You are on page 1of 18

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah Kata Taqwa sudah umum didengar dan sangat familiar baik di dunia keagamaan maupun pendidikan. Taqwa adalah melaksanakan yang diperintahkan dan menjauhi yang dilarangNya. Taqwa juga merupakan suatu hal yang sangat diharapkan oleh setiap manusia bahwa segala sesuatu urusan yang dilalui selalu lancar tanpa hambatan. Tetapi sudah merupakan suatu sunatullah bahwa mustahil untuk mendapat sesuatu tanpa perjuangan. Perjuangan, hambatan, gangguan dan apapun bentuknya merupakan bagian dari ujian untuk mendapatkan sesuatu. Seorang ingin lulus sekolah harus melalui ujian, seorang ingin masuk sebuah pekerjaan di sebuah perusahaan harus melalui tahapan tes yang melelahkan. Kata taqwa ini pun akan mendatangkan sesuatu yaitu amal sholeh, sesorang yang bertaqwa kepada Allah sudah tentu mempunyai amal sholeh.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, terkait dengan pembahasan Taqwa dan perilaku manusia, maka masalah yang timbul dirumuskan berikut ini. 1. Ayat Al Quran yang berkaitan dengan Taqwa dan perilaku manusia beserta artinya. 2. Tafsir yang berkaitan dengan ayat di atas.

C. Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu: Mampu memahami dan mengimplikasikan makna Taqwa dan perilaku manusia dalam kehidupan.

D. Metode Penulisan Dalam pembuatan makalah ini penulis menggunakan metode library research atau metode kepustakaan, dan juga bahan bacaan yang berkaitan dengan bahan yang di sajikan.

BAB II PEMBAHASAN TAQWA KEPADA ALLAH SWT

A. Pengertian Taqwa
Taqwa (bentuk infinitive berarti: wiqayyah ) dalam pengertian bahasa adalah menjaga sesuatu dari yang menyakiti dan yang membahayakannya. Taqwa memiliki bermacam-macam pengertian. Pendapat yang terkenal adalah, menjalankan semua perintah Allah dan meninggalkan semua larangan-Nya. Dikerjakan dengan tulus dengan mengagungkan AsmaNya lahir batin. Dalam melakukan ketaqwaan, hendaklah tumbuh rasa kagum pada keagungan Allah. Ada pula pendapat yang menerangkan bahwa Taqwa berarti waspada dan memelihara diri dari semua godaan yang akan menjerumuskan manusia ke lembah kehinaan, atau menjaga diri dari semua hal yang akan memalingkan atau mengganggu taqarrub dan mahabbah kepada Allah. Pendapat lain mengatakan bahwa, barangsiapa yang akan menjalankan keTaqwaan hendaklah ia menghindari segala bentuk dosa besar dan kecil, lahir maupun batin. AnNasrabazy mengatakan : "Barangsiapa yang ingin istiqamah dalam Taqwanya maka hendaklah ia memiliki keinginan meninggalkan kehidupan dan hiruk pikuk duniawi. Apakah tidak kalian fahami."

Menurut Abu Abdullah, Taqwa adalah usaha manusia untuk meninggalkan dan menjauhi segala perilaku maksiat yang akan menjauhkan manusia dari Allah SWT. Sebagian ulama menerangkan bahwa Taqwa adalah ketaatan hamba kepada Allah, yang dilakukan oleh masa lalu hingga masa sekarang. Firman Allah SWT :

"Bahwa sesungguhnya Kami telah mewasiatkan kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum kalian dan demikian juga kepada kalian, agar kalian selalu berTaqwa kepada Allah." Al-Qur'anul Karim menjelaskan pengertian Taqwa dalam beberapa ayat sebagai berikut :

"Taqwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwasannya Allah bersama orang-orang yang Taqwa." Allah menyampaikan pelajaran bagi orang yang Taqwa dengan pengetahuan ladunni

"BerTaqwalah kepada Allah, Allah akan mengajarmu dengan (ilmu) karena Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." Mendapat jalan keluar dari bermacam-macam masalah.

