You are on page 1of 13

Teaching Physical Education for Learning (Judith E. Rink), dan Beberapa Referensi Lain A.

Pengertian Pedagogi Olahraga dan Eksistensinya

Secara definisi ilmu yang mempelajari tentang proses belajar mengajar olahraga s ecara umum (di sekolah maupun di luar sekolah) seperti tersebut di atas disebut bidang ilmu Pedagogi Olahraga, Pedagogi Olahraga dapat diartikan sebagai cabang disiplin ilmu pengetahuan olahraga (sport science) yang membahas tentang pengeta huan-pengetahuan dan keterampilan-keterampilan dasar mengajar yang sangat diperl ukan bagi para pengajar dalam melakukan pembelajaran olahraga sehingga peserta didik dapat belajar dan meraih tujuan pembelajarannya. Keberadaan Pedagogi olahraga kini sudah cukup diakui dan diterima oleh komunitas internasional olahraga yang dibuktikan dengan diselenggarakannya program konfer ensi internasional oleh Aliance American for Health, Physical Education, Recreat ion, and Dance (AAHPERD) dengan fokus kajian utamanya adalah disiplin ilmu kurik ulum dan pembelajaran. Keterkaitan antara kurikulum dan pembelajaran dalam konte ks pedagogi tersebut dapat diilustrasikan seperti tertera pada gambar berik

Pedagogi olahraga harus dipandang dalam konteks yang luas, meliputi : gerak (mo vement), badan (body), permainan (play), penampilan (performance), kesehatan (he alth), dan waktu senggang (leisure time) untuk kesejahteraan hidup manusia Haag (1994:3) dalam Suherman (2009:1), sedangkan menurut Sedentop (1990) dalam Suherma n (2009:3) mengemukakan sebagai berikut: "sport pedagogy is the international la bel for the field known in the United States as teacher education or curriculum and instruction. Sport pedagogy is the study of the processes of teaching and co aching, of the outcomes of such endeavors, and of the content of fitness, physic al education, and sport programs." "pedagogi olahraga merupakan label internasio nal untuk bidang yang dikenal di Amerika Serikat sebagai pendidikan guru atau ku rikulum dan pengajaran pedagogi olahraga adalah studi tentang proses pengajaran dan pelatihan, dari hasil dari usaha-usaha tersebut, dan isi kebugaran, pendidi kan jasmani, dan program olahraga. B. Pendidikan Jasmani

Pendidikan Jasmani didefinisikan dalam beberapa pandangan, pertama, sering dis ebut pandangan tradisional, menganggap bahwa manusia itu terdiri dari dua kompon en utama yaitu jasmani dan rohani (dikhotomi). Pandangan terhadap pendidikan jasmani seperti itu dapat kita amati pada Undang-Undang no empat tahun 1950 Bab VI pasal sembilan sebagai berikut,

Defnisi yang relatif sama, juga dikemukakan oleh Pangrazi dan Dauer (1992) sebag ai berikut, "Physical education is a part of the general educational program tha t contributes, primarily through movement experiences, to the total growth and d evelopment of all children. Physical education is defined as education of and th rough movement, and must be conducted in a manner that merits this meaning". Apa bila definisi penddikan jasmani ini dielaborasi dan dikaitkan dengan kurikulum pe ndidikan jasmani yang berlaku di Indonesia dewasa n (Kurikulum Tingkat Satuan Pend idikan/ KTSP), penulis mengilustrasikannya seperti dalam gambar berikut ini.

Gambar 1.2 Ilustrasi Penjabaran Difinisi Penjas Dalam PBM Defnisi pendidikan jasmani di pandang secara holistik ini mendapat dukungan da ri para ahli pendidikan jasmani lainnya. Misalnya, Siedentop (1990) mengemukakan , "Modern physical education with its emphasis upon education through the physic al is based upon the biologic unity of mind and body. This view sees life as a t otality". Wall dan Murray (1994) mengemukakan hal serupa da objek yang lebih spes ifik, "Children are complex beings whose thoughts, feelings, and actions are con stantly in a state of flux. Because of the dynamic nature of children as they gr ow and mature, change in one element often affects the others. Thus, it is a 'wh ole' child whom we must educate, not merely the physical or bodily aspect of the child.. Menurut Lutan (2001:62) konsep pendidikan jasmani berfokus pada sosialisasi atau pembudayaan via aktivitas jasmani, permainan, dan atau olahraga. Proses sosiali sasi berarti pengalihan nilai-nilai budaya dari begerasi tua ke generasi yang le bih muda. Maksud dari pernyataan tersebut adalah seluruh adegan pergaulan anta ra pendidik/guru dan peserta didik/siswa bersosialisasi yang bersifat mendidik. C. Tujuan Pendidikan Jasmani Walaupun tujuan pendidikan jasmani seringkali ddefnsikan dalam redaksi yang berbed a-beda dan setiap ahl pendidikan (Heterngton, 1910; William, 1930; Adam, 1959; Wes ton, 1962), namun semua tujuan tersebut pada dasarnya dapat diklasifkasikan ke da lam empat katagori tujuan seperti yang dikemukakan oleh Bucher (1964), yaitu: 1. Perkembangan fisik. Tujuan ini berhubungan dengan kemampuan melakukan ak tivitas-aktivitas yang melibatkan kekuatan-kekuatan fisik dari berbagai organ tu buh seseorang (physical fitness). 2. Perkembangan gerak. Tujuan ini berhubungan dengan kemampuan melakukan ge rak secara efektif, efsien, halus, ndah, sempurna (skillful). 3. Perkembangan mental. Tujuan in berhubungan dengan kemampuan berpkir dan m enginterpretasikan keseluruhan pengetahuan tentang pendidikan jasmani ke dalam ln gkungannya. 4. Perkembangan sosial. Tujuan ini berhubungan dengan kemampuan siswa dalaur menyesuaikan din pada suatu kelompok atau masyarakat. Namun demikian, untuk melihat lebih jauh tentang aktivitas-aktivitas dalam suatu program pendidikan jasmani, ada baknya kalau kita menyimak pendapat Sedentop (199 0) sebagai berikut: "the activities themselves are not as important as is what t hey are used to accomplish. This is why this model has always been referred to a s education through the physical". D. Pendekatan Program Pendidikan Jasmani Sehubungan dengan penentuan pendekatan , khususnya di Amerika, dan di beberapa n egara lain telah banyak bermunculan pendekatan program untuk meraih tujuan-tuju an pendidikan jasmani. Beberapa jenis program berikut deskripsi sederhana da masi ng-masing program yang banyak digunakan tersebut (Suherman, 2009) antara lain ad alah sebagai bekut: 1. Movement Education. Pendekatan ini pada dasarnya merupakan pendekatan y ang lebih menekankan pada penguasaan keterampilan. 2. Fitness Approach. Fitness approach n pada dasarnya merupakan pendekatan ya ng lebih menekankan pada peningkatan penguasaan pengetahuan, keterampilan, dan k ualitas kesegaran jasmani anak didiknya. 3. Academic-Discipline Approach. Pendekatan n pada dasarnya merupakan pendek atan yang lebih menekankan pada penguasaan pendidkan jasmani secara mendalam: bag aimana memelhara gaya hidup yang sehat, mengisi waktu senggang, menjadi pelayan a

