You are on page 1of 8

UNDANG-UNDANG DASAR 1945 INDONESIA: MENGAPA DILAKUKAN AMANDEMEN?

Undang-undang Dasar 1945 Indonesia diamandemen oleh MPR atau Majelis Permusyawaratan Rakyat Pada tahun 1999, 2000, 2001 dan 2002, pembawa kedaulatan rakyat. Perubahan amandemen tersebut bukan tanpa tentangan. Sejumlah mantan jenderal militer, elit politik dan ilmuwan menentang amandemen tersebut. Mereka menuntut untuk amandemen tersebut dibatalkan dan bahwa MPR memberlakukan kembali Undang-undang Dasar 1945, secara murni dan konsekuen. Tetapi diyakinkan oleh pendapat bahwa Undang-undang Dasar mempunyai kelemahan konseptual, mayoritas MPR menegaskan untuk melakukan amandemen terhadap Undang-undang Dasar tersebut dengan maksud untuk membuatnya lebih demokratis, modern, komprehensif dan responsif pada setiap tantangan baru. Pada tanggal 17 Agustus 1945, dua hari setelah Jepang menyerahkan diri, Soekarno-Hatta memproklamirkan kemerdekaan Indonesia, dan satu hari kemudian Undang-undang Dasar 1945 diberlakukan. Tetapi, dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag antara bulan Agustus dan November 1949, Belanda sepakat untuk menyerahkan kedaulatan seluruh wilayah Indonesia kecuali Irian Barat dan mendukung pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS), RIS berdiri pada tanggal 27 Desember 1949, yang menandai akhir dari Undang-undang Dasar 1945 dan awal Konstitusi RIS. RIS telah ditransformasikan ke dalam negara kesatuan yang baru, Republik Indonesia kedua (Feith, 1970: 63). Dalam Republik Indonesia jilid dua, dimana peran partai politik mulai mendominasi kehidupan politik yaitu partai PKI, NU , Masyumi dan PNI, Konsitusi RIS digantikan dengan Undang-undang Sementara tahun 1950. Undang-undang Dasar Sementara tahun 1950, meskipun demikian, hanya berlaku sampai 5 Juli 1959, ketika Presiden Sukarno, didukung oleh pejabat militer dan sejumlah elit politik, menerbitkan keputusan yang terkenal dengan sebutan Keputusan Presiden, yang membubarkan Dewan Konstituante (yang terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang diangkat oleh delegasi dari daerah dan dari kelompok) dan Dewan Penasehat Agung Sementara (Feith 1970: 100). Sejak saat itu, Undangundang Dasar 1945 kembali menjadi dasar untuk kehidupan politik di Indonesia. Soekarno dipaksa mundur setelah kegagalan pemberontakan Komunis pada tanggal 30 September 1965, Melalui apa yang terkenal dengan sebutan Surat Perintah Sebelas Maret, pada tanggal 11 Maret 1966, Soekarno memerintahkan Suharto untuk mengambil segala

