You are on page 1of 11

PROFESIONALISME PUSTAKAWAN

Oleh Hendry Gunawan dan Novita Vitriana Pustakawan Trampil UPT Perpustakaan Universitas Sriwijaya Abstrak Sumberdaya manusia merupakan salah satu unsur yang penting dalam organisasi, karena SDM sangat menentukan arah dan kemajuan organisasi. Pustakawan sebagai SDM dalam perpustakaan harus bekerja secara professional, sesuai dengan profesionalisme pustakawan yang tercermin pada kemapuan (pengetahuan, pengalaman, keterampilan) dalam mengelola dan mengembangkan pelaksanaan pekerjaan di bidang kepustakawanan dan kegiatan lainnya secara mandiri. Profesionalisme pustakawan pun harus terus ditingkatkan jika perpustakaan ingin terus tumbuh dan berkembang dalam lingkungannya yang terus berubah.

Kata Kunci : pustakawan, perpustakaan dan profesionalisme

PENDAHULUAN Pustakawan, sebuah kata yang sedang mengalami keretakan makna, melahirkan multitafsir dan beragam persepsi. Dalam konteks keindonesiaan, pemegang kunci jendela dunia ini, kini nasibnya tidak jauh dari para pembuka pintu lintasan kereta. Masyarakat pun memberikan penghargaan kepada pustakawan lebih rendah dibanding kepada profesi lain seperti dokter, pengacara, guru, peneliti, dan lain-lain. Pemerintah pun menghargai pustakawan sama halnya dengan masyarakat umum. Dari semua jenis fungsional yang ada, pustakawan berada pada kasta yang paling rendah, tentu saja dengan tunjangan yang paling sedikit. Padahal, yang sebenarnya secara teori diatas kertas pustakawan adalah seseorang yang melaksanakan kegiatan perpustakaan dengan jalan memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan tugas lembaga induknya berdasarkan ilmu pengetahuan, dokumentasi dan informasi yang dimilikinya melalui pendidikan. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (1989: 713) disebutkan bahwa pustakawan adalah orang yang bergerak di bidang perpustakaan; ahli perpustakaan. Sedangkan berdasarkan Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN) Nomor
1

18, tahun 1988 tentang Jabatan Fungsional Pustakawan dan Angka Kreditnya dan telah direvisi dengan Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 132 tahun 2002, pustakawan diartikan sebagai Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan kepustakawanan pada unit-unit perpustakaan, dokumentasi dan informasi instansi pemerintah dan atau unit tertentu lainnya. Definisi tersebut tentunya sangat mengecewakan bagi tenaga perpustakaan yang bekerja di lembaga swasta. Batasan harus pegawai negeri sipil menutup kemungkinan bagi tenaga perpustakaan di lembaga non pemerintah untuk masuk menjadi pustakawan. Namun dengan adanya Undang-Undang tentang Perpustakaan No. 43 Tahun 2007 telah menumbuhkan harapan baru bagi tenaga tenaga perpustakaan di lembaga swasta. Dalam Undang-Undang tersebut dinyatakan bahwa pustakawan adalah seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan/atau pelatihan kepustakawanan serta mempunyai tugas dan tanggungjawab untuk melaksanakan pengelolaan fasilitas layanan perpustakaan. Kompetensi menjadi kata kunci dalam definisi tersebut karena siapapun dia, asal memiliki kompetensi dan bekerja di perpustakaan tanpa memandang perpustakaan negeri atau swasta dapat masuk menjadi pustakawan. Kedudukan pustakawan dalam perpustakaan adalah orang yang mengolah perpustakaan dan orang yang paling tahu dalam hal penelusuran dan kemauan para penelusur. Kemampuan lain pustakawan adalah mengklasifikasi, pembagian nama domain untuk file, lokasi coding bahkan sampai bentuk format penyimpanan metadata. Pustakawan merupakan suatu profesi, dikarenakan pustakawan merupakan pekerjaan yang memerlukan pendidikan atau pelatihan. A. Profesionalisme Sumberdaya manusia merupakan salah satu unsur yang penting dalam organisasi. seperti kita ketahui unsur-unsur organisasi yang dikenal dengan 6M tersebut adalah Sumberdaya Manusia (Man), Peralatan (Machine), bahan-bahan (Materials), biaya (Money), metode (Method), dan pasar (Market). SDM merupakan unsur yang paling penting. Hal ini karena SDM sangat menentukan arah dan kemajuan organisasi. Salah satu jenis SDM yang ada di Perpustakaan adalah Pustakawan selain tenaga-tenaga lain tentunya. Pustakawan diakui sebagai suatu jabatan profesi dan sejajar dengan profesi-profesi lain seperti profesi
2

