You are on page 1of 26

Telaah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

PRINSIP DASAR, ORIENTASI, MODEL, DAN TAHAPAN PENGEMBANGAN KURIKULUM


A. Pendahuluan Kurikulum merupakan program pendidikan yang disediakan oleh lembaga pendidikan (sekolah) bagi siswa. Berdasarkan program pendidikan tersebut siswa melakukan berbagai kegiatan belajar, sehingga mendorong perkembangan dan pertumbuhannya sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan. Kurikulum bukan hanya berupa sejumlah mata pelajaran, namun meliputi segala sesuatu yang dapat mempengaruhi perkembangan siswa, seperti: bangunan sekolah, alat pelajaran, perlengkapan sekolah, perpustakaan, karyawan tata usaha, gambar-gambar, halaman sekolah, dan lain-lain. Curriculum is interpreted to mean all of the organized courses activities, and experiences which pupils have under the direction of school, whether in the classroom or not. Kendatipun pandangan tersebut diterima, namun pada umumnya guru-guru tetap berpandangan bahwa kegiatan-kegiatan dalam kelas saja yang termasuk kurikulum, sedangkan kegiatan di luar kelas merupakan nilai edukatif yang diberikan oleh kurikulum itu. Pandangan tersebut teradopsi dalam kebijakan sistem pendidikan nasional sebagai berikut. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. (BSNP, 2006: 1). Rumusan tersebut mengandung pokok-pokok pikiran sebagai berikut: 1) Kurikulum merupakan suatu rencana/perencanaan; 2) Kurikulum merupakan pengaturan, berarti mempunyai sistematika dan struktur tertentu; 3) Kurikulum memuat isi dan bahan pelajaran, menunjuk kepada perangkat mata ajaran atau bidang pengajaran tertentu; 4) Kurikulum mengandung cara, metode, atau strategi penyampaian bahan pengajaran; 5) Kurikulum merupakan pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran; 6) Kendatipun tidak tertulis, namun telah tersirat di dalam kurikulum, yakni kurikulum dimaksudkan untuk mencapai tujuan pendidikan; 7) Berdasarkan butir 6, maka kurikulum sebenarnya merupakan alat pendidikan. B. Konsep Dasar Pengembangan Kurikulum

Pengembangan kurikulum (curriculum development) adalah the planning of learning opportunities intended to bring about certain desered in pupils, and assesment of the extent to wich these changes have taken plece (Audrey Nicholls & Howard Nichools dalam Hamalik, 2007: 96). Rumusan ini menunjukkan bahwa pengembangan kurikulum adalah perencanaan kesempatan-kesempatan belajar yang dimaksudkan untuk membawa siswa ke arah perubahan-perubahan tertentu yang diharapkan. Sedangkan yang dimaksud dengan kesempatan belajar (learning opportunity) adalah hubungan yang telah direncanakan dan terkontrol antara para siswa, guru, bahan, peralatan, dan lingkungan tempat siswa belajar yang diinginkan diharapkan terjadi. Dalam pengertian di atas, sesungguhnya pengembangan kurikulum adalah proses siklus, yang tidak pernah berakhir. Proses tersebut terdiri dari empat unsur yakni: a. Tujuan: mempelajari dan menggambarkan semua sumber pengetahuan dan pertimbagngan tentang tujuan-tujuan pengajaran, baik yang berkenaan dengan mata pelajaran (subject course) maupun kurikulum secara menyeluruh. b. Metode dan material: menggembangkan dan mencoba menggunakan metode-metode dan material sekolah untuk mencapai tujuan-tujuan tadi yang serasi menurut pertimbangan guru. c. Penilaian (assesment): menilai keberhasilan pekerjaan yang telah dikembangkan itu dalam hubungannya dengan tujuan, dan bila mengembangkan tujuan-tujuan baru. d. Balikan (peedback): umpan balik dari semua pengalaman yang telah diperoleh yang pada gilirannya menjadi titik tolak bagi studi selanjutnya. (Hamalik, 2007: 96-97). Pengembangan kurikulum merupakan inti dalam penyelenggaraan pendidikan, dan oleh karenanya pengembangan dan pelaksanaannya harus berdasarkan pada asas-asas pembangunan secara makro. Sistem pengembangan kurikulum harus berdasarkan asas-asas sebagai berikut: 1) Kurikulum dan teknologi pendidikan berdasarkan pada asas keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 2) Kurikulum dan teknologi pendidikan berdasarkan dan diarahkan pada asas demokrasi pancasila. 3) Pengembangan kurikulum dan teknologi pendidikan berdasarkan dan diarahkan pada asas keadilan dan pemerataan pendidikan. 4) Pengembangan kurikulum dan teknologi pendidikan dilandasi dan diarahkan berdasarkan asas keseimbangan, keserasian, dan keterpaduan. 5) Pengembangan kurikulum dan teknologi pendidikan dilandasi dan diarahkan berdasarkan asas hukum yang berlaku.

6) Pengembangan kurikulum dan teknologi pendidikan dilandasi dan diarahkan berdasarkan asas kemandirian dan pembentukan manusia mandiri. 7) Pengembangan kurikulum dan teknologi pendidikan dilandasi dan diarahkan berdasarkan asas nilai-nilai kejuangan bangsa. 8) Pengembangan kurikulum dan teknologi pendidikan dilandasi dan diarahkan berdasarkan asas pemanfaatan, pengembangan, penciptaan ilmu pengetahuan, dan teknologi. (Hamalik, 2007: 15) C. Prinsip Dasar Pengembangan Kurikulum Kebijakan umum dalam pembangunan kurikulum harus sejalan dengan visi, misi, dan strategi pembangunan pendidikan nasional yang dituangkan dalam kebijakan peningkatan angka partisipasi, mutu, relevansi, dan efisieinsi pendidikan. Kebijakan umum dalam pembangunan kurikulum nasional mencakup prinsip-prinsip : 1. Keseimbangan etika, logika, estetika, dan kinestika. 2. Kesamaan memperoleh kesempatan. 3. Memperkuat identitas nasional. 4. Menghadapi abad pengetahuan. 5. Menyongsong tantangan teknologi informasi dan komunikasi. 6. Mengembangkan keterampilan hidup. 7. Mengintegrasikan unsur-unsur penting ke dalam kurikulum. 8. Pendidikan alterantif. 9. Berpusat pada anak sebagai pembangun pengetahuan. 10. Pendidikan multikultur. 11. Penilaian berkelanjutan. 12. Pendidikan sepanjang hayat. (Hamalik, 2007: 3-4) Prof. Dr. Nana Syaodih Sukmadinata (2007) mengemukakan bahwa secara garis besar terdapat dua prinsip pengembangan kurikulum, yaitu prinsip umum dan prinsip khusus. 1. Prinsip Umum

