You are on page 1of 29

Profil Manajemen Bimbingan dan Konseling Sekolah Menengah Atas (SMA) Rekanan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Universitas Sanata Dharma (Prodi BK USD) di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2006 Fajar Santoadi 1 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan dua landasan pemikiran (a) model manajemen bimbingan dan konseling yang berkembang di SMA rekanan Prodi BK USD dewasa ini, (b) kebutuhan akan dukungan managerial bagi program BK komprehensif. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan profil manajemen BK di SMA rekanan Prodi BK USD. Instrumen penggali data penelitian ini adalah wawancara terstruktur dan Focus Group Discussion (FGDs). Peneliti menemukan hal positif dan negative melalui penelitian ini. Hal positif tersebut adalah (1) rasio konselor-siswa relatif memadai, (2) kebanyakan konselor sekolah menggunakan berbagai metode asesmen kebutuhan, (3) Sebagian SMA rekanan Prodi BK USD menyelenggarakan layanan bimbingan kelompok bagi semua siswa, (4) semua SMA rekanan Prodi BK USD menyediakan layanan konseling individual, (5) setiap SMA rekanan Prodi BK USD menggunakan berbagai metode untuk mengontrol pelaksanaan program BK, (6) setiap SMA rekanan Prodi BK USD memberikan informasi tentang program BK kepada siswa, guru, dan orang tua, (7) setiap SMA rekanan Prodi BK USD menjalin kerja sama dengan berbagai pihak dalam menyediakan layanan BK. Hal-hal negatif yang ditemukan adalah (1) Profesionalitas mayoritas staf bimbingan di SMA rekanan Prodi BK USD kurang memadai, (2) Terdapat sedikit SMA rekanan Prodi BK USD yang tidak melakukan asesmen kebutuhan, (3) Sebagian SMA rekanan Prodi BK USD hanya menyediakan layanan bimbingan kelompok tak teratur kepada siswa di kelas tertentu, (4) Kebanyakan SMA rekanan Prodi BK USD menyediakan layanan bimbingan kelompok yang tidak berkesinambungan, (5) Kebanyakan SMA rekanan Prodi BK USD melakukan evaluasi program BK dengan metode tidak ilmiah, (6) layanan BK bagi keluarga siswa tidak memadai untuk menciptakan lingkungan yang suportif bagi siswa. Peneliti mengusulkan dua hal sebagai berikut: (1) Peningkatan kompetensi konselor dalam teori BK perkembangan, manajemen BK komprehensif, keterampilan mengelola konseling kelompok, metode penelitian dan evaluasi, merancang program pendidikan keorangtuaan, (2) Peningkatan pengetahuan pimpinan sekolah dalam manajemen BK Komprehensif yang akan membuat mereka mampu menciptakan iklim sekolah yang mendukung program BK. Kata Kunci : Manajemen bimbingan dan konseling komprehensif, paradigma diagram ven empat bidang bimbingan, paradigma empat bidang bimbingan berurutan.

