You are on page 1of 21

HAKIKAT IPS A.

Keterkaitan Ilmu-ilmu Sosial (IS) dengan Ilmu Pengetahuan Sosial IPS merupakan perpaduan dari ilmu-ilmu sosial (IS), karena materinya mengambil bahan-bahan dari IS. Akan tetapi, jumlah dan bagian isi IS yang diperlukan dalam pembelajaran tentang pokok bahasan tertentu tidak sama. Hal ini terjadi karena isi IS yang diambil harus disesuaikan dengan tujuan pembelajaran dan perkembangan peserta didik. Dengan demikian, tidak semua ilmu sosial diambil bagiannya untuk dimasukkan dalam setiap pokok bahasan IPS. Selain itu, pengambilan jumlah dan bagian isi IS yang akan diolah menjadi program IPS juga ditentukan oleh tingkat pendidikannya. Lingkup dan kedalaman program yang diajarkan pada siswa SD berbeda dengan IPS yang diberikan pada siswa SMP. Hal yang membuatnya sama adalah bahwa IPS disusun dengan mengaitkan atau menggabungkan berbagai unsur ilmu-ilmu sosial sehingga menjadi bahan yang mudah dicerna siswa yang secara umum jalan pikirannya masih sederhana. Keterkaitan antara IPS dengan IS akan lebih mudah dipahami jika memperhatikan kembali batasan Edgar B. Wesley (dalam diktat Dasar-Dasar IPS oleh Tim Dosen UNY, UNJ, STKIP Gorontalo) yang berpendapat bahwa social studies (IPS) adalah ilmu-ilmu sosial yang disesuaikan dan disederhanakan untuk mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran. Berdasarkan rumusan tersebut, implikasinya adalah: 1. Persamaan antara IPS dengan IS terletak pada sasaran yang diselidiki, yaitu manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Keduanya membahas permasalahan yang terjadi dalam hubungan antarmanusia (masyarakat manusia). 2. Perbedaannya terletak pada tujuan. IS bertujuan memajukan dan mengembangkan ilmunya masing-masing dengan cara menghimpun fakta, mengembangkan konsep dan generalisasi. Melalui penelitian ilmiah, para ahli melakukan pengujian hipotesis untuk menghasilkan teori atau teknologi baru. Hal ini berbeda dengan tujuan IPS yang lebih bersifat pendidikan, bukan untuk menemukan teori IS, melainkan ditujukan pada keberhasilan dalam mendidik dan membelajarkan IPS untuk mencapai tujuan pembelajaran yang sudah ditetapkan. Berdasarkan uraian tersebut, nampak jelas bahwa IPS tidak sama dengan IS, tetapi menggunakan bagian-bagian IS untuk kepentingan pembelajaran. Oleh karena itu, berbagai konsep dan generalisasi IS perlu disederhanakan sehingga lebih mudah dipahami siswa yang pada umumnya belum matang untuk mempelajari ilmu-ilmu tersebut. Sementara itu, IPS disusun dan diorganisasi dengan baik sesuai dengan kepentingan pendidikan dan pembelajaran, sehingga tingkatannya lebih tinggi dari pengetahuan. Ilmu Pengetahuan Sosial

berada di tengah-tengah, antara pengetahuan sosial dengan ilmu-ilmu sosial. Alasan inilah salah satunya yang mendasari penggunaan istilah Ilmu pengetahuan Sosial sebagai terjemahan dari Social Studies. Ilmu Pengetahuan Sosial bukan ilmu, bukan pula pengetahuan.

B.

Konsep-Konsep Dasar Ilmu Sosial 1. Geografi Ada lima konsep dasar yang dikemukakan oleh Getrude Whipple, yaitu (1) bumi sebagai planet, (2) variasi cara hidup, (3) variasi wilayah-wilayah alamiah, (4) makna wilayah (region) bagi kehidupan manusia, (5) pentingnya lokasi dalam memahami peristiwa dunia. 2. Sejarah Pada abad XVIII, seorang ahli filsafat Jerman mengemukakan bahwa sejarah dengan geografi merupakan ilmu dwi tunggal. Artinya, penelaahan suatu peristiwa berdasarkan dimensi waktunya tidak dapat lepas dari ruang waktu terjadinya. Konsep-konsep dasar dalam sejarah antara lain adalah: (1) waktu, (2) dokumen, (3) alur peristiwa, (4) kronologi, (5) peta, (6) tahap-tahap peradaban, (7) ruang, (8) evolusi, dan (9) revolusi. 3. Antropologi Konsep dasar antropologi menurut C.A. Eliwood: (1) kebudayaan, (2) tradisi, (3) pengetahuan, (4) ilmu, (5) teknologi, (6) norma, (7) lembaga, (8) seni, (9) bahasa, (10) lambang. 4. Sosiologi Konsep dasar dalam sosiologi antara lain: (1) interaksi sosial, (2) sosialisasi, (3) kelompok sosial, (4) pelapisan sosial, (5) proses sosial, (6) perubahan sosial, (7) mobilisasi sosial, (8) modernisasi, (9) patologi sosial. 5. Psikologi Sosial Konsep dasar dalam psikologi sosial antara lain: (1) emosi, (2) perhatian, (3) minat, (4) kemauan, (5) motivasi, (6) kecerdasan dalam menanggapi persoalan sosial, (7) penghayatan, (8) kesadaran, (9) harga diri, (10) sikap mental, (11) kepribadian. 6. Ekonomi Konsep dasar dalam ekonomi antara lain: (1) sumber daya, (2) keterbatasan sumber daya, (3) kebutuhan yang tidak terbatas, (4) produksi, distribusi, konsumsi, (5) permintaan-penawaran, (6) tenaga kerja, (7) modal, (8) alternatif pemanfaatan sumber daya.

7. Politik dan pemerintahan Konsep dasarnya antara lain: (1) kekuasaan, (2) Negara, (3) kepemimpinan, (4) wilayah, (5) kedaulatan rakyat, (6) undang-undang.

C.

