You are on page 1of 11

Bioetanol (BioAlcohol) Bioetanol bahan bakar alternatif yang akan menguasai pasaran Bahan Bakar Minyak nasional indonesia

Bioethanol adalah bahan bakar minyak hasil rekayasa biomassa atau tanaman melalui proses enzymatic dan fermentasi dengan bahan baku dari tanaman tertentu seperti dari singkong, nira aren, molase atau tetes tebu, kelapa sawit, sagu, rumput dan jerami. Sejarah fermentasi adalah Lois Pasteur orang pertama yang menemukan dan memperkenalkan metode fermentasi, dia membuka cakrawala baru dalam memproduksi senyawa kimia dengan bantuan mikro organisme. Sehingga kita tidak perlu lelah untuk melakukan sintetis senyawa kimia, biarkan saja mikroorganisme yang bekerja untuk memproduksinya. Pada tahun 1815 Gay Lussac memformulasikan konversi glukosa menjadi ethanol dan karbon dioksida; formulanya adalah : C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2 Gasohol Bioethanol, disebut demikian karena ethanol diperoleh lewat proses fermentasi biomassa dengan bantuan mikroorganisme. Umumnya ethanol diproduksi dengan cara sintesa etilen. Selain bioethanol dikenal pula gasohol, yang merupakan campuran bioethanol dengan premium. Gasohol BE-10, misalnya, mengandung bioethanol 10 persen, sisanya premium. Kualitas ethanol yang digunakan tergolong fuel grade ethanol yang kadar ethanolnya 99 persen. Ethanol yang mengandung 35 persen oksigen dapat meningkatkan efisiensi pembakaran dan mengurangi emisi gas rumah kaca. Rendahnya biaya produksi bioethanol karena sumber bahan bakunya merupakan limbah pertanian yang tidak bernilai ekonomis dan berasal dari hasil pertanian budidaya yang dapat diambil dengan mudah. Dilihat dari proses produksinya juga relatif sederhana dan murah. Keuntungan lain dari bioethanol adalah nilai oktannya lebih tinggi dari premium sehingga dapat menggantikan fungsi bahan aditif, seperti metil tertiary butyl ether dan tetra ethyl lead. Kedua aditif tersebut telah dipilih menggantikan timbal pada bensin. "Bioethanol dapat langsung dicampur dengan bensin pada berbagai komposisi sehingga untuk meningkatkan efisiensi dan emisi gas buang yang lebih ramah lingkungan. Ada solusi pengganti yang dari dulu hingga sekarang selalu dikebiri dan diintimidasi oleh kartel-kartel minyak, yaitu teknologi Bioethanol (BioAlkohol) dan BioDiesel yang mampu 100% menggantikan fungsi bensin dan solar. Ramah lingkungan, biodegradable, dan terbaharui. Fungsi Bioethanol Kegunaan bioethanol secara teknis sebagai bahan bakar minyak alternative yang secara umum telah banyak digunakan dan dikonsumsi oleh pabrik makanan, minuman, kosmetik, cat dan lain sebagainya. Bioethanol bersifat multi-guna karena dicampur dengan bensin pada komposisi berapapun memberikan dampak yang positif. Pencampuran bioethanol absolut sebanyak 10 % dengan bensin (90%), sering disebut Gasohol E-10. Gasohol singkatan dari gasoline (bensin) plus alkohol

