You are on page 1of 11

Menurut Ki Hajar Dewantara, sifat-sifat kepemimpinan meliputi :a. Ing ngarso sung tuladhaDimana harus memberi contoh.

Artinya bahwa seorang pemimpin harussikap dan perbuatannya menjadikan dirinya pola anutan dan ikutan bagiorang yang dipimpinnya.b. Ing madya mangun karsaDi tengan membangun prakarsa. Bahwa seorang pemimpin harus mampumembangkitkan semangat berswakarsa dan berkreasi pada orang-orangyang dibimbingnya.c. Tut wuri handayaniMengikuti dari belakang dengan berwibawa. Bahwa seorang pemimpinharus mendorong orang-orang yang dipimpinnya agar berani berjalan didepan dan berani bertanggung jawab.Selain sifat-sifat kepemimpinan di atas, dalam referensi lain jugamenyebutkan tentang beberapa sifat kepemimpinan lain, yaitu: a. IntelegensiKemampuan seorang pemimpin dalam mengatasi masalah dapat dilihatdengan tingkat intelegensi yang dimiliki. Dengan intelegensi yang tinggidiharapkan dapat menghasilkan proses kepemimpinan sebagai saranaaktualisasi seorang manajer.b. InisiatifSifat ini merupakan kemampuan untuk bertindak sendiri dan mengaturtindakan-tindakan tersebut. Serta kemampuan seorang pemimpin untukmengatur tindakan yang dilakukan oleh bawahannya.c. Energi atau rangsanganSifat ini lebih cenderung kepada energi mental dan fisik dalam memimpinsebuah organisasi. Karena dengan energi seorang pemimpin dapatmencapai usaha dan tujuan yang diharapkan.d. Kedewasaan emosionalKedewasaan emosional ini menyangkut tentang objektivitas seorangpemimpin dalam menyangkut menilai bawahannya. Serta seorangpemimpin dapat konsisten tentang janji-janji yang telah diucapkan dandibuat kaarena hal tersebut merupakan salah satu ciri kedewasaan dariseseorang.e. PersuasifSifat ini merupakan sifat seorang pemimpin yang dapat meyakinkanbawahannya atau orang yang dipimpinnya. Untuk mendapatkan pesrsetujuan dari bawahannya, seorang pemimpin harus melakukanpersuasif karena untuk meyakinkan bawahannya teentang sesuatu dan halyang diputuskan.f. Skill komunikatifSifat pandai berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya dapatmenjadikan proses kepemimpinan lebih efisien karena seorang pemimpindapat mengetaahui pendapat-pendapat dari bawahannya. Denganmengetahui pendapat dari setiap bawahan,, seorang pemimpin dapatmembuat kesimpulan tentang hal terbaik untuk memajukan suatuorganisasi atau lembaga. g. Kepercayaaan pada diri sendiriKepercayaan diri secara mutlak harus dimiliki seorang pemimpin, karenadengan sifat ini ia akan yakin dalam mengambil keputusan danmenghadapi masalah yang ada.h. PerseptifSifat ini cenderung sifat seorang pemimpin dalam mengamati suatutindakan yang dilakukan bawhannya. Hal tersebut juga mencakupkemampuan seorang pemimpin dalam memberikan proyeksi terhadap dirisendiri untuk menjalankan sebuah organisasi atau lembaga pendidikan.i. KreativitasSeorang pemimpin harus kreatif sehingga menghasilkan hal-hal yangdapat berguna untuk memecahkan sebuah masalah. j. Partisipasi sosialSeorang pemimpin seharusnya dapat berkomunikasi deengan baiksehingga adanya partisipasi sosial dapat memudahkan dalam proseskepemimpinan.Dengan adanya beberapa sifat kepemimpinan di atas, dapat diketahuibahwa kepemimpinan bukan suatu tugas yang mudah. Seorang pemimpinharus mampu membuat perencanaan, mengakomodasi, mengontrol, bahkanmengambil keputusan untuk mencapai tujuan sebuah organisasi. Studi dariOhio State University mengemukakan dua orientasi utama pemimpin di dalammenerapkan kepemimpinannya, meliputi:a. Orientasi pada hubungan kemanusiaanb. Orientasi pada struktur tugas38Kedua orientasi ini, bertujuan untuk menjadikan proses kepemimpinanlebih terjalin dengan baik. Orientasi pada hubungan kemanusiaan artinyaseorang pemimpin harus dapat berkomunikasi dengan lingkungan sosialdengan baik. Sedangkan oris\entasi pada struktur tugas artinya seorangpemimpin harus mampu menjalankan organisasi atau lembaga pendidikansesuai dengan struktur yang dimilikinya yaitu sebagai seorang pemimpin.

