You are on page 1of 21

BAB I PENDAHULAUAN

1.1 LATAR BELAKANG Titrasi redoks merupakan analisis titrimetri yang didasarkan pada reaksi redoks. Pada titrasi redoks, sampel yang dianalisis dititrasi dengan suatu indikator yang bersifat sebagai reduktor atau oksidator, tergantung sifat dari analit sampel dan reaksi yang diharapkan terjadi dalam analisis.Prosedur titrasi yang berdasarkan reaksi redoks dapat memerlukan suhu yang dinaikkan , penambahan katalis, atau pereaksi berlebih disusul dengan titrasi kembali. Pereaksi berlebih biasanya ditambahkan dan kita harus dapat mengambil kelebihannya dengan mudah sehingga ia tidak akan bereaksi dengan titran pada titrasi selanjutnya. Titik ekuivalen pada titrasi redoks tercapai saat jumlah ekuivalen dari oksidator telah setara dengan jumlah ekuivalen dari reduktor. Bebrapa contoh dari titrasi redoks antara lain adalah titrasi permanganometri dan titrasi iodometri/iodimetri. Titrasi iodometri menggunakan larutan iodium (I2) yang merupakan suatu oksidator sebagai larutan standar. Larutan iodium dengan konsentrasi tertentu dan jumlah berlebih ditambahkan ke dalam sampel, sehingga terjadi reaksi antara sampel dengan iodium. Selanjutnya sisa iodium yang berlebih dihiung dengan cara mentitrasinya dengan larutan standar yang berfungsi sebagai reduktor . Hubungan reaksi redoks dan perubahan energi adalah sebagai berikut: Reaksi redoks melibatkan perpindahan elektron; Arus listrik adalah perpindahan elektron; Reaksi redoks dapat menghasilkan arus listrik, contoh: sel galvani; Arus listrik dapat menghasilkan reaksi redoks, contoh sel elektrolisis. Sel galvani dan sel elektrolisis adalah sel elektrokimia. Persamaan elektrokimia yang berguna dalam perhitungan potensial sel adalah persamaan Nernst. Reaksi redoks dapat digunakan dalam analisis volumetri bila memenuhi syarat. Titrasi redoks adalah titrasi suatu larutan standar oksidator dengan suatu reduktor atau sebaliknya, dasarnya adalah reaksi oksidasi-reduksi antara analit dengan titran

Karena melibatkan reaksi redoks maka pengetahuan tentang penyetaraan reaksi redoks memegang peran penting, selain itu pengetahuan tentang perhitungan sel volta, sifat oksidator dan reduktor juga sangat berperan. Dengan pengetahuan yang cukup baik mengenai semua itu maka perhitungan stoikiometri titrasi redoks menjadi jauh lebih mudah. Titik akhir titrasi dalam titrasi redoks dapat dilakukan dengan mebuat kurva titrasi antara potensial larutan dengan volume titrant, atau dapat juga menggunakan indicator. Dengan memandang tingkat kemudahan dan efisiensi maka titrasi redoks dengan indicator sering kali yang banyak dipilih. Beberapa titrasi redoks menggunakan warna titrant sebagai indicator contohnya penentuan oksalat dengan permanganate, atau penentuan alkohol dengan kalium dikromat. Beberapa titrasi redoks menggunakan amilum sebagai indicator, khususnya titrasi redoks yang melibatkan iodine. Indikator yang lain yang bersifat reduktor/oksidator lemah juga sering dipakai untuk titrasi redoks jika kedua indicator diatas tidak dapat diaplikasikan, misalnya ferroin, metilen, blue, dan nitroferoin. Contoh titrasi redoks yang terkenal adalah iodimetri, iodometri, permanganometri menggunakan titrant kalium permanganat untuk penentuan Fe2+ dan oksalat, Kalium dikromat dipakai untuk titran penentuan Besi(II) dan Cu(I) dalam CuCl. Bromat dipakai sebagai titrant untuk penentuan fenol, dan iodida (sebagai I2 yang dititrasi dengan tiosulfat), dan Cerium(IV) yang bisa dipakai untuk titrant titrasi redoks penentuan ferosianida dan nitrit.