Pengertian IPS IPS yang juga dikenal dengan nama social studies adalah kajian mengenai manusia

dengan segala aspeknya dalam sistem kehidupan bermasyarakat. IPS mengkaji bagaimana hubungan manusia dengan sesamanya di lingkungan sendiri, dengan tetangga yang dekat sampai jauh. IPS juga mengkaji bagaimana manusia bergerak dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan demikian, IPS mengkaji tentang keseluruhan kegiatan manusia. Kompleksitas kehidupan yang akan dihadapi siswa nantinya bukan hanya akibat tuntutan perkembangan ilmu dan teknologi saja, melainkan juga kompleksitas kemajemukan masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, IPS mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang berhubungan dengan manusia dan juga tindakan-tindakan empatik yang melahirkan pengetahuan tersebut. Sebutan Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai mata pelajaran dalam dunia pendidikan dasar dan menengah di negara kita, secara historis muncul bersamaan dengan

diberlakukannya Kurikulum SD, SMP, dan SMA tahun 1975. IPS memiliki kekhasan dibandingkan dengan mata pelajaran lain sebagai pendidikan disiplin ilmu, yakni kajian yang bersifat terpadu (integrated), interdisipliner, multidimensional bahkan cross-diciplinary (Numan Somantri, 2001: 101). Karakteristik ini terlihat dari perkembangan IPS sebagai mata pelajaran di sekolah yang cakupan materinya semakin meluas. Dinamika cakupan semacam itu dapat dipahami mengingat semakin kompleks dan rumitnya permasalahan sosial yang memerlukan kajian secara terintegrasi dari berbagai disiplin ilmu sosial, ilmu pengetahuan alam, teknologi, humaniora, lingkungan, bahkan sistem kepercayaan. Dengan cara demikian pula diharapkan pendidikan IPS terhindar dari sifat ketinggalan zaman, di samping keberadaannya yang diharapkan tetap koheren dengan perkembangan sosial yang terjadi. Berkaitan dengan pengertian IPS, Barth (1990: 360) mengemukakan sebagai berikut. Social studies was assigned the mission of citizenship education, that mission included the study of personal/social problems in an interdiciplinary integrated school curriculum that would emphasize the practice of decision making. Maksudnya adalah Ilmu Pengetahuan Sosial membawa misi pendidikan kewarganegaraan termasuk didalamnya pemahaman mengenai individu atau masalah sosial yang terpadu secara

interdisipliner dalam kurikulum sekolah yang akan menekankan pada praktek pengambilan keputusan. Sementara itu, menurut National Council for Social definisi IPS Studies (social

(http://faculty.plattsburgh.edu/susan.mody/432SumB04/NCSSdef.htm) studies) adalah sebagai berikut.

Social studies is the integrated study of social science and humanities to promote civic competence. Within the school pogram, social studies provides coordinated, systematic study drawing upon such diciplines as anthropology, archeology, economics, geography, history, law, philosophy, political science, psychology, religion, and sociology as well as appropriate content from humanities, mathematics and natural sciences. Artinya, IPS merupakan studi terintegrasi dari ilmu-ilmu sosial untuk mengembangkan potensi kewarganegaraan yang dikoordinasikan dalam program sekolah sebagai pembahasan sistematis yang dibangun dalam beberapa disiplin ilmu, seperti antropologi, arkeologi, ekonomi, geografi, sejarah, hukum, filsafat ilmu-ilmu politik, psikologi, agama, sosiologi, dan juga memuat isi dari humaniora dan ilmu-ilmu alam. Senada dengan pendapat Barth di atas, Pusat Kurikulum mendefinisikan Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial seperti sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum dan budaya. Ilmu Pengetahuan Sosial dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang mewujudkan suatu pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang ilmu-ilmu sosial seperti sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum dan budaya (Pusat Kurikulum, 2006: 5). Sementara itu, dalam Kurikulum 2006, mata pelajaran IPS disebutkan sebagai salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI sampai SMP/MTs. Mata pelajaran ini mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI, mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik disiapkan dan diarahkan agar mampu menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai. Sejalan dengan pengertian umum tersebut, IPS sebagai mata pelajaran di tingkat sekolah dasar pada hakikatnya merupakan suatu integrasi utuh dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan disiplin ilmu lain yang relevan untuk merealisasikan tujuan pendidikan di tingkat persekolahan. Implikasinya, berbagai tradisi dalam ilmu sosial termasuk konsep, struktur, cara kerja ilmuwan sosial, aspek metode, maupun aspek nilai yang dikembangkan dalam ilmu-ilmu sosial, dikemas secara psikologis, pedagogis, dan sosial budaya untuk kepentingan pendidikan.

Berdasarkan perspektif di atas, secara umum IPS dapat dimaknai sebagai seleksi dari struktur disiplin akademik ilmu-ilmu sosial yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk mewujudkan tujuan pendidikan dalam kerangka pencapaian tujuan pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila (Numan Somantri, 2001: 103). Pengertian umum ini mengimplikasikan adanya penyederhanaan, adaptasi, seleksi, dan modifikasi dari berbagai disiplin akademis ilmu-ilmu sosial. Kaidah-kaidah akademis, pedagogis, dan psikologis tidak bisa ditinggalkan dalam upaya pengorganisasian dan penyajian upaya tersebut. Dengan cara demikian, pendidikan IPS diharapkan tidak kehilangan berbagai fungsi yang diembannya, apalagi jika dikaitkan secara langsung dengan pencapaian tujuan institusional pendidikan dasar dan menengah dalam kerangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

D.

