You are on page 1of 33

TUGAS MANDIRI BLOK REPRODUKSITUMBUH KEMBANG

Nama NPM

: Opialeta Putri : 1102009214

UNIVERSITAS YARSI FAKULTAS KEDOKTERAN TAHUN PELAJARAN 2011-2012

DISTOSIA AKIBAT GANGGUAN pada TENAGA PERSALINAN Distosia merupakan akibat dari 3 gangguan atau kombinasi antara : 1. Kelainan Tenaga Persalinan POWER Kekuatan His yang tidak memadai atau tidak terkordinasi dengan baik agar dapat terjadi dilatasi dan pendataran servik (disfungsi uterus) serta gangguan kontraksi otot pada kala II. 2. Kelainan Presentasi-Posisi dan Perkembangan janin PASSANGER 3. Kelainan pada jalan lahir PASSAGE Kelainan pada Tulang Panggul (kesempitan panggul) Kelainan Jaringan Lunak sekitar jalan lahir yang menghalangi desensus janin ABNORMALITASTENAGAPERSALINAN Dilatasi servik dan propulsi serta ekspulsi janin dimungkinkan oleh adanya HIS dan KEMAMPUAN MENERAN pada persalinan kala II. Kurangnya intensitas satu atau kedua faktor diatas akan menyebabkan perjalanan partus yang terhambat atau terganggu. Diagnosa disfungsi uterus pada kala I fase laten sulit ditegakkan dan umumnya dibuat secara retrospektif. Salah satu kesalahan yang sering dilakukan adalah terapi disfungsi uterus pada pasien yang masih belum inpartu. 3 hal penting yang perlu diperhatikan dalam penatalaksanaan disfungsi uterus: 1. Membiarkan berlangsungnya partus lama tanpa tindakan akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal. 2. Oksitosin drip dapat digunakan untuk mengatasi beberapa jenis disfungsi uterus. 3. Pada kasus dengan kegagalan atau terdapat kontra-indikasi oksitosin drip, pilihan untuk melakukan SEKSIO SESAR lebih utama dibandingkan pilihan persalinan dengan ekstrasi cunam tengah yang secara teknis sulit dikerjakan. JENISDISFUNGSIUTERUS Kontraksi uterus pada persalinan normal ditandai dengan aktivitas miometrium yang bersifat gradual, dengan kontraksi terkuat dan berlangsung lama dibagian fundus uteri dan menuju kearah servik kekuatan kontraksi uterus secara bertahap menjadi semakin berkurang. Caldeyro-Barcia dkk (1950) dari Montevideo Uruguay menyatakan bahwa terdapat perbedaan waktu dari onset kontraksi uterus di daerah fundus uteri dan daerah pertengahan corpus uteri serta pada SBR. Larks (1960) menjelaskan bahwa rangsangan yang berawal di bagian cornu akan diikuti oleh rangsangan berikutnya beberapa milidetik setelahnya, gelombang rangsangan akan saling menyatu dan diteruskan secara serentak dari fundus uteri kebagian bawah uterus. Agar terjadi dilatasi servik, diperlukan kekuatan kontraksi uterus sekurang-kurangnya 15 mmHg. Kontraksi uterus yang berlangsung secara normal dapat menimbulkan tekanan intrauterin sampai 60 mmHg. Dengan data diatas, maka disfungsi uterus dapat dibedakan menjadi : 1. Disfungsi uterus HIPOTONIK : Tidak ada tonus basal Kontraksi uterus memiliki pola gradasi normal (synchronous) tetapi Tekanan yang ditimbulkan oleh kontraksi uterus tidak cukup untuk menyebabkan terjadinya dilatasi servik. 2. Disfungsi HIPERTONIK (incoordinate uterine dysfunction) Basal tonus meningkat dan atau

Kekacauan dalam gradasi tekanan yang ditimbulkan oleh his ; akibat tekanan yang ditimbulkan oleh his di uterus bagian tengah lebih besar daripada yang dihasilkan oleh uterus bagian fundus dan atau adanya peristiwa asinkronisme dari rangsang yang berasal dari bagian cornu uterus.

Kontraksi uterus hipotonik

Kontraksi uterus hipertonik GANGGUAN FASE AKTIF Gangguan persalinan secara klinis dibagi menjadi :

Lebih lambat dari kemajuan persalinan yang normal(protraction disorder) dan atau Terhentinya kemajuan persalinan (arrest disorder) Persalinan kala I fase aktif bila dilatasi servik sudah mencapai sekurang-kurangnya 3 4 cm

Active phase arrest Handa dan Laros (1993) : Active-phase arrest adalah bila dalam waktu 2 jam tidak terdapat kemajuan pada dilatasi servik. Angka kejadian : 5% pada nulipara dengan kehamilan aterm (menurut Friedman pada tahun 1978, angka kejadian ini tidak berubah sejak tahun 1950 ) His tidak adekwat adalah bila kekuatannya < 180 Montevideo Unit dan keadaan ini terdapat pada 80% kasus terhentinya fase aktif [active-phase arrest]. Protraction disorder Definisi keadaan ini lebih sulit ditentukan. WHO : dalam partograf dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan protraction adalah kecepatan dilatasi servik < 1 cm per jam untuk waktu minimum 4 jam.Kriteria active phase arrest dan protraction disorder menurut American College of Obstetricians and Gynecologist dapat dilihat pada tabel berikut :

Sebelum menegakkan diagnosa arrest selama persalinan kala maka kedua kriteria berikut harus dipenuhi: 1. Dilatasi servik sudah lebih dari 4 cm. 2. His dengan kekuatan 200 Montevideo Unit selama 10 menit sudah berlangsung selama 2 jam tanpa diikuti dengan perubahan pada servik. GANGGUAN PERSALINAN KALA II Desensus kepala terutama terjadi setelah dilatasi servik lengkap. Sebagian besar dari seven cardinal movement of labor berlangsung pada kala II. Akibat dari adanya kelainan CPD umumnya terlihat pada kala II. Batas waktu kala II pada nulipara adalah 2 jam (3 jam pada kasus dengan anestesi regional) dan pada multipara adalah 1 jam (2 jam pada kasus dengan anestesi regional). DERAJAT PENURUNAN (station) PADA AWAL PERSALINAN Engagemen = desensus diameter biparietal janin sampai setinggi spina ischiadica maternal (station 0). Terdapat kaitan erat antara bagian terendah janin yang masih tinggi saat memasuki persalinan dengan kejadian distosia yang akan terjadi.

Gangguan protracted dan atau arrest sering terjadi pada pasien yang memasuki persalinan dengan station lebih dari +1 . ETIOLOGI PENYEBAB DISFUNGSI UTERUS 1. Analgesia epidural 2. Chorioamnionitis 3. Posisi ibu selama persalinan 4. Posisi persalinan pada kala II 5. DISTOSIA AKIBAT GANGGUAN pada JALAN LAHIR DISPROPORSI SEPALOPELVIK Ganguan keseimbangan kepala janin dan panggul

CPD absolut : perbedaan antara kepala janin dengan panggul ibu sedemikian rupa sehingga menghalangi terjadinya persalinan per vaginam dalam kondisi optimal sekalipun. CPD relatif : jika akibat kelainan letak, kelainan posisi atau kelainan defleksi sedemikian rupa sehingga menghalangi persalinan per vaginam. Kurangnya diameter panggul dapat menyebabkan distosia. Kesempitan panggul dapat terjadi pada : pintu atas panggul, bidang tengah panggul pintu bawah panggul atau kombinasi diantaranya. KESEMPITAN PINTU ATAS PANGGUL PAP Pintu atas panggul dinyatakan sempit bila ukuran

antero-posterior terpendek < 10 cm tranversal terbesar < 12 cm Perkiraan AP PAP dilakukan dengan mengukur Conjugata Diagonalis secara manual (VT) dan kemudian dikurangi 1.5 cm ; kesempitan PAP ditegakkan bila ukuran CD < 11.5 cm.