peneliti, guru, dosen, hakim, dokter, dan lain-lain. Profesi secara umum diartikan sebagai pekerjaan. Dalam Advanced English-Indonesian Dictionary (1991: 658) profesi adalah sebagai suatu pekerjaan yang membutuhkan pendidikan khusus. Sementara itu Encyclopedia of Social Science (1992) memberikan batasan mengenai Professions dilihat dari ciri khasnya, yaitu pendidikan teknik intelektual yang diperoleh dari pelatihan khusus yang dapat diterapkan pada beberapa suasana kehidupan sehari-hari, yang memberikan ciri pembeda satu profesi. Menurut Sulistyo-Basuki (1991: 148-150) ada beberapa ciri dari suatu profesi seperti (1) adanya sebuah asosiasi atau organisasi keahlian, (2) terdapat pola pendidikan yang jelas, (3) adanya kode etik profesi, (4) berorientasi pada jasa, (5) adanya tingkat kemandirian. Menurut Abraham Flexner yang dikutip Achmad (2001) dalam makalahnya Profesionalisme Pustakawan Di Era Global, seperti yang disampaikan dalam Rapat Kerja Pusat XI IPI XI dan Seminar Ilmiah di Jakarta; tanggal 5-7 November 2001, profesi paling tidak memiliki dan memenuhi 5 persyaratan sebagai berikut: 1) Profesi merupakan pekerjaan intelektual, maksudnya menggunakan intelegensi yang bebas yang diterapkan pada problem dengan tujuan untuk memahaminya dan menguasainya. 2) Profesi merupakan pekerjaan saintifik berdasarkan pengetahuan yang berasal dari sain. 3) Profesi merupakan pekerjaan praktikal, artinya bukan melulu teori akademik tetapi dapat diterapkan dan dipraktekkan. 4) Profesi terorganisasi secara sistematik. Ada standar cara pelaksanaannya dan mempunyai tolok ukur hasilnya. 5) Profesi-profesi merupakan pekerjaan altruism yang berorientasi kepada masyarakat yang dilayaninya bukan kepada diri profesionalisme. Pustakawan sebagai profesi juga harus memiliki beberapa keterampilan antara lain:

1. Adaptability Pustakawan hendaknya cepat berubah menyesuaikan keadaan yang menantang. Sudah saatnya adaptif memanfaatkan teknologi informasi. Pustakawan dalam memberikan informasi tidak lagi bersandar pada buku teks dan jurnal di rak, tetapi dengan memanfaatkan internet untuk mendapatkan informasi yang aktual bagi penggunanya.
3

2. People Skills (Soft Skill) Pustakawan adalah mitra intelektual yang memberikan jasa kepada pengguna. Mereka harus lihai berkomunikasi baik lisan maupun tulisan dengan penggunanya. People Skills ini dapat dikembangkan dengan membaca, mendengarkan kaset-kaset positif, berkenalan dengan orang-orang positif, bergabung dengan organisasi positif lain dan kemudian diaplikasikan dalam aktivitas sehari-hari. 3. Berpikir Positif Ketika kita dihadapkan pada suatu pekerjaan yang cukup besar maka pada umumnya kita berkata: wah..tidak mungkin; aduh..sulit!!!! Pustakawan diharapkan menjadi seorang pemenang yaitu sebagai pemenang yang berpikiran positif sehingga jika dihadapkan pada pekerjaan besar seharusnya berkata: Yes, kami bisa. 3. Personal Added Value Pustakawan harus mempunyai nilai tambah. Pustakawan tidak hanya lihai dalam mengindeks, mengkatalog, mengadakan bahan pustaka, dan pekerjaan rutin lainnya. Harus ada nilai tambah misalnya dapat mencarikan informasi yang rinci di internet dan tahu bagaimana cara cepat mancari informasi tersebut di internet. 4. Berwawasan Enterpreneurship (Kewirausahaan) Informasi adalah kekuatan, informasi adalah mahal. Maka seyogyanya pustakawan harus sudah mulai berwawasan enterpreneurship agar dalam perjalanan sejarahnya nanti dapat bertahan. Lebih-lebih di era otonomi, maka perpustakaan secara perlahan harus menjadi income generation unit. Memang sudah ada pustakawan yang berwawasan bisnis, tapi masih belum semuanya. Paradigma lama bahwa perpustakaan hanya pemberi jasa yang notabene tidak ada uang harus segera ditinggalkan.