a. Prinsip relevansi Kurikulum harus memiliki relevansi keluar dan di dalam kurikulum itu sendiri. Relevansi ke luar maksudnya tujuan, isi, dan proses belajar yang tercakup dalam kurikulum hendaknya relevan dengan tuntutan, kebutuhan, dan perkembangan masyarakat. Kurikulum menyiapkan siswa untuk bisa hidup dan bekerja dalam masyarakat. Kurikulum juga harus memiliki relevansi di dalam yaitu ada kesesuaian atau konsistensi antara komponen-komponen kurikulum, yaitu antara tujuan, isi, proses penyampaian, dan penilaian. Relevansi internal ini menunjukkan suatu keterpaduan kurikulum. b. Prinsip fleksibilitas Kurikulum hendaknya memiliki sifat lentur atau fleksibel. Kurikulum mempersiapkan anak untuk hidup dalam kehidupan pada masa kini dan masa yang akan datang, di berbagai tempat dengan latar belakang dan kemampuan yang berbeda-beda. Suatu kurikulum yang baik adalah kurikulum yang berisi hal-hal yang solid, tetapi dalam pelaksanaannya memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuan berdasarkan kondisi daerah, waktu, maupun kemampuan, dan latar belakang anak. c. Prinsip kontinuitas Perkembangan dan proses belajar anak berlangsung secara berkesinambungan, tidak terputus-putus. Oleh karena itu, pengalaman-pengalaman yang disediakan kurikulum juga hendaknya berkesinambungan antara satu tingkat kelas dengan kelas lainnya, antara satu jenjang pendidikan dengan jenjang pendidikan lainnya, juga antara jenjang pendidikan dengan pekerjaan. d. Prinsip kepraktisan/efisiensi Kurikulum mudah dilaksanakan, menggunakan alat-alat sederhana dan memerlukan biaya murah. Kurikulum yang terlalu menuntut keahlian-keahlian dan peralatan yang sangat khusus serta biaya yang mahal merupakan kurikulum yang tidak praktis dan sukar dilaksanakan. e. Prinsip efektivitas Walaupun prinsip kurikulum itu mudah, sederhana, dan murah, keberhasilannya harus diperhatikan secara kuantitas dan kualitas karena pengembangan kurikulum tidak dapat dilepaskan dan merupakan penjabaran dari perencanaan pendidikan. 2. Prinsip Khusus a. Berkenaan dengan tujuan pendidikan

Perumusan komponen-komponen kurikulum hendaknya mengacu pada tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan mencakup tujuan yang bersifat umum atau berjangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek (khusus). b. Berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan Dalam memilih isi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan pendidikan yang telah ditentukan para perencana kurikulum perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut. 1) Perlu penjabaran tujuan pendidikan/pembelajaran ke dalam bentuk perbuatan hasil belajar yang khusus dan sederhana. 2) Isi bahan pelajaran harus meliputi segi pengetahuan, sikap, dan keterampilan. 3) Unit-unit kurikulum harus disusun dalam urutan yang logis dan sistematis. c. Berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar Pemilihan proses belajar-mengajar yang digunakan hendaknya memperhatikan halhal sebagai berikut. 1) Apakah metode/teknik belajar-mengajar yang digunakan cocok untuk mengajarkan bahan pelajaran? 2) Apakah metode/teknik-teknik tersebut memberikan kegiatan yang bervariasi sehingga dapat melayani perbedaan individual siswa? 3) Apakah metode/teknik tersebut memberikan urutan kegiatan yang bertingkattingkat? 4) Apakah metode/teknik tersebut dapat menciptakan kegitan untuk mencapai tujuan kognitif, afektif, dan psikomotor. 5) Apakah metode/teknik tersebut lebih mengaktifkan siswa, guru, atau keduaduanya? 6) Apakah metode/teknik tersebut mendorong berkembangnya kemampuan baru? 7) Apakah metode/teknik tersebut menimbulkan jalinan kegiatan belajar di sekolah dan di rumah, juga mendorong penggunaan sumber yang ada di rumah dan masyarakat. 8) Untuk menguasai keterampilan sangat dibutuhkan kegiatan belajar yang menekankan learning by doing selain learning by seeing and knowing. d. Berkenaan dengan pemilihan media dan alat pembelajaran

Proses belajar yang baik perlu didukung oleh penggunaan media dan alat-alat bantu pembelajaran yang tepat. e. Berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian. Penilaian merupakan bagian integral pengajaran, perlu diperhatikan: 1) Penyusunan alat penilaian (test) 2) Perencanaan suatu penilaian 3) Pengolahan hasil penilian. (Sukmadinata, 2005: 150-155) D. Orientasi Pengembangan Kurikulum Seller dan Miller (1985) mengemukakan bahwa proses pengembangan kurikulum adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan secara terus-menerus. Seller memandang bahwa pengembangan kurikulum harus dimulai dari menentukan orientasi kurikulum, yakni kebijakan-kebijakan umum, misalnya arah dan tujuan pendidikan, pandangan tentang hakikat belajar dan hakikat anak didik, pandangan tentang keberhasilan implementasi kurikulum, dan lain sebagainya. Berdasarkan orientasi itu selanjutnya dikembangkan kurikulum menjadi pedoman pembelajaran, diimplementasikan dalam proses pembelajaran dan dievaluasi. Hasil evaluasi itulah kemudian dijadikan bahan dalam menentukan orientasi, begitu seterusnya hingga membentuk siklus. Orientasi pengembangan kurikulum menurut Seller menyangkut 6 aspek, yaitu : 1. Tujuan pendidikan menyangkut arah kegiatan pendidikan: artinya hendak dibawa ke mana siswa yang kita didik itu. 2. Pandangan tentang anak: apakah anak dipandang sebagai organisme yang aktif atau pasif. 3. Pandangan tentang proses pembelajaran: apakah proses pembelajaran itu dianggap sebagai proses transformasi ilmu pengetahuan atau mengubah perilaku anak. 4. Pandangan tentang lingkungan : apakah lingkungan belajar harus dikelola secara formal atau secara bebas yang dapat memungkinkan anak bebas belajar. 5. Konsepsi tentang peranan guru : apakah guru harus berperan sebagai instruktur yang bersifat otoriter atau guru dianggap sebagai fasilitator yang siap memberi bimbingan dan bantuan pada anak untuk belajar. 6. Evaluasi belajar : apakah mengukur keberhasilan ditentukan dengan tes atau non tes.

E. Model Pengembangan Kurikulum Model adalah konstruksi yang bersifat teroretis dari konsep. Menurut Roberts S. Zain dalam bukunya: Curriculum Principles and Foundation (Dakir, 2004: 95-99), berbagai model dalam pengembangan kurikulum secara garis besar diutarakan sebagai berikut : 1. Model Administratif (Garis Staff atau Top Down) Pengembangannya dilaksanakan sebagai berikut. a. Atasan membentuk tim yang terdiri atas para pejabat teras yang berwenang(pengawas pendidikan, Kepsek, dan pengajar inti) b. Tim merencanakan konsep rumusan tujuan umum dan rumusan falsafah yang diikuti. c. Dibentuk beberapa kelompok kerja yang anggotanya terdiri atas para spesialis kurikulum dan staf pengajar. d. Hasil kerja direvisi oleh tim atas dasar pengalaman atau hasil try out. e. Setelah try out yang dilakukan oleh beberapa Kepsek, dan telah direvisi sebelumnya, baru kurikulum tersebut diimplementasikan. 2. Model dari Bawah (Grass-Roats) Langkah-langkahnya sebagai berikut. a. Inisiatif pengembangan datang dari bawah (Para pengajar) b. Tim pengajar dari beberapa sekolah ditambah narasumber lain dari orang tua siswa atau masyarakat luas yang relevan. c. Pihak atasan memberikan bimbingan dan dorongan d. Untuk pemantapan konsep pengembangan yang telah dirintis diadakan loka karya agar diperoleh input yang diperlukan. 3. Model Demonstrasi Langkah-langkahnya sebagai berikut. a. Staf pengajar pada suatu sekolah menemukan suatu ide pengembangan dan ternyata hasilnya dinilai baik. b. Kemudian hasilnya disebarluaskan di sekolah sekitar.

