You are on page 1of 24

A.

BENCANA TSUNAMI Menurut Sutikno (2006 a) tsunami merupakan gelombang air laut yang tinggi, bahkan sering kali jauh lebih tinggi dari gelombang badai. Berdasarkan dari data historis, di Indonesia tinggi tsunami ketika tiba di pantai dapat mencapai 26 meter. Menurut Sutikno (2006 b), tsunami terjadi akibat dari adanya gempa bumi tektonik dasar laut, letusan gunungapi di laut, longsor bukit atau palung laut, hantaman meteor pasti menimbulkan tsunami. Di tengahlaut, memang gelombang tsunami tidak muncul ke permukaan karena berasal dari dasar laut. Namun begitu sampai di dasar laut dangkal, gelombang ini akan naik mengikuti ketinggiandasar laut. Begitu sampai pantai, gelombang ini pun muncul ke permukaan dan menerjangmasuk jauh ke daratan.Tsunami bisa ditimbulkan antara lain oleh gempa bumi atau letusan gunung berapi bawahlaut. Namun penyebab yang paling sering terjadi adalah yang pertama yaitu gempa di dasarlaut. Ketika dasar samudera terangkat karena gempa, muncul serangkaian gelombang kesemua penjuru. Latief dalam Diposaptono dan Budiman (2008) membagi wilayah Indonesia dalam enam zona seismotektonik. Pembagian ini didasarkan pada hubungan antara tsunami, aktivitas kegempaan, dan karakteristik seismotektonik. Zona A meliputi Busur Sunda bagian barat yang terletak di sebelah barat Laut Selatan Sunda antara lain Pulau Sumatra dan Pulau Andalas. Zona B meliputi Busur Sunda bagian timur yang terbentang antara Selat Sunda ke timur sampai Sumbawa. Zona C (Busur Banda) terletak di Laut Banda antara lain Flores, Timor, Kepulauan Banda, Kepulauan Tanibar, Seram, dan Pulau Buru. Zona D berada di Selat Makassar. Zona E terletak di Laut Maluku termasuk di dalamnya Sangihe dan Halmahera. Zona F berada di sebelah utara Papua. Parangtritis sendiri masuk dalam kategori zona B. Berkaitan dengan hal tersebut maka Parangtritis merupakan salah satu pesisir terbuka yang rawan akan bencana Tsunami. Suatu model spasial pesisir tentunya diperlukan untuk mengurangi dampak yang akan ditimbulkan oleh bencana tersebut. Berdasarkan pemodelan tsunami yang dibuat maka dapat diprediksikan beberapa tempat yang memiliki bahaya dan resiko tinggi terhadap bencana tsunami.

B. KONSEPSI KEBENCANAAN Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (UU No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana).

Berdasarkan UU No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, bencana dibagi menjadi tiga, yakni: 1. Bencana Alam. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan olehperistiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. 2. Bencana Non-alam. Bencana non-alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. 3. Bencana Sosial. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.(UU RI No. 24 Tahun 2007) Mitigasi di dalam siklus manajemen bencana masuk ke dalam fase prabencana. Mitigasi sendiri diartikan sebegai penjinakan, yang berfungsi mengurangi risiko bencana. Mitigasi bencana yang efektif harus memiliki empat unsur utama, yaitu: 1. Penilaian bahaya (hazard assestment). Penilaiaan ini dilakukan untuk mengetahui tentang tingkat bahaya, asset-aset yang terancam bahaya, serta mendata populasi yang ikut terancam oleh bahaya tersebut. Data yang dibutuhkan dalam analisis ini adalah karakteristik sumber bencana, probabilitas kejadian suatu bencana (dapat

menggunakan sistem skoring atau dapat pula dengan menggunakan statistic weight of evidence), serta berdasarkan kepada data sejarah tentang kejadian bencana yang telah terjadi di masa lalu. 2. Penilaian kerentanan (vulnerability assestment). Penilaian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kerentanan terhadap bencana serta jenis kerentanan yang paling dominan menyebabkan tingkat risiko suatu wilayah terhadap bencana menjadi semakin besar. Kerentanan yang dapat diperhitungkan meliputi kerentanan fisik, kerentanan ekonomi, kerentanan sosial dan kerentanan lingkungan. Setelah diketahui jenis kerentanan yang paling dominan menyebabkan risiko bencana di suatu daerah tinggi, maka jenis kerentanan tersebut harus mendapat prioritas dalam upaya mitigas bencana.

