You are on page 1of 20

MAKALAH BUNYI DAN CAHAYA

UNIVERSITAS NAROTAMA Surabaya


Di Susun Oleh :: Teguh Febrianto NIM :: 04211138

Kata Pengantar

Puji syukur penulis penjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang atas rahmat-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul Bunyi dan Cahaya. Penulisan makalah adalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata pelajaran Fisika di Universitas Narotama Surabaya. Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini. Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan penelitian ini. Akhirnya penulis berharap semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan imbalan yang setimpal kepada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah, Amiin Yaa Robbal Alamiin.

Daftar Isi

Kata Pengantar Bab 1 : Pendahuluan


1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Penulisan

2 4 4 5 6 7 7 12 15 17 19 20

Bab 2 : Pembahasan 2.1 Konsep Dasar Bunyi 2.2 Visus 2.3 Akomodasi 2.4 Kesalahan Refraksi Bab 3 : Kesimpulan Daftar Pustaka

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Suatu perubahan mekanik terhadap zat gas, zat cair, atau padat sering menimbulkan gelombang bunyi. Gelombang bunyi ini merupakan vibrasi/getaran dari molekul molekul zat dan saling beradu satu sana lain namun demikian zat tersebut terkordinasi menghasilkan gelombang serta mentransmisikan energy bahkan tidak pernah terjadi pemindahan partikel. Suatu penelitian mengenai terjadinya penjalaran bunyi, mendeteksi dan penggunaan bunyi sangat penting untuk mengetahui lebih lanjut akan pengalihan energy mekanik. Cahaya sendiri pada hakekatnya tidak dapat dilihat, kesan adanya cahaya apabila cahaya tersebut mengenai benda. Melalui pendekatan cahaya sebagai gelombang dan partikel maka peristiwa refraksi, difraksi, disperse dan refleksi dapat dijelaskan denngan teori gelombang sedangkan peristiwa panas yang ditimbulkan oleh cahaya dapat di jelaskan melalui teori foton kwatum atau partikel.

4 1.2

Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan di bahas pada bab selanjutnya yaitu : 1.2.1. Apa saja konsep dasar bunyi ? 1.2.2. Apa yang dimaksud dengan visus , akomodasi dan refraksi ?

1.3

Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah selain sebagai tugas perkuliahan juga untuk menambah wawasan penulis mengenai : 1.3.1. Untuk mengetahui dan memahami mengenai konsep dasar bunyi. 1.3.2. Untuk mengetahui dan memahami mengenai visus, akomodasi dan refraksi.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Bunyi


Bunyi atau suara adalah kompresi mekanikal atau gelombang longitudinal yang merambat melalui medium. Medium atau zat perantara ini dapat berupa zat cair, padat, gas. Jadi, gelombang bunyi dapat merambat misalnya di dalam air, batu bara, atau udara. Kebanyakan suara adalah merupakan gabungan berbagai sinyal, tetapi suara murni secara teoritis dapat dijelaskan dengan kecepatan osilasi atau frekuensi yang diukur dalam Hertz(Hz) dan amplitudo atau kenyaringan bunyi dengan pengukuran dalam desibel. Manusia mendengar bunyi saat gelombang bunyi, yaitu getaran di udara atau medium lain, sampai ke gendang telinga manusia. Batas frekuensi bunyi yang dapat didengar oleh telingamanusia kira-kira dari 20 Hz sampai 20 kHz pada amplitudo umum dengan berbagai variasi dalam kurva responsnya. Suara di atas 20 kHz disebut ultrasonik dan di bawah 20 Hz disebutinfrasonik.

Sumber bunyi
Banyak sekali fenomena menghasilkan bunyi. Misalnya pembakaran minyak dalam suatu mesin, selalu menghasilkan bunyi. Bunyi yang di hasilkan instrument music, gerakan dahan, pohon atau daun juga menghasilkan bunyi. Ruang mulut dan ruang hidung manusia merupakan struktur sensoris untuk menghasilkan vibrasi melalui pita suara, demikian pula garputala yang digetarkan akan menghasilkan bunyi. Bunyi dapat berasal dari alam dan juga dari perbuatan manusia.