Fajar Santoadi, S.Pd, dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling, FKIP, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah : 1.1.1. Kondisi aktual Manajemen BK Bimbingan dan Konseling (BK) di banyak sekolah di DIY tidak mendapatkan jam khusus untuk Layanan Bimbingan Kelompok/Klasikal. Bimbingan Kelompok/Klasikal hanya dapat dilakukan bila ada guru mata pelajaran tertentu yang berhalangan hadir atau dengan suka rela memberikan jam pelajaran kepada konselor sekolah untuk bimbingan kelompok klasikal. Bimbingan Kelompok/Klasikal untuk siswa kelas III (SMP maupun SMA) di banyak sekolah ditiadakan dengan alasan, persiapan Ujian Nasional (UN) di tahun terakhir masa studi SMP dan SMA amat penting. Ini adalah alasan situasional yang bertentangan dengan prinsip pendidikan yang utuh. Asumsi bahwa pada tahun terakhir siswa SMP dan SMA tidak membutuhkan hal lain selain persiapan UN yang bernuansa akademis belaka, adalah asumsi yang sangat bertentangan dengan prinsip pendidikan utuh. Beberapa kondisi (sekaligus menjadi penyebab) yang diduga melatarbelakangi kebijakan sekolah di atas antara lain (a) Fokus utama sekolah adalah pengembangan kompetensi akademis-kognitif belaka. Meskipun hal ini akan sulit diakui secara jujur, namun peniadaan jam bimbingan kelompok klasikal adalah bentuk nyata pemusatan perhatian sekolah hanya pada aspek akademik saja, (b) Penentu kebijakan pendidikan di tingkat sekolah memahami BK hanya berupa pertemuan individual (konseling) saja dan terutama berfungi dalam mengatasi persoalan-persoalan siswa-siswi (fungsi kuratif), (c) BK sebagai bagian dari sekolah belum dapat membuktikan unjuk kerja yang berkualitas. Tiadanya program BK berkualitas yang sesuai dengan kebutuhan, membuat siswa, pengelola sekolah, dan stake holder lain sulit memberi kepercayaan kepada BK. Yang dianggap program selama ini adalah semacam daftar aktivitas (dapat mengacu pada pola 17 atau pola-pola yang lain), tetapi tidak menonjolkan isi yang akan digarap, untuk mengembangkan aspek afektif, nilai, sikap, dan perilaku positif siswa. Pola 17 yang sering dipajang di ruang BK sebenarnya hanyalah bungkus yang belum menampakkan isi. Ketidakmampuan BK di sekolah membuktikan unjuk kerja yang berkualitas dan ketidak percayaan administrator dan seluruh staff kependidikan di sekolah menjadi lingkaran sebab akibat yang harus diurai akarnya sehinngga langkah pemecahan dapat dirumuskan. (d) Evaluasi program BK dengan metode ilmiah sekolah belum berkembang. Gysbers dan Handerson (2006) menunjukkan bahwa evaluasi dalam BK di sekolah mencakup tiga jenis evaluasi yaitu evaluasi kinerja konselor (Counselor performance evaluation), evaluasi kinerja konselor (Counselor performance evaluation), dan evaluasi hasil (result evaluation). Evaluasi kinerja konselor memusatkan perhatian pada penilaian unjuk kerja 2

konselor dan kemampuan membawakan diri sebagai konselor. Evaluasi program (program evaluation) memusatkan perhatian pada penilaian mutu pelaksanaan program BK yang sudah dirancang. Evaluasi hasil (result evaluation) memusatkan perhatian pada penilaian atas hasil dan dampak program BK (outcomes and impact). Kebijakan meniadakan jam bimbingan kelompok/klasikal mengakibatkan fungsi developmental (pengembangan kemampuan-kemampuan siswa), fungsi pencegahan, dan pemeliharaan (perseveratif) bimbingan dan Konseling dalam aspek perkembangan personal, edukasional, dan karier tidak dapat dijalankan secara utuh. Ketidakmengertian dan prasangka administrator sekolah bahwa BK dianggap membuang-buang waktu dan tidak memberikan sumbangan berarti bagi perkembangan siswa mengakibatkan sulitnya memperoleh dukungan sekolah terhadap program BK. 1.1.2. Kebutuhan akan Dukungan Manajerial Visi BK yang realistis memang harus dikembangkan berdasarkan kondisi nyata peserta didik di setiap lembaga pendidikan. Meskipun sekarang ini manajemen berbasis sekolah menjadi acuan, tetapi ini bukan berarti pemerintah membiarkan manajemen sekolah tidak memberi ruang bagi pelayanan aspek-aspek non akademis (salah satu di antaranya adalah BK). Pemerintah (melalui Dinas Pendidikan) berperan menciptakan standar manajemen sekolah yang menjamin proses pendidikan dalam aspek akademis (bidang studi) dan non akademis (BK). Standar ini dapat menjaga keseimbang aspek akademiks dank on-akademiks di satu sisi dan keleluasaan bagi BK di sekolah untuk menyediakan layanan yang paling sesuai dengan kebutuhan siswa yang khas. Keseimbangan ini membutuhkan standar proses, misalnya aturan yang mengharuskan adanya pelayanan bimbingan kelompok/klasikal yang menjangkau semua siswa, dan semua stakeholder yang penting bagi siswa. BK di sekolah tidak terlalu membutuhkan standar isi sebab isi pelayanan BK berbasis kebutuhan siswa dan masyarakat sekolah tertentu yang khas. Bahkan jika ada 'kurikulum BK' yang dirumuskan secara nasional, provinsi, atau wilayah yang lebih kecil, hal tersebut belum tentu selaras dengan kondisi dan latar belakang budaya peserta didik yang khas di sekolah. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mengharuskan sekolah mengalokasikan 2 jam pelajaran per minggu bagi mata pelajaran pengembangan diri. Sekolah yang sudah memiliki visi pendidikan yang seimbang, yang tidak semat-mata berorientasi akademis-kognitif, akan menanggapi tuntutan KTSP dengan memberi ruang yang luas bagi pengembangan nilainilai humaniora, sikap, perilaku (character building), termasuk peran konselor dalam pengembangan diri siswa. 3

