You are on page 1of 10

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR TIBIA A. ASPEK TEORI 1.

Pengertian Fraktur adalah terputusnya atau hilangnya struktur tulang Ephiphyseal plate cartilago (tulang rawan ) Fraktur adalah patah atau gangguan kontinuitas tulang (Engram, Barbara. 1998) Fraktur Adalah Terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa ( Mansjoer, Arief. 2000) Fraktur Tibia Adalah patah atau gangguan kontinuitas pada tulang tibia 2.Etiologi Kecelakaan kendaraan bermotor atau jatuh Olahraga Exercise yang kuat Malnutrisi Osteoporosis Neoplasma 3.Manifestasi atau Gejala Klinis Tanda tanda tidak pasti a.Rasa nyeri dan tegang, nyeri hebat bila dibuat gerak b.Hilangnya fungsi akibat nyeri atau tak mampu melakukan gerakan c.Defrmitas karena pembengkakan atau akibat perdarahan dan posisi fragmen berubah Tanda tanda pasti a.Gerakan abnormalitas (False movement) b.Krepitasi (Gesekan dari kedua ujung fragmen tulang yang patah c.Deformitas akibat fraktur (umumnya deformitas berupa rotasi, angulasi

dan pemendekan) 4.Patofisiologi Kecelakaan Olahraga / Exercise yang kuat Malnutrisi Fraktur terbuka tertutup Kerusakan integritas Resiko infeksi Kerusakan Kulit mobilitas fisik Nyeri Bedrest G3 tidur keterbatasan Resiko Anoreksia aktivitas Konstipasi Resiko Nutrisi< Intoleransi aktivitas 5.Penatalaksanaan 1.Pertolongan darurat Pemasangan bidai atau splint, tujuan : a.mencegah kerusakan lebih lanjut pada jaringan b.mengurangi rasa nyeri c.menekan kemungkinan terjadi emboli lemak dan shock d.memudahkan transport dan mengambil foto 2.Pengobatan definitive a.Reposisi secara tertutup Manipulasi secara tertutup untuk mereposisi Traksi dengan melakukan tarikan pada ektremitas bagian distal

Penatalaksanaan : Penderita tidur terlentang di atas meja periksa. Kedua lutut dalam posisi fleksi 90O, sedang kedua tungakai bawah menggantung di tepi meja. Tungkasi bawah yang patah ditarik ke arah bawah. Rotasi diperbaiki. Setelah tereposisi baru dipasang gips melingkar. Ada beberapa cara pemasangan gips, yaitu : a.Cara long leg plaster : Immobilisasi cara ini dilakukan dengan pemasangan gips mulai pangkal jari kaki sampai proksimal femur dengan sendi talocrural dalam posisi netral sedangan posisi lutut dalam fleksi 20o. b.Cara sarmiento : Pemasangan gips dimulai dari jari kaki sampai dia atas sendi talocrural dengan molding sekitar malleolus. Kemudian setelah kering segera dilanjutkan ke atas sampai 1 inci di bawah tuberositas tibia dengan molding pada pernukaan anterior tibia, gips dilanjutkan sampai ujung proksimal patella. Keuntungan cara sarmiento : kaki diinjakkan lebih cepat. Setelah dilakukan reposisi tertutup ternyata hasilnya masih kurang baik. Masih terjadi angilasi, perpendekan lebih dari 2 cm tidak ada kontak antara kedua ujung fragmen tulang. Dapat dianjurkan untuk dilakukan open reduksi dengan operasi dan pemasangan internal fiksasi. Macam macam internal fiksasi diantaranya: Screw Plate + screw Tibial nail

b.Reposisi secara terbuka Melakukan reposisi dengan jalan operasi, kemudian melakukan immobilisasi dengan menggunakan fiksasi interna berupa plat , pen atau kawat. Penatalaksanaan : a.Cara Treuta : Luka setelah dilakukan debridement tetap dibiarkan terbuka tidak perlu

dijahit. Setelah tulangnya direposisi gips dipasang langsung tanpa pelindung kulit kecuali pada derajat SIAS, calcaneus dan tendo Achilles. Gips dibuka setelah berbau dan basah] Cara ini sudah ditinggalkan orang. Dahulu banyak dikerjakan pada zaman perang. b. Cara long leg plaster : Cara seperti telah diuraikan di atas. Hanya untuk fraktur terbuka dibuat jendela setelah beberapa hari di atas luka. Dari lobang jendela ini luka dirawat sampai sembuh. c.Cara dengan memekai pen di luar tulang Cara ini sangat baik untuk fraktur terbuka cruris grade III. Dengan cara ini perawtan luka yang luas di cruris sangat mudah. Macam-macam bentuk fixateur, diantaranya: Judet fixateur, Roger Angerson, Hoffman, Screw + Methyl Methacrylate 3.Rehabilitatif Tujuan utama : Mempertahankan ruang gerak sendi Mempertahankan ruang gerak otot Mempercepat proses penyembuhan fraktur Mempercepat pengembalian fungsi penderita Latihan terdiri dari ; Mempertahankan ruang gerak sendi Latihan otot Latihan berjalan 6.Komplikasi Dini a.Compartment syndrome. b.Komplikasi ini terutama terjadi pada fraktur proksimal tibia tertutup c.Komplikasi ini sangat berbahaya karena dapat menyebabkan gangguan vaskularisasi tungkai bawah yang dapat mengancam kelangsungan hidup tungkai bawah yang dapat mengancam kelangsungan hidup tungkai bawah. Yang paling sering terjadi yaitu anterior compartment syndrome. d.Mekasnisme : dengan terjadi fraktur tibia terjadi perdarahan intra