Selain perbedaan bahannya, sumber bunyi dapat dibedakan oleh bentuk dan ukurannya. Bila bentuknya berbeda, maka berbeda pula bunyinya. Jadi sumber bunyi akan berbeda oleh perbedaan bahan, bentuk dan ukurannya.

Tenaga
Sumber bunyi akan bergetar, bila adanya tenaga atau energi yang menggetarkannya. Tenaga ini bisa berupa : 1. Tenaga Manusia 2. Tenaga Angin 3. Tenaga Air 4. Tenaga Listrik 5. Tenaga Uap 6. Dan Lain-lain Dari bermacam-macam tenaga tersebut ada beberapa kesamaan sifat, yaitu bahwa tenaga itu : 1. Dapat diubah atau dikurang. 2. Dapat disimpan 3. Dapat dialihkan 4. Dapat digabungkan Contoh : Jam weker, tenaganya dapat disimpan untuk berbunyi. Pemain biola tidak langsung menyentuh sumber bunyinya.

Pengantar
Udara adalah pengantar bunyi yang paling banyak kita gunakan. Namun sebenarnya

udara pengantar bunyi yang lamban, bukan berarti tidak baik. Kecepatan merambat bagi udara sebagai pengantar bunyi hanyalah 345 meter per detik. Bandingkan dengan kecepatan rambat bunyi pada zat pengantar lain : Gabus...500 meter per detik Timah...1190 meter per detik Air........1440 meter per detik Besi......5120 meter per detik

Angka-angka tersebut memang dapat berubah oleh perubahan suhu. Namun perubahan ini kecil sekali sehingga praktis kurang begitu berarti.

Frekuensi
Tinggi-rendahnya bunyi ditentukan oleh cepat-lambatnya getaran dari sumber

bunyi. Biasanya dari banyaknya getaran per detik. Semakin banyak getaran per detiknya, semakin tinggi bunyinya. Dan banyaknya getaran per detik ini disebut Frekuensi. Dalam penguluran frekuensi biasanya dihitung denga satuan Cps ( cyeles per second) yang berarti getaran per detik. Disamping itu, khususnya dalam tehnik radio di pakai pula satuan Hz (hertz) ini diambil dari nama Heinric Hertz (1857-1894) seorang ahli pengetahuan alam bangsa Jerman. Maka : 440 Cps = 440 Hz = 440 getar per detik

Secara umum daya dengar manusia antara 16 Hz sampai dengan 16.000 Hz. Usia merupakan salah satu pengaruh frekuensi tinggi-rendahnya daya dengar manusia.

Kekuatan bunyi
Bunyi yang kuat bebeda dengan bunyi yang tinggi. Kekuatan bunyi tidak

ditentukan oleh frekuensi bunyi, tetapi oleh hal-hal yang lain, khususnya; amplitudo, resonansi, dan jarak. Amplitudo adalah lebar getar atau simpang getar yang dibuat oleh sumber bunyi. Semakin lebar getaranya, semakin kuat pula bunyinya. Resonansi berarti ikut bergetar sejalan getaran bunyi. Biasanya dilakukan oleh benda atau bagian terdekatnya. Dan sedikit banyak kejadian ini akan menambah kekuatan getar sumber buyi. Contoh gitar; walaupun sumber bunyinya pada senar, namun kekuatannya bunyinya lebih berasal dari kotak kayunya. Sebab, udara di dalam kotak itulah pelaku resonansi, yang justru lebih kuat daripada sumber bunyi. Sehingga kotak tersebut dinamakan kotak resonator. Namun kotak resonatornya hanya berlaku pada gitar accostic. Pada gitar elektrik resonansi dibuat oleh proses elektrik.