1.2 RUMUSAN MASALAH Rumusan masalah yang penulis dapat berikan adalah : 1. Berapakah konsentrasi dalam sampel teh ?

1.3 TUJUAN Tujuan yang dapat diberikan oleh penulis adalah : 1. Untuk mengetahui konsentrasi dari sampel the. 1.3 MANFAAT Manfaat yang penulis dapat berikan Adalah : 1. Agar mahasiswa dapat memahami dan mengerti mengenai titrasi redoks 2. Agar mahasiswa mampu mengetahui dan menerapkan titrasi redoks dalam pengujian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Titrasi Redoks Reduksioksidasi adalah proses perpindahan elektron dari suatu oksidator ke

reduktor. Reaksi reduksi adalah reaksi penangkapan elektron atau reaksi terjadinya penurunan bilangan oksidasi. Sedangkan reaksi oksidasi adalah pelepasan elektron atau reaksi terjadinya kenaikan bilangan oksidasi. Jadi, reaksi redoks adalah reaksi penerimaan elektron dan pelepasan elektron atau reaksi penurunan dan kenaikan bilangan oksidasi. Reaksi redoks secara umum dapat dituliskan sebagai berikut : Ared + Boks Aoks + Bred Jika suatu logam dimasukkan ke dalam larutan yang mengandung ion logam lain, ada kemungkinan terjadi reaksi redoks, misalnya: Ni(s) + Cu2+(l) Ni2+ + Cu(s) Artinya logam Ni dioksidasi menjadi Ni2+ dan Cu2+ di reduksi menjadi logam Cu

Titrasi redoks melibatkan reaksi oksidasi dan reduksi antara titrant dan analit.Titrasi redoks banyak dipergunakan untuk penentuan kadar logam atau senyawa yang bersifat sebagai oksidator atau reduktor. Aplikasi dalam bidang industri misalnya penentuan sulfite dalam minuman anggur dengan menggunakan iodine, atau penentuan kadar alkohol dengan menggunakan kalium dikromat. Beberapa contoh yang lain adalah penentuan asam oksalat dengan menggunakan permanganate, penentuan besi(II) dengan serium(IV), dan sebagainya. Karena melibatkan reaksi redoks maka pengetahuan tentang penyetaraan reaksi redoks memegang peran penting, selain itu pengetahuan tentang perhitungan sel volta, sifat oksidator dan reduktor juga sangat berperan. Dengan pengetahuan yang cukup baik mengenai semua itu maka perhitungan stoikiometri titrasi redoks menjadi jauh lebih mudah. Titik akhir titrasi dalam titrasi redoks dapat dilakukan dengan mebuat kurva titrasi antara potensial larutan dengan volume titrant, atau dapat juga menggunakan indicator. Dengan memandang tingkat kemudahan dan efisiensi maka titrasi redoks dengan indicator sering kali yang banyak dipilih. Beberapa titrasi redoks menggunakan warna titrant sebagai indicator contohnya penentuan oksalat dengan permanganate, atau penentuan alkohol dengan kalium dikromat. Beberapa titrasi redoks menggunakan amilum sebagai indicator, khususnya titrasi redoks yang melibatkan iodine. Indikator yang lain yang bersifat reduktor/oksidator lemah juga sering dipakai untuk titrasi redoks jika kedua indicator diatas tidak dapat diaplikasikan, misalnya ferroin, metilen, blue, dan nitroferoin. Contoh titrasi redoks yang terkenal adalah iodimetri, iodometri, permanganometri menggunakan titrant kalium permanganat untuk penentuan Fe2+ dan oksalat, Kalium dikromat dipakai untuk titran penentuan Besi(II) dan Cu(I) dalam CuCl. Bromat dipakai sebagai titrant untuk penentuan fenol, dan iodida (sebagai I2 yang dititrasi dengan tiosulfat), dan Cerium(IV) yang bisa dipakai untuk titrant titrasi redoks penentuan ferosianida dan nitrit.

