You are on page 1of 52

UU NARKOTIKA & PSIKOTROPIKA

Pertemuan II

UU Narkotika
UU Republik Indonesia No. 22 Tahun 1997 UU Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

Tujuan UU Narkotik:
a. menjamin ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi b. mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari penyalahgunaan Narkotika c. memberantas peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika d. menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi Penyalah Guna dan pecandu Narkotika.

Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Narkotik Golongan 1 Contoh : tanaman Papaver Somniferum L, Opium mentah, Opium masak, tanaman koka, daun koka, kokain mentah, kokaina, tanaman ganja, Tetrahydrocanabinol, Heroin, dll.

Narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Narkotik Golongan 2

Contoh : Benzetidina, Ekgonin, Hidromorfinol, Morfina, Opium, Petidin, dll.

Narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkanketergantungan.
Narkotik Golongan 3

Contoh : Dihidrokodein, Etilmorfina, Kodeina, Doveri, dll

PENGGOLONGAN NARKOTIKA Catatan:

(lanjutan)

1. Pada Gol. I UU tentang Narkotika No.35 Tahun 2009 ada beberapa penambahan bahan dari golongan I dan beberapa golongan II Psikotropika dari UU No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika karena sering terjadi penyalahgunaan (seperti: Brolamfetamin, Amfetamin, metamfetamin dsb) 2. Buprenorphin yg sebelumnya masuk pada Psikotropika Gol. II pada UU tentang Psikotropika No. 5 Tahun 1997 dipindahkan ke Golongan III pada UndangUndang Narkotika No.35 Tahun 2009.

Papaver somniferum L

Opium

tanaman Koka (Erythroxylon Coca)

Ganja

Menteri memberi izin khusus untuk memproduksi Narkotika kepada Industri Farmasi tertentu yang telah memiliki izin Menteri melakukan pengendalian terhadap produksi Narkotika Badan Pengawas Obat dan Makanan melakukan pengawasan terhadap bahan baku, proses produksi, dan hasil akhir dari produksi Narkotika.

Produksi

IMPORTASI NARKOTIKA
Menkes memberikan izin importasi narkotika kepada 1 (satu) Perusahaan Milik Negara yaitu PT. Kimia Farma (Persero) Tbk.) berdasarkan Kepmenkes No.199/Menkes/SK/III/1996 tentang Penunjukan Pedagang Besar Farmasi PT (Persero) Kimia Farma Depot Sentral sebagai Importir Tunggal Narkotika di Indonesia.

Penyimpanan dan pelaporan


Narkotika yang berada dalam penguasaan industri farmasi, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib disimpan secara khusus. Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran Narkotika yang berada dalam penguasaannya.

Peredaran

Peredaran Narkotika meliputi setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan penyaluran atau penyerahan Narkotika, baik dalam rangka perdagangan, bukan perdagangan maupun pemindahtanganan, untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Narkotika dalam bentuk obat jadi hanya dapat diedarkan setelah mendapatkan izin edar dari Menteri. Untuk mendapatkan izin edar dari Menteri, Narkotika dalam bentuk obat jadi harus melalui pendaftaran pada Badan Pengawas Obat dan Makanan. Narkotika Golongan II dan Golongan III yang berupa bahan baku, baik alami maupun sintetis, yang digunakan untuk produksi obat diatur dengan Peraturan Menteri.

Penyaluran
Industri Farmasi tertentu hanya dapat menyalurkan Narkotika kepada: a. pedagang besar farmasi tertentu b. apotek c. sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu d. rumah sakit Pedagang besar farmasi tertentu hanya dapat menyalurkan Narkotika kepada: a. pedagang besar farmasi tertentu lainnya b. apotek c. sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu d. rumah sakit e. lembaga ilmu pengetahuan

Penyaluran
Sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu hanya dapat menyalurkan Narkotika kepada: a.rumah sakit pemerintah; b.pusat kesehatan masyarakat; dan c. balai pengobatan pemerintah tertentu. Narkotika Golongan I hanya dapat disalurkan oleh pedagang besar farmasi tertentu kepada lembaga ilmu pengetahuan tertentu untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Penyeraha n

Penyerahan Narkotika hanya dapat dilakukan oleh: a. apotek b. rumah sakit c. pusat kesehatan masyarakat d. balai pengobatan e. dokter Apotek hanya dapat menyerahkan Narkotika kepada: a. rumah sakit b. pusat kesehatan masyarakat c. apotek lainnya d. balai pengobatan e. dokter f. pasien

Rumah sakit, apotek, pusat kesehatan masyarakat, dan balai pengobatan hanya dapat menyerahkan Narkotika kepada pasien berdasarkan resep dokter. Penyerahan Narkotika oleh dokter hanya dapat dilaksanakan untuk: a. menjalankan praktik dokter dengan memberikan Narkotika melalui suntikan b. menolong orang sakit dalam keadaan darurat dengan memberikan Narkotika melalui suntikan, atau c. menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek. Narkotika dalam bentuk suntikan dalam jumlah tertentu yang diserahkan oleh dokter hanya dapat diperoleh di apotek.

