You are on page 1of 17

Ekonomi Makro

Jumat, 18 November 2011 | 03:24:58 WIB

Dihantui Banjirnya Produk-produk Impor


ANTARA

Saya pikir produsen lokal akan melakukan penyesuaian-penyesuaian menghadapi serbuan produk China ini, misalnya perbaikan mutu dan kualitas produk, serta standardisasi produk. Industri busana, teknologi informasi, dan kerajinan saat ini menjadi tulang punggung industri kreatif di Jawa Tengah. Namun, ada ancaman serius yang harus menjadi perhatian, yakni persaingan dengan industri kreatif dari negara lain, khususnya China, yang saat ini banyak beredar di pasaran dalam negeri serta adanya produkproduk tiruan. Untuk menekan ancaman tersebut, masyarakat diharapkan memakai berbagai produk industri kreatif yang berasal dari para pelaku industri kecil menengah (IKM) serta usaha mikro, kecil, dan menegah (UMKM) lokal. Faktor yang menghambat berkembangnya industri kreatif ialah ASEAN plus China Free Trade Agreement (ACFTA) yang dapat merugikan usaha kecil menengah (UKM) dan para pengusaha industri batik di Jawa Tengah. Gubernur Jateng Bibit Waluyo meminta pemerintah pusat melindungi pasar dengan melakukan seleksi terhadap barang-barang impor. Selain itu, bea impor tidak perlu diturunkan. Saat ini, batik menjadi salah satu industri kreatif yang terus mengalami perkembangan di Jateng. Namun, pihaknya menemui tiga kendala, yakni bahan baku, minimnya tenaga kerja, dan pemasaran. Bahan baku seperti kain selalu mengalami kenaikan cepat dibandingkan dengan harga jual batik. Minat tenaga kerja muda terjun ke bisnis batik sangat kecil. Pemasaran produk batik Indonesia mulai tergerus pasar batik tekstil dari China. "Harga batik impor lebih murah sehingga masyarakat lebih memilih batik tersebut, padahal jika dibandingkan dengan kualitas batik dalam negeri jauh lebih baik," kata dia. UKM batik juga berkembang menjadi penggerak perekonomian masyarakat. Wanita adalah penerus budaya batik yang sangat loyal. Namun, sejumlah produsen lokal tampaknya melakukan pembelajaran atas implikasi membanjirnya produk China dengan melakukan penyesuaianpenyesuaian agar mampu bersaing merebut pasar. Ketua Laboratorium Studi Kebijakan Ekonomi yang juga Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, FX Sugiyanto mengatakan industri domestik cukup kuat menghadapi gempuran produk China, setelah ACFTA diterapkan. "Saya pikir produsen lokal akan melakukan penyesuaianpenyesuaian menghadapi serbuan produk China ini, misalnya perbaikan mutu dan kualitas produk, serta standardisasi produk," katanya. Hingga saat ini, penerapan ACFTA di kalangan industri domestik masih cukup kuat menghadapi produk-produk China dan tekanan produk asing. Sejumlah produsen lokal tampaknya melakukan pembelajaran atas implikasi membanjirnya produk China selama satu

tahun pertama, kemudian melakukan penyesuaian-penyesuaian agar mampu bersaing merebut pasar. "Dampak ACFTA yakni membanjirnya produk Negeri Tirai Bambu ini memang langsung menciptakan persaingan berat dengan produk-produk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Sektor mikro yang paling terasa," katanya. Barang-barang China dihadirkan dengan menarik dan harga yang lebih murah sehingga pangsa produk lokal, terutama kalangan industri kecil, pada awal-awal penerapan ACFTA sempat meredup. Kekuatan industri domestik juga dipengaruhi kesadaran konsumen dalam memilih produk, misalnya menyadari bahwa bukan hanya nilai ekonomisnya produk yang penting, namun juga kualitas produknya. Penyesuaian dan pembelajaran dari produsen lokal maupun konsumen sebenarnya berjalan alami seiring munculnya persaingan, namun pemerintah harus mempercepat proses itu untuk melindungi ekonomi domestik. SM/E-12

Pengaruh CAFTA (China-Asean Free Trade Area) Terhadap Perindustrian di China dan Indonesia Latar Belakang Asosiasi Bangsa Bangsa Asia Tenggara atau ASEAN dibentuk pada tahun 1967 oleh Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand and Singapura, lalu pada tahun 1980-an Brunei Darussalam bergabung dengan ASEAN. Lalu kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam bergabung dengan ASEAN pada tahun 1990-an. Kesepuluh negara ASEAN ini memiliki tingkat perekonomi yang berbeda, sumber daya manusia dan perkembangan teknologi. Lalu pada tahun 1992 ASEAN sepakat untuk membentuk ASEAN Free Trade Area (AFTA) dengan penurunan tariff hingga mencapai 0 sampai 5 persen pada tahun 2002. Selain itu, ASEAN juga telah melakukan perjanjian perdagangan dalam hal liberalisasi jasa dan investasi dengan China, Jepang, Korea Selatan dan India. Selain itu negara ASEAN juga membentuk FTA bilateral dengan negara-negara Asia Pasifik dan sekitarnya. Perekonomian China bisa dibilang merupakan sebagai salah satu yang terkuat di dunia. Hal ini terlihat dari cadangan devisa China pada akhir tahun 2010 yang mencapai nilai 2,85 triliun dolar AS. Bahkan pada masa krisis global, perekonomian China masih bisa tumbuh. Hal ini terlihat dari data yang dimiliki Dinas Statistik China, yaitu pada kuartal kedua tahun 2009 pertumbuhan ekonomi China meningkat menjadi 7,9 persen dari tahun 2008 yang hanya mencatatkan nilai 1,8 persen. Maka dari itu, negara ASEAN setuju untuk melakukan kerjasama perdagangan dengan China karena mempertimbangkan kekuatan ekonomi China sehingga diharapkan akan memberikan manfaat bagi negara-negara ASEAN dan nantinya akan membuat perekonomian negara ASEAN semakin berkembang juga. China pun juga melihat bahwa ASEAN merupakan sebuah pangsa pasar yang sangat potensial sehingga China yang bisa dikatakan sangat aktif dalam memproduksi barang, dengan adanya CAFTA akan lebih mudah bagi China untuk mengekspor barang produksinya ke negara-negara ASEAN karena tarif biaya masuk bisa mencapai 0 persen. Sehingga akan lebih mempermudah China dan negara ASEAN untuk melaksanakan ekspor-impor. CAFTA (China-ASEAN free trade area) mulai diberlakukan di ASEAN terutama di Indonesia pada tanggal 1 januari 2010. Meskipun begitu, sebenarnya ide mengenai CAFTA ini telah ada sejak tahun 2001 dimana diadakannya KTT ASEAN di Brunei Darussalam yang di awali dengan dibentuknya ASEAN-China Framework Agreement on Economic Cooperation yang disahkan pada KTT ASEAN berikutnya di Phnom Penh, Kamboja, pada November 2002. Perjanjian dagang CAFTA ini ditandatangani menteri-menteri negara Asean dan China pada 2004. Usulan CAFTA ini dimulai dengan proposal yang ditawarkan Hu Jintao pada tahun 2001 dan ditandatangani pada tahun 2004 dalam Asean Summit ke-10 di Vientiane, Laos. Sehingga mulai tahun 2004 barang ekspor impor antara China dan negara-negara ASEAN dikurangi sedikit demi sedikit sehingga biaya masuk menjadi 0 persen di tahun 2010 maka bisa dikatakan bahwa China dan ASEAN menjalin hubungan kerjasama ekonomi dalam bidang perdagangan yang seluas-luasnya dengan membentuk pasar bebas. Diadakannya CAFTA ini adalah karena China adalah mitra dagang utama ASEAN, yaitu ketiga terbesar dan mencatatkan nilai sejumlah 11,3 persen dari total perdagangan ASEAN pada tahun 2008 atau USD 192.600.000.000. Nilai ini merupakan 13.3 persen dari nilai perdagangan global atau senilai setengah dari total perdagangan di Asia pada tahun 2008. Perjanjian ini bertujuan untuk membuat negara yang mengikuti perjanjian ini akan saling mendapatkan keuntungan sehingga terjadi sebuah simbiosis mutualisme di dalam sebuah lingkungan internasional yang semakin tanpa batas. Apalagi perjanjian ini dilaksanakan disaat yang tepat setelah terjadinya krisis global sehingga dengan perjanjian pasar bebas ini dilakukan untuk pemulihan keadaan ekonomi yang jatuh akibat krisis global. CAFTA memiliki beberapa dampak positif, diantaranya adalah akan terbangun blok perekonomian regional yang lebih