tau pengguna program fitness dan pendidikan jasmani di masyarakat. Pendekatan n l ebih banyak digunakan pada lembaga-lembaga pendidikan keolahragaan, misal: FPOK. 4. Social-Development Model. Pendekatan mi pada dasamya merupakan pendekata n yang lebih menekankan pada perkembangan individu dan sosial anak didik. Salah satu contoh model dan pendekatan mi dikembangkan oleh Donald Hellison (1973, 197 8, 1982) dengan istilah "teaching responsibility through physical activity" deng an menerapkan konsep "levels of affective development". 5. Sport Education Model. Pendekatan ini pada dasamya merupakan pendekatan yang lebih menekankan pada pemeliharaan dan peningkatan nilai-nilai murni olahra ga kompetitif seperti yang sering dilakukan di luar lingkungan sekolah. 6. Adventure-Education Approach. Pendekatan in pada dasarnya merupakan pend ekatan yang lebih menekankan pada aktivias-aktivtas petualang yang penuh resiko d alam lingkungan yang lebih bersifat alami (msal, naik gunung, cross country, camp ing). 7. Eclectic Approach. Pendekatan ini pada dasanya merupakan pendekatan yang merupakan perpaduan atau kombinasi dan semua pendekatan tersebut di atas. E. Pertimbangan Pelaksanaan Program Pendidikan Jasmani

Beberapa aspek yang harus dipertimbangkan dalam pembuatan program pendidikan jas mani seperti dikemukakan oleh Graham, dkk. (1993) sebagai berikut. 1. Premis Program Pendidikan Jasmani. Tiga premis program pendidikan jasmani : a. Program pendidikan jasmani dan program olahraga mempunyai tujuan yang be rbeda Tujuan utama pembuatan program tersebut adalah menyediakan dan memberikan berbag ai pengalaman gerak untuk membentuk fondasi gerak yang kokoh yang pada akhirnya diharapkan dapat berdampak terhadap pemilihan gaya hidup yang aktif dan sehat. b Anak-anak bukanlah 'miniature' orang dewasa Anak-anak membutuhkan program yang secara khusus dibuat sesuai dengan minat dan kebutuhannya. c Anak-anak yang kita ajar sekarang tidak akan menjadi dewasa sekarang Penguasaan berbagai keterampilan gerak dasar oleh para siswa akan mendorong perk embangan dan perbaikan berbagai keterampilan fisik yang lebih kompeks, yang pada akhirnya akan membantu siswa memperoleh kepuasan dan kesenangan dalam melakukan aktivitas fisiknya 2. Karaktestik Program Pendidikan Jasmani Beberapa karakteristik program pendidikan jasmani dikemukakan oleh Graham, dkk. (1993), sebagai berikut:

Tabel 1.1 Karaktestik Program Pendidikan Jasmani KOMPONEN SESUAI KURANG SESUAI Kurikulum Kurikulum mempunyai ruang lingkup dan susunan materi yang didasa rkan pada tujuan (jangka panjang dan jangka pendek) yang layak untuk semua anak didik. Kurikulum tersebut meliputi keseimbangan antara penglaman skill, konep, g ames, educational gymnastikc, irama dan tari yang ditunjukan untuk memperluas pe ngembangan aspek pengetahuan , gerak, sikap, dfan kebugaran semua siswanya. Kurikulum miskin akan pengembangan tujuan serta didasarkan terutama pada minat, perhatian, kesenangan, dan latar belakang gurunya bukanya berdasar pada anak d idiknya, misal, terdiri dari sejumlah permainan olahraga untuk orang dewasa. membantu memberkan pengalaman dan perasaan puas dan

senang sebagai akbat dan partisipasi secara terates dalam pendidikan jasmani kepada semua siswa.