5. Team Work-Sinergi Di dalam era global yang ditandai dengan ampuhnya internet dan membludaknya informasi, pustakawan seharusnya tidak lagi bekerja sendiri, mereka harus membentuk team work untuk bekerja sama mengolah informasi.

Mengutip pendapat Sulistyo-Basuki dalam bukunya Pengantar Ilmu Perpustakaan, 1991: 147, profesi merupakan sebuah pekerjaan yang memerlukan pengetahuan dan keterampilan khusus yang diperoleh dari teori dan bukan saja dari praktek, dan diuji dalam bentuk ujian dari sebuah universitas atau lembaga yang berwenang serta memberikan hak pada orang yang bersangkutan untuk berhubungan dengan klien. Sedangkan profesionalisme menunjukkan ide, aliran, isme yang bertujuan mengembangkan profesi, agar profesi dilaksanakan oleh profesional dengan mengacu norma-norma, standar dan kode etik serta memberikan layanan yang terbaik kepada klien. Istilah profesionalisme biasanya dikaitkan dengan penguasaan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku dalam mengelola dan melaksanakan pekerjaan/tugas dalam bidang tertentu. Profesionalisme adalah rasa kepemilikan akan sesuatu, yang mana dari rasa ini ia benar-benar merasa bahwa sesuatu itu harus dijaga. Adapun profesionalisme pustakawan hanya dapat dimiliki oleh seorang pustakawan tingkat ahli/profesional atau pustakawan yang memiliki dasar pendidikan untuk pengangkatan pertama kali serendah-rendahnya Sarjana Perpustakaan, Dokumentasi dan Informasi atau Sarjana bidang lain yang disetarakan. Pustakawan profesional menurut Encarta Dictionary, 2008 seperti yang dikutip Rusmana dalam Strategi Menuju

Pustakawan Profesional, 2008 (http://www.scribd.com/doc/), somebody very competent: somebody who shows a high degree of skill or competence, seorang pustakawan yang memiliki kompetensi dalam memberikan layanan informasi dalam berbagai format, sesuai tuntutan kebutuhan komunitas. Sedangkan profesionalisme pustakawan adalah pelaksanaan kegiatan perpustakaan yang didasarkan pada keahlian, rasa tanggung jawab dan pengabdian, adapun mutu dari hasil kerja yang dilakukan tidak akan dapat dihasilkan oleh tenaga yang bukan pustakawan, dikarenakan pustakawan yang memiliki jiwa keprofesionalan terhadap pekerjaannya akan selalu mengembangkan kemampuan dan
5