3. Peringatan (warning system). Tahapan ini dilakukan dengan membuat suatu system yang dapat memberikan suatu peringatan dini (sebelum terjadi bencana dan sesaat sebelum terjadi bencana). Peringatan sebelum terjadi bencana dapat dilakukan dengan melakukan sosialisasi tentang daerah-daerah yang memiliki bahaya dana kerentanan tinggi, sosialisasi tentang bentuk peringatan sesaat terjadi gempa, sosialisasi tentang jalur evakuasi dan sebagainya, sedangkan peringatan sesaat sebelum terjadinya bencana dapat berupa alarm, sirine, ataua tanda-tanda yang lain yang telah menjadi kesepakatan bersama dalam masyarakat. Hal yang terpenting dalam suatu peringatan adalah memiliki sifat cepat, tepat dan dapat dipercaya. 4. Kesiapsiagaan (preparedness). Kesiapsiagaan adalah tahapan yang sangat tergantung pada tingkat kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana. Hal ini karena kesiapsiagaan sangat terkait dengan peran serta seluruh masyarakat, pengetahuan mesyarakat tentang bencana dan tanda-tandanya serta pengetahuan tentang hal-hal yang harus diperbuat pada saat sebelum bencana, saat terjadi bencana dan setelah terjadi bencana. Kerentanan adalah suatu kondisi masyarakat, komunitas dan atau individu yang menyebabkan ketidakmampuan dalam komunitas dan atau individu yang menyebabkan ketidakmampuan dalam menghadapi bencana. Kerentanan dapat dibagi menjadi empat, yaitu: 1. Kerentanan Fisik. Kerentanan fisik meliputi umur bangunan, konstruksi, material, infrastruktur, akses terhadap fasilitas yang menunjang kehidupan dan sebagainya. 2. Kerentanan Sosial. Kerentanan sosial meliputi persepsi terhadap bencana, gaya hidup, agama, interaksi sosial, umur dan jenis kelamin. 3. Kerentanan Ekonomi. Kerentanan ekonomi meliputi pendapatan, tabungan dan pekerjaan. 4. Kerentanan Lingkungan. Kerentanan ini memiliki indikatorberupa faktor lingkungan yang dapat mengakibatkan kerusakan sumberdaya air, lahan, udara, flora dan fauna. Analisis risiko bencana umumnya meliputi beberapa tahapn yaitu pendefinisian ruang lingkup, identifikasi bahaya, menghitung kerentanan, menghitung kerugian yang mungkin terjadi dan menghitung risiko bencana. Dewi dan Dulbahri (2009) menjelaskan bahwa berdasarkan komponen bahaya (hazard) dan kerentanan (vulnerability), maka risiko bencana dapat diperhitungkan dengan rumus:

Risiko (R) = Hazard (H) x Vulnerability (V)

B.1 Metode Penilaian Risiko Bencana Tsunami Tsunami menyebabkan banyak kerugian diantaranya adalah kerusakan bangunan, lahan pertanian, dan hilangnya nyawa manusia. Kerusakan lahan pertanian merupakan dampak bencana tsunami yang memerlukan waktu yang cukup lama untuk pulih. Tsunami yang terjadi di Aceh menyebabkan lahan pertanian tidak dapat berfungsi karena masuknya air laut ke daratan yang menyebabkan salinitas tanah menjadi tinggi. Pengurangan risiko bencana tsunami menggunakan data spasial ditujukan untuk mengetahui sebaran potensi bahaya dan kerentanan, serta melihat elemen yang berisiko secara komprehensif pada sudut pandang keruangan. Penggunaan data-data spasial dan pemodelannya sangat diharapkan untuk mendukung dalam pendugaan dan penilaian daerah yang mempunyai risiko tinggi. Dan sebagai hasil akhir dari pengurangan risiko bencana dengan menggunakan data spasial adalah perumusan fungsi kawasan pesisir terkait dengan potensi bencananya. Perumusan dan penilaian risiko bencana menggunakan data-data spasial dan pendukungnya dapat dilakukan berdasarkan Gambar 1.

Gambar 1. Diagram penilaian risiko bencana dengan data spasial terkait potensi bahaya dan penilaian kerentanan

C. PENILAIAN RISIKO BENCANA TSUNAMI SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN PESISIR DI PARANGTRITIS, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Zona Kepesisiran Parangtritis : Obyek Wisata Rawan Bencana Tsunami Pesisir selatan Pulau Jawa merupakan bagian dari kepulauan Indonesia yang berbatasan langsung dengan zona subduksi antara lempeng India dan Australia. Zona subduksi ini berada pada Samudra Hindia. Tumbukan antara dua lempeng ini menghasilkan tenaga endogenik yang bersifat dinamis. Sebagai konsekuensinya, area ini mempunyai tingkat kerentanan yang tinggi terhadap gempabumi. Gempabumi yang terjadi di bawah permukaan air laut dapat dislokasi pada paparan samudra dan menghasilkan tsunami (lihat Gambar 2a dan b).

a b

Gambar 2.

Lokasi tumbukan antara dua lempeng pada bagian selatan Indonesia dan Pulau Jawa (a) serta potensi gempabumi yang dihasilkan dalam kurun waktu 19732006 (b)

Salah satu wilayah kepesisiran yang ada di selatan Pulau Jawa adalah wilayah kepesisiran Parangtritis (lihat Gambar 2). Wilayah kepesisiran Parangtritis merupakan obyek wisata unggulan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Pesona wisata yang ditawarkan berupa wisata lanskap alam, spritual, dan budaya. Sebagai dampaknya, keberadaan Parangtritis sebagai obyek wisata akan merubah kondisi alam dan lingkungan. Perubahan ini dapat meningkatkan peningkatan kerentanan terhadap bahaya tsunami yang mempunyai potensi besar di wilayah pesisir selatan Jawa. Peningkatan kerentanan ini apabila diikuti dengan peningkatan magnitude dan potensi bahaya dari tsunami akan semakin meningkatkan risiko terhadap bencana tsunami. Potensi gempabumi yang dapat dilihat pada Gambar 3. Potensi gempabumi yang ada di zona subduksi selatan Jawa dapat berpotensi menyebabkan tsunami.