4. Model Beauchamp Model ini dikembangkan oleh G.A. Beauchamp (1964) dengan langkah-langkah sebagai berikut. a. Suatu gagasan pengembangan kurikulum yang telah dilaksanakan di kelas, diperluas di sekolah, disebarkan di sekolah-sekolah di daerah tertentu baik berskala regional maupun nasional yang disebut arena. b. Menunjuk tim pengembang yang terdiri atas ahli kurikulum, para ekspert, staf pengajar, petugas bimbingan, dan nara sumber lain. c. Tim menyusun tujuan pengajaran, materi, dan pelaksanaan proses belajar mengajar. Untuk tugas tersebut dibentuk dewan kurikulum sebagai koordinator yang bertugas juga sebagai penilai pelaksanaan kurikulum, memilih materi pelajaran baru, menentukan berbagai kriteria untuk memilih kurikulum mana yang akan dipakai, dan menulis keseluruhan kurikulum yang akan dikembangkan. d. Melaksanakan kurikulum di sekolah e. Mengevaluasi kurikulum yang berlaku 5. Model Terbalik Hilda Taba Model ini dikembangkan oleh Hilda Taba atas dasar data induktif yang disebut model terbalik karena langkah-langkahnya diawali dengan pencarian data dari lapangan dengan cara mengadakan percobaan, kemudian disusun teorinya lalu diadakan pelaksanaan. Langkah-langkahnya sebagai berikut. a. Mendiagnosis kebutuhan, merumuskan tujuan, menentukan materi, menemukan penilaian, memperhatikan keluasan dan kedalaman bahan, kemudian menyusun suatu unit kurikulum. b. Mengadakan try out. c. Mengadakan revisi berdasarkan try out. d. Menyusun kerangka kerja teori e. Mengemukakan adanya kurikulum baru yang akan didesiminasikan. 6. Model Hubungan Interpersonal dari Rogers

Kurikulum yang dikembangkan hendaknya dapat mengembangkan individu secara fleksibel terhadap perubahan-perubahan dengan cara melatih diri berkomunikasi secara interpersonal. Langkah-langkahnya sebagai berikut. a. Dibentuk kelompok untuk memperoleh hubungan interpersonal di tempat yang tidak sibuk. b. Kurang lebih dalam satu minggu para peserta mengadakan saling tukar pengalaman di bawah pimpinan staf pengajar. c. Kemudian diadakan pertemuan dengan masyarakat yang lebih luas dalam suatu sekolah, sehingga hubungan interpersonal akan menjadi lebih sempurna, yaitu hubungan antara guru dengan guru, guru dengan siswa, siswa dengan siswa dalam suasana yang akrab. d. Selanjutnya pertemuan diadakan dengan mengikutsertakan anggota yang lebih luas lagi, yaitu para pegawai adminstrasi dan orang tua siswa. Dalam situasi yang demikian diharapkan masing-masing personakan akan saling menghayati dan lebih akrab, sehingga memudahkan berbagai pemecahan problem sekolah. Dengan langkah-langkah tersebut diharapkan penyusunan kurikulum akan lebih realistis karena didasari oleh kenyataan-kenyataan yang diharapkan. 7. Model Action Research yang Sistematis Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penyusunan kurikulum yaitu adanya hubungan antarmanusia, keadaan organisasi sekolah, situasi masyarakat, dan otoritas ilmu pengetahuan. Langkah-langkahnya sebagai berikut. a. Dirasakan adanya problem proses belajar mengajar di sekolah yang perlu diteliti. b. Mencari sebab-sebab terjadinya problem dan sekaligus dicari pemecahannya. Kemudian menentukan keputusan apa yang perlu diambil sehubungan dengan masalah yang timbul tersebut. c. Melaksankan keputusan yang telah diambil. Selanjutnya, menurut Sukmadinata (2005: 81-100), terdapat beberapa model konsep kurikulum, yaitu 1) Kurikulum Subjek Akademis, 2) Kurikulum Humanistik, 3) Kurikulum Rekonstruksi Sosial, dan 4) Kurikulum Teknologis. 1) Kurikulum Subjek Akademis

Kurikulum subjek akademis bersumber dari pendidikan klasik (perenialisme dan esensialisme) yang berorientasi masa lalu. Kurikulum ini dikembangkan berdasarkan pandangan bahwa fungsi pendidikan adalah memelihara dan mewariskan hasil-hasil budaya masa lalu. Kurikulum ini lebih mengutamakan isi pendidikan berupa disiplin ilmu yang telah dikembangkan secara logis, sistematis, dan solid oleh para ahli. Belajar adalah berusaha menguasai ilmu sebanyak-banyaknya. Orang yang berhasil dalam belajar adalah orang yang menguasai seluruh atau sebgaian besar isi pendidikan yang diberikan atau disiapkan oleh guru. Guru sebagai penyampai bahan ajar memegang peranan yang sangat penting. Mereka harus menguasai semua pengetahuan yang ada dalam kurikulum. Guru adalah yang digugu dan ditiru (diikuti dan dicontoh). Pendidikan berdasarkan kurikulum ini lebih bersifat intelektual. Namun, demikian, dalam perkembangannya sekarang kurikulum ini secara berangsur-angsur memperhatikan proses belajar yang dilakukan siswa. Kurikulum subjek akademis mempunyai beberapa ciri berkenaan dengan tujuan, metode, organisasi isi, dan evaluasi. a. Tujuan kurikulum subjek adademis adalah pemberian pengetahuan yang solid serta melatih para siswa menggunakan ide-ide dan proses penelitian. b. Metode yang paling banyak digunakan adalah metode ekspositori dan inkuiri. Ide-ide (konsep utama) disusun secara sistematis dan diberi ilustrasi secara jelas, untuk selanjutnya dikaji dan dikuasai siswa. Para siswa menemukan bahwa kemampuan berpikir dan mengamati digunakan dalam ilmu kealaman, logika digunakan dalam matematika, bentuk dan perasaan digunakan dalam seni, serta koherensi dalam sejarah. c. Pola organisasi isi kurikulum berupa correlated curriculum, unified (concentrated curriculum), integrated curriculum, dan problem solving curriculum. d. Evaluasi pelaksanaan kurikulum ini menggunakan bentuk evaluasi yang bervariasi disesuaikan dengan tujuan dan sifat mata pelajaran. 2) Kurikulum Humanistik Kurikulum humanistik dikembangkan oleh para ahli pendidikan humanistik berdasarkan konsep aliran pendidikan pribadi(personalized education) yaitu John Dewey (Progressive Education) dan J.J. Rousseau(Romantic Education). Aliran ini bertolak dari asumsi bahwa siswa adalah yang pertama dan uatama dalam pendidikan. Merekan percaya bahwa siswa mempunyai potensi, punya kemampuan, dan kekuatan untuk berkembang. Para pendidik humanis juga berpegang pada konsep Gestalt, bahwa individu merupakan satu kesatuan yang menyeluruh. Pendidikan diarahkan kepada pembinaan manusia yang utuh bukan saja segi fisik dan intelektual, tetapi juga segi sosial dan afektif (emosi, sikap, perasaan, nilai-nilai, dan lain-lain).