tindakan yang dianggap perlu untuk menjamin keamanan, ketenangan dan stabilitas pemerintahan. Selama masa baik Presiden Soekarno (1959-1966) dan Presiden Soeharto (19661998), Indonesia telah terperangkap dalam pemerintahan yang otoriter. Orde Baru yang dipimpin oleh Soeharto telah memunculkan jalan pada berkembangkan gagasan yang mencoba melakukan amandemen atas Undang-undang Dasar 1945. A. Pro dan Kontra . Salah satu kelompok yang menolak amandemen tersebut adalah Keluarga Besar Marhaenis (KBM). Diwakili oleh Hadori Yunus sebagai ketuanya, KBM yakin bahwa baik pembukaan Undang-undang Dasar 1945 dan sistem negara tidak mengenal sistem bikameral, dan pasal 29 dan 33 (Undang-undang Dasar yang sebenarnya) mensimbolisasikan harmoni kehidupan beragama dan kehidupan ekonomi nasional yang harus dipertahankan. Kelompok lain yang menentang amandemen tersebut adalah Forum Kajian Ilmiah Konstitusi, Menurut mereka, amandemen Undang-undang Dasar 1945 sama dengan merubah Undang-undang Dasar 1945 atau membuat Undang-undang Dasar baru, Sebagai akibatnya, bentuk dan kedaulatan negara menjadi kabur; yang membuat MPR tidak lagi menjadi pemegang kedaulatan rakyat. Sementara itu, Front Pembela Demokrasi 45 ). Menurutnya, amandemen merubah format MPR, membentuk DPD atau Dewan Perwakilan Daerah, memperkenalkan pemilihan presiden langsung dan mengabaikan kelompok fungsional dalam MPR yang telah menjadi penyimpangan dari prinsip-prinsip kebersamaan dan kekeluargaan sebagai nilai tertinggi demokrasi Indonesia. Tyasno Sudarto juga mengatakan bahwa amandemen Undang-undang Dasar 1945 telah terlalu jauh. Amandemen bahkan telah menyebabkan ketidakpastian, baik dalam bidang ideologi, politik, ekonomi atau kebudayaan sosial. Pada sisi lain, mereka yang mendukung amandemen, Amien Rais (mantan ketua MPR) mengatakan bahwa amandemen ketiga oleh MPR akan membuat Undang-undang Dasar 1945 lebih demokratis, modern, komprehensif dan responsif terhadap semua kebutuhan. Jacob lebih jauh menjelaskan bahwa sistem MPR yang telah ada pada kenyataannya bertentangan dengan kedaulatan rakyat yang seharusnya dipegang sepenuhnya oleh rakyat dimonopoli oleh suatu insititusi pemegang kedaulatan rakyat, yang berubah ke dalam kedaulatan melalui sistem perwakilan. Sementara itu, Adnan buyung Nasution tuntutan untuk kita kembali ke Undangundang Dasar 1945 seperti membalikkan tangan sejarah berkebalikan dengan arah jarum jam, dalam era Demokrasi Terpimpin (Orde Lama) atau Demokrasi Pancasila (Orde Baru), yang pada

kenyataannya, anti demokrasi. Menurut Adnan Buyung Nasution: kelemahan konsep integralitas Prof. Soepomo berada pada kedudukan MPR yang telah dinyatakan sebagai manifestasi kedaulatan rakyat dan harus menjadi pemegang dan pelaksana penuh kedaulatan rakyat, dan oleh karenanya, mempunyai kekuasaan dan otoritas tertinggi Sebagai akibatnya, Presiden akan mempunyai otoritas yang luas dan tidak terbatas. B. Amandemen Undang-undang Dasar 1945 Undangundang Dasar 1945 akhirnya dirubah dalam empat tahap, Amandemen pertama dilakukan pada tahun 1999, yang berfokus pada amandemen kekuasaan dan otoritas presiden dan juga kekuasaan dan otoritas Dewan Perwakilan Daerah (DPD) atau Dewan Perwakilan Rakyat. Amandemen kedua dilakukan pada tahun 2000, yang difokuskan pada format pemerintah daerah, pernyataan kembali kedudukan Indonesia, posisi warga negara, hak asasi manusia, pertahanan dan keamanan negara, bendera, bahasa, simbol dan lagu kebangsaan Negara. Amandemen ketiga dilakukan pada tahun 2001, yang berfokus pada kedaulatan rakyat, struktur dan otoritas Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), pemilihan presiden, struktur dan otoritas Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), pemilihan umum nasional, dan badan audit keuangan. Dan amandemen keempat adalah pada tahun 2002, yang difokuskan pada penghapusan Dewan Pertimbangan Agung (DPA), pembentukan DPD, pemilihan presiden, pendidikan nasional, ekonomi nasional dan kesejahteraan sosial, dan regulasi transisi Undang-undang Dasar. 1. Kedaulatan Rakyat Setelah amandemen, disamping semua anggota MPR (yang terdiri atas DPR dan anggota DPD), dipilih secara langsung oleh pemilik suara, MPR juga tidak lagi menjadi pemegang kedaulatan rakyat. Amandemen tersebut telah menunjukkan bahwa Undangundang Dasar adalah segala-galanya semua harus patuh terhadapnya. 2. Kekuasaan dan Otoritas MPR Sekarang ini, Undang-undang Dasar, pasal 2 (1), meneegaskan kembali bahwa anggota MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD, dan semuanya harus dipilih melalui pemilu, otoritas untuk menetapkan GBHN dihilangkan. MPR juga tidak lagi mempunyai otoritas untuk memilih presiden dan wakil presiden. Otoritas untuk mengajukan mosi kepada presiden dan wakil presiden masih dipegang MPR tetapi ini diatur dengan ketat, Sekarang ini, MPR tidak lagi menjadi badan tertinggi yang dapat melakukan segala sesuatu.