2.2 Penentuan Titik Akhir Titrasi Redoks

Seperti yang telah kita ketahui bahwa titik akhir titrasi(TAT) redoks dapat dilakukan dengan megukur potensial larutan dan dengan menggunakan indicator. TAT dengan mengukur potensial memerlukan peralatan yang agak lebih banyak deperti penyediaan voltameter dan elektroda khisus, dan kemudian diikuti dengan pembuatan kurva titrasi redoks maka dengan alasan kemudahan dan efisiensi maka TAT dengan menggunakan indicator yang lebih banyak untuk diaplikasikan. Beberapa Jenis Indikator Pada Titrasi Redoks Indikator Sendiri Apabila titrant dan analit salah satunya sudah berwarna, sebagai contoh penentuan oksalat dengan permanganate dimana lautan oksalat adalah larutan yang tidak berwarna sedangkan permanganate berwarna ungu tua, maka warna permanganate ini dapat dipakai sebagai indicator penentuan titik akhir titrasi. Pada saat titik akhir titrasi terjadi maka warna larutan akan berubah menjadi berwarna merah muda akibat penambahan sedikit permanganate. Karena titik akhir titrasi terjadi setelah titik equivalent terjadi (baca: TAT diamati setelah penambahan sejumlah kecil permanganate agar tampak warna merah muda ) maka penggunaan blanko sangat dianjurkan untuk mengkoreksi hasil titrasi pada waktu melakukan

titrasi ini. Contoh lain titrasi redoks yang melibatkan indicator sendiri adalah titrasi alkohol dengan menggunakan kalium dikromat. Indikator Amilum Indikator amilum dipakai untuk titrasi redoks yang melibatkan iodine. Amilum dengan iodine membentuk senyawa kompleks amilum-iodin yang bewarna biru tua. Pembentukan warna ini sangat sensitive dan terjadi walaupun I2 yang ditambahkan dalam jumlah yang sangat sedikit. Titrasi redoks yang biasa menggunakan indicator amilum

adalah iodimetri dan iodometri. Indikator Redoks Indikator redoks melibatkan penambahan zat tertentu kedalam larutan yang akan dititrasi. Zat yang dipilih ini biasanya bersifat sebagai oksidator atau reduktor lemah atau zat yang dapat melakukan reaksi redoks secara reversible. Warna indicator dalam bentuk teroksidasi dengan bentuk tereduksinya berbeda sehingga perubahan warna ini dapat dipakai untuk penentuan titik akhir titrasi redoks. Reaksi indicator dapat dituliskan sebagai berikut: (Inox bentuk teroksidasi dan Inred bentuk tereduksi) Inox + ne- <-> Inred Indikator redoks berubah warnanya pada kisaran potensial tertentu (hal ini analog dengan perubahan indicator asam basa yang berubah pada kisaran pH tertentu untuk membacanya Anda bisa mengikuti link ini). Jadi jika suatu indicator redoks mengalami reaksi berikut: Inox + nH+ + ne- <-> Inred Eo Maka potensial larutan dapat dinyatakan sebagai berikut: E = Eo + 0.0591/n log [Inox][H+]n / [Inred] E = Eo + 0.0591/n log [Inox]/[Inred] + 0.0591/n x n log [H+]

Karena perubahan warna terjadi terjadi pada saat [Inox]/[Inred] nilainya 10/1 atau 1/10 dan asumsikan n=1 maka persamaan diatas menjadi: E1 = Eo + 0.0591/n log 1/10 + 0.0591/n x log [H+] E1 = Eo + E o + 0.0591 log [H+] 0.0591/n

Jadi pada saat Eo = constant dan pH = Constant maka nilai E menjadi

E1 = constant 0.0591/n ..(1) E2 = Eo + 0.0591/n log 10/1 +0. 0591/n x log [H+] E2 = Eo + E o + 0.0591 log [H+] + 0.0591/n

Jadi pada saat Eo = constant dan pH = Constant maka nilai E menjadi E2 = constant +0.0591/n ..(2)

Jadi Range E agar terjadi perubahan warna indicator redoks adalah: Erange = E2-E1 = 0.0591/n 0.0591/n = 0.118V/n

Titik akhir titrasi akan tergantung pada:


Eo pH

Syarat Indikator redoks


Indikator harus bisa megalami raksi reduksi atau oksidasi dengan cepat. Indikator harus dapat mengalami reaksi redoks reversibel dengan cepat sehingga bila

terjadi penumpukan massa titrant atau analit maka sistem tidak akan mengalami reaksi oksidasi atau reduksi secara gradual.