dirasakannya pada waktu melakukan aktivitas pendidikan jasmani. Rata-rata keberhasilan Siswa diberi kesempatan yang sebanyak-banyaknya untuk berlatih skill dengan rata-rata keberhasilan yang tinggi yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan keterampilan geraknya. Siswa disuruh untuk melakukan aktivtas-aktvtas yang terlalu mudah atau terlalu sukar yang dapat menyeba bkan mereka bosan, frustasi, atau melakukannya dengan salah. Jumlah siswa Jumlah siswa dalam pelajaran penjas adalah sama dengan jumlah Siswa dalam kelas (misal, Ia) yang sebenamya. Jumlah siswa dalam pelajaran penjas lebh dan jumlah siswa dalam kelas yang sebenarnya, misal, mengajar siswa sekaligus yang jumlahnya terdiri dari tiga kelas. Kekutsertaan siswa Siswa mengikuti pelajaran penjas secara terates sesuai dengan jadwalnya karena mereka menyadari bahwa penjas menipakan bagian dari pendidikannya secara keselunuhan. Siswa mengikuti pelajaran lain karena alasan-alasan lain atau sebagai hukuman atas perbuatannya dalam pela jaran penjas. Proporsi aktif belajar Semua siswa terlibat dalam aktivitas belajar yang mendorong mereka untuk terus-menerus aktif tanpa hares di awasi gurunya. Lingkungan belajar dibuat sedemikian rupa untuk memenuhi kebutuhan siswa agar te tap aktif terlibat dalam semua pengalaman belajar yang diberikannya. Proporsi jumlah waktu aktif belajar sangat terbatas sebab siswa harus menunggu giliran, memilih team, terbatasnya peralatan, atau karena permanan, misal gugur, yang pada umumnya siswa yang lamban yang gugur. Secara singkat, beberapa karakteristik program pendidikan jasmani yang berkualit as tersebut antara lain ditandai oleh: a. Developmentally appropriate practices (DAP) maksudnya adalah program-pro gram latihan atau aktivitas gerak yang diberikan harus sesuai dengan kemampuan g erak anak didik yang sedang belajar. Program latihan atau aktivitas gerak yang s esuai ini harus mampu mengakomodasi setiap perbedaan karakteristik dan perubahan kapasitas gerak ke arah yang lebih baik dan setiap individu seperti status perk embangan, pengalaman gerak sebelumnya, kondisi kesegaran jasmani dan keterampila nnya, bentuk badan, dan usia pelaku.

b. Instructionally appropriate practices maksudnya adalah cara-cara penyamp aian latihan atau aktivitas gerak yang secara pedagogis sangat efektif, efisien, dan dapat dipertanggungjawabkan, yang diambil dari hasil-hasil penelitian atau pengalaman yang memadai yang memungknkan semua anak didik memperoleh kesempatan d an keberhasilan belajar secara optimal. F. Keberhasilan Program Salah satu definisi keberhasilan mengajar yang dapat kita jadikan rujukan dikemu kakan oleh Graham (1992). la mengemukakan bahwa defnisi keberhasilan mengajar tid ak hanya sekedar memelihara siswa aktif berolahraga, senang, dan segar pada saat dan setelah melakukan pengajaran. 1. Targer pada Siswa Komponen keberhasilan mengajar yang paling pokok adalah siswa itu sendiri. Apabi la guru berikut program yang diberikannya berhasil, maka hal ini akan tercermin pada pencapaian target siswa. Apa yang dimaksud target siswa? Istilah mi dalam k urikulum KTSP setara dengan istilah komptetensi. Dengan demiklan target siswa sa ngat beragam yang meliputi a) target lulusan yang sering disebut standar kompete nsi lulusan (SKL) baik per satuan pendidikan maupun per satuan pelajaran, b) tar get semesteran dan tahunan yang sering disebut Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (SKKD), dan c) target silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Salah satu contoh pernyataan target siswa dan dalam negeri yang berlaku di Indon esia adalah Standar Kompetensi Lulusan (SKL) mata pelajaran pendidikan jasmani s ebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri nomor 23 tahun 2006 tentang standar kompetensi lulusan yang isinya adalah sebagai berikut. 1) Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan SD/ MI a) Mempraktekkan gerak dasar lari, lompat, dan jalan dalam permainan sederh ana serta nila-nla dasar sportivitas seperti kejujuran, kerjasama, dan lain-lain. b) Mempraktekkan gerak ritmik meliputi senam pagi, senam kesegaran jasmani (SKJ), dan aerobik. c) Mempraktekkan gerak ketangkasan seperti ketangkasan dengan dan tanpa ala t, serta senam lantai. d) Mempraktekkan gerak dasar renang dalam berbagai gaya serta nila-nilai yan g terkandung di dalamnya. e) Mempraktekkan latihan kebugaran dalam bentuk meningkatkan daya tahan kek uatan otot, kelenturan serta koordinasi otot. f) Mempraktekkan berbagai keterampilan gerak dalam kegiatan penjelajahan di luar sekolah seperti perkemahan, piknik, dan lain-lain. g) Memahami budaya hidup sehat dalam bentuk menjaga kebersihan din dan ling kungan, mengenal makanan sehat, mengenal berbagai penyakit dan pencegahannya ser ta menghndarkan din da narkoba. 2) Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan SMP/ s a) Mempraktekkan variasi dan kombinasi teknik dasar permainan, olahraga ser ta atletik dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya b) Mempraktekkan senam lantai dan irama dengan alat dan tanpa alat. c) Mempraktekkan teknik renang dengan gaya dada, gaya bebas, dan gaya Pungg ung. d) Mempraktekkan teknik kebugaran dengan jens latihan beban menggunakan ala t sederhana. e) Mempraktekkan kegiatan-kegiatan di luar kelas seperti melakukan perkemah an, pejajahan alam sekitar dan piknik. f) Memahami budayabhidup sehat dalam kehidupan sehari-hari seperti perawata n tubuh serta lingkungan, mengenal berbagai penyakit dan cara penyegahannya sert a menjauhi narkoba. 3) Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan SMP/ s