(bioethanol). Ethanol absolut memiliki angka oktan (ON) 117, sedangkan Premium hanya 87-88. Gasohol E-10 secara proporsional memiliki ON 92 atau setara Pertamax. Pada komposisi ini bioethanol dikenal sebagai octan enhancer (aditif) yang paling ramah lingkungan dan di negara- negara maju telah menggeser penggunaan Tetra Ethyl Lead (TEL) maupun Methyl Tertiary Buthyl Ether (MTBE). Ketersediaan Bioethanol dapat diolah dari berbagai jenis tanaman berpati (ubikayu, jagung, sorgum biji, sagu), tanaman bergula (tebu, sorgum manis, bit) serta serat (jerami, tahi gergaji, ampas tebu). Seluruh jenis bahan baku ini, pada kondisi harga minyak mentah saat ini biaya produksinya kompetitif terhadap bensin. Untuk tanaman berpati dan bergula, dengan produktifitas rata-rata bioethanol 5.000 liter/ha per- tahun, konsumsi seluruh bensin sebesar 16 juta kilo per-tahun (tahun 2005) dapat diproduksi dengan budidaya bahan baku seluas 3,2 juta hektar saja (1,7% dari luas daratan Indonesia). Jika dalam waktu dekat ini, bahan baku serat selulosa (jerami dan sejenisnya) dapat bersaing dengan pati-patian dan gula, jumlah lahan yang digunakan menjadi lebih sedikit. Daya saing terhadap bensin biaya produksi bioethanol terkait dengan bahan bakar yang digunakan dalam proses produksinya. Biaya produksi bioethanol di Brazil termurah karena listrik dan steam yang digunakan dalam proses dapat dipenuhi melalui pembakaran ampas tebu, sehingga biaya produksinya cuma separuh harga bensin. Sedangkan di AS, karena menggunakan gas alam sebagai bahan bakar proses, mengalami penigkatan biaya produksi karena gas alam juga ikut naik bersama kenaikan harga minyak. Sebagai gambaran, per-30 Agustus 2005, ketika harga minyak mentah US$69,81/barel, harga bensin Rp 6.500,-/liter dan bioethanol Rp 5.600,-/liter (asumsi 1US$1 = Rp10.000). Pelarangan MTBE merupakan topik hangat dalam pembahasan Energy Bill di Kongres dan Senat negara-negara bagian di AS. Pencampuran sampai dengan 24 % masih dapat menggunakan mobil bensin konvensional. Di atas itu, diperlukan mobil khusus yang telah banyak diproduksi di AS maupun Brazil. Yang populer dan diminati saat ini adalah Flexible- Fuel Vehicle (FFV). Ini sejenis "mobil cerdas" karena dilengkapi dengan sensor dan panel otomatisasi yang dapat mengatur mesin untuk menggunakan campuran bensin-bioethanol pada komposisi berapapun.Ethanol teknis (95 % ethanol, 5 % air) juga digunakan pada mobil khusus alkohol di Brazil, meskipun akhir-akhir ini kalah pamor dengan mobil FFV. Kompetisi bahan baku atau peningkatan kesejahteraan petani ? Tanpa dibarengi dengan intensifikasi dan ekstensifikasi lahan, industri bioethanol akan berkompetisi secara langsung dengan pengguna tebu/molases, ubikayu, jagung dan bahan baku lainnya. Pada kondisi kritis ini, industri bioethanol lebih sensitif terhadap peningkatan harga dibandingkan dengan industri pangan, karena biaya produksi 1 liter bioethanol hampir sama dengan harga 1 kg produk industri pangan. Padahal 1 liter ethanol memerlukan 2 kg bahan baku setara 2 kg produk industri pangan. Jadi,

