You are on page 1of 19

BAB I PENDAHULUAN A.

LATAR BELAKANG MASALAH Bagi peserta didik kelas V, mata pelajaran IPS relatif dianggap baru karena pada kelas sebelumnya mereka tidak mendapat pelajaran IPS, melainkan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan Pengetahuan Sosial (PKPS) yang merupakan gabungan antara PPKn dan IPS. Karena itu, perkembangan minat dan kemampuan peserta didik dalam mata pelajaran IPS sangat menarik untuk diperhatikan. Pada penyajian kompetensi dasar yang pertama (1.1 Peninggalan Sejarah Bercorak Hindu Budha), dilakukan pembelajaran sebagaimana pembelajaran PKPS pada tahun sebelumnya. Dari hasil ulangan harian maupun pengamatan terhadap minat siswa diperoleh data yang kurang menggembirakan. Rata-rata nilai ulangan harian adalah 63, lebih rendah dari nilai rata-rata mata pelajaran PKn, Bahasa Indonesia, dan IPA. Sedangkan siswa yang tuntas belajar hanya 13 peserta didik dari 35 peserta didik (37 %). Ketuntasan tersebut didasari asumsi bahwa standar ketuntasan adalah nilai 70. Dari segi minat, selama pembelajaran banyak disaksikan peserta didik yang kurang perhatian. Indikatornya antara lain : merebahkan kepala di bangku, bicara dengan teman sebangku, atau melakukan aktifitas yang tidak berhubungan dengan pembelajaran yang sedang diikuti. Hal yang lebih merisaukan adalah tidak terpacunya prestasi belajar dari peserta didik cepat belajar (fast learners). Dari ulangan tersebut, fast leaners hanya mampu mendapatkan nilai 80, padahal dalam mata pelajaran yang lain mereka bisa mendapatkan nilai lebih dari itu. Saat dikonfirmasi, fast learners menyatakan kurang berminat belajar IPS karena harus menghafal konsep-konsep yang luas, membosankan, dan tidak menarik katanya. Perlu ditambahkan, bahwa penentuan fast learners di kelas V didasarkan pada nilai kenaikan kelas sebelumnya dan hasil ulangan harian kompetensi dasar pertama di setiap mata pelajaran. Pada sisi guru, guru memang merasa cukup sulit untuk dapat memintarkan seluruh peserta didik. Hal itu karena setiap peserta didik mempunyai gaya belajar yang berbeda-beda, sehingga boleh jadi ada yang sejalan dengan gaya mengajar

guru dan ada pula yang tidak. Untuk itu diperlukan variasi pola mengajar yang tidak hanya menggantungkan pada peran guru semata. Di sinilah fast learners memegang peran penting sebagai mitra bagi guru dan temannya untuk mencapai kesuksesan bersama Peningkatan peran fast learners dalam pembelajaran bukan sekedar untuk memanfaatkan mereka dalam membantu temannya, tapi hakikatnya merupakan suatu upaya agar mereka mendapat layanan belajar sesuai kecepatannya. Hal itu telah dijamin dalam Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 juga mengamanatkan bahwa Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus (Pasal 5 ayat 4). Mengingat pendidikan khusus tersebut sulit diberikan, maka upaya memberdayakan fast learners dalam pembelajaran merupakan langkah strategis berefek ganda, yaitu memacu prestasi belajar fast learners sekaligus meningkatkan hasil belajar peserta didik normal lainnya di kelas. Dari sisi sekolah, keberadaan fast learners di kelas V merupakan kebutuhan wajib dan mendesak. Hal itu karena pada setiap tahun selalu diadakan kompetisi antarsiswa yang pesertanya adalah siswa kelas V. Kompetisi itu misalnya : siswa berprestasi, olimpiade MIPA, lomba mata pelajaran, dan sebagainya. Oleh karena itu, guru kelas V mengemban misi ganda yang menuntut kemampuan, kreatifitas, dan semangat tinggi. Pertama, harus mengantarkan peserta didik di kelas untuk menguasai kompetensi belajar yang ditentukan. Kedua, mempersiapkan peserta didik yang akan mewakili sekolah dalam kompetisi pada tingkat kecamatan, kabupaten , dan seterusnya. Untuk itu diperlukan inovasi model pembelajaran yang memungkinkan kedua misi di atas dapat terpenuhi sekaligus. Artinya, di satu sisi fast learners dapat belajar menurut kecepatan belajarnya, tapi pada saat bersamaan peserta didik yang lain dapat terpacu semangat dan prestasi belajarnya sehingga dapat menguasai kompetensi belajar yang diharapkan. Cara itu adalah dengan memberdayakan fast learners dalam suatu model kompetisi yang disebut Kompetisi Berbasis Akuntabilitas Individu (KOMBAV).