3. Kekuasaan dan Otoritas Presiden dan DPR Tetapi sekarang, setelah amandemen, kekuasaan untuk memberlakukan undang-undang berada di tangan DPR. Undang-undang Dasar, pasal 5 (1 dan 2) menegaskan kembali bahwa presiden hanya mempunyai hak untuk mengajukan rancanagan undang-undang kepada DPR dan untuk menetapkan peraturan pemerintah dengan maksud menjalankan undang-undang tersebut. Undang-undang Dasar, pasal 20 (2 dan 4) menegaskan bahwa DPR bersama dengan Presiden membahas rancangan undang-undang dengan maksud untuk memperoleh persetujuan dari kedua belah pihak, dan bahwa rancangan undangundang yang telah disetujui oleh kedua belah pihak tersebut kemudian diashkan oleh presiden untuk menjadi undang-undang yang harus dipatuhi. Fungsi-fungsi DPR termasuk fungsi legislasi, anggaran dan supervisi. Dan hak-hak DPR termasuk hak interpelasi, hak mengajukan angket, dan hak untuk mengungkapkan pendapat. Hak-hak DPR yang lain yang ditetapkan oleh Undang-undang Dasar termasuk hak untuk mengajukan pertanyaan, usulan dan pendapat dan juga hak imunitas. 4. Kriteria Calon Presiden Undang-undang Dasar, pasal 6 (1) jelas menegaskan kembali abhwa calon presiden dan wakil presiden harus warga negara Indonesia karena mereka lahir dan tidak pernah mempunyai kewarganegaraan dari negara lain atas kehendaknya sendiri Pasal 6 (2) menegaskan bahwa syarat dan prosedur pemilihan presiden akan diatur dengan undangundang. Undang-undang Dasar, pasal 6A (1 sampai 5) juga menegaskan bahwa presiden dan wakil presiden dipilih secara berpasangan, calon dinominasikan oleh partai politik atau kelompok partai politik yang berpartisipasi dalam pemilihan umkum nasional, dan bahwa pasangan calon yang diajukan harus memperoleh lebih dari 50 persen suara dalam pemilihan nasional, yang berasal paling tidak dari 20 persen setiap propinsi yang tesebar di lebih dari separuh jumlah propinsi di Indonesia yang akan dilantik oleh MPR sebagai presiden dan wakil presiden. 5. Otonomi untuk Pemerintah Daerah Bentuk pemerintah daerah termasuk pemerintah daerah propinsi, pemerintah daerah kabupaten, dan pemerintah daerah kota. Setiap pemerintah daerah mempunyai otoritas untuk mengatur dan mengelola pemerintahannya sendiri pada basis prinsip otonomi dan desentralisasi. Kepala pemerintahan propinsi adalah gubernur, kepala pemerintah

kabupaten adalah bupati dan kepala pemerintah kota adalah walikota. Pemerintah daerah juga mempunyai otoritas untuk menjalankan otonomi sebesar mungkin, kecuali permasalahan pemerintahan yang menurut undang-undang merupakan kewenangan pemerintah pusat, seperti kebijakan asing, pertahanan dan keamanan, kehakiman, keuangan dan fiskal dan agama. Struktur dan prosdur untuk menjalankan pemerintah daerah diatur dengan peraturan pemerintah daerah. Dengan penetapan sedemikian, terdapat jaminan kearah kebradaan pemerintah daerah karena telah jelas ditegaskan oleh Undang-undang Dasar. 6. Masalah Keuangan Setelah amandemen, pasal 23 (1 dan 2) Undang-undang Dasar menegaskan bahwa anggaran negara sebagai esensi manajemen keuangan negara ditetapkan per tahun menurut undang-undang dan dijalankan secara terbuka dan sepenuhnya

