You are on page 1of 19

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT

2.1 2.1.1

Rumah Sakit Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009

tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit juga merupakan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan yaitu setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan dilakukan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu serta berkesinambungan (Siregar, 2004). 2.1.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna. Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan

kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009, rumah sakit umum mempunyai fungsi:

Universitas Sumatera Utara

a.

penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.

b.

pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna.

c.

penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

d.

penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

2.1.3

Jenis dan Klasifikasi Rumah Sakit

2.1.3.1 Jenis Rumah Sakit Secara Umum Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan pengelolaannya: 1. berdasarkan jenis pelayanan a. rumah sakit umum Memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. b. rumah sakit khusus Memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya.

Universitas Sumatera Utara

2. berdasarkan pengelolaan a. rumah sakit publik Dapat dikelola oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba. Rumah sakit publik yang dikelola pemerintah dan pemerintah daerah diselenggarakan berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. b. rumah sakit privat Dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero. 2.1.3.2 Klasifikasi Rumah Sakit Umum Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara berjenjang dan fungsi rujukan, rumah sakit umum diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan rumah sakit: a. rumah sakit umum kelas A, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik luas dan

subspesialistik luas. b. rumah sakit umum kelas B, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya sebelas spesialistik dan subspesialistik luas. c. rumah sakit umum kelas C, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar.

Universitas Sumatera Utara

d. rumah sakit umum kelas D, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik dasar (Depkes RIc, 2009; Siregar, 2004). 2.1.4 Badan Layanan Umum (BLU) Berdasarkan PP No. 23 tahun 2005, Badan Layanan Umum adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. BLU bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang sehat. 2.1.5 Visi dan Misi Rumah Sakit Visi rumah sakit merupakan kekuatan memandu rumah sakit untuk mencapai status masa depan rumah sakit, mengomunikasikan sifat dari keberadaan rumah sakit, berkenaan dengan maksud, lingkup usaha/kegiatan dan kepemimpinan kompetitif, memberikan kerangka kerja yang mengatur hubungan antara rumah sakit dan stakeholders utamanya, dan untuk menyatakan tujuan luas dari kerja rumah sakit (Siregar, 2004). Misi rumah sakit merupakan suatu pernyataan singkat dan jelas tentang alasan keberadaan rumah sakit, maksud, atau fungsi yang diinginkan untuk memenuhi pengharapan dan kepuasan konsumen dan metode utama untuk memenuhi maksud tersebut (Siregar, 2004).

Universitas Sumatera Utara

2.1.6

Indikator Pelayanan Rumah Sakit Beberapa indikator pelayanan di rumah sakit antara lain adalah:

a. Bed Occupancy Rate (BOR): angka penggunaan tempat tidur BOR digunakan untuk mengetahui tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit. Angka BOR yang rendah menunjukkan kurangnya pemanfaatan fasilitas perawatan rumah sakit oleh masyarakat. Angka BOR yang tinggi (lebih dari 85 %) menunjukkan tingkat pemanfaatan tempat tidur yang tinggi sehingga perlu pengembangan rumah sakit atau penambahan tempat tidur. b. Average Length of Stay (AVLOS): rata-rata lamanya pasien dirawat AVLOS adalah rata-rata lama rawat seorang pasien. Indikator ini disamping memberikan gambaran tingkat efisiensi, juga dapat memberikan gambaran mutu pelayanan, apabila diterapkan pada diagnosis tertentu dapat dijadikan hal yang perlu pengamatan yang lebih lanjut. Secara umum nilai AVLOS yang ideal antara 6-9 hari. c. Bed Turn Over (BTO): angka perputaran tempat tidur BTO adalah frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu periode, berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu. Idealnya dalam satu tahun, satu tempat tidur rata-rata dipakai 40-50 kali. d. Turn Over Interval (TOI): tenggang perputaran TOI adalah rata-rata hari dimana tempat tidur tidak ditempati dari telah diisi hingga saat terisi berikutnya. Indikator ini memberikan gambaran tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur. Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3 hari (Anonim, 2007).