B. PERMASALAHAN Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah pemberdayaan fast learners dalam kompetisi model KOMBAV dapat meningkatkan hasil belajar IPS di kelas V? 2. Apakah bentuk hasil belajar yang diperoleh dengan penerapan kompetisi model KOMBAV dalam pembelajaran IPS di kelas V? 3. Apakah kompetisi model KOMBAV dapat memacu prestasi belajar peserta didik cepat belajar (fast learners)? 4. Bagaimakah persepsi dan kesan peserta didik terhadap kompetisi model KOMBAV? C. TUJUAN Sejalan dengan permasalahan di atas, tujuan penelitian ini adalah : 1. Ingin mengetahui seberapa besar peningkatan hasil belajar IPS peserta didik di kelas V dengan pemberdayaan fast learners dalam kompetisi model KOMBAV 2. Ingin mengetahui bentuk-bentuk hasil belajar yang didapat dari pelaksanaan pembelajaran dengan kompetisi model KOMBAV 3. Ingin mengetahui apakah kompetisi model KOMBAV dapat memacu prestasi belajar peserta didik cepat belajar (fast learners) 4. Ingin mengumpulkan persepsi dan kesan peserta didik tentang pelaksanaan pembelajaran IPS dengan kompetisi model KOMBAV

BAB II KERANGKA TEORETIS, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS A. KERANGKA TEORETIS 1. Pengertian IPS Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah mata pelajaran yang mempelajari kehidupan sosial yang kajiannya mengintegrasikan bidang-bidang ilmu sosial dan humaniora (Nursid Sumaatmaja, 2003:1.9). Bidang ilmu sosial meliputi sosiologi, ekonomi, psikologi sosial, antropologi, geografi, dan ilmu politik. Sedangkan humaniora meliputi norma, nilai, bahasa, dan seni yang menjadi komponen kehidupan masyarakat. Sementara itu, Ischak (2004:1.36) mengartikan IPS sebagai bidang studi yang mempelajari, menelaah, menganalisis gejala dan masalah sosial di masyarakat dengan meninjau dari berbagai aspek kehidupan secara terpadu. Ruang lingkup IPS adalah hal-hal yang berkenaan dengan manusia dan kehidupannya yang meliputi semua aspek kehidupan manusia sebagai anggota masyarakat. Tujuan mempelajari IPS adalah membentuk warga negara yang berkemampuan sosial dan yakin akan kehidupannya sendiri di tengah-tengah kekuatan fisik dan sosial. Sedangkan pendekatan yang digunakan dalam mempelajari IPS adalah pendekatan interdisipliner atau multidisipliner dan lintas sektoral. 2.Mata Pelajaran IPS dalam Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 Peraturan Menteri Pendidian Nasional (Permendiknas) Nomor 22 Tahun 2006 merupakan dasar hukum bagi pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Berdasarkan peraturan ini kembali dimunculkan mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) setelah pada kurikulum sebelumnya (Kurikulum 2004/KBK), mata pelajaran IPS digabung dengan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) menjadi Pendidikan Kewarganegaraan dan Pengetahuan Sosial (PKPS). Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 menjelaskan bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran

IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai. 3. Pengertian Anak Cepat Belajar Terdapat berbagai perbedaan pandangan tentang kriteria untuk anak kecerdasan tinggi atau anak berbakat (gifted ) atau anak cepat belajar (fast learners). Pengertian anak berbakat dalam Program Percepatan Belajar (PPB) yang dikembangkan oleh Depdiknas membatasi pada 2 kriteria sebagai berikut : (1) mereka yang mempunyai taraf intelegensi (IQ) di atas 140 ; (2) mereka yang oleh psikolog dan atau guru diidentifikasi sebagai peserta didik yang telah mencapai prestasi yang memuaskan, dan memiliki kemampuan intelektual umum yang berfungsi pada taraf cerdas, keterikatan terhadap tugas tergolong baik, serta kreatifitas yang memadai. Definisi keberbakatan (giftedness) yang lain adalah dari United State Of fice of Education (USOE) yang berbunyi sebagai berikut : Anak berbakat adalah mereka yang diidentifikasi oleh orang-orang yang berkualifikasi profesional memiliki kemampuan luar biasa dan mampu berprestasi tinggi. Anak-anak ini membutuhkan program pendidikan yang terdiferensiasi dan atau pelayanan di luar jangkauan program sekolah reguler agar dapat merealisasikan kontribusi dirinya ataupun masyarakat . Kemampuan-kemampuan tersebut meliputi kemampuan: intelektual umum, akademik khusus, berfikir kreatif produktif, memimpin, salah satu bidang seni, dan psikomotor. Jika diperhatikan dua definisi anak berbakat tersebut, perbedaannya ada dalam hal unjuk prestasi. Definisi pertama (menurut PPB) mempersyaratkan adanya peserta didik yang telah mencapai prestasi memuaskan (telah teraktualisasi), sedangkan definisi kedua (menurut USOE) hanya mempersyaratkan mampu berprestasi (punya potensi). Jadi anak berbakat tapi tidak menunjukkan prestasi atau disebut underachiever tidak masuk dalam definisi pertama. Selanjutnya anak cepat belajar dalam tulisan ini mengacu pada definisi pertama , khususnya kriteria butir 2.

3. Kompetisi Model KOMBAV Kompetisi Berbasis Akuntabilitas Individu (KOMBAV) merupakan perpaduan antara pembelajaran kooperatif dan pembelajaran kompetitif. Nilai kooperatif nampak pada saat peserta didik saling membantu dalam kelompok sebagai persiapan menghadapi lomba antarkelompok. Sedangkan nilai kompetitif nampak pada saat pelaksanaan lomba antarkelompok di kelas. Pembelajaran kooperatif ditujukan pada terbinanya kerjasama antara peserta didik yang pandai dengan yang lambat sehingga tercipta situasi tutor sebaya yang berlangsung secara alami tanpa ada tekanan atau keterpaksaan, tapi didasarkan pada kebutuhan untuk bekerjasama bagi pemenangan kelompok. Sedangkan pembelajaran kompetitif ditujukan untuk menggali potensi maksimal masing-masing peserta didik sehingga dapat disumbangkan bagi pemenangan kelompok dalam kompetisi dengan kelompok lain. Jadi, keberhasilan kelompok ditentukan oleh akuntabilitas individual atau sumbangan individu bagi kelompok, bukan oleh dominasi anggota yang pandai terhadap anggota lainnya. Melalui kompetisi model KOBAV ini, diharapkan akan tercipta pembelajaran yang menyenangkan, ketuntasan belajar yang lebih tinggi, hubungan sosial antarpeserta didik yang kompak, serta jiwa kompetisi yang tinggi yang merupakan modal bagi keberhasilan dalam kompetisi di tingkat yang lebih tinggi. B. KERANGKA BERFIKIR Secara skematis, kerangka berfikir dalam penelitian ini adalah : KONDISI AWAL Guru belum menggunakan model kompetisi dalam pembelajaran Hasil belajar IPS rendah Semangat belajar rendah Fast learners belum terpacu prestasinya Semangat berkompetisi rendah TINDAKAN KONDISI AKHIR Guru mengunakan model kompetisi dalam pembelajaran

SIKLUS KOMPETISI MODEL CERDAS CERMAT Hasil belajar IPS meningkat Semangat belajar meningkat Prestasi belajar fast learners terpacu Jiwa kompetisi terbina SIKLUS 2 KOMPETISI MODEL KOMBAV C. HIPOTESIS TINDAKAN

Berdasarkan landasan teori dan kerangka berfikir di atas maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah : Pemberdayaan peserta didik cepat belajar (fast learners) dalam kompetisi model KOMBAV dapat meningkatkan hasil belajar IPS, baik hasil yang bersifat kuantitatif maupun yang bersifat kualitatif.