Masyarakat lebih menghargai prestasi akademis yang tinggi dari pada menaruh perhatian pada pembentukan nilai-nilai kemanusiaan. Pasar semacam inilah yang seringkali menyeret sekolah-sekolah mengembangkan manajemen pendidikan berbasis sekolah yang kontraproduktif bagi pembentukan karakter (character building). Peniadaan jam bimbingan kelompok klasikal bagi siswa-siswi di SMP dan SMA/K adalah bukti nyata kebijakan pendidikan di sekolah yang timpang. Bimbingan dan Konseling hanya dikenal sebagai interaksi di ruang Konseling belaka dan menangani peserta didik yang bermasalah saja. Padahal yang jauh lebih penting dan berdaya guna dalam jangka panjang adalah program BK yang bernuansa developmental, preventif, dan perseveratif (pemeliharaan kondisi positif yang sudah terbentuk). Visi BK komprehensif membutuhkan dukungan manajemen pendidikan di tingkat sekolah. Studi ini dilakukan dengan fungsi ganda yaitu: (a) dari sudut pandang peneliti, penelitian ini dilakukan dalam rangka memperoleh gambaran atau profil manajemen BK di sekolah-sekolah menengah (b) dari sudut pandang sekolah, penelitian ini dapat dipandang sebagai evaluasi manajemen program BK di SMA rekanan Prodi BK USD. (c) Instrumen yang dikembangkan dalam penelitian ini dapat dikembangkan menjadi instrument evaluasi manajemen program BK yang dapat dipakai oleh setiap sekolah untuk mengevaluasi manajemen program BK di sekolah masing-masing dengan metode self-evaluation, atau semacam self directed search, tanpa mengandalkan evaluator dari luar sekolah. 1.2. Rumusan Masalah : Penelitian ini memusatkan perhatian pada persoalan bagaimana profil manajemen BK di SMA rekanan Prodi BK USD di DIY. 1.3. Tujuan Penelitian : Penelitian ini bertujuan memperoleh gambaran tentang profil manajemen BK di SMA rekanan Prodi BK USD di DIY. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hakikat Manajemen BK Komprehensif Definisi Program BK komprehensif sangat luas dan tidak dapat dengan mudah di rumuskan. Mengeksplorasi hakikat Program BK komprehensif berarti menelurusi beberapa pertanyaan berikut ini. Pertama, bagaimana hubungan program Bimbingan dengan sistem pendidikan di lembaga pendidikan tertentu? Kedua, bagaimana pengelolaan (manajemen) program BK agar sifat komprehensif-sistemik program BK nampak? Ketiga, apa saja ciri-ciri 4

program BK yang dapat dianggap komprehensif dan bersifat sistemik? Keempat, siapa saja yang terlibat dalam program BK komprehensif dan apa saja Keketerlibatan mereka? Kelima, apa saja hasil dan dampak yang diharapkan dari program BK komprehensif? Berikut ini adalah uraian tentang unsur-unsur yang terdapat dalam hakikat program BK Komprehensif. 2.1.1. Sifat Sistemik dalam Program BK Komprehensif Program BK Komprehensif bersifat sistemik, bukan sekedar program yang sistematis 2 . Program BK yang sistematik adalah program pelaksanaannya sesuai dengan rencana, tertata baik sejak perencanaan, pendataan, implementasi, dan evaluasi. Sementara program BK yang sistemik adalah program BK yang dirancang untuk menjangkau berbagai pihak, mulai dari siswa sebagai individu maupun kelompok, komunitas sekolah, keluarga, komunitas, dan masyarakat. Pendekatan sistemik dalam program BK komprehensif menempatkan individu sebagai pusat sistem dan menciptakan hubungan antar subsistem yang mempengaruhi individu ke arah perkembangan positif seperti sekolah, keluarga, komunitas, dan masyarakat (Erford, 2004). Sifat sistemik Program BK Komprehensif nampak dalam beberapa hal berikut (a) asesmen yang dapat merumuskan kebutuhan siswa dan stake holder penting lain seperi orang tua, komunitas sebaya, para guru, administrator sekolah, dll. Program BK yang sistemik haruslah menjadi sebuah program yang data driven. (b) Layanan BK yang menjangkau siswa dan stake holder lain yang relevan seperti orang tua, komunitas asal siswa, komunitas sebaya, para guru, dan masyarakat sekolah secara umum, (c) Program BK Sistemik dapat melibatkan stake holder tidak saja sebagai penerima layanan, tetapi juga sebagai rekanan dalam memberi layanan yang relevan. Misalnya, dalam rangka menciptakan lingkungan keluarga asal yang sehat dan kondusif bagi tumbuh kembang siswa, komite sekolah dapat terlibat dalam mengorganisir kegiatan pendidikan keorangtuaan (parenting education) 3 , (d) Evaluasi proses, hasil (result), dan dampak (outcome, impact) yang menjangkau siswa dan stake holder tersebut di atas. Program BK yang sistemik dilakukan dengan tujuan jangka panjang membentuk lingkungan perkembangan yang seluas mungkin.