a) Mempraktekkan keterampilan permainan dan olahraga dengan menggunkanperat uran. b) mempraktekkan rangkaian senam lantai dan irama serta nilai-nilai yang t erkandung di dalamya. c) Mempraktekan perkembangan mekanik sikap tubuh, kebugaran jasmani serta a ktivitas lainya d) Mempraktekan gerak ritmik yang meliputi senam pagi, senam aerobok serta aktivitas lainya. e) Mempraktekan kegiatan didalam air seperti renang, permainan diair serta kese;lamtan diar. f) Mempraktekan kegiatan-kegiatan diluar kelas seperti melakukan perkemahan , penjelajahan alam sekitar,mendekati gunung ,dan lain-lain g) memahami budaya hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari seta perawatan t ubuh serta lingkungan yang sehat, mengenal penyakit dan cara penyegahanya serta menghindari narkoba dan HIV. Sementara itu, contoh target siswa dari luar negeri penulis ambilkan dari perkum pulan Guru pendidikan jasmani dan olahraga. USA(nasional assocation for sport an d Phsysical Education /Naspe ). Merumuskan terget umum pendidikan jasmani den gan diberikan label terciptanya individu yang terdidik secara fisik (physical fo r sport and physically educated person), dengan ciri-ciri sebagai berikut: Individu yang terdidik secara individu adalah : Memiliki keterampilan keterampilan yang berguna untuk melakukan bermacammacam kegiatan fisik. 1. Bergerak dengan menggunakan konsep-konsep kesadaran tubuh, kesadaran rua ng, usaha dan hubunganya. 2. menunjukkan kemampuan dalam aneka ragam keterampilan manipulatif, lokomo tor, dan non lokomotor. 3. menunjukkan kemampuan mengkombinasikan keterampilan manipulatif, locomot or dan non-locomotor baik yang dilakukan secara perorangan maupun dengan orang l ain. 4. menunjukkan kemampuan pada aneka ragam bentuk aktivitas jasmani. 5. menunjukkan penguasaan pada beberapa bentuk aktivitas jasmani. 6. memiliki kemampuan tentang bagaimana caranya mempelajari keterampilan ba ru. Bugar secara fisik 7. menilai, meningkatkan, dan mempertahankan kebugaran jasmaninya. 8. merancang program kesegaran jasmani sesuai dengan prinsip latihan tetapi tidak membahayakan. Berpartisipasi secara teratur dalam aktivitas jasma 9. berpartisipasi dalam program pembnaan kesehatan melalui aktivitas jasmani min. 3 x per minggu. 10. memilih dan secara teratur berpatisipasi dalam aktivitas jasmani pada ke hidupan sehari-haya. Mengetahui akibat dan manfaat dan keterlibatan dalam aktivit as jasmani. 11. mengidentifikasi manfaat, pengorbanan, dan kewajiban yang berkaitan deng an teraturnya partisipasi dalam aktivitas jasmani. 12. menyadari akan faktor resiko dan keselamatan yang berkaitan dengan terat urnya partispasi Balam aktivitas jasmnai 13. menerapkan konsep-konsep dan pnsip-pnsip pengembangan keterampilan gerak. 14. memaham bahwa hakekat sehat tidak sekedar fisik yang bugar. 15. mengetahui aturan, strategi, dan perilaku yang haras dipenuhi pada aktivt as jasmani yang dipilih. 16. mengetahui bahwa partisipasi dalam aktivitas jasmani dapat memperoleh da n meningkatkan pemahaman terhadap budaya majemuk dan budaya internasional 17. memahami bahwa aktivitas jasmani membe peluang untuk mendapatkan kesenang an, menyatakan diri pribadi, dan berkomunikasi. Menghargai aktivitas jasmani dan kontbusinya terhadap gaya hidup yang seh at.