"Barangsiapa yang berTaqwa kepada Allah, niscaya akan diberikan kepadanya jalan keluar serta rizki melalui jalan yang tidak terduga. Barangsiapa yang berTaqwa kepadanya, dan barangsiapa yang berTaqwa kepada Allah, ia ak ditutupi kesalahannya dan dilipatgandakan pahalanya." Mendapat anugerah surga.

"Sesungguhnya orang-orang yang Taqwa berada di surga yang mengalir sungaisungai." Sebagai orang-orang mulia.

"Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu adalah orang yang paling Taqwa." Dalam kaitan kehidupan manusia berarti sebuah upaya untuk menjadikan diri seseorang dalam keadaan selalu terpelihara dari sesuatu yang menakutkan. Pengertian ini sekaligus menggambarkan tentang hakikat dan esensi taqwa. Dalam kondisi tertentu takut disebut taqwa. Juga sebaliknya, sesuai dengan konteksnya, taqwa disebut takut.

Maka dalam istilah syari taqwa di lukiskan sebagai upaya menjaga diri dari sesuatu yang menimbulkan dosa, yaitu dengan jalan menimbulkan apa saja yang dilarang Allah, bahkan meninggalkan sesuatu, yang sebenarnya tidak dilarang, karena semata mata takut terjerumus ke dalam sesuatu yang dilarang atau dosa. Memang perbuatan dosa bukan hanya membahayakan pelakunya tetapi juga membahayakan orang lain. Sedangkan Al-Jurjani (Kitab Al-Tarifat) menyebutkan Taqwa diartikan sebagai tindakan melindungi. Berarti Taqwa itu merupakan upaya pembentengan diri, dengan ketaatan yang total kepada Allah, dari segala bentuk hukuman Nya. Disini posisi taqwa menjadi benteng yang dapat melindungi dari segala sesuatu yang menyebabkan seseorang terkena hukuman (uqubah), baik yang menyangkut sesuatu yang harus dilakukan atau sesuatu yang harus ditinggalkan. Selanjutnya Al-Jurjani menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan taqwa dalam taat adalah ikhlas. Sedangkan yang dimaksud dengan taqwa terhadap masiat adalah meninggalkan masiat dan waspada terhadapnya. Atas dasar pengertianpengertian tersebut, maka taqwa yang biasa diartikan sebagai proses menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah, merupakan sebuah upaya manusia dalam menyelaraskan seluruh dimensi kehidupannya dengan pola dasar kehendak Allah yang dimanifestasikan dalam bentuk hukum transeden yang ditentukan dalam keseluruhan ayat-ayat dalam kandungan Al-Quran dan

kemenyeluruhan sunnah Rasulullah SAW beserta ajarannya. Karena itu taqwa yang merupakan buah ibadah (pengabdian hanya kepada Allah SWT yang menjadi tujuan eksistensial penciptaannya) dijadikan sebagai misi kenabian yang bersifat langgeng. Seluruh dimensi ibadah merupakan tangga maju ketaqwaan. Sedangkan ibadah yang membuahkan taqwa adalah ibadah yang dilandasi tauhid, sebuah keyakinan dan kesaksian bahwa tidak ada Ilah, yang patut disembah selain Allah. Keyakinan ini merupakan pandangan umum tentang realitas wujud, Al-Khaliq yaitu Allah SWT yang kekal, pencipta alam semesta beserta aturan dan permainannya. Al-Khaliq dan Al-makhluq mutlak berbeda dalam wujud maupun dalam eksistensinya. Pada prinsipnya ketaqwaan seorang adalah apabila ia menjadikan suatu pelindung antara dirinya dengan apa yang ia takuti. Maka ketaqwaan seorang hamba

kepada Rabbnya adalah apabila ia menjadikan antara dirinya dan apa yang ia takuti dari Rabb (berupa kemarahan, siksa, murka) suatu penjagaan/pelindung darinya. Yaitu dengan menjalankan ketaatan dan menjauhi kemaksiatan. Kata Taqwa juga sering digunakan untuk istilah menjaga diri atau menjauhi halhal yang diharamkan, sebagaimana dikatakan oleh Abu Hurairah Radhiallaahu anhu ketika ditanya tentang Taqwa, beliau mengata-kan, Apakah kamu pernah melewati jalanan yang berduri? Si penanya menjawab, Ya. Beliau balik bertanya, Lalu apa yang kamu lakukan? Orang itu menjawab, Jika aku melihat duri, maka aku menyingkir darinya, atau aku melompatinya atau aku tahan langkah. Maka berkata Abu Hurairah, Seperti itulah Taqwa.

