You are on page 1of 12

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS I HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY (HPLC) atau KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

Oleh : Kelompok VIII

Ni Made Oka Dwicandra

(0908505071)

A.A.Kt.Sri Trisna Dewi Widhiani (0908505072) Charli Chanjaya Putu Aan Pustiari (0908505073) (0908505074)

JURUSAN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS UDAYANA 2011

HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY (HPLC) atau KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

I. 1.

DASAR TEORI Pendahuluan Kromatografi pada hakekatnya merupakan metode pemisahan dimana komponen

yang akan dipisahkan terdistribusi diantara dua fase yang saling tidak bercampur yaitu fasa diam dan fasa gerak. Kromatografi juga didefinisikan sebagai proses pemisahan zat terlarut oleh suatu proses migrasi diffferensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari dua fase atau lebih, salah satu diantaranya bergerak secara berkesinambungan dalam arah tertentu dan didalamnya zat-zat itu menunjukkan adanya perbedaan dalam adsorpsi, partisi, kelarutan tekanan uap, ukuran molekul atau kerapatan tekanan uapnya (Bahti, 1998). Kromatografi merupakan suatu cara pemisahan fisik dengan unsur-unsur yang akan dipisahkan terdistribusikan antara dua fasa, satu dari fasa-fasa ini membentuk suatu lapisan stasioner dengan luas permukaan yang besar dan yang lainnya merupakan cairan yang merembes lewat atau melalui lapisan yang stasioner. Fasa stasioner atau diam dapat berupa zat padat atau suatu cairan, dan fasa gerak dapat berbentuk cairan ataupun gas. Maka semua jenis kromatografi yang dikenal, terbagi menjadi empat golongan: cair-padat, gas-padat, caircair, dan gas-cair (Day dan Underwood, 1986). Kromatografi cair kolom klasik merupakan prosedur pemisahan yang sudah mapan dimana fase cair yang mengalir perlahan-lahan melewati kolom akibat gaya gravitasi dan terjadi proses pemisahan di kolom tersebut. Metode itu dicirikan dengan efisiensi kolom yang rendah dan waktu pemisahan yang lama. Namun sejak kira-kira tahun 1969, perhatian dalam teknik kolom cair kembali dilirik dengan dikembangkannya sistem kolom bertekanan tinggi oleh Kirchland dan Huber, yang mampu bekerja pada tekanan sampai 2,07 x 107 Nm-2 (3000 p.s.i). Dalam metode ini digunakan kolom berdiameter kecil (1-3 mm) dengan partikel pendukung berukuran sekitar 30 nm dan eluen dipompakan ke dalamnya dengan laju alir yang tinggi (sekitar 1-5 cm3m-1). Pemisahan dengan metode ini dilakukan jauh lebih cepat (sekitar 100 kali lebih cepat) daripada dengan kromatografi cair yang biasa. (Bassett et. all., 1994). Dengan kelebihan dari kromatografi cair bertekanan tinggi ini, maka disebut sebagai kromatografi cair kinerja tinggi (High Performance Liquid Chromatografi). Bila dibandingkan terhadap kromatografi gas-cair/gas-liquid chromatography (GLC), maka HPLC lebih bermanfaat untuk isolasi zat yang tidak mudah menguap, demikian juga zat yang secara termal tidak stabil. Tetapi ditinjau dari kecepatan dan kesederhanaan, GC

lebih baik. Kedua teknik ini komplementer satu sama lainnya, keduanya efisien, sangat selektif hanya memerlukan sampel berjumlah sedikit serta keduanya dapat digunakan untuk analisis kuantitatif (Khopkar, 2003).

2.

Cara Kerja KCKT Proses pemisahan dalam kromatografi didasarkan pada perbedaan laju migrasi