compartment, hal ini akan menyebabkan tekanan intrakompartemen meninggi, menyebabkan aliran balik balik darah vena terganggu. Hal ini akan menyebabkan oedema. Dengan adanya oedema tekanan intrakompartemen makin meninggi sampai akhirnya sedemikian tinggi sehingga menyumbat arteri di intrakompartemen. e.Gejala : rasa sakit pada tungkai bawah dan ditemukan paraesthesia, rasa sakit akan bertambah bila jari digerakan secara pasif. Kalau hal ini berlangsung cukup lama dapat terjadi paralyse pada otot-otot ekstensor hallusis longus, ekstensor digitorum longus dan tibial anterior. f.Tekanan intrakompatemen dapat diukur langsung dengan cara whitesides. g.Penanganan : dalam waktu kurang 12 jam harus dilakukan fasciotomi Lanjut a.Malunion : biasanya terjadi pada fraktur yang kominutiva sedang immobilisasinya longgar, sehingga terjadi angulasi dan rotasi. Untuk memperbaiki perlu dilakukan osteotomi. b.Delayed union : terutama terjadi pada frakur terbuka yanbg diikuti dengan infeksi atau pada fraktur yang communitiva. Hal ini dapat diatasi dengan operasi tandur alih tulang spongiosa. c.Non union : disebabkan karena terjadi kehilangan segmen tulang tibia disertai dengan infeksi. Hal ini dapat diatasi dengan melakukaan bone grafting menurut cara papineau. d.Kekakuan sendi ; hal ini disebabkan karena pamakaian gips yang terlalu lama. Pada persendian kaki dan jari jari biasanya terjadi hambatan gerak, hal ini dapat diatasi dengan fisioterapi. B. ASPEK KEPERAWATAN I.PENGKAJIAN 1.Biodata ( Nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku bangsa, pendidikan ( semakin rendah tingkat pengetahuan kx maka semakin berisiko), pekerjaan (kx dengan pekerjaan berat akan lebih berisiko), tgl MRS, Dx Medis, No Reg . 2.Keluhan Utama Nyeri dan kerusakan mobilitas fisik 3.Riwayat Penyakit sekarang

Terasa nyeri pada daerah kaki, nyeri ringan- berat, nyeri akan hebat bila digunakan gerak. 4.Riwayat penyakit dahulu Riwayat injuri sebelumnya, pernah jatuh saat olahraga atau kecelakaan dan mengalami kesakitan pada daerah kaki (tibia). 5.Riwayat Keluarga Bentuk, ukuran tulang merupakan factor keturunan sehingga bentuk tulang yang kecil berisiko lebih besar terjadi fraktur, serta apakah keluarga ada yang memiliki penyakit tulang (osteoporosis,dll) 6.Pola fungsi Kesehatan 6.1. Pola nutrisi dan metabolisme nyeri yang ditimbulkan kemungkinan akan mengurangi nafsu makan atau menghilangkan nafsu makan kx sehingga beresiko nutrisi tubuh kurang . 6.2.Pola istirahat dan Tidur Nyeri yang dirasakan akan menjadikan kx tidak nyaman untuk istirahat, pemasangan traksi akan membatasi pergerakan sehingga mengganggu posisi yang nyaman untuk tidur. 6.3.Pola eliminasi Kx dengan fraktur diharuskan untuk bedrest total akibatnya dengan bedrest total peristaltic usus menurun sehingga resiko terjadi konstipasi 6.4. Pola Aktivitas Dengan bedrest aktivitas klien terganggu dan tergantung bantuan orang lain atau keluarga. a.Kahilangan fungsi pada bagian yang terkena keterbatasan fisik. b.Mempertahankan dan mengembalikan fungsi Reduksi dan mobilisasi harus di perhatikan sesuai kebutuhan Pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri Status neurovaskuler (ex. Perdarahan, nyeri, perabaan gerakan) harus dipantau. Latihan isomeric dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah. 7.Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum ( Tekanan darah, nadi, Pernafasan, Suhu ) Inspeksi ; Pembengkakan dan deformitas pada daerah tibia Palpasi : Tegang local, krepitasi dan nyeri tekan Gerakan : False Movement 8.Pemeriksaan penunjang Radiologi Jenis Radiologis tanpa kontras : Plain foto ( x-ray) Computer Tomography (CT-scan) Ultrasonography Magnetic Resonace Imaging (MRI) Jenis Radiologis dengan kontras : Computed Tomoraphy (CT-scan) Magnetic Resonance Imaging (MRI) Sinography Arthrography Arteriography II.DIAGNOSA KEPERAWATAN 1.Perubahan kenyamanan (Nyeri akut) b.d diskontinuitas jaringan tulang (fraktur) 2.Gangguan mobilitas fisik b.d pemasangan traksi atau gips 3.Gangguan istirahat tidur b. d nyeri 4.Defisit perawatan diri b.d traksi atau gips pada ektremitas 5.resiko tinggi kerusakan jaringan integritas kulit b.d perubahan sirkulasi sekunder terhadap fraktur III. INTERVENSI KEPERAWATAN 1.Dx Perubahan kenyamanan (Nyeri akut) b.d diskontinuitas jaringan tulang (fraktur) Tujuan : Nyeri dapat berkurang dalam 1x 24 jam K.H : Klien mengatakan nyeri berkurang, ekspresi wajah berkurang, tidak merintih