Tujuan dan Fungsi IPS Sebagai bidang ajar di sekolah, IPS memiliki tujuan untuk mengembangkan pengetahuan,

sikap, dan keterampilan sosial dalam bentuk konsep dan pengalaman belajar yang dipilih atau diorganisasikan dalam rangka kajian ilmu sosial. Berkaitan dengan tujuan IPS, Martorella (1994: 7) menyatakan bahwa: The Social Studies are selected information and modes of investigation from the social sciences, selected information from any area that relates directly to an undestanding of individuals, groups, and societies and applications of the selected information to citizenship education. Artinya, Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan informasi terpilih dan cara-cara investigasi dari ilmu-ilmu sosial, informasi dipilih dari berbagai tempat yang berhubungan langsung terhadap pemahaman individu, kelompok dan masyarakat dan penerapan dari informasi yang dipilih untuk maksud mendidik warga negara yang baik. Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa mata pelajaran IPS di SD bertujuan untuk membentuk warga negara yang baik, yaitu warga negara yang memiliki kemampuan dan keterampilan yang berguna bagi diri dalam hidup sehari-hari dan warga negara yang bangga sebagai bangsa Indonesia dan cinta tanah air. Tujuan pembelajaran IPS (Pusat Kurikulum, 2006: 7) adalah mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat. Berdasarkan paparan di atas, dalam perspektif formal dan realistik, IPS di tingkat sekolah pada dasarnya bertujuan untuk mempersiapkan para peserta didik sebagai warga negara yang menguasai pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills), sikap dan nilai

(attitudes and values) yang dapat digunakan sebagai kemampuan mengambil keputusan dan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan agar menjadi warga negara yang baik. Oleh karena itu, kegiatan-kegiatan belajar dan mengajar serta situasi berikut ini (Permendiknas No. 22 Tahun 2006) hendaknya menjadi orientasi utama pelaksanaan Pendidikan IPS di sekolah dasar. 1) Mengajarkan konsep-konsep dasar sosiologi, geografi, ekonomi, sejarah dan kewarganegaraan melalui pendekatan pedagogis dan psikologis. 2) Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya. 3) Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan ketrampilan dalam kehidupan sosial. 4) 5) Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam

masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional dan global. Sementara itu, fungsi pengajaran IPS di SD adalah untuk mengembangkan pengetahuan, nilai, sikap, dan keterampilan sosial dan kewarganegaraan peserta didik agar dapat direfleksikan dalam kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia. Berkaitan dengan fungsi mata pelajaran IPS, Jarolimek (1986: 4) berpendapat bahwa: The major mission of social studies education is to help children learn about the social world in which they live and how it got that way; to learn to cope with social realities; and to develop the knowledge, attitudes, and skills, needed to help shape an enlightened humanity. Artinya, bahwa misi utama pendidikan IPS adalah untuk membantu siswa belajar tentang masyarakat dunia di mana mereka hidup dan memperoleh jalan, untuk belajar menerima realitas sosial, dan untuk mengembangkan pengetahuan, sikap dan ketrampilan untuk membantu mengasah pencerahan manusia.

KONTEN IPS A. Fakta, Konsep, Generalisasi Fakta adalah kejadian, objek, atau gejala-gejala yang sudah atau dapat dibenarkan oleh indera. Apabila dikaitkan dengan pembentukan konsep IPS, maka fakta dapat dikatakan sebagai objek, peristiwa, kejadian nyata sekarang, atau kejadian nyata masa lampau. Fakta diperoleh melalui penginderaan dan pengamatan individu yang masing-masing memiliki kesan tersendiri. Dengan demikian, bisa saja terjadi perbedaan persepsi terhadap fakta yang sama. Fakta merujuk pada suasana yang khusus dan keberlakuan yang terbatas (kurang berlaku umum). Fakta yang dipilih untuk kepentingan tertentu disebut dengan data. Fakta merupakan data mentah bagi pembentukan konsep. Konsep adalah suatu pengertian yang disimpulkan dari sekumpulan fakta yang memiliki ciri-ciri yang sama. Secara sederhana, konsep adalah penamaan (pemberian label) mengenai sesuatu yang membantu seseorang mengenal, mengerti, dan memahami sesuatu tersebut. Konsep membantu seseorang untuk mengorganisasikan informasi atau data yang mereka hadapi. Berbeda dengan fakta yang terbatas pada situasi khusus, penerapan konsep lebih luas dan bersifat multiinterpretasi (banyak penafsiran). Contoh: Jika kita menemukan sejumlah informasi berikut ini: ada sebuah benda padat yang besar, benda itu terbuat dari besi atau kayu, digerakkan dengan mesin atau layar, berjalan di atas air, digunakan untuk mengangkut penumpang dan barang. Sejumlah informasi atau fakta tersebut dapat kita sederhanakan dengan member label atau nama kapal laut. Generalisasi merupakan perpaduan dari dua atau lebih konsep. Generalisasi menghubungkan beberapa konsep sedemikian rupa sehingga terbentuk suatu pola hubungan yang bermakna dan menggambarkan hal yang lebih luas. Generalisasi yang baik adalah generalisasi yang tidak menyebut orang, tempat, atau benda. Jika ketiga hal tersebut disebutkan, berarti generalisasi yang kita buat memiliki tingkat abstraksi dan keberlakuan yang sempit dan rendah. Contoh: Siswa mengumpulkan data tentang keadaan geografi yang mempengaruhi cara hidup masyarakat Irian Jaya dan menyimpulkan: Keadaan geografi Irian Jaya berpengaruh terhadap cara hidup penduduk Irian Jaya.

B. Nilai dan Sikap 1. Pengertian Nilai dan Sikap Nilai merupakan ukuran baik-buruk, tentang tingkah laku yang telah mendalam dalam kehidupan masyarakat. Nilai juga bisa didefinisikan sebagai pencerminan budaya suatu kelompok masyarakat. Jika ditinjau sebagai sistem nilai, maka dapat diartikan sebagai pedoman kehidupan bermasyarakat yang lebih tinggi tingkatannya dari pada norma sosial. Dikatakan demikian, karena norma social itu juga bersumber dan berpedoman pada sistem nilai. Sistem nilai tidak hanya mempengaruhi tingkah laku dan tindakan seseorang, tetapi juga menjadi dasar dalam mencapai tujuan hidupnya. Sistem nilai yang menjadi landasan dan pedoman hidup bangsa Indonesia yang paling utama adalah Pancasila. Dalam dunia pendidikan, Pancasila menjadi dasar pendidikan nasional. Dengan demikian, nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila pancasila harus ditanamkan dalam pengajaran IPS. Sikap adalah keadaan pada diri manusia yang menggerakkan untuk bertindak dan menyertai manusia dengan perasaan-perasaan tertentu dalam menanggapi objek dan semua itu terbentuk dari pengalaman (Bimo Walgito, 1983: 52-55). Koentjaraningrat (1974) menjelaskan bahwa sikap adalah suatu disposisi atau keadaan mental dalam jiwa dan diri seorang individu untuk bereaksi terhadap lingkungannya, baik lingkungan

