You are on page 1of 7

SEJARAH FOTOGRAFI

Sir John Herscel (1792-1871) mengunakan Frase PHOTOGRAPHY pertama kali secara luas pada 14 Maret 1839. Kata PHOTOGRAPHY diadopsi dari dua kata bahasa Yunani yaitu PHOTOS = LIGTH = CAHAYA dan GRAFOS = WRITING = TULISAN. Sejarah fotografi bermula jauh sebelum Masehi. Dalam buku The History of Photography karya Alma Davenport, terbitan University of New Mexico Press tahun 1991, disebutkan bahwa pada abad ke-5 Sebelum Masehi (SM), seorang pria bernama Mo Ti sudah mengamati sebuah gejala. Apabila pada dinding ruangan yang gelap terdapat lubang kecil (pinhole), maka di bagian dalam ruang itu akan terefleksikan pemandangan di luar ruang secara terbalik lewat lubang tadi. Mo Ti adalah orang pertama yang menyadari fenomena camera obscura. Beberapa abad kemudian, banyak orang yang menyadari serta mengagumi fenomena ini, beberapa diantaranya yaitu Aristoteles pada abad ke-3 SM dan seorang ilmuwan Arab Ibnu Al Haitam (Al Hazen) pada abad ke-10 M, dan kemudian berusaha untuk menciptakan serta mengembangkan alat yang sekarang dikenal sebagai kamera. Sebuah lukisan bartahun 1519 karya Leonardo da Vinci menunjukkan cara kerja kamera Obscura yang terbuka pada beberapa sisi, dengan seniman sedang berada di dalamnya. Pada tahun 1558, seorang ilmuwan Italia, Giovanni Battista della Porta menyebut camera obscura pada sebuah kotak yang membantu pelukis menangkap bayangan gambar. Menurut Szarkowski, nama camera obscura diciptakan oleh Johannes Keppler pada tahun 1611: By the great Johannes Keppler has designed a portable camera constructed as a tent, and finaly give a device a name that stuck: camera obscura The interior of the tent was dark except for the light admitted by a lens, which foucussed the image of the scene outside onto a piece of paper. (Pada tahun 1611 Johannes Keppler membuat desain kamera portable yang dibuat seperti sebuah tenda, dan akhirnya memberi nama alat tersebut sebuah nama yang terkenal hingga kini: camera obscura Keadaan dalam tenda tersebut sangat gelap kecuali sedikit

cahaya yang ditangkap oleh lensa, yang membentuk gambar keadaan di luar tenda di atas selembar kertas).

Pada awal abad ke-17 seorang ilmuwan berkebangsaan Italia bernama Angelo Sala menemukan, bila serbuk perak nitrat dikenai cahaya, warnanya akan berubah menjadi hitam. Demikian pula Professor anatomi berkebangsaan Jerman, Johan Heinrich Schulze, pada 1727 melakukan percobaan dan membuktikan bahwa menghitamkan pelat chloride perak yang disebabkan oleh cahaya dan bukan oleh panas merupakan sebuah fenomena yang telah diketahui sejak abad ke-16 bahkan mungkin lebih awal lagi. Ia mendemonstrasikan fakta tersebut dengan menggunakan cahaya matahari untuk merekam serangkaian kata pada pelat chloride perak; sayang ia gagal mempertahankan gambar secara permanen. Kemudian sekitar tahun 1800, seorang berkebangsaan Inggris bernama Thomas Wedgwood, bereksperimen untuk merekam gambar positif dari citra pada camera obscura berlensa (pada masa itu camera obscura lazimnya pinhole camera yang hanya menggunakan lubang kecil untuk cahaya masuknya), tapi hasilnya sangat mengecewakan. Akhirnya ia berkonsentrasi sebagaimana juga Schulze, membuat gambar-gambar negatif (sekarang dikenal dengan istilah fotogram) dengan cahaya matahari, pada kulit atau kertas putih yang telah disaputi komponen perak.

Sementara itu di Inggirs, Humphrey Davy melakukan percobaan lebih lanjut dengan chlorida perak, tapi bernasib sama dengan Schulze. Pelatnya dengan cepat berubah menjadi hitam walaupun sudah berhasil menangkap imaji melalui camera obscura tanpa lensa. Akhirnya, pada tahun 1824, seorang seniman lithography Perancis, Joseph Nicephore Niepce (1765-1833), setelah delapan jam meng-exposed pemandangan dari jendela kamarnya, melalui proses yang disebutnya Heliogravure (proses kerjanya mirip lithograph) di atas pelat logam yang dilapisi aspal, berhasil melahirkan sebuah imaji yang agak kabur, berhasil pula mempertahankan gambar secara permanent. Kemudian ia pun mencoba menggunakan kamera obscura berlensa, proses yang disebut heliogravure pada tahun 1827. Ia berhasil mengabadikan gambar untuk pertama kali berupa atap-atap rumah dengan mengekspose selama 8 jam, Inilah yang akhirnya menjadi sejarah awal fotografi yang sebenarnya. Foto yang dihasilkan itu kini disimpan di University of Texas di Austin, AS. Merasa kurang puas, tahun 1827 Niepce mendatangi desainer panggung opera yang juga pelukis, Louis Jacques Mande Daguerre (1787-1851) untuk mengajaknya berkolaborasi. Dan jauh sebelum eksperimen Niepce dan Daguerre berhasil, mereka pernah meramalkan bahwa: fotografi akan menjadi seni termuda yang dilahirkan zaman. Sayang, sebelum menunjukkan hasil yang optimal, Niepce meninggal dunia. Baru pada tanggal 19 Agustus 1839, Daguerre dinobatkan sebagai orang pertama yang berhasil membuat foto yang sebenarnya: sebuah gambar permanen pada lembaran plat tembaga perak yang dilapisi larutan iodin yang disinari selama satu setengah jam cahaya langsung dengan pemanas mercuri (neon). Proses ini disebut daguerretype. Untuk membuat gambar permanen, pelat dicuci larutan garam dapur dan asir suling. Fotografi mulai tercatat resmi pada abad ke-19 dan lalu terpacu bersama kemajuan-kemajuan lain yang dilakukan manusia sejalan dengan kemajuan teknologi yang sedang gencar-gencarnya. Pada tahun 1839 yang dicanangkan sebagai tahun awal fotografi. Pada tahun itu, di Perancis dinyatakan secara resmi bahwa fotografi adalah sebuah terobosan teknologi. Saat itu, rekaman dua dimensi seperti yang dilihat mata sudah bisa dibuat permanen.