Data kesejarahan kejadian tsunami juga dapat menggambarkan tingkat potensi bencana pada suatu daerah tertentu. Data kesejarahan tsunami pada bagian selatan DIY dapat dilihat pada Tabel 1. Data kesejarahan yang ada dan juga lokasi potensi gempabumi menunjukkan korelasi antara kejadian tsunami pada masa lalu dan potensinya pada masa depan. Tabel 1. Tabel Data Sejarah Kejadian Tsunami di Pesisir Selatan Jawa Magnitude Gempabumi 6 7,8 7,7 Run Up Maksimum < 0,3 m 14 m 10 m Tsunami Height ? ? ? Magnitude Tsunami -2 4 3

Tahun 1889 1994 2006

Penyebab Gempabumi Gempabumi Gempabumi

Episentrum Selatan Jawa Palung Jawa Palung Jawa

Sumber: NGDC, 2009

3
Gambar 2. Lokasi Pesisir Parangtritis, mempunyai beberapa jenis bentuklahan, diantaranya gumuk pasir, perbukita patahan, dataram fluvio-marin, dan marin; Gambar 3. Potensi gempabumi di dasar laut dan di daratan yang berpotensi dapat menimbulkan tsunami pada masa yang akan datang C.1. Penyusunan Peta Bahaya Tsunami Penyusunan Peta Bahaya Tsunami dapat menggunakan pemodelan genangan menggunakan data-data seperti lereng, DEM, dan data sejarah kejadian tsunami terdahulu. Dalam memodelkan genangan tsunami dilakukan dari 3 arah yang berbeda yaitu gelombang yang berasal dari daerah barat daya, tenggara dan gelombang yang datang tegak lurus garis pantai. Masing masing simulasi tersebut dibagi lagi menjadi beberapa skenario ketinggian run up

yaitu 30 m, 25 m, 20 m, 15 m, 10 m, dan 5 m. Variasi ketinggian run-up ini harapannya mampu mewakili kejadian tsunami yang pernah terjadi di pesisir selatan Pulau Jawa sampai kepulauan Nusa Tenggara sesuai dengan sejarah gempa dasar laut yang menyebabkan tsunami. Peta potensi bahaya pada beberapa skenario genangan di peisir parangtritis dapat dilihat pada Gambar 4. C.2. Penyusunan Peta Kerentanan Terhadap Tsunami Analisis kerentanan dilakukan dengan menggunakan Peta Penggunaan Lahan untuk mendapatkan tingkat kerentanan terhadap bahaya. Masing-masing penggunaan lahan di scoring berdasarkan nilai ekonominya. Semakin tinggi nilai ekonomi semakin tinggi kerentanannya. Nilai kerentanan pada tiap penggunaan lahan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Nilai Kerentanan Penggunaan Lahan No 1 2 3 4 5 6 Penggunaan Lahan Permukiman Sawah Irigasi Sawah Tadah Hujan Kebun Campuran Tegalan Rumput/ Tanah Kosong Skor 3 2 2 2 2 1 No 7 8 9 10 11 12 Penggunaan Lahan Semak Belukar Sedimen Gumuk Pasir Pesisir Pantai Sungai Badan Air Skor 1 1 1 1 1 1

Berdasarkan nilai skor tingkat kerentanan pada tiap-tiap penggunaan lahan, maka dapat ditentukan peta kerentanan pada kawasan pesisir Parangtritis( Gambar 5). C.3. Penyusunan Peta Risiko Bencana Tsunami Penyusunan peta risiko bencana tsunami dilakukan dengan menggunakan formulasi: Risk = Hazard x Vulnerabilty Sehingga didapatkan nilai risiko dari potensi kejadian tsunami di masa mendatang. Namun penggunaan metode ini merupakan metode sederhana. Pengurangan risiko bencana tidak hanya dapat dijustifikasi dari penilaian unsur penggunaan lahan namun juga mencakup parameter dan penilaian yang komprehensif. Contoh penilaian risiko bencana berdasarkan

peta bahaya dan kerentanan dapat dilihat pada Tabel 3. Penentaun nilai risiko atau kelas risiko dapat menggunakan matrik berdasarkan nilai potensi bahaya dan kerentanan. Tabel 3. Indikator Penentuan Kelas Risiko dengan Formula R = H x V Indikator Kelas 1. Rendah Hazard (Tinggi 2. Sedang Tsunami) 3. Tingg 10 m 20 m 30 m Semak Belukar, sedimen, gumuk pasir, pesisir pantai, sungai 1. Rendah Kerentanan (Penggunaan Lahan) 2. Sedang 3. Tinggi dan badan air Sawah, sawah tadah hujan, kebun campur, tegalan, dan ladang Permukiman Keterangan

Gambar 5. Peta Penggunaan Lahan yang menjadi dasar penentuan kerentanan untuk merumuskan risiko bencana, hal ini disebabkan tiap penggunaan lahan mempunyai tingkat ekonomi yang berbeda-beda

Gambar 4. Peta Potensi Bahaya Tsunami dengan ketinggian genangan 10 m, 20 m, dan 30 m

Berikut dilakukan contoh pemodelan tsunami dengan ketinggian 0-5 mdpal pada pesisir parangtritis dan sekitarnya. Secara umum bahaya (hazard ) dipengaruhi oleh bebarapa faktor yaitu faktor jarak dan besarnya bencana yang terjadi. Berkaitan dengan tsunami maka yang menjadi faktor penentu adalah besarnya ketinggian tsunami yang terjadi dan menggenangi daereh daratan. Berdasarkan hasil pengolahan data dengan berbagai sumber menunjukkan bahwa desa Samiran memiliki tingkat hazard yang rendah, kemudian dusun Bungkus memiliki tingkat hazard sedang dan tingkat kerawanan sedang ini berlaku pula pada dusun Depok meskipun di dusun Depok terdapat pula beberapa tempat yang memiliki tingkat hazad yang tinggi. Desa Samiran memiliki tingkat hazard rendah dikarenakan lokasi dusun tersebut berada jauh dari laut. Dusun Samiran baru akan terkena dampak dari tsunami apabila terjadi tsunami setinggi > 5 meter. Sementara untuk dusun Samiran yang memiliki tingkat hazard sedang sebab lokasi dusun tersebut berada cukup jauh dari laut dan terkait dengan topografi. Daerah ini baru akan terkena dampak dari tsunami apabila ketinggian gelombang tsunami yang terjadi setinggi > 3 meter. Yang terakhir yaitu dusun Depok yang merupakan dusun yang paling dekat dengan laut diantara dusun lainnya. Namun demikian meskipun jaraknya paling dekat namun ternyata sebagian besar wilayahnya masih berada pada tingkat hazard sedang. Adapun klasifikasi tingkat hazard tinggi ini apabila terjadi tsunami dengan tinggi gelombang > 1 meter. Berikut merupakan ilustrasi peta bahaya

tsunami di wilayah pesisir parangtritis dan sekitarnya

Gambar 1. Ilustrasi persebaran tsunami pada scenario 0-5 mdpal di Parangtritis dan sekitarnya