dipertanggungjawabkan untuk kesejahteraan rakyat. Pasal ini dimaksudkan untuk memberikan otoritas lebih besar kepada DPR untuk mengontrol presiden khususnya dalam mempergunakan anggaran negara. Dengan kontrol sedemikian, manipulasi dan korupsi akan dapat dicegah 7. Pemilihan Umum Nasional Setelah amandemen, Undang-undang Dasar, pasal 22E (1 sampai 6) menegaskan bahwa anggota DPR, DPD, DPRD dan juga persiden dan wakil presiden semuanya dipilih secara langsung oleh konstituen, bahwa peserta pemilihan nasional untuk anggota DPR dan DPRD adalah partai politik, dan bahwa peserta pemilihan nasional untuk anggota DPD adalah individu. Pemilihan nasional dijalankan oleh Komisi Pemiilhan Umum yang independen dan bersifat nasional. 8. Penghapusan DPA dan Pembentukan Institusi Lain Amandemen tersebut telah menegaskan kembali penghapusan DPA dan pembentukan institusi negara lain seperti Dewan Perwakilan Daerah atau DPD, Komisi Judisial, dan Mahkamah Konstitusi, DPD juga mempunyai hak untuk mengajukan rancangan undangundang kepada DPR, untuk berpartisipasi dalam membahas rancanganundang-undang tentang otonomi daerah, untuk mengawasi penerapan otonomi daerah, dan lain-lain. Amandemen tersebut juga menegaskan pembentukan Komisi Judisial sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 24B (1 sampai 3). Tujuan utama Komisi Judisial adalah untuk

mengontrol mahkamah agung dengan mengajukan calon Hakim Tertinggi kepada DPR untuk persetujuan. Persiden kemudian akan memutuskan calon mana yang akan dipilih. Otoritas lain Komisi Judisial adalah untuk menjaga kehormatan dan sikap para hakim. Amandemen tersebut juga menegaskan pembentukan Mahkamah Konstitusi yang mempunyai kekuasaan untuk mengajukan kasus ke pesidangan pada tahap pertama dan terakhir, keputusan tersebut bersifat final dengan maksud untuk menguji undang-undang terhadap Konstitusi, untuk membubarkan partai politik dan untuk mengambil keputusan yang berhubungan dengan konflik hasil pemiilhan umum nasional. setelah amandemen, jika terdapat konflik yang berhubungan dengan undang-undang, yang melibatkan partai, oleh karenanya Mahkamah Konstitusi mempunyai keputusan, baik itu MPR ataupun presiden. 9. Meningkatkan Kualitas Pendidikan Undang-undang Dasar pasal 31 (1), menegaskan bahwa setiap warga negara berkewajiban untuk mengikuti progarm pendidikan dasar dan pemerintah berkewajiban untuk membiayainya. Amandemen lain yang paling penting dalam bidang penddikan adalah keputusan untuk mengalokasikan paling tidak dua puluh persen dari anggaran negara dan juga anggaran pemerintah daerah untuk pendidikan, seperti ditegaskan dalam pasal 31 (4). Mellui kebijakan ini, kualitas indeks pengembangan sumber daya manusia di Indonesia dapat ditingkatkan sehingga mereka dapat bsing dengan sumber daya manusia yang lain dari luar negeri. 10. Kesejahteraan Ekonomi dan Sosial Nasional Setelah amandemen, Undang-undang Dasar, pasal 33 (4), menegaskan ekonomi nasional harus dijalankan pada daasr prinsip demokrasi ekonomi dengan prinsip-prinsip kebersamaan, efisiensi, kesinambungan, kenampakan lingkungan, kemandirian dan selalu menjaga keseimbangan antara perkembangan dan kesatuan ekonomi nasional. 11. Penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia Undang-undang Dasar menetapkan sejumlah pasal yang secara tegas menjetapkan bahwa hak asasi manusia dihormati dan dijamin. Setelah amandemen, Undang-undang Dasar menetapkan sepuluh pasal, misalnya pasal 28A, 28B, 28C, 28D, 28E, 28F, 28G, 28H, 28I dan 28J (Persandingan UUD 1945, 2002: 49-57), yang membuktikan bahwa Indoensia kewenangan untuk mengambil