B. Ciri-Ciri Orang Bertaqwa Allah SWT menguraikan tanda-tanda orang yang taqwa, dalam Surat AliImran Ayat 134: (yaitu) Orang-orang yang berinfaq (karena Allah SWT), baik diwaktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mereka yang pemaaf terhadap (kesalahan) manusia. Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebajikan. Dalam surat al baqarah Allah memberikan petunjuk buat orang yang bertaqwa, dengan ciri sebagai berikut: Beriman kepada Allah, hari akhirat,malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, hal-hal yang ghaib, mendirikan salat, menafkahkan sebagaian rezeki yang Allah berikan kepadanya, beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu (Muhammad saw) dan sebelummu, yakin kepada hari akhirat, membebaskan perbudakan, memenuhi janji bila berjanji, bersabar dalam dalam

kesengsaraan,penderitaan dan dalam waktu peperangan. Dalam surat Ali 'Imran 133 135 dijelaskan, "Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhan mu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang bertaqwa, yaitu: Orang-orang yang menafkahkan (hartanya) pada waktu lapang maupun sempit, orang-orang yang menahan amarahnya, orang-orang yang memaafkan kesalahan orang lain dan (juga) orang-orang yang apabila

berbuat keji atau zalim terhadap dirinya, mereka ingat kepada ALlah dan memohon ampun atas dosa-dosanya. Dan Mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu. Marilah terlebih dahulu kita coba memahami apakah itu Taqwa. Taqwa memiliki tiga tingkatan. Ketika seseorang melepaskan diri dari kekafiran dan mengadaadakan sekutu-sekutu bagi Allah, dia disebut orang yang taqwa. Didalam pengertian ini semua orang beriman tergolong taqwa meskipun mereka masih terlibat beberapa dosa. Jika seseorang menjauhi segala hal yang tidak disukai Allah SWT dan RasulNya (SAW), ia memiliki tingkat taqwa yang lebih tinggi. Yang terakhir, orang yang setiap saat selalu berupaya menggapai cinta Allah SWT, ia memiliki tingkat taqwa yang lebih tinggi lagi. Allah SWT menjelaskan dalam Surat AliImran Ayat 102: Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa kepada-Nya, dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim (beragama Islam). Allah SWT juga telah menjabarkan berbagai ciri-ciri orang yang benar-benar taqwa. Mereka menafkahkan rizkinya di jalan Allah SWT dalam keadaan lapang maupun sempit. Dengan kata lain, jika mereka memiliki uang seribu dollar diinfaqkannya paling tidak satu dollar, dan jika hanya memiliki seribu sen mereka infaqkan satu sen. Menafkahkan rizki di jalan Allah SWT adalah jalan-hidup mereka. Allah SWT (atas kehendakNya) menjauhkan mereka dari kesulitan (bala) kehidupan lantaran kebajikan yang mereka perbuat ini. Lebih dari itu, seseorang yang suka menolong orang lain tidak akan mengambil atau memakan harta orang lain, malahan ia lebih suka berbuat kebaikan bagi sesamanya. Aisyah RA sekali waktu pernah menginfaqkan sebutir anggur karena pada waktu itu ia tidak memiliki apa-apa lagi. Beberapa muhsinin (orang yang selalu berbuat baik) menginfaqkan sebutir bawang. Nabi Muhammad SAW bersabda: Selamatkanlah dirimu dari api nereka dengan berinfaq, meskipun hanya dengan sebutir kurma. (Bukhari & Muslim) Didalam Tafsir Kabir Imam Razi diceritakan bahwa suatu kali Nabi Muhammad SAW mengajak umatnya untuk berinfaq. Beberapa dari mereka memberikan emas dan perak. Seseorang datang hanya menyerahkan kulit kurma, Saya tak memiliki selain ini. Seorang lain lagi mengatakan kepada Nabi Muhammad SAW,

