You are on page 1of 10

Sejarah Plastik Sejak tahun 1950-an plastik menjadi bagian penting dalam hidup manusia.

Plastik digunakan sebagai bahan baku kemasan, tekstil, bagian-bagian mobil dan alat-alat elektronik. Dalam dunia kedokteran, plastik bahkan digunakan untuk mengganti bagian-bagian tubuh manusia yang sudah tidak berfungsi lagi. Pada tahun 1976 plastik dikatakan sebagai materi yang paling banyak digunakan dan dipilih sebagai salah satu dari 100 berita kejadian pada abad ini. Plastik pertama kali diperkenalkan oleh Alexander Parkes pada tahun 1862 di sebuah ekshibisi internasional di London, Inggris. Plastik temuan Parkes disebut parkesine ini dibuat dari bahan organik dari selulosa. Parkes mengatakan bahwa temuannya ini mempunyai karakteristik mirip karet, namun dengan harga yang lebih murah. Ia juga menemukan bahwa parkesine ini bisa dibuat transparan dan mampu dibuat dalam berbagai bentuk. Sayangnya, temuannya ini tidak bisa dimasyarakatkan karena mahalnya bahan baku yang digunakan. Pada akhir abad ke-19 ketika kebutuhan akan bola biliar meningkat, banyak gajah dibunuh untuk diambil gadingnya sebagai bahan baku bola biliar. Pada tahun 1866, seorang Amerika bernama John Wesley Hyatt, menemukan bahwa seluloid bisa dibentuk menjadi bahan yang keras. Ia lalu membuat bola biliar dari bahan ini untuk menggantikan gading gajah. Tetapi, karena bahannya terlalu rapuh, bola biliar ini menjadi pecah ketika saling berbenturan. Bahan sintetis pertama buatan manusia ditemukan pada tahun 1907 ketika seorang ahli kimia dari New York bernama Leo Baekeland mengembangkan resin cair yang ia beri nama bakelite. Material baru ini tidak terbakar, tidak meleleh dan tidak mencair di dalam larutan asam cuka. Dengan demikian, sekali bahan ini terbentuk, tidak akan bisa berubah. Bakelite ini bisa ditambahkan ke berbagai material lainnya seperti kayu lunak. Tidak lama kemudian berbagai macam barang dibuat dari bakelite, termasuk senjata dan mesin-mesin ringan untuk keperluan perang. Bakelite juga digunakan untuk keperluan rumah tangga, misalnya sebagai bahan untuk membuat isolasi listrik. Rayon, suatu modifikasi lain dari selulosa, pertama kali dikembangkan oleh Louis Marie Hilaire Bernigaut pada tahun 1891 di Paris. Ketika itu ia mencari suatu cara untuk membuat sutera buatan manusia dengan cara mengamati ulat sutera. Namun, ada masalah dengan rayon temuannya ini yaitu sangat mudah terbakar. Belakangan masalah ini bisa diatasi oleh Charles Topham. Demam Plastik Tahun 1920 ditandai dengan demam plastik. Wallace Hume Carothers, ahli kimia lulusan Universitas Harvard yang mengepalai DuPont Lab, mengembangkan nylon yang pada waktu itu disebut Fiber 66. Fiber ini menggantikan bulu binatang untuk membuat sikat gigi dan stoking sutera. Pada