18. menghargai hubungan dengan orang lain yang diperoleh dari partisipasi da lam aktivitas jasman 19. hormat terhadap peraturan yang terdapat dalam aktivitas jasmani sebagai cara untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan sepanjang hayat. 20. menikmati perasaan bahagia yang diperoleh dan partisipasi teratur dalam aktivitas jasmani 2. Target pada Guru Apabila target pada siswa tercapai maka target pada gurupun akan cenderung terca pai, yaitu guru mendapatkan kepuasaan dan kesenangan. Namun demikian, sering sek ali guru penjas kurang puas hanya dengan mencapai target pada siswa dan mendapat penghargaan dari pihak luar saja. contoh banyak para guru Penjas mempunyai tuju an tambahan sebagai berikut: a. ingin meyakinkan kepala sekolah, guru bidang studi, dan pekeTa adminstra s akan pentingnya Penjas bagi siswa sehingga dengan demkan pelajaran Penjas akan di anggap penting dan tidak akan diganti atau dibebaskan hanya karena ada kegiatan lain seperti: kunjungan ke sekolah lain, ke musium, ke kebun binatang, atau diga nti oleh kegiatankegiatan lain yang intinya menyepelekan pelajaran Penjas. b. ingin mendapatkan peralatan yang lebih banyak dan lebih baik untuk pelaj aran Penjas. c. ingin mendapatkan fasilitas yang aman, yang betul-betul hanya dibuat untuk digunakan dalam pelajaran Penjas. Dengan demikian guru yang baik akan memperoleh kepuasan dan keberhasilan mengaja r sswanya dan juga keberhasilan meyakinkan semua pihak yang bertanggung jawab ata s berlangsungnya keberhasilan Pendidikan Jasmani di sekolah. 3. Target pada Sekolah Salah satu tanggung jawab penting da guru dalam mengajar adalah menemukan cara-ca ra mengajar yang dapat memberi sumbangan terhadap pencapaian tujuan dan program sekolah secara menyeluruh. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan program penajs dapat dilihat pada gambar berikut ini : Tabel 1.2 Faktor-Faktor Keberhasilan Program Pengajaran Penjas di Sekolah SISWA GURU SEKOLAH - keterampilan gerak - antusias - dewan pengurus - sikap (attitudes) - planning pendidikan - kesegaran jasmau - disiplin - peralatan - rasa percaya diri (self - kurikulum - guru kelas confidence) - isi pelajaran -jadwal sekolah - pengetahuan - personal karakteristik - fasilitas - partisipasi - interaksi dengan siswa - jadwal mengajar - nilai (values) - harapan - kepala sekolah - kerjasama - penilaian - jumlah siswa/kelas - kepuasan - orang tua siswa - feedback G. Pedagogi Olahraga Kaitannya dengan PBM Pendidikan Jasmani Pengertian pedagogi olahraga tersebut di atas dapatlah dikatakan bahwa dalam ist ilah pedagogi olaraga terkandung juga istilah kurikulum dan pengajaran. Kurikulu m pada dasarnya adalah seperangkat pengalaman belajar untuk para siswa yang disu sun sedemikian rupa untuk mencapai tujuan tertentu. Sementara pengajaran di dala mnya mengandung istilah mengajar dan belajar. Mengajar dapat diartikan sebagai perilaku profesional yang ditunjukkan oleh guru sebagaimana terlibat dalam pekerjaannya. Tugas utama mengajar adalah membantu m embe pegalaman belajar kepada siswa agar tumbuh dan berkembang dalam hal keteramp

ilan, Belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku yang disebabkan ole h pengalaman daripada disebabkan oleh sesuatu yang bersifat pembawaan atau ketur unan (Siedentop, 1991) dalam (Suherman,2010). Sudah barang tentu tidak semua per ubahan perilaku siswa merupakan akibat dan pengalaman belajar yang diberikan ole h gurunya pada waktu mengajar. Manusia dapat juga belajar dari kesalahan. Pedagogi menghubungkan tindakan-tindakan guru dengan "student outcomes". Apabila di sana terdapat pedagogi maka "students outcomes" tertentu harus diperoleh. Le bih tegas lagi Siedentop (1991) dalam (Suhereman, 2009) mengatakan "No outcomes , no pedagogy!", secara harfah istilah itu mungkin dapat dikatakan "tidak ada has il, berarti mengajarnya tidak menggunakan ilmu pedagogy". Sehubungan dengan itu, ada baiknya kita menyimak kata-kata orang yang sam sepert i diatas sebagai berikut: This does not suggest that teaching car or should be vi ewed as a mechanistic enterprise. Nor does it suggest that there is no room in e ffective teaching for personal style, inventiveness,or intuition. Efftive teache rs artistically orchestrate a set of highly developed skill to meet the specific demands of a learning setting, Dalam bahsa indonesia., peryataan itu mungkin dap at diartikan sebagai brekut,Hal ini tidak memberi kesan bahwa mengajar dapat atau seharusnya dipandang sebagai sebuah usaha mekanis. Dalam mengajar yang efektif tidak ada tempat bagi gaya mengajar yang bersifat individual, temuan sepintas l alu, dan intuisi. Guru-guru yang efektif secara artistik menyusun sejumlah keter amplilan yang dikembangkan secara mapan untuk memenuhi kehbutuhan-kebutuhan khus us dari lingkungan pembelajranya. Untuk lebih jelasnya keterkaitan pedagogi olahraga dengan proses belajar mengaja r, dapat dilihat pada gambar 1.4 berikut ini:

Sementara itu Siedentop (1990) memandang beberapa bidang garapan pedagogi olahra ga da sudut praktis melalui pandangan para pendidik pendidikan jasmani baik yang terlibat langsung sebagai pengajar pendidikan jasmani di sekolah-sekolah maupun yang terlibat sebagai pendidik di pergunuan tinggi yang menghasilkan calon guru yang akan mengajar pendidikan jasmani, sebagai berikut: Tabel Bidang Garapan Praktis Pedagogi Olahraga Dalam Konteks Proses Belajar Mengajar Bidang garapan Pertanyaan yang sering diaju Perilaku guru -Jenis feedback apa yang diberikan oleh para guru -Apakah perilaku guru mengajar di SD berbeda dengan Guru di SMP atau SMU? -Berapa lama waktu yang dihabiskan guru dalam berbagai jenis aktivitas mengajar. -Apa perbedaan perilaku mengajar dan melatih Perilaku siswa metode mengajar apa yang paling efektif? Apakah siswa menyenangi dan menghargai pendidikan j asmani? bagaimana siswa menghabiskan waktunya dalaro pelajaran pendidikan jasman i? berapa banyak kesempatan belajar yang baik diperoleh kelompok siswa pint ar dan kurang? bagaimana siswa berperilaku selarna pelajaran Penjas? Efektivitas guru apa perbedaan guru dan pelatih yang efektif dan tidak ef ektif? metode mengajar apa yang paling efektif? bagaimana guru pemula mengatasi masalah yang muncul dalaro mengajar Penjas pada tabun-tahun pertanra? karakteristik apa yang membuat guru dan pelatih menjadi lebih efektif? Masala-masalah guru karakteristik apa yang membuat guru dan pelatih menjadi