Saya tak punya apapun untuk diinfaqkan. Saya infaqkan harga-diri saya. Jika ada seseorang menganiaya atau mencaci-maki saya, saya tidak akan marah. Demikianlah, kita dapat mengambil pelajaran bahkan orang miskin pun terbiasa memberikan apapun yang dia miliki untuk menolong orang lain di masa hidup Rasulullah SAW. Ayat diatas tidak menjelaskan apa yang harus diinfaqkan. Berinfaq tidak hanya berarti sebagian dari hartanya tetapi juga waktu dan keahlian. Ada kebijaksanaan yang besar dalam penjabaran mengenai mukmin yang shaleh yang berinfaq dikala lapang maupun sempit. Kebanyakan orang melupakan Allah SWT ketika berada dalam keadaan sangat lapang. Mereka juga lupa kepada Allah SWT dikala sempit karena terlalu larut dalam kesedihan menanggung kesempitannya. Seorang penyair berbahasa urdu berujar, Jangan menganggap seseorang itu terpelajar bilamana ia melupakan Allah SWT diwaktu ia kaya, tidak takut kepada Allah SWT ketika ia sedang marah. Allah SWT menyatakan bahwa tanda ketaqwaan mukmin yang lain adalah mereka yang mampu bersikap baik terhadap sesama manusia. Ketika Imam Baihaqi RA menjelaskan ayat ini, ia mengisahkan sebuah peristiwa. Dikatakannya, Suatu ketika Ali bin Hussain RA sedang berwudhu dan pelayannya yang menuangkan air ke tangannya menggunakan bejana. Bejana terlepas dari pegangan pelayan itu dan jatuh mengenai Ali. Sang pelayan menangkap kekecewaan di wajah Ali. Dengan cerdiknya sang pelayan membaca ayat tentang keadaan diatas kata demi kata. Ketika sampai pada kalimat orang yang taqwa mengendalikan amarahnya Ali RA menelan amarahnya. Ketika sampai pada mereka memaafkan orang lain Ali RA berkata, Aku memaafkanmu Dan ketika dibacakan bahwa Allah SWT mencintai mereka yang bersikap baik kepada orang yang melakukan kesalahan, Ali memerdekakannya. Memaafkan orang lain akan mendapatkan pahala yang besar di Hari Pembalasan. Nabi Muhammad SAW bersabda, Allah SWT akan memberikan pengumuman di Hari Pembalasan, barang siapa yang memiliki hak atas Allah SWT agar berdiri sekarang. Pada saat itu berdirilah orang-orang yang memaafkan orang-orang kejam yang menganiaya mereka. Nabi Muhammad SAW juga bersabda, Barang siapa berharap mendapatkan istana yang megah di surga dan berada di tingkatan yang tinggi dari surga, hendaknya mereka mengerjakan hal berikut ini:

Memaafkan

orang-orang

yang

berbuat

aniaya

kepada

mereka.