industri bioethanol pasti akan kalah bersaing dan mencari bahan baku alternatif yang lebih murah. Dengan kata lain, karena kebutuhan bahan baku yang besar, industri bioethanol sesungguhnya dapat berperan sebagai penyangga harga komoditas pertanian. Petani tidak perlu cemas harga jatuh, sementara ketahanan pangan menjadi meningkat karena produksi yang berlimpah. Industri bioethanol mungkin dapat dianalogikan dengan ikan sapu-sapu di kolam. Dengan gerak lamban, dia membalikkan badan menyorongkan mulutnya menampung sisa-sisa makanan ikan lain, tetapi ketika tidak tersisa makanan di permukaan air, lumut yang melekat di dinding kolampun dimakan. Kebutuhan Investasi versus Penghematan Devisa tidak ada batasan yang tegas, berapa skala komersial minimal pabrik bioethanol. Dari 83 buah pabrik bioethanol di AS, skalanya berkisar dari 2,5 kl /hari sampai dengan 1.000 kL/hari, meskipun pada umumnya di atas 100 kL/hari. Secara hitungan kasar, setiap kelipatan 10 kali kapasitasnya, biaya investasinya menurun separuhnya. Biaya investasi kilang bioethanol kapasitas 100 kL/hari berkisar antara Rp 2-3 milyar per-kiloliternya. Dengan harga ethanol yang dihitung sama dengan bensin saja, pembangunan 1 pabrik ukuran ini akan menghemat devisa untuk impor bensin sebesar 33.000 kL/tahun x Rp 5.450,- /liter atau Rp 179.850.000.000,-. Gambaran yang rada nakal tapi serius adalah bagaimana kalau subsidi bensin tahun 2008 digunakan untuk membangun pabrik bioethanol? Seperempat BBM kita adalah bensin. Kalau disepakati subsidi untuk BBM Rp 89.2 triliun, maka diperoleh angka Rp 22,3 triliun yang dapat digunakan untuk membangun pabrik bioethanol 89 buah @ kapasitas 100 kL/hari. Bioethanol yang dihasilkan adalah 2.937.000 kL/tahun atau mensubsitusi hampir 20 % kebutuhan bensin di tanah air dengan penghematan devisa Rp 89,2 triliun ! Bioethanol sebanyak ini membutuhkan lahan seluas 587.000 hektar kualitas biasa sampai marjinal yang dapat ditanami singkong, tebu, sorgum atau jagung sebagai bahan baku bioethanol. Selanjutnya, silakan anda bayangkan sendiri lapangan pekerjaan yang tercipta di kawasan pertanian- perdesaan. Kuncinya pada komitmen dan pasar pembangunan fisik pabrik bioethanol butuh waktu 2 tahun, sehingga "mimpi" di atas kalau dimulai awal tahun 2006 akan menghasilkan bioethanol pengganti hampir 20 % konsumsi bensin pada tahun 2008-2009. Sebagai contoh riil, Cina pada tahun 2001 belum memproduksi ethanol grade bahan bakar, tetapi dengan komitmen pemerintah Cina yang kuat, maka tanpa terlalu memperhitungkan pasar, pada tahun 2008 negara Cina telah berhasil memproduksi 2 juta kiloliter bioethanol grade bahan bakar per-tahun. Kita berada pada momentum yang tepat untuk memilih (atau tidak memilih sekalian) untuk memproduksi bioethanol sebagai pengganti (sebagian) bensin, karena pasar sedang berpihak pada bioethanol. Harga minyak mungkin akan fluktuatif, tetapi pengalaman Brazil dan AS membuktikan pilihan mereka tidak salah ketika mereka meneruskan Program bioethanol meskipun harga minyak sering turun tajam pada kurun 1970-2008. Bagaimanapun minyak bumi akan habis,