Penyerahan

Industri Farmasi wajib mencantumkan label pada kemasan Narkotika, baik dalam bentuk obat jadi maupun bahan baku Narkotika. Label pada kemasan Narkotika dapat berbentuk tulisan, gambar, kombinasi tulisan dan gambar, atau bentuk lain yang disertakan pada kemasan atau dimasukkan ke dalam kemasan, ditempelkan, atau merupakan bagian dari wadah, dan/atau kemasannya. Setiap keterangan yang dicantumkan dalam label pada kemasan Narkotika harus lengkap dan tidak menyesatkan. Narkotika hanya dapat dipublikasikan pada media cetak ilmiah kedokteran atau media cetak ilmiah farmasi.

Label dan publikasi

Prekursor Narkotika adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika . Pengaturan prekursor bertujuan: a. melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan Prekursor Narkotika b. mencegah dan memberantas peredaran gelap Prekursor Narkotika c. mencegah terjadinya kebocoran dan penyimpangan Prekursor Narkotika Pengadaan Prekursor Narkotika dilakukan melalui produksi dan impor. Pengadaan Prekursor Narkotika hanya dapat digunakan untuk tujuan industri farmasi, industri nonfarmasi, dan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Prekursor narkotika

TABEL I 1. Acetic Anhydride. 2. N-Acetylanthranilic Acid. 3. Ephedrine. 4. Ergometrine. 5. Ergotamine. 6. Isosafrole. 7. Lysergic Acid. 8. 3,4Methylenedioxyphenyl-2propanone. 9. Norephedrine. 10. 1-Phenyl-2-Propanone. 11. Piperonal. 12. Potassium Permanganat. 13. Pseudoephedrine. 14. Safrole.

TABEL II 1. Acetone. 2. Anthranilic Acid. 3. Ethyl Ether. 4. Hydrochloric Acid. 5. Methyl Ethyl Ketone. 6. Phenylacetic Acid. 7. Piperidine. 8. Sulphuric Acid. 9. Toluene.

GOLONGAN DAN JENIS PREKURSOR

Catatan : dalam UU Narkotika No.35 Tahun 2009 terdapat lampiran Prekursor Narkotika.

Pengobatan
Untuk kepentingan pengobatan dan berdasarkan indikasi medis, dokter dapat memberikan Narkotika Golongan II atau Golongan III dalam jumlah terbatas dan sediaan tertentu kepada pasien sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasien dapat memiliki, menyimpan, dan/atau membawa Narkotika untuk dirinya sendiri. Pasien harus mempunyai bukti yang sah bahwa Narkotika yang dimiliki, disimpan, dan/atau dibawa untuk digunakan diperoleh secara sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Rehabilitasi
Pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Orang tua atau wali dari Pecandu Narkotika yang belum cukup umur wajib melaporkan kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur wajib melaporkan diri atau dilaporkan oleh keluarganya kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN

Badan Narkotika Nasional (BNN)

TUGAS DAN WEWENANG BNN


menyusun dan melaksanakan kebijakan nasional mengenai pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; berkoordinasi dengan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial pecandu Narkotika, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat; memberdayakan masyarakat dalam pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; memantau, mengarahkan, dan meningkatkan kegiatan masyarakat dalam pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; melakukan kerja sama bilateral dan multilateral, baik regional maupun internasional, guna mencegah dan memberantas peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; mengembangkan laboratorium Narkotika dan Prekursor Narkotika; melaksanakan administrasi penyelidikan dan penyidikan terhadap perkara penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; dan membuat laporan tahunan mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang.

Penyidik
Kepolisian

Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana. BNN Penyidik PNS

Peran serta masyarakat


Hak masyarakat: Mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika; Memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh, dan memberikan informasi tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika kepada penegak hukum atau BNN yang menangani perkara tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika; Menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kepada penegak hukum atau BNN yang menangani perkara tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika; Memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporannya yang diberikan kepada penegak hukum atau BNN; Memperoleh perlindungan hukum pada saat yang bersangkutan melaksanakan haknya atau diminta hadir dalam proses peradilan.

UU Republik indonesia no. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika

Psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku

psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Psikotropika golongan I Contoh: LSD, MDMA (Metilen dioksi metamfetamin), meskalin psilosibina, dll.

psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Psikotropika golongan II

Contoh: amfetamin, metamfetamin, metakualon, sekobarbital

psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Psikotropika golongan III

Contoh: amobarbital, flunitrazepam, pentobarbital, siklobarbital, dll

Psikotropika golongan IV

psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan.

Contoh: alprazolam, diazepam, klonazepam, lorazepam

Tujuan pengaturan di bidang psikotropika


menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika memberantas peredaran gelap psikotropika

Produksi
Psikotropika hanya dapat diproduksi oleh pabrik obat yang telah memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Psikotropika golongan I dilarang diproduksi dan/atau digunakan dalam proses produksi.

