You are on page 1of 30

[center]Penurunan Visus Pada Katarak dengan Diabetes Mellitus[/center] [center]DAFTAR ISI[/center] BAB I. PENDAHULUAN..............................................................................................2 BAB II. KETAJAMAN VISUS......................................................................................

3 BAB III. LENSA DAN KATARAK...............................................................................6 BAB IV. DIABETES DAN KATARAK........................................................................14 BAB V. KESIMPULAN.................................................................................................19 DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... 20 [center]BAB I[/center] [center]PENDAHULUAN[/center] Diabetes adalah sekumpulan penyakit endokrin yang ditandai dengan hiperglikemia yang merupakan manifestasi dari defek pada sekresi insulin, aksi insulin atau keduanya.(1-3,8,9) Diabetes memiliki banyak sekali komplikasi yang ditimbulkannya, baik itu terjadi secara akut seperti hiperglikemik hiperosmolar non-ketotik, ketoasidosis yang dapat membawa kematian, atau komplikasi yang berjalan secara kronik seperti diabetik neuropati, makroangiopati, mikroangiopati, dan sebagainya. Dalam bidang oftalmologi, komplikasi yang terpenting adalah retinopati diabetik dan peningkatan progresifitas katarak yang telah terjadi. Adapun bentuk katarak diabetik murni namun kejadiannya jarang. Pada makalah ini yang dibahas adalah pengaruh diabetes terhadap katarak yang telah ada. Beberapa studi telah menunjukkan korelasi yang kuat antara progresifitas katarak dengan diabetes yang mendasari seperti yang telah dilakukan Kim, dkk (2006) yang menyimpulkan durasi diabetes adalah faktor yang sangat signifikan untuk katarak pada penderita diabetes. Efek yang terakumulasi dari hiperglikemia terkait dengan kejernihan lensa pada diabetes.(2) Katarak adalah suatu keadaan di mana lensa mata yang biasanya kernih dan bening menjadi keruh.(4,11) Pada dasarnya katarak dapat terjadi karena proses kongenital atau karena proses degeneratif. Proses degeneratif pada lensa disebut juga katarak senilis yang dibagi menjadi empat stadium; Insipien, Immatur, Matur dan Hipermatur. Begitu banyak yang faktor yang mempengaruhi timbulnya katarak ini, diabetes adalah salah satu faktor penyakit sistemik yang mempercepat proses timbulnya katarak ini. Dari 200 pasien dengan katarak senilis yang dilakukan tes toleransi glukosa oleh Dukmore dan Tun (1980) ditemukan dan disimpulkan bahwa intoleransi glukosa sering dijumpai pada katarak senilis yang tidak menunjukkan glikosuria dan gula darah puasa yang normal pada pemeriksaan rutin.(15) Terdapat beberapa teori yang hendak menjelaskan patofisiologi progresifitas katarak pada penderita diabetes, serta penelitian-penelitian yang telah berhasil membuktikan korelasi antara awitan usia menderita katarak dengan lamanya menderita diabetes.(1-4,9-12) [center]BAB II[/center] [center]KETAJAMAN VISUS[/center] Visus adalah ketajaman atau kejernihan penglihatan, sebuah bentuk yang khusus di mana tergantung dari ketajaman fokus retina dalam bola mata dan sensitifitas dari interpretasi di otak.(5) Visus adalah sebuah ukuran kuantitatif suatu kemampuan untuk mengidentifikasi simbol-simbol berwarna hitam dengan latar belakang putih dengan jarak yang telah distandardisasi serta ukuran dari

simbol yang bervariasi. Ini adalah pengukuran fungsi visual yang tersering digunakan dalam klinik. Istilah visus 20/20 adalah suatu bilangan yang menyatakan jarak dalam satuan kaki yang mana seseorang dapat membedakan sepasang benda. Satuan lain dalam meter dinyatakan sebagai visus 6/6. Dua puluh kaki dianggap sebagai tak terhingga dalam perspektif optikal (perbedaan dalam kekuatan optis yang dibutuhkan untuk memfokuskan jarak 20 kaki terhadap tak terhingga hanya 0.164 dioptri). Untuk alasan tersebut, visus 20/20 dapat dianggap sebagai performa nominal untuk jarak penglihatan manusia; visus 20/40 dapat dianggap separuh dri tajam penglihatan jauh dan visus 20/10 adalah tajam penglihatan dua kali normal.(5) Untuk menghasilkan detail penglihatan, sistem optik mata harus memproyeksikan gambaran yang fokus pada fovea, sebuah daerah di dalam makula yang memiliki densitas tertinggi akan fotoreseptor konus/kerucut sehingga memiliki resolusi tertinggi dan penglihatan warna terbaik. Ketajaman dan penglihatan warna sekalipun dilakukan oleh sel yang sama, memiliki fungsi fisiologis yang berbeda dan tidak tumpang tindih kecuali dalam hal posisi. Ketajaman dan penglihatan warna dipengaruhi secara bebas oleh masing-masing unsur.(5) Cahaya datang dari sebuah fiksasi objek menuju fovea melalui sebuah bidang imajiner yang disebut visual aksis. Jaringan-jaringan mata dan struktur-struktur yang berada dalam visual aksis (serta jaringan yang terkait di dalamnya) mempengaruhi kualitas bayangan yang dibentuk. Struktur-struktur ini adalah; lapisan air mata, kornea, COA (Camera Oculi Anterior = Bilik Depan), pupil, lensa, vitreus dan akhirnya retina sehingga tidak akan meleset ke bagian lain dari retina. Bagian posterior dari retina disebut sebagai lapisan epitel retina berpigmen (RPE) yang berfungsi untuk menyerap cahaya yang masuk ke dalam retina sehingga tidak akan terpantul ke bagian lain dalam retina. RPE juga memiliki fungsi vital untuk mendaur-ulang bahan-bahan kimia yang digunakan oleh sel-sel batang dan kerucut dalam mendeteksi photon. Jika RPE rusak maka kebutaan dapat terjadi.(5) Seperti pada lensa fotografi, ketajaman visus dipengaruhi oleh diameter pupil. Aberasi optik pada mata yang menurunkan tajam penglihatan ada pada titik maksimal jika ukuran pupil berada pada ukuran terbesar (sekitar 8 mm) yang terjadi pada keadaan kurang cahaya. Jika pupil kecil (1-2 mm), ketajaman bayangan akan terbatas pada difraksi cahaya oleh pupil. Antara kedua keadaan ekstrim, diameter pupil yang secara umum terbaik untuk tajam penglihatan normal dan mata yang sehat ada pada kisaran 3 atau 4 mm.(5) Korteks penglihatan adalah bagian dari korteks serebri yang terdapat pada bagian posterior (oksipital) dari otak yang bertanggung-jawab dalam memproses stimuli visual. Bagian tengah 100 dari lapang pandang (sekitar pelebaran dari makula), ditampilkan oleh sedikitnya 60% dari korteks visual/penglihatan. Banyak dari neuron-neuron ini dipercaya terlibat dalam pemrosesan tajam penglihatan.(5) Perkembangan yang normal dari ketajaman visus tergantung dari input visual di usia yang sangat muda. Segala macam bentuk gangguan visual yang menghalangi input visual dalam jangka waktu yang lama seperti katarak, strabismus, atau penutupan dan penekanan pada mata selama menjalani terapi medis biasanya berakibat sebagai penurunan ketajaman visus berat dan permanen pada mata yang terkena jika tidak segera dikoreksi atau diobati di usia muda. Penurunan tajam penglihatan direfleksikan dalam berbagai macam abnormalitas pada sel-sel di korteks visual. Perubahan-perubahan ini meliputi penurunan yang nyata akan jumlah sel-sel yang terhubung pada mata yan terkena dan juga beberapa sel yang menghubungkan kedua bola mata, yang bermanifestasi sebagai hilangnya penglihatan binokular

dan kedalaman persepsi atau streopsis.(5) Mata terhubung pada korteks visual melalui nervus optikus yang muncul dari belakang mata. Kedua nervus opticus tersebut bertemu pada kiasma optikum di mana sekitar separuh dari serat-serat masingmasing mata bersilang menuju tempat lawannya ke sisi lawannya dan terhubung dengan serat saraf dari bagian mata yang lain akan menghasilkan lapangan pandang yang sebenarnya. Gabungan dari serat saraf dari kedua mata membentuk traktus optikus. Semua ini membentuk dasar fisiologi dari penglihatan binokular. Traktus ini akan berhenti di otak tengah yang disebut nukleus genikulatus lateral untuk kemudian berlanjut menuju korteks visual sepanjang kumpulan serat-serat saraf yang disebut radiasio optika.(5) Segala macam bentuk proses patologis pada sistem penglihatan baik pada usia tua yang merupakan periode kritis, akan menyebabkan penurunan tajam penglihatan. Maka, pengukuran tajam penglihatan adalah sebuah tes yang sederhana dalam menentukan status kesehatan mata, sistem penglihatan sentral, dan jaras-jaras penglihatan menuju otak. Berbagai penurunan tajam penglihatan secara tiba-tiba selalu merupakan hl yang harus diperhatikan. Penyebab sering dari turunnya tajam penglihatan adalah katarak, dan parut kornea yang mempengaruhi jalur penglihatan, penyakit-penyakit yang mempengaruhi retina seperti degenarasi makular, dan diabetes, penyakit-penyakit yang mengenai jaras optik menuju otak seperti tumor dan sklerosis multipel, dan penyakit-penyakit yang mengenai korteks visual seperti stroke dan tumor.(5) [center]BAB III[/center] [center]LENSA DAN KATARAK[/center] Lensa Kristalina Normal Lensa Kristalina adalah sebuah struktur yang transparan dan bikonveks yang memiliki fungsi untuk mempertahankan kejernihan, refraksi cahaya, dan memberikan akomodasi. Lensa tidak memiliki suplai darah atau inervasi setelah perkembangan janin dan hal ini bergantung pada aqueus humor untuk memenuhi kebutuhan metaboliknya serta membuang sisa metabolismenya. Lensa terletak posterior dari iris dan anterior dari korpus vitreous. Posisinya dipertahankan oleh zonula Zinnii yang terdiri dari serat-serat yang kuat yang menyokong dan melekatkannya pada korpus siliar. Lensa terdiri dari kapsula, epitelium lensa, korteks dan nukleus.(6) Kutub anterior dan posterior dihubungkan dengan sebuah garis imajiner yang disebut aksis yang melewati mereka. Garis pada permukaan yang dari satu kutub ke kutub lainnya disebut meridian. Ekuator lensa adalah garis lingkar terbesar.(6) Lensa dapat merefraksikan cahaya karena indeks refraksinya, secara normal sekitar 1,4 pada bagian tengah dan 1,36 pada bagian perifer yang berbeda dari aqueous humor dan vitreous yang mengelilinginya. Pada keadaan tidak berakomodasi, lensa memberikan kontribusi 15-20 dioptri (D) dari sekitar 60 D seluruh kekuatan refraksi bola mata manusia. Sisanya, sekitar 40 D kekuatan refraksinya diberikan oleh udara dan kornea.(6) Lensa terus bertumbuh seiring dengan bertambahnya usia. Saat lahir, ukurannya sekitar 6,4 mm pada bidang ekuator, dan 3,5 mm anteroposterior serta memiliki berat 90 mg. Pada lensa dewasa berukuran 9 mm ekuator dan 5 mm anteroposterior serta memiliki berat sekitar 255 mg. Ketebalan relatif dari korteks meningkat seiring usia. Pada saat yang sama, kelengkungan lensa juga ikut bertambah, sehingga