Syetemic : affecting or relating to a system; Sistematic: done methodically, well organized (Microsoft Encarta World English Dictionary). 3 Contoh program pendidikan keorangtuaan (disebut parent workshop and instruction) penulis temukan dalam Connecticut Comprehensive School Counseling Program (2000) dan Comprehensive Counseling and Guidance State Model for Alabama Public School (2003). Gibson (dalam Erford, 2004) juga menyebut layanan konsultasi bagi orang tua sebagai jembatan antara konselor dan siswa yang akan mempengaruhi kehidupan siswa. Barton dan Cicero (dalam Erford, 2004) mengungkapkan Family Fesource Centre dapat membantu konselor bekerja meningkatkan keterlibatan orang tua dalam pendidikan anak-anak mereka.
2

2.1.2. Kebijakan Pendidikan Terintegrasi: Syarat Bagi Pengembangan Program BK Komprehensif Program BK komprehensif (yang sistemik) membutuhkan kebijakan pendidikan di sekolah yang integratif, yaitu adanya keselarasan antara kebijakan dalam bidang pengajaran, bimbingan, pelatihan, kegiatan ekstrakurikular, kebijakan keuangan-sarana-prasarana, personalia, dll.. Program BK Komprehensif membutuhkan dukungan sekolah (dengan payung kebijakan) yang adil dan setara sehingga sekolah memberikan perhatian memadai dan setara kepada semua unsur yang penting bagi jalannya proses pendidikan. Dukungan finansial memadai, fasilitas memadai, pemberian waktu yang memadai untuk pembimbingan, pengajaran, dan kegiatan pendidikan lain di sekolah adalah bukti kebijakan pendidikan yang integratif di sebuah lembaga pendidkan. Selain sebagai prasyarat, Kebijakan pendidikan yang terintegrasi juga (dapat) merupakan dampak dari Program BK Komprehensif yang terbukti kualitasnya. Kualitas program BK, hasil dan dampaknya yang positif akan melahirkan kepercayaan masyarakat sekolah (dewan guru, administrator sekolah, siswa-siswi, orang tua, komite sekolah). Kepercayaan masyarakat sekolah yang besar akan melahirkan dukungan optimal bagi program BK tersebut, sehingga program BK menjadi semakin komprehensif (lihat Figur 1).
Figur 1. Hubungan Timbal Balik Kebijakan Pendidikan Terintegrasi dan Program BK Komprehensif
Kebijakan Pendidikan Terintegrasi Kepercayaan Masyarakat Sekolah terhadap BK Akuntabilitas Program BK dan Hasil yang Berkuaitas Manajemen Program BK Komprehensif

Program BK komprehensif dirancang menjadi bagian integral dari proses pendidikan di sekolah 4 . Integrasi antara program BK dan keseluruhan program pendidikan di sekolah yang bertujuan mengembangkan aspek intelektual, dan skill diharapkan akan memberi pengaruh pada pembentukan kompetensi peserta didik yang lebih utuh. Integrasi semacam ini

