenapa pengelolaan B3 dan limbah B3 tidak serta-merta langsung diotonomikan ke daerah, karena sangat diperlukan pentahapan proses. Oleh sebab itu, konsep pengelolaan B3 dan limbah B3 adalah "cradle to grave", yaitu sejak dihasilkannya limbah B3 tersebut sampai dimusnahkannya, harus diketahui dengan pasti setiap pergerakan dan recordnya. Dalam konteks inilah, setiap tahapan dari perpindahan limbah B3 tersebut harus diikuti dengan instrumen perizinan. Disamping itu, prinsip lainnya adalah tentang "strideliability", yaitu bahwa tanggung jawab yang ditimbulkan oleh akibat kegiatan pengelolaan limbah B3 tersebut langsung melekat pada penanggung jawab kegiatannya. Sehingga setiap pencemaran dan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh kegiatan pengelolaan limbah B3 yang tidak bertanggung jawab dapat dikategorikan kejahatan pidana. Strategi Sistem Perizinan Sistem perizinan adalah merupakan instrumen yang paling elementer dalam strategi dan konsep pengelolaan B3 dan limbah B3. Secara fiilosofis, setiap aktivitas pengelolaan B3 dan limbah B3 harus memiliki dokumen izin. Sehingga apabila dalam kegiatan pengelolaan B3 dan limbah B3 tidak adanya dokumen izin, maka hal tersebut dapat dikategorikan sebagai kegiatan yang bersifat illegal. Sistem Pengawasan (PROPER dan NON-PROPER) Setiap dokumen izin yang telah dikeluarkan untuk aktivitas kegiatan pengelolaan B3 dan limbah B3 haruslah dilakukan pengawasan,dalam artian apakah persyaratan teknis yang tertuang di dalam dokumen izin tersebut dipastikan berjalan sesuai dengan yang kondisi-kondisi yang telah disyaratkan tersebut. Strategi sistem pengawasan yang dilakukan dikategorikan menjadi 2 (dua), yaitu (1) sistem pengawasan PROPER, dan (2) sistem pengawasan NON-PROPER. Sistem pengawasan pengelolaan B3 dan limbah B3 melalui PROPER, dilakukan terpadu dengan sistem pengawasan lainnya, misalnyapengendalian pencemaran air,pengendalian pencemaran udara, dsb. Sedangkan sistem pengawasan pengelolaan B3 dan limbah B3 NON PROPER, dilakukan sepenuhnya terhadap industri ataupun sumber-sumber lainnya yang tidak ikut dalam program PROPER. Otonomi Pengelolaan B3 dan Limbah B3 Kebijakan ke depan, sebagian kewenangan pengelolaan B3 dan limbah B3 akan didesentralisasikan ke daerah, khususnya Izin

Penyimpanan, Izin Pengumpulan, dan Sistem Pengawasan. Pelaksanaan desentralisasi ini akan sepenuhnya dilakukan setelah Peraturan Pemerintahnya dikeluarkan. sehingga menjadi penting adalah bagaimana upaya peningkatan kapasitas daerah dalam memahami pengelolaan B3 dan limbah B3. Remediasi Kontaminasi Lahan & Sistem Pengelolaan Kedaruratan Upaya remediasi terhadap lahan yang terkontaminasi B3 dan limbah B3 di Indonesia relatif masih baru, sehingga belum banyak berkembang dialektikanya dalam diskusi publik. Strategi kebijakan yang dilakukan saat ini adalah sangat mendorong upaya-upaya remediasi harus dilakukan terhadap lahan-lahan yang terkontaminasi B3 dan limbah B3. Hal ini sebenarnya adalah merupakan bagian dari upaya penaatan (compliance system) yang dapat memberikan efek jera yang sangat baik, disamping upaya penegakan hukum. Mengingat upaya remediasi yang dilakukan adalah suatu upaya yang tidak murah dan memerlukan waktu yang lama,sehingga mempunyai konsekwensi langsung terhadap kondisi budget dari suatu perusahaan atau industri. Permasalahan penting lainnya dalam pengelolaan B3 dan limbah B3 adalah tentang tingginya resiko ataupun bahaya (potential hazard) dari B3 dan limbah B3 tersebut Untuk mereduksi dan mencegah terjadinya resiko tersebut, yang pada akhirnya berubah menjadi bencana (disasster), maka perlu dipersiapkan sistem pengelolaan kedaruratan B3 dan limbah B3. Sistem tersebut adalah berfungsi untuk mempersiapkan kondisi-kondisi penanganan dan langkah-langkah yang harus dilakukan jika terjadi kondisi kedaruratan B3 dan limbah B3. Disamping itu, sistem ini juga mempersiapkan kondisi, bagaimana upaya mitigasi dapat dilakukan,sehingga bencana dan kondisi kedaruratan tidak terjadi.