Memberi hadiah kepada orang yang tidak pernah memberi hadiah kepada mereka. Jangan menghindari pertemuan dengan orang-orang yang dengan sengaja memutuskan hubungan dengan mereka. Dalam kesempatan ini tidaklah salah tempat untuk mengingatkan anda bahwa sesama Muslim hendaknya saling memberi hadiah sesering mungkin sesuka mereka. Hal ini hendaklah menjadi kebiasaan, dan janganlah membatasi di hari-hari spesial sebagaimana yang dilakukan orang-orang yang tidak beriman pada perayaan Natal dan Pernyataan Syukur (thanksgiving). Allah SWT memberi petunjuk dengan sangat indah bagaimana hendaknya kita berperilaku terhadap musuh-musuh kita yang paling jahat dalam Surat Fushshilat Ayat 34: Tidaklah sama perbuatan baik dengan perbuatan jahat. Jika kamu membalas perbuatan jahat dengan kebaikan, maka musuh-musuhmu yang paling keras akan menjadi teman karib dan sejawatmu. Suatu ketika, seseorang berbuat kasar dan mencaci-maki Imam Abu Hanifah. Beliau tidak membalas dengan sepatah-katapun padanya. Ia pulang ke rumah dan mengumpulkan beberapa hadiah, lalu pergi mengunjungi orang tersebut. Imam Abu Hanifah memberikan hadiah-hadiah itu kepadanya dan berterimakasih atas perlakuan orang itu kepadanya seraya berkata: Kamu telah berbuat untukku hal yang sangat aku sukai, yaitu memindahkan catatan perbuatan baikmu menjadi catatan perbuatan baikku dengan cara berlaku kasar seperti tadi kepadaku. Lebih lanjut Allah SWT berfirman didalam Surat AliImran Ayat 135 dan 136, menambahkan tanda-tanda ketaqwaan orang-orang beriman. Ketika mereka (orang-orang beriman) itu terlanjur berbuat jahat atau aniaya, mereka ingat kepada Allah dan memohon ampun atas dosa-dosa mereka, dan tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosa kecuali Allah. Dan mereka tidak tetap berbuat aniaya ketika mereka mengetahui. Untuk mereka balasannya adalah ampunan dari Tuhan mereka, dan surga yang mengalir sungai-sungai, sedangkan mereka kekal didalamnya. Itulah sebaik-baik pahala atas amal-perbuatan mereka. Perhatikanlah bahwa dalam ayat ini ampunan Allah SWT mendahului balasan masuk surga. Maka, dari ayat ini jelaslah bahwa untuk masuk surga haruslah melalui

ampunan dan kasih-sayang Allah SWT dan bukan tergantung pada amal-perbuatan kita saja. Perlu juga kita garis- bawahi, Allah SWT berfirman bahwa bobot surga itu jauh lebih berharga dari gabungan bumi dan seluruh langit. Hal ini bisa memberikan pengertian lain dari ayat ini. Jika lebar surga sama dengan lebar langit dan bumi, bagaimanakah dengan panjangnya, sedangkan ukuran panjang selalu lebih besar daripada lebar. Singkat kata, ayat ini memberikan pernyataan bahwa surga itu telah dipersiapkan bagi orang-orang beriman yang telah mencapai tingkat taqwa. Menurut beberapa ulama muslim yang termasyhur, surga itu berada diatas langit ke-tujuh dan jiwa para syuhada telah menikmati surga sebagai hasil dari perjuangan mereka. Itulah beberapa tauladan yang dapat mengangkat martabat kita sebagai pribadi yang bertaqwa, yang mampu menjaga dan memelihara suatu pesan moral dalam Al-Quran dari TuhanNya, sehingga menjadi pribadi yang berakhlak mulia. C. Korelasi Iman Dan Taqwa Membentuk kepribadian yang utuh lahir dan bathin mutlak diperlukan dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang bertanggung jawab. Pengembangan kepribadian tersebut perlu dilakukan dengan berbagai usaha antara lain dengan memadukan unsur jiwa korsa, karya, iman taqwa, budaya dan olahraga. Korsa , karya dan olahraga menyangkut kepentingan lahir (fisik material) sedangkan iman taqwa menyangkut kepentingan batin (mental spiritual) agar dalam berperilaku tidak mudah diperbudak syaitan. Pada dasarnya moral adalah realisasi kepribadian (mental), bukan hasil perbuatan pikiran. Sepanjang akal sehat yang bicara, maka kesenangan dunia menjadi sesuatu yang paling menarik. Andaisaja kita memiliki kesempatan untuk menghayati perjalanan hidup manusia dari masa kemasa maka kita akan menemukan bentuk kehidupan yang unik dan beraneka ragam. Mereka berjalan dan terus berjalan mengikuti keinginannya, lurus berkelok naik turun dan baru terhenti diujung kematian. Catatan perjalanan manusia yang bervariatif tersebut semuanya bertujuan untuk menemukan kehidupan yang bahagia. Tak bisa disangkal selama hayat masih berkembang walau sudah lanjut usia, walau SK pensiun sudah diterima namun naluri mendorong manusia

