You are on page 1of 18

PENDAHULUAN

Seiring berjalannya waktu maka semakin besar pula kebutuhan yang diinginkan dan harus dipenuhi oleh manusia baik berupa barang ataupun jasa. Untuk itulah mulai muncul industri-industri untuk memenuhi segala keinginan yang muncul itu. Tak hanya industri besar saja yang tumbuh dan berkembang tetapi juga industri kecil dan industri rumah tangga yang dapat memenuhi kebutuhan primer, sekunder, dan tersier. Dalam membuat industri tertentu pastilah dibutuhkan tekad dan kerja keras dalam berbagai bidang mulai dari penyediaan modal, tenaga kerja, tenaga ahli, dan lain-lain. Selain itu juga dibutuhkan adanya persetujuan dan kerjasama dengan pihak pemerintah terkait yang bertugas untuk mengawasi, menjaga, dan membantu dalam pengembangan industri tersebut. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena saat ini mulai berkembang adanya penyimpangan-penyimpangan yang ada di masyarakat dan dapat merugikan masyarakat. Banyak sekali aspek yang harus diperhatikan dalam berjalannya suatu industri terutama industri makanan dalam hal mengatasi limbah. Salah satu aspek yang penting adalah produksi bersih, dimana segala sesuatu yang berkaitan dengan meminimasi limbah yang dihasilkan mulai dari penyiapan bahan baku hingga produk jadi dengan tetap berupaya meningkatkan produktivitas. Semua ini terkait dengan isu lingkungan yang ada, sehingga tingkat pencemaran terhadap lingkungan sekitar dapat dikurangi. Untuk itulah pada mata kuliah produksi bersih ini ada tugas untuk melihat sejauh mana suatu industri makanan dalam menerapkan produksi bersih dalam proses produksinya. Pada kunjungan industri yang telah dilakukan, kelompok kami memilih industri mie basah. Mie basah ini sering dipakai oleh pedagang bakso keliling yang sering kita jumpai apabila kita berkunjung ke berbagai tempat.

A. Worksheet 1. Review Perusahaan 1.1 PROFIL PERUSAHAAN (Deskripsi Perusahaan) Pemilik Perusahaan Berdiri Status Kepemilikan Jumlah Pegawai Alamat Tempat Pemasaran Peralatan yang dimiliki : WASITO : MI JAYA KRICAK KIDUL : 20 September 1980 : Perseorangan : 13 (metode shift) : Kricak Kidul, Tegalrejo, Yogyakarta : Pasar : Timbangan, Mesin Pencampur Bahan, Mesin Penggiling, Mesin Pemotong Mie, Tungku Perebus, Kipas Angin. Kerjasama : BP POM, Ikatan Pengusaha Bakmi Basah DIYJateng Kunjungan Komunitas : UNWAMA, UGM : Paguyuban Pengusaha Mie (prakarsa Sriboga)

UKM Mi Kricak berdiri pada tahun 1980 dengan pendirinya Bapak Wasito, yang sampai sekarang menjadi pemiliknya. Awalnya UKM Mi Kricak bertempat di daerah Muja Muju, Yogyakarta. Permintaan akan mi basah yang semakin meningkat menuntut pengembangan usaha. Salah satu tuntutan tersebut adalah perluasan ruang produksi dan akses ke konsumen serta bahan baku yang lebih baik. Maka dari itu UKM Mi Kricak berpindah tempat di desa Kricak Kidul RT. 34 Yogyakarta hingga sekarang. Pemindahan lokasi ini terjadi pada tahun 1982. UKM Mi Kricak adalah salah satu dari empat perusahaan pembuat mi basah di daerah Yogyakarta. Bapak Wasito sendiri sebagai pemilik perusahaan dulunya bekerja di perusahaan Aji yang juga membuat mi basah hingga sekarang. Kepemilikan dan pengelolaan UKM Mi Kricak sepenuhnya berada di tangan Bapak Wasito. Jumlah pekerja saat ini adalah sebelas orang dengan sistem kerja rotasi setelah 20 hari bekerja. Jumlah pekerja yang masuk dalam satu periode rotasi adalah lima atau enam orang, yang kemudian digantikan orang lain