Sumber: http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2190708-sifat-sifatkepemimpinan/#ixzz1qEoUGvBv

Hakikat Pekerjaan Manajerial Dari Seorang Pemimpin Karakteristik Pekerjaan Manajerial


Seorang pemimpin yang menjalankan peran kepemimpinannya dalam berbagai lembaga pada dasarnya adalah seorang manajer. Ketika berposisi sebagai seorang manajer, ia dituntut untuk mampu mengelola dinamika kegiatan lembaga yang dipimpinnya dengan baik guna menunjang pencapaian tujuan. Sehubungan dengan hal ini, ia membutuhkan keberadaan orang lain berupa karyawan atau bawahan untuk dipimpinnya bekerja sama dan memberikan kontribusi bagi pencapaiannya. Sebagaimana halnya yang telah kita ketahui bersama, manajemen adalah seni menyelesaikan pekerjaan melalui tangan orang lain. Karenanya, salah satu tolok ukur kualitas pribadi pemimpin (yang juga berperan sebagai manajer) adalah kemampuannya mengoptimalkan dan mendayagunakan kecakapan para bawahan serta memberdayakan mereka. Ia juga harus dapat melakukan kaderisasi dengan baik sehingga pada saat proses alih kepemimpinan terjadi, hal itu dapat terlaksana secara lancar tanpa hambatan berarti. Pendelegasian wewenang yang hasilnya diketahui nantinya merupakan dasar penilaian terhadap kaderisasi kepemimpinan. Dalam dinamika perannya selaku seorang manajer, ia dituntut untuk memahami dan lebih penting lagi melaksanakan pekerjaan manajerial, tak terkecuali tuntutan peran yang disyaratkan olehnya. Jika kita mengkaji masalah pekerjaan manajerial serta tuntutan peran yang harus dipenuhi di dalamnya, pemahaman tentang pola atau karakteristik khas yang ditampilkan perlu dimiliki. Bagi mereka yang mempunyai keinginan untuk menjadi seorang pemimpin dimana peran selaku seorang manajer melekat padanya, pemahaman tentang hal tersebut membantunya mempersiapkan diri untuk dapat memenuhi tuntutan peran yang disyaratkan nantinya. Berdasarkan berbagai hasil penelitian yang telah dilakukan, pola atau karakteristik pekerjaan manajerial dipengaruhi oleh tiga faktor. Pertama adalah tuntutan (demand) pekerjaan yakni apa yang harus dilakukannya serta apa resiko yang ditanggung jika tidak dilakukannya. Sehubungan dengan tuntutan pekerjaan tersebut, setiap manajer pada dasarnya harus melaksanakan empat kegiatan yakni mengembangkan dan mempertahankan hubungan, mencari dan memberi informasi, menentukan keputusan, serta mempengaruhi orang lain. Faktor kedua adalah kendala (constraint) yang membatasi pergerakannya selaku seorang manajer. Sedangkan faktor terakhir adalah pilihan (choice) yang dapat ditentukan olehnya baik bersifat obligatif maupun fakultatif. Secara empiris, beberapa karakteristik yang ditampilkan oleh pekerjaan manajerial

