You are on page 1of 8

Jajak pendapat di Timor Timor Timur tanggal 30 Agustus 1999 yang diyakini PBB dan masyarakat internasional dapat

menyelesaikan masalah Timor Timur ternyata hanya menghantarkan orang Timor Timur memasuki kembali sejarah pahit perang saudara tahun 1975 dan semakin memperdalam jurang pemisah antara orang Timor Timur yang selama 23 tahun integrasi tidak mampu saling memaafkan dan mengampuni dosa sejarah masa lalu. Semua ini terjadi karena ulah oknum-oknum masyarakat internasional anti Indonesia yang ingin mengusir Indonesia keluar dari Timor Timur dengan cara apa pun termasuk harus bermain curang dan memanipulasi jajak pendapat di Timor Timur sekalipun. Akhirnya PBB melalui badan PBB yang ditugaskan untuk melakukan jajak pendapat di Timor Timur yang kala itu dikenal dengan UNAMET berhasil merekayasa suatu jajak pendapat di Timor Timur yang hampir pada seluruh prosesnya tidak pernah melibatkan orang Timor Timur seperti mengadakan pencoblosan tanpa kehadiran saksi-saksi dari partai-partai yang bertikai, menghitung suara tidak di tempat-tempat pemungutan suara dan mengadakan penghitungan suara tanpa kehadiran saksi-saksi dari partai, singkatnya UNAMET mengadakan suatu jajak pendapat di Timor Timur yang tidak demokratis sama sekali karena tidak memenuhi syarat-syarat dasar demokrasi seperti: - kehadiran saksi-saksi partai di TPS-TPS pada hari jajak pendapat - penghitungan suara di TPS-TPS dengan dihadiri saksi-saksi partai. Kenyataan menunjukkan bahwa kedua syarat di atas tidak dipenuhi UNAMET, maka dapat disimpulkan bahwa Triparti menyetujui diadakannya suatu jajak pendapat di Timor Timur hanya untuk kalangan Triparti sendiri saja karena bukan orang Timor Timur yang dilibatkan sebagai pelaku utamanya, akan tetapi justru hanya Portugal dan Indonesialah yang dilibatkan sebagai saksi-saksi sehingga menimbulkan kesan seolah-olah jajak pendapat itu hanya dilakukan untuk Portugal dan Indonesia saja. Tanpa kehadiran saksi-saksi partai dalam seluruh proses jajak pendapat dan melihat fakta lapangan dan mendengar kesaksian saksi-saksi hidup tentang terjadinya kecurangan-kecurangan yang luar biasa banyak dan sangat profesional dilakukan oleh staf-staf lokal dan internasional UNAMET, maka FPB pada tanggal 31 Agustus mengeluarkan pernyataan politik bahwa jika UNAMET tidak mengklarifikasi seluruh kecurangan, maka FPB akan menarik diri dari seluruh proses jajak pendapat. Pada tanggal 2-3 September 1999 UNAMET melalui Komisi Pemilihan PBB yang dipimpin oleh tiga hakim internasional yang berasal dari Afrika Selatan, Korea Selatan dan Irlandia Utara UNAMET mengadakan acara