setelah 20 hari. Jam kerja yang ditetapkan pada proses produksi adalah tujuh jam dimulai dari pukul 15.00 hingga 22.00. Setelah proses produksi pada sekitar pukul 02.00 dini hari pekerja mendistribusikan mi ke agen menggunakan mobil pickup. UKM Mi Kricak memproduksi empat jenis mi basah, yaitu mi giling kecil (biasa), mi giling besar, mi gepeng, dan mi telur. Keunggulan produk mi basah UKM Mi Kricak adalah sama sekali tidak menggunakan pengawet seperti borax dan formalin. Hal ini menyebabkan mi basah UKM Mi Kricak lebih diminati. Namun begitu komitmen UKM Mi Kricak untuk tidak menggunakan pengawet harus diantisipasi dengan proses produksi yang baik dan teratur. Hal ini dikarenakan mi basah produksi UKM Mi Kricak lebih cepat membusuk karena tidak menggunakan pengawet. a. Mi Giling Kecil (Biasa) Mi biasa yang diproduksi UKM Mi Kricak paling banyak dibeli oleh penjual bakso melalui agen. Mi biasa memiliki kualitas paling rendah dibandingkan dengan jenis lain, karena hanya digiling dua kali. Bentuk mi biasa bulat kecil. Kualitas lebih rendah tidak berarti buruk, hanya saja UKM Mi Kricak memang menyesuaikan kriteria mi biasa untuk penjual bakso. Harga jual mi biasa juga paling murah, yaitu Rp 6.500,00/kg ketika dijual ke agen. b. Mi Giling Besar Mi giling besar sama dengan mi biasa, hanya ukurannya bulat lebih besar. Perbedaan ini disebabkan ukuran ulir pemotong yang digunakan berbeda. Kualitas mi giling besar juga sama dengan mi biasa. Mi giling besar digunakan oleh penjual bakso dan mi. Harga jual mi giling besar Rp 7.000,00/kg ketika dijual ke agen. c. Mi Gepeng Mi gepeng sama dengan mi giling besar dilihat dari ukurannya. Proses pemotongan mi gepeng juga menggunakan ukuran ulir yang sama dengan pemotongan mi giling besar. Perbedaan mi gepeng dengan mi giling besar terletak pada bentuk mi gepeng yang lebih tipis dan melebar. Bentuk yang tipis dan melebar tersebut dikarenakan proses penipisan yang lebih lama.

Mi gepeng biasanya digunakan oleh penjual mi. Harga jual mi gepeng sama dengan mi giling besar, yaitu Rp 7.000,00/kg ketika dijual ke agen. d. Mi Telur Mi telur memiliki kualitas yang paling baik diantara empat jenis mi yang diproduksi UKM Mi Kricak. Mi telur lebih kenyal dan rasanya lebih enak karena telur yang digunakan lebih banyak satu butir. Kekenyalan mi didapatkan dari proses penggilingan sebanyak empat sampai lima kali. Penggilingan dan penggunaan telur yang lebih banyak menyebabkan mi telur lebih lembut. Proses pemotongan mi telur hampir sama dengan mi biasa hanya saja hasilnya lebih tipis karena penipisannya lebih banyak dilakukan. Mi telur dijual Rp 9.000/kg kepada agen. Mi telur biasanya digunakan oleh penjual mie.

1.2 Rencana Perusahaan UKM Mie Kricak Kidul mempunyai beberapa rencana jangka panjang disamping tetap bertahan dalam persaingan industri mie basah yang telah dijalani dari awal. Rencana yang paling dekat dan harus rutin dilakukan adalah tetap melakukan produksi mie basah dan mempertahankan kualitas produknya. Hal ini bertujuan untuk menjaga hubungan dengan konsumen lama dan juga untuk menarik konsumen baru sehingga usaha ini dapat berkembang menjadi lebih besar. Dengan bertambahnya konsumen/pemesan maka jumlah produksi juga akan bertambah dimana harus dilakukan perombakan ruang produksi yang semakin sempit karena bertumpuknya barang dan alat produksi. Untuk itu dilakukan perubahan tata letak produksi sehingga aliran bahan menjadi lancar tanpa adanya backtracking untuk mempercepat laju produksi tanpa merubah penjadwalan yang ada. Rencana lain adalah pembangunan pabrik baru di lokasi yang berbeda untuk menambah lingkup pemasarannya dan mengurangi biaya transportasi. Hal ini tentu dilakukan dengan melakukan survey pasar terlebih dahulu dengan memperhatikan berbagai aspek seperti permintaan konsumen, ketersediaan bahan

baku, tenaga kerja, sumber daya seperti air dan listrik, serta kemudahan transportasi. Pembuatan pabrik ini dilakukan untuk menambah konsumen dan juga sebagai ekspansi untuk memperluas usaha UKM ini.