Perlu dipahami bahwa bahwa hasil pemodelan akan berbeda dari kenyataan karena peta bahaya tsunami baik dalam skala kecil maupun skala detil, informasi bahaya diberikan didasarkan pada hasil pemodelan dimana secara alamiah mengandung ketidakpastian prediksi. Oleh karena itu, peta-peta bahaya harus dilihat hanya sebagai informasi referensi terbaik yang tersedia untuk pengembangan kesiapan bencana lokal yang spesifik, strategi adaptasi dan mitigasi. Berdasarkan peta bahaya dan resiko tsunami sebagai informasi spasial yang dapat dijadikan sebagai referensi untuk mengurangi dampak dari bahaya dan sebagai upaya mitigasi bencana. Selain itu menjadi alat/ bahan pertimbangan untuk merumuskan suatu srategi maupun kebijakan dalam pengelolaan pesisir.

D. KERENTANAN Indonesia merupakan Negara dengan jumlah pulau sekitar 17.508 dan garis pantai sepanjang 81.000 km, Indonesia dikenal sebagai negara mega-biodiversity dalam hal keanekaragaman hayati, serta memiliki kawasan pesisir yang sangat potensial untuk berbagai opsi pembangunan. Namun demikian dengan semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk dan pesatnya kegiatan pembangunan di wilayah pesisirm, tekanan ekologis terhadap ekosistem dan sumberdaya pesisir dan laut itu semakin meningkat. Meningkatnya tekanan ini tentunya akan dapat mengancam keberadaan dan kelangsungan ekosistem dan sumberdaya pesisir, laut dan pulau-pulau kecil yang ada disekitarnya. Terutama yang langsung berhadapan dengan ekosistem perairan tanpa terhalangi ekosistem antara (padang lamun/seagrass, terumbu karang/coral reef, dan mangrove). Satu hal yang lebih memprihatinkan adalah, bahwa kecenderungan kerusakan lingkungan pesisir dan lautan lebih disebabkan paradigma dan praktek pembangunan yang selama ini diterapkan belum sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Cenderung bersifat ekstratif serta dominasi kepentingan ekonomi pusat lebih diutamakan daripada ekonomi masyarakat setempat (pesisir). Seharusnya lebih bersifat partisipatif, transparan, dapat dipertanggung-jawabkan (accountable), efektif dan efisien, pemerataan serta mendukung supremasi hukum. Tujuan-tujuan pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir secara terpadu dan berkelanjutan, maka perlu dirumuskan suatu pengelolaan (strategic plan), mengintegrasikan setiap kepentingan dalam keseimbangan (proporsionality) antar dimensi ekologis, dimensi sosial, antar sektoral, disiplin ilmu dan segenap pelaku pembangunan (stakeholders).

Berbagai media massa memuat fakta-fakta kerusakan wilayah pantai akibat pemanfaatan lahan yang tidak tepat (land misuse) dan penggunaan lahan yang melampaui daya dukung dan daya assimilatifnya (land abuse). Secara fisik , kerusakan wilayah pantai tersebut ditandai dengan erosi pantai, intrusi air laut ke dalam air tanah, pengendapan lumpur (sedimentation), terbentuknya daratan baru (accretion), banjir dan penggenangan (water logging). Kerusakan-kerusakan lingkungan pantai yang paling parah dijumpai di sepanjang Pantai Timur Pulau Sumatra dan Pantai Utara Pulau Jawa (Wahyono, 2000).

D.1. Kerentanan Fisik Analisis kerentanan fisik ini meliputi analisis tentang kondisi infrastruktur di wilayah yang dinilai rentan terhadap kerawanan genangan tsunami yang mungkin akan terjadi. Kerentanan yang merupakan kondisi untuk menentukan apakah bahaya yang terjadi dapat menimbulkan bencana atau tidak sehingga parameter-parameter kerentanan fisik adalah seperti kepadatan bangunan, ketersediaan infrastruktur jalan, ketersediaan fasilitas kesehatan, dsb. Parameter-parameter tersebut yang nantinya dapat digunakan dalam penentuan apakah suatu kawasan rentan terhadap bencana atau tidak. Berdasarkan data Potensi Desa (PODES) tahun 2008 tampak bahwa permukiman di daerah Parangtritis sekitar lebih dari 70% berupa permukiman permanen sedangkan sisanya merupakan permukiman non permanen. Bangunan yang terdapat di sekitar kawasan Parangtritis selain untuk rumah hunian pribadi juga digunakan oleh penduduk untuk melakukan kegiatan perekonomian. Seperti dijadikan rumah makan, penginapan, pertokoan, dsb. Walaupun banyak terdapat permukiman permanen, kawasan tersebut memiliki tingkat kerentanan fisik yang cukup tinggi terhadap bencana tsunami. Hal tersebut diakibatkan oleh tipe bangunan meskipun berdinding semen tetapi akses jalan guna rute evakuasi saat terjadi bencana belum cukup memadai. Baik ditinjau dari segi kualitas atau kelayakan jalannya maupun dimensi atau lebar jalan itu sendiri. Selain karena akses jalan yang kurang memadai, kerentanan tinggi akibat bencana tsunami di Parangtritis juga disebabkan oleh kepadatan permukiman yang cukup tinggi. Padatnya permukiman di kawasan tersebut merupakan akibat dari budaya penduduk yang senang hidup secara berkelompok membentuk suatu perkampungan yang penduduknya saling berinteraksi bergotong royong dan jarang yang bersifat individu. Tingkat kerentanan daerah tersebut semakin diperburuk oleh minimnya fasilitas umum seperti fasilitas kesehatan (rumah sakit, klinik berobat, puskesmas, dll), fasilitas komunikasi, dan fasilitas koordinasi. Belum adanya tempat untuk evakuasi yang