manusia/masyarakatnya, lingkungan alamiah/fisik. Walaupun berada dalam diri individu, sikap biasanya juga dipengaruhi oleh nilai budaya dan sering pula bersumber dari sistem nilai budaya. Sikap merupakan reaksi emosional seseorang terhadap lingkungannya, baik positif maupun negatif, berkenaan dengan tujuan maupun penolakan terhadap kondisi social yang dialaminya. Walaupun sikap mental ada pada diri seseorang, tetapi sangat dipengaruhi oleh sistem nilai, pengalaman, dan pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan khususnya pembelajaran IPS, dapat digunakan sebagai sarana untuk membina sikap mental siswa.

2. Menanamkan Nilai dan Sikap dalam Pembelajaran IPS Penanaman nilai dan sikap dalam pembelajaran IPS sebaiknya dipersiapkan dan dirancang secara berkesinambungan dengan perbedaan penekanan pada setiap tingkatan. Semakin tinggi tingkatnya, semakin besar unsur pemahaman dan pertanggungjawabannya. Oleh karena pembelajaran IPS dilaksanakan dalam waktu yang terbatas, maka tidak mungkin memperkenalkan seluruh nilai kehidupan kepada siswa.

Berikut ini beberapa sikap dan tingkah laku yang berlaku umum dan lebih mengembangkan nilai kemanusiaan dan kesatuan sebagai warga masyarakat yang perlu mendapatkan penekanan (Paul Suparno, 2001). 1. Sikap penghargaan pada setiap manusia. 2. Sikap tenggang rasa, jujur, berlaku adil, suka mengabdi, ramah, setia, sopan dan tepat janji. 3. Sikap demokratis dan menghargai gagasan orang lain serta mau hidup bersama orang lain yang berbeda. 4. Kebebasan dan tanggung jawab. 5. Penghargaan terhadap alam. 6. Penghormatan kepada Sang Pencipta. 7. Sikap yang merupakan pengembangan pribadi manusia yang menunjang

penyempurnaan diri pribadi, misalnya disiplin, bijaksana, cermat, mandiri, dan percaya diri. Pada jenjang sekolah dasar, siswa harus diperkenalkan proses pengembangan pemahaman tentang alasan kenapa nilai-nilai tersebut diperkenalkan. Untuk kelas rendah, unsur-unsur permainan dan penanaman nilai tidak boleh ditinggalkan karena pada tahap ini siswa harus dikondisikan merasa senang dalam hidup bersama, bersosialisasi, dan mulai mengenal ilmu pengetahuan. Kegiatan yang dapat diperkenalkan antara lain mengunjungi museum, kebun binatang, tempat-tempat bersejarah, lingkungan alam, dsb. Ilmu pengetahuan haruslah dicintai, bukan ditakuti dan menjadi ancaman bagi siswa. Selain itu, nilai-nilai kejujuran, keadilan, dan kepahlawanan juga harus mulai diperkenalkan dan mendapat tekanan serta perhatian di kelas rendah. Cerita dan dongeng dapat menjadi sarana yang baik untuk menanamkannya. Untuk kelas tinggi, porsi pemahamannya harus ditambah. Kegiatan-kegiatan yang dapat membangun sikap tanggung jawab, keteraturan, dan kebersamaan dalam kelompok sudah mulai diterapkan. Pemberian tugas, baik yang bersifat individu maupun kelompok, diskusi, dan tanya jawab merupakan metode yang cocok untuk menanamkan nilai dan sikap dalam pembelajaran IPS. Penanaman nilai melalui drilling atau hafalan semata tidaklah tepat, karena dengan cara seperti itu siswa menerima suatu nilai hanya sebagai pengetahuan atau mengubah sikap secara terpaksa, semu, atau pura-pura tanpa keyakinan. Pengajaran nilai dan sikap hendaknya benar-benar mampu menyentuh kesadaran nilai siswa dan tertanam melalui logika pembenaran

yang dapat diterima siswa. Dengan cara demikian, nilai-nilai tersebut menjadi milik dan keyakinan siswa yang tidak mudah berubah. Setiap konsep, topik atau tema pelajaran IPS memiliki nilai-nilai tertentu yang oleh siswa perlu dikaji, diolah, ditelaah dan dicocokkan dengan dirinya, serta diproses menjadi miliknya untuk kemudian digunakan sebagai pola atau barometer dalam hidupnya.

C. Keterampilan dalam IPS 1. Keterampilan Intelektual Keterampilan intelektual adalah keterampilan berpikir, kecekatan, dan kecepatan memanfaatkan pikiran, cepat tanggap dalam menghadapi permasalahan sosial di masyarakat (Nursid Sumaatmadja, 2007: 1.10). Keterampilan ini memungkinkan individu untuk berinteraksi dengan lingkungan dalam bentuk simbol atau konsep. Individu belajar mulai dari tingkat yang paling rendah, misalnya menulis huruf a. Keterampilan intelektual yang dikembangkan dalam pembelajaran IPS bertujuan untuk melatih siswa berpikir logis dan sistematis dalam memecahkan persoalan yang nyata dalam kehidupan bermasyarakat. Aktivitas yang nampak dalam proses belajar adalah mengumpulkan, menunjukkan, menerapkan, menganalisis, dan menilai (Saidihardjo & Sumadi HS, 1996: 97) Untuk meningkatkan dan memantapkan keterampilan ini, metode yang dapat digunakan guru antara lain adalah metode tanya jawab dan diskusi. Melalui metode ini, siswa diberikan stimulus sehingga dapat mengajukan persoalan sendiri tentang permasalahan yang terjadi di masyarakat. Dengan demikian, siswa menjadi cepat tanggap, kritis, dan kreatif terhadap hal-hal yang dirasa tidak wajar yang mereka lihat dan alami dalam kehidupan sehari-hari. Siswa juga akan memiliki penalaran yang lebih peka terhadap masalah social yang terjadi di masyarakat. 2. Keterampilan Personal Kepribadian (personality) seseorang terbentuk sejak lahir dan berkembang karena pengaruh lingkungan tempat tinggal. Kepribadian merupakan organisasi dinamis dari prosesproses kejiwaan yang diwariskan secara biologis berkenaan dengan sikap, keinginan, pikiran, dan tingkah laku sesuai dengan kondisi dan situasi lingkungannya. Tiap orang memiliki kepribadian yang berbeda. Akan tetapi, sebagai kelompok/masyarakat, bahkan sebagai bangsa memiliki kepribadian tertentu dengan ciri-ciri yang dapat dibedakan dengan