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN A. PRA SIKLUS

Kegiatan prasiklus dimaksudkan sebagai pengantar menuju siklus pertama. Setelah membuka pelajaran dan mengecek kesiapan peserta didik untuk belajar, maka guru mulai memperkenalkan materi yang akan dipelajari, apa yang harus disiapkan, dan tujuan yang ingin dicapai. Guru mengajak peserta didik untuk mengamati peta, menanyakan bagianbagiannya, dan mulai menjelaskan contoh-contoh kenampakan alam dan buatan Indonesia. Kemudian guru memberikan tugas kelompok untuk mengidentifikasi kenampakan alam di Indonesia dengan membuka buku pelajaran IPS atau buku penunjang (RPUL) yang telah disiapkan. Setiap kelompok diberi kesempatan mempresentasikan hasil tugas kelompoknya dan kelompok lain berhak menanggapi berdasarkan hasil temuan kelompoknya. Guru kemudian mengajak peserta didik untuk mengamati peta dan mencoba untuk menemutunjukkan daerah sesuai letak kenampakan alam dan buatan yang telah diketahui. Pada bagian akhir guru membagi kelompok, menjelaskan tata tertib kompetisi pada pertemuan berikutnya, dan meminta kelompok untuk mempersiapkan diri sebaikbaiknya. Mengingat jumlah peserta didik di kelas ada 35 anak, maka kelas dibagi menjadi 7 kelompok yang beranggota 5 anak dengan dipimpin oleh seorang fast learners. B. SIKLUS 1 Pembelajaran siklus 1 dilaksanakan pada Hari Selasa tanggal 7 Maret 2012 pada jam pelajaran ke 1, 2, dan 3. Setelah membuka pelajaran dan mengecek kesiapan peserta didik untuk belajar, maka guru memulai pelajaran. Pada pertemuan kedua ini, di kelas hadir kepala sekolah yang berperan sebagai observer pelaksanaan kegiatan . Guru memulai kompetisi dengan mengajak peserta didik mengatur meja dan mempersiapkan kelengkapan kompetisi. Guru mengulang tata tertib dan memberi kesempatan kelompok untuk berkoordinasi. Kegiatan selanjutnya adalah melakukan pengundian regu yang berkompetisi pada tahap pertama (3 regu) dan pada tahap kedua (3 regu).

Kompetisi dilaksanakan dengan model Cerdas Cermat. Pada setiap tahap dibagi dalam dua babak. Babak pertama adalah soal wajib sedangkan pada babak kedua adalah soal rebutan. Pada babak pertama (soal wajib), setiap regu (A,B,C) diberi kesempatan menjawab 10 pertanyaan. Penjawabnya adalah juru bicara yang ditunjuk dan memberikan jawaban setelah berunding dengan anggota kelompoknya. Setiap jawaban yang benar diberi nilai 100 sedangkan jawaban yang salah diberi nilai 0 dan regu yang lain diberi kesempatan untuk berebut menjawab. Jawaban hasil rebutan yang benar diberi nilai 100 sedangkan jawaban yang salah diberi nilai 0. Pada babak kedua (soal rebutan), guru memberikan 10 soal yang diperebutkan oleh regu-regu yang berkompetisi. Setiap anggota regu boleh menjawab (tidak harus juru bicara) dengan ketentuan setiap jawaban benar diberi nilai 100 sedangkan jawaban yang salah diberi pengurangan nilai 100. Pada kompetisi ini pemenangnya adalah kelompok I yang dipimpin *******. Sebagai penghargaan setiap anggota mendapat uang mainan Rp 1.000.000,00 dan ucapan selamat dari regu yang lain. Untuk mengetahui pengaruh kompetisi terhadap penguasaan materi pelajaran, guru mengadakan evaluasi untuk setiap peserta didik. Selain itu guru juga membagikan angket untuk peserta didik agar diisi sejujurnya sesuai perasaan dan pemahamannya. Hasil evaluasi tertulis itu kemudian dipadukan dengan hasil angket dan hasil observasi untuk dijadikan sebagai bahan refleksi guna menentukan kegiatan pada siklus selanjutnya . C. SIKLUS 2 Pembelajaran siklus 2 dilaksanakan pada Hari Selasa tanggal 14 maret 2012 pada jam pelajaran ke 1, 2, dan 3. Setelah membuka pelajaran dan mengecek kesiapan peserta didik untuk belajar, maka guru memulai pelajaran dengan menanyakan kesiapan masing-masing kelompok untuk mengikuti kompetisi berikutnya. Pada