semakin tua usia lensa memiliki kekuatan refraksi yang semakin bertambah. Namun, indeks refraksi semakin menurun juga seiring usia, hal ini mungkin dikarenakan adanya partikel-partikel protein yang tidak larut. Maka, lensa yang menua dapat menjadi lebih hiperopik atau miopik tergantung pada keseimbangan faktor-faktor yang berperan.(6) Kapsula Kapsula lensa memiliki sifat yang elastis, membran basalisnya yang transparan terbentuk dari kolagen tipe IV yang ditaruh di bawah oleh sel-sel epitelial. Kapsula terdiri dari substansi lensa yang dapat mengkerut selama perubahan akomodatif. Lapis terluar dari kapsula lensa adalah lamela zonularis yang berperan dalam melekatnya serat-serat zonula. Kapsul lensa tertebal pada bagian anterior dan posterior preekuatorial dan tertipis pada daerah kutub posterior sentral di mana memiliki ketipisan sekitar 2-4 m. Kapsul lensa anterior lebih tebal dari kapsul posterior dan terus meningkat ketebalannya selama kehidupan.(6) Serat zonular Lensa disokong oleh serat-serat zonular yang berasal dari lamina basalis dari epitelium non-pigmentosa pars plana dan pars plikata korpus siliar. Serat-serat zonula ini memasuki kapsula lensa pada regio ekuatorial secara kontinu. Seiring usia, serat-serat zonula ekuatorial ini beregresi, meninggalkan lapis anterior dan posterior yang tampak sebagai bentuk segitiga pada potongan melintang dari cincin zonula.(6) Epitel Lensa Terletak tepat di belakang kapsula anterior lensa, lapisan ini merupakan lapisan tunggal dari sel-sel epitelial. Sel-sel ini secara metabolik aktif dan melakukan semua aktivitas sel normal termasuk biosintesis DNA, RNA, protein dan lipid. Sel-sel ini juga menghasilkan ATP untuk memenuhi kebutuhan energi dari lensa. Sel-sel epitelial aktif melakukan mitosis dengan aktifitas terbesar pada sintesis DNA pramitosis yang terjadi pada cincin di sekitar anterior lensa yang disebut zona germinativum. Sel-sel yang baru terbentuk ini bermigrasi menuju ekuator di mana sel-sel ini melakukan diferensiasi menjadi serat-serat. Dengan sel-sel epitelial bermigrasi menuju bow region dari lensa, maka proses differensiasi menjadi serat lensa dimulai.(6) Mungkin, bagian dari perubahan morfologis yang paling dramatis terjadi ketika sel-sel epitelial memanjang membentuk sel serat lensa. Perubahan ini terkait dengan peningkatan massa protein selular pada membran untuk setiap individu sel-sel serat. Pada waktu yang sama, sel-sel kehilangan organelorganelnya, termasuk inti sel, mitokondria, dan ribosom. Hilangnya organel-organel ini sangat menguntungkan, karena cahaya dapat melalui lensa tanpa tersebar atau terserap oleh organel-organel ini. Bagaimana pun, karena serat-serat sel lensa yang baru ini kehilangan fungsi metaboliknya yang sebelumnya dilakukan oleh organel-organel ini, kini serat lensa terganting dari energi yang dihasilkan oleh proses glikolisis.(6) Korteks dan Nukleus Tidak ada sel yang hilang dari lensa sebagaimana serat-serat baru diletakkan, sel-sel ini akan memadat dan merapat kepada serat yang baru saja dibentuk dengan lapisan tertua menjadi bagian yang paling tengah. Bagian tertua dari ini adalah nukleus fetal dan embrional yang dihasilkan selama kehidupan

embrional dan terdapat pada bagian tengah lensa. Bagian terluar dari serat adalah yang pertama kali terbentuk dan membentuk korteks dari lensa.(6) Peningkatan Protein-protein yang Tidak Larut Air Seiring Usia Tergantung dari kelarutan dalam air, sebuah hipotesis memperkirakan bahwa seiring dengan berjalannya waktu, protein lensa menjadi tidak larut air dan beragregasi untuk membentuk partikelpartikel yang sangat besar yang dapat memecahkan cahaya yang akhirnya mengakibatkan kekeruhan lensa. Beberapa peneliti berusaha untuk mengkaitkan prosentase yang lebih tinggi terhadap protein tidak larut air ini dengan peningkatan kekeruhan lensa, tetapi hipotesis ini masihlah kontroversial. Haruslah diperhatikan bahwa fraksi protein tak larut air meningkat dengan waktu sekalipun lensa masih tetap jernih. Konversi protein larut air menjadi tak larut air tampak sebagai proses yang normal pada maturasi serat lensa, tetapi dapat menjadi lebih cepat hingga berlebih pada lensa katarak tertentu.(7,12) Pada katarak dengan pencoklatan nukleus lensa (katarak brunesen), peningkatan kadar protein tak larut air berkorelasi dengan derajat kekeruhan. Pada katarak brunesen yang jelas, sebanyak 90% protein inti adalah tak larut air. Perubahan-perubahan terkait dengan oksidasi juga terjadi termasuk protein-protein dan formasi ikatan disulfida protein-glutation, penurunan glutation terreduksi dan peningkatan glutation disulfida. Methionin terkait membran dan sistein juga ikut teroksidasi.(7) Pada lensa yang muda, kebanyakan protein tak larut dapat larut dalam urea. Dengan usia dan secara nyata pembentukan katarak brunesen, protein inti menjadi tidak larut dalam urea. Sebagai tambahan pada peningkatan ikatan disulfida, protein-protein inti ini berikatan silang dengan ikatan-ikatan non disulfida. Fraksi protein tak larut ini mengandung protein kuning-coklat yang ditemukan dalam konsentrasi yang tinggi pada katarak nuklear.(7) Penurunan Konsentrasi Protein Lensa Seiring Usia Sekali pun usia membawa penurunan secara alami dari jumlah protein absolut dalam lensa, reduksi ini tampak semakin jelas pada katarak. Sebagaimana disebutkan pada permulaan, prosentase protein larut juga menurun, dari sekitar 81% pada lensa tranparan dewasa hingga 51,4% pada lensa katarak. Hilangnya protein dari lensa mungkin dikarenakan lolosnya kristalin intak melalui kapsula lensa. Peneliti telah menemukan bahwa, pada katarak kortikal, kadar kristalin alpha dan gamma dalam aqueous humor meningkat, pada katarak nuklear, kadar kritalin alpha meningkat sedangkan kristalin gamma menurun.(7,12) Keseimbangan Air dan Kation Lensa Aspek fisiologi terpenting dari lensa adalah mekanisme yang mengatur keseimbangan air dan elektrolit lensa yang sangat penting untuk menjaga kejernihan lensa.(8,12,13) Karena kejernihan lensa sangat tergantung pada komponen struktural dan makromolekular, gangguan dari hidrasi lensa dapat menyebabkan kekeruhan lensa. Telah ditentukan bahwa gangguan keseimbangan air dan elektrolit bukanlah gambaran dari katarak nuklear. Pada katarak kortikal, kadar air meningkat secara bermakna.(8) Lensa manusia normal mengandung sekitar 66% air dan 33% protein dan perubahan ini terjadi sedikit demi sedikit dengan bertambahnya usia. Korteks lensa menjadi lebih terhidrasi daripada nukleus lensa. Sekitar 5% volume lensa adalah air yang ditemukan diantara serat-serat lensa di ruang ekstraselular.

Konsentrasi natrium dalam lensa dipertahankan pada 20mM dan konsentrasi kalium sekitar 120 mM. Kadar natrium dan kalium disekeliling aqueous humor dan vitrous humor cukup berbeda; natrium lebih tinggi sekitar 150 mM di mana kalium sekitar 5 mM.(8) Epitelium Lensa; Tempat Transport Aktif Lensa bersifat dehidrasi dan memiliki kadar ion kalium (K+) dan asam amino yang lebih tinggi dari aqueous dan vitreus di sekelilingnya. Sebaliknya, lensa mengandung kadar ion natrium (Na+) ion klorida (Cl-) dan air yang lebih sedikit dari lingkungan sekitarnya. Keseimbangan kation antara di dalam dan di luar lensa adalah hasil dari kemampuan permeabilitas membran sel-sel lensa dan aktifitas dari pompa (Na+, K+-ATPase) yang terdapat pada membran sel dari epitelium lensa dan setiap serat lensa. Fungsi pompa natrium bekerja dengan cara memompa ion natrium keluar dari dan menarik ion kalium ke dalam. Mekanisme ini tergantung dari pemecahan ATP dan diatur oleh enzim Na+, K+-ATPase. Keseimbangan ini mudah sekali terganggu oleh inhibitor spesifik ATPase ouabain. Inhibisi dari Na+, K+ATPase akan menyebabkan hilangnya keseimbangan kation dan meningkatnya kadar air dalam lensa. Walaupun Na+, K+-ATPase terhambat pada perkembangan katarak kortikal masih belum jelas, beberapa studi telah menunjukkan penurunan aktifitas Na+, K+-ATPase, sedangkan yang lainnya tidak tidak menunjukkan perubahan apa pun. Dan studi-studi lain telah memperkirakan bahwa permeabilitas membran meningkat seiring dengan perkembangan katarak.(8) Teori Kebocoran Pompa Kombinasi dari transport aktif dan permeabilitas membran seringkali dihubungkan dengan sistem kebocoran pompa pada lensa. Menurut teori ini, kalium dan molekul-molekul lainnya seperti asam-asam amino secara aktif ditransport ke anterior lensa melalui epitelium. Kemudian berdifusi keluar dengan gradien konsentrasi melalui belakang lensa.di mana tidak ada sistem transport aktif. Kebalikannya, natrium mengalir melalui belakang lensa dengan sebuah gradien konsentrasi yang kemudian secara aktif diganti dengan kalium melalui epitelium. Sebagai pendukung teori ini, gradien anteroposterior ditemukan untuk kedua ion: kalium terkonsentrasi pada anterior lensa, dan natrium pada bagian posterior lensa. Kondisi seperti pendinginan yang menginaktifasi pompa enzim tergantung energi juga mengganggu gradien ini. Kebanyakan aktifitas dari Na+, K+-ATPase ditemukan dalam epitelium lensa. Mekanisme transport aktif akan hilang jika kapsul dan epitel yang menempel dilepaskan dari lensa, tetapi tidak terjadi jika hanya kapsul saja yang dilepaskan melalui degradasi enzimatik dengan kolagenase. Temuan-temuan ini mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa epitel adalah tempat primer untuk transport aktif pada lensa. Natrium dipompakan keluar menuju aqueous humor dari dalam lensa, dan kalium masuk dari aqueous humor ke dalam lensa. Pada permukaan posterior lensa (lensavitreus), perpindahan solut terjadi secara difusi pasif. Rancangan asimetris ini bermanifestasi dalam gradien natrium dan kalium sepanjang lensa dengan konsentrasi kalium lebih tinggi pada depan lensa dan lebih rendah di belakang lensa. Dan kebalikannya konsentrasi natrium lebih tinggi di belakang lensa daripada di depan. Banyak dari difusi-difusi ini terjadi pada lensa melalui sel ke sel dengan taut antar sel resistensi rendah.(8) Keseimbangan kalsium juga penting untuk lensa. Kadar normal intrasel dari kalsium dalam lensa adalah sekitar 30 mM di mana kadar kalsium di luar mendekati 2 M Besarnya gradien transmembran kalsium dipertahankan secara primer oleh pompa kalsium (Ca2+-ATPase). Membran sel lensa juga secara relatif tidak permeabel terhadap kalsium. Hilangnya homeostasis kalsium akan sangat mengganggu