1.5 Paradigma Paradigma baru pengelolaan B3 dan limbah B3 menjadi roh dalam setiap kebijakan dan operasional pengelolaan B3 dan limbah B3 yang dilakukan. Paradigma tersebut adalah menjadikan limbah B3 bukan hanya sebagai ansich limbah, tetapi bisa mempunyai nilai ekonomis. Sehingga, upaya pemanfaatan menjadi hal yang selalu dikedepankan dalam pengelolaan limbah B3 tersebut. Dengan demikian, limbah B3 yang ditimbun nantinya adalah benar-benar limbah B3 yang memiliki kategori paling berat yang tidak memungkinkan untuk dilakukan upaya-upaya lainnya. Kondisi ini tentu memberikan keuntungan, mengingat keterbatasan lahan yang mempunyai potensi sebagai landfill limbah B3. Sebagai ilustrasi, pada masa lalu limbah Bsfly ash dan bottom ash batu bara tidak memiliki nilai ekonomi, tetapi sekarang limbah tersebut dapat menjadi bahan substitusi dalam bahan baku pembuatan semen. Paradima baru tersebut dikembangkan tetap dengan menggunakan konsep dan strategi perijinan. Menjadi sangat penting dalam hal ini adalah menyangkut kualitas dan mutu dari ijin tersebut. Oleh sebab itu, assesment (peer review) yang dilakukan adalah merupakan kunci dari kualitas dan mutu ijin yang dikeluarkan.

Air Bersih: Dari Limbah Tambang ke Masyarakat


PT Adaro Indonesia adalah perusahaan batubara terbesar kedua di Indonesia yang berlokasi di Propinsi Kalimantan Selatan. Adaro juga merupakan salah satu eksportir utama di pasar energi global dan salah satu pemasok tertinggi untuk industri pembangkit tenaga listrik dan semen domestik. Produk Adaro yang bermerek dagang Envirocoal adalah batubara terbersih di dunia dengan kandungan sulfur, abu dan nitrogen yang sangat rendah dan digunakan secara luas oleh industr pembangkit tenaga listrik sebagai material langsung ataupun untuk dicampur dengan batubara berkualitas lebih rendah untuk memenuhi standar emisi lingkungan yang ketat. Komitmen Adaro terhadap lingkungan melalui produknya yang ramah lingkungan tercermin dalam upaya untuk menjaga standar yang tinggi dan sesuai dengan peraturan yang berlaku sehingga meminimalkan dampak kegiatan operasi terhadap lingkungan dan pada saat yang sama tetap menjaga hubungan yang kuat sebagai mitra dan tetangga yang baik bagi masyarakat yang ada di sekitar wilayah operasinya. Adaro telah membuat terobosan inovatif yang hasilnya tidak hanya meningkatkan manajemen lingkungan, tetapi juga memberi manfaat untuk beberapa desa sekitar. Dalam terobosan ini, Adaro mengolah air limbah tambang menjadi air yang berstandar air minum bersih dan kemudian menyalurkan sumber daya air yang berharga ke penduduk desa melalui jaringan pipa. Air limbah, terutama yang berasal dari air hujan, harus terus dipompa dari lokasi tambang ke kolam pengendapan di dekatnya, yaitu tempat dimana aktivitas pengolahan yang utama dilakukan untuk memastikan bahwa kualitas air sudah memenuhi standar yang berlaku sebelum dilepaskan ke saluran air penduduk. Proyek ini terutama menyalurkan air ke Padang Panjang dan Dahai yang terletak di daerah dataran rendah, dimana penduduk disana mengalami kesulitan untuk mendapatkan air tanah yang bersih. Dengan adanya terobosan ini, kebutuhan kedua desa ini akan air bersih telah terpenuhi. Pada awalnya, penyaluran air dari fasilitas pengolahan ke desa-desa dan wilayah operasional Adaro dilakukan dengan menggunakan truk tangki. Namun sejak bulan Agustus 2010, air disalurkan melalui jaringan pipa sepanjang 15 kilometer yang dibangun oleh Adaro. Dalam rangka menjamin kelanjutan program air bersih dan untuk menghindari ketergantungan kepada perusahaan, proyek ini dikelola secara langsung oleh masyarakat melalui Badan Pengelola Air Bersih yang dipilih melalui musyawarah desa. Badan ini bertanggungjawab untuk mengelola jaringan pipa tersebut dan anggotanya telah dilatih oleh PT Adaro Indonesia dan pakar industri mengenai prosedur yang berkaitan dengan pengelolaan pasokan air bersih.