Contoh indikator redoks adalah ferroin Tris (1, 10 phenanthroline) iron(II)Sulfate yang dipakai untuk titrasi Besi(II) dengan Ce(IV), dimana bentuk teroksidasi ferooin berwarna biru muda dan bentuk tereduksinya berwarna merah darah. Dengan syarat reaksi tidak melibatkan ion poliatomik seperti CrO42- dan tidak melibatkan ion hydrogen. Indeks 1 untuk setengah reaksi oksidasi dan 2 untuk setengah reaksi reduksi. Kurva titrasi dibuat dengan mengeplotkan potensial larutan terhadap volume larutan titrant yang ditambahkan (modifikasi alat dapat dilihat pada gambar) dimana 1 merupakan elektroda untuk mengukur potensial atau dapat berupa pH meter, dan 2 merupakan alat untuk tempat titrant. Setelah titrant ditambahkan maka larutan diaduk dengan stir magnetic agar reaksi berjalan merata dan cepat.

2.3 Prinsip Titrasi

Reaksi oksidasi reduksi atau reaksi redoks adalah reaksi yang melibatkan penangkapandan pelepasan elektron. Dalam setiap reaksi redoks, jumlah elektron yang dilepaskan oleh reduktor harus sama dengan jumlah elektron yang ditangkap oleh oksidator. Ada dua cara untuk menyetarakan persamaan reaksi redoks yaitu metode bilangan oksidasi dan metode setengah reaksi (metode ion elektron). Hubungan reaksi redoks dan perubahan energi adalah sebagai berikut: Reaksi redoksmelibatkan perpindahan elektron; Arus listrik adalah perpindahan elektron; Reaksi redoks dapat menghasilkan arus listrik, contoh: sel galvani; Arus listrik dapat menghasilkan reaksi redoks, contoh sel elektrolisis. Sel galvani dan sel elektrolisis adalah sel elektrokimia. Persamaan elektrokimia yang berguna dalam perhitungan potensial sel adalah persamaan Nernst. Reaksi redoks dapat digunakan dalam analisis volumetri bila memenuhi syarat. Titrasi redoks adalah titrasi suatu larutan standar oksidator dengan suatu reduktor atau sebaliknya, dasarnya adalah reaksi oksidasi-reduksi antara analit dengan titran. 2.4 Reaksi Reduksi Oksidasi (Redoks) Pada reaksi redoks ini yang terjadi adalah reaksi antara senyawa atau ion yang bersifat oksidator sebagai analit dengan senyawa atau ion yang bersifat reduktor sebagai titran, begitu pula sebaliknya. Berdasarkan larutan bakunyang digunakan, titrasiolsidasi- reduksi dibagi atas : 1). Oksidimetri , adalah metode titrasi redoks dimana larutan baku yang digunakan bersifat sebagai oksidator. Yang termasuk titrasi oksidimetri adalah : 1. Permanganometri, larutan bakunya : KMnO4 2. Dikromatometri, larutan bakunya : K2Cr2O7 3. Serimetri, larutan bakunya : Ce(SO4)2, Ce(NH4)2SO4 4. Iodimetri, larutan bakunya : I2