Kurikulum humanistik memiliki karakteristik sebagai berikut. a. Tujuan pendidikan adalah proses perkembangan pribadi yang dinamis yang diarahkan pada pertumbuhan, integritas, dan otonomi kepribadian, sikap yang sehat terhadap diri sendiri, orang lain, dan belajar. b. Metode pembelajaran yang digunakan adalah metode yang menciptakan hubungan emosional yang baik antara guru dan siswa, memperlancar proses belajar, dan memberikan dorongan kepada siswa atas dasar saling percaya, tanpa ada paksaan. c. Kurikulum menekankan integrasi, yaitu kesatuan perilaku bukan saja yang bersifat intelektual tetapi juga emosional dan tindakan. Selain itu, kurikulum ini juga menekankan pada pemberian pengalaman yang menyeluruh, bukan terpenggalpenggal. Kurikulum ini kurang mengutamakan sekuens karena kan mengakibatkan siswa kurang mempunyai kesempatan untuk memperluas dan memeperdalam aspekaspek perkembangannya. d. Evaluasi dilaksanakan lebih mengutamakan proses daripada hasil. Kegiatan belajar yang baik adalah yang memberikan pengalaman kepada siswa untuk memperluas kesadaran dirinya dan mengembangkan potensinya secara optimal. Dalam kurikulum ini tidak digunakan kriteria pencapaian. Peniaian bersifat subjektif baik dari guru maupun para siswa. 3) Kurikulum Rekonstruksi Sosial Kurikulum ini lebih memusatkan perhatian pada problema-problema yang dihadapinya dalam masyarakat dan bersumber pada aliran pendidikan interaksional. Menurut mereka pendidikan bukan upaya sendiri, melainkan kegiatan bersama, inetraksi, atau kerja sama antara siswa dengan guru, siswa dengan siswa, siswa dengan orang-orang di lingkungan sekitarnya, dan dengan sumber belajar lainnya. Kurikulum rekonstruksi sosial memiliki karakteristik sebagai berikut. a. Tujuan utama kurikulum rekonstruksi sosial adalah menghadapkan para siswa pada tantangan, ancaman, hambatan-hambatan, atau gangguan-gangguan yang dihadapi manusia. Tantangan-tantangan tersebut merupakan bidang garapan studi sosial yang bersifat universal bisa didekati dari berbagai disiplin ilmu dan dapat dikaji dalam kurikulum. b. Dalam pengajaran rekonstruksi sosial para pengembang kurikulum berusaha mencari keselarasan antara tujuan-tujuan nasional dengann tujuan siswa. Guru-guru berusaha membantu para siswa menemukan minat dan kebutuhannya. Pembelajaran diciptakan berupa kerja sama antarsiswa, antarkelompok, dan antara siswa dengan nara sumber dari masyarakat. Dengan demikian terbentuk juga saling kebergantungan, saling pengertian, dan konsesnsus. Sejak sekolah dasar, siswa sudah diharuskan turut serta dalam survey kemasyarakatan serta kegiatan sosial lainnya. Adapun kelas-kelas tinggi

dihadapkan kepada situasi nyata dan diperkenalkan dengan situasi-situasi ideal. Dengan begitu diharapkan siswa dapat menciptakan model-model kasar dari situasi yang akan datang. c. Pada tingkat sekolah menengah, pola organisasi kurikulum disusun seperti sebuah roda. Di tengah-tengahnya sebagai poros dipilih sesuatu masalah yang menjadi tema utama dan dibahas secara pleno. Dari tema utama dijabarkan sejumlah topik yang dibahas dalam diskusi-diskusi kelompok, latihan-latihan, kunjungan, dan lain-lain. Topiktopik dengan berbagai kegiatan kelompok ini merupakan jari-jari. Semuakegiatan jarijari tersebut dirangkum menjadi satu kesatuan sebagai bingkai atau velk. d. Evaluasi diarahkan bukan hanya pada apa yang telah dikuasai siswa, tetapi juga pada sejauh mana pengaruh kegiatan sekolah terhadap masyarakat. Penilaian dilaksanakan dengan melibatkan siswa terutama dalam memilih, menyusun, dan menilai bahan yang akan diujikan. Sebelum diujikan, soal-soal dinilai terlebih dahulu ketepatannya, keluasan isinya, dan keampuhannya menilai pencapaian tujuan-tujuan pembangunan masyarakat yang sifatnya kualitatif. 4) Kurikulum Teknologis. Sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi, di bidang pendidikan berkembang pula teknologi pendidikan. Aliran ini ada persamaannya dengan pendidikan klasik, yaitu menekankan isi kurikulum yang tidak diarahkan pada pemeliharaan dan pengawetan ilmu tersebut tetapi pada penguasaan kompetensi. Suatu kompetensi yang besar diuraikan menjadi kompetensi yang lebih sempit/khusus dan akhirnya menjadi prilaku-prilaku yang dapat diamati atau diukur. Penerapan teknologi dalam bidang pendidikan khususnya kurikulum adalah dalam dua bentuk, yaitu bentuk perangkat lunak(software) dan perangkat keras(hardware). Penerapan teknologi perangkat keras dalam pendidikan dikenal sebagai teknologi alat(tool technology), sedangkan penerapan teknologi perangkat lunak disebut teknologi sistem(system technologi). Kurikulum teknologis memiliki beberapa ciri khusus, yaitu: a) Tujuan diarahkan pada penguasaan kompetensi, yang dirumuskan dalam bentuk perilaku. b) Metode yang merupakan kegiatan pembelajaran sering dipandang sebagai proses mereaksi perangsang-perangsang yang diberikan dan apabila terjadi respon yang diharapkan maka respon tersebut diperkuat. c) Bahan ajar atau isi kurikulum (organisasi bahan ajar) banyak diambil dari disiplin ilmu tetapi telah diramu sedemikian rupa sehingga mendukung penguasaan suatu kompetensi.

d) Kegiatan evaluasi dilakukan pada setiap saat, pada akhir suatu pelajaran, suatu unit ataupun semester. F. Tahapan Pengembangan Kurikulum Konsep pengembangan kurikulum dapat diartikan sebagai: 1) Perekeyasaan (engineering), meliputi empat tahap, yakni: a) Menentukan pondasi atau dasar-dasar yang diperlukan untuk mengembangkan kurikulum; b) Konstrukei ialah mengembangkan model kurikulm yang diharapkan berdasarkan fondasi tersebut. c) Impelementasi, yaitu pelaksanaan kurikulum; d) Evaluasi, yaitu menilai kurikulum secara komprehensif dan sistemik. 2) Konstruksi, yaitu proses pengembangan secara mikro, yang pada garis besarnya melalui proses 4 kegiatan, yakni merancang tujuan, merumuskan materi, menetapkan metode, dan merancang evaluasi. (Hamalik, 2007: 133) Pengembangan kurikulum berlandaskan manajemen, berarti melaksanakan kegiatan pengembangan kurikulum erdasarkan pola pikir manajemen, atau berdasarkan proses manajemen sesuai dengan fungsi-fungsi manajemen, yang terdiri dari: Pertama, Perencanaan kurikulum yang dirancang berdasarkan analisis kebutuhan, menggunakan model tertentu dan mengacu pada suatu desain kurikulum yang efektif. Pengorganisasian kurikulum yang ditata baik secara struktural maupun Kedua, secara fungsional. Impelementasi yakni pelaksanaan kurikulum di lapangan Ketiga, Keempat, Ketenagaan dalam pengembangan kurikulum. Kontrol kurikulum yang mencakup evaluasi kurikulum. Kelima, Keenam, Mekanisme pengembangan kurikulum secara menyeluruh. (Hamalik, 2007: 133-134) Mekanisme Pengembangan Kurikulum Tahap 1 : Studi kelayakan dan kebutuhan Tahap 2 : Penyusunan konsep awal perencanaan kurikulum Tahap 3 : Pengembangan rencana untuk melaksanakan kurikulum Tahap 4 : Pelaksanaan uji coba kurikulum di lapangan Tahap 5 : Pelaksanaan kurikulum Tahap 6 : Pelaksanaan penilaian dan pemantauan kurikulum