tahun 1940-an nylon, acrylic, polyethylene, dan polimer lainnya menggantikan bahan-bahan alami yang waktu itu semakin berkurang. novasi penting lainnya dalam plastik yaitu penemuan polyvinyl chloride (PVC) atau vinyl. Ketika mencoba untuk melekatkan karet dan metal, Waldo Semon, seorang ahli kimia di perusahaan ban B.F. Goodrich menemukan PVC. Semon juga menemukan bahwa PVC ini adalah suatu bahan yang murah, tahan lama, tahan api dan mudah dibentuk. Pada tahun 1933, Ralph Wiley, seorang pekerja lab di perusahaan kimia Dow, secara tidak sengaja menemukan plastik jenis lain yaitu polyvinylidene chloride atau populer dengan sebutan saran. Saran pertama kali digunakan untuk peralatan militer, namun belakangan diketahui bahwa bahan ini cocok digunakan sebagai pembungkus makanan. Saran dapat melekat di hampir setiap perabotan seperti mangkok, piring, panci, dan bahkan di lapisan saran sendiri. Tidak heran jika saran digunakan untuk menyimpan makanan agar kesegaran makanan tersebut terjaga. Pada tahun yang sama, dua orang ahli kimia organik bernama E.W. Fawcett dan R.O. Gibson yang bekerja di Imperial Chemical Industries Research Laboratory menemukan polyethylene. Temuan mereka ini mempunyai dampak yang amat besar bagi dunia. Karena bahan ini ringan serta tipis, pada masa Perang Dunia II bahan ini digunakan sebagai pelapis untuk kabel bawah air dan sebagai isolasi untuk radar. Pada tahun 1940 penggunaan polyethylene sebagai bahan isolasi mampu mengurangi berat radar sebesar 600 pounds atau sekitar 270 kg. Setelah perang berakhir, plastik ini menjadi semakin populer. Saat ini polyethylene digunakan untuk membuat botol minuman, jerigen, tas belanja atau tas kresek, dan kontainer untuk menyimpan makanan. Kemudian pada tahun 1938 seorang ahli kimia bernama Roy Plunkett menemukan teflon. Sekarang teflon banyak digunakan untuk melapisi peralatan memasak sebagai bahan antilengket. Selanjutnya, seorang insinyur Swiss bernama George de Maestral sangat terkesan dengan suatu jenis tumbuhan yang menggunakan ribuan kait kecil untuk menempelkan dirinya. Lalu pada tahun 1957 de Maestral meniru tumbuhan tersebut untuk membuat Velcro atau perekat dari bahan nylon.

Pengolahan Limbah Plastik Dengan Metode Daur Ulang (Recycle)

Akibat dari semakin bertambahnya tingkat konsumsi masyarakat serta aktivitas lainnya maka bertambah pula buangan/limbah yang dihasilkan. Limbah/buangan yang ditimbulkan dari aktivitas dan konsumsi masyarakat sering disebut limbah domestik atau sampah. Limbah tersebut menjadi permasalahan lingkungan karena kuantitas maupun tingkat bahayanya mengganggu kehidupan makhluk hidup lainnya. Selain itu aktifitas industri yang kian meningkat tidak terlepas dari isu lingkungan. Industri selain menghasilkan produk juga menghasilkan limbah. Dan bila limbah industri ini dibuang langsung ke lingkungan akan menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan. Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga, yang lebih dikenal sebagai sampah), yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis.Jenis limbah pada dasarnya memiliki dua bentuk yang umum yaitu; padat dan cair, dengan tiga prinsip pengolahan dasar teknologi pengolahan limbah; Limbah dihasilkan pada umumnya akibat dari sebuah proses produksi yang keluar dalam bentuk %scrapt atau bahan baku yang memang sudah bisa terpakai. Dalam sebuah hukum ekologi menyatakan bahwa semua yang ada di dunia ini tidak ada yang gratis. Artinya alam sendiri mengeluarkan limbah akan tetapi limbah tersebut selalu dan akan dimanfaatkan oleh makhluk yang lain. Prinsip ini dikenal dengan prinsip Ekosistem (ekologi sistem) dimana makhluk hidup yang ada di dalam sebuah rantai pasok makanan akan menerima limbah sebagai bahan baku yang baru. Limbah Plastik Nama plastik mewakili ribuan bahan yang berbeda sifat fisis, mekanis, dan kimia. Secara garis besar plastik dapat digolongkan menjadi dua golongan besar, yakni plastik yang bersifat thermoplastic dan yang bersifat thermoset. Thermoplastic dapat dibentuk kembali dengan mudah dan diproses menjadi bentuk lain, sedangkan jenis thermoset bila telah mengeras tidak dapat dilunakkan kembali. Plastik yang paling umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah dalam bentuk thermoplastic. Seiring dengan perkembangan teknologi, kebutuhan akan plastik terus meningkat. Data BPS tahun 1999 menunjukkan bahwa volume perdagangan plastik impor Indonesia, terutama polipropilena (PP) pada tahun 1995 sebesar 136.122,7 ton sedangkan pada tahun 1999 sebesar 182.523,6 ton, sehingga dalam kurun waktu tersebut terjadi peningkatan sebesar 34,15%. Jumlah tersebut diperkirakan akan terus meningkat pada tahun-tahun selanjutnya. Sebagai konsekuensinya, peningkatan limbah plastikpun tidak terelakkan. Menurut Hartono (1998) komposisi sampah atau limbah plastik yang dibuang oleh setiap rumah tangga adalah 9,3% dari total sampah rumah tangga. Di Jabotabek rata-rata setiap pabrik menghasilkan satu ton limbah plastik setiap minggunya. Jumlah tersebut akan terus bertambah, disebabkan sifat-sifat yang dimiliki plastik, antara lain tidak dapat membusuk, tidak terurai secara alami, tidak dapat menyerap air, maupun tidak dapat berkarat, dan pada akhirnya akhirnya menjadi masalah bagi lingkungan. (YBP, 1986).

