You are on page 1of 11

Asma Bronkial

PENGERTIAN

Asma adalah suatu kadaan klinik yang ditandai oleh terjadinya penyempitan bronkus yang berulang namunreversibel, dan diantara episode penyempitan bronkus tersebut terdapat keadaan ventilasi yang lebih normal. Keadaan ini pada orang-orang yang rentan terken asma mudah ditimbulkan oleh berbagai rangsangan, yang menandakan suatu keadaan hipereaktivitas bronkus yang khas. Penyakit asma adalah penyakit yang terjadi akibat adanya penyempitan saluran pernapasan sementara waktu sehingga sulit bernapas. Asma terjadi ketika ada kepekaan yang meningkat terhadap rangsangan dari lingkungan sebagai pemicunya. Diantaranya adalah dikarenakan gangguan emosi, kelelahan jasmani, perubahan cuaca, temperatur, debu, asap, bau-bauan yang merangsang, infeksi saluran napas, faktor makanan dan reaksi alergi.

DISFUNGSI VENTILASI

Orang yang menderita memiliki ketidakmampuan mendasar dalam mencapai angka aliran udara normal selama pernapasan (terutama pada ekspirasi). Ketidakmamuan ini tercermin dengan rendahnya volume udara yang dihasilkan sewaktu melakukan usaha eksirasi paksa pada detik pertama. Karena banyak saluran udara yang menyempit tidak dapat dialiri dn dikosongkan secara cepat, tidak terjadi aerasi paru dan hilangnya ruang penyesuaian normal antara ventilasi dan aliran darah paru. Turbulensi arus udara dan getaran mukus bronkus mengakibatkan suara mengi yang terdengar jelas selama serangan asma, namun tanda fisik ini juga terlihat mencolok pada masalah saluran napas obstruktif. Diantara serabgan asma, pasien bebas dari mengi dan gejala, walaupun reaktivits bronkus meningkat dan kelainan pada ventilasi tetap berlanjut. Namun, pada asma kronik, masa tanpa serangan dapat menghilang, sehingga mengakibatkan keadaan asma yang terus-menenrus yang sering disertai infeksi bakteri sekunder.

Individu dengan asma, baik dengan maupun tanpa mekanisme alergi, memiliki kelabilan brokus yang abnormal sehingga mempermudah penyemputan saluran napas. Penyempitan ini disebabkan oleh banyak faktor yang tidak memberikan efekpada orang normal. Dasar dari kecenderungan ini tetap tidak jelas, tetapi kelihatannya mirip dengan perubahan peradangan pada bronkus. Secara fungsional, saluran napas penderita asma bertindak seakan-akan persarafan beta-adrenergiknya (yang membantu mempertahankan saluran napas agar tetap paten) tidak kompoten, dan terdapat banyak bukti yang memberi kesan bahwa pada asma yang khas, terdapat sedikit hambatan pada reseptor beta-adrenergiknya, paling tidak secara fungsional. Pengaruh bronkokonstriktor, yang diketahui secara normal diperantarai oleh saraf parasimpatik (kolinergik) dan alfaadrenergik, cenderung menonjol. Dalam praktik, kelebihan bronkus pada penderita asma dapat dipastikan dengan memperlihatkan respons yang nyata berupa obstruktif saluran napas mereka terhadap inhalasi histamin dan metakolin (zat dengan aktivitas yang menyerupai asetilkolin) dalam konsebtrasi yang sangat rendah. Mekanisme yang sama mungkin membantu menimbulkan serangan asma setelah menghirup udara dingin maupun kontak dengan kabut tebal, debu, dan iritan yang mudah menguap. Jaras saraf yang sedikit diketahui juga menjadi perantara penutupan saluran napas akibat rangsangan psikis. Akan tetapi, jarang sekali asma yang semata-mata disebabkan oleh faktor emosional). Pada asma, jaras refleks yang menimbulkan bronkospasme disertai pengempisan rongga dada yang kuat, diaktifkan oleh gerakan-gerakan seperti tertawa, meniup balon, atau melakukan ekspirasi peu untuk tes pernapasan.