untuk terus memiliki semangat kerja memenuhi kepuasan batinnya dalam mencintai dunia. Nafsu duniawi yang umum diburu manusia adalah harta benda, emas berlian, kendaraan yang bagus, rumah mewah, tanah yang luas, kedudukan yang terhormat, kenikmatan seksual dan lain sebagainya. Pangkal kesenangan inilah yang memicu manusia menjadi lupa diri dan lupa amanah. Memang Islam tidak menutup apalagi membunuh naluri manusia untuk mengejar kesenangan dunia, sama sekali tidak. Islam menuntun umatnya untuk menyelaraskan naluri itu dengan kepribadian agar tetap berada pada norma batas kepatutan yang telah digariskan oleh agama. Naluri kesenangan dunia tanpa ada kendali agama sangat membahayakan kehidupan manusia, bukan hanya terbatas kepada seseorang saja melainkan bisa berakibat pada kerugian perusahaan, kerusakan lingkungan dan pelestarian alam, kerusakan tata kehidupan berbangsa dan bernegara. Sejarah telah menunjukkan kepada kita betapa tragisnya nasib negara yang kita cintai ini akibat korupsi, kolusi dan nepotisme telah membudaya diberbagai sektor usaha dan pemerintahan. Hanya dalam kurun waktu beberapa bulan berjuta rakyat (mayoritas muslim) menjadi miskin, tidak punya kemampuan menghidupi keluarganya. Alangkah ironisnya pemandangan di seputar pinggiran ibu kota Jakarta. Setiap ada pembagian sembako terlihat bahwa yang ngantri banyak yang memakai kerudung, jilbab dan peci haji. Tentu suatu pemandangan yang sangat menyentuh hati kita sebagai seorang muslim. Memang betapa tragisnya jika iman dan taqwa tidak lagi dijadikan pagar dalam pertumbuhan naluri hingga bebas tanpa batas tertuju pada kesenangan duniawi semata. Kesenangan dunia acapkali membawa ketegangan dan keonaran, kekacauan dan kekalutan bahkan mengganggu dinamikanya hidup dan kehidupan manusia dalam bermasyarakat. Dorongan untuk memenuhi hajat hidup memang fitrah manusia. Disatu sisi kita harus bisa menghindari kefakiran dan kemiskinan namun disisi lain nafsu untuk berebut hidup bukanlah cara yang terpuji. Seseorang yang memiliki tingkat keimanan dan ketaqwaan yang tinggi maka ia akan lebih banyak menanam potensi positif yang ada pada dirinya sehingga ia dapat diandalkan untuk lebih banyak melakukan amal kebajikan dalam mengembangkan nilainilai hidupnya. Di GBHN, di Pramuka, di ABRI, di KORPRI dan hampir diseluruh

kegiatan organisasi kemasyarakatan, kata iman dan taqwa dijadikan mahkota, fundamen dasar-dasar kebajikan sejati. Karena untuk bisa memiliki akhlak yang baik, orang harus sanggup membersihkan kotornya hati dan rusaknya pikiran sehingga ia akan memiliki derajat yang tinggi. Nilai kebaikan tersebut merupakan makna dari kehidupan manusia yang diisi dengan keimanan dan keimanan belum dikatakan sempurna apabila belum dilengkapi dengan ketaqwaan. Namun apa sebenarnya iman dan taqwa itu? Iman adalah kepercayaan yang tertanam didalam hati seseorang terhadap adanya hal-hal yang ghaib yaitu : a. Allah SWT b. Malaikat hamba Allah yang tawadhu dan selalu bertasbih kepadaNya c. Kitab ( Wahyu Allah) d. Nabi utusan Allah penyampai risalah tauhid e. Hari akhir, hari penghisaban amal perbuatan manusia dan merupakan hari yang ditunggu-tunggu bagi orang yang bertaqwa f. Takdir dan ketentuan Allah. Allah SWT senantiasa menjunjung tinggi ketingkat yang lebih atas terhadap siapa saja yang mau meningkatkan keimanan dan ketaqwaannya. Untuk itu teramat penting bagi kita untuk terus menjaga dan memelihara iman dan taqwa kita agar kita bisa terhindar dari berbagai macam cobaan, terhindar dari beraneka ragam godaan yang datang dari segala penjuru, setiap saat dan tak mengenal waktu. Sebagai seorang muslim janganlah mudah meratap jika ada musibah dan jangan sedih kalau ada bahaya menimpa. Ingat pada Allah yang Kuasa sebab Dialah yang mengatur segalanya. Apa yang dijalaninya sudah tertera dalam suratan sesuai dengan qadha dan qadar Nya. Manusia hanya merencana dan berusaha namun Allah yang menentukan segalanya. Sedangkan Taqwa adalah urusan hati dan merupakan hal yang rahasia sehingga hakikat taqwa adalah menjauhkan dan memelihara diri dari laknat Allah, caranya adalah: a. Mentaati perintah Allah dengan beramal shaleh untuk mendapatkan ridho Allah b. Menjauhi larangan Nya agar terhindar dari hukuman Allah