kuat sebagai balance of power blok Uni-Eropa dan Amerika utara dimana Indonesia berada dalam kekuatan tersebut. Lalu, akan terjadi peningkatan output produksi negara-negara ASEAN. Selanjutnya, CAFTA akan mendorong peningkatan daya saing industri dalam negeri lewat efisiensi dan pembenahan struktur biaya. Dan yang terakhir perdagangan bebas menguntungkan bagi konsumen domestik yang merupakan kelompok terbesar. Konsumen akan diberi banyak pilihan terhadap barang-barang dengan harga lebih murah di pasaran. Contohnya adalah pada sektor properti, dengan berlangsungnya perdagangan bebas CAFTA maka diprediksi biaya membangun properti akan lebih murah karena bahan baku yang tersedia di pasaran lebih banyak pilihan dan harga murah pula terutama untuk besi baja dan semen. Bagi produsen domestik pun yang berada di sektor pertanian, perikanan, dan peternakan juga akan diberikan keuntungan dari CAFTA ini karena komponen input dalam produksi mereka seperti pupuk, pakan ternak yang selama ini banyak diimpor dari negara ASEAN akan menjadi lebih murah harganya dan meningkatkan daya saing produk untuk di ekspor. Jika ada dampak positif, tentu ada dampak negatifnya. Dampak negatif dari diadakannya CAFTA ini adalah jatuhnya beberapa sektor industri dalam negeri terutama yang memiliki daya saing rendah. Kondisi sektor-sektor tersebut yang belum cukup siap akan menyebabkan terjadinya deindustrialisasi secara besar-besaran meski ada kemungkinan mereka akan memilih ganti profesi menjadi pedagang. Menurut teori dependensi, bisa dikatakan bahwa sebuah negara membutuhkan negara lain, maka bisa dianalisa bahwa negara ASEAN dan China saling melakukan kerjasama dalam hal perdagangan dalam CAFTA ini karena negara ASEAN dan China saling membutuhkan dalam perdagangan. Seperti yang tertulis sebelumnya bahwa China merupakan mitra dagang utama bagi ASEAN dan ASEAN juga memberikan kontribusi yang banyak dalam perdagangan China dan China juga banyak melakukan investasi di negara ASEAN. Sehingga kerjasama yang ada lebih kepada ketergantungan sebuah negara dengan negara lainnya, ketergantungan ini menyebabkan munculnya kerjasama yang diharapkan akan menjadi sebuah kerjasama yang saling menguntungkan. Dalam hal ini, untuk memajukan kegiatan perdagangan sehingga perekonomian negara menjadi berkembang dan mampu keluar dari krisis global yang melanda dunia pada tahun 2009. Perjanjian CAFTA terdiri dari enam poin yaitu: (1) Zona perdagangan bebas China-ASEAN yang terdiri dari perdagangan komoditas, perdagangan jasa, kerja sama investasi dan ekonomi. (2) Pengaturan jadwal perundingan. Perundingan disini adalah perundingan mengenai perdagangan komoditas yang dimulai pada awal tahun 2003 dan berakhir sebelum tanggal 30 Juni tahun 2004. Perundingan perdagangan jasa dan investasi juga dimulai pada tahun 2003. Di bidang kerja sama ekonomi, kedua pihak, yaitu China dan negara ASEAN sepakat untuk menitik-bertakan eksploitasi pertanian, teknologi informasi dan telekomunikasi, sumber tenaga kerja, peningkatan investasi dan eksploitasi pengairan Sungai Meikong, secara berangsur-angsur memperluas ke bidang lainnya. (3) Kerangka jadwal pembangunan CAFTA. Kedua pihak seharusnya menurunkan tarif produk normal mulai dari tahun 2005. Pada tahun 2010, China dan anggota lama ASEAN membangun zona perdagangan bebas, dan pada tahun 2015 zona perdagangan bebas China dengan anggota baru ASEAN diresmikan. Sampai pada waktu itu, China dan ASEAN akan menerapkan tarif nol terhadap mayoritas mutlak produk, membatalkan langkah non tarif, merealisasi liberalisasi perdagangan. (4) Isi utama program yaitu Panen Awal atau Early Harvest Program. Kedua pihak merumuskan program Panen Awal agar kedua pihak dengan secepatnya membagikan manfaat dari zona perdagangan bebas. Kedua pihak memutskan menurunkan tarif terhadap 500 lebih produk, terutama produk pertanian mulai dari tanggal 1 Januari tahun 2004, tarif produk-produk tersebut akan diturunkan sampai nol pada tahun 2006. (5) Mengenai komitmen

tentang memberikan perlakuan negara preferensial multilateral kepada negara-negara ASEAN non anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Seperti Vietnam, Laos dan Kamboja yang masih belum bergabung dengan WTO. Untuk membantu pembangunan negara-negara tersebut, China setuju untuk memberikan perlakukan negara preferensial multilateral, yaitu mengenai komitmen China kepada WTO berlaku bagi negara-negara tersebut. (6) Mengenai penyusunan peraturan perdagangan terkait. China dan ASEAN akan menyusun peraturan mengenai tempat asal produksi, serta perutaran perdagangan anti dumping, anti subsidi, langkah jaminan dan mekanisme penyelesaian pertikaian untuk menjamin operasi normal zona perdagangan bebas. Pelaksanaan CAFTA Dalam kurun waktu satu tahun, kegiatan CAFTA selain fokus dalam bidang perdagangan dan ekspor impor juga mengadakan banyak kegiatan ekonomi dan perdagangan yang mengusung tema zona perdagangan bebas. Contohnya seperti menggelar Ekspo China-ASEAN, menyelenggarakan Forum CAFTA, meresmikan situs web bisnis CAFTA dan menggelar Forum Usaha Kecil dan Menengah CAFTA. Diharapkan dengan berbagai kegiatan tersebut maka kegiatan perdagangan bebas yang dijalin China dan ASEAN terus dapat terus berjalan dengan baik. Ekonomi China setelah CAFTA diberlakukan Industri di China semakin berkembang karena China memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya dengan sebesar-besarnya sehingga industri China memproduksi banyak barang dan sebagian besar di ekspor ke negara ASEAN, yang memiliki perjanjian pasar bebas dimana dengan mengekspor hasil produksi sebanyak apapun akan mendapat biaya masuk sebesar 0 persen sehingga China mendapatkan keuntungan dari hal ini. Bisa dilihat dalam sebuah daerah di China yang bisa dikatakan sebagai garda depan dan jendela pertukaran bagi kerja sama China dan ASEAN, yaitu propinsi Guangxi. Selain itu, Guangxi bukan hanya partisipan pembentukan CAFTA tapi juga adalah penerima keuntungannya. Keuntungan yang didapat dari Guangxi ini adalah mendorong pertukaran persahabatan Guangxi dengan berbagai negara ASEAN sehingga pembangunan CAFTA juga memacu pertumbuhan pesat perdagangan dan investasi Guangxi dengan ASEAN dan mendorong pembangunan jalur besar internasional Guangxi dengan ASEAN. Guangxi juga menjalin kerjasama selain industri dengan negara ASEAN yaitu dalam bidang pariwisata, budaya, iptek, kesehatan dan pelestarian lingkungan juga semakin meningkat. Dengan berbagai keuntungan yang di dapat oleh Guangxi saja nilai perdagangan yang dicatatkan mengalami kenaikan Sejak tahun 2004 sampai 2008, volume perdagangan Guangxi dan ASEAN bertambah 3 kali lipat. Investasi riil ASEAN di Guangxi juga bertambah 4,38 kali lipat dan volume investasi Guangxi di negara-negara ASEAN bertambah 26 kali lipat. Selain itu setiap tahun, di Guangxi diadakan Ekspo mengenai China-ASEAN sebagai satu-satunya pameran yang mengusung tema CAFTA pasti memainkan peranan yang semakin penting setelah pembentukan CAFTA dan Pertemuan Puncak Bisnis Dan Investasi China-ASEAN. Guangxi telah memainkan peranan penting dalam proses pembangunan CAFTA sehingga citra dan reputasi Guangxi juga meningkat pesat. Guangxi akan lebih lanjut memainkan peranannya sebagai platform pertukaran persahabatan, pendorong ekonomi dan perdagangan, serta kerja sama di berbagai bidang. Arti penting pembentukan CAFTA bagi Guangxi adalah untuk meningkatkan kerja sama perdagangan dan investasi dengan ASEAN, memperdalam keterbukaan kepada dunia luar secara menyeluruh, serta menyesuaikan struktur industri Guangxi lalu CAFTA membantu meningkatkan daya saing pasar industri dan bermanfaat bagi perusahaan lokal Guangxi melangkah keluar dan meningkatkan kerja sama dengan ASEAN di bidang iptek, pendidikan, budaya, kesehatan, ekologi, dan sosial. Dengan semua keuntungan yang dimiliki oleh Guangxi, sebenarnya selalu ada tantangan untuk tetap mempertahankan keuntungan yang didapat, ataupun dengan berusaha semakin memperbesar keuntungan yang didapat yaitu dengan cara meningkatkan