sehingga fluktuatif sekalipun, tren harga minyak akan cenderung meningkat. Sekilas Teori Pembuatan Bioethanol Pada prinsipnya pembuatan bioethanol melalui fermentasi untuk memecah protein dan destilasi alias penyulingan yang relatif mudah sehingga gampang diterapkan. Berbeda dengan proses produksi biodiesel yang harus melampaui teknologi esterifikasi dan transesterifikasi. Apalagi sebetulnya bioethanol bukan barang baru bagi masyarakat Indonesia. Pada zaman kerajaan Singosari-700 tahun silammasyarakat Jawa sudah mengenal ciu alias bioethanol dari tetes tebu. Itu yang dibawa oleh tentara Mongolia. Pembuatan bioethanol terdiri dari tiga tahap ; Penyediaan bahan baku, Fermentasi dan ditilasi atau penyulingan. Penyediaan Bahan Baku Bahan baku untuk produksi bioethanol bisa di dapat dari beragai bahan tanaman baik yang langsung menghasilkan gula sederhana stub dan sorghum atau yang mengahasilkan tepung seperti singkong, jagung, gandum, sagu atau bahan baku dari rumput dan jerami. Persiapan bahan baku beragam tergantung banyak tidaknya persedian pasokan. Bahan baku yang menghasilkan tepung harus digilang atau diparut yang fungsinya untuk mengekstrak gula-tepung dan selulosa harus dihancurkan untuk memecah susunan tepungnya agar bias berinteraksi dengan air secara baik, pemasakan tepung dikonversi menjadi gula melalui liquefaction (proses pemecahan menjadi gula kompleks) dan sakarifikasi. Dengan penambahan enzyme alfa amylase dan beta amylase. Tahap liquefaction memerlukan penanganan sebagai berikut; Pencampuran tepung dengan air secara merata hingga menjadi bubur - pengaturan pH agar sesuai dengan kondisi kinerja enzyme - penambahan enzyme alfa amylase dan beta amylase dengan perbandingan yang tepat pemanasan bubur hingga kisaran 80-90 C0 diamana tepung-tepung yang terbebas akan mengalami gelatinasi (mengental seperti jelly) seiring dengan kenaikan suhu, sampai suhu optimum enzyme akan bekerja memecah struktur tepung secara kimiawi menjadi gula kompleks (dekstrin). Proses liquefaction selesai ditandai dengan parameter dimana bubur yang diproses menjadi lebih cair seperti sup. Tahap sakarifikasi yaitu pemecahan gula kompleks menjadi gula sederhana dengan pendinginan bubur sampai suhu optimum enzyme sakarifikasi bekerja yaitu pada suhu 50-60 C. Fermentasi Pada tahap ini tepung telah sampai pada titik telah berubah menjadi gula sederhana (glukosa dan fruktosa), dimana proses selanjutnya melibatkan penambahan enzim yang diletakan pada ragi (Yeast) agar dapat bekerja mengurai gula sederhana

menjadi ethanol. Proses fermentasi ini akan menghasilkan ethanol dan karbon dioksida. Bubur kemudian dialirkan kedalam tangki fermentasi dan didinginkan pada suhu 27-32 C dan membutuhkan ketelitian agar tidak terkontaminasi dengan mikroba atau mikrorganisme lainnya. Selanjutnya ragi akan menghasilkan ethanol sampai kandungan ethanol dalam tangki 8-12% (biasa kita sebut cairan alcohol) dan ragi akan menjadi tidak aktif karena kelebihan ethanol akan mengakibatkan racun bagi ragi. Distilasi atau penyulingan Tahap berikutnya adalah distilasi atau penyulingan yang fungsinya untuk memisahkan antara cairan alkohol dan ethanol. Namun sebelum proses destilasi perlu dilakukan dilakukan pemisahan padatan dan cairan yang fungsinya untuk menghindari terjadinya clogging selama proses distilasi.Distilasi atau penyulingan dilakukan untuk memisahkan ethanol dan alkohol sebagai besar adalah air dan ethanol titik murni didih ethanol murni adalah 78 C sedangkan air 100 C dengan memanaskan larutan pada suhu tersebut maka ethanol yang akan pertama menguap lewat pipa penyulingan, dan melalui kondensasi ini akan dihasilkan ethanol dengan kandungan 95%. Dampak positip-negatip terhadap lingkungan produksi bioethanol dari tanaman dan penggunaannya pada mesin mobil akan menciptakan keseimbangan siklus karbondioksida, yang berarti akan mengurangi laju pemanasan global. Pembakaran bensin yang lebih sempurna ketika dicampur bioethanol 10% saja akan memperbaiki kualitas udara di kota-kota padat lalu lintas. Di Indonesia hal ini menjadi krusial, karena aditif timbal (TEL) masih digunakan di luar Jawa-Bali. Tidak murah menggantikan TEL dengan aditif HOMC (High Octane Mogas Component) karena biaya produksinya sangat mahal. Pengalaman banyak negara menunjukkan, bioethanol menjadi pilihan yang paling murah. Sisi negatifnya, produksi bioethanol secara besar-besaran berpotensi menyebabkan penurunan keanekaragaman hayati melalui monokultur bahan baku berikut praktekpraktek pertanian yang merusak kualitas lahan. Ini bukan masalah baru dan harus diatasi bersama-sama agroindustri lainnya melalui penerapan pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) yang terintegrasikan dengan sistem bioindustri nir- limbah. Integrasi budidaya bahan baku dengan pabrik bioethanol dan peternakan sapi telah terbukti menurunkan biaya investasi, yang dapat menurunkan kapasitas minimal pabrik. Selain itu, penggunaan aneka ragam bahan baku juga tidak akan banyak berpengaruh terhadap investasi awal karena prosesnya lebih sederhana dibandingkan dengan proses fermentasi, distilasi dan dehidrasi. ( Annyarticles dari berbagai sumber