1.3 Penilaian Resiko Terhadap Lingkungan Limbah yang dihasilkan dari proses pembuatan mie basah di Kricak Kidul berupa air limbah hasil pencucian mie, sisa rebusan mie, dan abu sisa dari pembakaran. Dari berbagai macam limbah yang ditimbulkan tersebut, tidak ada penanganan terhadap limbah tersebut. Sebagai contohnya, yaitu pada limah cair, tidak ada saluran IPAL yang ada di UKM Mie Kricak Kidul ini, sehingga limbah limbah tersebut langsung dibuang ke sungai, dan jika hal itu tidak ditanggulangi secara cepat, maka akan membuat kontaminasi pada air sungai Selain itu, tidak adanya cerobong asap yang ada di ruang produksi, sehingga membuat asap asap sisa hasil dari pembakaran masih ada di ruang produksi. Hal tersebut akan membawa dampak yang buruk terhadap produk mie yang dihasilkan nantinya dan tentunya berdampak juga terhadap kesehatan pekerjanya.

1.4 Pengaturan Terhadap Penggunaan Alat Produksi Pada industri Mie Kricak Kidul, tidak ada pengaturan perawatan alat alat produksi yang menentu dan terjadwal. Perawatan hanya sebatas membersihkan mesin setelah proses produksi selesai, selain itu perawatan mesin juga hanya dilakukan jika mesin dalam keadaaan rusak saja. Hal tersebut dalam industri kecil sering diterapkan , karena untuk penghematan biaya produksi. Pengaturan penggunaan alat produksi dalam bentuk penyesuaian mesin yang digunakan terhadap jenis mi basah yang akan diproduksi, karena masingmasing mi basah memiliki mesin penipis dan pemotong sendiri.

1.5 Identifikasi Lingkungan Mi Kricak Kidul ini terletak dalam pemukiman padat penduduk, sehingga permasalahan lingkungan utama bagaimana menjaga kondisi lingkungan sekitar

supaya tidak tercemar oleh limbah yang dihasilkan, namun yang terjadi adalah belum adanya instalasi penanganan limbah sebelum limbah tersebut dibuang ke lingkungan. Mi Kricak Kidul dalam membuang limbah produksinya langsung dialirkan begitu saja menuju sungai disekitarnya, sehingga ini berpotensi untuk mencemari lingkungan. 1.6 Kesimpulan Pada industri Mie kricak Kidul, memproduksi 4 jenis mie yaitu mie giling kecil , mie giling besar, mie gepeng, dan mie telur. Dalam melakukan proses produksinya menghasilkan beberapa limbah , diantaranya limbah cair yaitu sisa pencucian air garam dan mie, abu sisa hasil pembakaran. Dalam UKM Mie Kricak Kidul ini tidak ada penanganan limbah yang baik , karena tidak adanya saluran IPAL dalam pembuangan limbah cair dan tidak adanya cerobong asap pada ruang produksi, sehingga permasalahan utama yang ada berupa belum tertanganinya limbah yang dihasilkan sehingga dapat menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan sekitar.

Worksheets2 : Environmental costs 2.1 Proses Flow Chart 2.2.Materials quantities and costs 2.3.Waste quantities and costs 2.4. Energy quantities and costs 2.5. Water quantities and costs 2.6. Identification of cost saving priorities 2.7. Summary

Worksheet 3. Pemilihan pengurangan material dan limbah 3.1 Identifikasi penyebab bahan baku yang tidak efisien Penyebab ketidakefisiensi bahan baku yang digunakan antara lain pada saat proses produksi banyak bahan yang tertempel pada alat yang yang tidak ikut

terproses, serta pada saat menghasilkan produk jadi, banyak sisa produk yang tercecer yang tidak ikut terangkut, sehingga menjadi scrap yang dibuang. Penggunaan komposisi bahan baku yang kadang kurang tepat sehingga banyak menggunakan bahan yang nantinya akan terbuang, sebagai contoh penggunaan air yang digunakan yang terlalu banyak sehingga akan langsung dibuang.