Universitas Sumatera Utara

2.2

Rekam Medik Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.269/MENKES/PER/III/2008

yang dimaksud dengan rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada paien. Suatu rekam medik yang lengkap mencakup data identifikasi dan sosiologis, sejarah famili pribadi, sejarah kesakitan yang sekarang, pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus seperti: konsultasi, data laboratorium klinis, pemeriksaan sinar X dan pemeriksaan lain, diagnosis sementara, diagnosis kerja, penanganan medik atau bedah, patologi mikroskopik dan nyata, kondisi pada waktu pembebasan, tindak lanjut dan temuan otopsi (Siregar, 2004). Pemanfaatan rekam medik dapat dipakai sebagai: a. pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien. b. alat bukti dalam proses penegakan hukum, disiplin kedokteran dan kedokteran gigi dan penegakkan etika kedokteran dan etika kedokteran gigi. c. keperluan pendidikan dan penelitian. d. dasar pembayar biaya pelayanan kesehatan. e. data statistik kesehatan (Depkes RIb, 2008). 2.3 Komite Medik dan Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) Komite medik adalah wadah non struktural yang keanggotaannya dipilih dari Ketua Staf Medis Fungsional (SMF) atau yang mewakili SMF yang ada di Rumah Sakit. Komite Medis berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Utama (Depkes RIa, 2008).

Universitas Sumatera Utara

PFT adalah organisasi yang berada di bawah komite medik rumah sakit yang diketuai oleh dokter bagian farmakologi klinik dan seorang sekretaris yaitu apoteker dari IFRS serta dibantu oleh anggota PFT yang terdiri dari dokter yang mewakili Staf Medik Fungsional (SMF) serta dibantu oleh tenaga kesehatan lainnya di rumah sakit sakit (Siregar, 2004). Pembentukan suatu PFT yang efektif akan memberikan kemudahan dalam pengadaan sistem formularium yang membawa perhatian staf medik pada obat yang terbaik dan membantu mereka dalam menyeleksi obat terapi yang tepat bagi pengobatan penderita tertentu. Panitia ini difungsikan rumah sakit untuk mencapai terapi obat yang rasional. Fungsi dan ruang lingkup PFT adalah: 1. menyusun formularium rumah sakit sebagai pedoman utama bagi para dokter dalam memberi terapi kepada pasien. Pemilihan obat untuk dimasukkan ke dalam formularium harus didasarkan pada evaluasi terhadap efek terapi, keamanan serta harga obat dan juga harus meminimalkan duplikasi produk obat yang sama. PFT berdasarkan kesepakatan dapat menyetujui atau menolak produk obat atau dosis obat yang diusulkan oleh SMF. 2. menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit dan yang termasuk kategori khusus. 3. melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di rumah sakit dengan meneliti rekam medik kemudian dibandingkan dengan standar diagnosa dan terapi. 4. mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat. 5. mengembangkan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada staf medis dan perawat.

Universitas Sumatera Utara

6. membantu instalasi farmasi dalam mengembangkan tinjauan terhadap kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan mengenai penggunaan obat di rumah sakit sesuai dengan peraturan yang berlaku secara lokal maupun nasional. 7. membuat Pedoman Penggunaan Antibiotik (Siregar, 2004). 2.4 Formularium Rumah Sakit Berdasarkan Kepmenkes No. 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, formularium adalah himpunan obat yang diterima/disetujui oleh Panitia Farmasi dan Terapi untuk digunakan di rumah sakit dan dapat direvisi pada setiap batas waktu yang ditentukan. Penyusunan formularium rumah sakit merupakan tugas PFT. Adanya formularium diharapkan dapat menjadi pegangan para dokter staf medis fungsional dalam memberi pelayanan kepada pasien sehingga tercapai penggunaan obat yang efektif dan efisien serta mempermudah upaya menata manajemen kefarmasian di rumah sakit (Siregar, 2004). Kegunaan formularium di rumah sakit: 1. membantu menyakinkan mutu dan ketepatan penggunaan obat di rumah sakit 2. sebagai bahan edukasi bagi staf medik tentang terapi obat yang benar 3. memberi ratio manfaat yang tinggi dengan biaya yang minimal

(Siregar, 2004). 2.5 Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) IFRS adalah suatu bagian di rumah sakit di bawah pimpinan seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan merupakan tempat atau fasilitas

Universitas Sumatera Utara

penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian (Siregar, 2004). Pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang utuh dan berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. Farmasi rumah sakit bertanggung jawab terhadap semua barang farmasi yang beredar di rumah sakit tersebut. Berdasarkan Kepmenkes No. 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, struktur organisasi instalasi farmasi rumah sakit mencakup penyelenggaraan pengelolaan perbekalan farmasi, pelayanan farmasi klinik dan manajemen mutu. 2.5.1 Pengelolaan Perbekalan Farmasi Menurut Kepmenkes No. 1197/MENKES/SK/X/2004, fungsi pelayanan farmasi rumah sakit sebagai pengelola perbekalan farmasi adalah: a) memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit. b) merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara efektif, efisien dan optimal. c) mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat sesuai ketentuan yang berlaku. d) memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. e) menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang berlaku.