masing-masing komponen dalam sistem kromatografi. Perbedaan laju migrasi dari masingmasing komponen merupakan akibat dari perbedaan keseimbangan distribusi masing-masing komponen diantara fasa gerak dan fasa diam. Dalam kromatografi cair Kinerja tinggi ini fasa gerak yang digunakan berupa cairan, sedangkan fasa diamnya berupa padatan (silica gel) yang ditempatkan pada kolom tertutup (melekat secara kimia dalam kolom tersebut). Untuk mencapai tujuan analisis ini, maka dipilih pelarut pengembang yang sesuai dengan komponen yang dipisahkan, kolom yang digunakan juga harus diperhatikan, dan detektor yang memadai. Pelarut yang digunakan dialirkan terus menerus secara kontinyu ke dalam pompa. Parameter baik atau tidaknya suatu kromatografi didasarkan pada beberapa faktor, antara lain waktu retensi, faktor kapasitas, efisiensi kolom, dan resolusi. Waktu retensi didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan untuk membawa keluar suatu komponen dari dalam kolom kromatografi sehingga yang keluar dari kolom adalah tepat konsentrasi maksimum. Faktor kapasitas (k) juga merupakan ukuran retensi suatu komponen dalam kolom. Jika nilai k kecil, maka komponen tertahan sebentar dalam kolom. Dan jika nilai k yang lebih besar, maka pemisahan baik tetapi waktu yang dibutuhkan untuk analisis lebih lama dan dan puncaknya melebar. Sehingga ditentukanlah nilai k optimum, yaitu antara 1 sampai 10. Kolom dinyatakan baik jika cukup selektif artinya mampu menahan berbagai komponen dengan kekuatan yang cukup berbeda. Agar terjadi pemisahan yang baik maka nilai selektivitas () harus lebih besar daripada 1, semakin besar nilai maka pemisahannya akan semakin baik. Nilai dapat diubah-ubah dengan cara, mengubah fasa gerak (misalnya dengan memperbesar polaritas), mengubah fasa diam, mengubah temperatur karena pada umumnya kenaikan temperatur akan memperkecil waktu retensi, dan mengubah bentuk komponen. Efisiensi kolom merupakan kemampuan kolom mengeluarkan hasil yang diinginkan dengan hasil yang memuaskan dan dalam waktu yang singkat. Keterpisahan antara dua puncak kromatogram dinyatakan dengan resolusi R (ukuran besar kecilnya pemisahan). Jika nilai R 1,5 maka senyawa terpisah dengan baik. (Ahmad dan Suherman, 1995).

Kromatogram HPLC merupakan relasi antara tanggapan detektor sebagai koordinat dan waktu sebagai absis dalam sistem koordinat Cartesian, dimana titik nol dinyatakan sebagai saat dimulainya injeksi sampel (Ahmad dan Suherman, 1991).

3.

Wadah Fase Gerak pada KCKT Wadah fase gerak harus bersih dan inert. Wadah pelarut kosong ataupun labu

laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fase gerak. Wadah ini biasanya dapat menampung fase gerak antara 1 sampai 2 liter. Fase gerak sebelum digunakan harus dilakukan degassing (penghilangan gas) yang ada pada fase gerak, sebab adanya gas akan berkumpul dengan komponen lain terutama di pompa dan detektor sehingga akan mengacaukan analisis. Pada saat membuat pelarut fase gerak, maka sangat dianjurkan untuk menggunakan pelarut, buffer, dan reagen dengan kemurnian yang sangat tinggi. Adanya pengotor dapat mengganggu sistem kromatografi. (Gandjar dan Rohman, 2007)

4.

Fase Gerak pada KCKT Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat bercampur

secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase diam, dan sifat komponenkomponen sampel. Untuk sampel normal (fase diam lebih polar daripada fase gerak), kemampuan elusi meningkat dengan meningkatnya polaritas pelarut. Sementara untuk fase terbalik (fase diam kurang polar daripada fase gerak), kemampuan elusi menurun dengan meningkatnya polaritas pelarut. Fase gerak yang paling sering digunakan untuk pemisahan dengan fase terbalik adalah campuran larutan buffer dengan methanol atau campuran air dengan asetonitril. Untuk pemisahan dengan fase normal, fase gerak yang paling sering digunakan adalah campuran pelarut-pelarut hidrokarbon dengan pelarut yang terklorisasi atau menggunakan pelarut-pelarut jenis alkohol. Pemisahan dengan fase normal ini kurang umum dibanding dengan fase terbalik. (Gandjar dann Rohman, 2007)

5.

Pompa pada KCKT Persyaratan untuk pompa kromatografi cair meliputi generasi tekanan sampai 6000

psi (lb / in') atau 414 bar, bebas pulsa output, tingkat aliran berkisar dari 0,1 sampai 10 Mumin, reprodusibilitas aliran relatif baik, dan resistensi terhadap korosi oleh berbagai pelarut. Tingginya tekanan dihasilkan oleh pompa kromatografi cair tidak menimbulkan suatu ledakan. Dua jenis utama dari pompa digunakan dalam LC, yaitu displacement pump

dan reciprocating pump. Pompa reciprocating digunakan dalam hampir semua modern kromatogram komersial. (Skoog, 1998) Pompa yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa yang harus inert terhadap fase gerak. Tujuan penggunaan pompa atau sistem penghantaran fase gerak adalah untuk menjamin proses penghantaran fase gerak berlangsung secara tepat, reprodusibel, konstan, dan bebas dari gangguan. (Gandjar dan Rohman, 2007)

6.