Pemikiran tentang Konsep program Bimbingan komprehensif semacam ini diadopsi oleh penulis dari Connecticut Comprehensive School Counseling Program (2000) dan Comprehensive Counseling and Guidance State Model for Alabama Public School (2003).
4

membutuhkan kesamaan visi lembaga pendidikan dan semua komponen yang terlibat dalam proses pendidikan, sehingga proses pendidikan (dan bimbingan) yang kolaboratif dapat diciptakan. Program pendidikan yang terintegrasi nampak dalam pemberian perhatian yang seimbang terhadap tiga aktivitas penting dalam pendidikan di sekolah, yaitu Bimbingan dan Konseling yang memusatkan perhatian pada perkembangan aspek afektif-emosional, Pengajaran yang memusatkan perhatian pada perkembangan aspek perkembangan intelektual, dan kegiatan pendidikan lain yang menaruh perhatian pada pengembangan keterampilan. Perhatian yang seimbang pada 3 ranah pendidikan di sekolah ini tertuang dalam berbagai kebijakan sekolah yang memberikan porsi waktu yang relatif memadai pada tiga bidang tersebut di atas, dukungan finansial, dukungan pengembangan personil, dukungan penataan hubungan antar personil dan antar bimbingan-pengajaran-pelatihan yang harmonis. 2.2. Komponen Program BK Komprehensif Program Bimbingan Komprehensif terdiri dari empat komponen penting: (a) Kurikulum Bimbingan (School Guidance Curriculum): semua kegiatan bimbingan terprogram yang diselenggarakan dalam bentuk kegiatan kelompok kecil maupun kelompok besar (kelas) bagi siswa dan pihak lain, misalnya program pendidikan keorangtuaan (Parent Education Program, parent workshop and instruction) 5 . Kurikulum bimbingan ini berupa layanan yang bertahap di berbagai jenjang pendidikan, sehingga perhatian pada fungsi developmental dapat terjaga. Kegiatan-kegiatan terprogram ini berpusat pada fungsi developmental dalam bidang perkembangan personal, sosial, akademik, dan karier. (b) Perencanaan individual (Individual Students Planning): semua aktivitas yang dipusatkan untuk membantu siswa mengembangkan, menganalisa perencanaan-perencanaan karier, studi, pengembangan diri personal dan sosial. Beberapa peran konselor yang terkait dengan komponen ini adalah membantu dalam appraisal/asesmen diri dan lingkungan, penempatan, memberi saran, pertemuan kelompok dan Konseling individual yang berisi proses membantu perencanaan. (c) Pelayanan Responsif (Responsive Services): adalah pelayanan yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan para siswa dan stakeholder lain yang membutuhkan
Terdapat perbedaan penempatan program-program bimbingan bagi orang tua: Connecticut Comprehensive School Counseling Program (2000) menempatkan parent education program menjadi bagian dari System Support Component sementara Comprehensive Counseling and Guidance State Model for Alabama Public School (2003) menampatkannya sebagai bagian dari guidance curriculum.
5

penanganan segera (immediate needs). Beberapa bentuk layanan responsive antara lain: Konseling individual maupun kelompok, penyebaran informasi, penanganan krisis, konsultasi dan/atau referral. (d) Sistem Pendukung (Support System): Peran-peran manajemen program dari pembuatan program, menjamin implementasi (maintain and control), evaluasi, studi tindak lanjut dan pengembangan program, hubungan masyarakat (public relation) untuk memasyarakatkan program bimbingan dan Konseling komprehensif, dan penjangkauan komunitas (Community Outreach) adalah bagian penting dari support system. Empat komponen tersebut harus dilaksanakan dengan proposi tertentu. Berikut ini proporsi perhatian dan waktu yang harus dialokasikan untuk implementasi komponen-komponen program bimbingan dan Konseling komprehsnif yang rekomendasikan oleh ASCA. 6
Komponen Program (Program Componen) Kurikulum Bimbingan (Guidance Curriculum) Perencanaan Individu (Individual Planning) Layanan Responsif (Responsive Services) Sistem pendukung (System Support) Sekolah Dasar (elementary School) 35-45% 10-30% 30-40% 10-15% Sekolah Menengah Pertama (Middle school) 25-35% 15-25% 30-40% 10-15% Sekolah Menengah Atas (High School) 15-25% 25-35% 25-35% 10-20%

Variasi aktivitas BK mencerminkan pelaksanaan keempat fungsi BK secara menyeluruh dan seimbang. Jika mengacu pada model (pola) Bimbingan yang ada di Indonesia, variabilitas layanan tercermin dalam beberapa bentuk aktivitas berikut: (a) pelayanan Konseling individual dan Konseling kelompok, serta bimbingan kelompok klasikal (dengan kurikulum yang terprogram). (b) Pelayanan diberikan pada kelompok kelompok sasaran yang beragam (semua stakeholder penting), seperti siswa, para pendidik di sekolah, orang tua dan keluarga, kelompok sebaya, komunitas 2.3. Ciri-ciri Program BK Komprehensif-Sistemik