Intervensi : 1.1Bina Hubungan Saling Percaya (BHSP) R/ Menjalin hubungan saling percaya antara perawat, klien dan keluarga klien 1.2Kaji TTV R/ untuk mengetahui perkembangan klien dan mendeteksi infeksi dini 1.3Pertahankan tirah baring sampai nyeri berkurang R/ Nyeri dan spasme otot dikontrol oleh immobilisasi 1.4Anjurkan pada klien untuk tidak menggerakan atau meminimalkan gerak pada bagian yang sakit R/ dengan meminimalkan gerak atau tidak menggerakan bagian yang sakit dapat mengontrol nyeri 1.5Pertahankan traksi yang diprogramkan dan alat-alat penyokong (belat, alat fiksasi eksternal, atau gips) R/ untuk mengimobilisasi frakturdan menurunkan nyeri 1.6Kolaborasi dengan tim medis (dokter)dalam pemberian obat antibiotik dana analgesik R/ menjalankan fungsi independent perawat dan mempercepat penyembuhan 2.Dx. Ganguan Mobilitas fisik b.d Pemasangan traksi atau gips. Tujuan : a.Meminimalkan kemungkinan terhadap cidera b.Kerusakan mobilitas fisik dapat berkurang setelah dilakukan keperawatan. Kriteria Hasil : a.Memperlihatkan tindakan untuk meningkat mobilitas b.Melaporkan adanay peningkatan mobilitas c.Mempertahankan posisi fungsional d.Meningkat kekuatan / fungsi yang sakit e.Menunjukkan tehnik mampu melakukan aktivitas. Intervensi : 2 2.1Pertahankan tirah baring dalam posisi yang diprogramkan R/ nyeri dan spasme otot dikontrol oleh mobilisasi

2.2Tinggikan ekstrimitas yang sakit R/ untuk member kenyamanan 2.3Instruksikan klien/bantu dalam latihan rentang gerak pada ekstremitas yang sakit dan tak sakit. R/ Mempertahankan fungsi ekstremitas 2.4Beri penyangga pada ekstremitas yang sakit di bawah dan siatas fraktur ketika bergerak. R/ untuk mengimobilisasi fraktur dan mengurangi nyeri. 2.5Jelaskan pandangan dan keterbatasan dalam aktivitas R/ mengurangi resiko cidera 2.6Kolaborasi fisioterapi R/ Menjalakan fungsi independent perawat dan mempercepat penyembuhan 3.Dx. Resiko tinggi kerusakan intregitas jaringan kulit b.d perubahan sirkulasi sekunder terhadap fraktur. Tujuan : a.Kerusakan intregitas jaringan dapat diatasi setelah tindakan perawatan Kriteria hasil: a.Tidak ada laserasi b.Intregitas kulit baik Intervensi : 3 3.1Kaji ulang intregitas luka dan observasi terhadap tanda infeksi R/ untuk memonitori suhu tubuh dan mendektesi infeksi dini. 3.2Monitor suhu tubuh R/ untuk mengetahui perkembangan klien dan mendeteksi infeksi dini 3.3Pertahankan kesejajaran tubuh R/ meminimalkan gerak / mengurangi gerakan dapat mengontrol nyeri 3.4Pertahankan sprei tempat tidur tetap kering dan bebas kerutan R/ untuk menjaga intregitas kulit 3.5Kolaborasi pemberian antibiotic R/ menjalankan fungsi independent perawat dan mempercepat penyembuhan.

Daftar Pustaka Engram, Barbara. (1998), Rencana Asuhan Keperawatan Medical Bedah Volume 2. Jakarta. EGC. Mansjoer, Arief. (2000), Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta. Media Aesculapius. Tueker, Susuan Martin (1993). Standar Perawatan Pasien Edisi V Vol 3. Jakarta: EGC. Dongoes Marilym, E. (1993). Rencana Asuhan Kep[erawatan Edisi 3. Jakarta: EGC. Smeltzer suszanne, C. (1997). Buku Ajar Medikal Bedah Edisi 8 Vol 3. Jakarta: EGC. Price Sylvia, A. (1994). Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit.Jilid 2 Edisi 4. Jakarta : EGC.

You might also like