antara lain adalah 1) Pekerjaan yang harus dilaksanakan bertumpuk dan sulit untuk dilepaskan karena seorang manajer akan menerima permintaan informasi dari bawahan, rekan setingkat, atasan, atau pihak di luar lembaga secara berkelanjutan. 2) Pada kenyataannya, kegiatan yang harus ditangani beragam dan mengalami keterputusan karena mengalami interupsi atau terselingi oleh hal-hal yang lain. Karena itu, seorang manajer seharusnya dapat menerima kondisi ini serta rajin mengingatingat kembali pekerjaan yang harus dilakukannya dalam satu hari tertentu. 3) Beban tugas yang datang secara berkelanjutan dan membutuhkan penyelesaian segera menjadikan pekerjaan manajerial cenderung bersifat reaktif. 4) Interaksi intensif dengan rekan sejawat dan pihak luar harus sering dilakukan karena seorang manajer harus bekerja dalam suatu lembaga serta membangun jejaring dengan pihak luar yang mampu memberikan manfaat strategis. 5) Karena pekerjaan manajerial membutuhkan interaksi langsung antar pribadi secara intensif, maka komunikasi lisan harus sering dilakukan dan kemampuan melakukannya menjadi amat penting. 6) Proses penentuan keputusan sering kali bersifat politis karena harus mengakomodasikan beragam aspirasi yang ada dan meminimalkan tingkat kekecewaan banyak pihak. Dengan demikian, keputusan ditentukan tidak hanya berdasarkan analisis serta pertimbangan yang bersifat teknis. 7) Manajer sering kali menghadapi keadaan yang berubah dan tidak terduga sebelumnya dan keadaan itu membutuhkan kemampuan berimprovisasi serta keluwesan. Karena itu, perencanaan yang dilakukannya juga mungkin saja dilakukan tidak terlalu detil dan formal agar dapat beradaptasi secara fleksibel dengan perubahan kondisi nyata. Suatu lembaga tidak dapat memisahkan dirinya dari dinamika lingkungan di luar dirinya. Oleh sebab itulah, perubahan sangat mungkin harus terjadi pada lembaga itu dan manajer harus menyesuaikan diri dengan hal tersebut. Kita dapat mencontohkan kemajuan teknologi informasi. Meluasnya jaringan internet dan makin tingginya daya sebar informasi karena peran internet tersebut menjadikan seorang manajer tetap dapat memberikan instruksi kepada bawahan dari suatu tempat yang jauh secara efektif walaupun secara fisik tidak bertemu. Dengan kondisi ini, ia dapat melatih para bawahannya bertanggungjawab atas pekerjaan yang dibebankan sekalipun mereka tidak diawasi olehnya. Ilustrasi lain adalah makin merebaknya pasar profesi virtual. Ada banyak perusahaan dari luar wilayah bahkan luar negeri yang menawarkan berbagai pekerjaan sub-contracting terkait dengan bidang tertentu seperti halnya produksi barang. Bukan tidak mungkin, setelah dilakukan perhitungan secara finansial, biaya untuk melakukan sub-contracting lebih murah dari pada membuat sendiri. Terhadap hal ini, para manajer yang berkompeten harus dapat menjadikan keadaan ini sebagai peluang untuk mewujudkan efisiensi bagi lembaga mereka.

Kewajiban Dan Peran Manajerial


Suatu organisasi atau lembaga pastilah memiliki tujuan tertentu yang ingin dicapainya. Pada organisasi yang dikelola dengan pendekatan manajemen modern dan profesional hal itu dinyatakan secara eksplisit dalam bentuk rumusan tertulis selain visi yang dipunyai dan misi yang diemban. Sedangkan dalam lembaga yang dikelola secara