metabolisme lensa. Peningkatan kadar kalsium dapat berakibat pada beberapa perubahan meliputi tertekannya metabolisme glukosa, pembentukan agregat protein dengan berat molekul tinggi dan aktivasi protease yang destruktif.(8) Transport membran dan permeabilitas juga termasuk perhitungan yang penting pada nutrisi lensa. Transport aktif asam-asam amino mengambil tempat pada epitel lensa dengan mekanisme tergantung pada gradien natrium yang dibawa oleh pompa natrium. Glukosa memasuki lensa melalui sebuah proses difusi terfasilitasi yang tidak secara langsung terhubung oleh sistem transport aktif. Hasil buangan metabolisme meninggalkan lensa melalui difusi sederhana. Berbagai macam substansi seperti asam askorbat, myo-inositol dan kolin memiliki mekanisme transport yang khusus pada lensa.(8) Katarak Senilis Katarak senilis adalah penyakit gangguan penglihatan yang dicirikan oleh penebalan yang berjalan secara lambat dan progresif. Ini adalah penyebab utama dari kebutaan di dunia saat ini. Namun tidak begitu adanya, mengingat morbiditas visual ini dibawa oleh katarak terkait usia yang reversibel. Dengan deteksi dini, pengamatan seksama dan waktu intervensi bedah dapat dilakukan untuk katarak senilis dan tatalaksananya.(4) Perkins (1984) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa katarak lebih sering dijumpai pada wanita daripada pria.(16) Patofisiologi Katarak Senilis Patofisiologi dibalik katarak senilis adalah kompleks dan perlu untuk dipahami. Pada semua kemungkinan, patogenesisnya adalah multifaktorial yang melibatkan interaksi kompleks antara proses fisiologis yang bermacam-macam. Sebagaimana lensa berkembang seiring usia, berat dan ketebalan terus meningkat sedangkan daya akomodasi terus menurun. Dengan lapisan-lapisan kortikal yang baru ditambahkan dalam pola konsentrik, nukleus sentral tertekan dan mengeras pada sebuah proses yang disebut sklerosis nuklear.(4) Bermacam mekanisme memberikan kontribusi pada hilangnya kejernihan lensa. Epitelium lensa dipercaya mengalami perubahan seiring dengan pertambahan usia, secara khusus melalui penurunan densitas epitelial dan differensiasi abberan dari sel-sel serat lensa. Sekali pun epitel dari lensa katarak mengalami kematian apoptotik yang rendah di mana menyebabkan penurunan secara nyata pada densitas sel, akumulasi dari serpihan-serpihan kecil epitelial dapat menyebabkan gangguan pembentukan serat lensa dan homeostasis dan akhirnya mengakibatkan hilangnya kejernihan lensa. Lebih jauh lagi, dengan bertambahnya usia lensa, penurunan ratio air dan mungkin metabolit larut air dengan berat molekul rendah dapat memasuki sel pada nukleus lensa melalui epitelium dan korteks yang terjadi dengan penurunan transport air, nutrien dan antioksidan.(4) Sen, dkk (2008) melakukan penelitian dengan mengukur kadar homosistein plasma, folat dan vitamin B12 pada penderita katarak senilis. Ia mendapatkan hasil turunnya kadar folat jika dibandingkan dengan kontrol (p<0,001). Penelitian ini didasarkan pada pemikiran peningkatan kadar homosistein yang terlihat pada berbagai macam penyakit mata seperti exfoliation syndrome, glaukoma, dan katarak. Di mana telah diusulkan bahwa homosistein adalah oksidan yang penting dalam patogenesis perlukaan sel-sel endotelial dan penyakit atherosklerotik vaskular. Vitamin B12 dan folat terlibat dalam metabolisme metilasi homosistein menjadi metionin. Sen dkk menyimpulkan peningkatan plasma homosistein terkait dengan menurunnya kadar plasma dari folat dan vitamin B12 di mana sangat mungkin mejadi akar

permasalahan penyebab dari patogenesis katarak.(14) Kemudian, kerusakan oksidatif pada lensa pada pertambahan usia terjadi yang mengarahkan pada perkembangan katarak senilis. Berbagai macam studi menunjukkan peningkatan produk oksidasi (contohnya glutation teroksidasi) dan penurunan vitamin antioksidan serta enzim superoksida dismutase yang menggaris-bawahi peranan yang penting dari proses oksidatif pada kataraktogenesis.(4) Mekanisme lainnya yang terlibat adalah konversi sitoplasmik lensa dengan berat molekul rendah yang larut air menjadi agregat berat molekul tinggi larut air, fase tak larut air dan matriks protein membran tak larut air. Hasil perubahan protein menyebabkan fluktuasi yang tiba-tiba pada indeks refraksi lensa, menyebarkan jaras-jaras cahaya dan menurunkan kejernihan. Area lain yang sedang diteliti meliputi peran dari nutrisi pada perkembangan katarak secara khusus keterlibatan dari glukosa dan mineral serta vitamin.(4) Katarak senilis dapat diklasifikasikan menjadi tiga bentuk utama; katarak nuklear, katarak kortikal, dan katarak subkapsular posterior. Katarak nuklear merupakan hasil dari sklerosis nuklear yang berlebih dan penguningan dengan konsekuensi pembentukan opasitas lentikular sentral. Pada beberapa keadaan, nukleus dapat menjadi sangat padat dan coklat, yang disebut sebagai katarak brunesen. Perubahan katarak komposisi ionik pada korteks lensa dan perubahan hidrasi pada serat lensa menghasilkan katarak kortikal. Pembentukan kekeruhan seperti plak dan granular terjadi pada korteks sub-kapsular posterior yang seringkali mengarah pada katarak sub-kapsular posterior.(4) [center]BAB IV[/center] [center]DIABETES DAN KATARAK[/center] Metabolisme Karbohidrat pada Lensa Tujuan utama dari metabolisme lensa adalah untuk mempertahankan kejernihannya. Pada lensa, energi yang diperoleh bergantung pada metabolisme glukosa. Glukosa memasuki lensa dari aqueous baik melalui difusi sederhana dan melalui difusi terfasilitasi. Kebanyakan glukosa ditranportasi ke dalam lensa dalam bentuk terfosforilasi (Glukosa 6 fosfat =G6P) oleh enzim heksokinase. Reaksi ini adalah 70-1000 kali lebih lambat dari enzim-enzim lainnya yang terlibat dalam proses glikolisis lensa dan kecepatan terbatas pada lensa. Ketika terbentuk, G6P memasuki satu dari dua jalur metabolisme: glikolisis anaerobik atau heksosa monofosfat shunt (HMP shunt).(3,7) Jalur yang lebih aktif dari antara kedua metabolisme ini adalah glikolisis anaerobik yang menyediakan ikatan fosfat energi tinggi terbanyak yang dibutuhkan untuk metabolisme lensa. Fosforilasi terkait substrat dari ADP menjadi ATP terjadi pada dua langkah sepanjang jalan menuju laktat. Langkah dengan kecepatan yang terbatas pada jalur glikolitik sendiri ada pada tahap enzim fosfofruktokinase yang diatur melalui umpan balik oleh produk metabolik dari jalur glikolitik. Jalur ini lebih sedikit efisiensinya dibandingkan dengan glikolisis aerobik yang menghasilkan 36 molekul ATP dari setiap molekul glukosa yang dimetabolisme dalam siklus asam sitrat (metabolisme oksidatif). Karena tekanan oksigen yang rendah dalam lensa, hanya sekitar 3% dari glukosa lensa yang melewati siklus asam sitrat Krebs untuk memproduksi ATP; bagaimana pun, walau hanya dengan metabolisme aerobik yang rendah ini menghasilkan 25% dari ATP lensa. Bahwa lensa tidak tergantung pada oksigen telah didemonstrasikan dengan kemampuannya untuk menjaga metabolisme normal dalam lingkungan nitrogen. Dengan diberikan sejumlah glukosa, lensa in