daya saing produk Guangxi dan semakin bersahabat dengan investor yang akan menanamkan dananya di Guangxi. Selain berpengaruh terhadap Guangxi, CAFTA juga berpengaruh terhadap keadaan ekonomi Hongkong yang juga merupakan sebuah daerah yang berada di bawah China tetapi tidak mengikuti CAFTA. Pengaruh CAFTA terhadap Hongkong bisa dilihat dari produsen Hongkong daratan yang tetap bisa mendapatkan keuntungan dari CAFTA's zero-tariff ketika mereka mengekspor barang mereka ke ASEAN dengan label barang asli produk China dan biaya mereka mengimpor produk ASEAN seperti karet dan plastik juga diturunkan. Selain itu ASEAN menyumbang sekitar 10 persen dari total perdagangan Hongkong tetapi karena krisis ekonomi global maka ekspor Hongkong dan re-ekspor produk asli China untuk ASEAN turun 17 persen pada tahun 2009. Keuntungan yang didapakan China sebenarnya karena strategi yang mereka miliki sejalan dengan strategi pemasaran dalam melakukan bisnis di dunia internasional yang lebih dikenal dengan FDI atau Foreign Direct investment. seorang investor akan mempertimbangkan berbagai macam hal yang ada di host country atau negara tujuan investor. Sesuai dengan tujuannya untuk menciptakan lahan bisnis baru dan mencapai keuntungan yang maksimal maka sudah sewajarnya investor mepertimbangkan banyak hal, karena dengan melakukan investasi di sebuah negara yang bisa dikatakan asing, seorang investor pasti tidak akan mau untuk merugi sehingga faktor yang diperhatikan bagi seorang investor adalah (1) Teknologi. Jika teknologi yang terdapat di host country kurang memadai, maka investor masih harus men-supply teknologi ke negara tersebut. Hal ini akan beda jika host country memiliki teknologi yang memadai, maka investor mungkin hanya akan mensuply teknologi tidak sebanyak jika host country memiliki teknologi yang kurang memadai. (2) Lokasi dari host country tersebut strategis atau tidak. Karena jika host country memiliki lokasi yang strategis akan memiliki kemungkinan untuk mendukung perusahaan menjadi semakin besar. Begitu juga sebaliknya jika lokasi kurang atau bahkan tidak strategis dalam melakukan investasi dan perdagangan maka akan kecil kemungkinannya untuk mendukung perusahaan menjadi semakin besar. (3) Penduduk atau sumber daya manusia (SDM) host country. Jika host country memiliki jumlah penduduk yang besar dan memiliki SDM yang memadai dalam hal ini berpendidikan atau terlatih, akan lebih banyak menarik investor untuk masuk karena akan memudahkan untuk mencari tenaga kerja yang berpendidikan dan terlatih dan dengan biaya yang murah karena berasal dari host country. Selain itu syarat untuk menjadi host country supaya mampu menarik banyak investor antara lain adalah kesempatan ekonomi bagi investor, seperti dekat dengan sumber daya alam, tersedianya bahan baku, tersedianya lokasi untuk mendirikan pabrik, tersedianya tenaga kerja dan pasar yang prospektif. Lalu pemerintah harus mampu menegakkan hukum dan memberikan jaminan keamanan, penerapan peraturan dan kebijakan, terutama konsistensi penegakan hukum dan keamanan serta memperbaiki sistem peradilan dan hukum. Faktor stabilitas politik juga harus diperhatikan oleh host country karena konflik yang terjadi di antara elit politik atau dalam masyarakat akan berpengaruh terhadap iklim penanaman modal dan kondisi sosial politik yang masih labil mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap arus penanaman modal (http://dte.gn.apc.org/fifdi.htm) sehingga China sudah sewajarnya harus selalu mengembangkan apa yang telah mereka miliki yaitu SDM yang melimpah dan seharusnya diberikan pelatihan supaya menjadi SDM yang terlatih sehingga investor akan selalu tertarik untuk menanamkan modalnya disana sehingga perekonomian China semakin berkembang dan industri yang ada semakin maju sehingga akan terus memproduksi barang-barang yang akan diekspor ke negara-negara lain terutama negara ASEAN yang memiliki perjanjian pasar bebas dengan China. Perekonomian Indonesia setelah CAFTA Pelaksanaan CAFTA di Indonesia mengalami pro kontra di masyarakat. Hal ini terjadi karena pengusaha