Manfaat dan Penggunaan Bioetanol BENSIN premium memiliki angka oktan 88. Tetapi BENSIN premium bisa ngejos seperti pertamax dengan tambahan Bioetanol 99%, karena Bioetanol memiliki angka oktan 117. Caranya, campurkan sekian persen bensin premium dengan sekian persen Bioetanol. Misalnya campuran 1 : 9, di mana 10% Bioetanol dtambahkan ke 90% premium. Ambil 10 ml Bioetanol dengan 90 ml premium menjadi 1 liter bensol (bensin - etanol), maka angka oktan menjadi 10% X 117 + 90% X 88 = 90,9 atau mendekati pertamax. Pencampuran antara premium dengan Bioetanol bisa dilakukan dengan rasio yang berbeda. Bioetanol adalah Energi masa depan untuk bahan bakar bensin yang sangat aman digunakan. Cukup 10% Bioetanol dari bahan bakar anda dan campurkan maka bbm premium anda menjadi bensin Super Plus 98 dan dapatkan hasil lebih hemat dan lebih bertenaga. - Pembakaran lebih sempurna, gas buang menjadi sangat bersih. - Tarikan lebih spontan dan enteng. - Mesin Halus, Aman Untuk Mesin dan katalisator. - Irit bahan bakar sampai dengan 20 %. - Memperpanjang usia mesin. - Melindungi lingkungan. - Bebas timbal - Aman untuk lingkungan - Menambah kemampuan jarak tempuh kendaraan + 20 % lebih jauh dari biasanya. - Oktan 117 Menghilangkan gelitik mesin. - Meminimalisasi kerak-kerak di ruang bakar

Proses Produksi Bioetanol Kumpulan Artikel - 113 - Energi Lain-lain

Seiring dengan menipisnya cadangan energi BBM, jagung menjadi alternatif yang penting sebagai bahan baku pembuatan ethanol (bahan pencampur BBM). Karenanya, kebutuhan terhadap komoditas ini pada masa mendatang diperkirakan mengalami peningkatan yang signifikan. Bioetanol (C2H5OH) adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme Gasohol campuran bioetanol kering/absolut terdena-turasi dan bensin pada kadar alkohol s/d sekitar 22 %-volume. Istilah bioetanol identik dengan bahan bakar murni. BEX gasohol berkadar bioetanol X %volume. Bahan Baku Nira bergula (sukrosa): nira tebu, nira nipah, nira sorgum manis, nira kelapa, nira aren, nira siwalan, sari-buah mete Bahan berpati: a.l. tepung-tepung sorgum biji (jagung cantel), sagu, singkong/gaplek, ubi jalar, ganyong, garut, umbi dahlia. Bahan berselulosa ( lignoselulosa):kayu, jerami, batang pisang, bagas, dll. Sekarang belum ekonomis, teknologi proses yang efektif diperkirakan akan komersial pada dekade ini ! Pemanfaatan Bioetanol Sebagai bahan bakar substitusi BBM pada motor berbahan bakar bensin; digunakan dalam bentuk neat 100% (B100) atau diblending dengan premium (EXX) Gasohol s/d E10 bisa digunakan langsung pada mobil bensin biasa (tanpa mengharuskan mesin dimodifikasi). Sumber Karbohidrat Singkong Tetes Sorgum Bici Ubi Jalar Hasil Panen Perolehan Alkohol Ton/ha/th Liter/ton Liter/ha/th 25 (236) 3,6 6 62,5* 180 (155) 270 333,4 125 4500 (3658) 973 2000 7812