pertemuan ketiga ini, di kelas juga hadir kepala sekolah yang berperan sebagai observer. Berdasarkan hasil refleksi pada siklus pertama, aturan kompetisi disempurnakan. Tujuannya adalah memberi kesempatan yang lebih luas kepada anggota kelompok untuk terlibat dalam kompetisi dan menghindari dominasi fast learners atas anggota lainnya. Pada kompetisi ini tidak ada lagi juru bicara. Setiap anggota mempunyai kesempatan yang sama untuk menjawab, kecuali pada babak rebutan. Konsekuensinya kemenangan kelompok akan lebih ditentukan oleh kemampuan rata-rata anggota kelompok, bukan lagi oleh kemampuan fast learners yang pada siklus pertama bertindak sebagai juru bicara. Kompetisi model Cerdas Cermat disempurnakan menjadi Kompetisi Berbasis Akuntabilitas Individu (KOMBAV). Secara rinci pelaksanaan KOMBAV adalah sebagai berikut 1. Kompetisi dibagi dua tahap masing-masing tahap mempertandingkan 3 regu (A,B,C) sehingga pada babak final didapatkan 2 regu terbaik. 2. Setiap anggota regu (5 anak) diberi nomor yaitu nomor 1, 2, 3, 4, dan 5 3. Pada babak lemparan, soal nomor 1 hanya boleh dijawab oleh peserta nomor 1, jika gagal hanya boleh diperebutkan oleh peserta nomor 1 dari regu lain. 4. Anggota regu yang lain dilarang membantu dalam bentuk apapun, jika melanggar akan dikenai sanksi pengurangan nilai 5. Pada babak rebutan setiap anggota regu boleh menjawab dengan ketentuan bila jawaban benar mendapat nilai 100, sedangkan jika salah mendapat pengurangan nilai 100. Oleh karena itu, dalam kompetisi ini sangat dituntut kemampuan ketua regu untuk mengatur formasi anggotanya berdasarkan pemahamannya atas kemampuan masing-masing anggota regu. Pada kompetisi ini pemenangnya adalah kelompok II yang dipimpin ******. Sebagai penghargaan setiap anggota mendapat uang mainan Rp 1.000.000, Kegiatan selanjutnya adalah permainan Jutawan Kelas. Tujuan permainan ini adalah untuk menemukan peserta didik yang memiliki penguasaan yang tinggi terhadap materi yang telah dipelajari. Permainan ini sifatnya individual dan

mengacu ada kuis Who Want to be Millioner yang sering ditayangkan di televisi. Pelaksanaannya adalah sebagai berikut 1. Guru memberikan pertanyaan untuk diperebutkan peserta didik.

2. Peserta didik yang dapat menjawab berhak duduk di kursi jutawan 3. Setiap pertanyaan yang dijawab benar mendapatkan Rp 1.000.000,00 dan berhak menjawab pertanyaan berikutnya dengan hadiah yang sama 4. Titik aman yang disediakan adalah Rp 1.000.000,00 ; Rp 5.000.000,00; dan Rp 10.000.000,00. Artinya, jika peserta hanya dapat menjawab pertanyaan maksimal sampai pertanyaan ke-4, maka ia hanya mendapatkan Rp 1.000.000,00. Jika peserta dapat menjawab pertanyaan maksimal sampai pertanyaan ke-9, maka ia hanya mendapatkan Rp 5.000.000,00. Sedangkan jika dapat menjawab sempurna 10 pertanyaan, maka ia mendapatkan Rp 10.000.000,00. 5. Permainan ini dilaksanakan beberapa babak dan hadiah diserahkan segera setelah satu babak permainan Untuk mengetahui pengaruh KOMBAV terhadap penguasaan materi pelajaran, guru kembali mengadakan evaluasi untuk setiap peserta didik dengan soal yang berbeda dengan siklus pertama, tapi masih dalam lingkup materi yang sama. Selain itu, guru juga membagikan angket untuk peserta didik agar diisi sejujurnya sesuai perasaan dan pemahamannya. Hasil evaluasi tertulis itu kemudian dipadukan dengan hasil angket dan hasil observasi untuk dijadikan sebagai bahan refleksi guna menentukan perkembangan yang telah dicapai sekaligus sebagai dasar untuk kegiatan pada pertemuan selanjutnya .

