You are on page 1of 8

Cuaca adalah keadaan / fenomena fisik dari atmosfer (yang berhubungan dengan Suhu, Tekanan Udara, Angin, Awan,

Kelembaban udara, Radiasi, Jarak Pandang/Visibility, dsb) di suatu tempat dan pada waktu tertentu. Contoh : Pengamatan cuaca dilakukan setiap hari. Climate Change (Perubahan Iklim) adalah Perubahan signifikan jangka panjang dari pola cuaca rata-rata di suatu wilayah atau secara global dalam periode waktu yang signifikan.\ Cuaca Ekstrim adalah Keadaan atau fenomena fisis atmosfer di suatu tempat, pada waktu tertentu dan berskala jangka pendek dan bersifat ekstrim. BMKG mengkategorikan cuaca termasuk ekstrim apabila :

Suhu udara permukaan 35 C Kecepatan angin 25 knots Curah hujan dalam satu hari 50 mm

La Nina adalah Kondisi dimana terjadi penurunan suhu muka laut di wilayah timur Equator di lautan pasifik, ditandai dengan anomaly suhu muka laut negative (lebih dingin dari rata-ratanya) di equator pasifik tengah (Nino 3 4). Fenomena ini menyebabkan curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia meningkat.

Hilangnya Ozon di Kutub Utara Pecahkan Rekor


Fenomena ini terjadi akibat suhu dingin ekstrim yang terjadi di kawasan kutub utara.

VIVAnews - Lapisan ozon merupakan lapisan yang berfungsi seperti tameng yang melindungi kehidupan di Bumi dari radiasi sinar ultraviolet berbahaya. Dalam beberapa pekan terakhir, kondisi cuaca yang tidak lazim telah mengakibatkan penipisan lapisan ozon di kawasan Arktik. Penipisan yang kali ini terjadi merupakan yang terburuk. Sebagai informasi, konsentrasi ozon terus dipantau oleh lembaga internasional sejak penandatanganan Protokol Montreal pada tahun 1987, yang menentukan batas produksi halocarbon, senyawa kimia yang mengandung klorin dan bromin dan menyebabkan kerusakan ozon di stratosfer. Kali ini, menurut para peneliti dari Laboratorie Atmospheres, Milieux, Observation Spatiales, Perancis, pada akhir Maret lalu, hilangnya lapisan ozon telah mencapai sekitar 40 persen. Dikutip dari Science Daily, 11 April 2011, fenomena berkurangnya lapisan ozon terjadi akibat suhu dingin yang ekstrim dan musim dingin stratosferik panjang yang mengakibatkan perusakan ozon secara signifikan. Kondisi ini diperkirakan akan terus berlanjut hingga musim semi. Seperti diketahui, rusaknya ozon pada stratosfir terjadi di kawasan kutub saat temperatur turun ke bawah -80 derajat Celcius. Pada suhu ini, awan terbentuk di bagian bawah stratosfir. Reaksi kimia di dalamnya kemundian mengubah senyawa dari halocarbon (yang tidak berbahaya bagi ozon) menjadi senyawa aktif. Proses ini menjurus ke rusaknya ozon saat sinar matahari menyinari kutub. Di Antartika lubang ozon merupakan fenomena yang selalu terjadi di sana karena temperatur udara di kawasan stratosfir kutub selatan itu sangat rendah pada musim dingin. Namun di Arktik, secara rata-rata, temperatur umumnya lebih hangat. Tanpa Protokol Montreal, kerusakan ozon tahun ini mungkin akan lebih parah. Selama konsentrasi klorin dan bromin di startosfir tetap tinggi, penipisan lapisan ozon seperti yang kamili ini terjadi akan kembali hadir di musim dingin yang sangat ekstrim di kutub utara. Dari uji coba, peneliti memperkirakan, lapisan ozon baru bisa pulih ke level sebelum tahun 198an pada sekitar tahun 2045 sampai 2060 mendatang di kutub selatan utara dan sekitar satu atau dua dekade sebelumnya di kutub utara.