keahliannya untuk memberikan hasil kerja yang lebih bermutu dan akan selalu memberikan sumbangan yang besar kepada masyarakat pengguna perpustakaan. Profesionalisme pustakawan tercermin pada kemampuan (pengetahuan, pengalaman, keterampilan) dalam mengelola dan mengembangkan pelaksanaan pekerjaan di bidang kepustakawanan serta kegiatan terkait lainnya secara mandiri. Kualitas hasil pekerjaan inilah yang akan menentukan profesionalisme mereka. Pustakawan profesional dituntut menguasai bidang ilmu kepustakawanan, memiliki keterampilan dalam melaksanakan tugas/pekerjaan kepustakawanan, melaksanakan tugas/pekerjaannya dengan motivasi yang tinggi yang dilandasi oleh sikap dan kepribadian yang menarik, demi mencapai kepuasan pengguna. Profesionalisme pustakawan harus terus ditingkatkan karena merupakan suatu hal yang amat penting dan harus dimiliki oleh para pustakawan jika perpustakaan ingin terus tumbuh dan berkembang dalam lingkungannya yang terus berubah. A. Sikap Pustakawan Seorang pustakawan di era globalisasi seperti sekarang ini dituntut untuk bekerja secara profesional dan mampu berkomunikasi ke segenap lapisan masyarakat. Kalau perlu pustakawan harus beberapa langkah di depan pemakainya. Artinya, pengetahuan dan strategi akses informasi pustakawan harus lebih canggih dari pemakainya. Pustakawan memiliki berbagai sarana akses dan mengetahui berbagai sumber informasi serta strategi untuk mengetahui dan mendapatkannya. Ini hanya dapat dilakukan bila pustakawan selalu mengembangkan wawasan atau pendidikan, mengikuti pelatihan, studibanding dan share informasi sesama pustakawan dalam maupun luar negeri serta trampil menggunakan sarana teknologi informasi dan kemampuan komunikasi, terutama bahasa Inggris. Selain melayani, pengolahan, dan pengadaan, seorang pustakawan era globalisasi juga harus mampu memasarkan atau promosi kepada masyarakat, mampu mengikuti trend, dan berkeloga dalam jejaring antara pustakawan atau pengunjung seperti dikatakan oleh Tilke dalam Teguh Yudi (Pustakawan Indonesia dalam Era Globalisasi, http://libraryteguh.blogspot.com/2009/) ciri-ciri pustakawan masa sekarang (globalisasi) yakni (1) Kemampuan untuk mengikuti tren perpustakaan, (2) Kemampuan untuk bekerja di kolegial, lingkungan jaringan untuk perpustakaan, (3) Menghargai pentingnya
6

pemasaran/PR . Selanjutnya pustakawan selalu menjadi yang terdepan dalam penggunaan teknologi, menekankan perangkat tambahan bagi pengguna, dan bukan hanya teknologi untuk kepentingan teknologi, karena pustakawan memiliki kesempatan besar untuk berbagi informasi berharga dan bertindak sebagai pembela bagi kemajuan informasi dan teknologi. Sedangkan Stueart dan Moran (2002) mengatakan bahwa manajer informasi atau pustakawan dalam era informasi seharusnya memiliki 7 (tujuh) kemampuan, yaitu: 1. Technical skill, yaitu seorang pustakawan harus memahami proses pekerjaan bawahan.

Adalah tidak mungkin mensupervisi, apabila tidak memahami seluk beluk pekerjaan yang disupervisi tersebut. 2. Political skill, seorang pustakawan harus memahami masalah sosial, lingkungan

organisasi internal dan eksternal, memiliki wawasan luas. 3. Analytical skills, seorang pustakawan harus memiliki kemampuan analisis yang baik

sehingga dapat menjadi bagian dari agen perubahan. 4. Problem-solving skills, seorang pustakawan harus memiliki kemampuan untuk

memecahkan masalah yang dihadapi dengan cepat, tepat dan baik. 5. People skills, seorang pustakawan harus memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik,

termasuk komunikasi interpersonal, memahami dan peduli orang lain. 6. System skills, seorang pustakawan harus memiliki kemampuan bekerja dalam system dan

menggunakan berbagai system jaringan dan komunikasi yang tersedia. 7. Business skill, seorang pustakawan harus memiliki naluri bisnis dan semangat

entrepreneurship yang baik. Koleksi yang ada merupakan asset yang harus dimanfaatkan maksimal. Selain itu pustakawan juga harus mampu memenuhi tuntutan-tuntutan baru seperti sebagai spesialis informasi, memiliki pengetahuan mandalam tentang kelompok saran (pemakai) karena pengunjung perpustakaan terus berubah, serta pustakawan harus mampu menciptakan dan mengimplementasikan perubahan dalam berbagai sector atau lini di perpustakaan.
7