kecil dan menengah di Indonesia khawatir dengan semakin banyaknya produk produksi China yang masuk ke Indonesia akan mengakibatkan usahanya gulung tikar karena kalah bersaing dengan barang produksi China. Meskipun begitu, pemerintah terus meyakinkan masyarakat dan pengusaha kecil dan menengah tersebut bahwa mereka akan tetap bertahan di dalam kondisi perdagangan bebas dengan China. Dalam bidang industri teknologi informasi atau TI, sebenarnya CAFTA tidak terlalu berpengaruh secara signifikan karena bea masuk produk maupun komponen TI sudah 0 persen. Dari sejumlah 1.516 pos tarif sektor industri manufaktur yang saat ini memiliki tarif 5 persen telah menjadi 0 persen mulai 1 Januari 2010. Meskipun begitu CAFTA memberikan keuntungan bagi masyarakat yaitu membuat harga lebih kompetitif yang pada akhirnya menguntungkan konsumen sehingga masyarakat dapat memperoleh produk yang berkualitas dengan harga yang lebih murah. Tapi muncul juga masalah dalam hal ini karena dengan banyaknya barang yan berkualitas dan dengan harga yang relatif murah membuat industri TI akan bangkrut jika tidak dapat bersaing dengan produk TI China tersebut. Harga yang relatif lebih murah akan membuat orang cenderung lebih memilih produk China, walau secara kualitas dapat saja produk Indonesia lebih baik kualitasnya, tetapi masyarakat lebih cenderung memilih barang yang memiliki harga lebih murah tanpa melihat kualitas produk itu sendiri karena dengan keterbatasan dana yang dimiliki masyarakat Indonesia terutama masyarakat tingkat menengah kebawah maka produk China lebih dipilih atau diminati masyarakat. Sehingga dalam pemberlakuan CAFTA, industri TI di Indonesia sudah sewajarnya memiliki strategi-strategi untuk tetap menjaga mereka tetap bertahan di dalam kondisi pasar bebas dan barang produksi China yang semakin banyak beredar di Indonesia. Strategi yang perlu disiapkan industri TI nasional guna menghadapi CAFTA adalah melakukan kerjasama berbagai pihak terkait untuk bersama-sama mengejar ketertinggalan dan ketidaksiapan, sehingga siap bersaing dalam pasar bebas China dan Asean. Industri TI nasional perlu melibatkan Departemen Perindustrian, Perdagangan, BUMN, Koperasi dan UKM dan Kementerian Keuangan yang banyak terkait dalam program ini, tentunya akan saling bersinergi demi tercapainya kemajuan dan kesejahteraan rakyat Indonesia. Selain produk TI, barang eletronik seperti handphone merk China juga semakin beredar luas di masyarakat. Karena handphone China lebih banyak menawarkan fitur-fitur terbaru dan tidak kalah menarik dengan handphone yang sudah lebih banyak beredar seperti Sony Ericssson, Nokia, bahkan yang sekarang sedang booming adalah Blackberry. Bisa dibilang perusahaan handphone China sangat kreatif dalam melihat pangsa pasar yang sedang berkembang di Indonesia. Di saat masyarakat Indonesia sedang menggandrungi Blackberry, perusahaan China langsung memproduksi handphone yang memiliki nama mirip yaitu Blueberry meskipun fitur dan kualitasnya jauh di bawah handphone Blackberry dan dengan harga yang jauh di bawah handphone asli Blackberry. Saat sedang booming handphone yang bisa digunakan sebagai modem, perusahaan China melalui ZTE juga memasarkan handphone nya melalui bundling dengan perusahaan lokal yaitu Smart Telecom, sehingga jika masyarakat ingin memiliki handphone sekaligus digunakan sebagai modem, masyarakat bisa memilih membeli handphone ZTE yang sudah di bundling dengan Smart. Harganya pun sangat murah dibandingkan jika harus membeli handphone dan modem secara terpisah. Dengan handphone merk lokal seperti Nexian saja, handphone merk China masih lebih unggul dan menjadi pilihan. Karena dengan harga yang tidak terpaut jauh, fitur yang dimiliki lebih baik dan dengan kualitas yang tidak beda jauh juga. Masyarakat Indonesia sedang menyukai memiliki banyak nomor ponsel sekaligus, maka handphone merk China hadir dengan fitur Dual sim Card atau dua kartu provider di dalam satu handphone dan dua nomor tersebut aktif dalam waktu yang sama. Sehingga konsumen tidak perlu

untuk membuka tutup handphone hanya untuk berganti nomor handphone. Maka dengan keunggulan harga dan fitur yang dimiliki oleh handphone China dibandingkan dengan handphone merk lokal, masyarakat Indonesia cenderung lebih memilih handphone merk China karena bisa dibilang handphone pada masa sekarang merupakan sebuah kebutuhan dan sebuah prestise tersendiri bagi yang memilikinya. Semakin banyaknya handphone merk China yang masuk ke Indonesia terlihat dari data yang dimiliki Ditjen Postel bahwa dalam tiga bulan yaitu Desember 2009 hingga awal Maret 2010, terdapat 50 jenis ponsel baru yang diajukan importer untuk dipasarkan di Indonesia. Di antara jumlah itu, 70 persen diimpor dari China (http://antasari.net/dampak-cafta-dibuka-hand-phone-murah-Chinapun-banjiri-pasar-indonesia/). Meskipun begitu handphone yang masuk ke Indonesia harus menjalani pengujian dan sertifikasi dari pemerintah sebelum dipasarkan. Landasan utama pengujian dan sertifikasi adalah Peraturan Menteri Kominfo No 29/PER/M.KOMINFO/9/2008 tentang Sertifikasi Alat dan Perangkat Telekomunikasi. Dalam mengajukan permohonan sertifikasi alat dan perangkat telekomunikasi syaratnya bisa dikatakan sangat mudah karena hanya perlu menunjukkan dokumendokumen perusahaan, seperti SIUP dan NPWP. Lalu importer juga harus menyertakan surat pernyataan kesanggupan memberikan garansi dan layanan purnajual di atas meterai kecuali alat dan perangkat telekomunikasi tidak untuk diperdagangkan dan membuat surat pernyataan bahwa sampel uji ponsel ataupun perangkat telekomunikasi telah tersedia dan siap diuji. Importer harus menyediakan beberapa unit untuk sampel uji. Di antaranya, untuk customer premises equipment (CPE) sebanyak 2 unit, jaringan atau akses (non-CPE ) satu unit, dan satu unit jika dipergunakan untuk keperluan sendiri atau tidak untuk diperdagangkan. handphone yang diimpor harus memiliki dokumen teknis perangkat. Misalnya, buku manual dan spesifikasi teknis dalam bahasa Indonesia atau paling tidak dalam bahasa Inggris. Waktu penyelesaian pengujian dan sertifikasi adalah maksimal 21 hari untuk pengujian perangkat, maksimal satu hari untuk laporan hasil uji, maksimal tiga hari untuk evaluasi hasil uji, termasuk jika ada penolakan dalam evaluasi, dan maksimal dua hari untuk penerbitan sertifikat. Dengan adanya pengujian dan sertifikasi ini, pemerintah mendapatkan pemasukan yang cukup besar dari impor ponsel atau perangkat telekomunikasi. Hal imi terlihat dari biaya pengujian Rp 4,5 juta hingga Rp 9 juta per unit dan biaya sertifikasi Rp 4,5 juta per unit. Dalam menghadapi CAFTA pemerintah dan pelaku industri secara keseluruhan harus mempunyai cara untuk memproteksi barang produksi dalam negeri. Pertama, berkaitan dengan masalah kebijakan pemerintah soal pajak dan energi. Pajak yang ditetapkan oleh pemerintah kepada produk dalam negeri bisa dikatakan tinggi jika dibandingkan dengan barang impor dari China yang masuk ke Indonesia dengan biaya masuk mencapai nol persen. Sedangkan energi disini maksudnya adalah mengenai tersedianya listrik yang masih kurang di daerah-daerah sehingga barang produksi dalam negeri menjadi lebih mahal jika dibandingkan dengan barang produksi China karena biaya produksi yang juga lebih besar meskipun terkadang barang produksi Indonesia memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan barang produksi China. Kedua, berkaitan dengan kebijakan pemerintah dalam menangani produk impor. Pemerintah bisa menggunakan kewenangannya dalam menentukan standar dan kriteria-kriteria produk yang bisa masuk ke Indonesia. Itu artinya pemerintah bisa melarang produk tertentu, jika dianggap tidak memenuhi standar atau kriteria-kriteria yang telah ditetapkan oleh indonesia. Kebijakan ini selain bermanfaat melindungi konsumen Indonesia, juga untuk melindungi produk dalam negeri dari serangan berbagai produk murah yang kualitasnya tidak jelas. Terakhir adalah bagaimana pemerintah dan kalangan industri membuat strategi untuk mendorong masyarakat agar mengonsumsi dan mencintai produk dalam negeri. Sehingga indutri dalam negeri terutama yang