Komponen program Bimbingan komprehensif semacam ini diadopsi oleh penulis dari Connecticut Comprehensive School Counseling Program (2000). Rekomendasi tersebut ditawarkan oleh American School Counseling Association (ASCA). Bagi program Bimbingan dan Konseling di Indonesia hanya dijadikan acuan yang harus disesuaikan dengan kondisi lokal sekolah-sekolah di Indonesia.
6

(a)

Pengelolaan Program BK dilakukan dengan serius dan berkualitas. Seluruh langkah manajemen (asesmen, perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan layanan inti dan pendukung, dan evaluasi) dilaksanakan dengan melibatkan siswa dan semua stake holder yang relevan. Siklus Asesmen, perencanaan, pengorganisasian, dan evaluasi adalah motor penggerak bagi pelaksanaan layanan inti dan layanan pendukung BK (Konseling Individual, Bimbingan kelompok, kunjungan orang tua, parent education Program, dll.). Tanpa pengelolaan program BK semacam ini, layanan BK hanya akan menjadi aksi spontan untuk mengatasi persoalan yang terus menerus bermunculan, sehingga pelayanan Bimbingan dan Konseling tidak dapat memberi dukungan optimal bagi perkembangan peserta didik secara optimal (Schmidt; 1993). Isi layanan BK mencakup 4 ragam bimbingan (personal, sosial, karier, belajar) tersedia secara lengkap. Layanan dalam empat ragam bimbingan tersebut diselenggarakan bagi siswa dan stake holder lain sesuai kebutuhan. Keseimbangan perhatian pada empat ragam bimbingan ini akan dengan mudah diperiksa dengan meninjau tujuan program BK, materi-materi yang dikelola melalui layanan bimbingan kelompok, persoalan-persoalan yang muncul dalam konseling dan direkam secara memadai. Pelayanan BK memenuhi beragam kebutuhan siswa dengan berbagai pendekatan, metode, dan jenis layanan yang beragam. Ragam bentuk layanan BK (konseling individual, konseling kelompok, bimbingan kelompok/klasikal, pemberian informasi, pendidikan keorang tuaan, dll.) dan isi layanan BK (akademik, karier, pribadi, sosial) dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan keadaan nyata peserta didik. Program BK memberi perhatian yang seimbang pada fungsi kuratif, developmental, preventif, dan perseveratif 7 . Ini berarti konselor harus menyediakan layanan BK yang memenuhi fungsi kuratif (penyelesaian masalah), developmental (pengembangan), preventif (pencegahan masalah), dan perseveratif (pemeliharaan keadaan yang sudah kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya siswa). Keseimbanga pelaksanaan keempat fungsi BK ini membutuhkan perencanaan (pembuatan program BK) yang serius dan matang (berdasarkan kebutuhan riil peserta didik yang diramu menjadi program yang

(b)

(c)

(d)

7 Penekanan fungsi developmental dengan tegas ditekankan dalam program bimbingan komprehensif yang dikembangkan dalam Komponen program Bimbingan komprehensif semacam ini diadopsi oleh penulis dari Connecticut Comprehensive School Counseling Program (2000). Meskipun model program bimbingan dan konseling komprehensif yang dikembangkan oleh Alabama State Departement of Education tidak mencatumkan istilah development, program tersebut memberi perhatian besar pula pada fungsi developmental tersebut. Bahkan, program bimbingan yang ada di sekolah-sekolah di Indonesia (Pola 17), bila diterapkan dengan benar dengan perhatian seimbang pada fungsi-fungsinya (kuratif, developmental, preventif, dan perseveratif), nuansa developmental akan nampak nyata.