vitro yang anoksik tetap jernih dan utuh, memiliki kadar normal dari ATP serta mempertahankan aktivitas pompa asam amino dan ion. Bagaimana pun, ketika glukosa menurun atau kekurangan, lensa tidak dapat mempertahankan fungsi-fungsi ini dan menjadi keruh pada beberapa jam sekalipun terdapat oksigen.(7) Jalur yang kurang aktif untuk utilisasi G6P dalam lensa adalah heksosa monofosfat shunt (HMP shunt), yang dikenal juga dengan istilah jalur pentosa monofosfat. Sekitar 5% dari glukosa lensa dimetabolisme melalui jalur ini sekalipun jalur ini distimulasi oleh peningkatan kadar glukosa. Aktifitas HMP shunt lebih tinggi pada lensa dibandingkan dengan jaringan lain dalam tubuh namun perannya masih belum bisa ditetapkan. Sebagaimana pada jaringan lain, dapat menghasilkan NADPH (sebuah bentuk terreduksi dari nicotinamide-adenine dinucleotide phosphate (NADP)) untuk biosintesis asam lemak dan biosintesis ribosa untuk nukleotida. Juga dihasilkan pula NADPH untuk aktifitas glutation reduktase dan aldose reduktase dalam lensa. Produk karbohidrat dari HMP shunt memasuki jalur glikolisis dan dimetabolisme menjadi laktat. Aldose reduktase adalah enzim kunci pada jalur lain metabolisme karbohidrat pada lensa, yaitu jalur sorbitol. Enzim ini telah ditemukan memainkan peranan yang penting dalam pembentukan katarak gula.(7) Sebagaimana ditekankan sebelumnya, reaksi heksokinase memiliki keterbatasan dalam memfosforilasi glukosa dalam lensa dan dihambat oleh mekanisme umpan balik dari produk glikolisis. Maka, ketika kadar glukosa meningkat dalam lensa sebagaimana terjadi pada keadaan hiperglikemia, jalur sorbitol teraktifasi lebih daripada glikolisis dan terjadi akumulasi dari sorbitol. Sorbitol dimetabolisme menjadi fruktosa oleh enzim polyol dehidrogenase. Sayangnya enzim ini memilii affinitas yang rendah yang berarti sorbitol akan terakumulasi sebelum mengalami metabolisme labih lanjut. Karakteristik ini, dikombinasikan dengan kurangnya permeabilitas lensa terhadap sorbitol berakhir dengan retensi sorbitol dalam lensa.(7) Tingginya rasio NADPH/NADH mendorong reaksi ke arah tersebut, akumulasi dari NADP yang terjadi sebagai konsekuensi teraktivasinya jalur sorbitol dapat menyebabkan stimulasi HMP shunt yang terjadi pada peningkatan glukosa lensa.(9,10) Berdasarkan bukti-bukti yang ada, stress oksidatif yang terjadi pada diabetes terkait dengan penurunan kadar glutation dan penurunan kadar NADPH, dengan demikian peningkatan sorbitol dehidrogenase terkait dengan terganggunya kadar NAD+ yang bermanifestasi sebagai modifikasi protein oleh glikosilasi non-enzimatik pada protein lensa.(9,13). Penelitian yang dilakukan oleh Murya, dkk (2006) menunjukkan bahwa kadar Katalase pada pasien dengan katarak diabetik 16,42 unit/ml sedangkan pada katarak senilis 57,27 unit/ml. Kadar Superoksida dismutase pada katarak diabetik 9,19 unit/ml dan kadarnya pada katarak senilis adalah 25,30 unit/ml. Penelitian ini menyimpulkan penurunan kadar superoksida dismutase dan katalase yang lebih rendah secara nyata dan bermakna pada pasien dengan katarak diabetik dibandingkan dengan katarak senilis. Maurya menyimpulkan peran dari enzim-enzim antioksidan yang penting dalam melindungi jaringan dari perusakan oksidatif serta stress oksdatif termasuk faktor penting yang berperan dalam patogenesis katarak diabetik. Penggunaan antioksidan akan menghambat atau mencegah pembetukan katarak.(13) Sejalan dengan sorbitol, fruktosa juga terbentuk pada lensa dengan kadar tinggi glukosa. Bersamaan, kedua gula tersebut meningkatkan tekanan osmotik di dalam lensa dan menarik air. Pada mulanya pompa tergantung energi pada lensa mampu mengkompensasi, tetapi akhirnya kemampuan tersebut terlewati. Hasilnya adalah pembengkakan serat, rusaknya arsitektur sitoskeletal normal dan kekeruhan lensa.(3)

Diabetes Mellitus dan Katarak Diabetes Mellitus dapat mempengaruhi kejernihan lensa, indeks refraksi dan amplitudo akomodatifnya. Dengan peningkatan kadar gula darah, juga diikuti dengan kadar glukosa pada aqueous humor. Karena kadar glukosa darah yang meningkat pada aqueous humor dan glukosa masuk ke dalam lensa melalui difusi, kadar glukosa dalam lensa akan meningkat. Beberapa molekul glukosa akan diubah menjadi sorbitol oleh enzim aldose reduktase yang tidak dimetabolisme namun menetap di dalam lensa.(3) Bersama dengan itu, tekanan osmotik akan menyebabkan influks dari air ke dalam lensa yang menyebabkan pembengkakan dari serat-serat lensa. Keadaan hidrasi lentikular dapat mempengaruhi kemampuan/kekuatan refraksi lensa. Pasien dengan diabetes dapat menunjukkan perubahan kekuatan refraksi berdasarkan perubahan pada kadar glukosa darah yang dialami. Perubahan miopik akut dapat mengindikasikan diabetes yang tidak terdiagnosa atau diabetes yang tidak terkontrol. Seorang dengan diabetes memiliki amplitudo akomodasi yang menurun dibandingkan dengan kontrol pada usia yang sama, dan presbiopia dapat terjadi pada usia yang lebih muda pada pasien dengan diabetes jika dibandingkan dengan yang tidak mengalaminya.(3) Bukti-bukti eksperimental memperkirakan bahwa glikosilasi dari protein lensa terlibat dalam proses pembentukan katarak. Glikosilasi dari protein lensa, di mana glukosa atau gula-gula terreduksi lainnya bereaksi dengan grup e-amino dari residu lisin atau amino terminal dari protein yang mengakibatkan pembentukan basa schiff. Basa schiff ini akan mengalami perombakan secara Amadori melalui reaksi Maillard yang akan menghasilkan ketoamin yang lebih stabil dari produk Amadori (produk glikosilasi awal). Pada tahap akhir, produk Amadori mengalami dehidrasi dan perombakan kembali untuk membentuk lintas silang antara protein terkait, menghasilkan agregat protein atau Advanced Glycocylated End Products (AGEs).(11) Jansirani (2004) melakukan eksperimen dengan mengumpulkan nukleus-nukleus lensa dari setiap operasi ECCE (Extra Capsular Cataract Extraction) dengan membandingkan kadar glukosa, protein dan protein terglikosilasi antara dua populasi; katarak senilis dengan diabetes, dan katarak senilis nondiabetik dari berbagai stadium. Dan hasil yang ditemukan adalah kadar protein terglikosilasi tertinggi ditemukan pada katarak senilis hipermatur (p<0,01) ketika dibandingkan dengan katarak tipe lainnya termasuk dengan yang diabetik. Jansirani dkk menyimpulkan bahwa kadar glukosa yang tinggi bukanlah satu-satunya faktor penentu dalam glikosilasi protein lensa.(11) Katarak adalah penyebab tersering dari gangguan penglihatan pada pasien dengan diabetes. Sekali pun terdapat dua tipe dari katarak yang telah ditemukan, pola-pola yang lain dapat pula dijumpai. Katarak diabetik sejati, atau snowflake cataract, terdiri dari perubahan bilateral tersebar pada subkapsular lensa secara tiba-tiba, dan progresi akut yang secara tipikal terdapat pada usia muda dengan diabetes mellitus yang tidak terkontrol. Kekeruhan multipel abu-abu putih subkapsular dengan penampilan seperti serpihan-serpihan salju terlihat pada korteks anterior superfisial dan korteks posterior lensa. Vakuolvakuol dapat tampak pada kapsula lensa dan celah-celah terbentuk pada korteks. Intumesensi dan maturitas dari katarak kortikal akan mengikuti setelahnya. Para peneliti percaya bahwa perubahan metabolik yang mendasari terkait dengan katarak diabetik sejati pada manusia sangat dekat sekali dengan katarak sorbitol yang dipelajari pada binatang percobaan. Sekalipun katarak diabetik sejati jarang sekali ditemukan pada praktek klinis saat ini, segala macam bentuk maturitas progresif dari katarak bilateral kortikal pada anak atau dewasa muda harus mengingatkan para dokter akan

kemungkinan diabetes mellitus. Resiko tinggi pada katarak terkait usia pada pasien dengan diabetes dapat merupakan akibat dari akumulasi sorbitol dalam lensa, perubahan hidrasi lensa, dan peningkatan glikosilasi protein pada lensa diabetik. Klein, dkk menyimpulkan dalam penelitiannya, bahwa diabetes mellitus terkait dengan insidens selama dari 5 tahun dari katarak kortikal dan subkapsular posterior dan dengan progresi dari beberapa kekeruhan minor kortikal dan subkapsular posterior lensa. Perubahanperubahan ini terkait dengan kadar glukosa darah. Sedangkan Perkins (1984) mendapatkan selisih prosentase sedikit lebih banyak pada subkapsular posterior dengan diabetes sebanyak 11,3% dan 11% pada non-diabetik. (10,15) Peningkatan glikosilasi non-enzimatik dan Advanced Glycocylated End Products (AGEs) telah dipostulasikan dalam pembentukan katarak. Pemberian inhibitor aldose reduktase inhibitor (0,06% tolrestat atau polnalrestat, 0,0125% AL-1576 selama 8 minggu) pada diet dari tikus diabetik terinduksi streptozotocin (STZ) memberikan hasil penurunan kadar sorbitol, hambatan progresifitas katarak, penurunan konsentrasi protein terglikosilasi pada lensa dan sedikit penurunan kadar AGE lentikular jika dibandingkan dengan tikus diabetik yang tidak diterapi setelah 45 dan 87 hari diabetes.(9,10) Operasi Katarak dan Diabetes Seperti yang telah dijelaskan pada bacaan sebelumnya, pasien diabetes memiliki peningkatan resiko untuk terjadinya katarak. Dilaporkan adanya progresi post operatif dari retinopati dan berkembangnya edema makular pada beberapa penelitian. Operasi katarak pada penderita diabetes dahulu diperkirakan sebagai operasi yang penuh resiko. Glaukoma neovaskular dan proliferasi retina yang berlanjut telah dilaporkan setelah operasi katarak pada pasien diabetes. Kejadian post operasi ini dikaitkan dengan prognosis ad visam yang buruk. Penelitian terkini dengan teknik fakoemulsifikasi telah dilaporkan memiliki komplikasi postoperasi yang lebih kecil. Progresi dari retinopati diabetik terkait dengan kontrol kadar gula darah selama diabetes, lamanya diabetes dan hipertensi yang tidak ditangani. Adanya retinopati diabetik tahap lanjut akan memberikan prognosis postoperasi yang kurang memuaskan. Namun pada fase non-proliferatif, operasi katarak bukanlah suatu kontraindikasi.(17-20) [center]BAB V[/center] [center]KESIMPULAN[/center] Katarak adalah suatu keadaan di mana lensa mata yang biasanya kernih dan bening menjadi keruh. Pada dasarnya katarak dapat terjadi karena proses kongenital atau karena proses degeneratif. Proses degeneratif pada lensa disebut juga katarak senilis yang dibagi menjadi empat stadium; Insipien, Immatur, Matur dan Hipermatur. Begitu banyak yang faktor yang mempengaruhi timbulnya katarak ini, diabetes adalah salah satu faktor penyakit sistemik yang mempercepat proses timbulnya katarak ini. Dasar patogenesis yang melandasi penurunan visus pada katarak dengan diabetes adalah teori akumulasi sorbitol yang terbentuk dari aktifasi kalur polyol pada keadaan hiperglikemia yang mana lebih lanjut akumulasi sorbitol dalam lensa akan menarik air kedalam lensa sehingga terjadi hidrasi lensa yang merupakan dasar patofisiologi ternetuknya katarak. Dan yang kedua adalah teori glikosilasi protein, dimana adanya AGE akan mengganggu struktur sitoskeletal yang dengan sendirinya akan berakibat pada turunnya kejernihan lensa. Operasi katarak dengan diabetes bukanlah suatu kontraindikasi jika terdapat retinopati diabetik non-