Para pengguna atau penerima manfaat air bersih dikenakan pembayaran yang besarnya ditentukan

berdasarkan tingkat ekonomi masyarakat. Hal ini dilakukan supaya penduduk memiliki rasa tanggung jawab terhadap sistem ini dan dana yang terkumpul digunakan untuk pembangunan desa. Pada bulan November 2010, Adaro mendapat penganugerahan Penghargaan ADITAMA dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral untuk Proyek Air Bersih. Ini merupakan penghargaan lingkungan yang tertinggi yang diberikan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Selain itu, perusahaan juga menerima peringkat GREEN PROPER dari Kementerian Lingkungan Hidup, yang juga merupakan prestasi tertinggi yang pernah dicapai oleh perusahaan pertambangan. Tahun ini, Adaro telah memenangkan beberapa penghargaan lain untuk program air bersih, termasuk penghargaan Pekerjaan Pemberdayaan Masyarakat, yang merupakan peringkat Platinum dari Kementerian Kordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat.

Program air bersih bagi masyarakat adalah salah satu contoh dari serangkaian program dimana Adaro menggabungkan manajemen dan rehabilitasi lingkungan dengan proyek pengembangan masyarakat dan merupakan contoh yang sangat baik atas upaya Adaro dalam mewujudkan kesinambungan dalam segala kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan.

Limbah Gas
Polutan udara sebagai hasil aktivitas manusia, umumnya lebih mudah diperkirakan banyaknya, terlebih lagi jika diketahui jenis bahan, spesifikasi bahan, proses berlangsungnya aktivitas tersebut, serta spesifikasi satuan operasi yang digunakan dalam proses maupun pasca prosesnya. Pencemaran udara diklasifihasikan menjadi dua kategori menurut cara pencemaran masuk atau dimasukkan ke atmosfer yaitu: cemaran primer dan pencemaran sekunder. Pencemaran primer adalah pencemaran yang diemisikan secara langsung dari sumber pencemaran. Pencemaran sekunder adalah pencemaran yang terbentuk oleh proses kimia di atmosfir.. Ada lima pencemaran primer yaitu ; Karbon monoksida (CO), Nitrogen oksida (Nox), Hidrokarbon (HC), Sulfur oksida (Sox), Partikulat. Dan ada beberapa pencemaran sekunder yang dapat mengakibatkan dampak penting baik lokal, regional maupun global yaitu: O2 (karbon monoksida),Cemaran asbut (asap kabut) atau smog (smoke fog), Hujan asam, CFC (Chloro-FluoroCarbon/Freon),CH4 (metana). Unsur-unsur Pencemar Udara yaitu : Karbon monoksida (CO), Nitrogen oksida (Nox), Sulfur oksida (SOX), Hidrokarbon (HC), Partikulat, Karbondioksida (CO2), Metana (CH4), Asap kabut fotokimia, Hujan asam Pencemaran Udara Ambien yaitu kualitas yang merupakan tahap awal untuk memahami dampak negatif cemaran udara terhadap lingkungan. Kualitas udara ambien ditentukan oleh: kuantitas emisi cemaran dari sumber cemaran; proses transportasi, konversi dan penghilang dan cemaran di atmosfer. Penelitian secara terus menerus dilakukan dengan tujuan ; Menelaah antara kesehatan dan pencemaran cukup sulit. Hal ini karena: 1. Jumlah dan jenis zat pencemar yang bermacam -macam. 2. Kesulitan dalam mendeteksi zat pencemar yang dapat menimbulkan bahaya pada konsentrasi yang sangat rendah. 3.Kesulitan dalam mengisolasi faktor tunggal yang menjadi penyebab, karena manusia terpapar terhadap sejumlah banyak zat-zat pencemar yang berbahaya untuk jangka waktu yang sudah cukup lama. 4. Catatan penyakit dan kematian yang tidak lengkap dan kurang dapat dipercaya dll.