Mengukur Conjugata Diagonalis

Pada kehamilan aterm, ukuran rata-rata biparietal - BPD 9.5 9.8 cm. Sehingga kepala janin yang normal tidak mungkin dapat melewati panggul bila AP PAP < 10 cm. Perlu diingat bahwa ibu yang bertubuh kecil, biasanya memiliki panggul yang kecil namun anak dalam kandungan ibu yang dimaksud biasanya juga kecil. Dalam keadaan normal, bila ketuban masih utuh dilatasi servik dibantu pula dengan tekanan hidrostatik pada selaput ketuban atau bila sudah pecah, dilatasi servik terjadi akibat tekanan langsung bagian terendah janin terhadap servik serta penebalan fundus uteri dan penipisan segmen bawah rahim.. Pada kasus kesempitan panggul dimana kepala janin masih berada diatas PAP, semua tekanan hidrostatik disalurkan pada bagian selaput ketuban yang berada diatas ostium uteri internum sehingga sering terjadi peristiwa Ketuban Pecah Dini-KPD pada kasus kesempitan PAP. Setelah ketuban pecah, tidak adanya tekanan hidrostatik pada selaput ketuban pada daerah servik dan Segmen Bawah Rahim menyebabkan kontraksi uterus menjadi tidak efektif bagi jalannya persalinan normal. Kesempitan PAP merupakan predisposisi terjadinya kelainan presentasi. Pada wanita dengan kesempitan panggul, angka kejadian letak mukadan letak lintang meningkat 3 kali lipat dan angka kejadian prolapsus talipusat meningkat 5 6 kali lipat. KESEMPITAN BIDANG TENGAH PANGGUL BTP Kejadian ini lebih sering terjadi dibandingkan kesempitan PAP Kejadian ini sering menyebabkan kejadian deep tranverse arrestpada perjalanan persalinan dengan posisio occipitalis posterior, sebuah gangguan putar paksi dalam akibat kesempitan BTP. Bidang obstetrik BTP terbentang dari tepi bawah simfisis pubis melalui spina ischiadica dan mencapai sacrum didekat pertemuan antara vertebra sacralis 4 5. Garis penghubung kedua spina ischiadica membagi BTP menjadi bagian anterior dan bagian posterior. Batas anterior bagian anterior BTP adalah tepi bawah Simfisis Pubis dan batas lateralnya adalah rami ischiopubic. Batas dorsal bagian posterior BTP adalah sacrum dan batas lateralnya adalah ligamentum sacrospinosum. Ukuran

rata-rata

BTP:

tranversal (interspinous) = 10.5 cm AP (tepi bawah SP sampai pertemuan S4 S5) = 11.5 cm Sagitalis Posterior - DSP (titik pertengahan interspinous dengan pertemuan S4 S5) = 5 cm Kesempitan BTP tidak dapat dinyatakan secara tegas seperti kesempitan PAP BTP diperkirakan mengalami kesempitan bila penjumlahan dari Interspinous + DSP ( normal 10.5cm + 5cm = 15.5 cm) <13.5 cm. Dengan demikian maka BTP diduga mengalami penyempitan bila interspinous < 10 cm dan bila < 8 cm, dinyatakan bahwa pastiterdapat kesempitan pada BTP. Dugaan adanya kesempitan BTP adalah bila pada pemeriksaan panggul teraba adanya penonjolan spina ischiadica yang menyolok. KESEMPITAN PINTU BAWAH PANGGUL PBP Terjadi kesempitan pada PBP bila intertuberosa < 8 cm. PBP berbentuk dua buah segitiga yang memiliki satu sisi bersama (berupa distansia intertuberous) dan tidak terletak pada bidang yang sama.

Apex segitiga anterior permukaan posterior arcus pubis. Apex segitiga posterior ujung vertebra sacralis terakhir ( bukan ujung coccyx).

Berkurangnya nilai distansia intertuberosa menyebabkan sempitnya segitiga anterior sehingga pada kala II, kepala terdorong lebih kearah posterior dengan konskuensi dapat terjadinya robekan perineum yang luas. Distosia akibat kesempitan PBP saja jarang terjadi oleh karena kesempitan PBP hampir selalu disertai dengan kesempitan BTP. FRAKTURA PANGGUL dan KONTRAKTUR Trauma panggul akibat cedera kecelakaan lalulintas sering terjadi sehingga dapat terjadi gangguan pada bentuk dan ukuran panggul. Riwayat adanya cedera panggul membutuhkan evaluasi lebih lanjut pada kehamilan lanjut. Tinggi badan, cara berjalan, bentuk perut gantung, kelainan bentuk tulang punggung (skoliosis) dapat mendorong pemikiran adanya kecurigaan pada kesempitan panggul.

Perut Gantung (Pendular Abdomen) PENILAIAN KAPASITAS PANGGUL 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Pengukuran Conjugata Diagonalis dengan pemeriksaan panggul Pengukuran diameter interspinarum Penonjolan spina ischiadica Sudut arcus pubis [ Pemeriksan X-ray pelvimetri ] [ Computed Tomography Scanning ] [ Magnetic Resonance Imaging ]

DISTOSIA AKIBAT JALAN LAHIR LUNAK Abnormalitas anatomik organ reproduksi wanita dapat menyebabkan abnormalitas atau gangguan jalannya proses persalinan. Kelainan dapat meliputi : uterus- servix vagina vesika urinaria rektum dan masa dalam adneksa serta parametrium (kista ovarium, mioma uteri). KelainanUterus:

Kelainan bentuk uterus (uterus bicornu, uterus septus) Prolapsus uteri Torsi uterus Kelainan servix uteri: jaringan sikatrik yang menyebabkan stenosis servik Kelainan vulva - vagina : Septum vagina, sikatrik vulva dan vagina ,Giant Condyloma Accuminata

Vesica urinaria dan rectum yang penuh dapat menyebabkan distosia Masa adneksa : mioma uteri dibagian servik, kista ovarium DISTOSIA BAHU Angka kejadian distosia bahu tergantung pada kriteria diagnosa yang digunakan. Salah satu kriteria diagnosa distosia bahu adalah bila dalam persalinan pervaginam untuk melahirkan bahu harus dilakukan maneuver khusus seperti traksi curam bawah dan episiotomi. Gross dkk (1987) Dengan menggunakan kriteria diatas menyatakan bahwa dari 0.9% kejadian distosia bahu yang tercatat direkam medis, hanya 0.2% yang memenuhi kriteria diagnosadiatas. Spong dkk (1995) menggunakan sebuah kriteria objektif untuk menentukan adanya distosia bahu yaitu interval waktu antara lahirnya kepala dengan seluruh tubuh. Nilai normal interval waktu antara persalinan kepala dengan persalinan seluruh tubuh adalah 24 detik , pada distosia bahu 79 detik. Mereka mengusulkan bahwa distosia bahu adalah bila interval waktu tersebut lebih dari 60 detik. American College of Obstetrician and Gynecologist (2002) : angka kejadian distosia bahu bervariasi antara 0.6 1.4%.