menengah kebawah dapat terus bertahan di dalam banyaknya barang produksi China yang masuk ke Indonesia. Pemerintah Indonesia dan China juga melakukan beberapa kesepakatan yang dilakukan pada Pertemuan Komisi Bersama atau Joint Commission Meeting (JMC) ke-10 di Yogyakart pada tanggal 3 April 2010. Saait itu Indonesia diwakili oleh Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu dan China diwakili Menteri Perdagangan Chen Deming. JMC merupakan forum untuk membahas isu perdagangan investasi, kerjasama keuangan dan pembangunan. JMC ini menghasilkan tujuh kesepakatan. Pertama, pihak China sepakat untuk memfasilitasi akses pasar bagi beberapa buah-buahan tropis seperti pisang, nenas, rambutan dan sarang burung walet Indonesia untuk dapat memasuki pasar China. Kedua. China dan Indonesia sepakat untuk membentuk Kelompok Kerja Resolusi Perdagangan atau Working Group on Trade Resolution (WGTR), yang bertujuan untuk memfasilitasi perdagangan yang lancar di antara kedua negara; juga memfasilitasi pembukaan Cabang Bank Mandiri di China demi memperkuat hubungan transaksi langsung perbankan. Ketiga, China setuju membuka cabang Bank Mandiri di China sehingga akan memperkuat hubungan langsung transaksi perbankan kedua negara. Keempat, kerjasama antara Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dan China Exim Bank dimana kedua pihak menandatangani perjanjian pinjaman sebesar US$ 100 juta dari CEB kepada LPEI. LPEI juga saat ini dalam tahap finalisasi MoU dan Industrial & Commercial Bank of China (ICBC) untuk penyediaan kredit sebanyak US$ 250 juta kepada LPEI. Kelima, kedua pihak setuju untuk memaksimalkan penggunaan Pinjaman Kredit Ekspor Preferensial (Preferential Export Buyers Credit) sebesar US$ 1,8 miliar dan Pinjaman Konsesi Pemerintah (Government Concessional Loan) sebesar 1,8 miliar RMB untuk dapat dipergunakan oleh Indonesia dalam mengembangkan berbagai proyek infrastruktur. Adapun proyekproyek yang telah diselesaikan adalah proyek Jembatan Suramadu dan pembangkit Listrik Tenaga Batu Bara Labuhan Angin. Keenam, kedua belah pihak telah menyelesaikan Perjanjian Perluasan dan Pendalaman Kerjasama Bilateral Ekonomi dan Perdagangan (Agreement on Expanding and Deepening Bilateral Economic Cooperation) yang akan ditandatangani pada saat kunjungan Perdana Menteri Wen Jiabao ke Indonesia pada akhir bulan ini. Ketujuh, membahas Agreed Minutes of the Meeting for Further Strengthening Economic and Trade Cooperation yang antara lain berisi: (1) Deklarasi Bersama antara Indonesia dan China mengenai Kemitraan Strategis yang telah ditandatangani oleh kedua Pimpinan Negara pada bulan April 2005 menjadi dasar untuk lebih memperkuat kerjasama perdagangan dan ekonomi antara kedua negara. (2) Kedua belah pihak akan mengembangkan perspektif strategis dalam mengatasi kepentingan jangka panjang dan membawa hubungan ke tingkat yang baru untuk kepentingan kedua banga dan negara. (3) Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-China (CAFTA) tetap menjadi dasar strategis dimana masing-masing pihak harus penuh mengimplementasikan perjanjian tersebut secara menyeluruh dan saling menguntungkan bagi kedua belah pihak. (4) Kedua pihak akan menetapkan pertumbuhan perdagangan bilateral yang tinggi dan berkelanjutan, dimana jika terdapat ketidakseimbangan perdagangan, pihak yang mengalami surplus perdagangan berkewajiban untuk mengambil tindakan-tindakan termasuk mendorong impor lebih lanjut dan memberikan dukungan yang diperlukan. (5) Agreed minutes ini merupakan upaya untuk menindaklanjuti concern beberapa industri di Indonesia terkait dengan dampak dari Perdagangan Bebas ASEAN-China (CAFTA). Kedua pihak percaya bahwa komitmen bersama antara kedua pemerintah, disertai dengan komitmen-komitmen dari kedua komunitas bisnis, akan dapat mengatasi kekhawatiran tersebut. Kesimpulan Perekonomian China dan Indonesia secara keseluruhan mengalami perkembangan yang signifikan. Perekonomian China melalui industrinya semakin berkembang karena semakin banyak barang yang di ekspor ke negara ASEAN.

Begitupun Indonesia yang semakin mudah dalam melakukan kegiatan ekspor impor. Meskipun begitu bisa dikatakan bahwa Indonesia kurang memaksimalkan kesempatan yang ada sehingga lebih banyak barang produksi China yang masuk ke Indonesia dibandingkan dengan ekspor Indonesia ke China. Hal ini terjadi karena peraturan yang ada di Indonesia dan China sangat berbeda. Jika China sangat mengatur barang yang masuk ke negaranya dan sangat memproteksi barang produksi dalam negeri, Indonesia melakukan yang kebalikannya. Indonesia semakin mempermudah masuknya barang produksi ke Indonesia. Menurut penulis hal ini terjadi karena tingkat percaya diri pemerintah Indonesia yang tinggi akan pengusaha kecil dan menengah yang akan mampu bersaing dengan barang produksi China. Padahal belum tentu semua usaha kecil dan menengah tersebut akan mampu bersaing, bahkan bisa saja usaha kecil dan menengah itu segera gulung tikar karena ketidak mampuan untuk bersaing. Masalah mengenai nasionalisme juga penulis nilai sangat berpengaruh terhadap bertahannya industri kecil dan menengah. Jika di China masyarakatnya dikenal sangat nasionalis dan lebih cenderung untuk membeli barang dalam negeri maka di Indonesia, masyarakatnya cenderung untuk membeli barang impor karena akan memiliki sebuah gengsi tersendiri jika mempunyai barang yang merupakan impor dari luar negeri, bahkan produk China di Indonesia bisa dibilang sangat murah jika dibandingkan dengan barang sejenis meskipun kualitas yang dimiliki belum teruji dengan pasti. Contohnya handphone produk China. Banyak yang mengatakan bahwa handphone China memiliki kualitas yang buruk. Hanya bisa digunakan dalam waktu beberapa bulan saja, setelah itu handphone akan rusak, mati dan tidak bisa digunakan kembali. Jika sudah seperti itu, handphone yang rusak itu hanya akan dibuang dan tidak bisa di jual kembali. Sehingga dapat disimpulkan bahwa, CAFTA memang memiliki banyak keuntungan dan kelebihan bagi negara-negara yang mengikutinya, tetapi juga akan mendatangkan kerugian jika tidak dibarengi dengan peningkatan kualitas barang produksi dalam negeri. Jika tidak ada peningkatan kualitas maka usaha dalam negeri akan kalah bersaing dengan barang impor.