SUBKELOMPOK ASMA

Asma dikelompokkan menjadi dua keadaan, yaitu: 1. Bronkitis kronik yang ditandai oleh hipersekresi bronkus secara terusmenerus. 2. Emfisema yaitu hilangnya jaringan penunjang paru-paru yang menyebabkan penyempitan berat saluran pernapasan yang terjadi ketika mengeluarkan

napas. Kedua penyakit ini dapat menyebabkan mengi dan sesak napas yang gejalanya itu akan memburuk denga infeksi, kerja berat dan iritan inhalasi. Walaupun atopi siap berimplikasi pada penderita asma bronkial diberbagai keadaan, tetapi sulit ditemukan faktor alergi pada sejumlah besar penderita asma. Pendrita-penderita semacam ini, termasuk bayi-bayi dan mereka yang berusia pertengahan dan juga orang tua, mengalami hipereaktif bronkus (BHR) yng sering disebut asma idiopatik (yang berarti tidak dapat diterangkan). Serangan asma sering menyertai infeksi virus atau bakteri pada saluran pernapasan sehingga penyakit dapat menjadi lebih berat, dan akhirnya memerlukan perawatan di rumah sakit. Ketika patogen yag terlibat pada penderita asma anak-anak sudah ditemukan, infeksi rinovirus dan virus parainfluenza telah diimplikasi. Banyak penderita asma mengalami peningkatan mengi dan dispnea (napas pendek yang abnormal) setiap mngerahkan tenaga. Selain itu, suatu bentuk khusus asma yang diinduksi oleh kerja (EIA) sering terlihat ketika bronkus pasme yang bermakna timbul setelah beberapa menit melakukan aktivitas singkat dan sering sembuh setelah istirahat. EIA paling sering dijumpai pada anak-anak, dan ciri khas EIA adalah timbul sebelum pengerahan tenaga pada orang yang tak memberikan gejala. Walaupun penggunaan tenaga total yang dapat menimbulkan gejala EIA mempunyai batas minimum, namun jika trjadi pengerahan tenaga melewati batas minimum ini, risiko gejalanya berbeda-beda sesuai dengan jenis aktivitas. Umumnya pada tingkat pekerjaan yang sebanding, lari cepat paling hebat mengakibatkan EIA sedangkan berenang paling sedikit mengakibatkan EIA. Sekarang terdapat bukti-bukti bahwa pendinginan saluran pernapasan dan perubahan air mukosa merupakan hal penting yang menentukan terjadinya EIA.

DIAGNOSIS BANDING

Karena asma bronkial merupakan gambaran abnormal respons bukan suatu penyakit diskret, maka diagnosis banding memerlukan perhatian pada bentuk

klinis dan faktor-faktor utama sindrom ini, serta untuk membedakan asma dari gangguan obstruksif saluran pernapasan lainnya. Lebih jarang lagi, asma pada orang yang bernapas berlebihan akibat ketegangan psikis, atau anak-anak yang bernapas dengan suara keras karena adenoid yang menbesar, leher pendek, atau epiglotis yang lemas. Disfungsi otot laring menimbulkan aduksi pit suara secara involuntar yang juga menyebabkan penyempitan saluran napas secara episodik yang menyerupai (atau bersamaan) obstruksi yang ke arah distal. Obstruksi saluran pernapasan bagian atas menunjukkan asma yang tidak responsif terhadap pengobatan. Sekali saja asma teridentifikasi, serangan akan muncul dengan gerakan fisik (terapi wicara). Pada orang dewasa, hiperaktivitas saluran pernapasan setidaknya sering dapat dikesampingkan dengan memperlihatkan respons tes yang normal terhadap inhalasi metakolin, sedangkan pada anak-anak, persoalan ini dapat dipecahkan dengan pemeriksaan yang diteliti, dan gejalagejala itu akan mereda seiring perubahan perkembangan. Namun, pada tiap umur, pengaruh benda asing atau pertumbuhan tumor yang terbatas paa bronku (atau laring) dapat mengakibatkan mengi difus yang mirip dengan asma. Gejala-gejala kekambuhan yang lebih khas dapat dijumpai pada tumor karsinoid yang mengeluarkan sekret jika tumor megalami metastasis hati. Obstruksi saluran pernapasan yang berat, mampu menyebabkan gagal napas dan demam, yang merupakan gambaran khas bronkiolitis pada anak kecil. Penyakit ini sering kambuh dan sering timbul sebagai akibat infeksi RSV. Radang lokal yang berat menimbulkan penutupan pada bagian distal saluran napas kcil, walaupun mekanisme imun humoral dapat juga memengaruhi proses ini. Bronkitis kronik dan emfisema pulmonal sering perlu dibedakan dengan asma bronkial, jika tidak terdapat bukti faktor-faktor alergi, khususnya pada orang tua. Bronkitis kronik sering merupakan satu keadaan peradangan dan hipersekresi bronkus yang kronik dan sering berjalan progresif lambat yang ditandai dengan batuk dan produksi dahak yang berlangsung selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Sebagian penderita bronkitis kronik juga mengalami serangan obstruksi saluran napas yang ternyata merupakan suatu bentuk asma idiopatik yang setelah penyakitnya sudah lanjut. Sebaliknya, emfisema pulmonal