aman serta masih minimnya rambu-rambu untuk evakuasi juga menyumbang tingginya tingkat kerentanan. Kerentanan bangunan fisik dan fasilitas umum merupakan salah satu ancaman dalam pengembangan daerah pesisir. Terutama daerah pesisir terbuka yang langsung terkena dampak dan antara ekosistem laut dengan ekosistem daratan langsung bersinggungan. Dilihat dari keberadaannya pesisir terbuka memiliki kerentanan yang tinggi terutama dilihat dari kemungkinan bencana dan pengaruh dari perubahan lingkungan yang signifikan di daerah pesisir yang secara langsung akan memberikan dampak pada ekosistem daratan yang ada di hadapannya. Besarnya beban angin yang bekerja pada struktur bangunan tergantung dari kecepatan angin, rapat massa udara, letak geografis, bentuk dan ketinggian bangunan, serta kekakuan struktur. Bangunan yang berada pada lintasan angin, akan menyebabkan angin berbelok atau dapat berhenti. Sebagai akibatnya, energi kinetik dari angin akan berubah menjadi energi potensial, yang berupa tekanan atau hisapan pada bangunan. Selain dilihat dari kecepatannya, ancaman juga dapat dilihat dari kandungan garam yang terkandung di dalam angin laut. Pemilihan material bangunan yang kurang tepat dan mudah terkorosif akan mempengaruhi pengelolaan masa pakai fasilitas tersebut. Ancaman banjir rob, tsunami dan kerusakan yang secara akumulatif berlangsung dalam jangka waktu lama terutama karena kandungan garam dalam uap air dan kecepatan angin yang fluktuatif tergantung musim. Ancaman bahaya yang sering terjadi di Indonesia adalah badai angin, yang sering merusak fasilitas bangunan di pesisir. Angin kencang ini disebabkan oleh perbedaan tekanan dalam suatu sistem cuaca. Angin paling kencang yang terjadi di daerah tropis ini umumnya berpusar dengan radius ratusan kilometer di sekitar daerah sistem tekanan rendah yang ekstrim. Sistem pusaran ini bergerak dengan kecepatan sekitar 20 km/jamTekanan dan hisapan dari tenaga angin meniup selama beberapa jam. Tenaga angin yang kuat dapat merobohkan bangunan. Umumnya kerusakan dialami oleh bangunan dan bagian yang non-struktural, seperti: atap, antena, papan reklame, dan sebagainya. Badai yang terjadi di laut atau danau dapat menyebabkan kapal tenggelam. Kebanyakan angin badai disertai dengan hujan deras yang dapat menimbulkan bencana lainya seperti tanah longsor dan banjir. Data kecepatan dan arah angin dari stasiun dan satelit meteorogi memberikan informasi tentang kuat dan pola pergerakan angin di suatu daerah. Faktor lokal seperti topografi, vegetasi, dan daerah permukiman dapat berpengaruh terhadap cuaca lokal. Catatan kejadian badai/angin di masa lalu dapat digunakan untuk mengetahui pola umum kejadian badai/angin di masa yang akan datang.

Badai tropis dapat terjadi secara mendadak, tetapi sebagian besar badai tersebut terbentuk melalui suatu proses selama beberapa jam atau hari, yang dapat diikuti melalui satelit cuaca. Monitoring dengan menggunakan satelit ini bisa untuk mengetahui arah dari serangan badai/angin, sehingga cukup waktu untuk memberikan peringatan dini. Meskipun demikian, perubahan sistem cuaca sangat kompleks, sehingga sulit dibuat prediksi secara cepat dan akurat. Oleh sebab ituperlu dilakukan pengelolaan pesisir terbuka yang memperhatikan kondisi-kondisi tersebut. Sehingga pengelolaan pesisir terpadu yang terintegrasi dan memperhitungkan kerentanan bangunan dan fasilitas fisik mutlak diperlukan. Melihat permasalahan yang ada di dalam pengelolaan pesisir di Indonesia, maka perlu adanya regulasi pengelolaan pesisir terbuka yang baik dan terintegrasi dalam berbagai sektor.

D.2. Kerentanan Sosial Aspek sosial dari penduduk terdiri atas beberapa segi seperti umur, jenis kelamin, serta pendidikan. Kerentanan sosial selain meliputi aspek-aspek sosial tadi juga dapat dikaitkan dengan kondisi bangunan penduduk di suatu wilayah. Daerah Parangtritis sebagai bagian dari pesisir selatan Yogyakarta memiliki kondisi penduduk yang masih memiliki tingkat pendidikan yang relatif rendah, rata-rata penduduk memiliki tingkat pendidikan setara dengan SLTP dan SLTA. Jumlah penduduk perempuan lebih banyak dibandingkan dengan penduduk laki-laki. Sebagian besar penduduk daerah Parangtritis merupakan penduduk usia produktif kerja, akan tetapi jumlah penduduk usia muda seperti balita dan lanjut usia cukup banyak. Jenis bangunan yang terdapat di Parangtritis merupakan tempat huni bagi penduduk, sebagian lain merupakan tempat usaha yang lebih banyak ditujukan untuk pariwisata seperti hotel dan warung makan. Kondisi sebagian besar bangunan yang ditempati oleh penduduk memiliki jenis dinding bata dengan atap genting dan kerangka bangunan adalah besi. Permukiman di daerah Parangtritis ini berkelompok membentuk suatu perkampungan yang penduduknya saling berinteraksi bergotong royong dan jarang yang bersifat individu. Wujud interaksi tersebut ialah keberadaan perkumpulan sosial seperti perkumpulan RT, RW maupun organisasi kepemudaan seperti Karang Taruna. Frekuensi kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan sekitar 1 minggu sekali atau 1 bulan sekali. Tingkat pemahaman dan pengetahuan masyarakat dalam menghadapi bencana tsunami masih cukup rendah. Pengetahuan tsunami mengenai gejalanya seperti gempa, air