WHO Inter Regional Symposium on Criteria for Air Quality and Method of Measurement telah menetapkan beberapa tingkat konsentrasi pencemaran udara dalam hubungan antara kesehatan?lingkungan antara lain; Tingkat I : Konsentrasi dan waktu expose di mana tidak ditemui akibat apa-apa, baik secara langsung maupun tidak langsung. Tingkat II : Konsentrasi di mana mungkin dapat ditemui iritasi pada panca indera, akibat berbahaya pada tumbuh-tumbuhan, pembatasan penglihatan atau akibatakibat lain yang merugikan pada lingkungan Tingkat III : Konsentrasi di mana mungkin timbul hambatan pada fungsi-fungsi faali yang fital serta perubahan yang mungkin dapat menimbulkan penyakit menahun atau pemendekan umur (serious level). Tingkat IV : Konsentrasi di mana mungkin terjadi penyakit akut atau kematian pada golongan populasi yang peka (emergency level). Penyakit-penyakit yang dapat disebabkan oleh pencemaran udara antara lain ; Bronchitis kronika, Emphysema pulmonum, Bronchopneumonia, Asthma bronchiale, Cor pulmonale kronikum, Kanker paru, Penyakit jantung, Kanker lambung, Di Jepang sekarang telah diakui ada sejumlah tujuh macam penyakit yang berhubungan dengan pencemaran yaitu Bronchitis kronika, Asthma bronchiale, Asthrnatik bronchitis, Emphysema pulmonum dan komplikasinya, Minamata disease (karena pencemaran air dengan methyl-Hg), Itai-itai disease (karena keracunan cadmium khronik), Chronic arsenik poisoning (pencemaran air dan udara di tambang-tambang AS). Pengolahan limbah gas yaitu Ada beberapa metode yang telah dikembangkan untuk penyederhanaan buangan gas. Dasar pengembangan yang dilakukan adalah absorbsi, pembakaran, penyerap ion, kolam netralisasi dan pembersihan partikel.Pilihan peralatan dilakukan atas dasar faktor berikut: Jenis bahan pencemar (polutan), Komposisi, Konsentrasi, Kecepatan air polutan,Daya racun polutan,Berat jenis, Reaktivitas,Kondisinya lingkungan Limbah gas, asap dan debu melalui udara adalah: Debu, Karbon monoksida, Karbon dioksida , Oksida nitrogen, Belerang dioksida, Soda api, Asam chlorida, Asam sulfat , Amoniak, Timah hitam ,Nitro karbon, Hidrogen fluorida , Nitrogen sulfida , Chlor ,Merkuri.

LIMBAH RUMAH SAKIT Limbah domestik biasanya berupa kertas, karton, plastik, gelas, metal, dan sampah dapur. Hanya 19% limbah domestik yang telah diolah dan dimanfaatkan kembali, sisanya limbah domestik dari rumah sakit masuk ke tempat pembuangan akhir (TPA). Limbah medis sangat penting untuk dikelola secara benar, hal ini mengingat limbah medis termasuk kedalam kategori limbah berbahaya dan beracun. Sebagian limbah medis termasuk kedalam kategori limbah berbahaya dan sebagian lagi termasuk kategori infeksius. Limbah medis berbahaya yang berupa limbah