Universitas Sumatera Utara

f) menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan kefarmasian. g) mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di rumah sakit. Pengelolaan perbekalan farmasi merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai dari pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,

pendistribusian, pengendalian, administrasi dan pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan. a. Pemilihan Merupakan proses kegiatan mulai dari meninjau masalah kesehatan yang terjadi di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis, menentukan kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat essensial, standarisasi hingga menjaga dan memperbaharui standar obat. Penentuan seleksi obat merupakan peran aktif apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi untuk menetapkan kualitas dan efektifitas, serta jaminan transaksi pembelian. b. Perencanaan Merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggung jawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain: konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.

Universitas Sumatera Utara

Pedoman perencanaan berdasarkan: 1. DOEN, formularium rumah sakit, Standar Terapi Rumah Sakit, ketentuan setempat yang berlaku. 2. data catatan medik 3. anggaran yang tersedia 4. penetapan prioritas 5. siklus penyakit 6. sisa persediaan 7. data pemakaian periode yang lalu 8. perencanaan pengembangan c. Pengadaan Merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui, melalui: i) pembelian: - secara tender (oleh Panitia Pembelian Barang Farmasi) - secara langsung dari pabrik/distributor/pedagang besar farmasi/ rekanan ii) produksi/pembuatan sediaan farmasi: - produksi steril - produksi non steril iii) sumbangan/droping/hibah

Universitas Sumatera Utara

d.

Produksi Merupakan kegiatan membuat, merubah bentuk, dan pengemasan

kembali sediaan farmasi steril atau nonsteril untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. e. Penerimaan Merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung, tender, konsinyasi atau sumbangan. f. Penyimpanan Merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi menurut persyaratan yang ditetapkan menurut bentuk sediaan dan jenisnya, suhu dan kestabilannya, mudah tidaknya meledak/terbakar, dan tahan/tidaknya terhadap cahaya, disertai dengan sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan. g. Pendistribusian Merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis (Depkes RI, 2004). 2.5.2 Pelayanan Farmasi Klinis Pelayanan farmasi klinis adalah praktek kefarmasian berorientasi kepada pasien dengan penerapan pengetahuan dan keahlian farmasi dalam membantu memaksimalkan efek obat dan meminimalkan toksisitas bagi pasien secara individual.

Universitas Sumatera Utara

Tujuan pelayanan farmasi klinis adalah meningkatkan keuntungan terapi obat dan mengoreksi kekurangan yang terdeteksi dalam proses penggunaan obat sehingga meningkatkan dan memastikan kerasionalan, kemanfaatan dan keamanan terapi obat. Pelayanan farmasi klinis meliputi: a. pengkajian dan pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, pengkajian resep, penyiapan perbekalan farmasi termasuk peracikan obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan resep, dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian obat (medication error). b. penelusuran riwayat penggunaan obat adalah proses untuk mendapatkan informasi mengenai seluruh obat/sediaan farmasi lain yang pernah dan sedang digunakan, riwayat pengobatan dapat diperoleh dari wawancara atau data rekam medik/pencatatan penggunaan obat pasien. c. pelayanan informasi obat (PIO) adalah kegiatan penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, terkini dan

komprehensif yang dilakukan oleh apoteker kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain di luar rumah sakit. d. konseling obat adalah suatu proses diskusi antara apoteker dengan pasien/keluarga pasien yang dilakukan secara sistematis untuk memberikan kesempatan kepada pasien/keluarga pasien mengeksplorasikan diri dan membantu meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran sehingga pasien/keluarga pasien memperoleh keyakinan akan kemampuannya dalam penggunaan obat yang benar termasuk swamedikasi. Tujuan umum konseling