Plastik juga merupakan bahan anorganik buatan yang tersusun dari bahan-bahan kimia yang cukup berahaya bagi lingkungan. Limbah daripada plastik ini sangatlah sulit untuk diuraikan secara alami. Untuk menguraikan sampah plastik itu sendiri membutuhkan kurang lebih 80 tahun agar dapat terdegradasi secara sempurna. Oleh karena itu penggunaan bahan plastik dapat dikatakan tidak bersahabat ataupun konservatif bagi lingkungan apabila digunakan tanpa menggunakan batasan tertentu. Sedangkan di dalam kehidupan sehari-hari, khususnya kita yang berada di Indonesia,penggunaan bahan plastik bisa kita temukan di hampir seluruh aktivitas hidup kita. Padahal apabila kita sadar, kita mampu berbuat lebih untuk hal ini yaitu dengan menggunakan kembali (reuse) kantung plastik yang disimpan di rumah. Dengan demikian secara tidak langsung kita telah mengurangi limbah plastik yang dapat terbuang percuma setelah digunakan (reduce). Atau bahkan lebih bagus lagi jika kita dapat mendaur ulang plastik menjadi sesuatu yang lebih berguna (recycle). Bayangkan saja jika kita berbelanja makanan di warung tiga kali sehari berarti dalam satu bulan satu orang dapat menggunakan 90 kantung plastik yang seringkali dibuang begitu saja. Jika setengah penduduk Indonesia melakukan hal itu maka akan terkumpul 90125 juta=11250 juta kantung plastik yang mencemari lingkungan. Berbeda jika kondisi berjalan sebaliknya yaitu dengan penghematan kita dapat menekan hingga nyaris 90% dari total sampah yang terbuang percuma. Namun fenomena yang terjadi adalah penduduk Indonesia yang masih malu jika membawa kantung plastik kemana-mana. Untuk informasi saja bahwa di supermarket negara China, setiap pengunjung diwajibkan membawa kantung plastik sendiri dan apabila tidak membawa maka akan dikenakan biaya tambahan atas plastik yang dikeluarkan pihak supermarket. Pengelolaan Limbah Plastik Dengan Metode Recycle (Daur Ulang) Pemanfaatan limbah plastik merupakan upaya menekan pembuangan plastik seminimal mungkin dan dalam batas tertentu menghemat sumber daya dan mengurangi ketergantungan bahan baku impor. Pemanfaatan limbah plastik dapat dilakukan dengan pemakaian kembali (reuse) maupun daur ulang (recycle). Di Indonesia, pemanfaatan limbah plastik dalam skala rumah tangga umumnya adalah dengan pemakaian kembali dengan keperluan yang berbeda, misalnya tempat cat yang terbuat dari plastik digunakan untuk pot atau ember. Sisi jelek pemakaian kembali, terutama dalam bentuk kemasan adalah sering digunakan untuk pemalsuan produk seperti yang seringkali terjadi di kota-kota besar (Syafitrie, 2001). Pemanfaatan limbah plastik dengan cara daur ulang umumnya dilakukan oleh industri. Secara umum terdapat empat persyaratan agar suatu limbah plastik dapat diproses oleh suatu industri, antara lain limbah harus dalam bentuk tertentu sesuai kebutuhan (biji, pellet, serbuk, pecahan), limbah harus homogen, tidak terkontaminasi, serta diupayakan tidak teroksidasi. Untuk mengatasi masalah tersebut, sebelum digunakan limbah plastik diproses melalui tahapan sederhana, yaitu pemisahan, pemotongan, pencucian, dan penghilangan zat-zat seperti besi dan sebagainya (Sasse et al.,1995).