telah mempergunakan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia oleh Perserikatan Bangsabangsa. 12. Amandemen Undang-undang Dasar Setelah amandemen, Lampiran (pasal II) Undang-undang Dasar jelas menegaskan bahwa dengan penetapan amandemen, struktur Undang-undang Dasar 1945 sekarang hanya terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasalnya. Tidak lagi terdapat penjelasan Undangundang Dasar. Undang-undang Dasar Pasal 37 meneagskan bahwa hanya pasal-pasal dalam Undang-undang Dasar yang dapat diubah, yang lain tidak dapat (Persandingan UUD 1945, 2002: 66). Penetapan ini berarti bahwa Pembukaan. Setelah amandemen, Undang-undang Dasar relatif mudah diamandemen karena usulan untuk amandemen dapat menjadi agenda pertemuan tahunan MPR jika didukung oleh paling tidak 1/3 anggota. Untuk merubah pasalmemerlukan 2/3 anggota hadir, danmengambil keputusan tentang amandemen pasal memerlukan paling tidak 50 persen plus satu orang anggota mendukung amandemen. . Satu hal penting yang setiap orang harus pahami adalah bahwa Undang-undang Dasar pasal 37 (5) menegaskan bahwa perubahan bentuk Negara Kesatuan Indonesia tidak pernah dilakukan. C. Kesimpulan Amandemen Undang-undang Dasar 1945 dilakukan oleh MPR pada tahun 1999, 200, 2001 dan 2002 ditentang oleh sejumlah orang yang berasal dari banyak latar belakang sosial dan politik yang berbeda. Mereka yang menolak amandemen khawatir bahwa amandemen tersebut akan merubah bentuk negara kesatuan menjadi federal yang tidak sesuai untuk Indonesia dan membahayakan persatuan dan juga kesinambulan Indonesia. Mereka juga khawatir bahwa amandemen tesebut akan mengancam keberadaan filosofi dan ideologi negara tertinggi Pancasila dan akan memunculkan jalan untuk penggunaan ideologi kapitalisme liberal yang tidak sesuai untuk cara hidup masyarakat Indonesia. Pada sisi lain, mereka yang mendukung amandemen, meski demikian, lebih kuat daripada penentangnya. Mereka berpendapat bahwa amandemen akan membuat Undang-undang Dasar 1945 lebih demokratis, modern, komprehensif dan responsif pada semua tuntutan baru. Amandemen tersbut juga diyakini menjadi instrumen untuk menerapkan nilai dan ideologi yang diformulasikan oleh Pembukaan Undang-undang Dasar 1945

MPR tidak merubah pembukaan karena merka yakin merubah pembukaan akan berarti penghapusan negara Indonesia dengan ideologi dan filosofinya sendiri, Pancasila. Mereka juga sepakat untuk mempertahankan bentuk negara kesatuan. Namun, amandemen tersebut paling tidak mempunyai tiga maksud fundamental. Pertama, amandemen tersebut telah memunculkan atau bahkan mendorong sistem konstitusionalisme, yang berarti setiap orang mempunyai kewajiban untuk patuh dengan Undang-undang Dasar bukan dengan yang lain, Sekarang ini, TAP MPR telah dihapus dari struktur hukum Indonesia. Undang-undang Dasar diposisikan pada posisi paling atas, dan produk hukum lain harus sesuai dengan Undang-undang Dasar tersebut. Kedua, amandemen tersebut juga meningkatkan kualitas pengawasan dan keseimbangan dalam sistem kekuasaan kekuasaan Indonesia. Pada masa sebelum amandemen, kekuasaan dan otoritas yang diberikan kepada presiden oleh Undang-undang Dasar terlalu berlebihan, yang membuat posisi presiden jauh lebih kuat dan lebih dominan daripada institusi negara tertinggi lain, seperti MPR, DPR dan MA. Dengan kata lain, amandemen tersebut dirancang untuk mencegah setiap orang, khususnya persiden, untuk menyalahgunakan kekuasaan. Terakhir, amandemen tersebut telah menghapus Penjelasan Undang-undang Dasar 1945 karena ini tidak lagi dibutuhkan. Disamping substansi sangat kontradiktif dengan semangat Udnang-undang Dasar yang telah diamandemen, Undang-undang Dasar 1945 yang telah diubah jauh lebih rinci dalam mengatur subjek-subjek daripada Undang-undang Dasar yang lama. Setiap konflik yang berhubungan dengan interpretasi Undang-undang Dasar kemudian akan dikaji oleh Mahkamah Konstitusi, dan Mahkamah Konstitusi memupnyai otoritas untuk memutuskan manakah interpretasi yang benar.

You might also like