Tahap 7 : Pelaksanaan perbaikan dan penyesuaian (Hamalik, 2007: 142-143) Tahap 1 : Studi kelayakan dan kebutuhan Pengembang kurikulum melakukan kegiatan analisis kebutuhan program dan merumuskan dasar-dasar pertimbangan bagi pengembangan kurikulum tersebut. Untuk itu si pengembang perlu melakukan studi dokumentasi dan/atau studi lapangan. Tahap 2 : Penyusunan konsep awal perencanaan kurikulum Konsep awal ini dirumuskan berdasarkan rumusan kemampuan, selanjutnya merumuskan tujuan, isi, strategi pembelajaran sesuai dengan pola kurikulum sistemik. Tahap 3 : Pengembangan rencana untuk melaksanakan kurikulum Penyusunan rencana ini mencakup penyusunan silabus, pengembangan bahan pelajaran dan sumber-sumber material lainnya. Tahap 4 : Pelaksanaan uji coba kurikulum di lapangan Pengujian kurikulum di lapangan dimaksudkan untuk mengetahui tingkat keandalannya, kemungkinan pelaksanaan dan keberhasilannya, hambatan dan masalahmasalah yang timbul dan faktor-faktor pendukung yang tersedia, dan lain-lain yang berkaitan dengan pelaksanaan kurikulum. Tahap 5 : Pelaksanaan kurikulum Ada 2 kegiatan yang perlu dilakukan, ialah : 1) Kegiatan desiminasi, yakni pelaksanaan kurikulum dalam lingkup sampel yang lebih luas. 2) Pelaksanaan kurikulum secara menyeluruh yang mencakup semua satuan pendidikan pada jenjang yang sama. Tahap 6 : Pelaksanaan penilaian dan pemantauan kurikulum Selama pelaksanaan kurikulum perlu dilakukan penialaian dan pemantauan yang berkenaan dengan desain kurikulum dan hasil pelaksanaan kurikulum serta dampaknya. Tahap 7 : Pelaksanaan perbaikan dan penyesuaian Berdasarkan penilaian dan pemantauan kurikulum diperoleh data dan informasi yang akurat, yang selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan untuk melakukan pada kurikulum

tersebut bila diperlukan, atau melakukan penyesuaian kurikulum dengan keadaan. Perbaikan dilakukan terhadap beberapa aspek dalam kurikulum tersebut. (Hamalik, 2007: 142-143) Sedangkan Soetopo dan Soemanto (1986:60-61) mengemukakan tahapan atau langkahlangkah pengembangan kurikulum makrokospis sebagai berikut. 1. Pengaruh faktor-faktor yang mendorong pembaharuan kurikulum. a. Tujuan (objectives) tertentu, yang permulaannya didorong oleh pengaruh faktor sejarah, sosiologis, filsafah, psikologis, dan ilmu pengetahuan. b. Hasil-hasil penemuan riset dalam interaksi belajar mengajar. c. Tekanan-tekanan, baik yang berasal dari kelompok penekanan maupun dari pengujian-pengujian eksternal. 2. Inisiasi Pengembangan. Proses pengambilan keputusan baik di dalam maupun di luar sistem pendidikan mengenai suatu pengembangan atau innovasi kurikulum hendak dilaksanakan. 3. Innovasi Kurikulum Baru Kurikulum baru dikembangkan melalui proyek-proyek pengembangan kurikulum yang harus mengikuti fase-fase: a. Penentuan tujuan-tujuan (objectives) kurikulum. b. Produksi materials (seperti buku, alat visual, perangkat) dan penciptaan metodemetode pembelajaran yang sesuai. c. Pelaksanaan percobaan-percobaan terbatas pada sekolah-sekolah. d. Evaluasi dan revisi material dan metode. e. Penyebaran yang tak terbatas material dan metode yang sudah direvisi. 4. Difusi (penyebaran) Pengetahuan dan Pengertian tentang Pengembangan Kurikulum di luar Lembaga-lembaga Pengembangan Kurikulum. Hasil-hasil percobaan kurikulum disebarluaskan di sekolah-sekolah dan masyarakat umum melalui penanaman pengertian, sehingga mereka akan responsif terhadap pembaharuan yang hendak dilaksanakan.

5. Implementasi Kurikulum yang telah dikembangkan di sekolah-sekolah 6. Evaluasi Kurikulum Para pengembang kurikulum mengadakan penilaian tehadap kurikulum yang telah dilaksanakan, dengan mendapatkan umpan balik dari para guru, murid, adminisrtrator sekolah, orang tua siswa, Komite Sekolah, dan sebagainya. G. Penutup Kegiatan pengembangan kurikulum dapat dilaksanakan pada berbagai kondisi atau setting, mulai dari tingkat kelas sampai dengan tingkat nasional. Kondisi-kondisi itu adalah : a. Pengembangan kurikulum oleh guru kelas. b. Pengembangan kurikulum oleh sekelompok guru dalam suatu sekolah. c. Pengembangan kurikulum melalui pusat guru (teachers centres) d. Pengembangan kurikulum pada tingkat daerah e. Pengembangan kurikulum dalam/melalui proyek nasional. (Hamalik, 2007: 104)

1. Rasional Rasional pada KTSP SMP Negeri 2 Bojong tahun pelajaran 2007/2008 belum tampak keberadaan SMP Negeri 2 Bojong. Rasional masih mengungkapka hal-hal umum yangterkait dengan pendidikan. Seharusnya dalam rasional dititikberatkan pada bagaimana kondisi nyata sekolah. Dengan demikian, rasional dapat dijadikan sebagai sebuah landasan untuk menentukan tujuan sekolah. Rasional pada hakikatnya merupakan suatu latar belakang atau pijakan bagi sekolah untuk menentukan ke mana arah sebuah sekolah. Antara rasional dan bagian KTSP saling berkaitan. Rasional yang terlalu luas lingkupnya akan membuat kekaburan penentuan visi, misi, dan tujuan sekolah. 2. Visi masih kurang tepat Visi dan misi sekolah karena disusun dalam bentuk kalimat misi. Visi yang tertera adalah Menciptakan siswa yang berprestasi dan berketerampilan kata *menciptakan+ merupakan pilihan kata untuk misi karena menunjukkan suatu aksi proses sedangkan visi berupa pandangan ke depan. Oleh karena itu visi harus ditulis dalam bentuk nomina. Perbaikan visi yang bias diajukan adalah a. Apababila inti visi masih tetap dipertahankan BERPRESTASI DAN BERKETERAMPILAN b. Apabila isi visi akan dilakukan perubahan Kehidupan selalu berubah. Arus modernisasi semakin menyerbu ke seluruh penjuru dunia. Informs baik yang baik dan buruk dapat dengan mudah diakses lewat media elektronik baik radio, televise, lebih modern yanitu internet. Seiring dengan itu, terdapat fenomena negatif yang terjadi sebagai pengiring arus modernisasi tersebut. Melihat hal itu, sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan yang bertugas menciptakan generasi muda yang mampu bersaing mau tidak mau harus mengikuti modernisasi. Penerapan dan pengaksesan hasil modernisasi harus dilaksanakan dengan segala resikonya. Oleh karena itu, sekolah perlu membuat perlindungan bagi perubahan moral siswa yang mungkin akan menjurus kearah negative. Dengan perlindungan tersebut diharapkan mampu meminimalisir pengarush negative dari perubahan modernisasi. Perlindungan satu-satunya yang dapat mengurangi pengaruh negative adalah perlindungan melalui jalur agama. Dengan melihat hal itu, sekolah perlu menambahkan unsure religius dalam visi. Visi yang disarankan adalah MANUSIA YANG CERDAS, BERAKHLAK, DAN MANDIRI kata cerdas digunakan untuk mengganti kata berprestasi. Hal ini dipakai karena kecerdasan akan dipakai di mana saja sepanjang kehidupan manusia. Kata [keterampilan] diganti dengan kata mandiri karena memiliki keterampilan belum tentu anak dapat menggunakan keterampilannya tersebut sebagi bekal kehidupannya. Yang dipentingkan adalah kemandirian manusia. Manusia yang mandiri adalah manusia yang dapat eksis tanpa harus bergantung dengan bantuan orang lain. Dia juga mampu untuk melakukan hubungan social bersama masyarakat.