Menghancurkan Plastik dengan Air

Terdapat hal yang menguntungkan dalam pemanfaatan limbah plastik di Indonesia dibandingkan negara maju. Hal ini dimungkinkan karena pemisahan secara manual yang dianggap tidak mungkin dilakukan di negara maju, dapat dilakukan di Indonesia yang mempunyai tenaga kerja melimpah sehingga pemisahan tidak perlu dilakukan dengan peralatan canggih yang memerlukan biaya tinggi. Kondisi ini memungkinkan berkembangnya industri daur ulang plastik di Indonesia (Syafitrie, 2001). Pemanfaatan plastik daur ulang dalam pembuatan kembali barang-barang plastik telah berkembang pesat. Hampir seluruh jenis limbah plastik (80%) dapat diproses kembali menjadi barang semula walaupun harus dilakukan pencampuran dengan bahan baku baru dan additive untuk meningkatkan kualitas (Syafitrie, 2001). Menurut Hartono (1998) empat jenis limbah plastik yang populer dan laku di pasaran yaitu polietilena (PE), High Density Polyethylene (HDPE), polipropilena (PP), dan asoi. Plastik Daur Ulang Sebagai Matriks Di Indonesia, plastik daur ulang sebagian besar dimanfaatkan kembali sebagai produk semula dengan kualitas yang lebih rendah. Pemanfaatan plastik daur ulang sebagai bahan konstruksi masih sangat jarang ditemui. Pada tahun 1980 an, di Inggris dan Italia plastik daur ulang telah digunakan untuk membuat tiang telepon sebagai pengganti tiang-tiang kayu atau besi. Di Swedia plastik daur ulang dimanfaatkan sebagai bata plastik untuk pembuatan bangunan bertingkat, karena ringan serta lebih kuat dibandingkan bata yang umum dipakai (YBP, 1986). Pemanfaatan plastik daur ulang dalam bidang komposit kayu di Indonesia masih terbatas pada tahap penelitian. Ada dua strategi dalam pembuatan komposit kayu dengan memanfaatkan plastik, pertama plastik dijadikan sebagai binder sedangkan kayu sebagai komponen utama; kedua kayu dijadikan bahan pengisi/filler dan plastik sebagai matriksnya. Penelitian mengenai pemanfaatan plastik polipropilena daur ulang sebagai substitusi perekat termoset dalam pembuatan papan partikel telah dilakukan oleh Febrianto dkk (2001). Produk papan partikel yang dihasilkan memiliki stabilitas dimensi dan kekuatan mekanis yang tinggi dibandingkan dengan papan partikel konvensional. Penelitian plastik daur ulang sebagai matriks komposit kayu plastik dilakukan Setyawati (2003) dan Sulaeman (2003) dengan menggunakan plastik polipropilena daur ulang. Dalam pembuatan komposit kayu plastik daur ulang, beberapa polimer termoplastik dapat digunakan sebagai matriks, tetapi dibatasi oleh rendahnya temperatur permulaan dan pemanasan dekomposisi kayu (lebih kurang 200C).