meunjukkan perubahan-perubahan anatomis ireversibel yang mencolok disertai kehilangan diding alveolus difus yang dalam keadaan normal mendesak keluar bronkus yang dikelilingi. Kehilangan dukungan elastik ini, menyebabkan saluran napas cenderung menutup pada waktu ekspirasi jika tekanan di luar dinding melebihi tekanan di dalam dinding. Penderita dapat diperkirakan akan mengalami suatu periode dispnea dan mengi pada setiap saat peningkatan usaha bernapas (biasanya sewaktu kerja keras), dan bukan mengalami serangan spontan seperti yang menjadi ciri khas bagi penderita asma, yang cenderung timbul pada waktu istirahat, atau bahkan pada waktu tidur.

PERTIMBANGAN PENGOBATAN JANGKA PNJANG PADA ASMA BRONKIAL

Perjalanan penyakit yang panjang merupakan ciri khas penyakit asma dan keadaan hiperreaktivitas bronkus yang menyertai penyakit ini memaksa untuk dilakukan tindakan pengobatan yang memerlukan waktu lama. Pada penderita yang terbukti terdapat faktor-faktor yang diperantarai IgE, usaha-usaha untuk mengurangi pajanan terhadap alergen inhalasi yang sudah diketahui (dan bila diperlukan terhadap imunoterapi) sangat bermanfaat. Menghindari iritan, khususnya asap tembakau , dan pengobatan pada infeksi bakteri pernapasan yang membandel umumnya sangat bermanfaat namun seringkali terlupakan. Parfum, pembersih aerosol, kosmetik, bau masakan yang tajam, zat-zat plarut, dan bau cat yang menyengat, secara potensial juga merupakan risiko yang harus dipertimbangkan untuk dihindari. Udara dingin meruakan bronkokonstriktor lain yang pengaruhnya dapat dikurangi dengan memakai syal atau masker penutup hidung da mulut untuk memanaskan udara. Diperlukan sekali untuk menambah kelembapan pada udara yang kering dalam rumah (untuk menjaga kelembapan relatif paling sediit 30%), walaupun alat untuk mempertahankan kelembapan yang tidk terawat denga baik dapat menjadi sumber aerosol jasad renik. Rencana pengobatan yang teratur dapat mengurangi kelabilan bronkus secara efektif dan dengan demikian akan meninggikan ambang respons penyumbatan saluran napas.

Baru-baru ini terdapat bukti bahwa prevalensi asma dan mortalitas akibt asma meningkat secara menyeluruh dan harapan yang selalu ada pada setiap pengobatan terbaru telah menyarankan satu pemeriksaan ulang yang lebih luas untuk pengobatab asma. Akibat petunjuk tersebut menerminkan beberapa peningkatan prinsip yang diterima: 1. Seluruh keparahan yang disebabkan oleh asma berbda jauh antar penderita dan bervariasi secara khas pada setiap pnderita seiring berjalannya waktu. 2. Program pengobatan untuk meningkatkan kemampuan (dan kerumitan) sesuai untuk mengontrol asma dari keadaan yang semakin parah (misal, pendekatan secara bertahap). 3. Obat0obtan anti radang merupakan pengobatan yang utama untuk semua tapi diberikan yang paling minimal untuk asma. 4. Akibat peningkatan intensitas gejala seharunya disarankan satu bentuk preplanned yang memberikan perencanaan untuk meningkatkan status