KOMPLIKASI DISTOSIA BAHU KOMPLIKASI MATERNAL Perdarahan pasca persalinan Fistula Rectovaginal Simfisiolisis atau diathesis, dengan atau tanpa transient femoral neuropathy Robekan perineum derajat III atau IV Rupture Uteri KOMPLIKASI JANIN Brachial plexus palsy Fraktura Clavicle Kematian janin Hipoksia janin , dengan atau tanpa kerusakan neurololgis permanen Fraktura humerus Prediksi dan pencegahan Distosia Bahu

Meskipun ada sejumlah faktor resiko yang sudah diketahui, prediksi secara individual sebelum distosia bahu terjadi adalah suatu hal yang tidak mungkin. Faktor resiko: Kelainan bentuk panggul, diabetes gestasional, kehamilan postmature, riwayat persalinan dengan distosia bahu dan ibu yang pendek. Faktor Resiko Distosia Bahu : 1. Maternal

Kelainan anatomi panggul Diabetes Gestational Kehamilan postmatur Riwayat distosia bahu Tubuh ibu pendek

2. Fetal

Dugaan macrosomia

3. Masalah persalinan

Assisted vaginal delivery (forceps atau vacum) Protracted active phase pada kala I persalinan Protracted pada kala II persalinan Distosia bahu sering terjadi pada persalinan dengan tindakan cunam tengah atau pada gangguan persalinan kala I dan atau kala II yang memanjang. Ginsberg dan Moisidis (2001) : distosia bahu yang berulang terjadi pada 17% pasien. Rekomendasi dari American College of Obstetricians and Gynecologist (2002) untuk penatalaksanaan pasien dengan riwayat distosia bahu pada persalinan yang lalu: 1. Perlu dilakukan evaluasi cermat terhadap perkiraan berat janin, usia kehamilan, intoleransi glukosa maternal dan tingkatan cedera janin pada kehamilan sebelumnya. 2. Keuntungan dan kerugian untuk dilakukannya tindakan SC harus dibahas secara baik dengan pasien dan keluarganya. American College Of Obstetricians and Gynecologist (2002) : Penelitian yang dilakukan dengan metode evidence based menyimpulkan bahwa : 1. Sebagian besar kasus distosia bahu tidak dapat diramalkan atau dicegah. 2. Tindakan SC yang dilakukan pada semua pasien yang diduga mengandung janin makrosomia adalah sikap yang berlebihan, kecuali bila sudah diduga adanya kehamilan yang melebihi 5000 gram atau dugaan berat badan janin yang dikandung oleh penderita diabetes lebih dari 4500 gram. PENATALAKSANAAN 1. Kesigapan penolong persalinan dalam mengatasi distosia bahu sangat diperlukan. 2. Pertama kali yang harus dilakukan bila terjadi distosia bahu adalah melakukan

traksi curam bawah sambil meminta ibu untuk meneran. 3. Lakukan episiotomi. Setelah membersihkan mulut dan hidung anak, lakukan usaha untuk membebaskan bahu anterior dari simfsis pubis dengan berbagai maneuver : 1. Tekanan ringan pada suprapubic 2. Maneuver Mc Robert 3. Maneuver Woods 4. Persalinan bahu belakang 5. Maneuver Rubin 6. Pematahan klavikula 7. Maneuver Zavanelli 8. Kleidotomi 9. Simfsiotomi 1. Tekanan ringan pada suprapubic Dilakukan tekanan ringan pada daerah suprapubik dan secara bersamaan dilakukan traksi curam bawah pada kepala janin.

Tekanan ringan dilakukan oleh asisten pada daerah suprapubic saat traksi curam bawah pada kepala janin. 2. Maneuver Mc Robert Tehnik ini ditemukan pertama kali oleh Gonik dkk tahun 1983 dan selanjutnya William A Mc Robert mempopulerkannya di University of Texas di Houston.Maneuver ini terdiri dari melepaskan kaki dari penyangga dan melakukan fleksi sehingga paha menempel pada abdomen ibu. Tindakan ini dapat menyebabkan sacrum mendatar, rotasi simfisis pubis kearah kepala maternal dan mengurangi sudut inklinasi. Meskipun ukuran panggul tak berubah, rotasi cephalad panggul cenderung untuk membebaskan bahu depan yang terhimpit.

Maneuver Mc Robert Fleksi sendi lutut dan paha serta mendekatkan paha ibu pada abdomen sebaaimana terlihat pada (panah horisontal). Asisten melakukan tekanan suprapubic secara bersamaan (panah vertikal)

Analisa tindakan Maneuver Mc Robert dengan menggunakan x-ray Ukuran panggul tak berubah, namun terjadi rotasi cephalad pelvic sehingga bahu anterior terbebas dari simfisis pubis 3. Maneuver Woods ( Wood crock screw maneuver ) Dengan melakukan rotasi bahu posterior 1800 secara crock screwmaka bahu anterior yang terjepit pada simfisis pubis akan terbebas.

Maneuver Wood. Tangan kanan penolong dibelakang bahu posterior janin. Bahu kemudian diputar 180 derajat sehingga bahu anterior terbebas dari tepi bawah simfisis pubis

4. Melahirkan bahu belakang

A. Operator memasukkan tangan kedalam vagina menyusuri humerus posterior janin dan kemudian melakukan fleksi lengan posterior atas didepan dada dengan mempertahankan posisi fleksi siku B. Tangan janin dicekap dan lengan diluruskan melalui wajah janin C. Lengan posterior dilahirkan 5. Maneuver Rubin Terdiri dari 2 langkah : (1). Mengguncang bahu anak dari satu sisi ke sisi lain dengan melakukan tekanan pada abdomen ibu, bila tidak berhasil maka dilakukan langkah berikutnya yaitu : (2). Tangan mencari bahu anak yang paling mudah untuk dijangkau dan kemudian ditekan kedepan kearah dada anak. Tindakan ini untuk melakukan abduksi kedua bahu anak sehingga diameter bahu mengecil dan melepaskan bahu depan dari simfisis pubis

Maneuver Rubin II A. Diameter bahu terlihat antara kedua tanda panah B. Bahu anak yang paling mudah dijangkau didorong kearah dada anak sehingga diameter bahu mengecil dan membebaskan bahu anterior yang terjepit

6. Pematahan klavikula dilakukan dengan menekan klavikula anterior kearah SP. 7. Maneuver Zavanelli : mengembalikan kepala kedalam jalan lahir dan anak dilahirkan melalui SC. Memutar kepala anak menjadi occiput anterior atau posterior sesuai dengan PPL yang sudah terjadi.

Membuat kepala anak menjadi fleksi dan secara perlahan mendorong kepala kedalam vagina. 8. Kleidotomi : dilakukan pada janin mati yaitu dengan cara menggunting klavikula. 9. Simfisiotomi. Hernandez dan Wendell (1990) menyarankan untuk melakukan serangkaian tindakan emergensi berikut ini pada kasus distosia bahu 1. Minta bantuan asisten , ahli anaesthesi dan ahli anaesthesi. 2. Kosongkan vesica urinaria bila penuh. 3. Lakukan episiotomi mediolateral luas. 4. Lakukan tekanan suprapubic bersamaan dengan traksi curam bawah untuk melahirkan kepala. 5. Lakukan maneuver Mc Robert dengan bantuan 2 asisten. Sebagian besar kasus distosia bahu dapat diatasi dengan serangkaian tindakan diatas. Bila tidak, maka rangkaian tindakan lanjutan berikut ini harus dikerjakan : 1. Wood corkscrew maneuver 2. Persalinan bahu posterior 3. Tehnik-tehnik lain yang sudah dikemukakan diatas. Tak ada maneuver terbaik diantara maneuver-maneuver yang sudah disebutkan diatas, namun tindakan dengan maneuver Mc Robert sebagai pilihan utama adalah sangat beralasan. PRESENTASI SUNGSANG Presentasi sungsang terjadi bila panggul atau ekstrimitas bawah janin berada di pintu atas panggul. Angka kejadian 3 4% Terdapat 3 jenis presentasi sungsang :

Frank Breech : Sendi lutut ekstensi dan sendi paha fleksi Complete Breech : [bokong murni-bokong sempurna] sendi lutut dan sendi paha dalam keadaan fleksi sehingga pada VT teraba bokong & kaki Incomplete Breech : [bokong tak sempurna] letak satu atau kedua kaki dibawah bokong [presentasi kaki atau footling breech] Presentasi sungsang pada kehamilan tunggal dengan berat badan < 2500 gram:

40% adalah Frank Breech 10% adalah Complete Breech 50% adalah Footling Breech

Presentasi sungsang pada kehamilan tunggal dengan Berat Badan Janin > 2500 gram:

65% adalah Frank Breech 10% adalah Complete Breech 25% adalah Footling Breech

Posisi janin pada presentasi sungsang ditentukan dengan menggunakan sacrum sebagai denominator [fetal point of reference to the maternal pelvis] Station janin pada presentasi sungsang adalah ketinggian sacrum terhadap spina ischiadica. ETIOLOGI 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Kehamilan prematur Hidramnion , Oligohidramnion Kelainan uterus (uterus bicornu atau uterus septum) Tumor panggul Plasentasi abnormal Grandemultipara Panggul sempit Hidrosepalus, anensepalus Kehamilan kembar

DIAGNOSIS 1. Palpasi dan Balotemen: Leopold I : teraba kepala (balotemen) di fundus uteri 2. Vaginal Toucher : teraba bokong yang lunak dan iregular 3. X-ray : Dapat membedakan dengan presentasi kepala dan pemeriksaan ini penting untuk menentukan jenis presentasi sungsang dan jumlah kehamilan serta adanya kelainan kongenital lain 4. Ultrasonografi: Pemeriksaan USG yang dilakukan oleh operator berpengalaman dapat menentukan : 1. Presentasi janin 2. Ukuran 3. Jumlah kehamilan 4. Lokasi plasenta 5. Jumlah cairan amnion 6. Malformasi jaringan lunak atau tulang janin

Pemeriksaan radiologi yang menunjukkan adanya presentasi sungsang dengan jenis Frank Breech PENATALAKSANAAN A. Penatalaksanaan antepartum Setelah konfirmasi presentasi sungsang, dilakukan pengamatan terhadap kemungkinan terjadinya versi spontan.Pada keadaan dimana presentasi sungsang menetap sampai kehamilan 36 minggu, lakukan versi luar bila tak ada kontra indikasi. Kapasitas panggul harus ditentukan dengan cermat, perlu diingat bahwa kesulitan persalinan sungsang pervaginam masih dapat terjadi meskipun kapasitas panggul memadai. Tabel : Sistem skoring untuk menentukan keberhasilan versi luar

Pada score < 2 , keberhasilan 0% dan pada score > 9 keberhasilan mencapai 100%. Manfaat klinis dari skoring ini diragukan oleh karena adanya overlaping scoring dalam menentukan keberhasilan VL. B. Penatalaksanaan intrapartum 1. Pemeriksaan Pasien harus dirawat di RS bila terdapat tanda persalinan atau terjadi ketuban pecah ( dikhawatirkan terjadi prolapsus talipusat) Di RS dilakukan pemeriksaan USG ulangan untuk memastikan jenis persalinan sungsang fleksi kepala janin kelainan kongenital. Lakukan anamnesa dan pemeriksaan untuk menentukan keadaan ibu dan anak. Tentukan cara persalinan yang dipilih. 2. Pemantauan kesehatan janin Selama persalinan, bila mungkin lakukan pemantauan detik jantung janin secara terus menerus ( electronic fetal heart rate monitoring)

Oksitosin drip Penggunaan oksitosin drip pada presentasi sungsang adalah hal yang kontroversi. Umumnya oksitosin dapat digunakan bila kontraksi uterus tidak memuaskan dengan pengawasan pada ibu dan anak secara ketat. C. Persalinan Penentuan cara persalinan adalah sangat individual, kriteria pada tabel berikut dibawah ini dapat digunakan untuk menentukan cara persalinan Tabel : Kriteria pemilihan jenis persalinan sungsang

3.

Metode lain untuk menentukan cara persalinan adalah dengan menggunakan Zahtuni Andros Breech Scoring seperti terlihat pada tabel dibawah ini : Skoring Zatuchni-Andros Breech

Persalinan sungsang pervaginam dengan prognosis baik bila Zatuchni Andros skoring antara 0 4. Persalinan sungsang perabdominal dengan SC saat ini lebih sering dilakukan. Data terbaru menunjukkan bahwa cara persalinan pada presentasi sungsang tidak mempengaruhi morbiditas jangka panjang pada janin. Resiko umum SC terhadap ibu (perdarahan, anestesi dan infeksi) dan resiko janin pada persalinan sungsang pervaginam(asfiksia dan trauma) harus merupakan pertimbangan kuat dalam pengambilan keputusan mengenai cara persalinan yang dipilih. Ahli obstetri yang memilih persalinan dengan SC umumnya dengan alasan : 1. Cedera persalinan sungsang perabdominal lebih rendah dibandingkan persalinan pervaginam. 2. Banyak pasangan yang mempunyai pandangan anak sedikit dan membutuhkan anak yang perfect sehingga memilih persalinan sungsang perabdominal. 3. 30 40% trial of labor pada persalinan sungsang berakhir dengan persalinan SC. 4. SC pada masa sekarang adalah operasi yang aman. Ahli obstetri yang cenderung untuk mencoba berlangsungnya persalinan sungsang pervaginam umumnya memiliki alasan: 1. Morbiditas maternal pada SC lebih besar. 2. 5 15% janin pada presentasi sungsang disertai dengan kelaina kongenital. 3. Sejumlah ibu ingin memiliki pengalaman persalinan pervaginam. Persalinan dengan Sectio Caesar Jenis insisi SBR yang dipilih pada saat SC sangat penting. Bila SBR sudah terbentuk dengan baik maka dengan insisi melintang pada SBR, persalinan sungsang dapat diselesaikan tanpa banyak kesulitan. Pada kehamilan prematur dan pasien yang belum inpartu atau pada beberapa kelainan letak lain, SBR cukup sempit sehingga sebaiknya dilakukan insisi vertikal untuk menghindari cedera persalinan yang lebih luas [cedera pada vesika urinaria ].

Persalinan pervaginam Dokter yang akan menolong persalinan sungsang pervaginam perlu menguasai maneuver dalam persalinan sungsang pervaginam dan hendaknya didampingi oleh 4 orang asisten : (1) ahli obstetri yang berpengalaman (2) ahli anak yang mampu memberikan pertolongan resusitasi pada anak dan(3) anaesthesiolog yang dibutuhkan untuk memberikan kenyamanan pada ibu bersalin (4)paramedis yang memahami proses dan penatalaksanaan persalinan sungsang per vaginam. PERSALINAN PERVAGINAM Mekanisme persalinan sungsang pervaginam berlangsung melaluiseven cardinal movement yang terjadi pada masing-masing tahapan persalinan sungsang pervaginam: 1. Persalinan Bokong 2. Persalinan Bahu 3. Persalinan Kepala Persalinan sungsang pervaginam secara spontan (sungsang Bracht) dapat dibagi menjadi 3 tahap : 1. Fase Lambat Pertama Tahapan persalinan dari bokong sampai umbilikus

Disebut fase lambat oleh karena pada fase ini umumnya tidak terdapat hal-hal yang membahayakan jalannya persalinan. Pada fase ini, penolong bersikap pasif menunggu jalannya persalinan. 2. Fase Cepat Tahapan persalinan dari umbilikus sampai mulut. Disebut fase cepat oleh karena dalam waktu < 8 menit ( 1 2 kali kontraksi uterus ) fase ini harus sudah berakhir. Pada fase ini, talipusat berada diantara kepala janin dengan PAP sehingga dapat menyebabkan terjadinya asfiksia janin. 3. Fase lambat Kedua Tahapan persalinan dari mulut sampai seluruh kepala. Pertolongan pada tahap persalinan ini tidak boleh tergesa-gesa oleh karena persalinan kepala yang terlalu cepat pada presentasi sungsang dapat menyebabkan terjadinya dekompresi mendadak pada kepala janin yang menyebabkan perdarahan intrakranial. TAHAPAN PERSALINAN SUNGSANG PER VAGINAM:

Presentasi sungsang dengan sacrum kanan depan. bitrochanteric bokong masuk panggul pada tranversal panggul ibu. Pada saat dilatasi servik lengkap. bokong mengalami desensus lebih lanjut kedalam panggul

Pada saat bokong mencapai dasar panggul, saluran jalan lahir menyebabkan bokong mengalami PPD sehingga bitrochanterica berada pada antero-posterior PBP

Bokong depan nampak di vulva Dengan his berikutnya, bokong akan meregang PBP. Terjadi laterofleksi tubuh janin dan bahu berputar sehingga akan melewati PAP. Pada saat ini, penolong persalinan mengenakan perlengkapan persalinan dan siap untuk melakukan pertolongan persalinan .