Jarak dimaksukan bahwa kekutan bunyi juga ditentukan oleh jarak antara sumber bunyi dengan alat pendengar atau penerima. Memakin dekat, akan semakin keras bunyinya. Sebagaimana frekuensi, kekuatan bunyi juga dapat diiukur. Biasanya digunakan satuan decibel yang disngkat db. Angka petunjuk antara 0 db sampai kurang lebih 120 db. Sebagai bandingan; bunyi biola selembut-lembutnya yang setara dengan siulan kita lebih kurang 20 db. Sedangkan bagian kuat dari pemain orkes besar kurang lebih hanya mencapai 95 db. 10

Timbre

Timbre adalah warna bunyi, berupa keseluruhan kesan pendengaran yang kita peroleh dari sumber bunyi, setelah dipengaruhi resonansi dan zat pengantar. Mengapa warna bunyi benda berbeda-beda? Gelombang Bunyi Gelombang bunyi terdiri dari molekul-molekul udara yang bergetar majumundur. Tiap saat, molekul-molekul itu berdesakan di beberapa tempat, sehingga menghasilkan wilayah tekanan tinggi, tapi di tempat lain merenggang, sehingga menghasilkan wilayah tekanan rendah. Gelombang bertekanan tinggi dan rendah secara bergantian bergerak di udara, menyebar dari sumber bunyi. Gelombang bunyi ini menghantarkan bunyi ke telinga manusia,Gelombang bunyi adalah gelombang longitudinal. Kecepatan bunyi Bunyi merambat di udara dengan kecepatan 1.224 km/jam. Bunyi merambat lebih lambat jika suhu dan tekanan udara lebih rendah. Di udara tipis dan dingin pada ketinggian lebih dari 11 km, kecepatan bunyi 1.000 km/jam. Di air, kecepatannya 5.400 km/jam, jauh lebih cepat daripada di udara Rumus mencari cepat rambat bunyi adalah v=s:t Dengan s panjang Gelombang bunyi dan t waktu Resonansi Suatu benda, misalnya gelas, mengeluarkan nada musik jika diketuk sebab ia memiliki frekuensi getaran alami sendiri. Jika kita menyanyikan nada musik berfrekuensi sama dengan suatu benda, benda itu akan bergetar. Peristiwa ini dinamakan resonansi. Bunyi yang sangat keras dapat mengakibatkan gelas beresonansi begitu kuatnya sehingga pecah. 11

2.2 Visus
Visus adalah ketajaman atau kejernihan penglihatan, sebuah bentuk yang khusus di mana tergantung dari ketajaman fokus retina dalam bola mata dan sensitifitas dari interpretasi di otak. Visus adalah sebuah ukuran kuantitatif suatu kemampuan untuk mengidentifikasi simbol-simbol berwarna hitam dengan latar belakang putih dengan jarak yang telah distandardisasi serta ukuran dari simbol yang bervariasi. Ini adalah pengukuran fungsi visual yang tersering digunakan dalam klinik. Istilah visus 20/20 adalah suatu bilangan yang menyatakan jarak dalam satuan kaki yang mana seseorang dapat membedakan sepasang benda. Satuan lain dalam meter dinyatakan sebagai visus 6/6. Dua puluh kaki dianggap sebagai tak terhingga dalam perspektif optikal (perbedaan dalam kekuatan optis yang dibutuhkan untuk memfokuskan jarak 20 kaki terhadap tak terhingga hanya 0.164 dioptri). Untuk alasan tersebut, visus 20/20 dapat dianggap sebagai performa nominal untuk jarak penglihatan manusia; visus 20/40 dapat dianggap separuh dari tajam penglihatan jauh dan visus 20/10 adalah tajam penglihatan dua kali normal. Untuk menghasilkan detail penglihatan, sistem optik mata harus memproyeksikan gambaran yang fokus pada fovea, sebuah daerah di dalam makula yang memiliki densitas tertinggi akan fotoreseptor konus/kerucut sehingga memiliki resolusi tertinggi dan penglihatan warna terbaik. Ketajaman dan penglihatan warna sekalipun dilakukan oleh sel yang sama, memiliki fungsi fisiologis yang berbeda dan tidak tumpang tindih kecuali dalam hal posisi. Ketajaman dan penglihatan warna dipengaruhi secara bebas oleh masingmasing unsur. Cahaya datang dari sebuah fiksasi objek menuju fovea melalui sebuah bidang imajiner yang disebut visual aksis. Jaringan-jaringan mata dan struktur-struktur yang berada dalam visual aksis (serta jaringan yang terkait di dalamnya) mempengaruhi kualitas bayangan yang dibentuk. Struktur-struktur ini adalah; lapisan air mata, kornea, COA (Camera Oculi Anterior = Bilik Depan), pupil, lensa, vitreus dan akhirnya retina sehingga tidak akan meleset ke bagian lain dari retina. Bagian posterior dari retina disebut sebagai lapisan epitel retina berpigmen (RPE) yang berfungsi untuk menyerap cahaya yang masuk ke dalam retina sehingga tidak akan terpantul ke bagian lain dalam retina. 12