kelompok/masyarakat atau bangsa lain. Kepribadian seseorang dibina dan dikembangkan oleh lingkungan tertentu, baik luas maupun sempit. Kepribadian seseorang juga dapat

mempengaruhi lingkungan, bahkan dapat mengendalikan lingkungan kea rah tertentu. Contohnya kepala Negara, tokoh-tokoh dalam berbagai bidang yang memiliki kepribadian kuat.

Bekal pengetahuan IPS akan memberikan ciri atau karakter tertentu dalam pembentukan kepribadian. Dalam lingkungan masyarakat, seseorang yang memiliki

keterampilan personal yang baik dapat memberikan contoh sebagai teladan yang dapat dijadikan panutan anggota masyarakat lainnya. Selain itu, dengan keterampilan ini pula seseorang dapat mempengaruhi dan mengendalikan hal-hal yang dianggap kurang baik ke arah yang lebih baik. Misalnya saja beberapa sistem nilai yang dapat menghambat pembangunan seperti banyak anak banyak rejeki, makan tidak makan yang penting kumpul, dsb. 3. Keterampilan Sosial Keterampilan sosial adalah keterampilan melakukan sesuatu yang berhubungan dengan kepentingan hidup bermasyarakat, seperti bekerja sama, bergotong royong, menolong orang lain yang memerlukan dan melakukan tindakan secara cepat dalam memecahkan persoalan sosial di masyarakat (Nursid Sumaatmadja, 2007: 1.10). Keterampilan ini menuntut guru IPS sebagai anggota masyarakat untuk berperan dan peka terhadap berbagai kejadian dan masalah yang terjadi di masyarakat. Guru IPS tidak boleh bersifat masa bodoh, tetapi harus aktif dan melibatkan diri serta bersatu dengan naggota masyarakat lainnya untuk meningkatkan taraf hidup. Selain itu, juga membantu masyarakat mencari alternatif solusi permasalahan yang dihadapi.

MATERI IPS A. Sumber Materi IPS Materi IPS yang dapat dipelajari dan menjadi bahan pembelajaran, tidak hanya kehidupan nyata sesaat yang terjadi di masyarakat, tetapi juga meliputi cerita-cerita, novel, kisah-kisah tokoh terkenal yang dapat dibaca oleh peserta didik. Bahan bacaan seperti buku, surat kabar, majalah, dan makalah juga menjadi sumber materi dan sumber pembelajaran IPS. Melalui berbagai bahan bacaan tersebut dapat diperoleh berbagai pengetahuan, termasuk di dalamnya pengetahuan sosial dan nilai-nilai yang bermakna dalam kehidupan. Selain itu, berita dan pemberitaan, baik yang berkenaan dengan kehidupan sosial setempat (lokal) maupun di tingkat daerah (regional), nasional, dan juga dunia (global) merupakan bahan pengetahuan yang dapat dipelajari. Oleh karena itu, surat kabar, radio dan televisi merupakan sumber berita dan pemberitaan yang sekaligus sebagai sumber materi dan sumber pemberitaan IPS. Peristiwa kehidupan sosial di tempat lain yang tidak dapat secara langsung disaksikan dan diamati, bisa diketahui melalui sumber-sumber tadi, bahkan bisa juga dianalisis. Peristiwa sejarah dan peristiwa bersejarah juga menjadi sumber materi dalam pembelajaran IPS. Peristiwa tersebut bisa dipelajari antara lain melalui benda-benda peninggalan masa lampau, seperti peralatan, barang-barang berharga, barang-barang seni, prasasti, candi, dan fosil. Benda-benda peninggalan masa lampau yang telah menjadi dokumen, sebagian masih tetap ada di tempatnya semula, sebagian lagi disimpan di museum. Dalam proses pembelajaran IPS, mengunjungi tempat-tempat bersejarah, khususnya museum, dapat mengembangkan wawasan peserta didik terhadap peristiwa masa lampau. Selanjutnya, uraian berikut ini juga merupakan sumber-sumber materi yang bisa dimanfaatkan dalam pembelajaran IPS. 1. Bahan Cetak Bahan cetak yang paling utama adalah buku teks. Buku teks sangat penting bila materi yang akan diajarkan berupa teori-teori atau konsep-konsep. Akan tetapi, contoh atau aplikasinya dapat diambilkan dari sumber lain, baik dari sesame media cetak maupun sumber lain yang relevan. Jurnal dan majalah ilmiah mengandung sejumlah konsep dan contoh aplikasinya yang pernah dilakukan oleh orang lain. Surat kabar memuat peristiwa-peristiwa aktual terbaru (current affairs). Berita-berita terbaru pada umumnya menarik perhatian siswa, karena tidak semua siswa berkesempatan membaca surat kabar. 2. Nara Sumber