Bokong sudah lahir dan bahu saat ini masuk pada tranversa PAP. Gerakan ini menyebabkan terjadinya PPL bokong sehingga punggung anak menghadap atas.

Bahu anak melewati saluran jalan lahir dan mengalami PPD sehingga bisachromial menempati diameter anteroposterior PBP. Secara serempak, bokong berputar keanterior sejauh 900(restitusi) Kepala janin sekarang memasuki (engagemen) PAP dengan sutura sagitalis berada pada tranversalis PAP. Desensus kedalam pelvis terjadi dengan kepala dalam keadaan fleksi.

Bahu depan lahir dari belakang Simfisis Pubis melalui gerakan laterofleksi.

Gambar 1. Anak dibiarkan tergantung beberapa saat didepan vulva. Dilakukan tekanan pada daerah suprasimfisis untuk menambah fleksi kepala (bukan mendorong fundus uteri). Bila tengkuk anak sudah terlihat, penolong persalinan memegang kaki anak dan melakukan gerakan melingkar keatas. 2. Manuver ini menggunakan referensi tepi bawah sacrum, menarik kepala anak kebawah dan memutar melalui PBP sehingga dagu, hidung dan dahi nampak dan lahir didepan vulva. PROGNOSIS Dibandingkan persalinan pervaginam pada presentasi belakang kepala, morbiditas dan mortalitas ibu dan atau anak pada persalinan sungsang pervaginam lebih besar. Morbiditas maternal : lebih tingginya frekuensi persalinan operatif pada presentasi sungsang termasuk sectio caesar menyebabkan peningkatan morbiditas ibu antara lain : 1. Morbiditas infeksi. 2. Ruptura uteri. 3. Laserasi servik. 4. Luka episiotomi yang meluas. 5. Atonia uteri akibat penggunaan analgesi sehingga terjadi perdarahan pasca persalinan. Morbiditas dan mortalitas perinatal : lebih tinggi dibandingkan pada presentasi belakang kepala (vertex). Trauma persalinan : 1. Fraktura humerus dan klavikula. 2. Cedera pada muskulus sternocleiodomastoideus. 3. Paralisa tangan akibat cedera pada pleksus brachialis saat melahirkan bahu.

Mortalitas perinatal terutama akibat : 1. Persalinan preterm. 2. Asfiksia intrapartum ( janin sudah berusaha bernafas saat kepala masih berada dalam jalan lahir oleh karena sebagian besar tubuh janin sudah berada diluar jalan lahir sehingga menimbulkan refleks bernafas pada janin) 3. Kelainan kongenital.

LETAK LINTANG

Suatu penyulit kehamilan berupa kelainan letak janin dimana sumbu panjang janin tegak lurus dengan sumbu panjang tubuh ibu. Kadang-kadang sudut yang ada tidak tegak lurus sehingga terjadi letak oblique yang sering bersifat sementara oleh karena akan berubah menjadi presentasi kepala atau presentasi bokong (unstable lie) Pada letak lintang, bahu biasanya berada diatas PAP dengan bokong dan kepala berada pada fossa iliaca Deskripsi letak lintang : akromial kiri atau kanan dan dorso-anterior atau dorso-posterior. Angka kejadian 1 : 300 persalinan tunggal (0.3%) DIAGNOSIS Diagnosa biasanya mudah dan kadang-kadang hanya melalui inspeksi dimana abdomen terlihat melebar dengan fundus uteri sedikit diatas umbilikus. Tidak ada kutub janin yang teraba dibagian fundus dan kepala teraba di fossa iliaca. Pada dorso-posterior, teraba bagian kecil pada palpasi dinding abdomen. Permeriksaan VT pada persalinan dini dapat meraba tulang rusuk, bila pembukaan servik sudah bertambah maka dapat teraba skapula dan klavikula. Arah penutupan aksila menunjukkan arah bahu dan lokasi kepala. Pada persalinan lanjut, bahu terperangkap dalam jalan lahir dan seringkali disertai prolapsus lengan dan keadaan ini disebut letak lintang kasep - neglected transverse lie.

ETIOLOGI 1. Grandemultipara akibat dinding abdomen yang kendor 2. Janin Preterm 3. Plasenta previa 4. Kelainan anatomis uterus 5. Hidramnion 6. Panggul sempit Wanita yang sudah mengalami persalinan > 4 kali dengan bayi aterm memiliki kemungkinan mengalami kehamilan dengan presentasi lintang 10 kali lipat nulipara. Kekendoran otot abdomen yang mengakibatkan perut gantung(pendulous abdomen) dapat menyebabkan uterus jatuh kedepan sehingga sumbu panjang janin menjauh dari sumbu jalan lahir. Letak plasenta pada SBR dan PANGGUL SEMPIT dapat menyebabkan GANGGUAN AKOMODASI bagian terendah janin sehinga terjadi letak lintang. MEKANISMEPERSALINAN Persalinan spontan pervaginam pada janin aterm normal dengan presentasi lintang tidak mungkin berlangsung. Setelah selaput ketuban pecah, lengan janin memasuki panggul dan menyebabkan prolapsus lengan. Kontraksi uterus selanjutnya akan menyebabkan bahu masuk kedalam SBR dan menyebabkan regangan SBR berlebihan yang dapat berakhir dengan ruptura uterus(neglected transverse lie) Keterangan gambar diatas : Letak lintang kasep (neglected transverse lie) . Terdapat lingkaran muskular (pathological retraction ring-Bandl ) diatas SBR yang sudah sangat menipis. Tekanan His disebarkan secara sentripetal pada dan diatas lingkaran retraksi patologis sehingga regangan terus bertambah dan menyebabkan robekan pada SBR. Bila janin kecil (kurang dari 800 gram) dan panggul cukup luas, persalinan pervaginam dapat berlangsung bila his yang cukup kuat untuk melipat tubuh janin agar melewati PAP dan persalinan berlangsung dengan mekanisme conduplicatio corporae. PENATALAKSANAAN Presentasi lintang pada awal persalinan adalah indikasi untuk melakukan SC. Pada minggu ke 39 sebelum persalinan atau pada awal persalinan, bila selaput ketuban masih utuh dapat dilakukan tindakan versi luar pada presentasi lintang tanpa disertai komplikasi lain Pada saat melakukan SC, akibat terperangkapnya tubuh janin dalam SBR maka insisi uterus lebih baik dilakukan secara vertikal POSISIO OKSIPITALIS POSTERIOR PERSISTEN Pada 10% kehamilan, kepala masuk PAP dengan oksiput berada pada segmen posterior panggul. Sebagian besar keadaan ini terjadi pada arsitektur panggul yang normal, sebagian kecil terjadi pada bentuk android. Diagnosa ditegakkan melalui palpasi abdomen dimana punggung janin teraba disatu sisi pinggang ibu dan dilokasi tersebut DJJ terdengar paling keras. Pada persalinan, pemeriksaan VT dapat memberi informasi yang

lebih banyak dengan terabanya occiput dan ubun-ubun besar . Selama persalinan berlangsung, kepala janin memperoleh tekanan kearah pelvis sehingga terjadi fleksi kepala. Setelah dilatasi lengkap, proses persalinan selanjutnya dapat terjadi melalui satu dari 3 kemungkinan dibawah :

Kemungkinan arah Putar Paksi Dalam ( PPD) pada posisio oksipitalis posterior 1. 65% kasus, kepala melakukan PPD sejauh 1350 sehingga occiput berada dibelakang simfisis (rotasi panjang) persalinan spontan pervaginam normal. 2. 20% kasus, kepala tidak dapat melalukan PPD secara lengkap sehingga ubunubun kecil berada dikiri atau dikanan (deep tranverse arrest). 3. 15% kasus, terjadi PPD 450 kearah posterior (rotasi pendek) positio occipitalis posterior persisten.