kimiawi, limbah farmasi, logam berat, limbah genotoxic dan wadah bertekanan masih banyak yang belum dikelola dengan baik. Sedangkan limbah infeksius merupakan limbah yang bisa menjadi sumber penyebaran penyakit baik kepada petugas, pasien, pengunjung ataupun masyarakat di sekitar lingkungan rumah sakit. Limbah infeksius biasanya berupa jaringan tubuh pasien, jarum suntik, darah, perban, biakan kultur, bahan atau perlengkapan yang bersentuhan dengan penyakit menular atau media lainnya yang diperkirakan tercemari oleh penyakit pasien. Pengelolaan lingkungan yang tidak tepat akan beresiko terhadap penularan penyakit. Beberapa resiko kesehatan yang mungkin ditimbulkan akibat keberadaan rumah sakit antara lain: penyakit menular (hepatitis,diare, campak, AIDS, influenza), bahaya radiasi (kanker, kelainan organ genetik) dan resiko bahaya kimia. Penaganan limbah medis sudah sangat mendesak dan menjadi perhatian Internasional. Isu ini telah menjadi agenda pertemuan internasional yang penting. Pada tanggal 8 Agustus 2007 telah dilakukan pertemuan High Level Meeting on Environmental and Health South-East and EastAsian Countries di Bangkok. Dimana salah satu hasil pertemuan awal Thematic Working Group (TWG) on Solid and Hazardous Waste yang akan menindaklanjuti tentang penanganan limbah yang terkait dengan limbah domestik dan limbah medis. Selanjutnya pada tanggal 28-29 Pebruari 2008 dilakukan pertemuan pertama (TWG) on Solid and Hazardous Waste di Singapura membahas tentang pengelolaan limbah medis dan domestic di masing masing negara. Pada saat ini masih banyak rumah sakit yang kurang memberikan perhatian yang serius terhadap pengelolaan limbahnya. Pengelolaan limbah masih terpinggirkan dari pihak manajemen RS. Hal ini terlihat dalam struktur organisasi RS, divisi lingkungan masih terselubung di bawah bag. Umum. Pemahaman ataupun pengetahuan pihak pengelola lingkungan tentang peraturan dan peryaratan dalam pengelolaan limbah medis masih dirasa minim. Masih banyak yang belum mengetahui tatacara dan kewajiban pengelolaan limbah medis baik dalam hal penyimpanan limbah, incinerasi limbah maupun pemahaman tentang limbah B3 sendiri masih terbatas. Data hasil pengawasan di DKI Jakarta per Juni 2005 menunjukkan bahwa dari 77 Rumah Sakit yang diawasi : Hanya 32 RS (40 %) yang mempunyai alat ukur debit Hanya 27 RS (35 %) yang melakukan swapantau Hanya 25 RS (32 %) yang memenuhi BMAL Disamping itu, hasil kajian terhadap rumah sakit yang ada di Bandung pada tahun 2005 menunjukkan: jumlah limbah rumah sakit yang dihasilkan di Bandung sebesar 3.493 ton per tahun, Komposisi limbah padat rumah sakit terdiri atas : - 85% limbah domestik, - 15% limbah medis terdiri atas: 11% limbah infeksius dan 4% limbah berbahaya. Limbah domestik yang sudah dimanfaatkan hanya sebesar 19% Beberapa peraturan yang mengatur tentang pengelolaan lingkungan Rumah Sakit antara lain diatur dalam : - Permenkes 1204/Menkes/PerXI/2004, mengatur tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit

Kepmen KLH 58/1995, mengatur tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit PP18 tahun 1999 jo PP 85 tahun 1999, mengatur tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan Beracun (B3) Kepdal 01- 05 tahun 1995 tentang pengelolaan limbah B3

Limbah medis termasuk dalam kategori limbah berbahaya dan beracun (LB3) sesuai dengan PP 18 thn 1999 jo PP 85 thn 1999 lampiran I daftar limbah spesifik dengan kode limbah D 227. Dalam kode limbah D227 tersebut disebutkan bahwa limbah rumah sakit dan limbah klinis yang termasuk limbah B3 adalah limbah klinis, produk farmasi kadaluarsa, peralatan laboratorium terkontaminasi, kemasan produk farmasi, limbah laboratorium, dan residu dari proses insinerasi. Dalam pengelolaan limbah padatnya, rumah sakit diwajibkan melakukan pemilahan limbah dan menyimpannya dalam kantong plastik yang berbeda beda berdasarkan karakteristik limbahnya. Limbah domestik di masukkan kedalam plastik berwarna hitam, limbah infeksius kedalam kantong plastik berwarna kuning, limbah sitotoksic kedalam warna kuning, limbah kimia/farmasi kedalam kantong plastik berwarna coklat dan limbah radio aktif kedalam kantong warna merah. Disamping itu rumah sakit diwajibkan memiliki tempat penyimpanan sementara limbahnya sesuai persyaratan yang ditetapkan dalam Kepdal 01 tahun 1995. Pengelolaan limbah infeksius dengan menggunakan incinerator harus memenuhi beberapa persyaratan seperti yang tercantum dalam Keputusan Bapedal No 03 tahun 1995. Peraturan tersebut mengatur tentang kualitas incinerator dan emisi yang dikeluarkannya. Incinerator yang diperbolehkan untuk digunakan sebagai penghancur limbah B3 harus memiliki efisiensi pembakaran dan efisiensi penghancuran / penghilangan (Destruction Reduction Efisience) yang tinggi. Baku Mutu DRE untuk Incinerator No Parameter 1. 2. 3. 4. POHCs Polychlorinated biphenil (PCBs) Polychlorinated dibenzofuran (PCDFs) Polychlorinated dibenzo-p-dioksin

Baku Mutu DRE 99.99% 99.9999% 99.9999% 99.9999%

Disamping itu, persyaratan lain yang harus dipenuhi dalam menjalankan incinerator adalah emisi udara yang dikeluarkannya harus sesuai dengan baku mutu emisi untuk incinerator. Baku Mutu Emisi Udara untuk Incinerator No Parameter Kadar Maksimum (mg/Nm2)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12 13 14

