You are on page 1of 5

TugasBahasa Indonesia Resensi Buku

Sang Pencerah Menginspirasi dan Mencerahkan Judul Buku Nomor ISBN Penulis Penerbit Tahun Terbit Tebal Buku Harga Buku Nama : Nashrrullah Mujibur Rahman NIM : 04110002 : Sang Pencerah : 9787974335963 : Akmal Nasery Basral : Hikmah : 2010 : 461 halaman : Rp. 63.325,Fakultas Jurusan : Ilmu Komputer : Sistem Komputer

Akmal Nasery Basral adalah wartawan dan sastrawan Indonesia. Kumpulan cerpen pertamanya Ada Seseorang di Kepalaku yang Bukan Aku (2006) yang terdiri dari 13 cerpen termasuk long-list Khatulistiwa Literary Award 2007. Dia menyelesaikan pendidikan sarjana di Jurusan Sosiologi Universitas Indonesia. Saat ini tinggal di Cibubur, Bekasi, bersama istri, Sylvia, dan ketiga putri mereka, Jihan, Aurora, Ayla. Sebagai wartawan ia pernah bekerja untuk majalah berita mingguan Gatra (1994-1998), Gamma (1999), sebelum bekerja di majalah Tempo (2004-sekarang). Ia juga pendiri dan pemimpin redaksi majalah tren digital @-ha (2000-2001), serta MTV Trax (2002) yang kini menjadi Trax setelah kerjasama MRA Media Group, penerbit majalah itu, dengan MTV selesai. Sebagai sastrawan, ia termasuk terlambat menerbitkan karya. Baru pada usia 37 tahun, novel pertamanya Imperia (2005) terbit, dilanjutkan dengan Ada Seseorang di Kepalaku yang Bukan Aku (2006), serta Naga Bonar (Jadi) 2 (2007), novel dari film box-office berjudul sama yang disutradarai aktor kawakan Deddy Mizwar. Berdasarkan informasi di sampul belakang Ada Seseorang di Kepalaku yang Bukan Aku, saat ini Akmal sedang menyelesaikan novel Las Palabras de Amor, sebuah judul yang diambil dari salah satu lagu kelompok Queen, grup musik favoritnya. Bibliografi yang pernah ditulis Akmal adalah sebagai berikut.

Andai Ia Tahu: Kupas Tuntas Proses Pembuatan Film, penyunting pendamping (co-editor) (non-fiksi, 2003); Kisah Kasih Negeri Pengantin, co-writer (non-fiksi, 2005); Imperia, novel (2005); Ada Seseorang di Kepalaku Yang Bukan Aku, kumpulan cerpen (2006); Melodi Tanpa Do, skenario Film Televisi (FTV), ditayangkan Indosiar (2006); Selasar Kenangan, penyunting penyelia, kumpulan cerpen mailing list Apresiasi Sastra (2006);

Page1

Nagabonar Jadi 2, novel adaptasi (2007); Sang Pencerah, novel adaptasi (2010). Million $$$ Baby (F.X. Toole), penyunting pendamping (co-editor) edisi Indonesia (2006) The Sea (John Banville), penyunting edisi Indonesia (2007) Akhenaten Adventure (P.B. Kerr), penyunting edisi Indonesia (2008) Di luar minatnya pada bidang jurnalistik dan sastra, Akmal Nasery Basral juga dikenal

Karya terjemahan yang pernah ditulis antara lain:


sebagai pengamat musik dan film Indonesia. Ia termasuk anggota awal tim sosialisasi Anugerah Musik Indonesia, sebuah penghargaan musik yang mengacu pada piala Grammy Award di Amerika Serikat. Ketika sosialisasi terhadap penghargaan utama bagi insan musik Indonesia ini dilakukan pada 1997, kalangan jurnalis diwakili oleh Akmal dan Bens Leo. Pada pergelaran AMI ke-10 (2006), Akmal ditunjuk sebagai ketua Tim Kategorisasi yang memformat ulang seluruh kategorisasi penghargaan. Di bidang perfilman Akmal menjadi satu dari lima juri inti Festival Film Jakarta ke-2 (2007), bersama Alberthiene Endah, Ami Wahyu, Mayong Suryo Laksono, dan Yan Widjaya. Festival Film Jakarta adalah sebuah penghargaan yang sepenuhnya melibatkan wartawan film nasional sebagai pemilih awal. Sistem festival mengacu pada Golden Globe Award. Novel Sang Pencerah ini menceritakan tentang seorang tokoh bernama Muhammad Darwis, seorang pemuda kampung Kauman di sudut kota Yogyakarta. Dia contoh pemuda yang dapat memberikan perubahan pada masyarakatnya saat itu. Dari pemikirannya yang sederhana tentang pola hidup masyarakat di sekitarnya, cara ibadah, bahkan kepercayaan yang masih menganut kepercayaan nenek moyang dan masih kentalnya unsur TBC (Tahayul, Bidah, Churofat). Mulai dari memberikan sesaji kepada pohon yang berharap mendapatkan kesehatan, keselamatan dan lain-lain hingga kepercayaan tentang kejadian yang belum terjadi akibat adanya kejadian saat ini. Perilaku seperti itu dianggap aneh oleh Muhammad Darwis dan menimbulkan pertanyaan dan gejolak di dalam hatinya, mengapa harus memberi sesaji, bila ingin meminta keselamatan bukannya harus kepada Allah? Darwis tidak puas hanya dengan melakukan apa yang dia anggap benar, dia akhirnya memutuskan untuk berhijrah dengan cara menunaikan ibadah haji sambil menimba ilmu agama di tempat asal dari Al Quran dan Al Hadits tersebut. Sepulang dari haji dia lebih meningkatkan dakwahnya dan mengganti nama dengan K.H. Ahmad Dahlan. Melalui media jabatannya sebagai khatib masjid agung dia menularkan ilmu yang telah didapatnya. Dia berusaha mengubah arah
Page1