Penyaluran
Penyaluran psikotropika dalam rangka peredaran hanya dapat dilakukan oleh pabrik obat, pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah. Penyaluran psikotropika hanya dapat dilakukan oleh : a. Pabrik obat kepada pedagang besar farmasi, apotek, sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah, rumah sakit, dan lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan. b. Pedagang besar farmasi kepada pedagang besar farmasi lainnya, apotek, sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah, rumah sakit, dan lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan. c. Sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah kepada rumah sakit Pemerintah, puskesmas dan balai pengobatan Pemerintah. Psikotropika golongan I hanya dapat disalurkan oleh pabrik obat dan pedagang besar farmasi kepada lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan guna kepentingan ilmu pengetahuan.

penyerahan
Penyerahan psikotropika dalam rangka peredaran hanya dapat dilakukan oleh apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dan dokter. Penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan kepada pengguna/pasien. Penyerahan psikotropika oleh rumah sakit, balai pengobatan, hanya dapat dilakukan kepada pengguna/pasien. Penyerahan psikotropika oleh apotek, rumah sakit, puskesmas, dan balai pengobatan dilaksanakan berdasarkan resep dokter. Penyerahan psikotropika oleh dokter dilaksanakan dalam hal : a. a. menjalankan praktik terapi dan diberikan melalui suntikan b. b. menolong orang sakit dalam keadaan darurat c. c. menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek. Psikotropika yang diserahkan dokter hanya dapat diperoleh dari apotek.

Label dan iklan


Pabrik obat wajib mencantumkan label pada kemasan psikotropika. Label psikotropika adalah setiap keterangan mengenai psikotropika yang dapat berbentuk tulisan, kombinasi gambar dan tulisan, atau bentuk lain yang disertakan pada kemasan atau dimasukkan dalam kemasan, ditempelkan, atau merupakan bagian dari wadah dan/atau kemasannya. Setiap tulisan berupa keterangan yang dicantumkan pada label psikotropika harus lengkap dan tidak menyesatkan. Psikotropika hanya dapat diiklankan pada media cetak ilmiah kedokteran dan/atau media cetak ilmiah farmasi.

Pelaporan
Pabrik obat, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah, apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan, wajib membuat dan menyimpan catatan mengenai kegiatan masing-masing yang berhubungan dengan psikotropika.

Pengguna psikotropika
Pengguna psikotropika hanya dapat memiliki, menyimpan, dan/ atau membawa psikotropika untuk digunakan dalam rangka pengobatan dan/atau perawatan. Pengguna psikotropika yang menderita sindroma ketergantungan berkewajiban untuk ikut serta dalam pengobatan dan/atau perawatan. Pengobatan dan/atau perawatan dilakukan pada fasilitas rehabilitasi.

rehabilitasi
Rehabilitasi berupa rehabilitasi medis dan sosial. Rehabilitasi medis adalah suatu proses kegiatan pelayanan kesehatan secara utuh dan terpadu melalui pendekatan medis dan sosial agar pengguna psikotropika yang menderita sindroma ketergantungan dapat mencapai kemampuan fungsional semaksimal mungkin. Rehabilitasi sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan dan pengembangan baik fisik, mental, maupun sosial agar pengguna psikotropika yang menderita sindroma ketergantungan dapat melaksanakan fungsi sosial secara optimal dalam kehidupan masyarakat.

Prekursor
Prekursor adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan psikotropika. Prekursor dan alat-alat yang potensial dapat disalahgunakan untuk melakukan tindak pidana psikotropika ditetapkan sebagai barang di bawah pemantauan Pemerintah.

Pembinaan pemerintah
a. terpenuhinya kebutuhan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan b. mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika c. melindungi masyarakat dari segala kemungkinan kejadian yang dapat menimbulkan gangguan dan/atau bahaya atas terjadinya penyalahgunaan psikotropika d. memberantas peredaran gelap psikotropika e. mencegah pelibatan anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun dalam kegiatan penyalahgunaan dan/atau peredaran gelap psikotropika f. mendorong dan menunjang kegiatan penelitian dan/atau pengembangan teknologi di bidang psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan.

Pengawasan pemerintah
Dalam rangka pengawasan, Pemerintah berwenang : melaksanakan pemeriksaan setempat dan/atau pengambilan contoh pada sarana produksi, penyaluran, pengangkutan, penyimpanan, sarana pelayanan kesehatan dan fasilitas rehabilitasi memeriksa surat dan/atau dokumen yang berkaitan dengan kegiatan di bidang psikotropika melakukan pengamanan terhadap psikotropika yang tidak memenuhi standar dan persyaratan melaksanakan evaluasi terhadap hasil pemeriksaan.

tindak pidana

tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan/atau untuk kepentingan ilmu pengetahuan

Pemusnahan psikotropika

diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku

Kadaluwarsa

You might also like