dengar pengaduan lebih dari 200 saksi hidup dari seluruh pelosok Timor Timur. Setelah mendengar pengaduan-pengaduan tersebut ketiga hakim mengakui secara lisan bahwa UNAMET memang lalai dalam melakukan jajak pendapat di Timor Timur tanpa kehadiran saksi-saksi dan menghitung suara tidak di TPS-TPS dan tanpa kehadiran saksi pula. Pada saat itu pula ketiga hakim ini memperingati Mr. Jeff Fisher selaku manajer seksi pemilihan agar tidak mengulangi kesalahan yang sama di kemudian hari. Tidak puas dengan tindakan yang yang diambil oleh ketiga hakim tersebut ditambah dengan pengumuman jajak pendapat yang dipercepat oleh UNAMET seolah-olah untuk menutup kesempatan munculnya lebih banyak lagi pengaduan yang dapat mempengaruhi opini dunia terhadap hasil kerja UNAMET, maka UNAMET melakukan pengumuman jajak pendapat pada tanggal 4 September 1999. Tidak puas dengan perlakuan UNAMET, Front Persatuan Pendukung Otonomi yang waktu itu dikenal dengan singkatan UNIF mengeluarkan pernyataan politik hasil jajak pendapat karena UNAMET tidak memberikan klarifikasi tentang kecurangannya. Hingga saat ini, wadah FPB yang menggantikan UNIF pada tanggal 19 September 1999 belum pernah menarik kembali kedua pernyataan di atas dan belum menentukan sikap politknya dan belum pernah membuka diri untuk melakukan perundingan dengan pihak PBB mau pun CNRT kecuali BRTT yang melakukan kontak mewakili BRTT dan bukan mewakili seluruh komponen integrasi. Melihat kenyataan bahwa sampai akhir bulan Januari 2000 jumlah pengungsi Timor Timur yang masih setia kepada Negara Kesatuan RI masih berjumlah lebih dari 175.000 dan FPB belum pernah mengadakan semacam pertemuan umum untuk mendengar keluhan-keluhan dan usulan-usulan kongkrit yang dapat digunakan sebagai patokan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan sikap politik, keberadaan pengungsi dan hal-hal lain yang berkait dengan kehidupan masyarakat Timor Timur di pengasingan, maka Front Persatuan Bangsa perlu mengadakan suatu kongres untuk menentukan sikap politk yang jelas yang nantinya akan dijadikan landasan berpijak untuk menuntut hak-hak masyarakat Timor Timur yang dituangkan dalam Tap MPR No. V/1999 dan hak-hak lain yang harus dilindungi Pemeritah Timor Timur yang nantinya akan berkuasa di Timor Timur. Untuk menentukan sikap ini 4 (empat) hal utama harus diperhatikan, yaitu: Pertama, harus ada satu wadah seperti UNIF dulu yang dapat menyalurkan aspirasi dari rakyat pendukung integrasi. Kedua, wadah ini harus mempunyai misi dan visi politik yang jelas. Ketiga, wadah ini

harus memperjuangkan kesejahteraan seluruh komponen pengungsi Timor Timur mulai dari PNS, TNI, POLRI sampai pada si petani kecil yang tidak mempunyai pendapatan tetap. Keempat, wadah ini harus memikirkan upaya-upaya untuk menjaga identitas Timoris, memperhatikan masalah-masalah sosial budaya Timoris dan melestarikan nilai-nilai budaya Timoris yang sudah diwarisi masyarakat Timor Timur secara turun-temurun. Dokumen ini berusaha memberikan arahan politik yang dapat dijadikan bahan bagi Komisi Politik untuk menghasilkan usulan-usulan politik yang kongkrit yang nantinya akan keluar sebagai hasil bidang politk pada Kongres I Biti Bot Timoris yang diadakan antara tanggal 26 s/d 28 Januari 2000. Analisa SWOT (Strength, Weakness, Opportunity and Threats) diterapkan dalam sistematika penyusunan dokumen ini dan dokumen-dokumen bidang KESRA dan SOSBUD hanya untuk mempermudah pemahaman saja.

B. DASAR POLITIK

1. FPB hingga saat ini masih tetap berpegang teguh pada sikap dasar politiknya berdasarkan pernyataan politik tanggal 31 Agustus 1999 yaitu penarikan diri dari seluruh proses jajak pendapat, dan pernyataan politik tanggal 5 September 1999, yaitu penolakan hasil jajak pendapat sampai PBB mengklarifikasikan kecurangannya. 2. FPB belum memutuskan untuk melibatkan diri dalam Pemerintahan Sementara PBB di Timor Timur karena hal demikian hanya bisa terjadi kalau FPB mengakui hasil jajak pendapat, mengakui kemerdekaan Timor Timur dan bersedia melepaskan seluruh haknya sebagai warga negara Republik Indonesia sebagaimana masih dilindungi dalam Tap MPR No. V/1999. 3. Kalau FPB masih tetap berpegang pada sikap dasar politik pada butir 1, maka FPB masih mempunyai posisi tawar (bargaining position) yang kuat untuk mendesak atau memaksa PBB atau CNRT untuk menerima usulan-usulan tertentu dari kelompok pro-integrasi untuk menyelesaikan masalah Timor Timur secara aman, damai dan menyeluruh. 4. Kalau FPB tetap menjauhkan diri dari PBB dan tetap tidak mengakui hasil jajak pendapat, maka terbuka peluang yang sangat besar bagi