Universitas Sumatera Utara

adalah meningkatkan keberhasilan terapi, memaksimalkan efek terapi, meminimalkan resiko efek samping, meningkatkan cost effectiveness dan menghormati pilihan pasien dalam menjalankan terapi. e. visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji masalah terkait obat, memantau terapi obat dan reaksi obat yang tidak dikehendaki, meningkatkan terapi obat yang rasional, dan menyajikan informasi obat kepada dokter, pasien serta profesional kesehatan lainnya. f. pemantauan terapi obat (PTO) adalah suatu proses yang mencakup kegiatan untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien. 2.6 Instalasi Central Sterile Supply Department (CSSD) Central Sterile Supply Department (CSSD) atau Instalasi Pusat Pelayanan Sterilisasi merupakan satu unit atau departemen dari rumah sakit yang menyelenggarakan proses pencucian, pengemasan, sterilisasi terhadap semua alat atau bahan yang membutuhkan kondisi steril. Rumah sakit sebagai institusi penyedia pelayanan kesehatan berupaya untuk mencegah risiko terjadinya infeksi bagi pasien dan petugas rumah sakit. Salah satu indikator keberhasilan dalam pelayanan rumah sakit adalah rendahnya angka infeksi nosokomial di rumah sakit. Untuk mencapai keberhasilan tersebut maka perlu dilakukan pengendalian infeksi di rumah sakit (Depkes RIa, 2009). Berdirinya CSSD di rumah sakit dilatar belakangi oleh: a. besarnya angka kematian akibat infeksi nosokomial.

Universitas Sumatera Utara

b. kuman mudah menyebar, mengkontaminasi benda dan menginfeksi manusia di lingkungan rumah sakit. Adapun tugas CSSD di rumah sakit adalah (Depkes RIa, 2009): 1. menyiapkan peralatan medis untuk perawatan pasien. 2. melakukan proses sterilisasi alat/bahan. 3. mendistribusikan alat-alat yang dibutuhkan oleh ruangan perawatan, kamar operasi maupu ruangan lainnya. 4. memilih peralatan dan bahan yang aman dan efektif serta bermutu. 5. mendokumentasikan setiap aktivitas pembersihan, disinfeksi maupun sterilisasi sebagai bagian dari program upaya pengendalian mutu. 6. melakukan penelitian terhadap hasil sterilisasi dalam rangka pencegahan dan pengendalian infeksi bersama dengan panitia pengendalian infeksi nosokomial. 7. memberikan penyuluhan tentang hal-hal yang berkaitan dengan sterilisasi. 8. mengevaluasi hasil sterilisasi. Alur aktivitas fungsional CSSD dimulai dari proses pembilasan, pembersihan/dekontaminasi, pengeringan, inspeksi dan pengemasan, memberi label, sterilisasi, penyimpanan sampai proses distribusi (Depkes RIa, 2009). Lokasi CSSD sebaiknya berdekatan dengan ruangan pemakai alat/bahan steril terbesar di rumah sakit. Dengan pemilihan lokasi seperti ini maka selain meningkatkan pengendalian infeksi dengan meminimalkan resiko kontaminasi silang, serta meminimalkan lalu lintas transportasi alat steril (Depkes RIa, 2009). Ketersediaan ruangan CSSD yang memadai merupakan suatu keharusan untuk keefisienan dan keoptimalan fungsi kerja CSSD. Untuk menghindari

Universitas Sumatera Utara

terjadinya kontaminasi silang dari ruang kotor ke ruang bersih, maka ruangan CSSD dibagi menjadi 5 bagian (Depkes RIa, 2009): 1. ruang dekontaminasi: terjadi proses penerimaan barang kotor, melakukan dekontaminasi dan pembersihan. Ruang dekontaminasi harus direncanakan, dipelihara, dan dikontrol untuk mendukung efisiensi proses dekontaminasi dan untuk melindungi pekerja dari benda-benda yang dapat menyebabkan infeksi, racun dan hal-hal berbahaya lainnya. Sistem ventilasi harus didesain sedemikian rupa sehingga udara di ruang dekontaminasi harus: dihisap keluar atau ke sistem sirkulasi udara yang mempunyai filter. tekanan udara harus negatif tidak mengkontaminasi udara ruangan lainnya. tidak dianjurkan menggunakan kipas angin.