3.2 Solusi Efisiensi Bahan Baku Para pekerja hendaknya diberi pelatihan tentang proporsi penggunaan bahan baku yang tepat, dan pembuatan patokan atau standar penggunaan bahan baku pada masing-masing tipe mi basah yang dihasilkan, selain itu diupayakan untuk meminimalisasi scrap yang ditimbulkan pada setiap prosesnya sehingga dari penyiapan bahan baku yang digunakan, pada saat proses produksi hingga menghasilkan produk jadi dapat lebih efisien. Penggunaan air yang tepat juga berpengaruh dalam penggunaan bahan baku, sehingga perlu juga pembuatan patokan penggunaan air. Selain itu perlu penanganan bahan baku yang tepat, mulai dari penempatan dan peletakan bahan baku pada gudang bahan baku hingga alat yang digunakan untuk mengangkut bahan baku ke ruang produksi utama, karena dari kondisi yang ada, masih banyak terlihat ceceran tepung di lantai gudang bahan baku. 3.3 Identifikasi Penyebab Terjadinya Limbah Dari awal proses yaitu pada saat penggunaan tepung terigu yang akan ditimbang, ada beberapa yang tercecer, sehingga menyebabkan adanya scrap dan juga pada saat pencampuran adonan dengan menggunakan molen atau mesin pencampur yang masih terdapat sisa sisa adonan yang tertempel dimesin. Limbah mie ini juga dihasilkan dari sisa pemotongan adonan mie yang tercecer yang juga menyebabkan adanya limbah, hingga pada saat pemasakan yang banyak terdapat sisa sisa mie yang sudah matang yang tidak terangkut sehingga mengakibatkan banyak mie yang tercecer yang jumlahnya tidak sedikit, hal ini yang menyebabkan pada proses ini kurang efisien dan tentunya menimbulkan limbah.

Penggunaan air pada saat proses produksi juga tidak sedikit yang digunakan, pada saat penggunaan air pengadonan, air sering tersisa di dijirigen yang jumlahnya tidak sedikit, air ini kadang sudah kotor untuk digunakan pada proses produksi selanjutnya sehingga diperlukan pergantian air yang

menyebabkan pembuangan air yang banyak dari proses sebelumnya, sedangkan pada saat proses perebusan juga dihasilkan limbah cair sisa perebusan mie, dan pada proses perebusan ini juga terdapat limbah gas dari pembakaran. Dalam ruangan produksi tidak dilengkapi cerobong asap yang menyebabkan kurangnya sirkulasi udara yang ada diruang produksi. Proses perebusan ini menggunakan tungku besar yang berbahan bakar kayu, sehingga terdapat sisa-sisa bahan bakar kayu berupa abu.

3.4 Pilihan Penggunaan Bahan Produksi Penggunaan bahan produksi disesuaikan dengan pemesanan karena setiap mie yang dipesan menggunakan tepung yang berbeda sesuai dengan jenis mie yang dipesan. Seluruh bahan untuk membuat adonan mi adalah tepung terigu, telur, air, dan bumbu. Jumlah bahan yang digunakan sesuai kebutuhan pesanan, sehingga tidak ada kelebihan pada saat proses produksi. Bahan-bahan tersebut dipilih dengan seksama dengan kualitas yang dipilih sendiri oleh pemilik untuk menghasilkan mie dengan kualitas yang terjaga. Untuk bahan bakar digunakan kayu bakar dengan pertimbangan biaya yang lebih murah daripada menggunakan kompor yang berbahan bakar minyak tanah. Disamping itu dengan kayu bakar dapat diambil abunya untuk dijual lagi menjadi media tanam tanaman. Sehingga dari segi biaya kayu bakar lebih menguntungkan.