fungsional penderita. Agen adrenergik-beta (misalnya metaproterenol, pirbuterol, albuterol) menjadi obat antiasma yang paling banyak digunakan. Obat-obatan tersebut memperlihatkan efek adrenergik-beta yang terutama, yaitu melemaskan otot polos saluran pernapasan dengan meningkatnya denyut jantung dan kekuatan kontraktil yang lebih kecil (adrenergik-beta1). Namun, efek tersebut tidak hilang pada pengobatan terbaru, dan tremor otot, mengantuk, dan stimulasi psikomotor merupakan efek tambahan yang disebabkan oleh beta2-intrinsik. Perbandingan secara langsung menegaskan bahwa preparat inhalasi menyebabkan pemulihan asma yang lebih efektif dan cepat, dengan efek samping sistemik yang lebih ringan dibandingkan dengan agen yang sama namun diberikan secara oral. Dengan dasar ini, manfaat dari adrenergik-beta khususnya yang berupa aerosol, dapat juga digunakan secara luasuntuk obat jenis lain (misalnya, kortikosteroid, antikolinergik). Namun, ketergantungan terhadap bronkodilator yang berbentuk aerosol dan mengarah kepada penggunaannya yang berlebihan, akan

membahayakan dan menyebabkan asma yang fatal. Apapun bentuk dari sodium kromolin dan nedokromil untuk terapi obat,

mungkin mungkin berupa kortikosteroid inhalasi, sekarangsudah diterima secara luas untuk pengobatan banyak orag yang menderita asma dengan gejala. Beberapa agen yang dipasarkan dalam inhalasi dosis-terukur (MDI), memberikan efektifitas topikal dan metabolisme cepat (hepatik) pada setiap obat yang diabsorpsi; beberapa obat tersebut diperbolehkan dikoleksi dua kali sehari untuk meningkatkan efek kerjanya. Kortikosteroid inhalasi merupakan terapi tambahan yang secara signifikan menurunkan morbiditas asma, hipereaktif bronkus terkontrol, serta jumlah dan tingkat keaktifan peradangan sel-sel saluran pernapasan. Keuntungan pemberian obat-obat antiasma ini dalam bentuk aerosol sekarang ini, diluar digaan dijadikan alasan untuk melepaskan agen-agen berukuran mikro, seperti bubuk kering yag ternyata memberikan hasil penetrasi yang baik khususnya pada saluran pernapasan. Walaupun peningkatan kekuatan preparat MDI telah dipromosikan bahwa preparat tersebut membutuhkan lebih sedikit inhalasi, masih banyak pasien yang tidak menggunakan alat ini dengan benar. Yang lebih sering, kesalahan teknik inhalasi membatasi penyampaian obat ke saluran napas traheobronkial dan meningkatkan penumpukan obat pada permukaan mukosa orofaringeal dari absorpsi sistemik yang telah terjadi. Kesalahan prinsip yang diketahui termasuk: 1. Kegagalan untuk menyelaraska inhalasi dan discharge nebulizer. 2. Waktu yang tersedia tidak cukup untuk membiarkan aerosol bercampur dan terdeposit pada jalan napas sebelum ekhalasi pasif timbul. 3. Penangkapan dan mrnghilangkan keefektifann penahan orofaringeal (misal: gigi, lidah, uvula). Walaupun penggunaannya lebih jarang, teofilin tetap merupakan fungsi obat antiasma fungsional bagi pasien tertentu. Agen metilxantin ini digunakan untuk meningkatkan bronkodilasi dengan cara menghambat fosfodiesterase otot jalan napas, yang mengakibatkan peningkatan tingkat siklus adenosin monofosfat. Namun, efek lain dapat memberi kontribusi (atau predominan). Efek obat berkaitan erat dengan kadar darah secara bersamaan, dengan keuntungan maksimal yang diharapkan pada kisaran 8 sampai 18 g/ml paling baik dihindari.