kelompok-kelompok yang ingin membantu FPB karena alasan politis dan kedudukan hukumnya cukup kuat bagi mereka untuk membantu. 5. Kalau FPB memutuskan untuk bergabung dengan UNTAET, maka posisi tawar FPB lemah dan kelompok pendukung FPB dari luar tidak mempunyai alasan politis dan hukum yang kuat untuk membantu perjuangan FPB.

C. ANALISA FAKTOR INTERNAL

C.1. Keuntungan/Kelebihan FPB Jika tidak bergabung dengan UNTAET. 1. Mempunyai kekuatan tawar (bargaining position) dan kekuatan hukum yang kuat karena berarti tidak mengakui hasil jajak pendapat dan tidak mengakui kemerdekaan bagi Timor Timur sesuai hasil jajak pendapat. 2. Dapat mendesak atau memaksa PBB untuk duduk dalam meja perundingan untuk membicarakan tuntutan-tuntutan FPB. 3. Dapat selalu menuntut PBB di forum-forum internasional untuk mengakui eksistensi masyarakat pendukung integrasi. 4. Terbuka kemungkinan bagi FPB untuk memproklamirkan kemerdekaan negaranya sendiri terlepas dari Timor Timur dan terlepas dari Indonesia, misalnya mungkin mendirikan negara Timor Loromonu sebagai lawan dari Negara Timor Lorosae. 5. Terbuka kemungkinan bagi rakya yang merasa tertindas di Timor Timur atau yang merasa hidup dengan Indonesia lebih baik dari pada hidup sendiri untuk kembali mendukung perjuangan FPB. 6. Hak kewarganegaraan pendukung FPB sebagaimana diatur dalam Tap MPR No: V/MPR/1999 tetap diakui dan dilindungi.

C.2. Kerugian/Kelemahan FPB Jika tidak bergabung dengan UNTAET.

1. Kedudukan FPB mirip dengan kedudukan FRETILIN selama masa integrasi yang tidak mengakui integrasi dan meneruskan perjuangan di hutan selama 23 tahun. 2. UNTAET akan meninggalkan kelompok otonomi dan akan meneruskan persiapan Timor Timur menuju kemerdekaan tanpa kehadiran kelompok integrasi. 3. Kalau FPB secara keseluruhan tidak bergabung dengan UNTAET, namun sebagian komponennya bergabung dengan UNTAET seperti yang telah dilakukan oleh BRTT, maka UNTAET akan menganggap BRTT memayungi dan mewakili seluruh komponen pendukung integrasi. Dengan demikian kehadiran komponen-komponen lain seperti FPDK, PPI dan Aliansi Orsospol tidak akan dianggap lagi. C.3. Keuntungan/Kelebihan FPB Jika Bergabung dengan UNTAET. 1. Turut serta dalam proses politik Timor Timur yang dapat mengarahkan rakyat untuk berkiblat ke Indonsesia, seperti : penggunaaan mata uang Rupiar, pemilihan Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, kurilukum pendidikan dengan cara mengikui

C.4. Kerugian/Kelemahan Jika FPB bergabung dengan UNTAET

1. Mengakui hasil perjuangan kelompok CNRT sebagai pejuang sejati nasib rakyat Timor Timur secara keseluruhan. 2. Harus menyatakan menarik kembali Pernyataan Politik tanggal 31 Agustus 1999 tentang penarikan diri UNIF dari seluruh proses jajak pendapat dan 6 September 1999 tentang penolakan hasil jajak pendapat. 3. Harus membuat pernyataan mengakui hasil jajak pendapat dan kemerdekaan Timor Timur. 4. Harus tunduk pada hukum yang nanti akan berlaku di Timor Timur termasuk hukum yang akan menyeret seluruh pejuang integrasi ke meja pengadilan sebagai penjahat perang karena tindakan-tindakannya selama dan setelah jajak pendapat, seperti penghancuran, pembumihangusan, penjarahan, pemerkosaan, pembunuhan masal dan lain-lain.