proliferatif. Didasarkan dari penelitian-penelitian yang ada, didapatkan bahwa teknik fakoemulsifikasi memberikan hasil yang lebih baik dengan komplikasi post operasi yang lebih kecil. Pada adanya retinopati diabetik lanjut, pasien perlu dijelaskan akan kemungkinan hasil postoperasi yang tidak optimal. DAFTAR PUSTAKA 1. Purdy EP, Bolling JP. Endocrine Disorders; Diabetes Mellitus. In: Purdy EP, editors. Updates on General Medicine. 2006-2007. San Fransisco; American Assosciation of Ophtalmology; 2006; 201-21. 2. Kim SJ, Kim SI. 2006. Prevalence and Risk Factors for Cataracts in Person with Type 2 Diabetes Mellitus. MedScape. [Online]. [Accessed 25th August 2008]. Available from World Wide Web: http://www.medscape.com/medline/abstract 3. Rosenfeld S, Blecher MH. Pathology; Cataracts, Metabolic Cataracts. In: Rosenfeld S, editors. Lens & Cataract. 2006-2007. San Fransisco; American Assosciation of Ophtalmology; 2006; 45-61 4. Ocampo V, Foster CS. Cataract, Senile. April 8, 2008 [cited 2008 August 25]. Available: http://www.emedicine.com/oph/TOPIC49.HTM 5. Guyton AC, Hall JE. Mata I. Sifat Optik Mata. Dalam: Guyton AC, penyunting. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 9. Jakarta; Penerbit buku Kedokteran EGC; 1996; 779-94. 6. Rosenfeld S, Blecher MH. Anatomy. In: Rosenfeld S, editors. Lens & Cataract. 2006-2007. San Fransisco; American Assosciation of Ophtalmology; 2006; 5-10 7. Rosenfeld S, Blecher MH. Biochemistry; Carbohydrate Metabolism. In: Rosenfeld S, editors. Lens & Cataract. 2006-2007. San Fransisco; American Assosciation of Ophtalmology; 2006; 14-16. 8. Rosenfeld S, Blecher MH. Physiology. In: Rosenfeld S, editors. Lens & Cataract. 2006-2007. San Fransisco; American Assosciation of Ophtalmology; 2006; 19-21 9. Maritim AC, Sanders RA, Wantkins JB, 2002. Diabetes, Oxidative Stress, and Antioxidants: A Review. J Biochem Molecular Toxicology. 17: 24-38. 10. Klein BK, Klein R, Lee KE, 1998. Diabetes, Cardiovaskular Disease, Selected Cardiovascular Risk Factors, and The 5-Year Incidence of Age-Related Cataract and Progression of Lens Opacities: The Beaver Dam Eye Study. American Journal of Ophtalmology. 126: 782-90. 11. Jansirani, Anathanaryanan PH. 2004. A Comparative Study of Lens Protein Glycation in Various Forms of Cataract. Indian Journal of Clinical Biochemistry. 19 (1): 110-2. 12. Zarina S, Abbasi A, Zaidi ZH. 1994. Cataractous Lens and Its Environment. Pure & Applicated Chemistry. 66; 111-5. 13. Maurya OPS, Mohanty L, Pathak S, Chandra A, Srivastava R. 2006. Role of Anti-oxidant Enzymes Superoxide Dismutase and Catalase in the Development of Cataract: Study of Serum Levels in Patients with Senile and Diabetic Cataracts. AIOP Proceedings; 142-3. 14. Sen SK, Pukazhvanthen P, Abraham R. 2008. Plasma Homocysteine, Folate and Vitamin B12 Levels in Senile Cataract. Indian Journal of Clinical Biochemistry. 23 (3); 255-7. 15. Dugmore WN, Tun K. 1980. Glucose Tolerance Tests in 200 Patients with Senile Cataract. British Journal of Ophtalmology. 64: 689-92. 16. Tsai CY, et al. 2007. Population-Based Study of Cataract Surgery Among Patients with Type 2 Diabetes in Kinmen, Taiwan. Can J Ophtalmol. 42: 262-7. 17. Hiller R, Kahn H. 1976. Senile Cataract Extraction and Diabetes. British Journal of Ophtalmology. 60;

283-6. 18. Mozaffarieh M, Heinzl H, Sacu S, Wedrich A. 2005. Clinical Outcomes of Phacoemulsification Cataract Surgery in Diabetes Patients: Visual Function (VF-14), Visual Acuity and Patient Satisfaction. Acta Ophtalmologica Scandinavica. 83: 176-83. 19. Flesner P, et al. 2002. Cataract Surgery on Diabetic Patients. A Prospective Evaluation of Risk Factors and Complications. Acta Ophtalmologica Scandinavica. 80: 19-24. 20. Newell FW. Systemic Disease and the Eye; Endocrine Disease and the Eye. In; Newell FW, editor: Ophtalmology; Principles & Concepts. London, Mosby Company. 1982; 431-45.

emua tentang KATARAK

Jun 6, '08 8:08 AM for everyone

Category: Other

Katarak merupakan penyebab utama berkurangnya penglihatan pada usia 55 tahun atau lebih. Secara umum dianggap bahwa katarak hanya mengenai orang tua, padahal katarak dapat mengenai semua umur dan pada orang tua katarak merupakan bagian umum pada usia lanjut. Makin lanjut usia seseorang makin besar kemungkinan menderita katarak. Katarak adalah kekeruhan lensa. Katarak memiliki derajat keparahan yang sangat bervariasi dan dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti kelainan bawaan, kecelakaan, keracunan obat, tetapi biasanya berkaitan dengan penuaan. Sebagian besar kasus bersifat bilateral, walaupun kecepatan perkembangannya pada masing-masing mata jarang sama. Pembentukan katarak secara kimiawi ditandai oleh penurunan penyerapan oksigen dan mula-mula terjadi peningkatan kandungan air diikuti oleh dehidrasi. Kandungan natrium dan kalsium meningkat, sedangkan kandungan kalium, asam askorbat dan protein berkurang. Pada lensa yang mengalami

katarak tidak ditemukan glutation. Lensa katarak memiliki ciri berupa edema lensa, perubahan protein, dan kerusakan kontinuitas normal serat-serat lensa. Secara umum, edema lensa bervariasi sesuai stadium perkembangan katarak. Katarak imatur (insipien) hanya sedikit opak, katarak matur yang keruh total (tahap menengah lanjut) mengalami edema. Apabila kandungan air maksimal dan kapsul lensa teregang, katarak disebut mengalami intumesensi (membengkak). Pada katarak hipermatur (sangat lanjut), air telah keluar dari lensa dan meniggalkan lensa yang sangat keruh, relatif mengalami dehidrasi, dengan kapsul berkeriput. Beberapa hal yang dapat menyebabkan terjadinya katarak seperti usia lanjut, kongenital, penyakit mata (glaukoma, ablasi, uveitis, retinitis pigmentosa, penyakit intraokular lain), bahan toksis khusus (kimia dan fisik), keracunan obat(eserin, kotikosteroid, ergot, asetilkolinesterase topikal), kelainan sistemik atau metabolik (DM, galaktosemi, distrofi miotonik), genetik dan gangguan perkembangan, infeksi virus dimasa pertumbuhan janin. Faktor resiko dari katarak antara lain DM, riwayat keluarga dengan katarak, penyakit infeksi atau cedera mata terdahulu, pembedahan mata, pemakaian kortikosteroid, terpajan sinar UV dan merokok. Sebagian besar katarak tidak dapat dilihat oleh pengamat awam sampai menjadi cukup padat (matur atau hipermatur) dan menimbulkan kebutaan. Namun pada stadium perkembangan yang paling dini dari katarak, dapat dideteksi melalui pupil yang berdilatasi maksimum dengan oftalmoskop, loupe atau slitlamp. Pada katarak kongenital, kelainan utama terjadi di nukleus lensa (nukleus fetal atau nukleus embrional), bergantung pada waktu stimulus karaktogenik atau di kutub anterior atau posterior lensa apabila kelainannya terletak di kapsul lensa. Pada katarak akibat usia, kelainan mungkin terutama mengenai nukleus (sklerosis nukleus), korteks (kekeruhan koroner atau kuneiformis), atau daerah subkapsul posterior.

II. ANATOMI DAN FISIOLOGI LENSA

A. Anatomi Lensa Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular tak berwarna dan transparan. Tebal sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Dibelakang iris lensa digantung oleh zonula ( zonula Zinnii) yang menghubungkannya dengan korpus siliare. Di sebelah anterior lensa terdapat humor aquaeus dan disebelah posterior terdapat viterus. Kapsul lensa adalah suatu membran semipermeabel yang dapat dilewati air dan elektrolit. Disebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lamelar subepitel terus diproduksi, sehingga lensa lama-kelamaan menjadi kurang elastik. Lensa terdiri dari enam puluh lima persen air, 35% protein, dan sedikit sekali mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di kebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah atau pun saraf di lensa. B. Fisiologi Lensa Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Untuk memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi, menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior lensa sampai ukurannya yang terkecil, daya refraksi lensa diperkecil sehingga berkas cahaya paralel atau terfokus ke retina. Untuk memfokuskan cahaya dari benda dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula berkurang. Kapsul lensa yang elastik kemudian mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis diiringi oleh peningkatan daya biasnya. Kerjasama fisiologik tersebut antara korpus siliaris, zonula, dan lensa untuk memfokuskan benda dekat ke retina dikenal sebagai akomodasi. Seiring dengan pertambahan usia, kemampuan refraksi lensa perlahan-lahan berkurang. Selain itu juga terdapat fungsi refraksi, yang mana sebagai bagian optik bola mata untuk memfokuskan sinar ke bintik kuning, lensa menyumbang +18.0- Dioptri. C. Metabolisme Lensa Normal Transparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan air dan kation (sodium dan kalium). Kedua kation berasal dari humour aqueous dan vitreous. Kadar kalium di bagian anterior lensa lebih tinggi di bandingkan posterior. Dan kadar natrium di bagian posterior lebih besar. Ion K bergerak ke bagian posterior dan keluar ke aqueous humour, dari luar Ion Na masuk secara difusi dan bergerak ke bagian anterior untuk menggantikan ion K dan keluar melalui pompa aktif Na-K ATPase, sedangkan kadar kalsium tetap dipertahankan di dalam oleh Ca-ATPase Metabolisme lensa melalui glikolsis anaerob (95%) dan HMP-shunt (5%). Jalur HMP shunt menghasilkan NADPH untuk biosintesis asam lemak dan ribose, juga untuk aktivitas glutation reduktase dan aldose reduktase. Aldose reduktse adalah enzim yang merubah glukosa menjadi sorbitol, dan sorbitol dirubah menjadi fructose oleh enzim sorbitol dehidrogenase.

Gangguan lensa adalah kekeruhan, distorsi, dislokasi, dan anomali geometrik. Pasien yang mengalami gangguan-gangguan tersebut akan menderita kekaburan penglihatan tanpa nyeri.