3. Misi kurang berhubungan Misi adalah tindakan nyata dari sekolah untuk mencapai visi yang telah ditentukan. Antara visi dan misi harus saling berhubungan satu sama lain. Misi yang tidak ada kaitannya dengan misi berarti masih tidak tepat. Beberapa misi yang kurang tepat adalah a. Mengadakan wisata kunjungan rumah dalam pengajian keluarga secara rutin. b. Mengadkan pengajian rutin setiap jumat minggu terakhir. 4. Tujuan sekolah Sama dengan misi, tujuan sekolah juga terkait erat dengan visi. Apabila visi merupakan program jangka panjang sekolah, maka tujuan sekolah merupakan tujuan jangka menengah sekolah. Tujuan sekolah berupa tahapan-tahapan penjabaran visi. Tujuan sekolah yang tercantum dalam KTSP adalah a. Memiliki dan memahami kurikulum tingkat satuan pendidikan sesuai dengan PP No. 19 tahun 2006 dan Permen Diknas No. 22 dan 24 tahun 2006, lengkap dengan segala administrasi dan perangkat kurikulumnya. b. Terlaksananya mutu pembelajaran untuk menunjang peningkatan prestasi akademik melalui inovasi dalam input dan proses pembelajaran c. Terciptanya proses belajar mengajar yang bermutu dan berarti dengan menerapkan pembelajaran yang aktif, kreatif, inovatif,efektif, dan menyenangkan. d. Meningkatnya rata-rata nilai akademis siswa ditinjau dari nilai ujian nasional sebesar 0,5 % pertahun. e. Meningkatnya jumlah lulusan setiap tahun sampai menjadi 100% kelulusan f. Tercapainya prestasi akademik non akademis siswa melalui berbagai program intrakurikuler dan kegiatan ekstrakurikuler sesuai dengan minat dan bakatnya g. Terlaksananya kinerja profesionalisme kepala sekolah, guru, dan karyawan melalui dukungan kegiatan personil. h. Terciptanya hubungan sosial yang harmonis antarwarga sekolah i. Memiliki lingkungan sekolah yang kondusif untuk pelaksanaan kegiatan belajar mengajar j. Terlaksananya kinerja sekolah melalui pengembangan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dengan dukungan kegiatan rumah tangga sekolah dan komite sekolah k. Terlaksananya mobilisasi / penggalangan dana baik secara internal maupun eksternal l. Meningkatnya kesejahteraan guru dan karyawan. m. Tercapainya pelaksanaan evaluasi dan penilaian.

Beberapa tujuan sekolah yang kurang tepat adalah a. Terciptanya hubungan sosial yang harmonis antarwarga sekolah b. Terlaksananya mobilisasi / penggalangan dana baik secara internal maupun eksternal c. Meningkatnya kesejahteraan guru dan karyawan. Tujuan-tujuan di atas tidak secara langsung mendukung visi dan misi sekolah yang diembannya. Memang kalau dilihat semuanya ada keterkaitan. Namun, keterkaitannya bersifat longgar. 5. Indikator Keberhasilan Indikator keberhasilan adalah batasan sebuah tujuan sekolah telah tercapai. Dengan demikian indicator harus berisi deskripsi keberhasilan dari masing-masing tujuan. Dalam indicator yang ditampilkan pada KTSP SMP Negeri 2 Bojong, masih terdapat kekurangan. Kekurangan tersebut adalah 6. Struktur Muatan Kurikulum

Dalam struktur kurikulum tampak sudah memenuhi aturan yang ditentukan oleh BSNP. Jumlah jam masih 36 dari maksimal 38 yang ditentukan. Kegiatan pengembangan diri berisi dua hal yaitu BP dan ekstrakurikuler. Kekurangan yang terlihat dalam struktur kurikulum SMP Negeri 2 Bojong dan mungkin SMP-SMP di wilayah Kabupaten Tegal adalah adanya keseragaman muatan lokal. Muatan lokal terdiri dari muatan lokal titipan pemerintah provinsi berupa bahasa Jawa dan muatan lokal dari pemerintah kabupaten berupa Pertiwi (pertanian, industry, dan pariwisata) dengan adanya muatan lokal seperti itu praktis menghilangkan potensi lingkungan sekitar yang mungkin dapat digali untuk kemajuan sekolah. 7. Kegiatan pengembangan diri Kegiatan pengembangan diri sudah sesuai dengan program dari BSNP. Kegiatan ini terdiri dari bimbingan konseling dan program kegiatan ekstrakurikuler. Bimbingan konseling masuk dalam kegiatan pembelajaran tatap muka dengan jumlah jam 1. Hal ini dilakukan atas dasar keputusan dari Musyawarah Guru Bimbingan dan Konseling yang disahkan oleh Kelompok Kerja Kepala Sekolah. Yang mungkin berbeda dari sekolah lain adalah waktu pelaksanaan pengembangan diri yang berbentuk kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan ini dilaksankan pada hari Sabtu jam 10.00 s.d 12.00 secara serentak. Hal ini tentunya ada segi positif dan segi negative yang muncul. Hal-hal tersebut adalah a. Semua siswa mengikuti kegiatan ekstrakurikuler. b. Pemantauan terhadap jalannya kegiatan lebih mudah c. Siswa lebih bersemangat karena pelaksanaan lebih meriah.

d. Semua guru dapat terlibat. e. Kemungkinan tidak dilaksanakannya satu kegiatan dapat diminimalisir f. Siswa hanya bisa memilih satu kegiatan sehingga kurang mampu menampung minatnya yang banyak g. Ada beberapa jenis ekstrakurikuler yang jumlah pesertanya banyak dan di sisi lain ada yang sedikit. 8. Kenaikan Kelas dan Kelulusan a. Kenaikan Kelas i) Kenaikan kelas dilaksanakan pada setiap akhir tahun. ii) Siswa dinyatakan naik kelas, apabila yang bersangkutan telah mencapai kriteria ketuntasan minimal pada semua indikator, hasil belajar (HB), kompetensi dasar (KD), dan standar kompetensi (SK) pada semua mata pelajaran. iii) Siswa dinyatakan harus mengulang di kelas yang sama bila, a) memperoleh nilai kurang dari kategori baik pada kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia b) Jika peserta didik tidak menuntaskan KD dan SK lebih dari 3 mata pelajaran untuk semua kelompok mata pelajaran sampai pada batas akhir tahun ajaran, dan c) Jika karena alasan yang kuat, misal karena gangguan kesehatan fisik, emosi atau mental sehingga tidak mungkin berhasil dibantu mencapai kompetensi yang ditargetkan. iv) Ketika mengulang di kelas yang sama, nilai siswa untuk semua indikator, KD, dan SK yang ketuntasan belajar minimumnya sudah dicapai, minimal sama dengan yang dicapai pada tahun sebelumnya. b. Kelulusan Sesuai dengan ketentuan PP 19/2005 Pasal 72 Ayat (1), peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah setelah: menyelesaikan seluruh program pembelajaran; memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan; lulus ujian sekolah

lulus Ujian Nasional. Untuk kenaikan kelas dan kelulusan sudah sesuai. Namun masih ada tanda Tanya yang perlu dicarikan jalan keluarnya terutama untuk kenaikan kelas yang menjadi wewenang sekolah. Permaslah tersebut adalah a. masih adanya kontradiksi antara criteria kenaikan pada butir ii) yang m,enyatakan tuntas pada semua KD dengan criteria tidak naik pada butir iii) a yang menyatakan tidak naik bila minimal 3 Mata pelajaran tidak tuntas. Lalu bagaimana dengan yang tidak tuntas pada satu ada dua mata pelajaran? Itu tidak disebutkan bagaimana solusinya. Apakah anak dinaikkan dengan syarat mengikuti remedial sampai tuntas terlebih dahulu atau tidak. b. apabila siswa tersebut harus remedial terlebih dahulu, seharusnya formula pelaksanaannya dijelaskan disini. Aturan main pelaksanaan remidi harus secara rinci dipaparkan sebagai dasar pelaksanaan remedial sehingga remidi buakan hanya yang penting siswa remidi sehingga siswa dijamin tuntas dalam remidi. 9. Kalender Pendidikan Alokasi Waktu pada Kelender Pendidikan berdasarkan Standar isi