MENGHADAPI TANTANGAN CINA DALAM ACFTA


| Print | PDF Tujuan FTA ACFTA untuk barang mulai berlaku 1 Januari 2005 dan selesai 1 Januari 2010. Tujuan dari ASEAN-China Free Trade Agreemen(ACFTA) adalah membuka market access yang selebar-lebarnya sehingga memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak yang lebih kurang sama besarnya, sehingga tidak ada pihak yang dirugikan melalui proses negosiasi yang dilakukan dengan cara requestdan offer. Dalam proses negosiasi ini tentunya tidak ada pihak yang mau membuat persetujuan kalau dia dirugikan. Jadi ketika negara-negara ASEAN mulai berunding dengan Cina, maka harus dibuat penelitian yang mendalam dan teliti terlebih dahulu, berapa besar kira-kira keuntungan yang akan diperoleh setiap, di bidang mana saja untungnya, di bidang mana saja akan rugi, pada negara ASEAN mana keuntungan jatuhnya akan lebih besar dan negara ASEAN mana kerugiannya akan jatuh lebih besar. Tidak cukup dengan hanya melihat potensi pasar Cina yang besar, tetapi apakah memang ada kemungkinan untuk meningkatkan ekspor ke sana. Juga tidak cukup dengan membuat analisa Revealed Comparative Advantage (RCA), karena pertama jenis analisa ini sifatnya static, kita hanya melihat posisi pada tahun tertentu saja atau paling jauh comparative static. Kedua, kalau misalnya Indonesia bisa ekspor kelapa sawit ke Cina, tidak berarti bahwa Indonesia memiliki keunggulan komparatif terhadap Cina karena Cina tidak bisa karena iklimnya menanam kelapa sawit, lagi pula keuntungannya tidak akan banyak kalau kita hanya sekedar mampu ekspor bahan mentahnya saja karena value added nya rendah, yang harus dikejar adalah ekspor barang-barang hasil olahan industri yang mempunyai nilai tambah yang tinggi. Sifat penetiannya harus lebih konkret, apakah ada hambatan bagi produk-produk yang Indonesia ekspor, baik berupa tariff maupun non-tarif dan pada produk apa saja? Untuk impor bahan-bahan mentah yang tidak terdapat di dalam negeri, biasanya tarifnya nol. Bagi jenis barang yang tarifnya nol atau rendah, suatu persetujuan perdagangan bebas tidak ada gunanya, karena memang sudah bebas. Pertanyaan ini harus dijawab terlebih dahulu. Sebagai bagian integral dari persetujuan ini juga ada persetujuan mengenai Early Harvest Programme di bidang pertanian yang sudah mulai diberlakukan sejak 1 Juli 2003 (Art. 6). Negara-negara ASEAN tertarik untuk membuat persetujuan perdagangan bebas dengan Cina karena melihat pasarnya yang besar. Pasar yang besar karena jumlah penduduknya besar bisa kurang berarti, jika daya beli rakyatnya masih relatif rendah. Meskipun demikian secara absolut total impor Cina masih cukup besar. Dan belum tentu ada permintaan terhadap produk Indonesia. Jadi FTA percuma. Kalaupun ada, misalnya tekstil, belum tentu Indonesia yang dapat karena ada banyak pesaing eksportir dari negara-negara lain. Jadi tidak cukup mengatakan, bahwa peluangnya besar karena jumlah penduduknya besar. Yang harus kita perhitungkan adalah peluang nyata, bukan peluang di awang-awang. Ketika dimulai perundingan, perlu diperhitungkan peluang negara-negara ASEAN lainnya, jangan hanya melihat peluang, jangan-jangan peluang yang besar ini direbut oleh negara ASEAN lainnya, bukan oleh Indonesia. Ketika memulai suatu perundingan FTA yang pertama harus dilakukan adalah membuat suatu penelitian tentang untung ruginya, terutama bagi pihak kita, sehingga hasilnya nanti tidak merugikan. Dalam hal ASEAN perlu juga diperhitungkan negara mana yang menarik keuntungan paling besar dalam komoditi apa. Kita perlu mempelajari struktur tarif dan hambatan non-tarif di Cina. Apakah ada hambatan tarif dan non-tarif bagi produk-produk Indonesia yang punya potensi untuk diekspor. Di mana saja kita menghadapi hambatan? Biasanya produk-produk yang tidak diproduksi di dalam negeri tingkat tarifnya rendah atau nol persen. FTA bagi produkproduk ini tidak diperlukan, karena memang tidak ada hambatan dan impornya bebas bagi semua negara pengekspor. Seandainya di potensi Indonesia adalah CPO dan crumb rubber dan tidak terdapat hambatan, maka

peningkatan ekspor dalam produk ini juga keuntungannya kecil karena nilai tambahnya kecil. Jadi kita tidak perlu menggenjot ekspor dalam komoditi ini ke China. Yang perlu kita kejar adalah ekspor barang-barang akhirnya seperti barang-barang dari karet dan ban kendaraan. Untuk jenis ini biasanya hambatannya besar. Yang tidak kalah penting untuk diperhatikan adalah sisi supply nya, apakah kita bisa meningkatkan supply barangbarang yang hendak diekspor ke sana ataukah ada keterbatasan produksi di dalam negeri.

Perdagangan Indonesia-Cina Sebagian dari produk-produk yang diekspor Cina adalah barang dari investor negara-negara maju dan negara-negara lain yang relokasinya pabriknya ke China. Di sini bisa diterapkan ketentuan tentang rules of origin. Ekspor total non-migas Indonesia meningkat cukup berarti sebesar 80,1% dari US$ 54,13 milyar tahun 2004 menjadi US$ 97,47 milyar, tetapi impornya naik lebih cepat lagi yakni sebesar 125,4% dari US$ 34,55 milyar menjadi US$ 77,87 milyar . Dengan demikian perdagangan non-migas Indonesia masih mengalami surplus yang cukup besar. Perdagangan non-migas Indonesia dengan Cina adalah relatif kecil, hanya sebesar 5,8% saja pada sisi ekspor tahun 2004 dan kemudian naik menjadi 9,1% tahun 2009. Pada sisi impor pangsanya hanya 9,8% tahun 2004 dan naik menjadi 17,1% tahun 2009. Kenaikan ekspor non-migas Indonesia ke Cina selama kurun waktu tersebut naik sebesar 182,9% dan impornya naik sangat cepat sebesar 297,1%. Secara keseluruhan perdagangan non-migas Indonesia dengan Cina masih seimbang ketika tahun 2004, tetapi mengalami defisit yang relatif besar pada tahun 2009. (Lihat Tabel 1). Jadi volume impor Indonesia dari Cina, meskipun ada kenaikan yang cukup tinggi, secara keseluruhan masih relatif kecil.

Tabel 1. Perdagangan Non-migas Indonesia dengan Cina dan Dunia, 2004 dan 2009
(US$ milyar) EKSPOR Keterangan 2004 2009 Kenaikan (%) 80,1 2004 IMPOR 2009 Kenaikan (%) 125,4

Dunia

54,13

97,47

34,55

77,87

Cina

3,15

8,91

182,9

3,4

13,5

297,1

Sumber: BPS dikutip dalam Kompas, 2 Februari 2010.

Bila nanti tahun 2010 impor dari Cina meningkat tajam, ini belum tentu seluruhnya karena adanya FTA dan dihapuskannya semua bea masuk, tetapi disebabkan karena impor yang selama ini berlangsung lewat penyelundupan

beralih ke jalur impor resmi, dari yang tadinya tercatat sekarang menjadi tercatat. Adanya FTA akan menghilangkan insentif untuk melakukan penyelundupan. Indonesia tidak mengalami masalah yang berarti dalam hubungan dagang dengan negara-negara lain, ini juga terlihat dari kenaikan ekspor non-migas Indonesia yang cukup besar antara tahun 2004 hingga tahun 2009. Bahkan kenaikan ekspor ke Cina naik sebesar 183% dibandingkan dengan dunia yang 80%. (Lihat Tabel 1). Masuknya barang-barang murah dari Cina juga menguntungkan rakyat konsumen di dalam negeri, apalagi sebagian barang kualitasnya sangat baik. Contohnya impor bawang putih dan wortel yang besar-besar dan manis sementara harganya hanya sedikit di atas harga wortel lokal yang kurus-kurus. Tetapi apa artinya harga murah dari barangbarang luar negeri, kalau banyak usaha yang bangkrut, banyak orang di PHK, tidak mendapatkan penghasilan. Apa yang mau dibeli kalau masyarakatnya tidak punya uang? Dengan uang yang lebih sedikit penduduk akan memilih membeli barang-barang impor yang murah dan terjangkau, sementara pembelian barang-barang buatan dalam negeri dinomor duakan. Lebih banyak lagi kegiatan usaha yang bangkrut. Karena itu kita perlu melindungi sektorsektor yang terancam bangkrut ini, agar penduduk bisa mendapat pekerjaan dan penghasilan. Keperkasaan Ekonomi Cina Barang-barang produksi Cina sejak lebih kurang 20 tahun terakhir ini merajalela membanjiri pasar dunia terutama karena harganya yang sangat murah, dan dapat dikatakan tidak ada negara lain yang bisa menandinginya, baik negara maju maupun negara berkembang. Dulunya Cina adalah negara yang tertutup di balik tirai bambu, tetapi sekarang telah menjadi negara yang ekonominya terbuka. Adalah sangat sulit untuk menjawab dengan tuntas sebabsebab dari sangat murahnya harga barang-barang buatan Cina. Murahnya barang-barang asal Cina adalah suatu fenomena yang tidak bisa dilawan oleh negara manapun di dunia (Tarmidi, 2010). Tetapi ada beberapa sebab yang bisa disebutkan, meskipun inipun belum menjawab pertanyaan dengan memuaskan, yakni:

Tingkat upah yang rendah dan produktivitas yang relatif tinggi. Tingkat upah resminya masih sedikit lebih tinggi dari Indonesia, tetapi konon mereka sering menggunakan tenaga petani di desa-desa yang upahnya sangat rendah. Di samping itu pekerja Cina adalah pekerja keras, disiplin dan biasa kerja lebih panjang per harinya.