tradisional, tujuan itu diwujudkan dalam bentuk kesepakatan mengenai hal tertentu yang telah dipahami bersama secara turun temurun. Dalam rangka mencapai tujuan melalui upaya sistematis yang diberlakukan oleh suatu organisasi atau lembaga, manajer mempunyai peran kunci. Oleh sebab itulah, ada beberapa kewajiban manajerial yang harus bersedia dan mampu dilakukannya, yakni 1) melakukan penyeliaan terhadap pekerjaan para bawahan sebagai bentuk pembinaan. 2) melakukan perencanaan dan pengorganisasian sebagai landasan untuk mengelola lembaga. 3) mengkoordinasikan komponen lembaga agar dapat bekerja sama dalam mencapai tujuan. 4) membuat keputusan dalam berbagai situasi, baik yang bersifat favourable maupun unfavourable. 5) memantau dinamika lingkungan internal dan eksternal lembaga secara cermat guna mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang ada. 6) menerapkan pengawasan guna memperkecil kemungkinan terjadinya penyimpangan yang dilakukan oleh anggota lembaga. 7) memberikan penjelasan mengenai masalah-masalah yang memang harus diketahui oleh pihak-pihak yang berkepentingan. 8) melaksanakan administrasi terhadap beragam informasi, dokumen, maupun arsip secara rapi. Sebagai pribadi yang secara struktural diposisikan lebih tinggi dari pada anggota lembaga lainnya, menurut Herbert Mintzberg, seorang manajer disyaratkan untuk dapat melakukan beragam peran penting. Ia harus bisa memerankan dirinya sebagai 1) pemimpin proforma yang melakukan tugas legal, formal, mapun seremonial. 2) pemimpin struktural bagi para bawahannya. 3) penghubung lembaga dengan individu atau lembaga lain di luar organisasinya. 4) pemantau informasi baik dari luar maupun dalam lembaganya. 5) pembagi berbagai informasi yang berguna bagi lembaganya. 6) juru bicara lembaganya bila berhadapan dengan pihak luar. 7) wirausaha yang mampu memanfaatkan peluang yang bermanfaat bagi lembaganya. 8) pemecah masalah yang dihadapi oleh unit lembaga yang dipimpinnya. 9) pengalokasi sumber daya bagi lembaganya secara tepat. 10) negosiator dengan pihak-pihak yang berkompeten semisal serikat karyawan, pelanggan, konsumen, pemasok, atau pemerintah. Beberapa peran di atas apabila dipahami benar merupakan media untuk mematangkan kualitas pribadinya serta parameter mutu kepemimpinannya.

Tuntutan Ideal Bagi Seorang Manajer


Kewajiban manajerial yang harus dilakukan serta peran penting yang disandang itu menuntut setiap manajer untuk tampil sebaik-baiknya. Agar ia dapat menampilkan kinerja prima selaku manajer, ada sejumlah tuntutan ideal minimal yang harus berusaha dipatuhinya. Diantaranya adalah 1) bersedia untuk memahami konsekuensi peran selaku manajer yang dibebankan kepadanya baik oleh para bawahan, atasan, rekan setingkat, lembaga, dan pihak lain

yang berkepentingan. 2) mau mencari berbagai pilihan cara yang mungkin dilakukan untuk menangani pekerjaan yang harus diselesaikan oleh unit lembaga yang dipimpinnya. 3) dapat menentukan skala prioritas terkait dengan sasaran yang ingin dicapai. 4) bisa memanfaatkan waktu pribadi dengan sebaik mungkin. 5) bersedia melakukan perencanaan berbagai aktivitas harian dan mingguan baik bagi dirinya secara pribadi maupun unit lembaga yang dipimpinnya. 6) dapat menghindari aktivitas yang tidak berguna dan mengganggu pekerjaannya. 7) tidak menunda-nunda pelaksanaan tugas yang dibebankan kepadanya. 8) rajin mencari dan pandai memanfaatkan peluang yang menguntungkan lembaganya. 9) mau melakukan refleksi, perenungan, atau introspeksi atas segala hal yang telah dilakukannya hingga saat ini. 10) rajin belajar bagaimana cara menjadi pemimpin dan pemecah masalah yang bijak dari siapa saja, termasuk dari pribadi lain yang memiliki posisi struktural lebih rendah. Sepuluh tuntutan yang bersifat ideal-normatif di atas merupakan ambang batas minimal. Dengan demikian, seorang manajer seharusnya terus melakukan upaya pengembangan diri serta pengayaan kapasitas agar ia mampu menjadi lebih baik, terlebih lagi apabila ia dipersiapkan untuk mengampu jabatan yang lebih tinggi nantinya. Muliawan Hamdani, S.E. Staff edukatif Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Bank BPD Jateng. Saat ini tengah menempuh studi lanjut pada Program Pasca Sarjana Magister Manajemen Universitas Slamet Riyadi Surakarta. Diposkan oleh Muly De La Vega's Personal Blog di 20:32 Label: Management and Organizationa