Akibat Pemanasan Global Cuaca dingin yang ekstrem di Eropa diduga salah satu akibat dari pemanasan global. Para ahli mengatakan, peningkatan panas bumi membuat es di perairan Kara dan Barents, Antartika, mencair dan mengganggu pola udara di atmosfir. Menurut Stefan Rahmstorf dari Riset Dampak Iklim dari Potsdam Institute, hilangnya lapisan es Antartika memicu tekanan tinggi pada cuaca di utara Rusia, yang selanjutnya membawa angin dingin dari wilayah Antartika dan Siberia ke Eropa barat dan kepulauan di Inggris. "Perairan yang tidak lagi ditutupi es ibarat pemanas ketika suhu air lebih hangat dibandingkan wilayah Antartika di atasnya. Ini menyebabkan udara bertekanan tinggi di Laut Barents yang kemudian menimbulkan cuaca dingin di Eropa," kata Rahmstorf, dilansir dari laman The Independent. Hasil penelitian Rahmstorf dan timnya ini dibenarkan oleh Riset Kutub dan Kelautan Alfred Wegener Institute. Tim dari institut ini mengatakan bahwa saat es hilang dari lautan Antartika, maka udara panas dalam jumlah besar dilepaskan ke udara yang lebih dingin di atmosfir, menyebabkan tekanan udara meningkat akibat perbedaan suhu yang berbenturan. Tekanan udara yang meningkat kemudian membuat atmosfir tidak stabil akibat tekanan udara yang berbeda. Akibatnya, pola angin berubah arah. "Siapapun yang mengira hilangnya sebagian besar es di Antartika tidak berdampak apapun, mereka salah. Ada interkoneksi yang kompleks di sistem iklim, dan Laut Barents-Kara telah menunjukkan mekanisme yang kuat," kata salah satu peneliti, Dr Petoukhov. (sj)

Cuaca Ekstrem di Eropa Berpengaruh ke Asia


Jakarta, Kompas - Cuaca ekstrem berupa suhu sangat dingin hingga minus 42,7 derajat celsius di Eropa yang telah menewaskan sekitar 360 orang bisa berpengaruh ke kawasan Asia Timur lalu ke Indonesia. Pengaruh tersebut terutama berupa angin kencang dan curah hujan tinggi. Pakar meteorologi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, Edvin Aldrian, Senin (6/2), menjelaskan, pendinginan ekstrem di kawasan subtropis Eropa dan lintang tinggi itu merupakan fenomena gangguan cuaca yang disebut Gelombang Rossby. Gelombang ini bergeser dalam periode 10 hingga 15 hari, ujarnya. Pola pergerakannya mulai dari Chicago, New York, ke Inggris sampai daratan Eropa Barat. Dampak yang ditimbulkannya adalah suhu yang sangat dingin. Cuaca buruk ini menimbulkan entakan udara yang membawa uap air dalam jumlah besar ke Asia Timur, lalu menjalar ke selatan hingga ke Indonesia. Daerah yang dilewati, seperti Guangzhou dan Hongkong, akan mengalami penurunan tekanan udara yang drastis. Kemudian dalam satu minggu akan berdampak pada wilayah bagian barat Indonesia, termasuk Jabodetabek, berupa curah hujan yang sangat tinggi. Angin dingin Deputi Bidang Sains, Pengkajian, dan Informasi Kedirgantaraan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Thomas Djamaluddin, menjelaskan, cuaca dingin yang ekstrem di Eropa sejak dua pekan lalu disebabkan oleh fenomena antisiklon berupa daerah tekanan tinggi di Siberia, Rusia Utara. Ini menyebabkan angin dingin dari wilayah tersebut bertiup ke Eropa, menghambat masuknya angin hangat dari Samudra Atlantik, ujarnya. Terjadinya hujan salju hebat di Eropa Timur disebabkan bertemunya angin Siberia yang membawa masa udara yang masif ini dengan udara lembab dari bagian tengah Laut Mediterania. Kondisi cuaca yang mulai terpantau awal Februari ini, menurut laporan Organisasi Meteorologi Dunia (WMO), menyebabkan hujan salju yang lebat di bagian tenggara Eropa, seperti Balkan, Romania, Bulgaria, dan Italia. Hampir seluruh Eropa dari Skandinavia hingga Mediterania saat ini dicengkeram cuaca dingin yang kuat. Turunnya suhu udara pada musim dingin itu mulai terlihat pertengahan Januari di bagian timur Rusia dan Siberia. Lalu, bergerak ke bagian timur dan tengah Eropa hingga mencapai bagian barat dan selatan pada akhir Januari hingga awal Februari. Lebih lambat