Rotasi panjang kearah anterior

Rotasi pendek kearah posterior (mendekati sacrum)

Persalinan pervaginam dapat terjadi melalui berbagai kemungkinan : 1. Persalinan spontan. 2. Ekstraksi cunam dengan occiput posterior. 3. Rotasi manual menjadikan occiput anterior dan diikuti dengan persalinan spontan atau dengan ekstraksi cunam. 4. Rotasi dengan cunam kearah occiput anterior dan kemudian dilahirkan. PROGNOSA Fitzpatrick dkk (2001) , Ponkey dkk (2003) : membandingkan prognosa antara 246 pasien POPPersisten dengan presentasi occiput anterior (POA) dan tercatat adanya komplikasi persalinan yang lebih tinggi pada POPP dibandingkan pada POA. Hanya 40% kasus POPP yang dapat mengalami persalinan spontan pervaginam. 12% kasus POPP berakhir dengan SC atas indikasi distosia. POSISI OKSIPITO TRANVERSAL PERSISTSN (deep tranverse arrest letak malang melintangrendah) Pada arsitektur panggul normal, posisi occiput tranversal umumnya bersifat sementara sebelum berakhir sebagai posisi occiput anterior atau posterior. Bila his cukup kuat, terjadi PPD keanterior dan persalinan dapat berlangsung secara normal atau dengan bantuan ekstraksi cunam outlet. Bila his tidak kuat atau terdapat kelainan bentuk panggul, persalinan pervaginam mungkin berlangsung dengan didahului oleh tindakan rotasi manual kepala dilanjutkan dengan persalinan ekstraksi cunam dengan occiput di anterior atau di posterior. Etiologi posisi occipitalis tranversal tidak selalu sederhana. Panggul jenis platipeloid atau android tidak memiliki cukup ruangan untuk terjadinya rotasi kepala. Pada panggul android, engagemen tidak terjadi sehingga kulit kepala sering terlihat didepan introitus vagina sebagai akibat adanya molase dan pembentukan caput yang berlebihan. Dalam keadaan ini tindakan persalinan dengan cunam harus dilakukan secara hati-hati dan tidak dipaksakan. PRESENTASI MUKA Termasuk kelainan sikap, dimana kepala janin tidak mengadakan fleksi maksimal atau terjadi defleksi. Pada presentasi muka terjadi defleksi maksimum kepala sehingga oksiput menempel dengan punggung janin dengan demikian maka yang merupakan bagian terendah janin adalah mentum. Dalam kaitannya dengan simfisis pubis, maka presentasi muka dapat terjadi dengan mento anterior atau mento posterior. Pada janin aterm dengan presentasi muka MENTO POSTERIOR, proses persalinan terganggu akibat bregma (dahi) tertahan oleh bagian belakang simfisis pubis. Dalam keadaan ini, gerakan fleksi kepala agar terjadi persalinan pervaginam menjadi terhalang, sehingga persalinan muka spontan per vaginam tidak terjadi.

Presentasi Muka dengan Mentoposterior, dagu berada dibagian posterior. Persalinan pervaginam hanya mungkin berlangsung bila dagu berputar ke

anterior. Pada MENTO ANTERIOR , persalinan kepala per vaginam masih mungkin dapat berlangsung pervaginam melalui gerakan fleksi kepala. Pada sejumlah kasus presentasi muka dagu posterior, dagu akan BERPUTAR SPONTAN ke anterior pada persalinan lanjut. DIAGNOSA Diagnosa presentasi muka ditegakkan melalui pemeriksaan VT dengan meraba adanya mulut hidung tulang rahang atas danorbital ridges. Kadang perlu dibedakan dengan presentasi bokong dimana dapat teraba adanya anus dan tuber-ischiadica yang sering keliru dengan mulut dan tulang rahang atas.

Pemeriksaan radiologis dapat menampakkan gambaran HIPEREKSTENSI KEPALA yang jelas dan tulang muka berada diatas pintu atas panggul. ETIOLOGI:

Tumor leher janin Lilitan talipusat Janin anensepalus Kesempitan panggul dengan janin yang besar Grande multipara dengan perut gantung (pendulous abdomen)

Edema muka janin pada presentasi muka MEKANISME PERSALINAN PER VAGINAM Presentasi muka jarang terjadi bila kepala masih diatas Pintu Atas Panggul.

Umumnya keadaan diawali dengan presentasi dahi yang kemudian pada proses desensus berubah menjadi presentasi muka . Mekanisme persalinan terdiri dari densensus putar paksi dalam fleksi ekstensi dan putar paksi luar.

Mekanisme persalinan pada presentasi muka mentoposterior. Terjadi putar paksi dalam sehingga dagu berputar keanterior dan lahir pervaginam Tujuan Putar Paksi Dalam adalah agar dagu berada dibelakang simfisis pubis oleh karena hanya pada posisi ini kepala janin dapat melewati perineum melalui gerakan fleksi. Setelah Putar Paksi Dalam dagu kedepan selesai dan tahapan desensus berikutnya berlangsung, maka dagu dan mulut nampak di vulva dan persalinan kepala berlangsung melalui gerakan fleksi. Setelah kepala lahir, oksiput akan mendekati anus dan dagu berputar seperti saat memasuki Pintu Atas Panggul. Persalinan bahu berlangsung seperti pada presentasi belakang kepala. Pada presentasi muka, edema akan merubah bentuk wajah Molase juga terjadi dan menyebabkan bertambah panjangnya diameter occipitomentalis PENATALAKSANAAN Bila ukuran panggul normal dan kemajuan proses persalinan berlangsung secara normal, persalinan pervaginam pada presentasi muka dapat berlangsung dengan wajar. Observasi Detik Jantung Janin dilakukan dengan monitor eksternal. Presentasi muka sering terjadi pada panggul sempit, maka terminasi kehamilan dengan SC sering terpaksa harus dilakukan. Usaha untuk merubah presentasi muka menjadi presentasi belakang kepala , pemutaran posisi dagu posterior menjadi dagu anterior secara manual atau dengan cunam, serta dengan versi ekstraksi TIDAK BOLEH dikerjakan PRESENTASI DAHI Termasuk kelainan sikap, dimana kepala janin tidak mengadakan fleksi maksimal atau terjadi defleksi. Pada presentasi dahi terjadi defleksi moderat kepala dahi menjadi bagian terendah janin Presentasi yang sangat jarang. Diagnosa ditegakkan bila pemeriksaan Vaginal Toucher pada PAP teraba orbital ridge dan ubun-ubun besar.

Pada gambar diatas, terlihat bahwa kepala berada diantara posisi fleksi sempurna dengan ekstensi sempurna. Kecuali pada kepala yang kecil atau panggul yang sangat luas, engagemen kepala yang diikuti dengan persalinam pervaginam tak mungkin terjadi.