Januari 1839, penemu fotografi dengan menggunakan proses kimia pada pelat logam, Louis Jacques Mande Daguerre, sebenarnya ingin mematenkan temuannya itu. Akan tetapi, Pemerintah Perancis, dengan dilandasi berbagai pemikiran politik, berpikir bahwa temuan itu sebaiknya dibagikan ke seluruh dunia secara cuma-cuma. Maka, saat itu manual asli Daguerre lalu menyebar ke seluruh dunia walau diterima dengan setengah hati akibat rumitnya kerja yang harus dilakukan. Sir Henry Talbott menemukan Callotype dari bahan kertas yang gambar-gambarnya berupa gambar negatif dan dapat direproduksi. Tapi penemuan ini kurang diminati, karena hasilnya kurang tajam. Kemudian lahirlah Collodion, bahan baku fotografi yang diperkenalkan oleh Frederick Scott Archer, dengan menggunakan kaca sebagai bahan dasarnya. Proses ini adalah proses basah. Bahan kimia tersebut dilapiskan ke kaca, kemudian langsung dipasang pada kamera obscura, dan gambar yang dihasilkan lebih baik. Cara ini banyak dipakai untuk memotret di seluruh Eropa dan Amerika, sampai ditemukannya bahan gelatin dan ditemukannya bahan kimia yang dapat digunakan untuk proses kering. Fotografi kemudian berkembang dengan sangat cepat. Menurut Szarkowski, arsitek utama dunia fotografi modern adalah seorang pengusaha, yaitu George Eastman. Melalui perusahaannya yang bernama Kodak Eastman, George Eastman mengembangkan fotografi dengan menciptakan serta menjual roll film dan kamera books yang praktis, sejalan dengan perkembangan dalam dunia fotografi melalui perbaikan lensa, shutter, film dan kertas foto. Kemajuan teknologi turut memacu fotografi secara sangat cepat. Kalau dulu kamera sebesar tenda hanya bisa menghasilkan gambar yang tidak terlalu tajam, kini kamera digital yang cuma sebesar dompet mampu membuat foto yang sangat tajam dalam ukuran sebesar koran.

KAMERA LUBANG JARUM KAMERA Lubang Jarum adalah suatu cara untuk mengambil gambar atau memotret suatu obyek dengan menggunakan kamera yang berlubang sebesar ujung Jarum.

Kamera Lubang Jarum (KLJ) adalah kamera yang bisa dibuat dari kaleng atau dus yang dilubangi dengan jarum di depannya. Di Indonesia, KLJ ditemukan oleh fotografer Ray Bachtiar Dradjat pada 17 Agustus 2002. Untuk membuat KLJ ini, kaleng atau dus diberi sehelai kertas yang sangat peka terhadap cahaya, dan saat pemasangannya pun harus di tempat terlindung untuk menghindari terkenanya sinar matahari, agar kertasnya tidak terbakar.

Setelah itu, setiap fotografer harus berhati-hati dalam mengambil obyek, karena jika mereka tidak berhati-hati maka hasilnya juga tidak bagus. Ataupun jika mereka bergerak sedikit saja, maka obyek yang akan ditangkap akan menjadi buram dan berbayang. Dalam pengambilan obyek ini kita harus bisa bermain dengan perasaan untuk menyesuaikan lama tidaknya kita mengambil gambar. Kameranya tentu saja berbeda dengan kamera zaman sekarang, yang bisa digunakan dengan sekali potret dan hasilnya langsung jadi. Sedangkan KLJ dalam mengambil sebuah obyek membutuhkan waktu yang cukup lama, sekitar 45 sampai 60 menit, tergantung

kualitas cahaya yang ada. Semakin terang cahaya, maka semakin cepat pula dalam mengambil sebuah obyek.

Langkah yang berikutnya adalah mencuci gambar. Dalam mencuci gambar ini, harus diperhatikan tiga langkah atau bagian yang terpenting (yang lebih komplit) demi mendapatkan kualitas gambar yang bagus. Dan dalam pengaturanya, waktu harus sesuai dalam masing masing cairan. Hasilnya akan berbeda dengan warna yang sebenarnya. Jika warna sebenarnya hitam maka akan berubah menjadi putih, dan sebaliknya jika warnanya putih maka akan berubah menjadi Hitam. Ini disebut gambar negative.

Dalam pengoprasian KLJ ini, feeling kita sangat diasah untuk mendapatkan hasil yang bagus. Karena dalam menggunakan KLJ, tidak ada fasilitas pengaturan diagfragma, speed dan light meter. Semua serba manual.

You might also like