III. KLASIFIKASI KATARAK Klasifikasi katarak berdasarkan usia : 1. katarak kongenital, katarak yang sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun 2. katarak juvenile, katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun 3. katarak senil, katarak setelah usia 50 tahun

1.) KATARAK KONGENITAL

Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital merupakan penyebab kebutaan pada bayi yang cukup berarti

terutama akibat penanganannya yang kurang tepat. Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang menderita penyakit rubela, galaktosemia, homosisteinuri, toksoplasmosis, inklusi sitomegalik,dan histoplasmosis, penyakit lain yang menyertai katarak kongenital biasanya berupa penyakit-penyakt herediter seperti mikroftlmus, aniridia, koloboma iris, keratokonus, iris heterokromia, lensa ektopik, displasia retina, dan megalo kornea. Katarak kongenital digolongkan dalam katarak : 1. kapsulolentikular, dimana pada golongan ini termasuk katarak kapsular dan katarak polaris. 2. katarak lentikular, termasuk dalam golongan ini katarak yang mengenai korteks atau nukleus saja. Dalam kategori ini termasuk kekeruhan lensa yang timbul sebagai kejadian primer atau berhubungan dengan penyakit ibu dan janin lokal atau umum. Untuk mengetahui penyebab katarak kongenital diperlukan pemeriksaan riwayat prenatal infeksi ibu seperti rubela pada kehamilan trimester pertama dan pemakainan obat selama kehamilan. Kadangkadang terdapat riwayat kejang, tetani, ikterus, atau hepatosplenomegali pada ibu hamil. Bila katarak disertai uji reduksi pada urine yang positif, mungkin katarak ini terjadi akibat galaktosemia. Sering katarak kongenital ditemukan pada bayi prematur dan gangguan sistem saraf seperti retardasi mental. Pemeriksaan darah pada katarak kongenital perlu dilakukan karena ada hubungan katarak kongenital dengan diabetes melitus, fosfor, dan kalsium. Hampir 50 % katarak kongenital adalah sporadik dan tidak diketahui penyebabnya. Pada pupil bayi yang menderita katarak kongenital akan terlihat bercak putih atau suatu leukokoria. Pada setiap leukokoria perlu pemeriksaan yang lebih teliti untuk menyingkirkan diagnosis banding lainnya. Pemerisaan leukokoria dilakukan dengan melebarkan pupil. Pada katarak kongenital penyulit yang dapat terjadi adalah makula lutea yang tidak cukup mendapat rangsangan. Makula tidak akan berkembang sempurna hingga walupun dilakukan ekstraksi katarak maka visus biasanya tidak akan mencapai 5/5. Hal ini disebut ambliopia sensoris (ambyopia ex anopsia). Katarak kongenital dapat menimbulkan komplikasi berupa nistagmus dan strabismus. Kekeruhan katarak kongenital dapat dijumpai dalam berbagai bentuk dan gambaran morfologik. Dikenal bentuk-bentuk katarak kongenital : - katarak piramidalis atau polaris anterior - katarak piramidalis atau polaris posterior - katarak zonularis atau lamelaris - katarak pungtata dan lain-lain Penanganan tergantung jenis katarak unilateral dan bilateral, adanya kelainan mata lain, dan saat terjadinya katarak. Katarak kongenital prognosisnya kurang memuaskan karena bergantung pada bentuk katarak dan mungkin sekali pada mata tersebut telah terjadi ambliopia. Bila terdapat nistagmus maka keadaan ini menunjukan hal yang buruk pada katarak kongenital. Tindakan pengobatan pada katarak kongenital adalah operasi. Operasi katarak dilakukan bila refleks fundus tidak tampak. Biasanya bila katarak bersifat total, operasi dapat dilakukan pada usia 2 bulan atau lebih muda bila telah dapat dilakukan pembiusan

Tindakan bedah yang umum dilakukan pada katarak kongenital adalah disisio lensa, ekstraksi liniar, ekstraksi dengan aspirasi. Pengobatan katarak kongenital bergantung pada : 1. katarak total bilateral, dimana sebaiknya dilakukan pembedahan secepatnya segera setelah katarak terlihat. 2. katarak total unilateral, dilakukan pembedahan 6 bulan sesudah terlihat atau segera sebelum terjadinya juling; bila terlalu muda akan mudah terjadi ambliopia bila tidak dilakukan tindakan segera; perawatan untuk ambliopia sebaiknya dilakukan sebaik-baiknya. 3. katarak total atau kongenital unilateral, mempunyai prognosis yang buruk, karena mudah terjadi ambliopia; karena itu sebaiknya dilakukan pembedahan secepat mungkin, dan diberikan kacamata segera dengan latihan bebat mata. 4. katarak bilateral partial, biasanya pengobatan lebih koservatif sehingga sementara dapat di coba dengan kacamata midriatika; bila terjadi kekeruhan yang progresif disertai mulainya tanda-tanda juling dan ambliopia maka dilakukan pembedahan, biasanya mempunyai prognosis yang lebih baik. Katarak Rubella Rubella pada ibu dapat mengakibatkan katarak pada lensa fetus. Terdapat 2 bentuk kekeruhan yaitu kekeruhan sentral dengan perifer jernih seperti mutiara atau kekeruhan diluar nuklear yaitu korteks anterior dan posterior atau total. Mekanisme terjadinya tidak jelas, akan tetapi diketahui bahwa rubella dapat dengan mudah melalui barier plasenta. Visus ini dapat masuk atau terjepit didalam vesikel lensa dan bertahan didalam lensa sampai 3 tahun. 2.) KATARAK JUVENIL Katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda, yang mulai terbentuknya pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenil biasanya merupakan kelanjutan katarak kongenital. Katarak juvenil biasanya merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun metabolik dan penyakit lainnya seperti: 1. Katarak metabolik a.) Katarak diabetika dan galaktosemik (gula) b.) Katarak hipokalsemik (tetanik) c.) Katarak defisiensi gizi d.) Katarak aminoasiduria (termasuk sindrom Lowe dan homosistinuria) e.) Penyakit Wilson f.) Katarak berhubungan dengan kelainan metabolik lain 2. Otot Distrofi miotonik (umur 20-30 tahun) 3. Katarak traumatik 4. Katarak komplikata a.) Kelainan kongenital dan herediter (siklopia, koloboma, mikroftalmia, aniridia, pembuluh hialoid persisten, heterokromia iridis)

b.) Katarak degeneratif (dengan miopia dan distrofi vitreoretinal), seperti Wagner dan retinitis pigmentosa, dan neoplasma) c.) Katarak anoksik d.) Toksik (kortikosteroid sistemik atau topikal, ergot, naftalein, dinitrofenol, triparanol (MER-29), antikholinesterase, klorpromazin, miotik, klorpromazin, busulfan, besi) e.) Lain-lain kelainan kongenital, sindrom tertentu, disertai kelainan kulit (sindermatik), tulang (disostosis kraniofasial, osteogenesis inperfekta, khondrodistrofia kalsifikans kongenita pungtata), dan kromosom f.) Katarak radiasi

3.) KATARAK SENILE (katarak terkait usia) Katarak senilis ini adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia diatas 50 tahun.( Ilyas, Sidarta: Ilmu Penyakit Mata, ed. 3). Penyebabnya sampai sekarang tidak diketahui secara pasti. Katarak senile ini jenis katarak yang sering ditemukan dengan gejala pada umumnya berupa distorsi penglihatan yang semakin kabur pada stadium insipiens pembentukkan katarak, disertai penglihatan jauh makin kabur. Penglihatan dekat mungkin sedikit membaik, sehingga pasien dapat membaca lebih baik tanpa kaca mata (second sight). Miopia artificial ini disebabkan oleh peningkatan indeks rafraksi lensa pada stadium insipient.( Vaughan, G, Asbury,T, Eva-Riordan, P, ed 14). Tanda dan Gejala: 1. Penglihatan kabur dan berkabut 2. Merasa silau terhadap sinar matahari, dan kadang merasa seperti ada film didepan mata 3. Seperti ada titik gelap di depan mata 4. Penglihatan ganda 5. Sukar melihat benda yang menyilaukan 6. Halo, warna disekitar sumber sinar 7. Warna manik mata berubah atau putih 8. Sukar mengerjakan pekerjaan sehari-hari 9. Penglihatan dimalam hari lebih berkurang 10. Sukar mngendarai kendaraan dimalam hari 11. Waktu membaca penerangan memerlukan sinar lebih cerah 12. Sering berganti kaca mata 13. Penglihatan menguning 14. Untuk sementara jelas melihat dekat Katarak senile biasanya berkembang lambat selama beberapa tahun, Kekeruhan lensa dengan nucleus yang mengeras akibat usia lanjut yang biasanya mulai terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. (Ilyas,

Sidarta: Ilmu Penyakit Mata, ed. 3) Konsep penuaan: - Teori putaran biologic - Jaringan embrio manusia dapat membelah diri 50 kali -> kemudian mati - Imunologis; dengan bertambahnya usia akan bertambah cacat imunologik yang mengakibatkan kerusakan sel - Teori mutasi spontan - Teori a free radical o Free radical terbentuk bila terjadi reaksi intermediate reaktif kuat o Free radical dengan molekul normal mengakibatkan degenerasi o Free redical dapat dinetralisasi oleh antioksidan dan vit. E - Teori a cross-link Ahli biokimia mengatakan terjadi pengikatan bersilang asam nukleat dan molekul protein sehingga mengganggu fungsi (Ilyas, Sidarta: Ilmu Penyakit Mata, ed. 3) Dikenal 3 bentuk katarak senil, yaitu : a. Katarak Nuklear Inti lensa dewasa selama hidup bertambah besar dan menjadi sklerotik. Lama kelamaan inti lensa yang mulanya menjadi putih kekuning-kuningan menjadi coklat dan kemudian menjadi kehitam-hitaman . Keadaan ini disebut katarak BRUNESEN atau NIGRA. b. Katarak Kortikal Terjadi penyerapan air sehingga lensa menjadi cembung dan terjadi miopisasi akibat perubahan indeks refraksi lensa . Dapat menyebabkan silau terutama bila menyetir pada malam hari. c. Katarak Kupuliform Mulai dapat terlihat pada stadium dini katarak kortikal atau nuklear.Kekeruhan terletak dilapis korteks posterior dan dapat memberikan gambaran piring.