DIAGNOSIS Presentasi dapat dikenali melalui pemeriksaan palpasi abdomen dimana dagu dan oksiput dapat diraba dengan mudah. Diagnosa dipastikan dengan pemeriksaan VT dan teraba sutura frontalis ubun-ubun besar orbital ridges mata atau pangkal hidung. Kadang-kadang dagu juga dapat diraba melalui pemeriksaan VT. ETIOLOGI Etiologi sama dengan penyebab presentasi muka. Presentasi dahi sering merupakan keadaan temporer dan dalam perjalanan persalinan selanjutnya dapat spontan berubah menjadi presentasi muka atau presentasi belakang kepala. MEKANISMEPERSALINANPERVAGINAM Pada janin kecil atau panggul luas persalinan pervaginam biasanya berlangsung dengan normal Pada janin aterm dengan ukuran normal, persalinan pervaginam SULIT berlangsung oleh karena ENGAGEMEN tidak dapat terjadi sampai adanya MOLASE hebat yang memperpendek diamater occipitomentalis atau sampai terjadinya FLEKSI SEMPURNA atau EKSTENSI MAKSIMUM menjadi presentasi muka.

Kasus I Diagnosis Inersia Uteri

A. Pengertian Inersia uteri adalah kelainan his yang kekuatannya tidak adekuat untuk melakukan pembukaan serviks atau mendorong janin keluar. Disini kekuatan his lemah dan frekuensinya jarang. Sering dijumpai pada penderita dengan keadaan umum kurang baik seperti anemia, uterus yang terlalu teregang misalnya akibat hidramnion atau kehamilan kembar atau makrosomia, grandemultipara atau primipara, serta para penderita dengan keadaan emosi kurang baik. Dapat terjadi pada kala pembukaan serviks, fase laten atau fase aktif maupun pada kala pengeluaran insersia uteri di bagi atas 2 kekuatan. 1. Insersia uteri primer Terjadi pada permulaan fase laten, sejak awal telah terjadi his yang tidak adekuat sehingga sering sulit untuk memastikan apakah penderita telah memasuki keadaan inpartu atau belum. 2. Insersia uteri sekunder Terjadi pada fase aktif kala I dan kala II, permulaan his, baik kemudian pada keadaan selanjutnya terdapat gangguan/kelainan. B. Penanganan Penanganan inersia uteri dengan : 1. Keadaan umum penderita harus diperbaiki. Gizi selama kehamilan harus diperhatikan 2.Penderita dipersiapkan menghadapi persalinan dan dijelaskan tentang kemungkinankemungkinan yang ada. 3. Pada inersia primer, setelah dipastikan penderita masuk dalam persalinan, evaluasi kemajuan persalinan 12 jam, kemudian dengan periksa dalam. Jika pembukaan kurang dari 3 cm. porsio tebal lebih dari 1 cm, penderita diistirahatkan, berikan sedativa sehingga pasien dapat tidur, mungkin masih dalam false labour. Jika setelah 12 jam berikutnya tetap ada his tanpa ada kemajuan persalinan, ketuban dipecahkan dan his tanpa ada kemajuan persalinan, ketuban dipecahkan dan his diperbaiki dengan infus pitosin, perlu diingat bahwa persalinan harus diselesaikan dalam waktu 24 jam setelah ketuban pecah agar prognosis janin tetap baik. 4. Pada inersia uteri sekunder, dalam fase aktif, harus segera dilakukan :

a. Penilaian cermat apakah ada disproporsi sevalopelvik dengan pelvimentri klinik atau radiologi. Bila CPD maka persalinan segera diakhiri dengan sectio cesarea b. Bila tidak ada CPD, ketuban dipecahkan dan diberi pitocin infus c. Bila kemajuan persalinan kembali 2 jam setelah his baik. Bila tidak ada kemajuan, persalinan diakhiri dengan sectio cesarea d. Pada akhir kala I atau pada kala II bila syarat ekstraksi vakum atau cunam dipenuhi, maka persalinan dapat segera diakhiri dengan bantuan alat tersebut. Hampir 50% kelainan his pada fase aktif disebabkan atau dihubungkan dengan adanya CPD, sisanya disebabkan oleh faktor lain seperti kelainan posisi janin, pemberian obat sedativa atau relaksan terhadap otot uterus dan sebagainya. Kasus II 1. Diagnosis Bayi lahir sungsang 2. Penatalaksaan 1. Jenis Persalinan Untuk memilih jenis persalinan pada letak sungsang Zatuchni dan Andros telah membuat suatu indeks prognosis untuk menilai apakah persalinan dapat dilahirkan pervaginam atau perabdominan. Jika nilai kurang atau sama dengan 3 dilakukan persalinan perabdominan, jika nilai 4 dilakukan evaluasi kembali secara cermat, khususnya berat badan janin; bila nilai tetap dapat dilahirkan pervaginam, jika nilai lebih dari 5 dilahirkan pervaginam (7). ALARM memberikan kriteria seleksi untuk partus pervaginam yaitu jenis letak sungsang adalah frank atau bokong komplit, kepala fetus tidak hiperekstensi dan taksiran berat janin 2500-3600 gram serta tindakan augmentasi dan induksi persalinan diperbolehkan pada janin letak sungsang. 2. Prinsip Dasar Persalinan Sungsang 1. Persalinan pervaginam (2,3,4,8,9) a. Persalinan spontan; janin dilahirkan dengan kekuatan dan tenaga ibu sendiri. Cara ini disebut Bracht. b. Manual aid (partial breech extraction); janin dilahirkan sebagian dengan tenaga dan kekuatan ibu dan sebagian lagi dengan tenaga penolong. c. Ektraksi sungsang (total breech extraction); janin dilahirkan seluruhnya dengan memakai tenaga penolong. 2. Persalinan perabdominan (sectio caesaria). Prosedur persalinan sungsang secara spontan : 1. Tahap lambat : mulai lahirnya bokong sampai pusar merupakan fase yang tidak berbahaya. 2. Tahap cepat : dari lahirnya pusar sampai mulut, pada fase ini kepala janin masuk PAP, sehingga kemungkinan tali pusat terjepit. 3. Tahap lama : lahirnya mulut sampai seluruh bagian kepala, kepala keluar dari ruangan yang bertekanan tinggi (uterus) ke dunia luar yang tekanannya lebih rendah sehingga

kepala harus dilahirkan perlahan-lahan untuk menghindari pendarahan intrakranial (adanya tentorium cerebellum). Teknik persalinan 1. Persiapan ibu, janin, penolong dan alat yaitu cunam piper. 2. Ibu tidur dalam posisi litotomi, penolong berdiri di depan vulva saat bokong mulai membuka vulva, disuntikkan 2-5 unit oksitosin intramuskulus. Dilakukan episiotomi. 3. Segera setelah bokong lahir, bokong dicengkram dengan cara Bracht, yaitu kedua ibu jari penolong sejajar sumbu panjang paha, sedangkan jari-jari lain memegang panggul. 4. Saat tali pusat lahir dan tampak teregang, tali pusat dikendorkan terlebih dahulu. 5. Penolong melakukan hiperlordosis badan janin untuk menutupi gerakan rotasi anterior, yaitu punggung janin didekatkan ke perut ibu, gerakan ini disesuaikan dengan gaya berat badan janin. Bersamaan dengan hiperlordosis, seorang asisten melakukan ekspresi kristeller. Maksudnya agar tenaga mengejan lebih kuat sehingga fase cepat dapat diselesaikan. Menjaga kepala janin tetap dalam posisi fleksi, dan menghindari ruang kosong antara fundus uterus dan kepala janin, sehingga tidak teradi lengan menjungkit. 6. Dengan gerakan hiperlordosis, berturut-turut lahir pusar, perut, bahu, lengan, dagu, mulut dan akhirnya seluruh kepala. 7. Janin yang baru lahir diletakkan diperut ibu. Keuntungan : Tangan penolong tidak masuk ke dalam jalan lahir sehingga mengurangi infeksi. Mendekati persalinan fisiologik, sehingga mengurangi trauma pada janin. Kerugian : Terjadi kegagalan sebanyak 5-10% jika panggul sempit, janin besar, jalan lahir kaki, misalnya primigravida lengan menjungkit atau menunjuk. Prosedur manual aid (partial breech extraction) : Indikasi : jika persalinan secara bracht mengalami kegagalan misalnya terjadi kemacetan saat melahirkan bahu atau kepala. Tahapan : 1. Lahirnya bokong sampai pusar yang dilahirkan dengan tenaga ibu sendiri. 2. Lahirnya bahu dan lengan yang memakai tenaga penolong dengan cara klasik (Deventer), Mueller, Louvset, Bickenbach. 3. Lahirnya kepala dengan cara Mauriceau (Veit Smellie), Wajouk, Wid and Martin Winctel, Prague Terbalik, Cunan Piper. Cara klasik : 1. Prinsip-prinsip melahirkan lengan belakang lebih dahulu karena lengan belakang berada di ruangan yang lebih besar (sacrum), baru kemudian melahirkan lengan depan di bawah simpisis tetapi jika lengan depan sulit dilahirkan maka lengan depan diputar menjadi lengan belakang, yaitu dengan memutar gelang bahu ke arah belakang dan kemudian lengan belakang dilahirkan. 2. Kedua kaki janin dilahirkan dan tangan kanan menolong pada pergelangan kakinya dan dielevasi ke atau sejauh mungkin sehingga perut janin mendekati perut ibu. 3. Bersamaan dengan itu tangan kiri penolong dimasukkan ke dalam jalan lahir dan dengan jari tengah dan telunjuk menelusuri bahu janin sampai fossa cubiti kemudian