kiblat yang salah karena menurut ilmu pengetahuan yang dia pelajari bahwa arah sebenarnya menghadap barat laut bukan seperti selama ini yang menghadap arah barat. Namun, pemikiran itu tidak serta merta dibarengi dengan penerimaan yang baik oleh jamaah masjid, malah dia dianggap sebagai orang musyrik yang mengajarkan paham agama baru bahkan dianggap sebagai seorang yang kafir. Demi menjaga akidah yang dipercayainya, akhirnya dia memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatannya sebagai khatib di Masjid Gede dan mendirikan pesantren

sendiri di lingkungan rumahnya dengan 5 santri. Dari 5 orang santri inilah paham yang diajarkannya mulai berkembang karena pelajaran yang diajarkan sangat sederhana. Dakwah yang dilakukan tidak hanya berhenti pada teori tentang agama yang dia miliki, karena aplikasi dan prakteklah yang membuat orang akan lebih mudah memahami ajaran Rasulullah Muhammad Saw. yang ia sebarkan. Dahlan kemudian masuk dalam perkumpulan Boedi Oetomo, dia juga mendapatkan ilmu berorganisasi. Atas dasar surat Ali Imran ayat 114 dia mulai membentuk suatu persyarikatan atau organisasi yang dinamakan Muhammadiyah, dengan bergulirnya waktu akhirnya organisasi tersebut telah tersebar di seluruh pelosok Indonesia dengan media dakwah melalui Sekolah, Rumah Sakit, Panti Asuhan, Masjid, Perguruan Tinggi, dan lain-lain serta menjadi organisasi terbesar di Indonesia. Nama organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad Saw. sehingga Muhammadiyah juga dapat dikenal sebagai orang-orang yang menjadi pengikut Nabi Muhammad Saw. Tujuan utama Muhammadiyah adalah mengembalikan seluruh penyimpangan yang terjadi dalam proses dakwah. Penyimpangan ini sering menyebabkan ajaran Islam bercampur-baur dengan kebiasaan di daerah tertentu dengan alasan adaptasi (wikipedia.org). Sebelum dijadikan sebuah buku, Sang Pencerah telah rilis filmnya. Sang Pencerah ini tidak hanya untuk umat Muhammadiyah saja tetapi umat muslim di seluruh Indonesia pun diharapkan agar sadar dan melihat siapa musuh terbesar saat ini. Bukan orang-orang kafir atau mereka yang lain agama dengan kita. Sedangkan kita, sebagai umat muslim yang masih bodoh dan buta akan arti Islam sesungguhnya. Al-muslimu mahjbun bil muslimin. Sebuah kutipan yang disampaikan Ahmad Dahlan kepada muridnya ketika membahas terpuruknya kondisi umat muslim saat itu. Bahwa yang membuat Islam hancur adalah umat muslim itu sendiri. Maksudnya adalah sikap dan perilaku umat muslim yang tidak sesuai ajaran agama Islam dan Al-Quran serta apa yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw. Berulang kali dikatakan Darwis atau Dahlan dalam seluruh bagian novel ini bahwa Dahlan menolak dengan keras dan tegas bahwa Islam bukanlah agama ritual belaka, terbelakang, dan menghalangi bangsa Indonesia menjadi bangsa yang maju dan terbebas dari panindasan, ketidakberdayaan, kebodohan dan kesehatan yang terpuruk (hlm 48,246,250,). Ini merupakan novel yang membangkitkan semangat berorganisasi di kalangan aktivis Muhammadiyah. Novel ini mengandung nilai keutuhan dengan sangat apik. Sosok Dahlan atau Darwis sebagai sosok yang selalu risau terhadap tradisi yang lebih dimuliakan daripada ajaran agama
Page1