aplikaitif) dan implementasi program BK yang serius dan berkualitas (praktik sesuai dengan prinsip BK, melibatkan orang yang berdedikasi tinggi dan professional, memakai metode dan media yang sesuai dengan tujuan layanan BK, materi layanan BK, dan keadaan peserta didik). (e) BK komprehensif disediakan bagi semua siswa dan menjangkau kebutuhan mereka tanpa terkecuali. Implikasi dari ciri ini adalah beragamnya bentuk layanan BK (Konseling, bimbingan kelompok, dan varian dari bentuk-bentuk tersebut sesuai kebutuhan). Semua siswa dalam hal ini berarti semua siswa di seluruh jenjang pendidikan, siswa yang mengalami persoalan berat, sedang, ringan, hingga siswa yang ada dalam kondisi baik (moderat). Beragamnya bentuk layanan BK dan keseimbangan empat fungsi/tujuan (kuratif, developmental, perseveratif, preventif) tersebut adalah dua hal yang saling berkaitan. (f) Layanan dalam BK Komprehensif, misalnya layanan bimbingan kelompok dirancang secara berurutan (sequential) dan fleksibel (dalam pelaksanaan). Urut-urutan proses bimbingan dengan materi tertentu adalah implikasi dari prinsip perkembangan manusia (prinsip kematangan dan kesiapan). Program tersebut dapat dengan leluasa dimodifikasi sesuai dengan kondisi aktual perkembangan siswa dari waktu ke waktu. (g) Program BK harus dapat memenuhi semua kebutuhan semua konseli dan semua orang yang signifikan bagi konseli yang berperan penting bagi perkembangan mereka. Kelompok sasaran Program BK dalam hal ini tidak hanya siswa, tetapi juga orang tua, guru, teman sebaya, dan masyarakat umum. Mereka menerima berbagai layanan seperti konsultasi, layanan konseling individual, bimbingan kelompok, dll.. Pemberian layanan BK bagi stake holder tersebut diharapkan dapat menciptakan lingkungan yang mendukung tumbuh kembang peserta didik yang lebih luas (bukan hanya sekolah). Bentuk layanan BK bagi orang tua dapat dilakukan dalam bentuk parent forum atau parenting education program (Schmidt, 1993). Peer Counselor (peer helper) dirancang dalam rangka memperluas jangkauan pelayanan bagi lingkungan sebaya, agar kelompok sebaya dapat dibentuk menjadi kelompok perkembangan bagi peserta didik. (h) Pelayanan Bimbingan dan Konseling melibatkan banyak unsur yang mampu membantu perkembangan siswa secara utuh dalam kerja kolaboratif. Pihak-pihak yang terlibat dalam bimbingan dan Konseling dapat dikategorikan dalam In-School Guidance Practitioners (Guru pembimbing/konselor, Guru-Konselor, Konselor Paraprofesional/peer counselor, semkua pendidik) dan Out of School Guidance Practitioners (tenaga medis, prikolog, psikiater, pekerja sosial, forum orang tua, orang tua secara pribadi, praktisi 10

hukum,dll.). Pelayanan bimbingan yang berorientasi pada penciptaan lingkungan yang mendukung perkembangan siswa adalah pelayanan bimbingan dengan pendekatan sistemik 8 . Pendekatan sistemik dalam manajemen Program BK hendaknya bukan saja ditujukan pada peserta didik sebagai individu yang hendak diubah pola pikir, sikap, dan perilakunya, tetapi harus berorientasi pada perubahan sistem yang mempengaruhi individu peserta didik. Sistem dalam hal ini dapat berupa lingkungan keluarga, komunitas kampung, sekolah, dan masyarakat dalam skala yang lebih luas (dapat berupa pola pikir, sikap, dan perilaku, budaya, aturan-aturan yang dikembangkan di lingkunagn tersebut). Layanan BK Komprehensif, dalam rangka membantu perkembangan peserta didik dengan tuntas perlu mengadopsi (memakai lagi) residential-based model 9 ( Reinhart, 1979). Model ini bertujuan melakukan (minimal mempengaruhi) perubahan positif pada lingkungan pendidikan (masyarakat sekolah dan masyarakat luas, termasuk keluarga) sehingga persoalan peserta didik dapat diselesaikan tepat pada akar persoalannya. Jadi, sasaran yang akan diubah perilakunya bukan hanya siswa, tetapi juga lingkungan keluarga dan komunitas. Bila perubahan positif diarahkan hanya pada siswa, perubahan positif tidak akan bertahan lama dan cenderung akan digilas oleh lingkungan yang belum berubah secara signifikan. Alasan mendasar pentingnya Program BK Komprehensif adalah agar layanan BK di sekolah memberi dampak positif bagi peserta didik dan pihak-pihak lain yang juga dilayani. Layanan BK bisa saja terjadi secara insidental tanpa direncanakan, tetapi BK yang insidental tidak dapat menjamin munculnya dampak positif dalam diri peserta didik secara optimal. Ada beberapa kelemahan yang terkandung dalam pelayanan BK yang spontan dan tanpa perencanaan: (a) Kualitasnya kurang dapat dipertanggungjawabkan dan jangkauan pelayanan BK menjadi sempit, hanya melakukan fungsi Kuratif BK saja. (b) Kontinuitas program BK kurang dapat terjamin sebab layanan BK akan berhenti jika persoalan dianggap sudah selesai. Tanpa Program BK Komprehensif konselor akan kehilangan arah dalam pekerjaan sehari-hari.