3.5. Manajemen Optimasi Penggunaan Material dan Limbah Bahan baku yang didatangkan dari pemasok jumlahnya sudah diatur sesuai dengan pesanan yang ada untuk mencukupi permintaan. Bahan baku kemudian disimpan dalam gudang bahan dan dikeluarkan sesuai kebutuhan proses produksi. Penggunaan bahan baku juga disesuaikan dengan jenis mi basah yang digunakan,

sehingga tidak ada bahan baku yang terbuang percuma. Selain itu penggunaan air yang tepat juga dapat membantu dalam pengoptimalkan bahan-bahan yang digunakan, air yang berasal dari saluran PDAM ditampung pada ember dengan debit yang disesuaikan dengan perbandingan komposisi antara bahan baku dan air pada masing-masing jenis mi basah yang akan diproduksi. Sedangkan untuk optimalisasi limbah belum sepenuhnya berjalan, pada limbah cair yang terbentuk dari proses perebusan berupa air sisa rebusan belum diolah lebih lanjut, namun langsung dialirkan begitu saja menuju sungai terdekat sehingga berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan. Pengoptimalan limbah dalam industri ini hanya dalam bentuk pengolahan kayu dan abu sisa pembakaran pada proses perebusan, kayu dan abu dijadikan campuran dalam pembuatan pupuk organik ataupun media tanam oleh masyarakat sekitar, sehingga dapat dijadikan nilai tambah untuk industri dan lingkungannya.

3.6. Area pembuangan Limbah Proses produksi di UKM Mi Kricak menghasilkan tiga jenis limbah, yaitu limbah padat, cair, dan gas. Limbah padat yang dihasilkan berupa bahan pembuat mi yang tercecer selama proses pembuatan mi, mi jadi yang jatuh ke lantai, dan sisa kayu bakar. Penanganan limbah padat ini dengan disapu kemudian dibuang ke tempat sampah sedangkan abunya dijadikan media tanam ataupun campuran kompos. Limbah cair yang dihasilkan adalah air yang digunakan sebagai bahan pembuat adonan dan air sisa rebusan yang sudah tidak layak pakai. Penanganan limbah cair ini dengan dibuang melalui saluran pembuangan ke selokan yang berada di sebelah barat pabrik. Sampai saat ini memang tidak ada komplain atau keluhan masyarakat sekitar terhadap keberadaan limbah cair di selokan. Namun pembuangan limbah cair ke selokan ini menyebabkan air selokan keruh dan menimbulkan bau tidak sedap. Sedangkan limbah gas yang dihasilkan adalah gas hasil pembakaran kayu bakar dan uap hasil perebusan mi. Limbah gas ini langsung dibuang melalui ventilasi yang terdapat di pabrik.

3.6. a: Storage areas for waste and hazardous materials 3.6.b.: Storage of wastes and hazardous materials current 3.6.c.: Storage of wastes and hazardous materials possible improvements

3.7 Summary Penggunaan bahan baku dan material dalam proses pembuatan mi basah pada industri Mi Kricak Kidul ini belum sepenuhnya effisien, ini terlihat pada masih banyak tepung yang tercecer dan pemborosan air campuran adonan yang dibuang. Solusi untuk mengoptimalkan bahan baku dan material adalah pembuatan patokan standar dalam hal komposisi setiap jenis mi basah yang diproduksi, baik dari jumlah tepungnya ataupun air campuran yang digunakan serta adanya pelatihan pekerja untuk meningkatkan produktivitas dengan mengurangi mi basah yang tercecer dilantai produksi. Limbah yang dihasilkan oleh industri ini berupa limbah padat yaitu scrap alat atau ceceran mi yang jatuh ke lantai dan abu/kayu sisa pembakaran, sedangkan limbah cairnya berupa air sisa campuran adonan serta air sisa perebusan, dan limbah gasnya berupa asap dari proses pembakaran kayu. Pada industri ini belum memiliki penanganan limbah yang memadai, seperti tidak adanya unit pengolahan limbah cair sebelum dibuang ke sungai, serta belum adanya cerobong udara untuk menyalurkan asap hasil dari pembakaran. Akan tetapi untuk penanganan limbah padat berupa abu sisa pembakaran sudah dilakukan, yaitu dimanfaatkan untuk media tanam ataupun campuran pupuk oleh masyarakat sekitar.