Dilihat dari jenisnya, limbah plastik merupakan komponen ketiga terbanyak yang dibuang setelah limbah organik dan kertas. Meski dari segi jumlah tidak tergolong banyak, limbah plastik merupakan masalah lingkungan yang terbesar karena materialnya tidak mudah diurai oleh alam, baik oleh curah hujan dan panas matahari, maupun oleh mikroba tanah. Karena ringan, plastik akan cenderung terangkat ke permukaan ketika ditimbun sehingga mengotori lingkungan sekitar. Jika tercecer di badan air, plastik cenderung menyumbat aliran. Bila dibakar akan menimbulkan asap yang membahayakan lingkungan dan kesehatan manusia. Dengan kian meningkatnya kebutuhan barang plastik, limbah ini akan menimbulkan masalah yang kian pelik. Hal ini bisa dilihat dari perkiraan kebutuhan plastik 220 juta penduduk Indonesia pada tahun 2003 yang akan mencapai sekitar 1,35 juta ton, menurut Indonesia Plastic Industries. Material plastik yang sudah dikenal sejak puluhan tahun silam sebagai bahan hasil rekayasa polimer, kini telah muncul dalam berbagai jenis produk mulai dari kantung plastik, tas kresek, sampai komponen berteknologi tinggi seperti barang elektronik, otomotif, dan pesawat terbang. Bahan ini banyak digunakan karena mempunyai banyak sifat unggul, seperti ringan, transparan, tahan air, elastis, dan harganya relatif murah. Selama ini memang telah ada upaya untuk mendaur ulang plastik yang dilakukan oleh pemulung dan industri pendaur ulang plastik, namun tidak semua limbah tertangani dan beberapa jenis plastik seperti styrofoam dan plastik multilayer belum dapat dimanfaatkan. Menurut Tomridjo dari Dana Mitra Lingkungan dalam seminar tentang limbah plastik yang diselenggarakan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), belum lama ini daur ulang yang sudah dilakukan adalah menggunakan proses generik, yaitu satu jenis plastik bekas, diproses menghasilkan plastik yang sama, namun sifat fisiknya lebih rendah. Teknik daur ulang yang lebih baik adalah dengan proses pencampuran, yaitu mencampurkan semua jenis plastik dalam extruder yang melelehkannya pada suhu tertentu kemudian dimasukkan dalam cetakan yang sesuai dengan produk yang diinginkan. Air superkritis Mengolah limbah plastik kemudian dicoba dengan air superkritis atau supercritical hydrogen dioxide (ScH2O). Peneliti BPPT Mohamad Yusman dan Tusy A Adibroto dari Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan BPPT, pada seminar tersebut mempresentasikan hasil penelitian penggunaan air superkritis ini. Air pada kondisi superkritis, yaitu di atas suhu 374 derajat Celsius dan tekanan di atas 220 atmosfer memiliki sifat yang berbeda dengan air pada kondisi normal