BAB I PEDAHULUAN

A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk social yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam hidup, manusia selalau berinteraksi dengan sesama serta dengan lingkungan. Manusia hidup berkelompok baik dalam kelompok besar maupun dalam kelompok kecil. Tidak hanya lingkungan yang perlu dikelola dengan baik, kehidupan social manusiapun perlu dikelola dengan baik. Untuk itulah dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya yang berjiwa pemimpin, paling tidak untuk memimpin dirinya sendiri. Dengan berjiwa pemimpin manusia akan dapat mengelola

diri, kelompok & lingkungan dengan baik. Khususnya dalam penanggulangan masalah yang relatif pelik & sulit. Disinilah dituntut kearifan seorang pemimpin dalam mengambil keputusan agar masalah dapat terselesaikan dengan baik. Selama tiga dekade, dimulai pada permulaan tahun 1950-an, penelitian mengenai perilaku pemimpin telah didominasi oleh suatu fokus pada sejumlah kecil aspek dari perilaku. Kebanyakan studi mengenai perilaku kepemimpinan selama periode tersebut menggunakan kuesioner untuk mengukur perilaku yang berorientasi pada tugas dan yang berorientasi pada hubungan. Beberapa studi telah dilakukan untuk melihat bagaimana perilaku tersebut dihubungkan dengan kriteria tentang efektivitas kepemimpinan seperti kepuasan dan kinerja bawahan. Peneliti-peneliti lainnya menggunakan eksperimen laboratorium atau lapangan untuk menyelidiki bagaimana perilaku pemimpin mempengaruhi kepuasan dan kinerja bawahan. Jika kita cermati, satu-satunya penemuan yang konsisten dan agak kuat dari teori perilaku ini adalah bahwa para pemimpin yang penuh perhatian mempunyai lebih banyak bawahan yang puas.

B. Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah yang penulis uraikan, banyak permasalahan yang penulis dapatkan. Permasalahan tsb antara lain : a. Apa yang dimaksud dengan definisi kepemimpinan ? b. Apa sajakah teori teori perilaku kepemimpinan ?

C. Tujuan Penulisan a. Mengetahui definisi kepemimpinan b. Mengetahui teori teori perilaku kepemimpinan

BAB II PEMBAHASAN

A. Memahami Definisi Kepemimpinan. Para ahli merumuskan definisi kepemimpinan, sebagai berikut: 1. Fiedler [1967], kepemimpinan pada dasarnya merupakan pola hubungan antara individuindividu yang menggunakan wewenang dan pengaruhnya terhadap kelompok orang agar bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan. 2. John Pfiffner, kepemimpinan adalah kemampuan mengkoordinasikan dan memotivasi orangorang dan kelompok untuk mencapai tujuan yang di kehendaki. 3. Davis [1977], mendefinisikan kepemimpinan adalah kemampuan untuk mengajak orang lain mencapai tujuan yang sudah ditentukan dengan penuh semangat . 4. Ott [1996], kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai proses hubungan antar pribadi yang di dalamnya seseorang mempengaruhi sikap, kepercayaan, dan khususnya perilaku orang lain. 5. Locke et.al. [1991], mendefinisikan kepemimpinan merupakan proses membujuk orang lain untuk mengambil langkah menuju suatu sasaran bersama Dari kelima definisi ini, para ahli ada yang meninjau dari sudut pandang dari pola hubungan, kemampuan mengkoordinasi, memotivasi, kemampuan mengajak, membujuk dan mempengaruhi orang lain. Memahami teori-teori kepemimpinan sangat besar artinya untuk mengkaji sejauh mana kepemimpinan dalam suatu organisasi telah dapat dilaksanakan secara efektif serta menunjang kepada produktifitas organisasi secara keseluruhan. B. Teori-Teori Perilaku Kepemimpinan Sulitnya mendefinisikan kepemimpinan efektif hanya berdasarkan karakter memicu minat untuk melihat perilaku pemimpin dan bagaimana perilaku tersebut dapat menentukan kesuksesan atau kegagalan mereka dilakuakan dengan dua metode penelitian antara lain:

1. Studi Universitas Iowa Salah satu eksplorasi formal yang pertama dari kedua gaya dilakukan oleh Kurt Lewin dan koleganya di University of Iowa, pada 1930-an - saat teori sifat masih didominasi 'peneliti perhatian yang besar. Lewin menggunakan istilah:

a.

Otokratis - di mana staf yang hanya melakukan seperti yang diperintahkan. Perilaku otokratis, pada umumnya dinilai bersifat negatif, di mana sumber kuasa atau wewenang berasal dari adanya pengaruh pimpinan. Jadi otoritas berada di tangan pemimpin, karena pemusatan kekuatan dan pengambilan keputusan ada pada dirinya serta memegang tanggung jawab penuh, sedangkan bawahannya dipengaruhi melalui ancaman dan hukuman. Selain bersifat negatif, gaya kepemimpinan ini mempunyai manfaat antara lain, pengambilan keputusan cepat, dapat memberikan kepuasan pada pimpinan serta memberikan rasa aman dan keteraturan bagi bawahan. Selain itu, orientasi utama dari perilaku otokratis ini adalah pada tugas.

b. Demokratis - di mana staf memiliki beberapa mengatakan atas apa yang terjadi di tempat kerja mereka. Perilaku demokratis; perilaku kepemimpinan ini memperoleh sumber kuasa atau wewenang yang berawal dari bawahan. Hal ini terjadi jika bawahan dimotivasi dengan tepat dan pimpinan dalam melaksanakan kepemimpinannya berusaha mengutamakan kerjasama dan team work untuk mencapai tujuan, di mana si pemimpin senang menerima saran, pendapat dan bahkan kritik dari bawahannya. Kebijakan di sini terbuka bagi diskusi dan keputusan kelompok.

2. Studi Universitas Michigan Teori kepemimpinan perilaku benar-benar datang ke dalam tahun 1940, dan 1950-an ketika dua kelompok terpisah peneliti dari University of Michigan, dan Ohio State University mulai sistematis melihat perilaku yang ditunjukkan oleh pemimpin yang efektif. Pekerjaan yang dilakukan oleh University of Michigan, di bawah pengawasan Rensis Likert, yang disebut gaya kepemimpinan seorang manajer sebagai salah satu: a. Produksi berorientasi - dengan memungkinkan hanya mendapatkan pekerjaan yang dilakukan dan dilakukan dengan baik sikap. b. Karyawan berorientasi - mengambil kepentingan pribadi dalam staf mereka dan secara aktif mencari untuk memelihara comerarderie kuat. Kesimpulan dari para peneliti asli karyawan yang berorientasi pemimpin mencapai tingkat yang lebih tinggi dari produktivitas kerja, dan memiliki staf yang lebih puas daripada pemimpin berorientasi produksi. Namun, lain berpendapat
[6]