RPE juga memiliki fungsi vital untuk mendaur-ulang bahan-bahan kimia yang digunakan oleh sel-sel batang dan kerucut dalam mendeteksi photon. Jika RPE rusak maka kebutaan dapat terjadi. Seperti pada lensa fotografi, ketajaman visus dipengaruhi oleh diameter pupil. Aberasi optik pada mata yang menurunkan tajam penglihatan ada pada titik maksimal jika ukuran pupil berada pada ukuran terbesar (sekitar 8 mm) yang terjadi pada keadaan kurang cahaya. Jika pupil kecil (1-2 mm), ketajaman bayangan akan terbatas pada difraksi cahaya oleh pupil. Antara kedua keadaan ekstrim, diameter pupil yang secara umum terbaik untuk tajam penglihatan normal dan mata yang sehat ada pada kisaran 3 atau 4 mm. Korteks penglihatan adalah bagian dari korteks serebri yang terdapat pada bagian posterior (oksipital) dari otak yang bertanggung-jawab dalam memproses stimuli visual. Bagian tengah 100 dari lapang pandang (sekitar pelebaran dari makula), ditampilkan oleh sedikitnya 60% dari korteks visual/penglihatan. Banyak dari neuronneuron ini dipercaya terlibat dalam pemrosesan tajam penglihatan. Perkembangan yang normal dari ketajaman visus tergantung dari input visual di usia yang sangat muda. Segala macam bentuk gangguan visual yang menghalangi input visual dalam jangka waktu yang lama seperti katarak, strabismus, atau penutupan dan penekanan pada mata selama menjalani terapi medis biasanya berakibat sebagai penurunan ketajaman visus berat dan permanen pada mata yang terkena jika tidak segera dikoreksi atau diobati di usia muda. Penurunan tajam penglihatan direfleksikan dalam berbagai macam abnormalitas pada sel-sel di korteks visual. Perubahanperubahan ini meliputi penurunan yang nyata akan jumlah sel-sel yang terhubung pada mata yan terkena dan juga beberapa sel yang menghubungkan kedua bola mata, yang bermanifestasi sebagai hilangnya penglihatan binokular dan kedalaman persepsi atau streopsis. Mata terhubung pada korteks visual melalui nervus optikus yang muncul dari belakang mata. Kedua nervus opticus tersebut bertemu pada kiasma optikum di mana sekitar separuh dari serat-serat masing-masing mata bersilang menuju tempat lawannya ke sisi lawannya dan terhubung dengan serat saraf dari bagian mata yang lain akan menghasilkan lapangan pandang yang sebenarnya. Gabungan dari serat saraf dari kedua mata membentuk traktus optikus. 13

Semua ini membentuk dasar fisiologi dari penglihatan binokular. Traktus ini akan berhenti di otak tengah yang disebut nukleus genikulatus lateral untuk kemudian berlanjut menuju korteks visual sepanjang kumpulan serat-serat saraf yang disebut radiasio optika. Segala macam bentuk proses patologis pada sistem penglihatan baik pada usia tua yang merupakan periode kritis, akan menyebabkan penurunan tajam penglihatan. Maka, pengukuran tajam penglihatan adalah sebuah tes yang sederhana dalam menentukan status kesehatan mata, sistem penglihatan sentral, dan jaras-jaras penglihatan menuju otak. Berbagai penurunan tajam penglihatan secara tiba-tiba selalu merupakan hl yang harus diperhatikan. Penyebab sering dari turunnya tajam penglihatan adalah katarak, dan parut kornea yang mempengaruhi jalur penglihatan, penyakit-penyakit yang mempengaruhi retina seperti degenarasi makular, dan diabetes, penyakit-penyakit yang mengenai jaras optik menuju otak seperti tumor dan sklerosis multipel, dan penyakit-penyakit yang mengenai korteks visual seperti stroke dan tumor.