2). Reduksimetri , adalah metode titrasi redoks dimana larutan baku yang digunakan bersifat sebagai reduktor. Yang termasuk titrasi reduksimetri adalah : Iodo met r i, larutan bakunya : Na2S2O3 . 5H2O 2.5 Kurva Titrasi Redoks Sebelum kita belajar untuk menggambar kurva titrasi redoks maka kita harus mempelajari terlebih dahulu bagaimana mencari konstanta kesetimbangan reaksi redoks. Konstanta tersebut dapat dipakai untuk mencari konsentrasi spesies yang terlibat dalam reaksi redoks pada saat titik equivalent terjadi. Potensial sel akan benilai nol pada saat kesetimbangan tercapai atau dengan kata lain penjumlahan potensial setengah reaksi reduksi dan setengah reaksi oksidasi akan sama dengan nol, Dengan syarat reaksi tidak melibatkan ion poliatomik seperti CrO42- dan tidak melibatkan ion hydrogen. Indeks 1 untuk setengah reaksi oksidasi dan 2 untuk setengah reaksi reduksi. Kurva titrasi dibuat dengan mengeplotkan potensial larutan terhadap volume larutan titrant yang ditambahkan (modifikasi alat dapat dilihat pada gambar) dimana 1 merupakan elektroda untuk mengukur potensial atau dapat berupa pH meter, dan 2 merupakan alat untuk tempat titrant. Setelah titrant ditambahkan maka larutan diaduk dengan stir magnetic agar reaksi berjalan merata dan cepat. Berikut kurva titrasi antara larutan Besi(II)amonium sulfat dengan 0.02 M kalium permanganat (analit dibuat dari 95 mL Besi(II)amonium sulfat kira-kira 0.02 M ditambah dengan 5 mL asam sulfat pekat. Dari gambar diketahui bahwa titik akhir titrasi diperoleh pada saat penambahan KMnO4 sebanyak 20.4 mL. Maka mmol KMnO4 = 0.02 M x 20.4 mL = 0.408 mmol Mmol Besi(II) = 5 x 0.408 = 0.00204 mol [Fe2+] = 0.00204 mol/0.1 L = 0.0204 2.6 Macam-macam Titrasi Redoks

Dikenal berbagai macam titrasi redoks yaitu permanganometri, dikromatrometri, serimetri, iodo-iodimetri dan bromatometri. 1. Permanganometri Permanganometri adalah titrasi redoks yang menggunakan KMnO4 (oksidator kuat) sebagai titran. Dalam permanganometri tidak dipeerlukan indikator , karena titran bertindak sebagai indikator (auto indikator). Kalium permanganat bukan larutan baku primer, maka larutan KMnO4 harus distandarisasi, antara lain dengan arsen(III) oksida (As2O3) dan Natrium oksalat (Na2C2O4). Permanganometri dapat digunakan untuk penentuan kadar besi, kalsium dan hidrogen peroksida. Pada penentuan besi, pada bijih besi mula-mula dilarutkan dalam asam klorida, kemudian semua besi direduksi menjadi Fe2+, baru dititrasi secara permanganometri. Sedangkan pada penetapan kalsium, mula-mula .kalsium diendapkan sebagai kalsium oksalat kemudian endapan dilarutkan dan oksalatnya dititrasi dengan permanganat. Permanganometri merupakan metode titrasi dengan menggunakan kalium permanganat, yang merupakan oksidator kuat sebagai titran. Titrasi ini didasarkan atas titrasi reduksi dan oksidasi atau redoks. Kalium permanganat telah digunakan sebagai pengoksida secara meluas lebih dari 100 tahun. Reagensia ini mudah diperoleh, murah dan tidak memerlukan indikator kecuali bila digunakan larutan yang sangat encer. Permanganat bereaksi secara beraneka, karena mangan dapat memiliki keadaan oksidasi +2, +3, +4, +6, dan +7 Dalam suasana asam atau [H+] 0,1 N, ion permanganat mengalami reduksi menjadi ion mangan (II) sesuai reaksi : MnO4- + 8H+ +5e- Mn2+ + 4H2O Eo = 1,51 Volt Dalam suasana netral, ion permanganat mengalami reduksi menjadi mangan dioksida seperti reaksi berikut : MnO4- + 4H+ + 3e- MnO2 + 2H2O Eo = 1,70 Volt Dan dalam suasana basa atau [OH-] 0,1 N, ion permanganat akan mengalami reduksi sebagai berikut:

MnO4- + e- MnO42- Eo = 0,56 Volt Svehla, G. 1995. Vogel Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimakro. Kalman Media Pustaka. Jakarta. 2. Dikromatometri Dikromatometri adalah titrasi redoks yang menggunakan senyawa dikromat sebagai oksidator. Senyawa dikromat merupakan oksidator kuat, tetapi lebih lemah dari permanganat. Kalium dikromat merupakan standar primer. Penggunaan utama

dikromatometri adalah untuk penentuan besi(II) dalam asam klorida. 3. iodimetri Titrasi dengan iodium ada dua macam yaitu iodimetri (secara langsung), dan iodometri (cara tidak langsung). Dalam iodimetri iodin digunakan sebagai oksidator, sedangkan dalam iodometri ion iodida digunakan sebagai reduktor. Baik dalam iodometri ataupun iodimetri penentuan titik akhir titrasi didasarkan adanya I2 yang bebas. Dalam iodometri digunakan larutan tiosulfat untuk mentitrasi iodium yang dibebaskan. Larutan natrium tiosulfat merupakan standar sekunder dan dapat distandarisasi dengan kalium dikromat atau kalium iodidat. Dalam suatu titrasi, bila larutan titran dibuat dari zat yang kemurniannya tidak pasti, perlu dilakukan pembakuan. Untuk pembakuan tersebut digunakan zat baku yang disebut larutan baku primer, yaitu larutan yang konsentrasinya dapat diketahui dengan cara penimbangan zat secara seksama yang digunakan untuk standarisasi suatu larutan karena zatnya relatif stabil. Selain itu, pembakuan juga bisa dilakukan dengan menggunakan larutan baku sekunder, yaitu larutan yang konsentrasinya dapat diketahui dengan cara dibakukan oleh larutan baku primer, karena sifatnya yang labil, mudah terurai, dan higroskopis (Khopkar, 1990). Iodimetri merupakan titrasi redoks yang melibatkan titrasi langsung I2 dengan suatu agen pereduksi. I2 merupakan oksidator yang bersifat moderat, maka jumlah zat yang dapat ditentukan secara iodimetri sangat terbatas, beberapa contoh zat yang sering ditentukan

secara iodimetri adalah H2S, ion sulfite, Sn2+, As3+ atau N2H4. Akan tetapi karena sifatnya yang moderat ini maka titrasi dengan I2 bersifat lebih selektif dibandingkan dengan titrasi yang menggunakan titrant oksidator kuat. Pada umumnya larutan I2 distandarisasi dengan menggunakan standar primer As2O3, As2O3 dilarutkan dalam natrium hidroksida dan kemudian dinetralkan dengan penambahan asam. Disebabkan kelarutan iodine dalam air nilainya kecil maka larutan I2 dibuat dengan melarutkan I2 dalam larutan KI, dengan demikian dalam keadaan sebenarnya yang dipakai untuk titrasi adalah larutan I3-. I2 + I- -> I3Titrasi iodimetri dilakukan dalam keadaan netral atau dalam kisaran asam lemah sampai basa lemah. Pada pH tinggi (basa kuat) maka iodine dapat mengalami reaksi disproporsionasi menjadi hipoiodat. I2 + 2OH- <-> IO3- + I- + H2O Sedangkan pada keadaan asam kuat maka amilum yang dipakai sebagai indicator akan terhidrolisis, selain itu pada keadaan ini iodide (I-) yang dihasilkan dapat diubah menjadi I2 dengan adanya O2 dari udara bebas, reaksi ini melibatkan H+ dari asam. 4I- + O2 + 4H+ -> 2I2 + 2H2O Titrasi dilakukan dengan menggunakan amilum sebagai indicator dimana titik akhir titrasi diketahui dengan terjadinya kompleks amilum-I2 yang berwarna biru tua. Beberapa reaksi penentuan denga iodimetri ditulis dalam reaksi berikut: H2S + I2 -> S + 2I- + 2H+ SO32- + I2 + H2O -> SO42- + 2I- + 2H+ Sn2+ + I2 -> Sn4+ + 2IH2AsO3 + I2 + H2O -> HAsO42- + 2I- + 3H+ 4. Bromatometri