Nara sumber bisa digunakan sebagai sumber materi IPS, tetapi tidak setiap saat. Sumber ini digunakan untuk pembelajaran khusus, yang pelaksanaannya diatur dengan program sekolah, missal setiap akhir semester. Sekolah mengundang ahli atau tokoh tertentu untuk memberikan penjelasan tentang suatu atau topik, misalnya tentang dampak narkoba bagi masa depan anak bangsa. Tokoh yang tepat sebagai nara sumber untuk tema ini adalah: a. Tokoh agama, untuk menjelaskan tentang hukum-hukum agama yang melarang penggunaan narkoba, serta dampaknya bagi kehidupan pribadi dan masyarakat. b. Dokter, untuk menjelaskan pengaruh narkoba bagi kesehatan fisik dan mental, serta kehidupan sosial masyarakat. c. Polisi dan atau ahli hukum, untuk menjelaskan sanksi hukum yang dapat dikenakan bagi orang-orang ayng terlibat narkoba. Pembelajaran khusus semacam ini memerlukan perencanaan yang khusus pula. Guru atau pihak sekolah perlu membuat rencana pembelajaran khusus, seperti halnya RPP untuk setiap bidang studi. Dalam hal ini, pembelajaran melibatkan seluruh komponen dalam jumlah yang lebih besar, misalnya siswa (semua siswa kelas 4,5,6), guru (semua guru yang terkait), nara sumber dari luar sekolah (seperti diuraikan di atas), ruang (aula), media pembelajaran (laptop, LCD, dsb), dan waktu (misal 3 jam atau 3 sesi). 3. Tempat Tempat-tempat seperti tempat bersejarah, pusat perekonomian, pusat

pemerintahan, pusat kebudayaan, dsb, dapat digunakan sebagai sumber materi pembelajaran IPS. Tempat merupakan sesuatu yang tidak bergerak dan tidak dapat dipindahkan. Oleh karena itu, metode yang sesuai dengan sumber bahan ini adalah metode karyawisata. Siswa diantar ke tempat-tempat tersebut untuk mempelajari topik atau tema tertentu yang direncanakan oleh guru.Karyawisata seperti ini juga memerlukan perencanaan pembelajaran yang khusus pula. 4. Media Elektronik Media elektronik juga merupakan sumber materi pembelajaran yang up to date. Penggunaan sumber elektronik dapat dimanfaatkan secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung, bisa dilakukan dengan cara guru mengambil berita-berita atau program-program pendidikan di televisi atau radio untuk disampaikan kepada anak didik dalam pembelajaran masing-masing bidang studi. Siswa dan guru mendengarkan siaran radio atau menonton siaran televisi secara langsung, kemudian membahasnya di

kelas. Bisa juga dilakukan dengan cara guru menugasi siswa untuk mendengarkan siaran tertentu di rumah masing-masing, kemudian hasilnya dilaporkan kepada guru di sekolah. Internet juga merupakan sumber materi yang luas dan terkini. Melalui internet, dapat diperoleh buku atau berbagai informasi lengkap tentang kejadian-kejadian terbaru di seluruh dunia. Idealnya, semua sekolah memiliki jaringan internet yang dapat digunakan oleh semua siswa. Namun, kendala yang dihadapi sangat banyak, misalnya ketidakmampuan sekolah untuk membeli komputer, ketidakmampuan guru dalam mengoperasikan computer/internet, belum mempunyai sambungan telepon, dsb.

B. Pengembangan Materi IPS Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam mengembangkan materi IPS diuraikan berikut ini. 1. Prinsip yang digunakan Pengembangan materi IPS harus disesuaikan dengan prinsip anak didik. Aspekaspek anak didik yang perlu dipertimbangkan antara lain tingkat perkembangan intelektualnya, yang dapat dilihat dari umur, atau jenjang pendidikan yang ditempuh. Tingkat perkembangan berpikir anak didik usia rendah mengikuti pola induktif. Anak akan lebih mudah menerima masukan dari hal-hal yang individual atau khusus, untuk kemudian ditarik ke yang lebih umum. Selain prinsip anak didik, aspek lingkungan juga sangat penting. Pengenalan lingkungan kepada anak berkembang dari lingkungan yang sempit, luas, dan makin meluas. Oleh karena itu, pengembangan materi juga harus mempertimbangkan keluasan wawasan anak didik. Anak usia TK atau SD kelas 1 sudah mengenal lingkungan keluarga, maka materi IPS dimulai dari lingkungan keluarga. Makin dewasa anak didik, lingkungan diperluas menjadi lingkungan RT, RW, kelurahan atau desa, kecamatan, kabupaten, dst. Sampai dengan kelas 6 SD mungkin anak belum pernah ke kota kabupaten, kota propinsi, apalagi ibukota negara, akan tetapi anak sudah mampu mengabstraksi hal-hal tersebut dengan logika. 2. Pendekatan Pengembangan Materi Pendekatan yang bisa digunakan jika ditinjau dari proses pembelajaran secara keseluruhan, yaitu pedekatan meluas (kemasyarakatan), mendalam (keilmuan), dan gabungan keduanya yang disebut broadfield. Pendekatan ini juga disebut pendekatan spiral, yang dimulai dari bahan yang sederhana dan lingkungan sempit, makin meluas

ke hal-hal yang kompleks dan detail, serta lingkungan yang makin meluas. Pendekatan ini cocok dengan perkembangan pola berpikir anak, dari induktif ke deduktif. Pendekatan ini cocok pula dengan pendekatan terpadu, karena pengembangan bahan ajar secara meluas akan melibatkan semua komponen yang relevan. Prinsip pendekatan ini dimulai dari hal-hal yang sederhana dan terdapat di lingkungan sekitar kemudian dikembangkan secara meluas dan makin kompleks. Pendekatan ini dipandang paling tepat untuk pembelajaran IPS karena sesuai dengan hakikat manusia yang ingin terus berkembang.