14

2.3 Akomodasi

Mata mengubah-ubah daya bias untuk memfokuskan benda dekat mellui peruses yang disebut akomodasi. Penelitian tentang bayangan purkinje yang merupakan pencerminan dari berbagai permukaan optis di mata, telah memperlihatkan bahwa akomodasi terjadi akibat perubahan di lensa kristalina. Kontraksi otot silaris menyebabkan penebalan dan peningkatan kelengkungan lensa, mungkin akibat relaksasi kapsul lensa.

2.3.1. Mekanisme Akomodasi


Daya bias lensa kristalina mata dengan sengaja dapat ditingkatkan dari 15 dioptri menjadi kira-kira 29 dioptri pada anak kecil, ini merupakan suatu akomodasi total sebesar 14 dioptri. Untuk melakukan hal ini bentuk lensa di rubah dri lensa cembung moderat menjadi suatu lensa sangat cembung.mekanismenya yaitu : Dalam keadaan normal, lensa terdiri dari suatu kapsul elastic kuat yang diisi

serabut-serabut protein kental tapi transparan. Bila lensa itu dalam keadaan berelaksasi tanpa ketegangan pada kapsulanya, ia mengambil suatu bentuk sferis, yang sama sekali disebabkan elastisitas kapsul lensa. Ligamentum ini terus ditegangkan oleh tarikan elastic dari pelekatan mereka ke koroid, dan ketegangan pada ligament tersebut menyebabkan lensa itu tetap relative pipih dalam keadaan mata yang beristirahat normal pada insersi ligament di dalam koroid ada muskulus siralis yang mempunyai dua set serabut otot polos, serabut meridional dan serabut sirkular. Jadi kontraksi kedua set serabut otot polos di dalam muskulus silaris merelaksasikan ligament pada kapsul lensa, dan lensa tersebut mengambil suatu bentuk lebih sferis, seperti bentuk sebuah balon, karena eelastisitas kapsulnya. Bila muskulus siliaris sama sekali berelaksasi, kekuatan dioptri lensa menjadi paling lemah. Sebaliknya, bila muskulus siliaris berkontraksi sekuat mungkin, kekuatan dioptri lensa itu menjadi maksimum. 15

2.3.2. Pengaturan Akomodasi Oleh Saraf Otonom

Muskulus siliaris hamper seluruhnya oleh susunan saraf parasimpatis. Rangsangan serabut parasimpati ke mata mengkontraksikan muskulus siliaris, yang kemudian merelaksasikan ligament lensa yang kemudian merelaksasikan ligament lensa dan meningkatkan daya biasnya, dengan demikian daya bias mata dapat memfokuskan benda yang lebih dekat padanya dari pada mata dengan daya bias lebih kecil. Sebagai akibatnya , ketika suatu benda jatuh bergerak kea rah mata, jumlah impuls parasimpatis yang tiba pada muskulus siliaris harus di tingkatkan secara progresif agar mata dapat tetam mempertahankan benda tersebut dalam focus.

16

2.4

Kesalahan Refraksi

Emetropia mata diangap normal atau atau emetrop, jika bila muskulus siliaris sama sekali berelaksasi, berkas cahaya sejajar dari benda jatuh berada dalam focus tajam pada retina. Ini berarti bahwa mata emetrop dapat, dengan muskulus siliaris yang sama sekali berelaksasi, melihat semua benda jatuh dengan jelas, tetapi untuk memfokuskan benda-benda pada jarak dekat, ia harus mengkontraksikan muskulus siliarisnya dan dengan demikian demikian mengadakan berbagai derajat akomodasi. Kesalahan refraksi adalah penurunan ketajaman penglihatan yang dapat dikoreksi dengan kaca mata. Ketajaman penglihatan dikatakan normal apabila mata tanpa akomodasi dapat dengan jelas melihat gambar/ tulisan pada jarak 6 meter dengan sudut pandanng 5 (sudut visualis).