Bromatometri merupakan salah satu metode oksidimetri dengan dasar reaksi dari ion bromat (BrO3). Oksidasi potensiometri yang relatif tinggi dari sistem ini menunjukkan bahwa kalium bromat adalah oksidator kuat. Hanya saja kecepatan reaksinya tidak cukup tinggi. Untuk menaikkan kecepatan ini titrasi dilakukan dalam keadaan panas dan dalam lingkungan asam kuat. Adanya sedikit kelebihan kalium bromat dalam larutan akan menyebabkan ion bromida bereaksi dengan ion bromat, dan bromin yang dibebaskan akan merubah larutan menjadi warna kuning pucat, warna ini sangat lemah sehingga tidak mudah untuk menetapkan titik akhir. (2) Bromin yang dibebaskan ini tidak stabil, karena mempunyai tekanan uap yang tinggi dan mudah menguap, karena itu penetapan harus dilakukan pada suhu terendah mungkin, serta labu yang dipakai untuk titrasi harus ditutup. Metode bromometri dan bromatometri ini terutama digunakan untuk menetapkan senyawasenyawa organik aromatis dengan membentuk tribrom substitusi. Metode ini dapat juga digunakan untuk menetapkan senyawa arsen dan stibium dalam bentuk trivalent walaupun tercampur dengan stanum valensi empat. (2) Dalam suasana asam, ion bromat mampu mengoksidasi iodida menjadi iod, sementara dirinya direduksi menjadi brimida : BrO3- + 6H+ + 6I+ Br- + 3I2 + 3H2O Tidak mudah mengikuti serah terima elektron dalam hal ini, karena suatu reaksi asam basa (penetralan H+ menjadi H2O) berimpit dengan tahap redoksnya. Namun nampak bahwa 6 ion iodida kehilangan 6 elektron, yang pada gilirannya diambil oleh sebuah ion bromat tunggal. (4) (muhammadcank.files.wordpress.com/.../laporann-lengkap-bromo-bromatometri.doc) Syarat-syarat larutan baku primer yaitu 1. Mudah diperoleh dalam bentuk murni 2. Mudah dikeringkan 3. Stabil

4. Memiliki massa molar yang besar 5. Reaksi dengan zat yang dibakukan harus stoikiometri sehingga dicapai dasr perhitungan Larutan standar yang digunakan dalam kebanyakan proses iodometri adalah natrium tiosulfat. Garam ini biasanya berbentuk sabagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. larutan tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi dengan standar primer, larutan natrium tiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama. Tembaga murni dapat digunakan sebagi standar primer untuk natrium tiosulfat

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis penelitian Penelitian ini adalah penelitian deksriptif dengan studi kepustakaan. 3.2 Tempat dan Waktu 3.2.1 Tempat 1. Di Jln.MT Haryono I No.5 3.2.2 Waktu 1. Hari Kamis, Tanggal 29 Maret 2012, PKL 17.00-10.00 WITA. 3.3. Alat dan Bahan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. labu takar 100 mL Erlenmeyer Timbangan Gelas beker Kertas saring Corong Batang pengaduk Buret Larutan amilum Teh sepeda balap Akuades Alkohol H2SO4 10% Larutan iodium 0,1 N Indikator kanji.

3.4 Proses Pengolahan A. Preparasi Sampel Teh 1. Ditimbang 25 gram teh kering, dimasukkan dalam gelas beker.

2. Ditambahkan 100 mL akuades, kemudian didihkan larutan sampai 30 menit sambil diaduk sesekali. Angkat, lalu disaring. 3. Diuapkan filtrat yang diperoleh hingga volumenya berkurang menjadi sekitar 20 mL, diangkat dan didinginkan filtrat. B. Analisis Kadar Kafein dalam Teh 1. Dimasukkan filtrat teh hasil preparasi dalam labu takar 100 mL, ditambahkan 25 mL alkohol, dikocok sekitar 5 menit sampai homogen. 2. Ditambahkan 5 mL H2SO4 10% dan 20 mL larutan iodium 0,1 N ke dalam labu takar, diencerkan sampai batas, kemudian kocok larutan sampai homogen. 3. Diambil 20 mL larutan, dimasukkan dalam erlenmeyer, ditambahkan indikator kanji. 4. Dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N hingga warna biru hilang. Titrasi dilakuakn sebanyak 3 kali pengulangan.