MEDIA DAN SUMBER BELAJAR IPS A. Media Pembelajaran IPS Wilayah Indonesia sangat luas. Peserta didik yang tinggal di kota-kota teruama di Pulau Jawa, sebagian besar dapat menyaksikan semua kemajuan yang terjadi dalam kehidupan sosial sampai saat ini. Akan tetapi, bagi peserta didik yang bertempat tinggal di bagian pelosok nusantara tidak selalu dapat menyaksikan secara langsung peristiwa dan kemajuan tersebut. Hal dan benda yang tidak dapat diamati dan dipelajari secara langsung, dapat disampaikan melalui gambar, foto, peta, buku, majalah, dan benda-benda lain yang sejenis. Benda atau alat perantara ini disebut media cetak. Media ini sangat membantu menarik minat dan perhatian peserta didik, membantu mengurangi informasi lisan yang tidak jarang menjemukan, dan meningkatkan keterampilan alat indera. Berita tentang kehidupan sosial di tempat lain atau di luar daerah dapat diperoleh melalui surat kabar, radio, dan televisi. Dalam hal ini, radio dan televisi termasuk media elektronik. Semakin majunya media elektronik ini sangat membantu pelaksanaan dan proses pendidikan, khususnya pendidikan IPS. Kehidupan sosial manusia dengan segala aspek dan permasalahannya yang terjadi di masyarakat, tidak hanya dibatasi oleh tempat atau ruang, tetapi juga dibatasi oleh adanya kesenjangan waktu. Berbagai fenomena alam dan kehidupan sosial yang tersebar di permukaan bumi, yang dipisahkan oleh jarak, dapat ditampilkan dan disajikan dengan peta. Selain itu, seluruh permukaan bumi dapat divisualisasikan dengan globe. Peristiwa kehidupan sosial yang menjadi materi dalam pembelajaran IPS, tetapi dibatasi oleh kesenjangan waktu (aspek sejarah), dapat dipelajari melalui media dokumen. Dokumen yang bisa dimanfaatkan berupa gambar, film, prasasti, buku, dan benda-benda bersejarah.

B. Sumber Belajar Sumber belajar adalah semua sumber, baik berupa data, orang, dan wujud tertentu yang dapat digunakan oleh siswa dalam belajar, baik secara terpisah maupun terkombinasi sehingga mempermudah siswa dalam mencapai tujuan belajarnya. Sumber belajar dapat dibedakan menjadi 6 jenis, yaitu pesan (message), orang (people), bahan (materials), alat (tool and equipment), teknik (technique), dan lingkungan (setting). 1. Pesan adalah segala informasi dalam bentukide/gagasan, fakta dan data yang disampaikan kepada siswa yang biasanya sudah dituliskan dalam kurikulum yang berlaku.

2. Orang adalah manusia yang berperan sebagai pengolah dan penyaji pesan, seperti guru, pembimbing, dan narasumber lain (resource person) yang dilibatkan dalam kegiatan pembelajaran. 3. Bahan berkaitan dengan software atau perangkat lunak yang berisi pesan-pesan pembelajaran, seperti buku teks, modul, majalah, termasuk juga film, program televisi, dan kaset audio. 4. Alat adalah perangkat keras (hardware) yang digunakan untuk menyampaikan pesan pembelajaran, seperti proyektor OHP, televisi, proyektor slide, radio. 5. Teknik adalah prosedur yang digunakan untuk menyajikan pesan/bahan ajar, seperti simulasi, diskusi, demonstrasi, pemecahan masalah, dll. 6. Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar atau di sekeliling siswa (makhluk hidup lain, benda mati, dan budaya manusia) yang dapat dimanfaatkan untuk menunjang kegiatan dan pembelajaran secara lebih optimal.

C. Lingkungan sebagai Sumber Belajar Semua jenis lingkungan yang sesuai dengan kompetensi/tujuan pembelajaran yang harus dicapai serta bahan ajar yang akan disampaikan kepada siswa bisa dimanfaatkan dalam kegiatan pembelajaran di SD. Jenis lingkungan ini bisa berupa lingkungan sosial dan lingkungan alam/fisik. Lingkungan sosial sangat tepat digunakan untuk mempelajari ilmu-ilmu social dan kemanusiaan. Lingkungan sosial ini berkenaan dengan interaksi siswa dalam kehidupan bermasyarakat, misalnya dalah hal-hal berikut ini. 1. Mempelajari organisasi-organisasi social yang ada di masyarakat sekitar sekolah, misal Karang Taruna. 2. Mengenal adat istiadat, kebiasaan, dan mata pencaharian penduduk sekitar. 3. Mempelajari kebudayaan, termasuk kesenian yang ada di sekitar sekolah. 4. Mempelajari struktur pemerintahan setempat (RT, RW, desa/kelurahan, kecamatan). 5. Mengenal kehidupan beragama dan sistem nilai yang dianut penduduk sekitar. Penggunaan lingkungan sosial sebagai sumber belajar bisa dimulai dari lingkungan yang terkecil atau paling dekat dengan siswa, seperti lingkungan keluarga, lingkungan RT, RW, dst. Pendekatan semacam ini disebut expanding community approach. Jenis lingkungan lain yang kaya akan informasi adalah lingkungan alam. Segala sesuatu yang sifatnya alamiah, seperti SDA (air, hutan, tanah, batu-batuan), tumbuhtumbuhan(flora), hewan (fauna), sungai, iklim, suhu udara, dsb termasuk dalam lingkungan

alam. Gejala-gejala alam tersebut sifatnya relatif tetap, tidak seperti lingkungan sosial yang sering terjadi perubahan. Berdasarkan sifatnya tersebut, lingkungan alam lebih mudah dipelajari oleh siswa. Siswa bisa mengamati dan mencatat perubahan-perubahan yang terjadi, termasuk proses terjadinya gejala alam. Selain itu, masalah kerusakan lingkungan dan penyebabnya juga dapat dipelajari oleh siswa, seperti erosi, hutan gundul, pencemaran air, udara, dan tanah. Dengan mempelajari lingkungan alam, diharapkan siswa dapat lebih memahami bahan ajar, dan dapat menumbuhkan kesadaran, cinta alam, sehingga dapat turut berpartisipasi untuk menjaga dan memelihara lingkungan. Pemanfaatan jenis-jenis lingkungan tersebut dalam proses pembelajaran dapat dilakukan melalui perencanaan yang matang, tidak asal-asalan, baik secara sendiri maupun dalam bentuk tim mengajar. KBM yang menggunakan lingkungan ini bisa dilaksanakan pada saat jam belajar terjadwal atau di luar jam belajar terjadwal, dapat juga dilaksanakan pada waktu khusus seperti pada pertengahan atau akhir semester. Supaya penggunaan lingkungan ini efektif, maka perlu disesuaikan dengan tuntutan kurikulum pada masing-masing mata pelajaran, dan lingkungan ini berperan sebagai salah satu media atau sumber belajar. Dengan demikian, lingkungan dapat berfungsi untuk memperkaya bahan ajar, memperjelas konsep dan prinsip yang dipelajari dan bisa dijadikan laboratorium belajar siswa.