Tingkat suku bunga pinjaman rendah. Selain ini biaya transaksi bank juga murah. Tingkat laju inflasi rendah. Perusahaan mengambil keuntungan yang kecil. Mereka produksi barang secara masal. Nilai tukar mata uangnya undervalued, sehingga harga barang ekspor dalam mata uang asing menjadi murah sedangkan harga barang impor dalam renmimbi menjadi mahal. Cina menganut sistim managed floating, di mana campur tangan pemerintah masih kuat. Sebab itu Cina mendapat tekanan yang kuat dari Negara-negara maju khususnya Amerika Serikat untuk mengapresiasi mata uangnya. Ini telah dilakukannya, tetapi tingkat apresiasi masih terlalu kecil dan tidak sepadan dengan cadangan devisanya yang terus membengkak.

Kualitas barangnya umumnya masih rendah, meskipun mereka juga membuat barang dengan kualitas yang baik dengan harga yang cukup tinggi, tetapi tetap masih lebih rendah dari harga barang-barang negara lain yang setara. Bantuan subsidi dari pemerintah. Biaya transportasi yang murah karena tersedianya infrastruktur yang luas dan baik, sehingga transportasi lancar. Perusahaan-perusahaan kecil menengah yang tidak ternama sering menipu, mereka berani menawarkan barang dengan harga berapa saja. Meskipun Cina sudah mampu membuat banyak jenis barang manufaktur, tetapi tingkat kualitas, kecanggihan, dan presisinya belum setingkat dengan produk-produk dari negara-negara maju.

Mereka juga tidak perkasa di semua bidang, bahkan bias dikalahkan di pasar Indonesia. Ketika krisis moneter tengah melanda Indonesia, Indonesia pernah diserbu sepeda motor Cina yang sangat murah. Pada waktu itu ada lebih dari 100 merk yang dirakit dan beredar di Indonesia, tetapi kini hanya tinggal beberapa perusahaan saja yang masih produksi dan jumlah produksinya juga sangat kecil. Sejak beberapa tahun yang lalu juga ada perusahaan lokal yang merakit mobil Cina seperti Geely, Cherry, Great Wall dan truk Foton. Tetapi jumlah produksinyapun masih kecil. TV, lemari es, AC buatan Cina juga sulit masuk di pasaran Indonesia. (Bandingkan Tarmidi, Gammeltoft). Juga TV merk terkenal Changhong relatif baik pemasarannya di Sumatera Utara. Bagaimana keadaan perekonomian di beberapa negara ASEAN lainnya seperti Malaysia, Thailand dan Filipina. Thailand secara terpisah telah menanda tangani FTA dengan Cina yang mulai berlaku tanggal 1 Oktober 2003 yang hanya meliputi bidang pertanian. Thailand mengharapkan bisa masuk ke pasar Cina yang besar. Ketika FTA ini sudah dimulai Thailand dibanjiri bawang putih dan bawang merah dari Cina sehingga banyak petani Thai yang menderita kerugian besar dan bangkrut (Jagan). Tetapi penelitian lain menunjukkan bahwa banjirnya bawang putih dan bawang merah sifatnya hanya sementara, karena sebelum perjanjian berlaku impor bawang putih dari Cina sudah meningkat tajam dan setahun setelah berlakunya FTA, impor bawang putih dari Cina mulai menurun. Kebalikannya ekspor buah dan sayuran lainnya dari Thailand ke Cina juga meningkat pesat dalam satu tahun setelah FTA, misalnya ekspor longan naik sebesar 986%, mangga naik 150%, manggis naik 1,911% dan durian bahkan naik 21.850% (Walker). Untuk Filipina, negara dengan ekonomi yang terlemah di antara ASEAN-5, tidak banyak terdengar keluhan meskipun juga sektor pertanian dan industrinya terdesak oleh banjirnya impor dari Cina (Bello).

Foreign Direct Investments (FDIs) di Cina dan di Indonesia Cina sudah sangat terbuka dalam hal investasi asing, jadi tidak diperlukan liberalisasi yang lebih jauh. Banyak perusahaan-perusahaan besar dengan merk-merk yang terkenal dari negara-negara maju yang melakukan investasi di Cina. Mereka menjadikan Cina sebagai basis produksi untuk menekan biaya produksi dan memanfaatkan upah yang rendah untuk dapat bertahan dan bersaing di pasar global. Sebagian dari produksinya diekspor kembali ke negara-negara lain. Jadi ekspor dari Cina tidak semata-mata terdiri dari barang Cina saja, tetapi juga barang dengan merk-merk internasional yang terkenal yang diproduksi di Cina. Strategi FDIs Cina agak beda dengan negara-negara lainnya. Umumnya mereka tidak investasi di negara lain untuk digunakan sebagai basis untuk ekspor, tetapi lebih untuk infiltrasi pasar negara-negara tersebut dan menghindari pengenaan tariff bea masuk. Tetapi akhir-akhir ini terlihat adanya pola baru, yakni akuisisi perusahaan-perusahaan berteknologi tinggi di negara-negara maju untuk mendapatkan teknologinya. Dengan demikian Cina dengan cepat akan mengejar ketertinggalan mereka di bidang teknologi, sehingga mereka akan semakin perkasa di dalam persaingan global. Tetapi di pihak negara-negara ASEAN pintu masuk investasi belum dibuka selebar-selebarnya, sehingga masih ada peluamh untuk membuka lebih lebar lagi atau di bidang-bidang di mana pihak investasi asing masih merasakan adanya kendala. Tentunya kita menginginkan supaya lebih banyak lagi investor China yang masuk ke Indonesia. Suatu perjanjian bukanlah perjanjian di mana masing-masing pihak berkomitmen untuk meningkatkan investasi atau perdagangan. Tetapi komitmen untuk membuka peluang yang lebih besar, apakah investasi atau perdagangan akan meningkat itu tergantung pada para pelakunya.

FTA di ASEAN, Cina dan Indonesia


ASEAN sendiri hanya pursetujuan FTA dengan beberapa negara saja, yakni Korea, Cina, Jepang, India, Australia dan New Zealand, tetapi yang perundingannya paling cepat adalah dengan Cina. Dengan India baru mencakup perdagangan barang saja dan inipun banyak kecualiannya. Pada umumnya negosiasi persetujuan FTA berlangsung dengan sangat alot. Berikut ini adalah daftar FTA ASEAN dengan beberapa negara:

ASEAN - China FTA, ditanda tangani 4 November 2002 dan realisasinya tahun 2010.
ASEAN - Korea FTA, efektif mulai 1 Mai 2009. Thailand tidak ikut menanda tangani. ASEAN- India Regional Trade and Investment Area, FTA untuk barang. Perundingannya telah selesai bulan Agustus 2009 dan mulai berlaku 1 Januari 2010. Persetujuan yang dicapai adalah sangat terbatas untuk perdagangan barang dengan banyak pengecualian terutama untuk komoditi pertanian. Perundingan masih berjalan untuk bidang jasa dan investasi. ASEAN US FTA, Enterprise for ASEAN, framework agreement ditanda tangani September 2003 ASEAN Australia New Zealand FTA (AANZFTA), ditanda tangani 27 Februari 2009 dan mulai berlaku 1 Januari 2010. ASEAN - European Union FTA, pada tahap penjajakan. ASEAN - Japan Comprehensive Economic Partnership Agreement, ditanda tangani 2009 dan realisasinya tahun 2012 untuk 6 anggota lama ASEAN dan tahun 2017 untuk 4 anggota baru ASEAN. ASEAN-Japan-Korea-China, disepakati akan diadakan persetujuan perdagangan. ASEAN Japan China - Hong Kong - Taiwan, disepakati untuk mengadakan persetujuan perdagangan. Cina telah menyelesaikan perundingan perdagangan dengan sedikit negara saja, yakni dengan New Zealand, Brazil, Pakistan, Singapura, Norwegia, Islandia dan Thailand. Dengan beberapa negara lain masih dalam proses perundingan. Daftarnya adalah sebagai berikut: Australia - China FTA, negosiasi dimulai 23 Mai 2005. China New Zealand FTA, perdagangan barang dan jasa, berlaku mulai 1 Oktober 2008. China Australia - New Zealand FTA, dalam tahap negosiasi. China Brazil FTA, berlaku mulai tahun 2004. China - Southern African Customs Union FTA, dalam perundingan sejak tahun 2004. China - India FTA, dalam pertimbangan sejak tahun 2004. China - Pakistan FTA, ditanda tangani 24 November 2006, perdagangan bebas barang dimulai 1 Juli 2007.