Dibandingkan dengan cuaca dingin yang ekstrem pada musim dingin tahun 2009/2010, cengkeraman udara dingin tahun ini datang lebih lambat. Pada tahun 2009/2010, kondisi dingin sudah dimulai pada pertengahan Desember dan berlanjut hingga Februari. Sebaliknya, pada musim dingin saat ini, pada Desember dan Januari suhu di sebagian besar wilayah Eropa tercatat di atas normal. Karena itu, musim dingin tahun ini tidak akan lebih dingin dibandingkan catatan suhu ekstrem seperti yang terjadi pada 2009/2010. Namun, ada beberapa suhu rendah telah tercatat di beberapa tempat saat ini dan beberapa hari mendatang. Beberapa negara Eropa mulai 2 Februari hingga 3 Februari lalu mengalami malam terdingin pada musim dingin ini. Suhu paling dingin tercatat di Kvikkjokk di bagian utara Swedia, yaitu minus 42,7 derajat celsius. Temperatur ini merupakan yang terendah di Swedia sejak tahun 2001. Di Polandia, suhu udara terendah dialami penduduk di bagian timurnya, yaitu hampir mencapai minus 30 derajat celsius. Di kawasan pantai Belgia tercatat minus 17 derajat celsius. Di Jerman, suhu turun hingga minus 26,4 derajat celsius. Di Inggris juga mengalami malam terdingin pada musim dingin tahun ini. Suhu terendah mencapai minus 11,3 derajat celsius tercatat di Wales. Masa udara dari Siberia yang melanda Portugal menyebabkan cuaca terdingin dalam 10 tahun terakhir. La Nina Menurut Jonathan Erdman, ahli meteorologi dari National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), musim dingin ekstrem juga berpotensi dialami kawasan utara Benua Amerika karena dipengaruhi kondisi La Nina di Samudra Pasifik dekat ekuator. Menurut Mike Halpert dari NOAA, kejadian oskilasi kutub utara yang kuat biasanya berlangsung selama dua minggu. Adapun kondisi dua minggu setelahnya masih sulit diprediksi.

DAMPAK PEMANASAN GLOBAL WARMING


Para ilmuan menggunakan model komputer dari temperatur, pola presipitasi, dan sirkulasi atmosfer untuk mempelajari pemanasan global. Berdasarkan model tersebut, para ilmuan telah membuat beberapa prakiraan mengenai dampak pemanasan global terhadap cuaca, tinggi permukaan air laut, pantai, pertanian, kehidupan hewan liar dan kesehatan manusia.

Cuaca

Para ilmuan memperkirakan bahwa selama pemanasan global, daerah bagian Utara dari belahan Bumi Utara (Northern Hemisphere) akan memanas lebih dari daerah-daerah lain di Bumi. Akibatnya, gunung-gunung es akan mencair dan daratan akan mengecil. Akan lebih sedikit es yang terapung di perairan Utara tersebut. Daerah-daerah yang sebelumnya mengalami salju ringan, mungkin tidak akan mengalaminya lagi. Pada pegunungan di daerah subtropis, bagian yang ditutupi salju akan semakin sedikit serta akan lebih cepat mencair. Musim tanam akan lebih panjang di beberapa area. Temperatur pada musim dingin dan malam hari akan cenderung untuk meningkat. Daerah hangat akan menjadi lebih lembab karena lebih banyak air yang menguap dari lautan. Para ilmuan belum begitu yakin apakah kelembaban tersebut malah akan meningkatkan atau menurunkan pemanasan yang lebih jauh lagi. Hal ini disebabkan karena uap air merupakan gas rumah kaca, sehingga keberadaannya akan meningkatkan efek insulasi pada atmosfer. Akan tetapi, uap air yang lebih banyak juga akan membentuk awan yang lebih banyak, sehingga akan memantulkan cahaya matahari kembali ke angkasa luar, di mana hal ini akan menurunkan proses pemanasan (lihat siklus air). Kelembaban yang tinggi akan meningkatkan curah hujan, secara rata-rata, sekitar 1 persen untuk setiap derajat Fahrenheit pemanasan. (Curah hujan di seluruh dunia telah meningkat sebesar 1 persen dalam seratus tahun terakhir ini). Badai akan menjadi lebih sering. Selain itu, air akan lebih cepat menguap dari tanah. Akibatnya beberapa daerah akan menjadi lebih kering dari sebelumnya. Angin akan bertiup lebih kencang dan mungkin dengan pola yang berbeda. Topan badai (hurricane) yang memperoleh kekuatannya dari penguapan air, akan menjadi lebih besar. Berlawanan dengan pemanasan yang terjadi, beberapa periode yang sangat dingin mungkin akan terjadi. Pola cuaca menjadi tidak terprediksi dan lebih ekstrim.
Tinggi muka laut Artikel utama untuk bagian ini adalah: Kenaikan permukaan laut

Perubahan tinggi rata-rata muka laut diukur dari daerah dengan lingkungan yang stabil secara geologi.

Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan menghangat, sehingga volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi permukaan laut. Pemanasan juga akan mencairkan banyak es di kutub, terutama sekitar Greenland, yang lebih memperbanyak volume air di laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia telah meningkat 10 25 cm (4 10 inchi) selama abad ke-20, dan para ilmuan IPCC memprediksi peningkatan lebih lanjut 9 88 cm (4 35 inchi) pada abad ke-21. Perubahan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi kehidupan di daerah pantai. Kenaikan 100 cm (40 inchi) akan menenggelamkan 6 persen daerah Belanda, 17,5 persen daerah Bangladesh, dan banyak pulau-pulau. Erosi dari tebing, pantai, dan bukit pasir akan meningkat. Ketika tinggi lautan mencapai muara sungai, banjir akibat air pasang akan meningkat di daratan. Negara-negara kaya akan menghabiskan dana yang sangat besar untuk melindungi daerah pantainya, sedangkan negara-negara miskin mungkin hanya dapat melakukan evakuasi dari daerah pantai. Bahkan sedikit kenaikan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi ekosistem pantai. Kenaikan 50 cm (20 inchi) akan menenggelamkan separuh dari rawa-rawa pantai di Amerika Serikat. Rawa-rawa baru juga akan terbentuk, tetapi tidak di area perkotaan dan daerah yang sudah dibangun. Kenaikan muka laut ini akan menutupi sebagian besar dari Florida Everglades.
Pertanian

Orang mungkin beranggapan bahwa Bumi yang hangat akan menghasilkan lebih banyak makanan dari sebelumnya, tetapi hal ini sebenarnya tidak sama di beberapa tempat. Bagian Selatan Kanada, sebagai contoh, mungkin akan mendapat keuntungan dari lebih tingginya curah hujan dan lebih lamanya masa tanam. Di lain pihak, lahan pertanian tropis semi kering di beberapa bagian Afrika mungkin tidak dapat tumbuh. Daerah pertanian gurun yang menggunakan air irigasi dari gunung-gunung yang jauh dapat menderita jika snowpack (kumpulan salju) musim dingin, yang berfungsi sebagai reservoir alami, akan mencair sebelum puncak bulan-bulan masa tanam. Tanaman pangan dan hutan dapat mengalami serangan serangga dan penyakit yang lebih hebat.
Hewan dan tumbuhan

Hewan dan tumbuhan menjadi makhluk hidup yang sulit menghindar dari efek pemanasan ini karena sebagian besar lahan telah dikuasai manusia. Dalam pemanasan global, hewan cenderung untuk bermigrasi ke arah kutub atau ke atas pegunungan. Tumbuhan akan mengubah arah pertumbuhannya, mencari daerah baru karena habitat lamanya menjadi terlalu hangat. Akan tetapi, pembangunan manusia akan menghalangi perpindahan ini. Spesies-spesies yang bermigrasi ke utara atau selatan yang terhalangi oleh kota-kota atau lahan-lahan pertanian mungkin akan mati. Beberapa tipe spesies yang tidak mampu secara cepat berpindah menuju kutub mungkin juga akan musnah.

Kesehatan manusia

Di dunia yang hangat, para ilmuan memprediksi bahwa lebih banyak orang yang terkena penyakit atau meninggal karena stress panas. Wabah penyakit yang biasa ditemukan di daerah tropis, seperti penyakit yang diakibatkan nyamuk dan hewan pembawa penyakit lainnya, akan semakin meluas karena mereka dapat berpindah ke daerah yang sebelumnya terlalu dingin bagi mereka. Saat ini, 45 persen penduduk dunia tinggal di daerah di mana mereka dapat tergigit oleh nyamuk pembawa parasit malaria; persentase itu akan meningkat menjadi 60 persen jika temperature meningkat. Penyakit-penyakit tropis lainnya juga dapat menyebar seperti malaria, seperti demam dengue, demam kuning, dan encephalitis. Para ilmuan juga memprediksi meningkatnya insiden alergi dan penyakit pernafasan karena udara yang lebih hangat akan memperbanyak polutan, spora mold dan serbuk sari. Mei 1, 2008

You might also like