lengan bawah dilahirkan dengan gerakan seolah-olah lengan bawah mengusap muka janin. 4. Untuk melahirkan lengan depan, pegangan pada pergelangan kaki janin diganti dengan tangan kanan penolong dan ditarik curam ke bawah sehingga punggung janin mendekati punggung ibu. 5. Dengan cara yang sama lengan depan dilahirkan. 6. Jika lengan depan sukar dilahirkan, maka harus diputar menjadi lengan belakang. Gelang bahu dan lengan yang sudah lahir dicengkram dengan kedua tangan penolong sedemikian rupa sehingga kedua ibu jari tangan penolong terletak di punggung dan sejajar dengan sumbu badan janin sedang jari-jari lain mencengkram dada. Putaran diarahkan ke perut dan dada janin sehingga lengan depan terletak di belakang kemudian lengan dilahirkan dengan cara yang sama. Cara Mueller 1. Prinsipnya : melahirkan bahu dan lengan depan lebih dahulu dengan ekstraksi, baru kemudian melahirkan bahu dan lengan belakang. 2. Bokong janin dipegang secara femuro-pelviks, yaitu kedua ibu jari penolong diletakkan sejajar spina sacralis media dan jari telunjuk pada crista illiaca dan jari-jari lain mencengkram paha bagian depan. Badan janin ditarik curam ke bawah sejauh mungkin sampai bahu depan tampak dibawah simpisis, dan lengan depan dilahirkan dengan mengait lengan di bawahnya. 3. Setelah bahu depan dan lengan depan lahir, maka badan janin yang masih dipegang secara femuro-pelviks ditarik ke atas sampai bahu ke belakang lahir. Bila bahu belakang tak lahir dengan sendirinya, maka lengan belakang dilahirkan dengan mengait lengan bawah dengan kedua jari penolong. Keuntungan : Tangan penolong tidak masuk jauh ke dalam jalan lahir sehingga bahaya infeksi minimal. Cara louvset : 1. Prinsipnya : memutar badan janin dalam setengah lingkaran bolak-balik sambil dilakukan traksi awam ke bawah sehingga bahu yang sebelumnya berada dibelakang akhirnya lahir dibawah simpisis. 2. Badan janin dipegang secara femuro-pelviks dan sambil dilakukan traksi curam ke bawah, badan janin diputar setengah lingkaran, sehingga bahu belakang menjadi bahu depan. Kemudian sambil dilakukan traksi, badan janin diputar lagi ke arah yang berlawanan setengah lingkaran. Demikian seterusnya bolak-balik sehingga bahu belakang tampak di bawah simpisis dan lengan dapat dilahirkan. Cara Mauriceau (Veit-Smellie) : 1. Tangan penolong yang sesuai dengan muka janin dimasukkan ke dalam jalan lahir. Jari tengah dimasukkan ke dalam mulut dan jari telunjuk dan jari ke 4 mencengkram fossa kanina, sedangkan jari lain mencengkeram leher. Badan anak diletakkan di atas lengan bawah penolong, seolah-olah janin menunggang kuda. Jari telunjuk dan jari ke 3 penolong yang lain mencengkeram leher janin dari arah punggung. 2. Kedua tangan penolong menarik kepala janin curam ke bawah sambil seorang asisten melakukan ekspresi kristeller. Tenaga tarikan terutama dilakukan oleh tangan penolong yang mencengkeram leher janin dari arah punggung. Jika suboksiput tampak di bawah simpisis, kepala janin diekspasi ke atas dengan suboksiput sebagai

hipomoklion sehingga berturut-turut lahir dagu, mulut, hidung, mata, dahi, ubun-ubun besar dan akhirnya lahir seluruh kepala janin. Cara cunam piper : Pemasangan cunam pada after coming head tekniknya sama dengan pemasangan lengan pada letak belakang kepala. Hanya pada kasus ini, cunam dimasukkan pada arah bawah, yaitu sejajar pelipatan paha belakang. Hanya pada kasus ini cunam dimasukkan dari arah bawah, yaitu sejajar pelipatan paha belakang. Setelah suboksiput tampak dibawah simpisis, maka cunam dielevasi ke atas dan dengan suboksiput sebagai hipomoklion berturutturut lahir dagu, mulut, muka, dahi dan akhirnya seluruh kepala lahir. Prosedur persalinan sunggang perabdominan Beberapa kriteria yang dipakai pegangan bahwa letak sungsang harus perabdominam adalah : 1. Primigravida tua 2. Nilai sosial tinggi 3. Riwayat persalinan yang buruk 4. Janin besar, lebih dari 3,5-4 kg 5. Dicurigai kesempitan panggul 6. Prematuritas Zatuchni dan Andros telah membuat suatu indeks prognosis untuk menilai lebih tepat apakah persalinan dapat dilahirkan pervaginam atau perabdominan, sebagai berikut : (2,3,8,9) 0 1 2 Paritas Primigravida Multigravida Umur kehamilan >39 mgg 38 mgg < 37 mgg Taksiran Berat Janin >3630 gr 3629 gr 3176 gr < 3176 gr Pernah letak sungsang Tidak 1x >2x Pembukaan serviks <2 cm 3 cm >4 cm Station <-3 <-2 -1 atau lebih rendah Arti nilai : < 3 persalinan perabdomen 4 evaluasi kembali secara cermat, khususnya berat badan janin bila nilainya tetap maka dapat dilahirkan pervaginam > 5 dilahirkan pervaginam

DAFTAR PUSTAKA 1. Cunningham FG et al. Premature Rupture of the Membrane. Williams Obstetric, 22st ed. Mc.Graw Hill Publishing Division, New York, 2005. 2. Wiknjosastro H. Distosia Pada Kelainan Letak Serta Bentuk Janin. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 2005. 3. Wiknjosastro H. Persalinan Sungsang. Ilmu Bedah Kebidanan, edisi ke-4. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 2002. 4. Wiknjosastro H. Patologi Persalinan dan Penanganannya. Ilmu Kebidanan, edisi ke-3. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 2005. 5. Fischer Richard et al, Breech Presentation, e medicine, January 2002. 6. Schiara J, et al. Breech Presentation. Gynecology and Obstetric 6th edition, Lippincot-Raven Publisher, Chicago 1997. 7. Setjalilakusuma L. Induksi Persalinan, dalam Ilmu Bedah Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta, 2000. 8. Saifuddin A. B. Persalinan Sungsang. Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, edisi ke-1. Yayasan Bina Pustaka, Jakarta 2002. 9. Mochtar R. Persalinan Sungsang. Sinopsis Obstetri, edisi ke-2. EGC, Jakarta 1998.

You might also like