Respon individu sangat bervariasi. Namun, pada beberapa pasien, keracunan biasanya menyebabkan mual dan muntah, dan potensi terjadinya kejang yang serius dan kolaps kardiovaskular mungkin adalah anda pertama adanya dosis yang berlebihan. Selain itu, beberapa obat-obatan (misal: antibiotik makrolid, simetidin) diperkirakan meningkatkan kadar serum tefilin dengan cara menghalangi metabolismenya. Dengan kemampuannya menilai penggunaan serum, teofilin tetap digunakan, khususnya sebagai pengobatan yang diberikan sebelum tidur untuk mencegah asma selama tidur. Kartikosteroid memiliki kemampuan sebagai antiinflamasi untuk menekan asma, tetapi selain itu juga terdapat efek samping yang serius bila digunakan dalam waktu yang lama. Keadaan yang berlawanan ini dapat ditangani pada banyak pasien dengan pemakaian agen-agen inhalasi secara teratur (misal: budesonid, beklometason, flunisolid, triamsinolon, flutikason). Namun, tidak jarang pasien asma yang bergantung pada pengobatan kortikosteroid oral regular untuk mempertahankan fungsi yang dapat diterima. Untuk individu ini, yang sesuai dalah pengontrolan gejala secara adekuat dengan agen harian dosis terendah yang cepat dimetabolisme seperti prednison atau metilprenisolon. Alternatif lainnya adalah pemberian kortikosteroid dosis sedang dua hari sekali mungkin efektif untuk menurunkan efek samping sistemik dan menekan fungsi hipotalamus-hipofisis-adreokortikal. Manfaat yang disebut terakhir harus

menunjukkan periode singkat (dimulai lebih dari 36 jam setelah pemberian) bila tidak ada lagi efek obatnya, karena dosis selang sehari yang diperlukan sering lebih dari dua kali dosis yang dibutuhkan pada pemberian harian. Antihistamin tidak memberikan manfaat yang pasti, walaupun pada asma alergi, dan mungkin dipersulit juga dengan masalah mobilisasi sputum karena sekresi yang kering. Sifat ekspektoran iodida dan gliseril guaikolat (guaifenesin) masih kontroversial pada dosis yang sama-sama menyebabkan iritasi

gastrointestinal. Jika mobilisasi sputum menjadi satu masalah, manfaat hidrasi sistemik yang sederhana seharusnya tidak diabaikan, dan banyak serangan asma ringan yang mereda bila pasien duduk tenang, bernapas secara perlahan, dan meminum sedikit cairan hangat.

Pendekatan Pengobatan pada Asma yang Berat

Walaupun dengan pengelolaan yang benar dapat meningkatkan prognosis yang baik untuk sebagian besar pebderita asma, keganasan penyakit tersebut dapat timbul, dan membutuhkan pengobatan yang lebih intensif atau perawatan di rumah sakit, dan yang lebih jarang lagi adalah berakibat fatal. Peningkatan gejala yang terus menerus seringkali mengikuti infeksi pernapasan atau putus zat secara mendadak obat yang dibutuhkan dalam menekan gejala. Namun, terpajannya alergen itu sendiri jarang menyebabkan harus dirawat di rumah sakit. Pemberian epinefrin tetap merupakan langkah pertama yang sesuai untuk pengobatan darurat asma, walaupun agen-agen inhalasi adrenergik-beta (misalnya metaproterenol, albuterol) sering sama efektifnya, khususnya bila dinebulisasikan secara perlahan dengan menggunakan kompresor. Bila tidak ada perbaikan yang berarti dalam satu jam atau kurang, harus diambil tindakan lain. Asma yang tahan epnefrin sering memberi hasil bila diberi aminovilin intravena, walaupun peningkatan kortikosteroid intravena juga berguna. Karena kemingkinan penderita sudah melakukan pengobatan sendiri selama beberapa jam dengan obat-obatan seperti efedrin atau dengan tablet teofilin maka perkiraan atas sisa-sisa pengaruh obat di paru merupakan suatu keharusan unuk dilakukan. Bila keadaan memungkinkan, maka penetapan yang cepat kadar teofilin serum dapat digunakan untuk meramalkan pemberian dosis awal. Orang-orang yang tidak mengandung teofilin alam drahnya dapat menerima 5 sampai 6 mg/kg obat disuntukkan secara manual ke dalam vena secara perlahan-lahan, selama paling sedikit 10 menit, atau dengan tetesan infus. Pemberian secara berhati-hati akan memperkecil kemungkinan timbulnya efek smping seperti muntah, hipotensi, dan kejang. Namun, tetap harus dipersiapkan fasilitas yang diperlukan untuk dapat segera menangani efek samping ini secara tepat. Asma berat yang menetap paling sedikit 24 jam, dan tidak dapat diatasi oleh dosis optimal epinefrin dan dosis teofilin, sering dinamakan atatus asmatikus. Keadaan ini merupakan ancaman serius yang mematikan dan harus segera dilakukan perawatan di rumah sakit secara intensif dengan pengobatan kortikosteroid dosis tinggi.