masalah apa yang muncul pada guru yang selaln mengajar juga melath? bagaimana guru mengatasi kelephan mengaj arnya tujuan-tujuan apa yang diharapkan oleh gurunya terhada anak didiknya? Kurikulum bagaimana idealnya kurikulum Pendidikan Jasmani9 kenpa orang berpartispas dalaro Penjas? tujuan apa yang diperoleh guru dan mengajarnya? bagaimana sebaiknya fitness diprogramkan? basil apa yang diperoleh dan youth-sport programs? Beberapa Peneltian di Bidang Pedagogi Olabraga Meskipun Pedagogi Olahraga adalah bidang ilmu yang paling muda usianya dibanding ilmu-ilmu lain yang berada dalam naungan Sport Science seperti: sport psycholog y, sport sociology, kinesiology, motor learning, exercise physiology, dan sport humanities (Sedentop, 1990), namun perkembangannya sangat pesat sekali. Penemuan-penemuan yang merupakan basil dan penelitian-penelitian baik yang bersi fat deskriptif, eksperimen, maupun kualitatif telah memberikan banyak sumbangan terhadap perkembangan disiplin tersebut. Diantara banyak penelitian yang dilakukan dalam lingkup Pedagogi Olahraga, beb erapa diantaranya sebagai berikut. Anderson dan Baretta (1978) mengungkap tenta ng aktivitas guru dan siswa dalam PBM Pendidikan Jasmani di sekolah-sekolah, "Wh at's going on in the gym". Sedentop, Tousignant, dan Parker (1982) meneliti tenta ng Academic Learning Time-Physical Education (ALT-PE). Zakrajsek, Darst, dan Man cini (1989) mengembangkan instrumen-instromen observasi untuk keperluan peneliti an dalam PBM Pendidikan Jasmani yang sampai sekarang instrumen tersebut. Janmma, French, dan Horvak (1984); McKenzie dan Wurzer (1988) meneliti tentang pengguna an teknik-teknik seperti: time out, behavior games, dan contingency contracting secara teratur terhadap siswanya dalam rangka mengembangkan manajemen dan disipl in siswa. Luke (1989) meneliti model pengajaran Penjas yang memfokuskan pada man ajemen kelas dan disiplin siswa. Canter (1976), Sander (1989), dan H11(1990), men gembangkan model manajemen kelas dan pembinaan disiplin assertif dalam PBM Pendi dikan Jasmani yang sering disebut sebagai model "Canters' Assertive Discipline". Penelitian untuk mengembangkan aspek yang sama seperti di atas juga dilakukan o leh Siedentop (1994) dengan istilah "sport education" dan Hellison (1995) dengan istilah "teaching responsibility through physical activity" melalui penerapan k onsep "levels of affective development". Modelmodel pengajaran pendidikan jasmani seperti itu, sekarang ini banyak digunakan di sekolah-sekolah dalam PBM Penjas di Amerika karena bisa diterapkan (Graham, 1992.)

I.

PEMBAHASAN DAN CROSCEK

Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Pusat Kesegaran Jasmani Depdiknas beberap a tahun terakhir diperoleh informasi bahwa hasil pembelajaran Penjas di sekolahsekolah secara umum hanya mampu memberikan efek kebugaran jasmani terhadap kuran g lebih 15 persen dari keseluruhan populasi peserta didik (Ditjora, 2002). Temuan yang diperoleh tersebut adalah, bahwa Kurikulum yang ada serba perilaku motorik, tidak memasukkan unsur kognitif-reflektif, socio-motor dan afektif dala m ruang lingkupnya; Terlalu melingkupi, seolah-olah semua materi memungkinkan untu k diimplementasikan di sekolah tanpa memperhatikan kondisi dan kemampuan sekolah ; Berorientasi pada model kurikulum yang menekankan penguasaan teknik dasar dan keterampilan olahraga. Dari segi pelaksanaan dapat ditemukan beberapa hal sebaga i berikut: Tidak terlihat adanya pengayaan pendekatan, gaya, metode, model serta strategi pembelajaran; Penjas terperangkap oleh paradigma dan orientasi tunggal Pembinaan Usia Dini Pelatihan Olahraga;Guru Penjas tidak lagi santun, tetapi lebi h berwajah keras dan relatif penuh hardikan;Proses belajar tidak lagi bersifat pen gasuhan dan tugas ajar tidak lagi berasas pada praktik pengembangan yang disesua