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Hasil Kegiatan PraSiklus Pada kegiatan prasiklus, peserta didik mengikuti pembelajaran secara klasikal sesuai RPP yang telah disusun. Kemampuan peserta didik dalam menyerap materi pembelajaran masih ditentukan oleh kemampuannya dalam menangkap penjelasan guru. Sifat kerjasama antarpeserta didik juga masih kurang padahal dalam pertemuan ini juga ada aktifitas yang melibatkan kerjasama antarpeserta didik, misalnya pada saat mengidentifikasi kenampakan alam dan buatan atau pada saat menemutunjukkan kenampakan alam dan buatan di peta . Secara fisik mereka memang nampak mengerjakan sesuatu bersama-sama, tapi belum bekerjasama. Artinya, ketua kelompok/anak yang pandai masih berperan dominan dalam mengerjakan tugas kelompok sedangkan anggota yang lain lebih berperan sebagai pembantu saja. Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan pembelajaran konvensional dimana sifat kooperasi antarpeserta didik masih rendah. Berdasarkan evaluasi atas apa yang terjadi pada kegiatan prasiklus ini, guru/peneliti semakin mantap untuk mengembangkan model kompetisi dalam pembelajaran siklus 1 berupa cerdas cermat antarkelompok yang pelaksanaannya lazim dipahami peserta didik . 2. Hasil Siklus 1 Siklus 1 merupakan pelaksanaan kompetisi dalam bentuk cerdas cermat antarkelompok. Pada babak pertama, soal wajib dijawab oleh juru bicara kelompok sedangkan pada babak kedua soal dapat diperebutkan oleh semua peserta. Dalam pelaksanaan kompetisi terlihat jelas adanya dominasi fast learners terhadap anggota yang lain karena mereka bertindak sebagai juru bicara kelompok. Anehnya, anggota

kelompok yang lain tidak merasa dirugikan. Mereka justru merasa diuntungkan karena bisa menggantungkan diri pada juru bicara. Kompetisi memang menghasilkan pemenang dengan nilai tertinggi pada setiap tahapan, tapi hal itu belum menggambarkan kinerja kelompok karena lebih merupakan hasil kerja perseorangan. Dari hasil angket, diketahui bahwa fast learners kurang bersungguh-sungguh dalam membantu belajar temannya, baik di dalam jam sekolah maupun di luar jam sekolah. Hal itu karena fast learners berpandangan bahwa ia dapat mewakili kelompok saat pelaksanaan kompetisi karena ia akan menjadi juru bicara. Sementara menurut pandangan anggota kelompok, umumnya mereka tidak mendapat kesempatan menjawab karena diwakili oleh juru bicara. Tapi secara umum peserta didik menyukai model kompetisi dalam pembelajaran karena menyenangkan dan dapat belajar sambil bermain seperti yang sering disaksikan di televisi. Dari hasil evaluasi, diketahui bahwa nilai-rata kelas adalah 7,1. Hal ini memang telah menunjukkan adanya peningkatan dari evaluasi pada kompetensi dasar sebelumnya, namun nilai-nilai tinggi masih didominasi oleh fast learners sementara anggota yang belum menunjukkan peningkatan yang menggembirakan.. Dari hasil observasi, diketahui bahwa semangat peserta didik relatif tinggi untuk bisa memenangkan kompetisi. Namun dari aspek kerjasama dan partisipasi anggota terhadap kelompok masih rendah, sebaliknya dominasi ketua terhadap anggotanya masih tinggi. Dari segi kemampuan menghargai kelompok lain dan sikap lapang dada sudah menunjukkan hasil yang baik, sementara peran guru dapat sedikit berkurang karena pusat pembelajaran adalah pada kerjasama kelompok baik sebelum maupun saat berkompetisi.