laut yang surut, gelombang besar dan bunyi keras masih rendah. Hal ini disebabkan kurangnya partisipasi penduduk dalam mengikuti sosialisasi dari pemerintah. Informasi mengenai nomor-nomor telefon penting yang harus dihubungi dan tempat aman saat terjadi bencana juga sangat kurang. Secara garis besar kerentanan sosial penduduk di Parangtritis akan bencana tsunami masih cukup tinggi. Hal ini dikarenakan tingkat pendidikan penduduk yang masih rendah dan terdapat banyaknya jumlah penduduk muda yaitu anak-anak dan juga penduduk lanjut usia. Kerentanan penduduk perempuan lebih tinggi dibandingkan kerentanan penduduk laki-laki. Selain itu tingkat pengetahuan penduduk akan bencana tsunami juga masih minim. Semakin rendah tingkat sosial penduduk maka akan menimbulkan kerentanan yang tinggi dalam menghadapi bencana. Akan tetapi perlu diperhatikan pula unsur lain seperti interaksi sosial dalam permukiman penduduk di Parangtritis sendiri. Unsur kekerabatan dan saling bergotong royong akan sangat membantu dalam menghadapi bahaya bencana. Resiko terjadi bencana akan dapat diantisipasi dengan adanya koordinasi yang tertata dan tepat baik dari pemerintah terhadap penduduk maupun koordinasi dari dalam penduduk di suatu daerah itu sendiri. Aspek dari segi fisik bangunan permukiman penduduk juga patut diperhitungkan. Umumnya kondisi bangunan sudah baik dan kokoh sehingga dapat mereduksi tingkat kerusakan saat bencana datang.

D.3. Kerentanan Ekonomi Kerentanan merupakan suatu kondisi dari suatu komunitas atau masyarakat yang mnegarah atau menyebabkan ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bahaya. Kerentanan dapat diukur dari kondisi fisik, sosial, maupun ekonomi. Kerentanan ekonomi dilihat dari kemampuan finansial masyarakat dalam menghadapi ancaman di wilayahnya, diukur dari besarnya pendapatan, investasi, dan keikutsertaan asuransi. Secara administratif, kecamatan yang termasuk pesisir selatan Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sebagai berikut : Kabupaten Kulon Progo meliputi Kecamatan Temon, Wates, Panjatan, dan Galur Kabupaten Bantul meliputi Kecamatan Srandakan, Sanden, Kretek Kabupaten Gunungkidul meliputi Kecamatan Tanjungsari, Tepus, Girisubo, Saptosari, Panggang, dan Purwosari.

Gelombang pasang yang menimbulkan kerugian bagi masyarakat pernah terjadi di Srandakan, Kretek, Girisubo, Temon, dan Galur (PODES 2008). Berdasarkan data podes, tahun 2008 kejadian gelombang pasang paling banyak terjadi di Kecamatan Temon. Tabel. Kejadian Gelombang Pasang dan Kerugiannya di Pesisir Selatan D.I. Yogyakarta Kabupaten Kecamatan Kejadian Gelombang Pasang (kali) Desa Jangkaran (8 kali) Kulon Progo Temon Desa Sindutan (8 kali) Desa Palihan Desa Glagah Wates Panjatan Galur Bantul Srandakan Sanden Kretek Gunungkidul Tanjungsari Tepus Girisubo Saptosari Panggang Purwosari Sumber : PODES (Potensi Desa) 2008 Kerugian terbesar yang diakibatkan oleh gelombang pasang terjadi di Desa Songbanyu, Kecamatan Girisubo, Gunungkidul. Di desa itu juga paling sering terjadi gelombang pasang selain di Kecamatan Temon yang mengalami 8 kali gelombang pasang dalam 1 tahun. Menurut kejadian tersebut, dapat diperkirakan bahwa jika tsunami terjadi di pesisir selatan maka kerugian paling besar kemungkinan terjadi di Kecamatan Girisubo dan Srandakan karena kedua daerah tersebut mengalami kerugian yang terbesar ketika gelombang pasang tahun 2008. Kerentanan ekonomi masyarakat pesisir selatan D.I.Yogyakarta secara umum masih tinggi. Sebagian besar penduduk di kecamatan yang termasuk pesisir selatan adalah Desa Balong ( 2 kali) Desa Songbanyu (8kali) 10 juta 335 juta Desa Parangtritis ( 3 kali) 115 juta Desa Karangsewu (5kali) Desa Banaran Desa Poncosari (7kali) (1 kali) 1 juta 37 juta 350 juta (8 kali) (1 kali) Kerugian 1 juta 1 juta 1 juta 1 juta

penduduk yang bekerja di bidang pertanian. Penghasilan penduduk ditopang dari sektor pertanian yang hasilnya sangat ditentukan oleh faktor alam. Jika kondisi alam mendukung usaha pertanian, maka penghasilan akan lebih besar dibandingkan ketika kondisi alam kurang mendukung. Hal ini mengakibatkan besarnya penghasilan petani tidak tetap tiap kali panen. Sebuah penenlitian pernah dilakukan di Desa Tirtohargo (berbatasan dengan Pantai Samas) terkait dengan kerentanan sosial ekonomi masyarakat pesisir selatan terhadap bencana tsunami. Hasil penenlitian tersebut menunjukkan bahwa kerentanan ekonomi sebagian besar masyarakat di daerah penelitian tergolong rendah. Indikator yang digunakan untuk mengukur kerentanan ekonomi adalah pendapatan, investasi/tabungan, dan asuransi. Sebagian besar penduduk bekerja sebagai petani yang berpenghasilan kurang dari Rp 500.000,00 per bulan.