bahwa upaya penelitian untuk

mengidentifikasi satu universal gaya terbaik, telah lemah yang terbaik - peneliti terkemuka untuk menemukan pentingnya situasi dalam menentukan gaya yang akan bekerja terbaik. 3. Ohio State Univerity Studi Studi Ohio, yang dilakukan pada waktu yang sama seperti yang di Michigan di bawah arahan Ralph Stogdill, disebut dua cara utama sebagai: 1. Memulai struktur - di mana manajer menentukan dan ketat struktur pekerjaan staf. 2. Pertimbangan - mana manajer memelihara rasa saling percaya dan hubungan intepersonal kuat. Namun, penelitian ini unik karena mereka tidak melihat dua dimensi kepemimpinan untuk menjadi eksklusif gaya bersama, di mana seorang manajer adalah tugas baik atau hubungan terfokus. 4. Model Leadership Continuum Tannenbaun dan Schmidt dalam Hersey dan Blanchard (1994) berpendapat bahwa pemimpin mempengaruhi pengikutnya melalui beberapa cara, yaitu dari cara yang menonjolkan sisi ekstrim yang disebut dengan perilaku otokratis sampai dengan cara yang menonjolkan sisi ekstrim lainnya yang disebut dengan perilaku demokratis. Menurut teori kontinuun ada tujuh tingkatan hubungan peminpin dengan bawahan : 1. Pemimpin membuat dan mengumumkan keputusan terhadap bawahan (telling). 2. Pemimpin menjual dan menawarkan keputusan terhadap bawahan (selling). 3. Pemimpin menyampaikan ide dan mengundang pertanyaan. 4. Pemimpin memberikan keputusan tentative, dan keputusan masih dapat diubah. 5. Pemimpin memberikan problem dan meminta sarang pemecahannya kepada bawahan (consulting). 6. Pemimpin menentukan batasan batasan dan minta kelompok untuk membuat peputusan. 7. Pemimpin mengizinkan bawahan berfungsi dalam batas batas yang ditentukan (joining). Jadi, berdasarkan teori continuum, perilaku pemimpin pada dasarnya bertitik tolak dari dua pandangan dasar : 1. Berorientasi kepada pemimpin. 2. Berorientasi kepada bawahan.

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Para ahli ada yang meninjau dari sudut pandang dari pola hubungan, kemampuan mengkoordinasi, memotivasi, kemampuan mengajak, membujuk dan mempengaruhi orang lain. Memahami teori-teori kepemimpinan sangat besar artinya untuk mengkaji sejauh mana kepemimpinan dalam suatu organisasi telah dapat dilaksanakan secara efektif serta menunjang kepada produktifitas organisasi secara keseluruhan. Teori-teori perilaku kepemimpinan: a. Otokratis - di mana staf yang hanya melakukan seperti yang diperintahkan.

b. Demokratis - di mana staf memiliki beberapa mengatakan atas apa yang terjadi di tempat kerja mereka. c. Produksi berorientasi - dengan memungkinkan hanya mendapatkan pekerjaan yang dilakukan dan dilakukan dengan baik sikap. d. Karyawan berorientasi - mengambil kepentingan pribadi dalam staf mereka dan secara aktif mencari untuk memelihara comerarderie kuat. e. f. Memulai struktur - di mana manajer menentukan dan ketat struktur pekerjaan staf. Dan lain sebagainya. Dengan mempelajari teori perilaku dalam kepemimpinan kita dapat mengetahui perilaku pemimpin yang dapat dicontoh dan ditiru oleh bawahannya. Selain itu kita juga dapat belajar untuk menjadi seorang pemimpin yang profesional, berwibawa,berkarismatik dan dapat menjadi tauladan bagi bawahan.

DAFTAR PUSTAKA Achua, C. & Lussier R. (2004). Kepemimpinan: Teori, aplikasi, pengembangan keterampilan , Thomson. Gastil, J. (1994). A-analitik meninjau meta produktivitas dan kepuasan dan otokratis kepemimpinan demokratis , Small Group Research, 25, 3, (384-410), dan, Bass, B. & Stogdill, R. (1990). Bass &'s Handbook Stogdill Kepemimpinan , Free Press.

Lewin, K., Lippett, R. & White, R. (1939). Pola Perilaku agresif dalam eksperimen Dibuat Iklim Sosial, Jurnal Psikologi Sosial, 10, 271-301. Likert, R. (1961). pola baru manajemen , McGraw-Hill).; Kahn, R. & Katz, D. (1960. Kepemimpinan praktek dalam kaitannya dengan produktivitas dan moral, dalam D. Carwright & A. Zander (eds), Dinamika kelompok: Penelitian dan teori , Row Peterson. Stogdill, R. & Coons, A. (1957). Pemimpin perilaku: deskripsi Its dan pengukuran, Biro Penelitian Bisnis, Ohio State University, Columbus, OH http://evanmastiapala.blogspot.com/2011/04/teori-perilaku kepemimpinan.html

You might also like