5. Tidak bisa meneruskan perjuangan karena akan dianggap makar terhadap kedaulatan negara Timor Timur merdeka. 6. Negara atau orang lain yang mau membantu kita tidak punyai dasar hukum yang kuat untuk membantu perjuangan pejuang integrasi. 7. Hak sebagai warga negara Indonesia yang diakui dalam Tap MPR No: V/MPR/1999 dengan otomatis akan hilang. D. ANALISA FAKTOR EKSTERNAL D.1. Peluang yang ada jika FPB tidak bergabung dengan UNTAET 1. Terbuka kemungkinan bagi negara-negara lain atau organisasiorganisasi lain di dunia atau di Indonesia untuk mendukung perjuangan FPB. 2. Secara moril dan hati nurani persaudaraan, masyarakat Indonesia akan memberikan dukungan yang besar karena latar belakang historis, sosial dan budaya. D.2. Ancaman yang dapat dihadapi FBP. 1. Siap menghadapi tekanan dunia.

2. Siap menghadapi tekanan Interfet atau Pasukan Perdamaian PBB yang akan mengambil alih kuasa militer dari Interfet di Timor Timur. 3. Siap menghadapi tentara asing yang mungkin dapat diminta kehadirannya di Timor Timur setelah PBB meninggalkan Timor Timur. 4. Siap menghadapi tekanan TNI dan Pemerintah Indonesia secara umum. 5. Siap diekstradisi ke Timor Timur sebagai penjahat perang setelah Indonesia menandatangani perjanjian ekstradisi antara Negara Timor Timur dan Negara Republik Indonesia.

E. Isu Pengembangan

Memperhatikan hal-hal di atas, maka sebaiknya FPB tetap mempertahankan posisi dasar politiknya sebagai berikut:

1. Tidak menarik kembali Pernyataan Politik tanggal 31 Agustus 1999 tentang penarikan diri UNIF untuk sementara dari seluruh proses jajak pendapat sampai PBB mengklarifikasi kecurangannya untuk memenangkan kelompok pro-kemerdekaan.

2. Tidak menarik kembali Pernyataan Politik tanggal 5 September 1999 tentang penolakan hasil jajak pendapat sampai PBB mengklarifikasi kecurangannya.

3. Tidak melibatkan diri dalam Pemerintahan Sementara Timor Timur di bawah UNTAET sampai PBB memberikan klarifikasi atas kecurangan yang dilakukan selama jajak pendapat.

4. Hanya masuk kembali ke Timor Timur setelah PBB meninggalkan Timor Timur dengan alasan bahwa konflik yang terjadi di Timor Timur adalah antara orang Timor Timur sendiri dan bukan melibatkan orang-orang asing atau Barat.

5. Meminta Pemerintah Indonesia untuk tetap mengakui hak masyarakat Timor Timur sebagai warga negara RI sebagaimana diatur dalam Tap MPR No.: V/MPR/1999.

6. Menuntut PBB, masyarakat internasional, LSM-LSM lokal, nasional dan internasional untuk berhenti mengeksploitasi atau menjadikan rakyat Timor Timur sapi perahan untuk kepentingan politik, ekonomi, sosial dan budaya mereka.

7. Menuntut masyarakat internasional yang berniat melakukan ekspansi kolonialisme dengan berkedok kebajikan untuk mengurungkan niatnya itu karena sekarang bukan jaman kolonialisme (kolonialisme seharusnya sudah terhapus dari muka bumi ini. Seharusnya tidak boleh ada lagi manusia yang hanya dibedakan warna kulit saling

mengeksploitasi atau ada yang merasa derajatnya lebih tinggi dari yang lainnya.

Demikian dokumen ini disusun sebagai bahan pengarah saja dan bukan merupakan suatu dokumen resmi yang mengikat.

Steering Committee. Do you Yahoo!? Make Yahoo! your home page Sat Jun 4, 2005 3:28 pm Show Message Info Tobias Silva <silva_tobias@...> silva_tobias Offline Send Email

You might also like