Partikel Sulfur dioksida (SO2) Nitrogen dioksida (NO2) Hidrogen Fluorida (HF) Karbon Monoksida (CO) Hidrogen Chlorida (HCl) Total Hidrocarbon (sbg CH4) Arsen (As) Kadmiun (Cd) Kromium (Cr) Timbal (Pb) Merkuri (Hg) Talium (Tl) Opasitas

50 250 300 10 100 70 35 1 0.2 1 5 0.2 0.2 10%

Dalam penangan limbah medis ini rumah sakit dapat mengelolanya sendiri atau dikelola oleh rumah sakit lain atau pengelola lain yang sudah memperoleh izin dari Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Beberapa contoh rumah sakit yang sudah memperoleh izin pengoperasian incineratornya dari Kementerian Negara Lingkungan Hidup No Rumah Sakit 1 2 3 4 5 6 7 8 9 RSU Unit Swadana RSU Daerah Ajidamo R RSUD Dr. M. Ashari Pemalang RSUD Blambangan RS Otorita Batam RSUD Ulin RS Tembakau Deli PRPN II RS Haji RS Prof Dr. Sulianti Saroso Alamat Kab Sumedang, Jabar Rangkasbitung, Banten Pemalang, Jateng Banyuwangi, Jatim Sekupang, Batam Banjarmasin, Kalsel Medan Jakarta Jakarta Banda Aceh Jawa Barat

10 RS Dr. Zainoel Abidin 11 RSD Cibinong

Green Hospital Dalam mendorong pengelolaan lingkungan rumah sakit yang ramah lingkungan (Green Hospital), Kementerian Negara Lingkungan Hidup mendorong Rumah Sakit agar dalam pengelolaannya tidak hanya bersifat reaktif tetapi juga bersifat proaktif. Masih banyak rumah sakit yang dalam mengelola lingkungannya hanya mengandalkan terhadap kecanggihan teknologi end of pipe treatment dan belum memaximalkan opsi atau pilihan pencegahan dan minimisasi limbah. Agar mencapai green hospital maka rumah sakit ddidorong untuk tidak hanya mengelola limbahnya sesuai degan peraturan saja tetapi juga menerapkan prisip 3R (Reuse, Recycle, Recovery) terhadap limbah yang dihasilkannya serta melakukan penghematan dalam penggunaan sumber daya alam dan energi seperti penghematan air, listrik, bahan kimia, obat-obatan dan lain lain. Disamping itu pengelola juga didorong untuk terus meningkatkan pengelolalaan kesehatan lingkungan rumah sakitnya. Tahap awal dalam pengelolaan limbah medis adalah melakukan pencegahan pada sumbernya. Semaksimal mugkin harus diupayakan pencegahan terhadap timbulnya limbah yang seharusnya tidak terjadi. Upaya pencegahan pencemaran dan minimisasi limbah yang sering dikenal dengan Produksi Bersih (Cleaner Production) akan memberikan keuntungan bagi pengelola dan lingkungan. Dengan berkurangnya jumlah limbah yang harus dimusnahkan dengan incinerator maka akan mengurangi jumlah biaya operasionalnya dan akan mengurangi emisi yang dikeluarkan ke lingkungan. Berikut adalah beberapa upaya dalam melakukan pencegahan timbulan limbah: - Pelaksanaan House Keeping yang baik, dengan menjaga kebersihan lingkungan, mencegah terjadinya ceceran bahan. Dengan pelaksanaan good house keeping yang baik di laboratorium dan kamar rawat akan menghindarkan terjadinya ceceran bahan kimia ataupun racikan obat. - Pemakaian air yang efisien akan mengurangi jumlah air yang masuk kedalam instalasi pengolahan limbah cair (IPLC). - Kalaupun timbulan limbah tidak bisa dihindari maka perlu dilakukan segregasi atau pemilahan limbah sehingga limbah yang masih bisa dimanfaatkan atau didaur ulang tidak terkontaminasi oleh limbah infeksius. Contoh lainnya adalah pemisahan limbah klinis dengan limbah dari kegiatan non klinis. - Pelaksanaan preventif maintenance, yang ketat akan menghindarkan terjadinya kerusakan alat yang pada akhirnya dapat mengurangi jumlah limbah yang terjadi. - Pengelolaan bahan-bahan atau obat-obatan yang tepat, rapi dan selalu terkontrol sehingga tidak terjadi ceceran dan kerusakan bahan atau obat, berarti mengurangi limbah yang terjadi. Tahap selanjutnya terhadap limbah yang tidak bisa dihindari adalah langkah segregasi atau pemilahan. Pemilahan dilakukan dengan tujuan untuk memisahkan limbah berdasarkan karakteristiknya. Limbah domestik harus terpisah dari limbah B3 ataupun limbah infeksius. Hal ini bertujuan agar jumlah ataupun limbah yang harus ditreatmen secara khusus (limbah B3) tidak terlalu besar (minimal). Limbah kimia dari laboratorium dan sisa racikan obat harus memiliki tempat penampungan tersendiri agar tidak mengkontaminasi limbah cair lainnya yang bukan limbah B3.