atau suhu kamar dan tekanan atmosfer. Pada kondisi yang superkritis, air mampu melarutkan dan mendekomposisi senyawa organik, termasuk plastik dan gas. Plastik yang terdekomposisi akan menghasilkan senyawa dasar penyusunnya, yaitu monomer yang selanjutnya dapat digunakan kembali sebagai bahan baku plastik dengan kualitas yang sama. Namun, karena memiliki suhu dan tekanan kritis tinggi, maka sifat air akan berubah menjadi asam dan memiliki daya korosif terhadap bahan logam reaktornya. Oleh karena itu, masih perlu dilakukan kajian lebih lanjut terhadap penerapan air superkritis (ScH2O) pada berbagai penggunaan industri maupun penanganan berbagai macam limbah, urai Tusy yang juga direktur di pusat kajian itu. Ditemukannya air superkritis bermula dari hasil percobaan yang dilakukan oleh peneliti dari Perancis Baron Charles Cagniard de la Tour, pada tahun 1821. Setelah itu dilakukan serangkaian penelitian di berbagai perguruan tinggi di dunia untuk memanfaatkan air superkritis guna mendestruksi bahan berbahaya dan beracun, termasuk bahan mudah meledak, propelan, dan bahan kimia dari senjata kimia. Saat ini, ScH2O mulai dikembangkan untuk reaksi senyawa organik. Beberapa kelebihan yang dimiliki medium ini antara lain, kemampuan laju reaksinya yang tinggi, kemampuan mengekstraksi, mendekomposisi, dan menghilangkan polutan dalam limbah, serta dalam mendekomposisi sampah plastik. Dalam keadaan suhu dan tekanan tinggi, air superkritis mampu melarutkan semua senyawa organik, termasuk plastik. Kelarutan senyawa ini sangat tergantung pada suhu, konstanta dielektrika, dan berat jenisnya. Upaya untuk mendapatkan kembali senyawa dasar polimer plastik, yaitu monomer, dilakukan untuk memproduksi plastik kembali dengan kualitas yang sama melalui proses polimerisasi. Beberapa contoh depolimerisasi adalah PET menjadi asam terephthalate dab ethylene glycol. Nylon 6 menjadi konstanta dielektrika caprolactam dan air. Kelebihan ScH2O sebagai medium untuk depolimerisasi dibandingkan dengan fluida lain yang dapat digunakan sebagai fluida superkritis antara lain harganya murah, tidak beracun, serta tidak mudah terbakar dan meledak. Tidak menghasilkan jelaga atau karbon karena reaksinya dalam sistem tertutup. Reaksi juga dapat dilakukan tanpa menggunakan bantuan katalis. Namun, kekurangannya, ScH2Omemerlukan suhu dan tekanan kritis yang lebih tinggi dibandingkan fluida lain. Bandingkan dengan metanol dan toluene yang memerlukan suhu 239,5oC dan 318,6oC serta tekanan 8.10 dan 4.11 Mpa. Di samping itu, keasaman air akan meningkat pada suhu tinggi, yang ditunjukkan oleh kenaikan konsentrasi ion hidrogen 30 kali lipat dibandingkan dengan air pada kondisi normal. [yun]

Sampah Plastik yang Bermanfaat Senin, 25-02-2008 16:22:41 oleh: Berthold Sinaulan Kanal: Peristiwa Jakarta kota metropolitan yang modern. Begitu seringkali diungkapkan banyak pihak. Lihat saja bangunan bertingkat yang seolah-olah berlomba saling bersaing untuk menjadi yang tertinggi di ibu kota Republik Indonesia. Pusat-pusat perbelanjaan modern yang menawarkan berbagai produk modern juga terdapat di hampir semua sudut kota Jakarta. Sekilas, Jakarta tak kalah dengan Singapura. Sama-sama modern, sama-sama menawan. Namun dari segi kebersihan lingkungan, jelas masih jauh. Contohnya, ketika saya mengunjungi suatu pusat perbelanjaan modern di Jakarta Selatan, Minggu (24/2) siang. Di dalam pusat perbelanjaan itu ada department store yang sedang menawarkan belanja sale dengan potongan harga besar-besaran. Kopor kecil Delsey yang tadinya berharga sekitar Rp 1 juta, ditawarkan hanya Rp 630.000 saja. Begitu juga dengan produk kemeja pria yang tadinya Rp 600.000 ditawarkan hanya Rp 350.000 saja. Masih banyak produk lainnya yang ditawarkan dengan potongan harga cukup besar. Iklan tawaran belanja sale itu sebelumnya sudah dimuat di banyak media massa. Tak heran ketika department store itu membuka pintunya saat sale tiba, berbondong-bondong orang memasukinya. Begitu banyaknya orang yang masuk, sampai lantainya terlihat agak kotor. Bahkan di tangga jalan, terlihat penuh sampah-sampah kecil. Bayangkan di dalam pusat perbelanjaan modern, ada sampah berserakan, walaupun hanya potongan kertas kecil atau bekas lumpur yang menempel di alas kaki. Bagaimana pula di luar, di tepi jalan, atau di tempat-tempat lainnya? Sampah memang masih menjadi masalah besar bagi Jakarta. Data terakhir dari Dinas Kebersihan DKI Jakarta menunjukkan, jumlah sampah di Jakarta mencapai hampir 28.000 meter kubik setiap hari. Komposisinya terdiri dari 65 persen sampah organik dan 35 persen sampah nonorganik. Penyumbang terbesar sampah itu berasal dari sampah rumah tangga yang mencapai sekitar 60 persen dari total sampah yang terdapat di Jakarta setiap harinya. Sampah plastik jumlahnya juga tergolong cukup besar. Padahal, sampah plastik membutuhkan waktu 200 sampai 1.000 tahun untuk dapat terurai. Data dari Environment Protection Body, sebuah lembaga lingkungan hidup di Amerika