Worksheets 4 : Upaya Penghematan Penggunaan Energi dan Air 4.1. Identifying causes of energy inefficiency Penyebab ketidakefisiensian dapat dilihat dari lintasan produksi yang tidak teratur dan pekerja yang bekerja berlalulalang karena pekerjaan yang bergantian sehingga menghamburkan energy pekerja. Di samping itu bentuk tungku yang

sederhana yang belum memikirkan saluran udara yang tepat juga menyebabkan tidak dapat dilakukan pengontrolan penggunaan energy atau dengan kata lain kayu tidak terbakar dengan sempurna. Pemakaian bahan bakar kayu ini hanya menggunakan perasaan pekerja. Peralatan pembantu seperti kipas angin yang digunakan juga masih sederhana yang dihidupkan terus menerus untuk mengangin-anginkan dan membantu sirkulasi udara ruang sehingga energi yang digunakan banyak. Lampu penerangan juga

4.2. Option generation for energy efficiency Untuk memperbaiki kurang effisiensinya energy yang telah teridentifikasi di atas dapat dilakukan berbagai cara, antara lain dengan perubahan alur produksi sehingga energi pekerja tidak terkuras. Hal ini dilakukan dengan perombakan tata letak ruang produksi, dimana nantinya aliran bahan dapat dilakukan dengan lancar sehingga pekerja tidak perlu berlalulalang dan mengganggu produksi. Energi lain yang perlu diperhatikan adalah listrik dan air, Perlakuan yang harus dilakukan untuk mencapai effisiensi adalah dengan menentukan jumlah air yang akan digunakan sesuai dengan komposisisi bahan yang digunakan sehingga jika bahan sedikit maka penggunaan air juga menurun, menyesuaikan dengan penggunaan bahan. Dibuat juga standart penggunaan air untuk mengurangi pengunaan air yang sia-sia. Untuk energi listrik sebaiknya digunakan sesuai dengan keperluan, misalnya pada kipas angin digunakan saat proses pengeringan saja tidak dihidupkan terus menerus, untuk menghemat penggunaan listrik. Untuk energy panas pada perebusan, walaupun kayu bakar mempunyai harga yang murah tetapi juga perlu dilakukan penghematan, dimana untuk membuat panas merata diperlukan pembakaran kayu yang merata. Hal ini disebabkan bentuk tungku yang masih sederhana, perubahan bentuk tungku dengan sirkulasi udara yang baik juga dapat menghemat penggunaan kayu karena akan menghasilkan api yang rata dengan lebih cepat dari biasanya.

4.3. Identifikasi penyebab ketidakefisienan penggunaan air Penggunaan air cukup banyak karena digunakan untuk pembuatan adonan, perebusan, dan perendaman air garam. Pada perebusan setelah digunakan untuk merebus, air dibuang dan diganti air baru. Sehingga banyak air yang dibuang. Penakaran yang kurang tepat dan pengontrolan pemasakan yang kurang tepat dapat menimbulkan ketidakefisienan Mengingat juga bahwa penggunaan air untuk produksi mie basah ini cukup besar. Pertama dibutuhkan air sekitar 10 liter untuk membuat adonan tepung terigu 20 kg, dan kedua pada proses perebusan diperlukan air yang mendidih setidaknya 20 liter untuk setiap 20 kg tepung terigu. Tentu saja hal ini perlu diwaspadai akan adanya kekurangan air pada suatu saat nanti. Dengan kata lain, dari pihak produsen seharusnya mempunyai cadangan air dari PDAM, supaya sewaktu-waktu bila persediaan air sumur habis masih ada persediaan yang lain. 4.4. Option generation for water efficiency Untuk melakukan efisiensi penggunaan air dilakukan dengan cara penentuan komposisi air pada proses perendaman. Penentuan komposisi air ini dilakukan sesuai dengan jumlah garam dan adonan yang diolah sehingga penggunaan air nantinya akan berbeda-beda sesuai dengan komposisi bahan yang digunakan. Dengan pengguanaan komposisi bahan yang telah ditetapkan diharapkan akan mengurangi pemborosan pada proses produksi, terutama pengunaan air ini sehingga efisiensi air dapat tercapai. Pada proses perebusan juga perlu diperhatikan dalam hal penggantian air rebusan, karena ini berpengaruh pada kualitas produk yang dihasilkan serta energi panas yang diperlukan untuk merebus air.