Tahap ketiga adalah pemanfaatan limbah. Limbah yang masih bisa dimanfaatkan agar dipisahkan dari limbah yang tercemar oleh limbah B3 ataupun limbah infeksius. Limbah domestik yang dapat didaur ulang ataupun dimanfaatkan harus dipisah dalam tempat terpisah. Limbah domestik berupa kertas/karton, plastik, gelas dan logam masih mempunyai nilai jual untuk di reuse. Begitu pula dengan limbah domestik berupa sampah organik bisa untuk kompos. Limbah plastik bekas pengobatan lainnya seperti bekas infus yang tidak terkontaminasi limbah B3 atau limbah infeksius dapat didaur ulang. Pada saat ini hanya sekitar 19% limbah domestik dari rumah sakit yang sudah dimanfaatkan untuk didaur ulang. Limbah berbahaya dan beracun sendiri tidak menutup kemungkinan untuk dapat dimanfaatkan ataupun untuk direuse. Beberapa limbah kimia yang dapat dimanfaatkan kembali antara lain adalah limbah radiologi seperti fixer dan developer dengan dikirimkan ke pihak ke-3 yang berizin. Selanjutnya adalah penghancuran terhadap limbah infeksius dan padatan limbah B3 dengan incinerator. Incinerator yang digunakan adalah incinerator yang mempunyai spesifikasi khusus sesuai dengan yang disyaratkan dalam Kepdal No 03 Tahun 1995. Incinerator yang memiliki nilai pembakaran dan penghancuran yang tinggi akan membakar habis limbahnya dan hanya meninggalkan sedikit sekali abu. Abu yang dihasilkan dapat dikirim ke industri jasa pengolah limbah atau dimanfaatkan sendiri seizin Kementerian Negara Lingkungan Hidup.
Limbah Plastik Mengancam Masa Depan

Banyak orang berharap laut menjadi masa depan (Kompas, 5/6/2009). Namun, jika laut tidak dijaga, harapan itu akan sirna. Kita tidak boleh menutup mata bahwa laut yang menjanjikan itu saat ini juga terancam dari berbagai tindakan manusia baik secara sengaja maupun tidak. Sadarkah Anda bahwa satu gelas plastik bekas yang dibuang begitu saja di sungai atau di pinggir pantai akan menutupi dasar laut dan lama-kelamaan akan menggunung? Plastik yang telah lama menumpuk akan berubah menjadi serpihan-serpihan kecil seukuran plankton, termakan oleh ikan dan secara tidak langsung menjadi santapan manusia. Bayangkan, 10.000 gelas plastik volume 240 mililiter akan membentuk tumpukan 2,4 meter kubik (m3). Jika setiap minggu ada 1 juta pengunjung Ancol membuang gelas plastik ke pantai, akan terbentuk tumpukan 240 m3dan ini terbawa ke laut. Sebagian besar akan melayang di bawah permukaan air lalu tenggelam di dasar laut. Ilmuwan Belanda menemukan lebih dari 70 persen sampah plastik akan tenggelam di dasar laut. *Pasifik tertutup plastik* Badan Lingkungan PBB memperkirakan, tahun 2006 tiap 1 mil persegi lautan mengandung 46.000 lembar sampah plastik (marine debris). Dilaporkan, dasar perairan Samudra Pasifik tertutup sampah plastik yang luasnya dua kali daratan Amerika Serikatdiperkirakan jadi dua kali lipat pada 2015. Ini akan berdampak negatif pada rantai makanan.