Ada beberapa ulasan yang berkenaan dengan pembuatan kalender pendidikan di SMP Negeri 2 Bojong Kabupaten Tegal. Ulasan tersebut terkait dengan proses pembuatannya. Ulasan tersebut adalah a. Kalender pendidikan belum menggambarkan kalender sekolah. Yang tampak adalah kalender pendidikan yang bersifat umum. Penambahan kegiatan pada kalender belum mencerminkan kegiatan sekolah secara riil yang akan dilaksanakan. Kalau pun sudah, kegiatan tersebut belum sepenuhnya terungkap. b. Ada beberapa kegiatan yang tidak sesuai dengan pedoman pembuatan kalender pendidikan yang disyaratkan oleh BSNP seperti penentuan libuar akhir semester dan lainnya. c. Adanya pergeseran antara jadwal pelaksanaan ujian nasional pada kalender pendidikan dan pelaksanaan nyata. Hal ini disebabkan kalender pendidikan dibuat pada awal tahun sedangkan petunjuk pelaksanaan ujian keluar pada akhir semester pertama. (untuk lebih jelasnya, kalender pendidikan terlampir )

10. KKM Penentuan Kriteria Ketuntassan. Minimal (KKM) tampak sudah bervariasi. Penentuan sudah didasarkan pada aspek-aspek yang perlu menjadi landasan. Landasan tersebut adalah (1) kopleksitas materi pelajaran; (2) daya dukung sekolah; dan (3) intake siswa. Intake siswa diperoleh dari hasil yang diperoleh

siswa pada semester sebelumnya. Untuk kelas VII intake diperoleh dari hasil seleksi masuk. Berdasarkan deskripsi tersebut, secara logika KKM siswa setiap semester akan mengalami kenaikan. Hal itu terjadi karena pada setiap semester pada umumnya siswa sudah mengalami ketuntasan. Dengan demikian intake siswa akan mengalami kenaikan di semester selanjutnya. Di samping itu, dari aspek kopleksitas materi, secara logika kompleksitas materi akan semakin turun tingkatannya. Hal itu terjadi karena materi yang ada pada semester dan tingkat di atasnya merupakan kesinambungan dari materi di semester sebelumnya. Dari sisni dapat kita lihat bahwa materi semester II sudah memiliki dasar pada semester I sehingga pemahaman siswa terhadap materi tersebut akan lebih mudah. Berikut ini adalah contoh KKM yang ada di SMP Negeri 2 Bojong pada kelas VII 11. Pengembangan Silabus dan RPP (Khusus Kelas VII) Silabus pembelajaran Bahasa Indonesia di dalam KTSP SMP N 2 Bojong Kabupaten Tegal masih banyak yang perlu diperbaiki, di antaranya: a. Materi pokok untuk setiap kompetensi dasar masih berupa penominalan KD. Seharusnya, memuat hal-hal yang harus dikuasai oleh siswa. Secara lengkap materi ini perlu dirinci dalam RPP sehingga ketika guru berhalangan hadir, guru pengganti bisa menggunakan silabus dan RPP. b. Silabus dan RPP yang dibuat masih menggunakan silabus dan RPP yang dibuat secara kolaboratif dalam MGMP sehingga proses pembelajaran yang direncanakan dan media, serta lainnya belum seluruhnya menyentuh realitas yang ada di sekolah. c. Indikator sudah cukup jelas. Indikator disusun dengan memadukan aspek-aspek keterampilan berbahasa. d. Teknik dan bentuk instrumen penilaian masih belum jelas. Seharusnya teknik penilaian diisi dengan tes atau nontes, sedangkan bentuk instrumen diisi dengan uraian, pilihan ganda, atau unjuk kerja. e. Sumber belajar masih bersifat umum. Seharusnya sumber belajar ditulis dengan rinci. Jika menggunakan buku, harus jelas judul,pengarang, dan penerbitnya. Jika menggunakan media cetak,harus jelas jenis dan waktu terbitannya. Hal yang perlu diperbaiki dalam RPP Bahasa Indonesia di SMP N 2 Bojong adalah kejelasan materi pembelajaran serta metode yang digunakan. Sebagaimana yang tertulis dalam silabus, sumber belajar dalam RPP masih umum. Misalnya tertulis teks puisi, seharusnya ditulis puisi berjudul apa karya siapa. Lebih lengkap lagi jika puisi yang dijadikan sumber belajar dituliskan secara lengkap.karena RPP dibuat bersama dalam MGMP kabupaten, ada beberapa media yang tetap tercantum sementara secara nyata nyata media tersebut tidak dimiliki oleh sekolah. Berikut ini akan ditampilkan contoh RPP dan silabus You might also like:

Telaah Visi, Misi, dan Tujuan KTSP Madrasah Diposkan oleh MTsN Slawi Pada Kamis, 30 Juni 2011 0 komentar

Telaah visi, misi, dan tujuan dalam KTSP madrasah, dapat dilakukan denga cara mengkaji kembali konsep-konsep visi, misi, dan tujuan berikut. Dengan dasar paparan berikut, kita dapat menyimpulkan apakah rumusan visi, misi, dan tujuan itu sudah sesuai apa yang diharapkan, ada kekhasan, dan kesejaran konsep-konsep KTSP itu.

A. Visi Visi adalah wawasan yang menjadi sumber arahan bagi madrasah dan digunakan untuk memandu perumusan misi madrasah. Dengan kata lain, visi adalah pandangan jauh ke depan ke mana madrasah akan dibawa. Visi adalah gambaran masa depan yang diinginkan oleh madrasah agar madrasah yang bersangkutan dapat menjamin kelangsungan hidup dan perkembangannya. Gambaran masa depan madrasah (visi) tentunya harus didasarkan pada landasan yuridis, yaitu undangundang pendidikan dan sejumlah peraturan pemerintahnya, khususnya tujuan pendidikan nasional sesuai jenjang dan jenis madrasahnya dan sesuai dengan profil madrasah yang bersangkutan. Dengan kata lain, visi madrasah harus tetap dalam koridor kebijakan pendidikan nasional, tetapi sesuai dengan kebutuhan anak dan masyarakat yang dilayani. Tujuan pendidikan nasional sama, tetapi profil madrasah khususnya potensi dan kebutuhan masyarakat yang dilayani madrasah tidak selalu sama. Oleh karena itu, dimungkinkan madrasah memiliki visi yang tidak sama dengan madrasah lain, asalkan tidak keluar dari koridor nasional, yaitu tujuan pendidikan nasional. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam perumusan visi yang baik. Hal-hal itu di antaranya visi yang baik harus a) menggambarkan kepercayaan-kepercayaan dan kebutuhan, serta harapan stakeholder; b) menggambarkan apa yang diinginkan pada masa yang akan datang; c) spesifik hanya khusus untuk lembaga tertentu; d) mampu memberikan insiprasi, e) jangan mengasumsikan pada sistem yang sama pada saat ini; dan f) terbuka untuk dilakukan pengembangan sesuai dengan organisasi yang ada, metodologi, fasilitas, dan proses pembelajaran (Muhaimin 2009:158). Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam harus memiliki nilai-nilai yang kuat. Nilai-nilai tersebut merupakan sesuatu yang dijadikan bahan untuk membangun kepercayaan-kepercayaan SDM lembaga tersebut. Itulah sebabnya kepercayaan-kepercayaan yang ada di lembaga harus digambarkan dalam visi lembaga. Berkaitan dengan kepercayaan-kepercayaan tersebut, visi lembaga harus meliputi hal-hal berikut. 1. Kepercayaan lembaga harus sesuai dengan visi organisasi dan berbagai pandangan stakeholder. 2. Kepercayaan lembaga harus merupakan statement dari nilai-nilai lembaga.