4. Hasil Siklus 2 Siklus 2 merupakan penyempurnaan dari kompetisi pada pertemuan sebelumnya.

Pada pertemuan ini kompetisi menggunakan model KOMBAV yang tidak mengenal adanya juru bicara karena setiap anggota kelompok punya hak yang sama dalam menjawab pertanyaan. Jadi, kemenangan kelompok akan ditentukan oleh kemampuan rata-rata anggota kelompok bukan oleh kemampuan perorangan. Akibatnya fast learners punya kewajiban besar untuk membantu belajar anggotanya agar dapat berkontribusi bagi pemenangan kelompok. Hasilnya mulai nyata, kelompok yang pada siklus 1 menjadi juara (Kelompok I), pada pertemuan ini kalah. Pemenang dalam KOMBAV adalah kelompok II yang membuktikan bahwa kemampuan anggotanya relatif lebih merata. Dalam KOMBAV nampak tanggung jawab yang besar dari fast learners terhadap kemampuan anggotanya dalam menjawab pertanyaan agar dapat memenangkan kelompok. Pada saat istirahat, bahkan di luar jam sekolah mereka lebih giat belajar kelompok dengan cara saling memberi pertanyaan. Anggota yang tidak mengikuti belajar kelompok akan menjadi sasaran teguran dari anggota kelompok yang lain. Kini, fast learners membantu belajar temannya bukan karena kasihan atau perintah guru, tapi lebih karena kebutuhan bersama untuk dapat memenangkan kompetisi. Dari hasil angket, juga diketahui bahwa fast learners telah bersungguh-sungguh dalam membantu belajar temannya, baik di dalam jam sekolah maupun di luar jam sekolah. Menurut pandangan anggota kelompok, mereka kini telah mendapat kesempatan menjawab karena tidak lagi diwakili oleh juru bicara. Secara umum mereka menyukai kompetisi model KOMBAV karena menyenangkan dan adil dalam pemberian kesempatan menjawab. Mereka juga minta agar pada mata pelajaran yang lain juga dilakukan kompetisi seperti ini. Dari hasil evaluasi, diketahui bahwa nilai rata-rata kelas telah meningkat menjadi 7,7. Hal ini telah menunjukkan adanya peningkatan dari siklus pertama, namun yang lebih penting adalah peningkatan hasil belajar tersebut bersifat merata bagi semua peserta didik, tidak lagi berfokus pada fast learners saja. Dari hasil permainan Jutawan Kelas, dapat diketahui kecepatan peserta didik dalam menjawab pertanyaan. Walaupun permainan ini lebih didominasi oleh fast learners, tapi hal itu bukan masalah karena memang permainan ini bersifat individu dan ditujukan untuk mengetahui peserta didik dengan penguasaan terbaik terhadap

materi pelajaran. Data ini penting sebagai dasar pertimbangan dalam penentuan peserta yang mewakili sekolah pada kompetisi di tingkat lebih tinggi. Namun, permainan ini telah memberi dorongan yang kuat bagi seluruh peserta didik untuk dapat menguasai materi sebaik-baiknya sehingga dapat duduk di kursi jutawan. Dari hasil observasi, diketahui bahwa semangat peserta didik jauh lebih tinggi dari siklus 1. Hal itu karena masing-masing peserta didik akan menjadi penentu bagi kelompoknya dalam memenangkan kompetisi. Dari aspek kerjasama, partisipasi anggota kelompok, dan dorongan moril fast learners kepada anggota kelompok meningkat pesat, sebaliknya dominasi ketua terhadap anggotanya cenderung lebih menurun. Kemampuan menghargai kelompok lain tetap menunjukkan hasil yang tinggi. Dari sisi sikap lapang dada memang ada sedikit penurunan. Hal itu karena fast learners cenderung menyalahkan anggota yang gagal menjawab sebagai sumber kekalahan kelompok. Namun bahwa hal itu merupakan ekspresi wajar dan manusiawi sebagai wujud sikap tanggung jawab dan semangat berkompetisi. B. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Berdasarkan pengalaman melaksanakan kompetisi model KOMBAV, dapat diketahui bahwa model tersebut telah memberi hasil yang signifikan bagi upaya peningkatan kualitas proses dan hasil belajar IPS. Selain itu, model kompetisi ini juga mampu memacu prestasi belajar peserta didik. Hasil yang yang dicapai dari penerapan model KOMBAV dapat berupa hasil kuantitatif dan hasil kualitatif. 1. Hasil Kuantitatif Hasil kuantitif dimaksud adalah hasil berupa nilai peserta didik saat evaluasi di kelas dengan ketentuan standart ketuntasan belajar minimal (SKBM) ditetapkan pada nilai 70. Pada siklus 1 yang menggunakan kompetisi model Cerdas Cermat hasil evaluasi peserta didik menunjukkan nilai rata-rata 7,1 dengan catatan terdapat 22 peserta didik yang tuntas memenuhi SKBM (63%). Sedangkan pada siklus 2 dimana kompetisinya telah disempurnakan menjadi model KOMBAV hasil evaluasi peserta didik menunjukkan nilai rata-rata 7,7 dengan catatan terdapat 29 peserta didik yang tuntas memenuhi SKBM (83%). Perlu ditambahkan, bahwa kompetisi model KOMBAV disini adalah hasil