Kepemilikan Tabungan Penduduk Desa Tirtohargo

Valid Frequency Percent Valid tidak ya Total 37 58 95 38.9 61.1 100.0 Percent 38.9 61.1 100.0

Cumulative Percent 38.9 100.0

Kepemilikan Tabungan yang Disimpan di Rumah Penduduk Desa Tirtohargo Valid Frequency Percent Valid tidak ya Total 76 19 95 80.0 20.0 100.0 Percent 80.0 20.0 100.0 Cumulative Percent 80.0 100.0

Kepemilikan Perhiasan Penduduk Desa Tirtohargo Valid Frequency Percent Valid tidak ya Total 78 17 95 82.1 17.9 100.0 Percent 82.1 17.9 100.0 Cumulative Percent 82.1 100.0

Data penelitian tersebut menunjukkan bahwa 61,1 % penduduk memiliki tabungan tetapi sebagian besar tabungan disimpan di rumah sehingga lebih beresiko hilang atau tidak terselamatkan ketika terjadi tsunami. Investasi berupa perhiasan hanya dimiliki oleh 17,9 % penduduk di Desa Tirtohargo Masih rendahnya penghasilan penduduk dan tabungan atau investasi menyebabkan tingginya kerentanan ekonomi apabila terjadi bencana, seperti tsunami. Oleh sebab itu, masih perlu dilakukan upaya peningkatan pendapatan masyarakat dan peningkatan pemahaman tentang pentingnya berinvestasi. Hal ini dilakukan untuk mengurangi kerentanan ekonomi masyarakat terhadap bencana tsunami. Penghasilan Penduduk Kecamatan Kretek, Bantul

Frequency Valid < Rp. 500.000,00 Rp. 500.000,00 - Rp. 1.000.000,00 Rp. 1.000.000,00 - Rp. 2.000.000,00 Rp. 2.000.000,00 - Rp. 3.000.000,00 > Rp. 3.000.000,00 Missing Total Total System 125 85 28 12 3 253 11 264

Percent 47.3 32.2 10.6 4.5 1.1 95.8 4.2 100.0

Valid Percent 49.4 33.6 11.1 4.7 1.2 100.0

Cumulative Percent 49.4 83.0 94.1 98.8 100.0

Penghasilan Penduduk Desa Tirtohargo, Kecamatan Srandakan, Bantul


penghasilan PU Cumulative Frequency Valid < 500.000 500.000 - 1.000.000 1.000.000 - 2.000.000 > 2.000.000 Total 42 34 13 6 95 Percent 44.2 35.8 13.7 6.3 100.0 Valid Percent 44.2 35.8 13.7 6.3 100.0 Percent 44.2 80.0 93.7 100.0

Crostab Pekerjaan dan Penghasilan Penduduk Kecamatan Krete, Bantul

Count Upah/ pendapatan dari pekerjaan utama Rp. 1.000.000,00 - Rp. 2.000.000,00 Rp. 2.000.000,00 - Rp. 3.000.000,00 Rp. 500.000,00 - Rp. 1.000.000,00 > Rp. 3.000.000,00

< Rp. 500.000,00

Total

pekerjaan utama

PNS/TNI/POLISI pensiunan pegawai swasta pedagang wiraswasta/pengusaha karyawan buruh pabrik buruh bangunan buruh serabutan petani lainnya

0 1 4 6 5 3 1 3 20 53 16 112

1 3 3 5 9 2 2 9 10 33 7 84

5 0 1 0 6 0 0 0 4 4 3 23

3 2 0 0 4 1 0 0 0 1 0 11

1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 3

10 6 8 11 25 6 3 12 34 92 26 233

Total

Crostab Pekerjaan dan Pendapatan Penduduk Desa Tirtohargo, Kecamatan Srandakan


Count Upah/ pendapatan dari pekerjaan utama Rp. 1.000.000,00 Rp. 2.000.000,00 < Rp. 500.000,00 Rp. 1.000.000,00 Rp. 2.000.000,00 Rp. 3.000.000,00 Rp. 500.000,00 3.000.000,00

Total

> Rp.

pekerjaan utama

PNS/TNI/POLISI pensiunan pegawai swasta pedagang wiraswasta/pengusaha karyawan buruh pabrik buruh bangunan buruh serabutan petani lainnya