4.5. Optimizing energy and water management Energi yang digunakan dalam proses produksi mi basah ini berasal dari listrik yang digunakan untuk menjalankan mesin-mesin produksi serta untuk lampu penerangan ruang produksi serta penggunaan kayu sebagai bahan bakar

dalam proses perebusan. Pengaturan penggunaan bahan bakar kayu ini dapat berupa perombakan dalam sistem pengapian tungku yang digunakan pada saat perebusan, karena selama ini tungku yang digunakan masih sederhana dan belum memperhatikan aliran udara dan asap pembakaran, sehingga diharapkan kayu terbakar dengan efisien. Sedangkan dalam penghematan penggunaan energy listrik dapat berupa mematikan mesin setelah proses produksi selesai, serta mematikan lampu penerangan dan kipas angin yang tidak digunakan. Pada pengaturan penggunaan air dapat dilakukan dengan cara penentuan komposisi yang tepat dalam pembuatan adonan, karena selama ini pembuatan campuran air dengan garam sebagai bahan tambahan hanya dengan perkiraan, sehingga terkadang campuran air dan garam tersisa cukup banyak dalam dirijen dan nantinya akan dibuang. Selain itu penggunaan air juga terdapat pada proses perebusan, air yang digunakan juga cukup banyak, pengaturan penggantian air yang tepat perlu diupayakan untuk mengoptimalkan proses perebusan dan tentunya menjaga kualitas produk mi basah itu sendiri.

4.6. Summary Pada industri Mi Kricak Kidul ini dalam proses produksinya menggunakan energi yang berupa energi listrik untuk menjalankan mesin produksi dan peralatan pembantu lainnya serta energi panas yang digunakan untuk memanaskan air pada saat proses perebusan, selain itu tentunya menggunakan energi yang dihasilkan oleh pekerja. Pada kondisinya, penggunaan energi ini belum sepenuhnya effisien, sebagai contohnya adalah energi panas yang dihasilkan kayu bakar belum optimal, ini dikarenakan bentuk tungku yang masih sederhana. Untuk itu perlu beberapa perubahan baik dari tata letak stasiun kerja, pola penggunaan listrik dan perubahan tungku pembakaran yang memperhatikan aliran udara yang tepat. Selain penggunaan energi, industry Mi Kricak Kidul ini juga memanfaatkan air untuk menjalankan kegiatan produksinya, air digunakan sebagai campuran adonan serta untuk perebusan mi basah. Namun dalam penggunaannya juga masih belum optimal, ini terlihat pada cukup banyaknya air yang terbuang dari proses pembuatan adonan, karena belum memiliki takaran

yang jelas untuk air campuran adonan, untuk itu perlu adanya aturan atau patokan komposisi yang tepat pada masing-masing jenis mi basah yang dihasilkan. Penggunaan energi di industri mi kricak kidul ini belum diatur untuk mencapai efisiensi energi yang diinginkan. Oleh karena itu dilakukan beberapa tindakan seperti yang disebutkan di atas antara lain adalah dengan penggunaan mesin sesuai dengan penggunaannya dan kondisi ruang produksi. Sehingga tidak terjadi pemborosan yang tidak perlu.

Worksheet 5 : Preparing and implementing an Action Plan 5.1. Management summary Manajemen Optimasi Penggunaan Material dan Limbah Pada penanganan bahan baku yang dilakukan di industri mie kricak ini dilakukan dengan penggunaan bahan yang sesuai dengan produksi yang akan dilakukan sehingga, pemesanan hanya untuk pemenuhan pemesanan dan juga pada aat produksi penggunaan bahan baku yang dikeluarkan dari gudang diukur sesuai dengan kebutuhan agar nantinya tidak ada bahan baku yang tebuang. Sedangkan untuk optimalisasi limbah belum sepenuhnya berjalan, pada limbah cair, limbah gas, limbah padat, dan pengapian belum mendapat perhatian khusus yaitu langsung dibuang. Untuk pengapian diharapkan menerapkan pengapian yang lebih modern atau lebih efisien agar limbah yang dihasilkan dapat diminimalkan dan juga asap hasil pengapain dan perebusan perlu dibuatkan cerobong serta filter agar udara yang dibuang lebih bersih.