China Singapore FTA, perdagangan bebas barang dan jasa, efektif mulai 1 Januari 2009.
China Gulf Cooperation Council FTA, dalam perundingan sejak tahun 2004. China - EU PCA (Partnership and Cooperation Agreement), dalam perundingan. China Norway FTA, ditanda tangani 18 September 2008. China Iceland FTA, ditanda tangani 2005.

China-Thailand FTA, efektif mulai 1 Oktober 2003.

Bagi Indonesia sendiri, Indonesia baru punya satu persetujuan FTA dengan Jepang yang mulai berlaku 1 Juli 2008, sementara dengan beberapa negara lainnya masih dalam perundingan dan bahkan ada yang ditunda. Daftarnya adalah sebagai berikut: Indonesia - Japan Economic Partnership Agreement, ditanda tangani 20 Agustus 2007, perdagangan bebas dalam barang dan jasa mulai berlaku 1 Juli 2008. Indonesia - EFTA FTA, dalam negosiasi. Indonesia - South Africa FTA, dalam negosiasi. Indonesia - US FTA, joined study group agreed Indonesia-India Comprehensive Economic Cooperation Agreement (CECA), dalam negosiasi. Indonesia-Pakistan FTA, dalam negosiasi. Indonesia- Australia FTA, dalam negosiasi.

Kebijakan Pertahanan Perdagangan


Ada beberapa kemungkinan tindakan yang dapat diambil untuk menolong posisi Indonesia dari suatu persetujuan yang telah terlanjur ditanda-tangani, meskipun dampaknya tidak akan terlalu besar. Beberapa alternatif kebijakan adalah sebagai berikut:

Akhir-akhir ini muncul suatu wacana untuk merundingkan ulang persetujuan CAFTA. Kalau jalan ini yang ungin ditempuh, Indonesia harus melakukannya bersama-sama dengan negara-negara ASEAN dan tidak bisa Indonesia bertindak sendiri. Dan kemungkinan untuk negosiasi suatu persetujuan yang telah disepakati adalah kecil sekali kalau tidak mau dibilang tidak mungkin. (Bandingkan Juwana). Suatu persetujuan perdagangan dicapai melalui negosiasi offer and request, kalau satu pihak minta kewajibannya dikurangi, tentunya pihak lawan juga akan meminta hal yang sama. Ini suatu kemunduran. Kalaupun ini dilakukan ini merupakan preseden yang buruk bagi perundinganperundingan persetujuan perdagangan bebas dengan negara-negara lain, karena Indonesia akan dapat nama buruk sebagai negara yang tidak bisa pegang janji. Memang dalam persetujuan CAFTA juga disediakan fleksibilitas untuk merundingkan kembali sektor-sektor yang sensitive, tetapi with such flexibility to be negotiated and mutually agreed based on the principle of reciprocity and mutual benefits (Art. 2 (c)).

Memanfaatkan semaksimal mungkin ketentuan pengecualian dalam sensitive list dan highly sensitive list. Selama masa pengecualian ini benar-benar dipersiapkan untuk mampu bersaing. Sensitive list terdiri atas 304 pos tariff (HS 6 digit), yakni: barang jadi kulit (tas, dompet), alas kaki (sepatu olah raga, casual, kulit), kacamata, alat musik (tiup, petik, gesek), mainan (boneka), alat olah raga, alat tulis, besi dan baja, spare parts, alat angkut, glokasida dan alkaloid nabati, senyawa organic, kaca, barang plastik. Sementara yang masuk dalam highly sensitive list terdiri atas 47 pos tariff (HS 6 digit) adalah produk pertanian (beras, gula, jagung, kedelai), tekstil dan produk tekstil, produk otomotif dan ceramic tableware. Jadwal pengecualian ini untuk barang sensitive dan highly sensitive tahun 2012 sudah tinggal 20% dan tahun 2018 telah turun menjadi 0-5%. Sedangkan untuk barang highly sensitive pada tahun 2015 sudah mencapai 50%.

Dumping: barang Cina sangat murah karena dijual dengan harga lebih murah di luar negeri dari pada di dalam negerinya sendiri. Tujuannya adalah untuk merebut pasar di luar negeri dan menghancurkan industri di negara yang dituju. Ada dugaan bahwa murahnya harga barang-barang buatan Cina disebabkan karena mereka melakukan dumping. Dalam hal ini pemerintah bisa menetapkan Bea Masuk Tambahan, tetapi sebelum harus bisa dibuktikan terlebih dahulu bahwa telah terjadi kerugian (injury) pada industri dalam negeri dan sifat perlindungannya juga sementara, tidak bisa terus-menerus.

Safeguard, sifatnya sementara Jika suatu negara diserbu oleh masuknya barang-barang dari luar negeri dalam jumlah besar sehingga bisa menghancurkan (injury) industri tersebut, maka pemerintah bisa membatasi jumlah impor yang masuk. Tapi inipun harus dibuktikan dahulu bahwa telah terjadi injury dan sifat perlindungannya juga sementara.

Rules of origin, sekarang ini ada banyak perusahaan asing yang melakukan penanaman modal di Cina. Mereka banyak impor komponen dari negeri asalnya dan merakitnya di Cina. Ketentuan kandungan lokal dalam ACFTA adalah sekurang-kurangnya 40%. Tapi perusahaan-perusahaan asing ini bisa mengurangi impor bahan/komponen ini dan lebih banyak pakai produk China supaya bisa diekspor ke negara-negara lain. Batasan kandungan lokal ini juga tidak terlalu menghambat, karena masih memungkinkan kandungan asing hingga maksimal 60%. (Kementerian Perdagangan) Paling tidak untuk sementara waktu bisa sedikit menahan masuknya barang-barang dari Cina.

Manfaatkan persyaratan halal. Manfaatkan persyaratan kesehatan. Mengupayakan laju inflasi yang rendah dengan nilai tukar yang stabil. Bila laju inflasi tinggi, maka harga barangbarang buatan Indonesia akan naik. Jangan membiarkan nilai tukar Rupiah terhadap valuta asing terlalu cepat menguat, karena ini akan membuat harga produk Indonesia dalam mata uang asing semakin tinggi. Ini dimungkinkan karena Indonesia pada kenyataannya menerapkan sistimmanaged floating, apalagi meningkatnya cadangan devisa kita akhir-akhir ini disebabkan oleh besarnya arus masuknya penanaman modal porto folio bukan karena ekspor sector riil.

Meningkatkan efisiensi dan daya saing produk Indonesia dengan antara lain membangun infrastruktur. Ini membutuhkan waktu yang lama sementara persaingan tajam sudah dimulai. Anjuran beberapa pihak di Indonesia untuk menurunkan suku bunga atau meningkatkan efisiensi dan daya saing adalah baik-baik saja, karena ini sangat diperlukan untuk menghadapi para pesaing kita siapun dia. Ini adalah resep umum kalau Indonesia mengadakan FTA dengan India, Eropa, Jepang, Amerika, Afrika Selatan, dsb. Tetapi dalam menghadapi persaingan dari Cina, tetap saja Cina tidak bisa dilawan, karena harga barang-barangnya sangat rendah. Semua negara di dunia sudah kewalahan menghadapi persaingan dari Cina. Pertanyaan yang juga penting adalah apakah dominasi produk Cina sifatnya jangka pendek atau jangka panjang. Kemungkinan dominasi produk masih akan berlangsung cukup lama dalam jangka menengah antara 5 hingga 10 tahun. Dalam jangka panjang negara-negara anggota ASEAN baru bisa memetik keuntungan dari FTA ini, tetapi sementara itu sudah banyak perusahaan dalam negeri yang bangkrut (bandingkan Thangavelu). Jadi ACFTA benarbenar merupakan ancaman yang serius bagi Indonesia.

You might also like