ikan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan peserta didik atau developmenta lly appropriate practise (DAP) . Tentu menjadi pertanyaan, mengapa mutu hasil pembelajaran penjas di Indonesia bi sa sedemikian rendah? Apakah karena faktor guru yang juga kualitasnya rendah? atauk ah disebabkan faktor lain seperti sarana dan prasarana yang tidak memadai? Atauk ah semua kelemahan ini harus dialamatkan pada kurikulum yang tidak relevan, sert a kurangnya dukungan dari pemerintah dan masyarakat dalam hal pentingnya pendidi kan jasmani? Menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas tentu tidak mudah. Diperluka n penelusuran cermat yang melibatkan berbagai alat telaah multidisipliner, baik yang melibatkan tinjauan dari aspek filosofis, sosiologis, psikologis, budaya, e konomi serta politik. Namun dalam wilayah praksis, kita dapat mendekati permasal ahan ini dalam hubungannya dengan kemampuan guru dan kurikulum yang diberlakukan dalam program Penjas di Indonesia. Kemampuan guru harus ditelusuri dari segi ni lai acuan (value orientation) (Jewet and Bain, 1995) mereka terhadap\ program ya ng menjadi tanggung jawabnya selama ini, sedangkan masalah kurikulum dapat dikaj i dalam kaitannya dengan kemampuan sebuah kurikulum sebagai sebuah dokumen dalam memberikan keleluasaan kepada guru untuk melakukan interpretasi dalam hal pelak sanaannya. Jika kita berkaca pada perspektif sejarah, maka dapat dimaklumi bahwa kualitas p enjas di Indonesia dapat menjelma menjadi bentuknya yang sekarang. Menginterpret asikan konteks sejarah perkembangan penjas dan olahraga nasional kita, dapat did uga bahwa telah terjadi perubahan paradigma Penjas di masa lalu, yang terjadi pa da tahun 60-an. Kala itu, para founding fathers bangsa kita mencoba memanfaatkan olahraga sebagai alat strategis dan sekaligus politis untuk keluar dari rasa re ndah diri kolektif sebagai bangsa yang baru merdeka setelah sekian abad terjajah dan terbodohkan secara sistematis. Keyakinan yang berkembang adalah bahwa olahr aga dapat menjadi bukti bahwa bangsa kita memiliki potensi dan kemampuan yang sa ma dengan bangsa lain, yang ditunjukkan melalui bisa berkiprahnya bangsa Indones ia dalam berbagai event olahraga regional dan internasional. Dengan keyakinan tersebut, penjas di tingkat satuan pendidikan pun diubah paradi gmanya, bukan lagi sebagai alat pendidikan, melainkan dipertajam menjadi alat un tuk membantu gerakan olahraga sebagai penegak postur bangsa, agar lebih banyak l agi bibit-bibit olahragawan yang bisa dipersiapkan. Akibatnya, seperti yang dapa t kita saksikan sekarang, Penjas kita lebih berorientasi pada prestasi olahraga daripada sebagai proses sosialisasi dan mendidik anak melalui olahraga. Demikian kuatnya paradigma prestasi olahraga dalam Penjas kita, sehingga dewasa ini para digma tersebut masih kuat digenggam oleh para guru Penjas. Dalam kondisi demikia n, pembelajaran sering berubah menjadi aktivitas yang dalam kategori Sue Bredeka mp (1993) merupakan program yang Undevelopmentally Appropriate Practice (UAP), p adahal yang seharusnya berlangsung adalah program yang Developmentally Appropria te Practice (DAP). Dengan paradigma yang salah tersebut, program olahraga dalam pembelajaran pendid ikan jasmani lebih menekankan pada harapan agar program tersebut berakhir pada t erpetiknya manfaat pembibitan usia dini. Alasannya cukup jelas, karena landasan untuk mencetak olahragawan unggul di kompetisi tingkat internasional merupakan s atu-satunya alur pikir yang sejalan dengan semangat revolusi besar Bung Karno. P endeknya, penggunaan olahraga di sekolah bukanlah dipandang sebagai alat pedagog is, melainkan lebih dihargai sebagai alat sosialisasi olahraga kepada peserta di dik. Sebagai konsekuensinya, ruang lingkup pendidikan jasmani menjadi menyempit; seol aholah terbatas pada program memperkenalkan anak pada cabang-cabang olahraga for mal, seperti olahraga permainan, senam, atletik, renang, serta beladiri. Akibat lanjutannya, aktivitas jasmani yang tidak termasuk ke dalam kelompok olahraga (s