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL

4.1 Pembahasan

Pada analisa kadar kafein dalam teh, alkohol yang digunakan dalam percobaan berguna untuk memisahkan senyawa organik dengan zat organik yang terkandung dalam teh, karena dalam teh tidak hanya mengandung teh tetapi juga mengandung zat-zat lain seperti minyak oli yang merupakan pewangi teh. Penambahan asam sulfat membuat reaksi berada dalam suasana agar reaksi yang terjadi, karena kepekatan lebih besar dalam larutan asam daripada dalam larutan netral dan lebih basa dengan adanya ion iodium yang ditambah dan kelebihan iodium setelah terjadi reaksi adisi. Penggunaan natrium thiosulfat sebagai larutan yang akan terurai dalam larutan belerang sebagai endapan. Akan tetapi reaksinya berlangsung lambat dan tidak terjadi apabila thiosulfat dititrasi dengan larutan berasam. Pada iodium jika larutannya tidak diaduk maka reaksi antara iodium dengan thiosulfat jauh lebih cepat dari pada penguraian. Iodium mengoksidasi thiosulfat menjadi ion tetraionat reaksinya I2 + 2S2O32- 2I- + S4O62Pada titrasi digunakan indikator kanji yang berbentuk ion komplek berwarna biru yang berasal dari amilum, reaksi yang menunjukkan adalah sebagai berikut: I2 + amilum I2-amilum. Setelah dilakukan titrasi maka reaksi yang terjadi adalah: I2 + 2S2O32- 2I- + S4O62Penggunaan indikator kanji atau amilum ini dalam proses titrasi natrium thiosulfat dan teh karena natrium thiosulfat lebih kuat pereaksinya dibandingkan dengan amilum sehingga amilum atau larutan kanji tersebut dapat didesak keluar dari proses reaksi tersebut. Jadi hal ini

menyebabkan warna berubah kembali seperti semula setelah dilakukannya titrasi dengan natrium thiosulfat. Dari perhitungan diperoleh massa kafein sebesar 1,637 gram, sehingga konsentrasi kafein pada proses titrasi dengan menggunakan sampel teh sepeda balap adalah 65,48%.

4.2 Hasil
preparasi sampel teh
Langkah Percobaan Ditimbang teh kering Dimasukkan dalam gelas beker Ditambahkan lalu disaring Filtrat diuapkan hingga volumenya berkurang menjadi 20 mL, diangkat lalu dinginkan. _ akuades 100 mL, _ Hasil Pengamatan m = 2,5 gram

didihkan selama 30 menit.Diangkat

analisis kadar kafein dalam teh


Langkah Percobaan Filtrat teh hasil preparasi dimasukkan dalam labu takar 100 mL, ditambahkan 25 mL alkohol, dikocok sekitar 5 menit sampai homogen Ditambahkan 5 mL H2SO4 10% dan larutan iodium 0,1 N ke dalam labu takar, diencerkan sampai batas kemudian kocok samapai homogen 20 mL larutan diambil, dimasukkan dalam erlenmeyer, ditambahkan indikator kanji Dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N hingga Vrata-rata campuran = 20 mL warna biru hilang Vrata-rata Na2S2O7 = 4,95 mL _ _ Hasil Pengamatan _

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diperoleh dari percobaan ini adalah sebagai berikut: 1. Massa kafein yang terkandung dalam teh sepeda balap adalah sebesar 1,637 gr. 2. Kadar kafein pada teh sepeda balap sebesar 65,48%. 3. Standarisasi digunakan untuk mengetahui konsentrasi atau normalitas dari suatu larutan. 5.2 Saran Saran yang dapat penulis berikan terhadap makalah ini adalah : Sebaiknya pembuatan makalah ini diharapkan didahului dengan praktikum agar mahasiswa dapat memahami dan mengerti bagaimana proses percobaan tentang aplikasi atau percobaan dari titrasi redoks ( reduksi-oksidasi ). Sehingga mahasiswa dapat mengerti dan paham akan makalah yang akan dibuat.

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, M Natsir. 2001. Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Irfan, Anshary. 1986. Penuntun Pelajaran Kimia. Ganeca Exact, Bandung. Karyadi, Benny. 1994. Kimia 2. Balai Pustaka, Jakarta. Syukri, S. 1999. Kimia Dasar 1. ITB, Bandung. Vogel,1985. Analisa Anorganik Kualitatis. Kalmen Media Pustaka, Jakarta

You might also like