Serikat, mencatat ada sekitar 500 miliar sampai 1 triliun tas plastik digunakan di seluruh dunia setiap tahunnya. Itu berarti, sampah plastik jumlahnya terhitung cukup banyak. Untuk mengurangi sampah plastik itu, ada cara untuk "memendekkan" umur sampah plastik itu dengan membakarnya. Namun hal itu sangat berbahaya, karena kandungan limbah sampah plastik yang terlepas ke udara saat terbakar, dapat membahayakan kesehatan mahluk hidup, termasuk manusia. Itulah sebabnya, Yayasan Unilever Indonesia bekerja sama dengan sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat, mencoba memberikan penyadaran bahaya sampah plastik tersebut, lewat kegiatan Jakarta Green & Clean yang melibatkan banyak ibu rumah tangga di lima wilayah Jakarta. Ibu-ibu rumah tangga itu diajak untuk mengubah sampah plastik bekas bungkusan sabun cuci, pewangi busana, pengharum ruangan, dan sebagainya, menjadi karya kreatif yang berguna. Mulai dari dompet berbagai ukuran, tas, sampai payung, dan berbagai pernak-pernik bermanfaat lainnya. Paling tidak itulah yang terlihat dalam kunjungan sejumlah wartawan ke kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, dan Cipinang Melayu, Jakarta Timur, 22 Februari lalu. Ibu-ibu yang menjadi kader lingkungan di kedua tempat itu, terlihat antusias mengumpulkan plastik-plastik bekas bungkusan, yang kemudian dicuci, dikeringkan, lalu dipilah-pilah sesuai jenisnya, dan selanjutnya dipotong-potong, dan dijahit menjadi dompet, tas, payung, dan barang-barang berguna lainnya. Direktur Human Resources dan Corporate Relation PT Unilever Indonesia Tbk, Josef Bataona, menjelaskan kegiatan para kader lingkungan tersebut merupakan bagian dari program Jakarta Green & Clean. Program yang dimulai pada 2006 itu, kini telah menghasilkan lebih dari 7.000 kader lingkungan di lima wilayah DKI Jakarta. "Melalui program pemberdayaan perempuan dalam pengelolaan sampah plastik, sebanyak 100 ibu rumah tangga se DKI Jakarta telah dilatih daur ulang sampah plastik, kiat kewirausahaan, dan keterampilan praktis menjahit kemasan bekas menjadi berbagai barang bermanfaat," jelas Josef Bataona. Ditambahkannya, dari situlah muncul program pemberdayaan perempuan sebagai pengusaha kecil pendaur ulang sampah, menjadi barang-barang yang bernilai guna dan ekonomis, dan sekaligus fashionable pula. Program pemberdayaan masyarakat melalui plastik ini, selain dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat, juga dapat menyelamatkan lingkungan dari bahaya sampah plastik." Kita tentu berharap, makin banyak lagi program sejenis yang membantu menyadarkan masyarakat tentang pentingnya pengelolaan sampah. Sehingga suatu saat, Jakarta memang bisa seperti Singapura, yang modern dan bersih lingkungannya. Semoga.

10

You might also like