Sagu Tebu Nipah Sorgum Manis

6,8$ 75 27 80**

608 67 93 75

4133 5025 2500 6000

*) Panen 2 kali/th; $ sagu kering; ** panen 2 kali/th. Sumber: Villanueva (1981); kecuali sagu, dari Colmes dan Newcombe (1980); sorgum manis, dari Raveendram; dan Deptan (2006) untuk singkong; tetes dan sorgum biji (tulisan baru) Teknologi Pengolahan Bioetanol Teknologi produksi bioethanol berikut ini diasumsikan menggunakan jagung sebagai bahan baku, tetapi tidak menutup kemungkinan digunakannya biomassa yang lain, terutama molase. Secara umum, produksi bioethanol ini mencakup 3 (tiga) rangkaian proses, yaitu: Persiapan Bahan baku, Fermentasi, dan Pemurnian. 1. Persiapan Bahan Baku Bahan baku untuk produksi biethanol bisa didapatkan dari berbagai tanaman, baik yang secara langsung menghasilkan gula sederhana semisal Tebu (sugarcane), gandum manis (sweet sorghum) atau yang menghasilkan tepung seperti jagung (corn), singkong (cassava) dan gandum (grain sorghum) disamping bahan lainnya. Persiapan bahan baku beragam bergantung pada bahan bakunya, tetapi secara umum terbagi menjadi beberapa proses, yaitu: Tebu dan Gandum manis harus digiling untuk mengektrak gula Tepung dan material selulosa harus dihancurkan untuk memecahkan susunan tepungnya agar bisa berinteraksi dengan air secara baik Pemasakan, Tepung dikonversi menjadi gula melalui proses pemecahan menjadi gula kompleks (liquefaction) dan sakarifikasi (Saccharification) dengan penambahan air, enzyme serta panas (enzim hidrolisis). Pemilihan jenis enzim sangat bergantung terhadap supplier untuk menentukan pengontrolan proses pemasakan. Tahap Liquefaction memerlukan penanganan sebagai berikut: Pencampuran dengan air secara merata hingga menjadi bubur Pengaturan pH agar sesuai dengan kondisi kerja enzim Penambahan enzim (alpha-amilase) dengan perbandingan yang tepat

Pemanasan bubur hingga kisaran 80 sd 90 C, dimana tepung-tepung yang bebas akan mengalami gelatinasi (mengental seperti Jelly) seiring dengan kenaikan suhu, sampai suhu optimum enzim bekerja memecahkan struktur tepung secara kimiawi menjadi gula komplek (dextrin). Proses Liquefaction selesai ditandai dengan parameter dimana bubur yang diproses menjadi lebih cair seperti sup. Tahap sakarifikasi (pemecahan gula kompleks menjadi gula sederhana) melibatkan proses sebagai berikut: Pendinginan bubur sampai suhu optimum enzim sakarifikasi bekerja Pengaturan pH optimum enzim Penambahan enzim (glukoamilase) secara tepat Mempertahankan pH dan temperature pada rentang 50 sd 60 C sampai proses sakarifikasi selesai (dilakukan dengan pengetesan gula sederhana yang dihasilkan) 2. Fermentasi Pada tahap ini, tepung telah sampai pada titik telah berubah menjadi gula sederhana (glukosa dan sebagian fruktosa) dimana proses selanjutnya melibatkan penambahan enzim yang diletakkan pada ragi (yeast) agar dapat bekerja pada suhu optimum. Proses fermentasi ini akan menghasilkan etanol dan CO2. Bubur kemudian dialirkan kedalam tangki fermentasi dan didinginkan pada suhu optimum kisaran 27 sd 32 C, dan membutuhkan ketelitian agar tidak terkontaminasi oleh mikroba lainnya. Karena itu keseluruhan rangkaian proses dari liquefaction, sakarifikasi dan fermentasi haruslah dilakukan pada kondisi bebas kontaminan. Selanjutnya ragi akan menghasilkan ethanol sampai kandungan etanol dalam tangki mencapai 8 sd 12 % (biasa disebut dengan cairan beer), dan selanjutnya ragi tersebut akan menjadi tidak aktif, karena kelebihan etanol akan berakibat racun bagi ragi. Dan tahap selanjutnya yang dilakukan adalah destilasi, namun sebelum destilasi perlu dilakukan pemisahan padatan-cairan, untuk menghindari terjadinya clogging selama proses distilasi. 3. Pemurnian / Distilasi Distilasi dilakukan untuk memisahkan etanol dari beer (sebagian besar adalah air dan etanol). Titik didih etanol murni adalah 78 C sedangkan air adalah 100 C (Kondisi standar). Dengan memanaskan larutan pada suhu rentang 78 - 100 C akan mengakibatkan sebagian besar etanol menguap, dan melalui unit kondensasi akan bisa dihasilkan etanol dengan konsentrasi 95 % volume. Prosentase Penggunaan Energy