Penyuntikan Sampel pada KCKT Ketepatan pengukuran kromatografi cair ditunjukkan dengan reprodusibilitas

pengepakan kolom. Terlebih lagi dengan adanya pengaruh injeksi sampel. Dengan demikian, volume sampel harus sangat kecil. Selanjutnya, akan lebih mudah untuk mampu mengukur sampel tanpa adanya penurunan tekanan. Metode yang paling banyak digunakan pengenalan sampel di LC berdasarkan sampling loop. Perangkat ini seringkali merupakan bagian integral dari kromatografi cair dan menyediakan loop untuk saling bertukar antara ukuran sampel dari 1 flL sampai 100 flL atau lebih. Loop sampling jenis ini memungkinkan penilaian sampel pada tekanan sampai 7000 psi dengan standar relatif deviasi persepuluh persen. Kebanyakan kromatograf saat ini dijual dengan autoinjectors. (Skoog, 1998) Pada saat pengisian sampel, sampel digelontorkan melalui keluk sampel dan kelebihannya dikeluarkan ke pembuang. Pada saat penyuntikan, katup diputar sehingga fase gerak mengalir melewati keluk sampel dan menggelontorkan sampel ke kolom. Presisi penyuntikan ditentukan dengan keluk sampel ini dapat mencapai nilai RSD 0,1%. Penyuntik ini mudah digunakan untuk otomatisasi dan sering digunakan untuk autosampler pada KCKT. (Gandjar dan Rohman, 2007)

7.

Kolom pada KCKT Kolom kromatografi cair biasanya dibangun dari yang halus atau stainless steel.

Kolom HPLC kadang-kadang dibuat dari tabung gelas dan tabung polimer, seperti polyetheretherketone. Selain dilapisi baja, kolom juga dapat dilapisi stainless. Ratusan kolom dikemas berbeda dalam ukuran dan pengepakan tersedia. Biayanya berukuran standar. Kolom yang tidak spesifik berkisar dari $ 200 sampai lebih dari $ 500. Kolom khusus, seperti kolom kiral, dapat biaya lebih dari $ 1000. a. Analytical Cholumn Kolom kromatografi cair berkisar dari 5 sampai 25 cm. Umumnya digunakan kolom yang lurus. Diameter dalam kolom analitis sering antara 3-5 mm, ukuran partikel

paling umum dari kemasan adalah 3 atau 5 FLM. Kolom yang paling umum memiliki adalah 10 atau panjang 15 cm, 4,6 mm diameter dalam, dan dikemas dengan 5-FLM partikel. Kolom jenis ini menghasilkan 40.000 untuk 70.000 lempeng / meter (biasanya sekitar 10.000 lempeng / kolom). Pada 1980-an, tersedia microcolumns dengan diameter dalam 1 sampai 4,6 mm dan panjang 3-7,5 cm. Kolom ini, yang dikemas dalam 3 atau 5 FLM partikel, mencapai sebanyak 100.000 lempeng / m dan memiliki keunggulan kecepatan dan membutuhkan pelarut yang minimal. Properti ini sangat penting karena pelarut dengan kemurnian tinggi diperlukan untuk LC. Selain itu, pelarut umumnya memiliki harga mahal sehingga dengan LC ini pelarut dapat digunakan kembali tanpa dibuang-buang.

b. Guard Cholumn Kolom penjaga diperkenalkan sebelum kolom analitis untuk meningkatkan kerja analisis kolom karena tidak hanya menghilangkan partikel dan kontaminan dari pelarut tetapi juga komponen sampel yang terikat ireversibel pada fase diam. Susunan kemasan kolom penjaga harus serupa dengan yang ada pada kolom analitis, partikel ukuran biasanya lebih besar. Ketika kolom penjaga telah terkontaminasi, kolom ini dapat dikemas ulang atau dibuang dan diganti dengan jenis yang sama.