Dan untuk menjadi pustakawan ideal, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu sebagai berikut: a. Aspek profesional Yaitu berpendidikan formal ilmu pengetahuan. Selain itu dituntut gemar membaca, terampil, kreatif, cerdas, tanggap, berwawasan luas, berorientasi ke depan, mampu menyerap ilmu lain, obyektif (berorientasi pada data), tetapi memerlukan disiplin ilmu tertentu dipihak lain, berwawasan lingkungan, mentaati etika profesi pustakawan, mempunyai motivasi tinggi, berkarya di bidang kepustakawanan dan mampu melaksanakan penelitian serta penyuluhan. b. Aspek kepribadian dan perilaku Pustakawan Indonesia harus bertakwa kepada Tuhan YME, bermoral Pancasila, mempunyai tanggungjawab sosial dan kesetiakawanan, memiliki etos kerja yang tinggi, mandiri, loyalitas tinggi terhadap profesi, luwes, komunikasi dan sikap suka melayani, ramah dan simpatik, terbuka terhadap kritik dan saran, selalu siaga dan tanggap terhadap kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, berdisiplin tinggi dan menjunjung tinggi etika pustakawan Indonesia. Tetapi keterpurukan citra pustakawan dirusak oleh pustakawan sendiri. Pada saat ini kita sedang menyaksikan sebuah fenomena yang memilukan, yaitu para pengelola perpustakaan merasa malu atau minder mengenalkan dirinya sebagai pustakawan. Potret buram pustakawan dalam realitas keindonesiaan. Jika muncul sebuah pertanyaan: kapasitas apakah yang harus kita miliki untuk membangun citra pustakawan yang baik? Jawaban pertanyaan ini sebenarnya kembali kepada persoalan visi, misi, dan fungsi pustakawan. Secara umum kita dapat mengatakan yang diperlukan untuk membangun citra adalah kompetensi kepakaran kita yang dibentuk oleh dua hal yaitu hard skill dan soft skill. Yang pertama lebih bersifat scientific achievement, sedangkan yang kedua bersifat psychological achievement. Yang pertama berkenaan dengan penguasaan teknis dan detail bidang kepustakawanan dan keperpustakaan, yang kedua berkaitan dengan kemampuan berpikir strategis sebagai perumus kebijakan, wawasan masa depan (forward
8

looking), dan kemampuan perencanaan strategis, kemampuan perencanaan strategis, kemampuan manajerial, kemampuan komunikasi publik, dan lainnya. Kalau kita berkaca pada sejarah, disana kita akan menyaksikan pustakawan menjadi elit politik dalam struktur sosial. Kedudukannya disejajarkan dengan tokoh spiritual dan para pemegang kebijakan, karena pada waktu itu memang perpustakaan hanya ada di dua tempat yaitu di istana (pusat kekuasaan) dan kuil atau tempat ibadah (pusat kekuatan spiritual). Dari segi kompetensi pun seorang pustakawan biasanya memiliki berbagai macam kecakapan (multitalenta) dan berbagai macam bahasa (polilinguish). Sebagai contoh kita lihat misalnya Jorge Luis Borges yang pernah mengatakan I have imagined that paradise will be a kind of library. Ia menjadi pustakawan dengan dilandasi oleh keinsafan bahwa menjadi pengelola perpustakaan merupakan panggilan jiwa bukan sekedar panggilan tugas untuk mencari nafkah. Satu lagi contoh, yang dekat dengan kesejarahan kita, adalah GP Rouffaer, ia adalah seorang pustakawan ahli pada lembaga studi kolonial (KITLV) yang menyusun Encyclopaedie van Nederlandsch-Indie dan De batikkunst in Nederlandsch-Indie en haar geschidiedenis (Seni Batik di Hindia Belanda dan Sejarahnya). Rouffaer juga dilibatkan oleh Alexander Idenburg, Menteri Urusan Jajahan, dalam penelitian tentang keadaan social, ekonomi, dan budaya masyarakat pribumi (Kompas, 8 Januari 2007). Borguis dan Rouffaer telah tiada dan mungkin hanya mereka berdualah pustakawan ideal yang ada dalam sejarah peradaban manusia. Akan tetapi bukan hal yang mustahil bahwa citra ideal tersebut menjadi sebuah inspirasi untuk memulai membangun citra pustakawan Indonesia.