Perubahan lensa pada usia lanjut 1. Kapsul Menebal dan kurang elastic (1/4 dibanding anak), mulai presbiopia, bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur,dan terlihat bahan granular 2. Epitel makin tipis Sel epitel (germinatif) pada equator bertambah besar dan berat , bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata 3. Serat lensa : Lebih irregular, pada korteks jelas kerusakan serat sel, brown sclerotic nucleus, sinar ultraviolet lama kelamaan merubah protein nukleus ( histidin, triptofan, metionin, sistein, tirosin) lensa, sedang warna coklat protein lensa nukleus mengandung histidin dan triptofan disbanding normal. Korteks tidak berwarna karena: Kadar asam askorbat tinggi dan menghalangi fotooksidasi Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda (Ilyas, Sidarta: Ilmu Penyakit Mata, ed. 3)

Katarak senile secara klinik dikenal 4 stadium yaitu: insipient, intumesen, imatur, matur, hipermatur morgagni. Pada katarak senile sebaiknya disingkirkan penyakit mata local dan penyakit sistemik seperti diabetes militus yang dapat menimbulkan katarak komplikata. Perbedaan stadium katarak senile: Insipient Imatur Matur Hipermatur Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Massif Cairan lensa Normal Bertambah (air masuk) Normal Berkurang (air + massa lensa keluar) Iris Normal Terdorong Normal tremulans Bilik mata depan Normal Dangkal Normal Dalam Sudut bilik mata Normal Sempit Normal Terbuka Shadow test Negative Positive Negative Pseudopos Penyulit - Glukoma - Uveitis+glaucoma (Ilyas, Sidarta: Ilmu Penyakit Mata, ed. 3) Katarak Senil Dapat Dibagi Atas Stadium: Katarak insipient : Pada stadium ini akan terlihat hal-hal berikut: kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji menuju korteks anterior dan posterior ( katarak kortikal ). Vakuol mulai terlihat di dalam korteks. Katarak sub kapsular posterior, kekeruhan mulai terlihat anterior subkapsular posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan dan korteks berisi jaringan degenerative(benda morgagni)pada katarak insipient. Kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk waktu yang lama. (Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,) Katarak Imatur : Pada stadium yang lebih lanjut, terjadi kekeruhan yang lebih tebal tetapi tidak atau belum mengenai seluruh lensa sehingga masih terdapat bagian-bagian yang jernih pada lensa. Pada stadium ini terjadi hidrasi kortek yang mengakibatkan lensa menjadi bertambah cembung. Pencembungan lensa akan mmberikan perubahan indeks refraksi dimana mata akan menjadi mioptik. Kecembungan ini akan mengakibatkan pendorongan iris kedepan sehingga bilik mata depan akan lebih sempit.( (Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,) Katarak Matur: Bila proses degenerasiberjalan terus maka akan terjadi pengeluaran air bersama-sama hasil desintegrasi melalui kapsul. Didalam stadium ini lensa akan berukuran normal. Iris tidak terdorong ke depan dan bilik mata depan akan mempunyai kedalaman normal kembali. Kadang pada stadium ini terlihat lensa berwarna sangat putih akibatperkapuran menyeluruh karena deposit kalsium ( Ca ). Bila dilakukan uji bayangan iris akan terlihat negatif.( (Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,)

Katarak Hipermatur : Katarak yang terjadi akibatkorteks yang mencair sehingga masa lensa ini dapat keluar melalui kapsul. Akibat pencairan korteks ini maka nukleus "tenggelam" kearah bawah (jam 6)(katarak morgagni). Lensa akan mengeriput. Akibat masa lensa yang keluar kedalam bilik mata depan maka dapat timbul penyulit berupa uveitis fakotoksik atau galukoma fakolitik (Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,) Katarak Intumesen : Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa degenerative yang menyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa disertai pembengkakan lensa menjadi bengkak dan besar yang akan mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal dibanding dengan keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan penyulit glaucoma. Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan mengakibatkan miopi lentikularis. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga akan mencembung dan daya biasnya akan bertambah, yang meberikan miopisasi. Pada pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol pada lensa disertai peregangan jarak lamel serat lensa. (Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,)

Katarak Brunesen : Katarak yang berwarna coklat sampai hitam (katarak nigra) terutama pada lensa, juga dapat terjadi pada katarak pasien diabetes militus dan miopia tinggi. Sering tajam penglihatan lebih baik dari dugaan sebelumnya dan biasanya ini terdapat pada orang berusia lebih dari 65 tahun yang belum memperlihatkan adanya katarak kortikal posterior. (Ilyas, Sidarta: Ilmu Penyakit Mata, ed. 3) Pengobatan terhadap katarak adalah pembedahan. Pembedahan dilakukan apabila tajam pengelihatan sudah menurun sedemikian rupa sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari atau bila katarak ini menimbulkan penyulit seperti glukoma dan uveitis.Pembedahan lensa dengan katarak dilakukan bila mengganggu kehidupan social atau atas indikasi medis lainnya.( Ilyas, Sidarta: Ilmu Penyakit Mata, ed. 3) Apabila diindikasikan pembedahan, maka ekstraksi lensa akan secara defenitif memperbaiki ketajaman penglihatan pada lebih dari 90%. Sisanya 10% pasien mungkin telah mengalami penyulit pasca bedah serius misalnya glukoma, ablasio retina, perdarahan corpus vitreum, infeksi atau pertumbuhan epitel ke bawah (ke arah kamera anterior ) yang menghambat pemulihan visus. Lensa intraokular dan lensa kontak kornea menyebabkan penyesuaian setelah operasi katarak menjadi lebih mudah dibandingkan pemakaian kacamata katarak yang tebal. ( oftalmologi umum, Daniel G. vaugan, dkk ) Klasifikasi katarak berdasarkan lokasi terjadinya: 1.) Katarak Inti ( Nuclear ) 2.) Katarak Kortikal 3.) Katarak Subkapsular

1.) KATARAK INTI (NUCLEAR) Merupakan yang paling banyak terjadi. Lokasinya terletak pada nukleus atau bagian tengah dari lensa. Biasanya karena proses penuaan. Keluhan yang biasa terjadi: Menjadi lebih rabun jauh sehingga mudah melihat dekat, dan untuk melihat dekat melepas kaca matanya Setelah mengalami penglihatan kedua ini ( melihat dekat tidak perlu kaca mata ) penglihatan mulai bertambah kabur atau lebih menguning. Lensa lebih coklat Menyetir malam silau dan sukar Sukar membedakan warna biru dan ungu 2.) KATARAK KORTIKAL Katarak kortikal ini biasanya terjadi pada korteks. Mulai dengan kekeruhan putih mulai dari tepi lensa dan berjalan ketengah sehingga mengganggu penglihatan. Banyak pada penderita DM. Keluhan yang biasa terjadi: Penglihatan jauh dan dekat terganggu Penglihatan merasa silau dan hilangnya penglihatan kontra 3.) KATARAK SUBKAPSULAR Mulai dengan kekeruhan kecil dibawah kapsul lensa, tepat pada lajur jalan sinar masuk. DM, renitis pigmentosa dan pemakaian kortikosteroid dalam jangka waktu yang lama dapat mencetuskan kelainan ini. Biasanya dapat terlihat pada kedua mata. Keluhan yang biasa terjadi: Mengganggu saat membaca Memberikan keluhan silau dan halo atau warna sekitar sumber cahaya Mengganggu penglihatan

KATARAK KOMPLIKATA

Katarak komplikata merupakan katarak akibat penyakit mata lain seperti radang, dan proses degenerasi seperti ablasi retina, retinitis pigmentosa, glaucoma, tumor intraocular, iskemia ocular, nekrosis anterior segmen, buftalmos,akibat suatu trauma dan pasca bedah mata. Katarak komplikata dapat juga disebabkan oleh penyakit sistemik endokrin(diabetes melitus, hipoparatiroid,galaktosemia,dan miotonia distrofi) dan keracunan obat ( tiotepa intravena, steroid local lama, steroid sistemik, oral kontraseptik dan miotika antikolinesterase ). Katarak komplikata memberikan tanda khusus dimana mulai katarak selamanya didaerah bawah kapsul atau pada lapis korteks, kekeruhan dapay difus, pungtata, linear, rosete, reticulum dan biasanya terlihat vakuol. Dikenal 2 bentuk yaitu bentuk yang disebabkan kelainan pada polus posterior mata dan akibat kelainan pada polus anterior bola mata. Katarak pada polus posterior terjadi akibat penyakit koroiditis, retinitis pigmentosa, ablasi retina, kontusio retina dan myopia tinggi yang mengakibatkan kelainan badan kaca. Biasanya kelainan ini berjalan aksial dan tidak berjalan cepat didalam nucleus, sehingga sering terlihat nucleus lensa tetap jernih. Katarak akibat miopia tinggi dan ablasi retina memberikan gambaran agak berlainan. Katarak akibat kelainan polus anterior bola mata biasanya diakibatkan oleh kelainan kornea berat, iridoksiklitis, kelainan neoplasma dan glaukoma. Pada iridoksiklitis akan mengakibatkan katarak subkapsularis anterior. Pada katarak akibat glaucoma akan terlihat katarak disiminata pungtata subkapsular anterior (katarak Vogt). Katarak komplikata akibat hipokalsemia berkaitan dengan tetani infantile, hipoparatiroidisma. Pada lensa terlihat kekeruhan titik subkapsular yang sewaktu waktu menjadi katrak lamellar. Pada pemeriksaan darah terlihat kadar kalsium turun. KATARAK DIABETES Katarak diabetes merupakan katarak yang terjadi akibat adanya penyakit diabetes mellitus. Katarak bilateral dapat terjadi karena gangguan sistemik, seperti salah satunya pada penyakit diabetes mellitus. Katarak pada pasien diabetes mellitus dapat terjadi dalam 3 bentuk: 1. Pasien dengan dehidrasi berat, asidosis dan hiperglikemia nyata, pada lensa akan terlihat kekeruhan berupa garis akibat kapsul lensa berkerut. Bila dehidrasi lama akan terjadi kekeruhan lensa, kekeruhan akan hilang bil a tejadi rehidrasi dan kadar gula normal kembali. 2. Pasien diabetes juvenile dan tua tidak terkontrol, dimana terjadi katarak serentak pada kedua mata dalam 48 jam, bentuk dapat snow flake atau bentuk piring subkapsular. 3. Katarak pada pasien diabetes dewasa dimana gambaran secara histopatologi dan biokimia sama dengan katarak pasien nondiabetik. Beberapa pendapat menyatakan bahwa pada keaaan hiperglikemia terdapat penimbunan sorbitol dan fruktosa di dalam lensa. Pada mata terlihat peningkatkan insidens maturasi katarak yang lebih pada pasien diabetes. Jarang ditemukan true diabetic katarak. Pada lensa akan terlihat kekeruhan tebaran salju subkapsular yang sebagian jernih dengan pengobatan. Diperlukan pemeriksaan tes urine dan pengukuran darah gula puasa. Galaktosemia pada bayi akan memperlihatkan kekeruhan anterior dan subkapsular posterior. Bila

dilakukan tes galaktosa akan terlihat meningkat di dalam darah dan urin.

2.) KATARAK SEKUNDER Menunjukkan kekeruhan kapsul posterior akibat katarak traumatik yang terserap sebagian atau setelah terjadinya ekstraksi katarak ekstrakapsular. Epitel lensa subkapsul yang tersisa mungkin mencoba melakukan regenerasi serat-serat lensa, sehingga memberikan gambaran telur ikan pada kapsul posterior (manik-manik Elschnig). Lapisan epitel yang berproliferasi tersebut mungkin menghasilkan banyak lapisan, sehingga menimbulkan kekeruhan. Sel-sel ini mungkin juga mengalami diferensiasi miofibroblastik. Kontraksi serat-serat ini menimbulkan banyak kerutan-kerutan kecil di kapsul posterior, yang menimbulkan distorsi penglihatan. Semua ini menimbulkan penurunan ketajaman penglihatan setelah ekstraksi katarak ekstrakapsular. 3.) KATARAK TRAUMATIK Katarak traumatik paling sering disebabkan oleh cedera benda asing di lensa atau trauma tumpul terhadap bola mata. Sebagian besar katarak traumatik dapat dicegah. Lensa menjadi putih segera setelah masuknya benda asing, karena lubang pada kapsul lensa menyebabkan humor aqueus dan kadang-kadang korpus vitreum masuk dalam struktur lensa. Pasien mengeluh penglihatan kabur secara mendadak. Mata jadi merah, lensa opak, dan mungkin disertai terjadinya perdarahan intraokular. Apabila humor aqueus atau korpus vitreum keluar dari mata, mata menjadi sangat lunak. Penyulit adalah infeksi, uveitis, ablasio retina dan glaukoma.