c. Pengontrolan Suhu Kolom Diharapkan kolom memiliki suhu yang konstan. Dimensi kolom antara lain 4 cm, 0,4 cm diameter; kemasan: 3-FLM spherisorb; fase gerak: etil asetat 4,1% pada n-heksana. Senyawanya; (1) p-xilena, (2) anisol, (3) benzil asetat, (4) phthalate dioktil, (5) phthalate dipentyl, (6) ftalat dibutil, (7) dipropyl phthalate, (8) diethyiftalat. Kolom juga dilengkapi dengan jaket air untuk memberikan kontrol suhu tepat. Banyak kromatograf mempertimbangkan kontrol suhu sebagai suatu hal yang penting untuk pemisahan (280C). Silika sejauh ini merupakan kemasan yang paling umum digunakan dalam LC. (Skoog, 1998)

8.

Fase Diam pada KCKT Pada metode kromatografi cair ini digunakan kolom tabung gelas dengan bermacam

diameter. Partikel dengan dimensi yang bervariasi digunakan sebagai penunjang stasioner. Banyaknya cairan pada kolom jumlahnya sedemikian rupa sehingga hanya cukup menghasilkan sedikit tekanan untuk memelihara aliran fase gerak yang seragam. Secara

keseluruhan pemisahan ini memakan waktu lama. Berbagai usaha telah dilakukan untuk menambah laju aliran tanpa mengubah tinggi piringan teoritis kolom. Penurunan ukuran partikel penunjang stasioner tidak selalu menguntungkan. Kromatografi cair kinerja tinggi atau high performance liquid chromatography (HPLC) berbeda dari kromatografi cair klasik. HPLC menggunakan kolom dengan diameter umumnya kecil, 2-8 mm dengan ukuran partikel penunjang 50 nm; sedangkan laju aliran dipertinggi dengan tekanan yang tinggi (Khopkar, 2003).

9.

Detektor KCKT Tidak ada detektor untuk LC yang berlaku universal yang berlaku seperti ionisasi nyala

dan detektor konduktivitas termal untuk kromatografi gas. Pada sisi lain, detektor LC dalam instrumen analisis disesuaikan dengan aliran sel untuk mengukur konsentrasi zat terlarut rendah. Tantangan utama dalam pengembangan LC telah beradaptasi dan meningkatkan perangkat tersebut. a. Karakteristik Detektor Ideal. Detektor ideal untuk LC tidak perlu responsif dalam berbagai rentang suhu. Sebuah HPLC detektor harus memiliki volume internal minimal untuk mengurangi zona yang luas dan harus kompatibel dengan aliran cairan. Jenis detektor kromatografi cair terdiri dari dua jenis. Bulk-properti detektor menanggapi fase gerak massal, seperti indeks bias, konstanta dielektrik, atau kepadatan, yang dimodulasi oleh kehadiran zat terlarut. Sebaliknya, solut-properti detektor merespon beberapa properti dari zat terlarut, seperti absorbansi UV, fluoresensi, atau difusi. Detektor DAD yang paling banyak digunakan untuk LC didasarkan pada penyerapan ultraviolet atau radiasi visibel. (Skoog, 1998)

Gambar 1. Diagram rangkaian alat dalam HPLC. (Skoog, 1998)

II. DATA PENGAMATAN Reservoir Pelarut Volume injektor Column Detektor : Isokratik : Metanol 70% : 20L : C18 : Diode Array Detector

Hasil Pengamatan Kromatogram (nm) Rt (menit) 244 272 3,605 3,605 Parasetamol AUC 1513329 383310 Rt (menit) 7,015 7,015 Kafein AUC 510219 1755196

III. PEMBAHASAN Kromatografi merupakan teknik yang mana solut atau zat-zat terlarut terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan kolom ini melalui suatu kolom kromatografi. Pemisahan solut-solut ini akan diatur oleh distribusi solut dalam fase gerak dan fase diam. Instrumen HPLC pada dasarnya terdiri atas wadah fase gerak, sistem penghantaran fase gerak, alat untuk memasukkan sampel, kolom, detektor, wadah penampung buangan fase