2.4.1. Macam-macam kesalahan Refraksi


Mata Miopia Yaitu penurunan ketajaman penglihatan jauh jika dibanding dengan orang normal. Kelainan ini dapat ditolong dengan pemberian kaca negatif / cekung. Prosentase penderita ini paling banyak. Mata Hipermetrop Yaitu penderita dengan kelainan ini mengeluh ketajaman penglihatannya kabur baik jauh maupun dekat. Kelainan ini dapat dikoreksi dengan lensa positif / cembung. Keadaan ini banyak timbul pada anak-anak, terutama anak yang lahir prematur, dengan bertambahnya usia maka terjadi pertumbuhan bola mata sehingga ukuran koreksi lensanya menurun.

17 Mata Asigmatisma

Yaitu kelainan ketajaman penglihatan disebabkan karena penderita tidak dapat melihat sama jelas pada gambar disatu bidang datar. Hal ini disebabkan karena kelengkungan kornea, pasca infeksi, dan pasca bedah kornea. Penanganan

Ada bermacam-macam penanganan: Konvensional yaitu dengan pemakaian kacamata, pemberian resep kacamata sebaiknya diberikan maksimal sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan ini dipergunakan untuk merangsang saraf penglihatan.Dengan pemakaian lensa kontak, dengan pemakaian lensa kontak penderita dituntut lebih dalam menjaga kebersihan. Dengan bedah Refraktif (Lasik) yaitu dengan penipisan atau irisan pada kornea untuk mengurangi tebalnya, umumnya dilakukan pada penderita telah berumur lebih dari 22 tahun, dengan asumsi bentuk bola mata telah maksimal dan penderita kooperatif. Dengan bedah lensa jernih dilakukan pada penderita dengan miop yang sangat tinggi yang tidak memungkinkan di lakukan Lasik, atau bisa juga ditanam lensa didepan iris (phakic IOL/verisys).

18

BAB III

KESIMPULAN

Bunyi atau suara adalah

kompresi

mekanikal

atau gelombang longitudinal yang merambat melalui medium. Medium atau zat perantara ini dapat berupa zat cair, padat, gas. Jadi, gelombang bunyi dapat merambat misalnya di dalam air, batu bara, atau udara. Gelombang bunyi terdiri dari molekul-molekul udara yang bergetar majumundur. Tiap saat, molekul-molekul itu berdesakan di beberapa tempat, sehingga menghasilkan wilayah tekanan tinggi, tapi di tempat lain merenggang, sehingga menghasilkan wilayah tekanan rendah. Visus adalah ketajaman atau kejernihan penglihatan, sebuah bentuk yang khusus di mana tergantung dari ketajaman fokus retina dalam bola mata dan sensitifitas dari interpretasi di otak. Mata mengubah-ubah daya bias untuk memfokuskan benda dekat mellui peruses yang disebut akomodasi. Penelitian tentang bayangan purkinje yang merupakan pencerminan dari berbagai permukaan optis di mata, telah memperlihatkan bahwa akomodasi terjadi akibat perubahan di lensa kristalina. Kontraksi otot silaris menyebabkan penebalan dan peningkatan kelengkungan lensa, mungkin akibat relaksasi kapsul lensa. Emetropia mata diangap normal atau atau emetrop, jika bila muskulus siliaris sama sekali berelaksasi, berkas cahaya sejajar dari benda jatuh berada dalam focus tajam pada retina. Kesalahan refraksi di bagi menjadi : Mata Miopia, Mata Hipermetrop, Mata Asigmatisma.

19

DAFTAR PUSTAKA

Gabriel .J.F. 1996. Fisika Kedokteran . jakarta :Buku Kedokteran EGC. Guyuton . 1990. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. Vaughan G. Daniel, Taylor Asbury dan Paul Riodhan Eva. 2000 .Optamologi Umum Eds 14 . Jakarta :Widya Medika .

20

You might also like