3. Kepercayaan lembaga merupakan deklarasi dari harapan lembaga terhadap harapan pada produk yang akan dihasilkan. 4. Kepercayaan lembaga harus tepat dan dapat diiplementasikan. 5. Kepercayaan lembaga akan menjadi pedoman dalam melaksanakan berbagai kegiatan. 6. Kepercayaan lembaga merefleksikan ilmu pengetahuan, filosofi, dan semua perbuatan yang dilakukan lembaga. 7. Kepercayaan lembaga merupakan kunci dari perencanaan strategis. Dengan dimilikinya berbagai kepercayaan bersama di lingkungannya, SDM lembaga akan membantu mempercepat proses pencapaian visi lembaga tersebut. Kepercayaan-kepercayaan lembaga dibangun oleh nilai-nilai bersama yang disepakati dan diinternalisasikan oleh pemimpin lembaga sehingga nilainilai yang ada di lembaga perlu juga untuk dirumuskan, sebagaimana merumuskan visi. Berdasarkan uraian visi di atas, penulis melakukan analisis visi madrasah di atas berdasarkan dua hal. 1. Visi yang dirumuskan MA terlihat telah ada gambaran kepercayaan-kepercayaan. Pada visi itu, kata terwujudnya peserta didik yang berprestasi merupakan kepercayaan dari lembaga bahwa dengan peserta didik berprestasi yang dilandasi dengan ilmu dan amal yang Islami. Pada visi itu telah terdapat kepercauyaan-kepercayaan. Pada visi telah terlihat bahwa lembaga memiliki kepercayaan bahwa pentingnya lembaga untuk mewujudkan siswa yang berprestasi dengan ilmu dan amal yang Islami Akan tetapi, keseluruhan rumusan visi di atas kurang mencakup gambaran masa masa depan yang memberi harapan lebih menjanjikan (kemadol). Adapun tambahan kata berikutnya menggambarkan hal yang sudah biasa, tidak ada hal baru. Artinya, kata Berguna bagi Nusa, Bangsa, dan Agama itu sudah dengan sendirinya. Dengan demikian, rumusan visi MA di atas belum sejalan dengan konsep visi adalah wawasan yang menjadi sumber arahan bagi lembaga (MA) dan digunakan untuk memandu perumusan misi MA. Dengan kata lain, visi adalah pandangan jauh ke depan ke mana MA itu akan dibawa belum visioner. Visi adalah gambaran masa depan yang diinginkan oleh MA) agar MA bersangkutan dapat menjamin kelangsungan hidup dan perkembangannya. Walaupun visi itu telah disesuaikan dengan gambaran masa depan lembaga yang telah didasarkan pada landasan yuridis, yaitu undang-undang dan sejumlah peraturan pemerintahnya. 2. Ukuran-ukuran tercapainya visi tersebut masih sangat interpretatif karena masih bersifat kualitatif. Selain itu, ukuran itu lebih tepatnya disebut sebagai sub-subvisi. Artinya, ukuran itu belum menggambarkan tercapainya visi lembaga. Jika berbagai ukuran-ukuran dalam visi tersebut masih bersifat kualitatif akan diinterpretasikan dengan sangat beragam oleh seluruh komponen lembaga. Bahkan mungkin saja interpretasi yang dilakukan oleh

berbagai komponen dalam lembaga tersebut saling bertolak belakang sehingga pada akhirnya program dan prosesnya menjadi saling bertentangan. Untuk mencegah adanya beragam interpretasi tersebut, visi lembaga harus diterjemahkan dalam berbagai bentuk ukuran kuantitatif. Ukuran-ukuran tersebut merupakan indikator ketercapaian visi (key performance indicators = KPI). Walaupun terdapat beberapa statement visi yang tidak dapat diwakili secara tepat oleh statement yang ada dalam KPI. Hal tersebut dikarenakan luasnya penafsiran pada statement-statement yang memiliki ukuran kualitatif sehingga sering kali tidak mampu diwakili oleh statement-stetement dalam ukuran kuantitatif (lihat Muhaimin 2009:164). Namun demikian, dengan adanya ukuran kuantitatif dalam KPI tersebut seluruh komponen lembaga bersama stakeholder-nya memiliki pemahaman yang sama terhadap apa yang dimaksud dalam visi tersebut sehingga bagi pihak internal (SDM lembaga) dapat dijadikan arah dalam pembuatan berbagai program. Adapun bagi pihak eksternal (stakeholder) dapat digunakan untuk melihat tingkat kelogisan dari lembaga dalam mencapai visi tersebut. Sebagai lembaga pemerintah yang menghasilkan berbagai produk kebijakan dan rpgram yang tidak dapat diukur secara cepat (instan), lembaga harus memberikan janji kepada stakeholder-nya. Janji itulah yang kemudian dinyatakan dalam visi dan indikatornya. Pencapaian visi lembaga merupakan upaya lembaga untuk mengemban amanah dari stakeholder. Dari KPI tersebut kemudian dapat ditentukan tujuan-tujuan jangka menengah dan sasaran-sasaran jangka pendek. Tujuan dan sasaran lembaga tersebut dikembangkan dari KPI-KPI yang paling penting untuk dicapai atau KPI yang membutuhkan prasyarat dalam pencapaiannya. Berbagai prasyarat itulah yang kemudian dijadikan sasaran-sasaran jangka pendek dan tujuan-tujuan jangka menengah.

Perhatikan contoh visi madrasah berikut!

a. Madrasah yang terletak di kota besar, siswanya berasal dari keluarga mampu berpendidikan tinggi yang memiliki harapan anaknya menjadi orang hebat, lulusannya melanjutkan ke madrasah/sekolah favorit yang lebih tinggi, dapat merumuskan visinya: UNGGUL DALAM BERIBADAH, BERAKHLAQUL KARIMAH, BERPRESTASI, DAN TERAMPIL.

b. Madrasah yang terletak di perkotaan, mayoritas siswanya berasal dari keluarga mampu dan hampir seluruh lulusannya ingin melanjutkan ke madrasah/sekolah yang lebih tinggi, dapat merumuskan visinya: UNGGUL DALAM PRESTASI BERDASARKAN IMTAQ.

c. Madrasah yang terletak di daerah pedesaan yang umumnya tidak maju dari madrasah/sekolah di perkotaan dan banyak siswanya tidak melanjutkan ke madrasah/sekolah yang lebih tinggi, dapat merumuskan visinya: TERDIDIK DAN TERAMPIL BERDASARKAN IMTAQ.

d. Madrasah yang terletak di daerah pinggiran kota (urban) yang umumnya tingkat kemajuannya menengah dibanding madrasah/sekolah di perkotaan atau pedesaan; masyarakatnya pekerja, lingkungannya abangan, perilaku moral rendah, dan banyak siswanya tidak melanjutkan ke madrasah/sekolah yang lebih tinggi, dapat merumuskan visinya: BERAKHLAQUL KARIMAH DAN TERAMPIL BERDASARKAN IMTAQ.

Keempat visi di atas, sama-sama benar sepanjang masih dalam koridor tujuan pendidikan nasional. Tentu saja, perumusan visi harus disesuaikan dengan tujuan dari setiap jenjang dan jenis madrasah sebagaimana dituliskan dalam peraturan pemerintah.

Visi yang pada umumnya dirumuskan dalam kalimat yang filosofis seperti contoh di atas, seringkali memiliki aneka tafsir. Setiap orang dapat menafsirkan secara berbeda-beda sehingga dapat menimbulkan perselisihan dalam implementasinya. Bahkan jika terjadi penggantian pimpinan madrasah maka kepala madrasah yang baru tidak jarang memberi tafsir yang berbeda dengan kepala madarsah sebelumnya. Oleh karena itu, agar tidak memberikan tafsir yang berbeda, visi itu sebaiknya diberikan penjelasan berupa indikator-indikator (penanda-penanda) apa yang dimaksudkannya.

You might also like