Islam, sosok yang mendobrak dan anti penjajahan, dalam suasana kehidupan keluarga yang harmonis, yang saling menguatkan dengan landasan Islam yang akan membawa kebahagiaan. Dahlan sama sekali bukan digambarkan dan memang bukan sebagai tokoh yang egois, hanya mementingkan orang lain atau perjuangannya, tidak mau tahu dengan urusan keluarga. Pendek kata, Dahlan ingin mengatakan bahwa kehidupan berkeluarga tidak akan pernah menghalangi dakwah, menghalangi perubahan yang dicita-citakannya bahkan menawarkan ragam second

opinion atau alternatif kebutuhan dalam perjuangan itu menghentikan langkah kakinya (hlm 249). Sekali lagi, ayat-ayat cinta dan semesta itu hadir menyelimuti kehidupan rumah tangga DahlanWalidah. Sebuah terobosan dan gebarakan yang baru bagi Akmal Nasery Basral untuk membuat sebuah buku yang mengadopsi dari sebuah skenario yang sudah jadi. Di dalam sebuah karya yang mengusung bagaimana peradaban umat muslim tumbuh. Bagaimana Muhammadiyah dapat konsisten dan menjalankan serta menjadikan bangsa ini jadi maju dengan ijtihad-ijtihad Ahmad Dahlan. Maka dari itu, kita sebagai umat muslim yang utuh, yang masih mempunyai akal yang sehat serta pemikiran yang cemerlang. Sebaiknya tahu bagaimana kondisi umat muslin di zaman penjajahan dahulu. Serta bagaimana Muhammadiyah berupaya keras melawan kondisi masyarakatnya yang kontra. Dari novel inilah semuanya akan didapatkan. Mari sama-sama kita menjadikan bangsa ini yang mempunyai akal yang cerdas dan akhlak yang baik serta pemikiran yang berkembang. Lega dan bahagia rasanya, satu kekayaan dan khasanah baru mengenai K.H. Ahmad Dahlan yang telah merintis dan mendirikan Muhammadiyah yang sampai kini sudah berusia satu abad atau seratus tahun. Selain puluhan atau ratusan buku yang tertulis mengenai sosok manusia santun dan bijak dari Kauman ini, genre baru dalam bentuk novel ini hadir mengapresisasi betapa sosok Dahlan itu mampu menginspirasi anak bangsa untuk berbuat lebih banyak untuk bangsanya, untuk kemanusiaan sebagaimana yang diperankan oleh Dahlan dan pengikutnya pada zaman itu. Zaman yang terus bergerak pincang, meminjam istilah Passandre dalam novel ini, Dahlan bisa bergerak dan terus bergerak untuk menunjukkan pada dunia bahwa Islam adalah semangat kemanusiaan dan bukan aliran tradisi yang terbelakang dan tidak modern. Bayangkan? Dalam keadaan yang serba terbatas, berhadapan dengan tradisi, kolinialisme, kraton yang kokoh seperti pohon beringin itu, Dahlan tidak gentar terus melakukan istima, ijtihad bahwa harus ada jalan keluar untuk membawa bangsanya keluar dari keterpurukan dalam beraqidah, sosial, ekonomi, politik. Salah satu keunggulan novel ini adalah sosok penulisnya yang memang aktivis Muhammadiyah, semenjak SMA menghabiskan waktunya di Sekolah Muhammadiyah di Yogyakarta dan aktif di Ikatan Pelajar Muhammadiyah sampai di tingkat Pimpinan Pusat. Aroma kepekaan sebagai orang dalam sangat kental dan sering melihat dinamika Dahlan sebagai sesuatu yang harus kembali ditumbuhkan pada generasi kekinian anak muda Muhammadiyah yang bisa
Page1

jadi terlalu dimanjakan dengan fasilitas, tidak peka, dan tidak berani mengambil posisi yang beresiko. Inilah yang hendak penulis novel ini bangun bahwa katakan kebenaran walau rasanya pahit sebagaimana kisah Dahlan dalam khutbahnya di Semarang saat perjalanan haji menuju Tanah suci, Makkah (hlm.117). Bangsa ini akan beranjak menjadi baik jika kata-kata Dahlan itu terus dipraktikkan dalam segala situasi. Bangsa ini tentu tidak akan mendapat predikat bangsa dengan indeks korupsi tertinggi di jagat raya.

Hal menarik lainnya adalah pesan-pesan yang penuh inspirasi dan makna dari Dahlan kepada muridnya atau santrinya selama berinteraksi pada saaat-saat penuh tantanggan. Kata-kata berbobot itu layak dijadikan pelajaran untuk anak didik Muhammadiyah. (hlm.220,221,231,260, 264). Salah satu usulan yang sederhana, alangkah lebih elok jika di antara bab atau penggalan itu dilengkapi foto dokumentasi, atau karikatur yang bisa mengundang perhatian pembaca terutama, pembaca muda yang masih ogah-ogahan dijejali novel apalagi yang namanya teksbook. Novel ini layak dikonsumsi oleh semua orang, khususnya dijadikan bacaan wajib dalam sekolah-sekolah Muhammadiyah baik di tingkat sekolah dasar atau sekolah tinggi dan universitas. Buku yang kaya akan literasi dan referensi ini diharapkan akan menggugah semangat untuk beruswatun hasanah dan kembali melejitkan ghirah bermuhammadiyah, berislam, dan berbuat untuk kemanusiaan. Maka, Saya berharap Muhammadiyah benar-benar bertujuan untuk pencerahan kehidupan umat. Bukan untuk kepentingan pribadi. Maka itu, hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari kehidupan di Muhammadiyah. (hlm.279).

Page1

You might also like