gerak, tabung penghubung, dan suatu komputer atau integrator atau perekam (Gandjar dan Rohman, 2007). Wadah fase gerak yang diguanakan pada praktikum simulasi dengan HPLC ini adalah botol kaca. Wadah fase gerak yang digunakan harus bersih dan inert. Fase gerak sebelum digunakan harus dilakukan degassing (penghilang gas) yang ada pada fase gerak, sebab adanya gas akan berkumpul dengan komponen lain terutama di pompa dan detektor sehingga akan mengacaukan analisis. Adanya pengotor dalam reagen dapat menyebabkan gangguan pada sistem kromatografi. Adanya partikel yang kecil dapat terkumpul dalam kolom atau atau dalam tabung yang sempit, sehingga dapat menyebabkan suatu kekosongan pada kolom atau tabung tersebut. Karenanya, fase gerak sebelum digunakan harus disaring terlebih dahulu untuk menghindari partikel-partikel kecil ini (Gandjar dan Rohman, 2007). Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase diam, dan sifat komponenkomponen sampel (Gandjar dan Rohman, 2007). Pada penentuan kadar kafein dan

parasetamol, digunakan kromatografi fase balik (fase diam kurang polar dibandingkan fase gerak. Proses elusi dilakukan dengan cara isokratik menggunakan satu jenis pelarut, yaitu metanol 70%. Pompa yang cocok digunakan untuk HPLC adalah pompa yang mempunyai syarat sebagaimana syarat wadah pelarut yakni pompa harus inert terhadap fase gerak. Tujuan penggunaan pompa atau sistem pengahantaran fase gerak adalah untuk menjamin proses penghantaran fase gerak berlangsung secara tepat, reprodusibel, konstan, dan bebas dari gangguan (Gandjar dan Rohman, 2007). Sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung ke dalam fase gerak yang mengalir di bawah tekanan menuju kolom menggunakan alat penyuntik yang dilengkapi dengan keluk sampel (sample loop) internal atau eksternal. Pada saat pengisisan sampel, sampel digelontor melewati keluk sampel dan kelebihannya dikeluarkan ke pembuang. Sampel yang melewati keluk ini adalah 20 Pada saat penyuntikan, katup diputar sehingga fase gerak mengalir melewati keluk sampel dan menggelontor sampel ke kolom. Presisi penyuntikan dengan keluk sampel ini dapat mencapai nilai RSD 0,1% (Gandjar dan Rohman, 2007). Fase diam yang digunakan pada HPLC ini adalah silika yang telah dimodifikasi secara kimiawi. Silika dapat dimodifikasi secara kimiawi dengan menggunakan reagen tertentu. Reagen ini akan bereaksi dengan gugus silanol dan menggantikannya dengan gugus

fungsional C18. Hasil reaksi yang diperoleh disebut dengan silika fase terikat yang stabil terhadap hidrolisis karena terbentuk ikatan-ikatan siloksan (Si-O-O-Si). Silika yang dimodifikasi ini mempunyai karakteristik kromatografik dan selektifitas yang berbeda jika dibandingkan dengan silika yang tidak dimodifikasi. Oktadesil silika (ODS atau C 18) mampu memisahkan senyawa-senyawa dengan kepolaran yang rendah, sedang, maupun tinggi (Gandjar dan Rohman, 2007). Detektor pada HPLC yang digunakan pada alat ini adalah detektor photodiode array (PDA). Detektor ini merupakan detektor UV-Vis dengan berbagai keistimewaan. Detektor ini mampu memberikan kumpulan kromatogram secara simultan pada panjang gelombang yang berbeda dalam sekali proses (single run). Selama proses berjalan, suatu kromatogram pada panjang gelombang yang diinginkan dapat ditampilkan. Dengan detektor ini akan diperoleh spektrum UV tiap puncak yang terpisah sehingga dapat dijadikan sebagai alat yang penting untuk memilih panjang gelombang maksimal untuk sistem HPLC yang digunakan. Dan akhirnya dengan detektor ini pula, dapat dilakukan uji kemurnian puncak dengan membandingkan antara spektra analit dengan spektra senyawa yang sudah diketahui (Gandjar dan Rohman, 2007). Spektrum dan kromatogram yang dihasilkan pada detektor ini dapat ditampilkan sebagai plot tiga dimensi absorbansi, panjang gelombang, dan waktu sehingga data ini dapat dimanipulasi dan diplotkan kembali pada layar lalu dibandingkan dengan data 3 dimensi senyawa lain dari perpustakaan data yang ada dalam sistem komputernya sehingga bisa digunakan untuk tujuan identifikasi (Gandjar dan Rohman, 2007). Tujuan umum dari kromatografi adalah pemisahan yang cukup dari suatu campuran yang akan dipisahkan. Terdapat dua parameter yang digunakan untuk meilai kualitas pemisahan kromatografi, yakni ukuran banyaknya pelebaran puncak dari masing-masing puncak solut (efisiensi) dan tingkat pemisahan puncak-puncak yang berdekatan (resolusi) (Gandjar dan Rohman, 2007). Untuk kolom kromatografi, jumlah lempeng atau plate number (N) yang didasarkan pada konsep lempeng teoritis pada distilasi kolom digunakan sbeagai ukuran efisiensi. Selain dengan N, efisiensi kolom kromatografi juga berkaitan dengan waktu retensi, yakni lamanya waktu komponen atau molekul yang akan dianalisis dalam kolom (Gandjar dan Rohman, 2007). Suatu ukuran alternatif (yang tergantung pada panjang kolom kromatografi) adalah tinggi lempeng (H) atau juga disebut HETP (Height Equivalent Theoritical Plate). HETP merupakan panjang kolom kromatografi yang diperlukan sampai terbentuknya satu kali