0 1 4 6 5 3 1 3 20 53 16 112

1 3 3 5 9 2 2 9 10 33 7 84

5 0 1 0 6 0 0 0 4 4 3 23

3 2 0 0 4 1 0 0 0 1 0 11

1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 3

10 6 8 11 25 6 3 12 34 92 26 233

Total

Kawasan pesisir parangtritis telah lama menjadi pusat aktivitas ekonomi wilayah di sekitarnya. Kawasan ini telah lama menjadi objek wisata di Provinsi daerah Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya. Kegiatan perikanan juga tumbuh. Adanya penataan kawasan parangtritis oleh pemerintah daerah juga telah menumbuhkan geliat pertumbuhan aktivitas ekonomi. Kawasan Parangtritis yang telah lama identik dengan kesan kumuh telah tertata lebih rapi. Adanya potensi bencana di kawasan ini membuat diperlukan adanya zonasi mengenai kerentanan ekonomi. Adapun zonasinya dibagi menjadi 3 tingkat yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Daerah dengan kerentanan tinggi adalah yang berada di bibir pantai, kegiatan ekonomi yang sangat rentan oleh bencana adalah kegiatan nelayan, dimana nelayana menyandarkan kapal pada zona ini dan beberapa nelayan juga menjual langsung hasil tangkapannya. Kegiatan pariwisata juga

berada di zona ini, oleh karena itu turis yang berada di zona ini harus selalu diingatkan akan bahaya bencana tsunami setiap saat dan pengelola kawasan harus terus memantau keadaan dan memberi peringatan jika ada prediksi datangnya tsunami. Kegiatan yang zona kerentanan sedang antara lain kegiatan perdagangan hasil-hasil perikanan, jasa parwisata dimana terdapat banyak rumah makan, penjual souvenir. Daerah tersebut memiliki kerentanan yang lebih rendah dibanding daerah sebelumnya. Hal ini dikarenakan jarang dari bibir pantai yang relatif jauh dan akses terhadap jalan yang lebih baik. Zona terakhir adalah zona rendah dimana pada zona ini terdapat banyak penginapan bagi wisatawan, pada zona ini kerentanan terhadap bencana rendah karena zona ini memiliki elevasi yang tinggi dan relatif jauh dari garis pantai. Pada zona ini dapat direncakan basis evakuasi kegiatan ekonomi ketika terjadi bencana tsunami. Hal ini dikarenaka pada zona tersebut banyak terdapat lahan-lahan terbuka sehingga memungkinkan adanya sevakuasi.

E. PEMETAAN RISIKO TSUNAMI DI PESISIR SELATAN KABUPATEN BANTUL DAN KULONPROGO BERDASARKAN ANALISIS LOCAL SITE EFFECT E.1. Analisis Local Site Effect Pesisir Kabupaten Bantul dan Kulon Progro Terhadap Risiko Bencana Tsunami Lokasi suatu tempat sangat berpengaruh terhadap magnitud suatu bencana. Selain itu, kondisi suatu tempat secara lokal akan berpengaruh pula terhadap besarnya risiko bencana yang mungkin terjadi. Selain itu, beberapa faktor yang dapat menyebabkan risiko bencana menjadi lebih besar diantaranya adalah susunan keruangan dari bentuklahan di suatu wilayah, susunan keruangan penggunaan lahan dan susunan keruangan dari jalur perpindahan atau transportasi. Bentuklahan berupa gumuk pasir di belakang beting gisik dan gisik pantai di wilayah kepesisiran Kabupaten Bantul dan Kulonprogo menyebabkan lokasi wisata yang terletak di gisik pantai seperti Parangtritis, Parangkusumo, Depok, Trsik, Congot dan Kuwaru memiliki risiko yang besar terhadap terjadinya tsunami. Selain itu, gisik yang terletak di antara laut dan laguna seperti di Samas dan Glagah memiliki risiko paling besar terhadap tsunami dibandingkan pantai-pantai wisata yang lain. Wilayah yang memiliki risiko yang besar terhadap tsunami adalah wilayah disepanjang sungai yang terletak dekat dengan muara sungai. Hal ini karena run up tsunami akan masuk mengikuti tubuh sungai ke arah daratan.

Berdasarkan analisis di atas, maka diperlukan suatu tata ruang yang baru untuk pariwisata. Misalnya merelokasi wilayah pertokoan dan pelelangan ikan lebih ke arah daratan di belakang sabuk hijau seperti yang terjadi di Pantai Gua Cemara dan Kuwaru. Selain itu diperlukan early warning system dan papan petunjuk evakuai dalam jumlah yang cukup banyak. Hal ini karena banyak wisatawan yang berdatangan dari berbagai daerah, sehingga mind map terhadap suatu lokasi tidak dapat diandalkan untuk menuju jalur evakuasi.

Gambar . Pantai Depok dengan Aset Pariwisata di Gisik Pantai Sehingga Risiko Tsunami Besar

Gambar . Pantai Glagah dengan Gisik yang terletak Diantara Laut dan Laguna Sehingga Memiliki Risiko Bencana Tsunami yang Besar

Gambar . Pantai Goa Cemara dengan Aset Wisata di Belakang Sabuk Hijau Sehingga Risiko Bencana Tsunami Menjadi Lebih Kecil Dibandingkan Pantai Lain Di Kabupaten Bantul dan Kulon Progo

DAFTAR PUSTAKA Anonim.2007. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2007 nomor 66, Jakarta Dewi, Ratna Sari dan Dulbahri. 2009. Bencana Tsunami Parangtritis. Dalam Sunarto; Marfai, Muh Aris; dan Mardiatno, Djati. (eds), Penaksiran Multirisiko Bencana di Wilayah Kepesisiran Parangtritis. Yogyakarta: Pusat Studi Bencana (PSBA) Universitas Gadjah Mada, 65-88. Diposaptono dan Budiman. 2008. Hidup Akrab Dengan Gempa dan Tsunami.Buku Ilmiah Populer:Bogor

Latief,H.2007.Tsunami In Indian Ocean dan The Impact of The2004 Indian Ocean Tsunami on The Banda Aceh.Diakses April 2008 dari www.soi.wide.ad.jp/soi_asia /conference/ tsunami/material/hamzah.pdf Sutikno.2006.Panduan Mitigasi Bencana Gempa Bumi, Gunungapi, dan Tsunami. Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional Peneliti dan Pengembangan Teknologi Survei dan Pemetaan Pusat Studi Bencana Alam UGM:Yogyakarta

You might also like