c. Menjaga diri dari segala sesuatu yang berakibat negatif sehingga tidak terjerumus kepada perkara dosa d. Bersedia membersihkan diri dari berbagai tindakan yang diharamkan Keteguhan iman dan ketentraman jiwa dapat diperoleh melalui : a. Doa kepada Allah agar hati yang bersih ini tetap terjaga dan terhindar dari segala godaan syaitan, jin dan manusia b. Memperbanyak dzikir kepada Allah karena dzikrullah merupakan benteng yang kokoh, melonggarkan jiwa dan menenteramkan hati. c. Membiasakan diri membaca Al Quran karena Al Quran sesungguhnya adalah kamus kehidupan. Pada prinsipnya taqwa adalah memanatapkan ketauhidan yaitu pernyataan diri tiada Tuhan selain Allah, tiada sekutu bagi Nya, segala perintah Nya wajib kita laksanakan dan segala laranggannya wajib kita tinggalkan. Kadar taqwa inilah yang mementukan mulia atau rendahnya diri manusia dihadapan Allah SWT. Taqwa mendorong manusia untuk bisa bekerja sama dalam kebaikan dan selalu menolak suatu kegiatan yang mendatangkan dosa. Derajat taqwa lebih tinggi bila dibandingkan dengan derajat iman, sebab orang yang beriman belum tentu bertaqwa, tapi orang yang bertaqwa berarti tingkat keimanannya cukup tinggi. Banyak orang beriman tapi tidak mau beramal shaleh, misalnya tidak mau mengerjakan sholat, tidak mau membayar zakat dan lain sebagainya sehingga ada seruan agar orang yang telah beriman lengkapilah dengan taqwa. Taqwa terletak dihati manusia yang berakal. Kombinasi gerak antara otak dan hati inilah yang menjadikan orang tergerak untuk bertaqwa kepada Allah atau bahkan menentang perintah Nya. Menyadari bahwa tingkat keimanan dan ketaqwaan seseorang sangatlah fluktuatif, terkadang naik terkadang turun bahkan bisa hilang sama sekali maka pemeliharaan dan upaya peningkatan ketaqwaan harus selalu dipupuk dan ditumbuh kembangkan dalam hati dengan selalu melihat, mendengar dan mengikuti kegiatan-