2. ruang pengemasan alat: untuk melakukan pengemasan dan penyimpanan alat/barang bersih. Pada ruang ini dianjurkan ada tempat penyimpanan tertutup. 3. ruang produksi dan prossesing: linen diperiksa, dilipat, dan dikemas untuk persiapan sterilisasi. Selain linen, pada daerah ini dipersiapkan pula bahanbahan seperti kain kasa, cotton swab, dan lain-lain. 4. ruang sterilisasi: tempat dimana proses sterilisasi dilakukan. Untuk sterilisasi Etilen Oksida, sebaiknya dibuatkan ruang khusus yang terpisah tetapi masih dalam satu unit pusat sterilisasi dan dilengkapi exhaust. 5. ruang penyimpanan barang steril. Ruang ini sebaiknya dekat dengan ruang sterilisasi. Apabila digunakan mesin sterilisasi dua pintu, maka pintu belakang langsung berhubungan dengan ruang penyimpanan. Dinding dan lantai ruangan terbuat dari bahan yang halus, kuat sehingga mudah dibersihkan, alat

Universitas Sumatera Utara

steril disimpan pada jarak 19 24 cm dari lantai dan minimum 43 cm dari langit-langit serta 5 cm dari dinding serta diupayakan untuk menghindari terjadinya penumpukan debu pada kemasan, serta alat-alat steril tidak disimpan dekat wastafel atau saluran pipa lainnya. Akses ke ruang penyimpanan steril dilakukan oleh petugas pusat sterilisasi yang terlatih, bebas dari penyakit menular dan menggunakan pakaian yang sesuai dengan persyaratan. Dengan adanya CSSD di rumah sakit bertujuan: 1. mencegah infeksi nosokomial dengan menyediakan peralatan yang telah mengalami pensortiran, pencucian dan sterilisasi dengan sempurna. 2. 3. memutuskan mata rantai penyebaran kuman di lingkungan rumah sakit. menyediakan dan menjamin kualitas hasil sterilisasi terhadap produk yang dihasilkan. 2.7 Instalasi Gas Medis Penggunaan gas medis pada sarana pelayanan kesehatan diatur berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 1439/Menkes/SK/XI/2002. 2.7.1 Defenisi Gas Medis

a. instalasi gas medis adalah seperangkat sentral gas medis, instalasi pipa gas medis sampai ke outlet. b. gas medis adalah gas dengan spesifikasi khusus yang digunakan untuk pelayanan medis pada sarana kesehatan c. instalasi pipa gas medis adalah seperangkat prasarana perpipaan beserta peralatan yang menyediakan gas medis tertentu yang dibutuhkan untuk penyaluran gas medis ke titik outlet ke ruang tindakan dan ruang perawatan.

Universitas Sumatera Utara

d. sentral gas medis adalah seperangkat prasarana peralatan dan atau tabung gas/liquid yang menyimpan beberapa gas medis tertentu yang dapat disalurkan melalui pipa instalasi gas medis. e. outlet adalah keluaran gas medis melalui dinding. Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.

1439/Menkes/SK/XI/2002 tentang penggunaan gas medis pada sarana pelayanan kesehatan antara lain: Gas Oksigen (tabung 1m3, 2m3, 6m3) Oksigen cair (tangki) Gas N2O (tabung 25 kg) Gas CO2 Udara Tekan (UT) Siklopropana (C3H6) Helium Vaccum (suction) Mixture gas yang terdiri dari: a) O2 + N2 b) O2 + CO2 c) He + O2 d) N2O + O2 + N2

Universitas Sumatera Utara

2.7.2

Penyimpanan Gas Medis Persyaratan penyimpanan gas medis:

a.

tabung-tabung gas medis harus disimpan berdiri, dipasang penutup kran dan dilengkapi tali pengaman untuk menghindari jatuh pada saat terjadi goncangan.

b.

lokasi penyimpanan harus khusus dan masing-masing gas medis dibedakan tempatnya.

c.

penyimpanan tabung gas medis yang berisi dan tabung gas medis yang kosong dipisahkan untuk memudahkan pemeriksaan dan penggantian.

d.

lokasi penyimpanan diusahakan jauh dari sumber panas, listrik dan oli atau sejenisnya.

e.

gas medis yang sudah cukup lama disimpan, agar dilakukan uji atau tes kepada produsen untuk mengetahui kondisi gas medis tersebut (Depkes RI, 2002).

2.7.3 Pendistribusian Gas Medis a. distribusi gas medis dilayani dengan menggunakan troly yang biasanya ditempatkan dekat dengan pasien. b. pemakaian gas diatur melalui flowmeter pada regulator. c. regulator harus dites dan dikalibrasi. d. penggunaan gas medis sistem tabung hanya bisa dilakukan 1 tabung untuk 1 orang. e. tabung gas beserta troly harus bersih dan memenuhi syarat sanitasi (higienis) (Depkes RI, 2002).

Universitas Sumatera Utara

You might also like