METODE MENGAJAR A. Faktor-Faktor dalam Memilih Metode Mengajar 1. Tujuan Pembelajaran atau Kompetensi Siswa Ini merupakan faktor utama yang harus dipertimbangkan. Tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar merupakan pernyataan yang diharapkan dapat diketahui, disikapi, atau dilakukan siswa setelah mengikuti proses pembelajaran (Sri Anitah, 2008: 5.6). Ada dua macam tujuan pembelajaran, yaitu khusus dan umum. Tujuan pembelajaran khusus adalah tujuan pembelajaran yang harus dicapai selama proses pembelajaran berlangsung, sedangkan tujuan pembelajaran umum adalah tujuan pembelajaran yang dapat dicapai setelah proses pembelajaran selesai. Dalam merumuskan tujuan pembelajaran khusus maupun indikator harus menggunakan kata kerja yang bersifat operasional, terukur, dan spesifik. Indikator hasil belajar merupakan kompetensi dasar (spesifik) yang dapat dijadikan ukuran untuk menilai ketercapaian hasil pembelajaran. 2. Karakteristik Materi Pelajaran Ada beberapa aspek yang terdapat dalam materi pelajaran sebagai berikut. a. Aspek konsep, merupakan substansi isi pelajaran yang berhubungan dengan pengertian, karakteristik, ide, atau gagasan tentang sesuatu. Aspek fakta, merupakan substansi isi pelajaran yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang lalu, data-data yang memiliki esensi objek dan waktu, seperti nama dan tahun yang berhubungan dengan peristiwa atau sejarah. b. Aspek prinsip, merupakan substansi isi pelajaran yang berhubungan dengan aturan, dalil, hukum, ketentuan, dan prosedur yang harus ditempuh. c. Aspek proses, merupakan substansi materi pelajaran yang berhubungan dengan rangkaian kegiatan, rangkaian peristiwa, dan rangkaian tindakan. d. Aspek nilai, merupakan substansi materi pelajaran yang berhubungan dengan aspek perilaku yang baik dan buruk, yang benar dan salah, yang bermanfaat dan tidak bermanfaat bagi banyak orang. e. Aspek keterampilan intelektual, merupakan substansi materi pelajaran yang berhubungan dengan pembentukan kemampuan menyelesaikan persoalan atau permasalahan, berpikir sistematis, logis, kritis, inovatif, dan ilmiah. f. Aspek keterampilan psikomotor, merupakan substansi materi pelajaran yang berhubungan dengan pembentukan kemampuan fisik.

Aspek-aspek tersebut harus diperhatikan guru ketika memilih metode mana yang dianggap sesuai jika akan mengajarkan konsep, begitu juga dengan aspek lainnya. 3. Waktu yang Digunakan Pemilihan metode mengajar juga harus memperhatikan alokasi waktu yang tersedia dalam jam pelajaran. Ada beberapa metode mengajar yang dianggap relatif banyak menggunakan waktu, yaitu metode pemecahan masalah dan metode inkuiri. Penggunaan metode ini kurang tepat jika digunakan pada jam pelajaran yang alokasi waktunya relatif singkat sehingga penguasaan materi tidak akan optimal, demikian juga dengan pembentukan kemampuan siswa. 4. Faktor Siswa Aspek yang berkaitan dengan faktor siswa terutama pada aspek kesegaran mental (faktor antusias dan kelelahan), jumlah siswa dan kemampuan siswa. Guru harus bisa mengelola pembelajaran berdasarkan jumlah siswa dan harus mengatur tempat duduk supaya sesuai dengan kondisi siswa dalam belajar. Posisi tempat duduk tidak harus seperti formal regular, tetapi bersifat fleksibel dan mendukung terhadap proses pembelajaran. Demikian juga dengan kemampuan siswa. Jika dalam proses pembelajaran guru akan menggunakan metode eksperimen atau pemecahan masalah, maka siswa juga harus sudah memahami tentang cara belajar dengan metode tersebut. 5. Fasilitas, Media, dan Sumber Belajar Metode mengajar yang dipilih guru juga harus disesuaikan dengan ketersediaan fasilitas, media, dan sumber belajar di sekolah. Pemberdayaan media dan fasilitas tersebut juga harus disesuaikan dengan kemampuan siswa.

EVALUASI HASIL BELAJAR IPS Setelah melakukan kegiatan pembelajaran dengan memanfaatkan berbagai sumber dan media, yang harus dilakukan guru selanjutnya adalah menilai atau mengevaluasi hasil belajar siswa. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui keberhasilan yang dicapai siswa dari proses pembelajaran yang telah ditempuh. Evaluasi dalam konteks ini dimaknai sebagai penilaian program, proses, dan hasil pembelajaran IPS. Jika evaluasi ditinjau dari proses pembelajaran yang merupakan kegiatan bertahap dan berkesinambungan, maka evaluasi merupakan titik puncak dari proses kegiatan keseluruhan. Akan tetapi, bukan berarti pelaksanaan evaluasi hanya dilakukan pada akhir proses tersebut. Evaluasi bisa dilakukan terus-menerus untuk mengecek keberlangsungan proses pembelajaran, khususnya terkait dengan pemahaman peserta didik. Sementara itu, sebagai titik puncak, evaluasi dilakukan untuk menilai keberhasilan seluruh rangkaian proses kegiatan pembelajaran. Dalam proses pembelajaran IPS, evaluasi memiliki beberapa fungsi yang bermakna, baik bagi guru maupun peserta didik yang sedang menjalani proses pembelajaran. Bagi guru, evaluasi berfungsi untuk mengungkapkan dan memperbaiki kelemahan proses pembelajaran, yang meliputi bobot materi yang disajikan, metode yang diterapkan, dan media yang digunakan. Bagi peserta didik, evaluasi berfungsi untuk mengungkapkan penguasaan materi pembelajaran dan kemajuannya secara individual maupun kelompok.

You might also like