PENUTUP Sudah saatnya kita mengurangi wacana untuk kemudian mengalihkan energi kita lebih banyak pada pengembangan kompetensi atau kapasitas internal kita. Sebab, itulah tampaknya yang menjadi persoalan kita, yaitu jarak antara kita, sebagai pustakawan hari ini, dengan model pustakawan ideal yang kita inginkan masih jauh, relatif jauh, bahkan
9

sangat jauh. Untuk itu ada beberapa hal yang bias kita lakukan, Pertama, memperluas wawasan makro kita tentang persoalan bangsa. Yaitu dengan memperluas pengetahuan teoritis kita dalam bidang pendidikan, hsosial, dan perbukuan, yang kemudian disempurnakan dengan informasi yang luas dalam bidang-bidang tersebut. Baik melalui sumber sekunder seperti media massa, maupun sumber primer, yaitu para pelaku langsung. Ini mengharuskan kita punya jaringan komunikasi dan informasi yang luas, mengharuskan kita membaca lebih banyak, dan bergaul lebih luas. Kedua, meningkatkan frekuensi keterlibatan kita dalam dunia pendidikan, literasi dan social. Pustakawan harus terlibat dalam agenda-agenda besar nasional, mulai dari wacana sampai tataran aksi. Contoh tentang kemiskinan, pendidikan, buta aksara, minat baca, dan lain-lain. Keterlibatan itu dapat kita lakukan di tingkat wacana publik, asistensi kepada pemerintah untuk pengambilan keputusan atau perumusan kebijakan publik, maupun terlibat sebagai pelaku langsung. Ketiga, meningkatkan kemampuan kita mempengaruhi oprang lain. Dunia sekarang ini adalah dunia jaringan, dunia kerjasama, dunia aliansi dan koalisi. Janganlah pernah membayangkan bahwa kita akan berkembang dan bertahan sendirian. Kita hanya akan menjadi bagian dari sebuah jaringan global. Jadi, apa yang harus kita lakukan adalah mengembangkan kemampuan kita mempengaruhi orang lain, memperkuat jaringan lobi ke berbagai kalangan dan membangun akses yang kuat ke para pengambil keputusan dan penentu kebijakan. Keempat, memperbanyak figur publik kita. Jangan hanya para pustakawan an sich yang dikenal masyarakat. Para pustakawan dalam bidang ekonomi, politik, militer, dan teknologi kita juga harus dimunculkan. Artinya, harus ada spesialisasi di kalangan pustakawan. Pustakawan yang punya kemampuan intelektual lebih besar dapat diplot menjadi generalis yang dapat terlibat secara ilmiah dalam banyak bidang pengetahuan. Tapi, sebagian besar kita harus punya satu spesialisasi yang dengan itu ia kemudian dikenal masyarakat.

10

REFERENSI

Achmad. (2001). Profesionalisme Pustakawan Di Era Global. Makalah disampaikan dalam Rapat Kerja Pusat XI Ikatan Pustakawan Indonesia XI dan Seminar Ilmiah. Jakarta: 5-7 November 2001 Administrator. (2009). Membangun Citra Pustakawan Indonesia. http://www.bit.lipi.go.id/masyarakat-literasi/index.php/, diakses 21 Januari 2010 Depdiknas RI. (1989). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Cet. 2. Jakarta: Balai Pustaka Ekaningsih, Elisa. (2006). Upaya Meningkatkan Peran Pustakawan dalam Jasa Layanan Informasi. http://library.usu.ac.id/, diakses 14 Desember 2009 Hernandono. (2005). Meretas Kebuntuan Kepustakawanan Indonesia dilihat dari sisi Sumber daya tenaga Perpustakaan. Makalah disampaikan dalam orasi ilmiah pengukuhan Pustakawan Utama. Jakarta: 2005 Rumpaka, Edhi Heri. (2008). Profesi Bagi Pustakawan: Bagaimana Sebaiknya?. http://rumpaka.staf.uajy.ac.id/artikelku/, diakses 20 Januari 2010 Rusmana, Agus. (2008). Strategi Menuju Pustakawan Profesional. http://www.scribd.com/doc/16912100/, diakses 20 Januari 2010 Salim, Peter. (1991). Advanced English-Indonesian Dictionary. 3 rd Ed. Jakarta: Modern English Press Subrata, Gatot. (2009). Upaya Pengembangan Kinerja Pustakawan Perguruan Tinggi Di Era Globalisasi Informasi. http://library.um.ac.id/, diakses 20 Januari 2010 Sulistyo-Basuki. (1991). Pengantar Ilmu Perpustakaan. Cet. 1. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Yudi, Teguh. (2009). Pustakawan Indonesia teguh.blogspot.com/, diakses 20 Januari 2010 Di Era Globalisasi. http://library-

11

You might also like