kegiatan yang positif dan jauhkanlah pikiran apalagi perbuatan dari hal-hal yang negatif walau sekecil apapun. Itulah sebabnya maka dalam aplikasi kehidupan sehari-hari, dalam bekerja, dalam berumah tangga, bermasyarakat, menjalin cinta kasih, mencari ilmu, mencari nafkah dan menafkahkan harta serta tolong menolong diantara sesama harus dilandasi iman dan taqwa. Perwujudan taqwa akan memancar dalam kehidupan sehari-hari yaitu dengan amal shaleh, taat menjalankan perintah Allah dan berbuat kebajikan dengan sesamanya. Dijelaskan bahwa penuh dengan kesungguhan Allah yang Rahman dan Rahim sangat mencintai hambanya yang taqwa. Siapa yang menyuruh kita beriman dan bertaqwa? Tidak lain adalah Allah yang Maha Kuasa. Kalau demikian maka siapa yang tidak mau melaksanakan dan dengan alasan apapun berita-berita kebenaran yang telah ditebarkan ditengah keramaian kehidupan manusia pasti akan mengalami kesengsaraan kelak diakhirat nanti dengan penuh kepedihan dan bagi yang bertaqwa kepada Allah maka kelak akan menikmati kemuliaan, keindahan dan kenyamananan tanpa batas ditempat yang sangat terhormat yaitu Taman Firdaus Sorga Jannatun Naim. Selagi masih diberi kesempatan, dunia adalah tempatnya beramal shaleh, bertobat memohon ampunan, menyatakan iman dan melaksanakan ketaqwaan, memanjatkan doa memuji kebesaran Nya, sedangkan diakhirat adalah tempat menerima balasan dari segala apa yang telah kita perbuat. Untuk itu jangan sampai waktu yang hanya sebentar dan terbatas ini diisi dengan kegiatan yang tidak ada manfaatnya. Jadikan hidup ini penuh dengan kedamaian. Hiasilah rumah kita dengan nuansa Islami, suasana yang apik, sehat, bersih, indah, rapi, asri dan sejuk penuh dengan keteduhan dan ketenangan. Semua itu kita lakukan demi menjalankan perintah Allah dan sebagai rasa syukur karena diberi nikmat kehidupan didunia ini.

BAB III PENUTUP

Berdasarkan pembahasan di atas, terkait dengan konsep taqwa dan perilaku manusia dalam kehidupan, maka kesimpulan dapat diuraikan berikut ini.

segala mereka yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sempurna-sempurna taqwa (laksanakan seluruh kewajiban dan jauhilah segala yang dilarang). Yakni, wajib atasmu bertaqwa akan Allah dengan taqwa yang sebenar-benarnya, yaitu mengerjakan segala perintah Nya dan wajib menjauhi segala larangannya. Iman dan Taqwa yang bersemayam kokoh dalam lubuk hati manusia dapat memancarkan segala mata air kebaikan, melahirkan segala daya dan upaya, memupuk ketinggian cita-cita, memperkokoh tekad dan kemauan, memudahkan segala gerak dan langkah, meringankan beban dan rintangan, menjauhi semua bentuk kesalahan dan menerangi perjalanan kehidupan, serta melahirkan jiwa yang ikhlas. Puncaknya, orang-orang yang bertaqwa, akan memperoleh kepemihakan Allah SWT dalam seluruh dimensi kehidupan.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad. 2008. Pengertian Taqwa dan Urgensinya. http://haroqi.multiply.com. Diakses tanggal 25 april 2011. Anonim. 2008. Hakikat Takwa .http://indahnyabersabar.wordpress.com. Diakses tanggal 25 april 2011. Budi. 2008. Taqwa. http://alhijroh.net/. Diakses tanggal 25 april 2011. Ghazali, Muhtar. 2008. Taqwa dan Implikasinya. http://Muchtar.Taqwa.php Diakses tanggal 25 april 2011. Komar. 2010. Taqwa. http://hanyakomar.wordpress.com. Diakses tanggal 25 april 2011.

Pendidikan Agama Islam

TAQWA DAN PERILAKU MANUSIA

Oleh: Risqiyatur Rahmah Yoshi Ananda Putri Devi Indah Permatasari Kobar Septyanus Destrika Kumalasari Nurvita Dewi (070110191043) (100210102086) (100210102091) (100210102092) (100210102095) (100210102096)

UNIVERSITAS J E M B E R 2011

DAFTAR ISI BAB 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ........................................................................ B. Rumusan Masalah ................................................................... C. Tujuan Penulisan ..................................................................... D. Metode Penulisan..................................................................... 2 2 2 3

BAB 2. PEMBAHASAN A. Pengertian Taqwa ................................................................... B. Ciri-ciri Orang Bertaqwa ....................................................... C. Korelasi Iman Dan Taqwa ..................................................... BAB 3. PENUTUP DAFAR PUSTAKA .............................................................................. .............................................................................. 4 7 11 15 16

You might also like