keseimbangan molekul solut dalam fase gerak dan fase diam. Kolom yang memberikan jumlah lempeng (N) yang besar dan nilai HETP yang kecil akan mampu memisahkan komponen-komponen dalam suatu campuran yang lebih baik yang berarti bahwa efisiensi kolom semakin besar. Sesuai dengan persamaan berikut Dilihat dari parameter waktu retensinya, paracetamol memiliki waktu retensi 3,605 menit dan kafein memiliki waktu retensi 7,015 menit serta kromatogram paracetamol dan kafein yang memisah dengan jarak tertentu (data tidak diberikan) menunjukkan bahwa pemisahan ini memiliki resolusi yang baik. Waktu retensi yang jaraknya tidak terlalu jauh juga menunjukkan bahwa efisiensi pemisahannya baik. Pada panjang gelombang maksimum paracetamol (244 nm), didapatkan nilai AUC parasetamol sebesar 1513329 dan AUC kafein sebesar 510219. Nilai AUC parasetamol pada panjang gelombang 244 nm lebih besar dari AUC kafein karena pada panjang gelombang ini parasetamol memberikan serapan yang maksimum. Sedangkan pada panjang gelombang maksimum kafein (272 nm), didapatkan nilai AUC parasetamol 383310 dan AUC kafein 1755196. Nilai AUC kafein pada panjang gelombang 272 nm lebih besar dari AUCparasetamol karena pada panjang gelombang ini kafein memberikan serapan yang maksimum. Penetuan kadar dari analit sebaiknya dilakukan pada panjang gelombang maksimum dari analit tersebut sebab pada panjang gelombang maksimum, dihasilkan kepekaan yang maksimum juga. Analisis kualitatif dengan metode HPLC dapat melalui pendekatan waktu retensi solut yang tidak diketahui dengan data retensi baku yang sesuai (senyawa yang diketahui) pada kondisi yang sama (Gandjar dan Rohman, 2007). Analisis kuantitatif dengan HPLC dapat dilakukan dengan menggunakan parameter luas puncak atau tinggi puncak . Luas puncak atau tinggi puncak ini berbanding langsung dengan banyaknya solut yang dianalisis, jika dilakukan pada kisaran detektor yang linier. Pada metode tinggi puncak, tinggi puncak diukur sebagai jarak dari garis dasar ke puncak maksimum. Metode ini hanya digunakan jika perubahan tinggi puncak linier dengan konsentrasi analit. Kesalahan akan terjadi apabila terjadi penyimpangan pada puncak (asimetri). Metode luas puncak serupa dengantinggi puncak (Gandjar dan Rohman, 2007). Pada simulasi ini, tidak ditampilkan data AUC dari baku dengan rentang konsentrasi tertentu, sehingga tidak dapat dibuat persamaan regresi linear yang menghubungkan nilai AUC dengan konsentrasi dan tidak dapat ditentukan kadar parasetamol dan kafein pada sampel.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, M., dan Suherman. 1991. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Surabaya: Airlangga University Press. Bahti. 1998. Teknik Pemisahan Kimia dan Fisika. Bandung: Universitas Padjajaran. Bassett, J., R.C. Denney, G.H. Jeffery, dan J. Mendham, 1994, Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Day, R.A dan Underwood, A.L., 1986, Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga. Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Khopkar, S.M., 2003, Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press. Skoog, A. Douglas, dkk. 1998. Principles of Instrumental Analysis. USA: David Haris Publisher.

You might also like