Di Pasifik terjadi proses oseanografi gyre, yakni arus melingkar serah jarum jam berkecepatan lambat. Lingkaran arus ini cukup luas, ribuan kilometer. Sampah plastik secara perlahan bergerak sesuai aliran gyre. Lama-kelamaan sampah plastik mengumpul di tengah gyre karena energi arus di tengah gyre cukup lemahdisebut sebagai zona mati. Charles Moore, ahli oseanografi Amerika, menyebut Lautan Pasifik sebagai Great Pacific Garbage Patch. Diperkirakan 100 juta ton sampah terapung mengikuti aliran gyre. Hal yang sama dalam skala lebih kecil terjadi di perairan tertutup, misal di teluk. Hasil pengamatan pada 2007 selama berlayar dari pantai Marisa Gorontalo menuju Kepulauan Togean, kami menemukan di tengah Teluk Tomini banyak sampah, termasuk botol plastik. Akibat bentuk Teluk Tomini yang tertutup diperkirakan sampah plastik akan mengumpul di suatu tempat. Untuk itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Mengingat Kepulauan Togean merupakan salah satu pusat terumbu karang dunia, hal ini perlu cepat ditanggapi. Bayangkan jika keindahan terumbu karang tertutup sampah-sampah plastik. Lama-kelamaan terumbu karang itu akan rusak. Siapa yang akan datang ke sana? Ikan pun akan lari. *Teluk Jakarta dan Ambon* Berdasarkan data hasil penelitian mulai tahun 1990-2005 yang dirangkum lembaga Greenpeace telah ditemukan limbah plastik di sejumlah lokasi di dunia. Pada tabel terlihat bahwa Teluk Ambon mengandung serpihan plastik terpadat dari delapan lokasi yang disurvei. Di Kepulauan Seribu ditemukan ada pulau yang masih belum terkontaminasi, tetapi ada juga yang sangat tinggi hingga 29.000 item per km. Tahun 2008 sekelompok pencinta lingkungan yang melakukan pembersihan sampah plastik menemukan cukup banyak sampah plastik di Pulau Untung Jawa. Mengingat dampak negatif sampah plastik ini, maka perhatian yang serius untuk mengatasinya perlu segera dilakukan. *Dampak negatif* Program Lingkungan PBB (UNEP) memperkirakan jutaan burung laut dan 100 ribu binatang laut mati setiap tahun dan ditemukan sejumlah partikel plastik di dalam perutnya. Peneliti Kanada, Dr James, menemukan plastik di dalam perut sepertiga kura-kura Leatherbacks. Kura-kura menyangka plastik yang mengapung adalah ubur- ubur sehingga salah makan. Kura-kura tidak langsung mati, tetapi kesehatannya terganggu dan akhirnya mati. Sampah-sampah plastik yang mengapung di laut lama-kelamaan berubah menjadi serpihan-serpihan kecil menyerupai plankton dan termakan oleh berbagai jenis ikan.

*Solusi* Beberapa langkah untuk mengatasi masalah serpihan laut ini telah dilakukan baik secara internasional maupun nasional, di antaranya International Convention for the Prevention of Pollution from Ships (MARPOL) yang dikeluarkan tahun 1988 dan 122 negara telah meratifikasi. Salah satu isi dari MARPOL adalah melarang kapal-kapal membuang sampah di laut. Namun, diperkirakan 80 persen debris berasal dari darat (Greenpeace). Karena itu, perlu ditingkatkan kesadaran seluruh umat manusia karena masalah ini tak bisa diatasi secara sepihak. Penanaman kesadaran bahaya debris laut ini perlu melalui pendidikan keluarga kepada anak-anak hingga ke pendidikan formal. Sosialisasi Hari Laut Sedunia perlu dilakukan dengan melakukan kegiatan-kegiatan membumi sehingga umat manusia semakin sadar akan lingkungan. Diharapkan, tidak hanya sehari saja umat manusia tidak mencemari laut, tetapi setiap hari. *Pemulung plastik* Di Jabodetabek, sampah plastik menjadi salah satu sumber kegiatan ekonomi. Plastik dikumpulkan para pemulung dan dijual ke pengumpul. Di tingkat pengumpul plastik sampah dipisahkan dan sebagian diolah menjadi bubuk plastik dan berupa bongkahan yang selanjutnya dijual ke pabrik daur ulang. Salah satu pengumpul sampah plastik di Bogor melaporkan, setiap hari sampah plastik, berupa gelas dan botol minuman, terkumpul beberapa mobil truk sehingga di tempat penampungan terlihat sampah- sampah plastik menggunung. Para pemulung yang setiap hari mengumpulkan sampah- sampah plastik seharusnya dihargai, misalnya dengan memberikan insentif. Jasa mereka cukup besar menyerap sampah plastik yang secara langsung mengurangi dampak negatif pada laut. Jumlah pemulung, khususnya di kota-kota besar seperti di Jabodetabek, sangat banyak sehingga perlu diperhitungkan. Sebaliknya, masyarakat yang membuang sampah plastik sembarangan perlu diberi sanksi. Hal ini merupakan salah satu tindakan nyata untuk menyelamatkan laut yang pada akhirnya untuk keselamatan kita semua.

You might also like