Untuk penangan limbah cair perlu diperhatikan untuk pembuangan ke lingkungan agar lebih ramah lingkungan dengan metode penyaringan, dan untuk pengolahan limbah padat dapat dijadikan makanan ternak atau pupuk kompos. Hasil limbah dari pembakaran yaitu abu dari kayu bakar dapat dijadikan pupuk serta media tanaman. Optimizing energy and water management Pengaturan penggunaan bahan bakar kayu ini dapat berupa perombakan dalam sistem pengapian tungku yang digunakan pada saat perebusan, karena selama ini tungku yang digunakan masih sederhana dan belum memperhatikan

aliran udara dan asap pembakaran, sehingga diharapkan kayu terbakar dengan efisien. Pada pengaturan penggunaan air dapat dilakukan dengan cara penentuan komposisi yang tepat dalam pembuatan adonan, Selain itu penggunaan air juga terdapat pada proses perebusan, air yang digunakan juga cukup banyak, pengaturan penggantian air yang tepat perlu diupayakan untuk mengoptimalkan proses perebusan dan tentunya menjaga kualitas produk. 5.2. Cleaner Production priorities and targets 5.3. List of projects with costs, saving and other benefits 5.4. Project implementation plans Pelaksanaan perencanaan cleaner production di industri mie kricak dilakukan secara bertahap dengan cara memulai dengan tahap yang paling ringan hingga pada bagian yang paling kompleks. Pada awalnya dilakukan pada bagian bahan baku, bagian ini perlu dilakukan penimbangan yang teliti serta pengambilan yang lebih teliti agar mengurangi bahan yang tercecer dengan menggunakan alat yang terukur, seperti gayung satu liter. Pada proses produksi masi terdapat scrap yang menempel pada alat hal ini dapat dikurangi dengan menggunakan alat untuk membersihkan dengan menggunakan sendok agar lebih bersih dan tidak menyisakan scrap karena pada bagian ini lebih mudah dibersihkan. Sisa yang terdapat pada proses produksi juga terdapat pada proses perebusan yang menyisakan sisa sisa hasil perebusan mie yang matang tercecer dilantai karena para proses menirisan masi ada mie yang terjatuh karena pada saat pemindahan alat yang digunakan masih terbatas, untuk mengatasi hal ini pada saat pemindahan mie dari perebusan hingga pendinginan menggunakan alat yang sesuai, seperti ember. Penanganan limbah yang ada sebaiknya dilakukan dengan tepat, limbah yang dihasilkan antara lain limbah padat mie yang dihasilkan langsung dibuang, penanganan yang lebih efektiv dapat dilakukan untuk makanan ternak atau untuk pengomposan. Hasil limbah lain yaitu asap dari sisa hasil perebusan, hal ini perlu dikendalikan dengan pemasangan cerobong asap, dari diberi filter agar kotoran yang ada dapat tersaring. Penggunaan tungku pemanas yang sederhana ini juga

mengakibatkan banyak menyebabkan kontaminan antara lain dari abu yang dihasilkan dari pembakaran, untuk itu perlu adanya perombakan untuk menggunakan pengapian yang lebih efisien. Air yang dihasilkan pada proses produksi di industri langsung dibuang ke lingkungan, yang lama kelamaan akan mengakibatkan kekeruhan air sungai, untuk mengatasi hal ini perlu dilakukan adanya penampungan air limbah dan dilakukan proses fltrasi yang dilengkapi dengan beberapa proses penyaringan agar menghasilkan air yang lebih jernih. 5.5. Further evaluation 5.5.a.: Technical Evaluation 5.5.b.: Financial Viability 5.5.c.: Environmental Evaluation 5.6.: Integrating Cleaner Production into Management Systems

PETA PROSES OPERASI


Nama kegiatan : Produksi mi basah UKM Mi Kricak Yogyakarta Tanggal pemetaan: 4 Maret 2010 Dipetakan oleh : KELOMPOK PRODUKSI BERSIH MIE KRICAK No. peta :1

tepung terigu telur bumbu air O-1 I-1 Pembuatan adonan Molen

410"

302"

O-2 I-2

Penginjakan adonan Manual

661"

O-3 I-3

Penggenjotan adonan Bambu

800"

O-4 I-4

Penipisan adonan Mesin giling

764"

O-5

Pemotongan adonan Mesin potong

981"

O-6 I-5

Perebusan mi Tungku

940" Ringkasan Keterangan Jumlah Operasi Inspeksi Penyimpanan Total 7 6 1 14

O-7 I-6

Pendinginan mi Kipas dan sumpit

Waktu 4858" 4094" 0" 4858"

Penyimpanan Meja

You might also like