port) mulai menghilang, seperti tarian, gerak-gerak dasar fundamental, serta ber bagai permainan sederhana yang sering dikelompokkan sebagai low-organized games. Dalam lingkup mikro pembelajaran, terjadi juga pergeseran cara dan gaya mengajar guru, yaitu dari cara dan model pengasuhan serta pengembangan nilai-nilai yang diperlukan sebagai penanaman rasa cinta gerak dalam ajang sosialisasi, berubah m enjadi pola penggemblengan fisik dan menjadikan anak terampil berolahraga. Umumn ya, guru lebih berkonsentrasi pada pengajaran teknik dasar dari cabang olahraga yang diajarkan (pendekatan teknis), sambil melupakan pentingnya mengangkat suasa na bermain yang bisa menarik minat mayoritas anak (Light, 2004). Wajar jika guru melupakan anggapan dasar bahwa penjas adalah untuk semua anak (Dauer and Pangra zy, 12th Ed. 2003), sehingga tidak benar-benar dilandaskan pada prinsip pemberia n tugas yang disesuaikan dengan kemampuan anak atau DAP. Hal lain yang juga turut terimbas oleh paradigma tadi adalah menghilangnya suasa na pedagogis dalam pembelajaran Penjas. Penjas yang seharusnya menjadi wahana yang strategis untuk mengembangkan self esteem (kepercayaan diri) anak, pada gilirann ya justru berubah menjadi ladang pembantaian kepercayaan diri anak. Banyak bukti y ang mendukung alur pemikiran demikian, terutama ketika hakikat tentang bagaimana anak belajar dalam psikologi belajar modern sudah semakin diyakini kebenarannya . Ketika guru menggeser pola pembelajaran menjadi pola pelatihan, maka tugas ger ak dan ukuran-ukuran keberhasilannya pun bergeser menjadi keterampilan dengan kr iteria yang formal, kaku, dan tidak disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan a nak. Dalam kondisi tersebut, guru hanya menetapkan satu kriteria keberhasilan, y aitu ketika gerakan yang dilakukan anak sesuai dengan kaidah-kaidah teknik dasar yang sudah dibakukan. Hanya sedikit anak yang biasanya mampu menguasai keteramp ilan dengan kriteria tersebut, sehingga anak yang lain masuk ke dalam kelompok y ang gagal. Akibatnya, dalam banyak proses pembelajaran, anak akan lebih banyak m erasakan pengalaman gagal daripada pengalaman berhasil (feeling of success). Sec ara tidak disadari, profil guru Penjas pun berubah dari yang semula santun dan b ersifat mengasuh, bergeser menjadi profil keras dan angker serta menyepelekan ke pribadian anak (Mahendra, 2006). Banyak guru yang percaya bahwa pembelajaran ola hraga harus berlangsung dalam suasana keras, bahkan cenderung kasar, karena diya kini termasuk upaya mendidik karakter yang kuat dan teguh. Celakanya, muncul pul a kecenderungan guru dalam memberi atribut atau julukan yang negatif pada anak d ikaitkan dengan kelemahan anak dalam hal gerak atau dengan kondisi fisik anak it u sendiri. Tidak jarang, misalnya, guru menyebut anak dengan panggilan yang kura ng pantas atau sebutan lain yang jauh dari membangkitkan self esteem. Berdasarkan berbagai pernasalahan yang telah diuraikan di atas, maka upaya apa dengan harapan dapat mengakomodir kepentingan peserta didik yang sesuai dengan k ebutuhan pertumbuhan dan perkembangannya, agar tujuan dari proses pembelajaran p endidikan jasmani dapat memberikan pengalaman gerak yang sesuai (DAP) untuk peni ngkatan kualitas sumberdaya manusia Indonesia. Berdasarkan study literatur yang dilakukan oleh penulis adanya kesesuaian terhadap permasalahan dengan yang terja di melalui konsep yang akan dibahas berikut. Keberadaan Pedagogi olahraga kini sudah cukup diakui dan diterima oleh komunitas internasional olahraga yang dibuktikan dengan diselenggarakannya program konfer ensi internasional oleh Aliance American for Health, Physical Education, Recreat ion, and Dance (AAHPERD) dengan fokus kajian utamanya adalah disiplin ilmu kurik ulum dan pembelajaran. Keterkaitan antara kurikulum dan pembelajaran dalam kont eks pedagogi tersebut dapat diilustrasikan seperti tertera pada gambar berikut

Pedagogi olahraga harus dipandang dalam konteks yang luas, meliputi : gerak (mo vement), badan (body), permainan (play), penampilan (performance), kesehatan (he alth), dan waktu senggang (leisure time) untuk kesejahteraan hidup manusia Haag (1994:3) dalam Suherman (2009:1), sedangkan menurut Sedentop (1990) dalam Suherma

n (2009:3) mengemukakan sebagai berikut: "sport pedagogy is the international la bel for the field known in the United States as teacher education or curriculum and instruction. Sport pedagogy is the study of the processes of teaching and co aching, of the outcomes of such endeavors, and of the content of fitness, physic al education, and sport programs." "pedagogi olahraga merupakan label internasio nal untuk bidang yang dikenal di Amerika Serikat sebagai pendidikan guru atau ku rikulum dan pengajaran pedagogi olahraga adalah studi tentang proses pengajaran dan pelatihan, dari hasil dari usaha-usaha tersebut, dan isi kebugaran, pendidi kan jasmani, dan program olahraga.

II. KESIMPULAN Pedagogi olahraga harus dipandang dalam konteks yang luas, meliputi : gerak (mo vement), badan (body), permainan (play), penampilan (performance), kesehatan (he alth), dan waktu senggang (leisure time) unruk kesejahteraan manusia. Pedagogi olahraga merupakan kunci keberhasilan proses belajar mengajar olahraga karena pedagogi merupakan jembatan antara perilaku guru, siswa dan hasil. Bebera pa bidang garapan pedagogi olahraga diantaranya meliputi proses guru dalam menga jar, siswa dalam belajar, isi pengalaman belajar, dan hasil yang bersifat jagka pendek (short term) maupun jangka panjang (longterm). Temuan-temuan dalam bidang pedagogi olahraga telah banyak member sumbangan terhadap perkembangan kualitas proses dalam mengajar dan melatih olahraga. DAFTAR PUSTAKA 1. Suherman, Adang (2009), Revitalisasi Pengajaran dalam Pendidikan Jasmani , CV. Bintang Warli Artika, Bandung. 2. Erink. E, Judith (1993) Teaching Physical Education for Learning, Scon E dition Mosby, Sout Carolina. 3. Siedentop, Daryl (1991) Developing Teaching Skills in Physical Education , Third Edition, London, Toronto, Mayfield Publishing Company. 4. Abduljabar, B (2011) Modul Pedagogi Olahraga, Seri konsep dan Pend Ekatan Pengajaran, Prodi PJKR, Jurusan Pendidikan Olahraga, FPOK Universitas Pen didikan Indonesia. 5. Departemen Pendidikan Nasional, Badan Penelitian dan Pengembangan , Pusa t Kurikulum, Naskah Akademik 2007.

You might also like