Bila sudah dipastikan bahwa tidak terdapat respons bronkus terhadap epinefrin, maka agen ini dihentikan, walaupun pada beberapa penderita pemberian agen adrenergik inhalasi dengan disis teratur mungkin memeberi hasil. Selain itu, kebituhan akan antibiotika harus ditentuksn setelah diperoleh hasil bukan yang sesuai. Pada status asmatikus, kortikosteroid sistemik dapat menyelamatkan hidup dan biasanya mulai diberikan pada saat atau sebelum masuk rumah sakit. Dosis tinggi juga langung diberikan pada penderita yang sudah pernah diberi steroid, baik untuk menghentikan serangan asma berat sebelumnya atau yang diberikan untuk indikasi lain dalam waktu 6 sampai 12 bulan sebelumnya, sebagai pengobatan rawat jalan yang teratur. Untuk invus intravena lebih disukai preparat hidrokortison atau metilprednisolon, walaupun dengan preparat ini, paling tidak diperlukan waktu beberapa jam sebelumnya efek terapeutik timbul. Untuk mencapai hasil yang memuaskan pada penanganan status asmatikus, dibituhkan pemantauan yang ketat dari keadaan pasien, segra mengenali keadaan yang memburukn dan dapat mengantisipasi masalah. Komplikasi-komplikasi yang sering terjadi dapat berupa pneumotoraks, pneumomediastinum, aspirasi, keracunan obat atau idiosinkrasi, dan gagal jantung atau gangguan irama jantung. Penyumbatan saluran napas yang meluas dapat timbul secara cepat, ditandai dengan mengiyang berkurang dan ditandai juga oleh suara napas yang terdengar jauh pada daerah yang terserang (suatu kombinasi yang tidak menyenangkan). Kemunduran nyata sering didahului rasa kantuk, kebingungan, dan penurunan tonus otot, serta berkurangnya usaha pernapasan yang menandai kelelahan fisik umum. Keadaan ini akan berlanjut menjadi ventilasi alveoli yang tidak adekuat, disertai memuncaknya hipoksia dan peningkatan kadar CO2 arteri. Keadaa klinis dan PaCO2 arteri berhubungan erat, dan kecenderungan yang meningkat ini mencemaskan, walaupun nilai absolutnya mungkin normal (yaitu 40 mmHg) atau hanya maningkat sedikit. Jika kadar PaCO2 melebihi 55 mmHg , waluoun pengobatan optimal, ventilasi mekanik harus diberikan untuk memulihkan pertukaran gas yang adekuat. Untuk tujuan ini, biasanya dipilih ventilator bersiklus-volume setelah pemasangan pipa endotrakeal bermanset lunak;

trakeostomi jarang diperlukan. Bantuan ventilasi pada status asmatikus biasnya hanya dibutuhkan biasanya 24 sampai 60 jam, jika telah nampak perbaikan setelah pemakaian bronkodilator, steroid, antibiotika, dan agen-agen lain. Bagi bnyak enderita asma berat yang dirawat di rumah sakit, mendapatkan hasil auskultasi dada yang bersih merupakan tujuan realistis, walaupun hasil-hasil tes ventilai (waktu ekspirasi paksa, FEV1kecepatan menghembus maksimal pada tengah ekspirasi) mungkin masih sedikit abnormal; pada penderita lain perubahan ireversibel bronkopulmonal mungkin menghindari terjdinya keadaan bebas mengi. Pada kedua kasus tersebut, pengobatan intensif dilanjutkan terus sampai tercapai efek maksimum, dan kemudian penderita dipersiapkan untuk menjalani program pengobatan jalan. Selama masa pemyembuan, produksi dahak sering menigkat. Namun, sekret masih sulit dibersihkan walaupun telah diberikan hidrasi optimal dan digunakan gliseril guaiakolat (yang mempunyai efek ekspektoran kurang kuat). Fisioterapi dada (yaitu: perkusi manual pada dada secara berulang disertai dengan drainase postural) sekarang dapat dilakukan pada banyak rumak sakit. Tindakan ini kelihatannya mempermudah mobilisasi dahak dan kadang-kadang dapat melepaskan sumbatan bronkus yang sulit dikeluarkan, sehingga

memungkinkan pengembangan kembali daerah yang telah mengalami atelektasis.

You might also like