Prosentase perkiraan penggunaan energi panas/steam dan listrik diuraikan dalam tabel berikut ini: Prosentase Penggunaan Energi Identifikasi Proses Steam Listrik 6.1 %

Penerimaan bahan baku, penyimpanan, 0% dan penggilingan Pemasakan Sakarifikasi (liquefaction) dan 30.5 % 0.7 % 0.2 % 58.5 % 6.4 % 0% 2.7 % 1 %> 100 %

2.6 % 20.4 % 4% 1.6 % 27.1 % 0.7 % 27 %> 0.5 % 100 %

Produksi Enzim Amilase Fermentasi Distilasi Etanol Dehidrasi (jika ada) Penyimpanan Produk Utilitas Bangunan TOTAL

Sumber: A Guide to Commercial-Scale Ethanol Production and Financing, Solar Energy Research Institute (SERI), 1617 Cole Boulevard, Golden, CO 80401 Peralatan Proses Adapun rangkaian peralatan proses adalah sebagai berikut: Peralatan penggilingan Pemasak, termasuk support, pengaduk dan motor, steam line dan insulasi External Heat Exchanger Pemisah padatan - cairan (Solid Liquid Separators) Tangki Penampung Bubur Unit Fermentasi (Fermentor) dengan pengaduk serta motor Unit Distilasi, termasuk pompa, heat exchanger dan alat kontrol

Boiler, termasuk system feed water dan softener Tangki Penyimpan sisa, termasuk fitting

Keunggulan dan Kelemahan Bioethanol 29/03/2011 chrismiadi Beberapa keunggulan yang dapat diperoleh dari bioethanol adalah sebagai berikut: 1. Nilai oktan yang tinggi menyebabkan campuran bahan bakar terbakar tepat pada waktunya sehingga tidak menyebabkan fenomena knocking 2. Emisi gas buang tidak begitu berbahaya bagi lingkungan salah satunya gas CO2 yang dapat dimanfaatkan kembali oleh tumbuhan untuk proses fotosintesa serta emisi NO yang rendah 3. Efisiensi tinggi dibanding bensin Selain memiliki keunggulan yang begitu banyak bioethanol ini pun terdapat kelemahan, kelemahan-kelemahan tersebut diantaranya: 1. Memerlukan modifikasi mesin jika ingin menggunakan bioethanol murni pada kendaraan 2. Bisa terjadi kemungkinan ethanol mengeluarkan emisi polutan beracun. kelebihan bioetanol dibanding minyak tanah adalah api berwarna biru sehingga tidak menghanguskan alat masak. Bahan bakar dari bioetanol juga tidak berbau dan mudah dipadamkan dengan air

You might also like