Pemeriksaan dan Diagnosa: - Anamnesa: Penurunan ketajaman penglihatan secara progresif (gejala utama katarak) Mata tidak merasa sakit, gatal atau merah Gambaran umum gejala katarak yang lain,seperti: a. Berkabut, berasap, penglihatan tertutup film b. Perubahan daya lihat warna

c. Gangguan mengendarai kendaraan malam hari, lampu besar sangat menyilaukan mata d. Lampu dan matahari sangat mengganggu e. Sering meminta ganti resep kaca mata f. Lihat ganda g. Baik melihat dekat pada pasien rabun dekat ( hipermetropia) h. Gejala lain juga dapat terjadi pada kelainan mata lain - Pemeriksaan klinis: Pemeriksaan ketajaman penglihatan dan dengan melihat lensa melalui senter tangan, kaca pembesar, slit lamp, dan oftalmoskop sebaiknya dengan pupil berdilatasi. Dengan penyinaran miring ( 45 derajat dari poros mata) dapat dinilai kekeruhan lensa dengan mengamati lebar pinggir iris pada lensa yang keruh ( iris shadow ). Bila letak bayangan jauh dan besar berarti kataraknya imatur, sedang bayangan kecil dan dekat dengan pupil terjadi pada katarak matur.

Penatalaksanaan: Pengobatan untuk katarak adalah pembedahan. Pembedahan dilakukan jika penderita tidak dapat melihat dengan baik dengan bantuan kaca mata untuk melakukan kegitannya sehari-hari. Beberapa penderita mungkin merasa penglihatannya lebih baik hanya dengan mengganti kaca matanya, menggunakan kaca mata bifokus yang lebih kuat atau menggunakan lensa pembesar. Jika katarak tidak mengganggu biasanya tidak perlu dilakukan pembedahan. Indikasi operasi : - Indikasi sosial: jika pasien mengeluh adanya gangguan penglihatan dalam melakukan rutinitas pekerjaan - Indikasi medis: bila ada komplikasi seperti glaukoma - Indikasi optik: jika dari hasil pemeriksaan visus dengan hitung jari dari jarak 3 m didapatkan hasil visus 3/60 Persiapan bedah katarak: Biasanya pembedahan dipersiapkan untuk mengeluarkan bagian lensa yang keruh dan dimasukkan lensa buatan yang jernih permanent. Pra bedah diperlukan pemeriksaan kesehatan tubuh umum untuk menentukan apakah ada kelainan yang menjadi halangan untuk dilakukan pembedahan. Pemeriksaaan ini akan memberikan informasi rencana pembedahan selanjutnya. Pemeriksaan tersebut termasuk hal-hal seperti: - Gula darah - Hb, Leukosit, masa perdarahan, masa pembekuan

- Tekanan darah - Elektrokardiografi - Riwayat alergi obat - Pemeriksaan rutin medik lainnya dan bila perlu konsultasi untuk keadaan fisik prabedah - Tekanan bola mata - Uji Anel - Uji Ultrasonografi Sken Auntuk mengukur panjang bola mata yang bersama dengan mengukur. Pada pasien tertentu kadang-kadang terdapat perbedaan lensa yang harus ditanam pada kedua mata. Dengan cara ini dapat ditentukan ukuran lensa yang akan ditanam untuk mendapatkan kekuatan refraksi pasca bedah. - Sebelum dilakukan operasi harus diketahui fungsi retina, khususnya makula, diperiksa dengan alat retinometri - Jika akan melakukan penanaman lensa maka lensa diukur kekuatannya ( dioptri ) dengan alat biometri - Keratometri mengukur kelengkungan kornea untuk bersama ultrasonografi dapat menentukan kekuatan lensa yang akan ditanam Teknik anestesi yang digunakan: 1. Lokal Pada Operasi katarak teknik anestesi yang umumnya digunakan adalah anestesi lokal. Adapun anestesi lokal dilakukan dengan teknik: a. Topikal anestesi b. Sub konjungtiva ( sering digunakan ) obat anestesi yang dipakai Lidokain + Markain (1:1) c. Retrobulbaer d. Parabulbaer 2. Umum Anestesi umum digunakan pada pasien yang tidak kooperatif, bayi dan anak Komplikasi Operasi: Komplikasi dapat ditekan seminimal mungkin jika perawatan pre-operasi dan pasca operasi dilakukan sesuai prosedur. Adapun komplikasi yang dapat terjadi antara lain: endophthalmitis ( infeksi intraokuler ), iris prolaps Pembedahan katarak terdiri dari pengangkatan lensa dan menggantinya dengan lensa buatan. 1. Pengangkatan lensa Ada 2 macam pembedahan yang bisa digunakan untuk mengangkat lensa: A.) ECCE (Extra Capsular Cataract Extraction) atau EKEK Lensa diangkat dengan meninggalkan kapsulnya. Untuk memperlunak lensa sehingga mempermudah pengambilan lensa melalui sayatan yang kecil, digunakan gelombang suara berfrekuensi tinggi (fakoemulsifikasi). Termasuk kedalam golongan ini ekstraksi linear, aspirasi dan irigasi. Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda, pasien dengan kelainan endotel, bersama-sama keratoplasti, implantasi lensa intra okular, kemungkinan akan dilakukan bedah gloukoma, mata dengan presdiposisi untuk terjadinya prolaps badan kaca, sebelumnya mata

mengalami ablasi retina, mata dengan sitoid makular edema, pasca bedah ablasi, untuk mencegah penyulit pada saat melakukan pembedahan katarak seperti prolaps badan kaca. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat terjadinya katarak sekunder. .(Prof.dr.H. Sidarta Ilyas. SpM, Penuntun ilmu penyakit mata, FKUI, edisi 3, 2005)

B.) ICCE (Intra Capsular Cataract Extraction) atau EKIK: ekstraksi jenis ini merupakan tindakan bedah yang umum dilakukan pada katarak senil. lensa beserta kapsulnya dikeluarkan dengan memutus zonula Zinn yang telah mengalami degenerasi. Pada saat ini pembedahan intrakapsuler sudah jarang dilakukan.(Prof.dr.H. Sidarta Ilyas. SpM, Penuntun ilmu penyakit mata, FKUI, edisi 3, 2005) 2. Penanaman lensa baru Penderita yang telah menjalani pembedahan katarak biasanya akan mendapatkan lensa buatan sebagai pengganti lensa yang telah diangkat. Lensa buatan ini merupakan lempengan plastik yang disebut lensa intraokular, biasanya lensa intraokular dimasukkan ke dalam kapsul lensa di dalam mata. ( Operasi katarak sering dilakukan dan biasanya aman. Setelah pembedahan jarang sekali terjadi infeksi atau perdarahan pada mata yang bisa menyebabkan gangguan penglihatan yang serius. Untuk mencegah infeksi, mengurangi peradangan dan mempercepat penyembuhan, selama beberapa minggu setelah pembedahan diberikan tetes mata atau salep. Untuk melindungi mata dari cedera, penderita sebaiknya menggunakan kaca mata atau pelindung mata yang terbuat dari logam sampai luka pembedahan benar-benar sembuh. Differential Diagnosa: - Leukokoria - Fibroplasti retrolensa - Ablasi retina - Membrana pupil iris persistans - Oklusi pupil - Retinoblastoma

Prognosis : Prognosis penglihatan untuk pasien anak-anak yang memerlukan pembedahan tidak sebaik prognosis untuk pasien katarak senilis. Adanya ambliopia dan kadang-kadang anomali saraf optikus atau retina membatasi tingkat pencapaian pengelihatan pada kelompok pasien ini. Prognosis untuk perbaikan ketajaman pengelihatan setelah operasi paling buruk pada katarak kongenital unilateral dan paling baik pada katarak kongenital bilateral inkomplit yang proresif lambat.

Pencegahan : Umumnya katarak terjadi bersamaan dengan bertambahnya umur yang tidak dapat dicegah. Pemeriksaan mata secara teratur sangat perlu untuk mengetahui adanya katarak. Bila telah berusia 60 tahun sebaiknya mata diperiksa setiap tahun. Pada saat ini dapat dijaga kecepatan berkembangnya katarak dengan: - Tidak merokok, karena merokok mengakibatkan meningkatkan radikal bebas dalam tubuh, sehingga risiko katarak akan bertambah - Pola makan yang sehat, memperbanyak konsumsi buah dan sayur - Lindungi mata dari sinar matahari, karena sinar UV mengakibatkan katarak pada mata - Menjaga kesehatan tubuh seperti kencing manis dan penyakit lainnya

KATARAK PADA PASIEN DIABETES MELLITUS

Katarak adalah kekeruhan lensa. Pada pasien diabetes mellitus, katarak timbul akibat gangguan jalur poliol. Terdapat penimbunan sorbitol dalam lensa sehingga menimbulkan pembentukkan katarak dan kebutaan. (Price and Wilson, 1996) Gejala yang timbul adalah kekaburan penglihatan tanpa nyeri. Pemeriksaan yang dilakukan adalah ketajaman penglihatan dan melihat lensa melalui slit lamp, oftalmoskop, senter tangan atau kaca pembesar. Sebaiknya keadaan pupil berdilatasi. Lensa katarak memiliki ciri berupa edema lensa. Fundus okuli menjadi semakin sulit dilihat sampai reaksi fundus tidak ada sama sekali. (Illiyas, 2004)

Katarak pada pasien diabetes mellitus dapat terjadi dalam tiga bentuk yaitu: 1. Pasien dengan dehidrasi berat, asidosis dan hiperglikemia yang nyata. Pada lensa akan terlihat kekeruhan berupa garis akibat kapsul lensa berkerut. Bila dehidrasi lama akan terjadi kekeruhan lensa, kekeruhan akan hilang bila terjadi rehidrasi dan kadar gula normal kembali. 2. Pasien diabetes juvenille da tua tidak terkontrol. Katarak akanterjadi serentak pada kedua mata dalam 48 jam, bentuk dapat snow flake atau bentuk piring subkapsuler. 3. katarak pada pasien diabetes dewasa. Gambaran secara histologik dan biokimia sama dengan katarak pasien non diabetik. (Illiyas, 2004)

Katarak Diabetes Sejati

Pada diabetes juvenillis yang parah kadang-kadang timbul katarak bilateral secara akut. Lensa mungkin menjadi opak total selama beberapa minggu. (Vaughan, 2000) Pada lensa akan terlihat kekeruhan tebaran salju subkapsuler yang sebagian jernih denagn pengobatan. (Illitas, 2004)

Katarak Senillis pada Pasien Diabetes Pada pengidap diabetes, skelosis nuklear senillis, kelainan subkapsuler posterior, dan kekeruhan korteks terjadi lebih sering dan lebih dini. (Vaughan, 2000)

Terapi yang diberikan pada pasien diabetes melitus dengan komplikasi katarak adalah kontrol kadar gula darah dan bedah katarak. Bedah katarak bertujuan untuk mengangkat lensa dengan prosedur intrakapsular dan ekstrakapsular

You might also like