pengembangan dari kompetisi model Cerdas Cermat setelah melalui proses refleksi dan evaluasi seperti telah diuraikan pada bagian sebelumnya. 2. Hasil Kualitatif Persiapan dan pelaksanaan pembelajaran dengan kompetisi model KOMBAV telah membawa dampak positif ikutan yang bersifat sosial, tapi besar manfaatnya dalam upaya membentuk pribadi yang berkualitas. Misalnya : semangat mengikuti pembelajaran, berani menyampaikan jawaban, berani mengambil resiko, emosional yang terkontrol, sukarela membantu teman dalam belajar, dan sebagainya. Dalam pelaksanaan kompetisi mereka juga dilatih untuk menghargai kelompok lain, pantang menyerah, berjiwa sportif, bersifat lapang dada, patuh terhadap keputusan, bertanggung jawab terhadap kinerja kelompok, dan lain-lain. Hasil lainnya adalah terbinanya kemampuan dan kecepatan belajar fast learners yang terbukti dari hasil kompetisi, permainan, maupun saat pelaksanaan evaluasi belajar mereka menunjukkan hasil yang memuaskan dan konsisten. Hasil ini akan menjadi sumbangan berharga dalam mempersiapkan peserta didik unggul yang diharapkan dapat mewakili sekolah dalam kompetisi di tingkat yang lebih tinggi.

BAB IV PENUTUP A. SIMPULAN

1. Pembelajaran IPS dengan memberdayakan fast learners dalam suatu kompetisi model KOMBAV telah meningkatkan hasil belajar IPS di kelas @@@@@ 2. Hasil belajar tersebut meliputi hasil kuantitif dan hasil kualitatif. Hasil kuantitatif berupa peningkatan nilai rata-rata 7,1 pada siklus 1 menjadi 7,7 pada siklus 2 (meningkat 20%). Sedangkan hasil kualitatif berupa terbinanya semangat saling membantu, menghargai kelompok lain, pantang menyerah, berjiwa sportif, bersifat lapang dada, patuh terhadap keputusan, dan tanggung jawab terhadap kinerja kelompok . 3. Kompetisi model KOMBAV telah mampu memacu prestasi belajar peserta didik cepat belajar (fast learners). Hal itu terbukti dari hasil kompetisi, permainan, maupun pelaksanaan evaluasi belajar dimana mereka menunjukkan hasil yang maksimal dan konsisten. Dari segi mental kompetisi, fast learners memiliki semangat juang, kecepatan dan ketepatan menjawab yang merupakan modal penting saat mereka berkompetisi dalam tingkat yang lebih tinggi 4. Dari hasil observasi maupun angket, diketahui bahwa peserta didik menunjukkan perhatian dan minat belajar yang tinggi karena mereka merasa bisa belajar sambil bermain . B. SARAN 1. Saran Untuk Penelitian Lanjut a. Mengingat pelaksanaan penelitian baru berjalan 2 siklus, maka peneliti/guru lain diharapkan dapat melanjutkan untuk mendapat temuan yang lebih signifikan. b. Instrumen tes maupun nontes yang digunakan dalam penelitian ini sebaiknya terus disempurnakan dan dikembangkan sehingga memperoleh tingkat validasi yang lebih memuaskan . 2. Saran Untuk Penerapan Hasil Penelitian

a. Perlunya kompetisi model KOMBAV ini diterapkan pada kelas yang lain atau mata pelajaran lain sehingga dapat memperkaya model pembelajaran yang selama ini digunakan. b. Perlunya pengkajian secara lebih mendalam agar kiranya kompetisi model KOMBAV ini dapat dijadikan model pembelajaran alternatif dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah

A. Daftar Pustaka Anitah W, Sri, dkk. 2009. Strategi Pembelajaran di SD. Jakarta : Universitas Terbuka

Arikunto, Suharsimi, dkk. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Bumi Aksara Ekosiswoyo, Rasdi & Rachman, Maman. 2000. Manajemen Kelas. Semarang : IKIP Semarang Press Endang Poerwanti, dkk. 2008. Asesmen Pembelajaran SD. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Herrhyanto, Nar & Hamid, Hamid. 2008. Statistika Dasar. Jakarta : Universitas Terbuka Lapono, Nabis, dkk. 2008. Belajar dan Pembelajaran SD. Jakarta : Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Nurhadi, dkk. 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang : Universitas Negeri Malang

You might also like