System approach oriented management (Donelly). Residential-based model muncul dalam sejarah bimbingan (karier) sekitar tahun 1967 di Montana, dengan dasar pemikiran bahwa sumber masalah adalah lingkungan yang buruk, sehingga segala bentuk pelayanan (pendidikan-bimbingan karier) harus diarahkan pada usaha menciptakan lingkungan yang baik dan lebih dapat menjamin perkembangan dengan berbagai program rehabilitasi keluarga, konseling, rekreasi, berbagai pelayanan bagi keluarga, dan persiapan karier (Reinhart, 1979).
8 9

11

(c) Evaluasi keberhasilan program BK (dilihat dari perubahan positif dalam diri konseli) sukar dilakukan, sebab tidak ada kriteria jelas yang dijadikan patokan evaluasi. Pembuatan program juga mencakup pembuatan rencana evaluasi. Ukuran keberhasilan program BK adalah tujuan program BK yang dirumuskan berdasarkan kebutuhan dan masalah. Pembuatan program juga melibatkan usaha pemetaan dan penataan rencana memenuhi kebutuhan, sehingga dalam pembuatan program juga terjadi penentuan prioritas program. Hal ini berimplikasi pada mendahulukan layanan BK tertentu dan menunda layananan BK yang lain dengan mempertimbangkan intensitas persoalan, posisi strategis sebuah kegiatan, sumber daya (personil, dana, fasilitas pendukung) yang dimiliki. Berikut ini dikemukakan beberapa contoh. Persoalan siswa yang sangat kritis, misalnya prestasi belajar buruk, kemampuan belajar (study skill) yang rendah harus diatas terlebih dahulu sebelum program-progam pengembangan lain. Sosialisasi program BK kepada seluruh warga masyarakat sekolah dan luar sekolah didahulukan sebab kegiatan ini sangat strategis dalam menciptakan iklim yang mendukung pelaksanaan program BK sepanjang tahun ajaran. 3. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini adalah studi deskriptif dengan pendekatan kualitatif (Creswell, 1994). Obyek penelitian ini adalah model pengelolaan program BK di 9 SMA Rekanan Prodi BK USD. Sumber data penelitian ini adalah staf BK di 9 SMA Rekanan Prodi BK USD di DIY dan 9 kelompok mahasiswa Prodi BK USD yang pernah menjalani Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) di SMA tersebut dalam tahun 2004/2005-2006/2007. Metode penggalian data penelitian ini adalah wawancara terstruktur (dengan panduan wawancara) (Bradburn dan Sudman, 1979) dan Focus Group Discusion (FGD). Panduan wawancara terstruktur terdiri dari 9 aspek program BK komprehensif berikut ini (a) Pengelolaan program BK di SMA yang terdiri dari asesmen kebutuhan siswa dan lingkungan sosial siswa, perencanaan program BK, dan fungsi kontrol atas implementasi program BK, evaluasi dan supervisi program BK, (b) Pelaksanaan Layanan Bimbingan Kelompok/Klasikal, (c) Pelaksanaan Layanan Konseling bagi siswa, (d) Layanan BK bagi orang tua dan keluarga siswa, (e) Keseimbangan perhatian pada bidang-bidang bimbingan (cakupan isi BK) dan fungsi BK (kuratif, developmental, preventif, dan perseveratif/pemeliharaan), (f) Urutan dan kesinambungan (sequence and continuity) layanan Bimbingan Kelompok/Klasikal, (g) Pandangan dan dukungan Yayasan, Struktur Pimpinan Sekolah, dan para guru akan fungsi dan peran BK, (h) Sosialisasi Program BK di lingkungan sekolah dan luar sekolah, (i) Usaha

12

BK di sekolah menjalin kemitraan dengan berbagai pihak dalam pengelolaan Program BK di sekolah. Analisis data penelitian ini adalah analisis kualitatif atas catatan hasil wawancara dan Focus Group Discusion tim peneliti 10 . Hasil wawancara di setiap SMA rekanan Prodi BK USD (dalam bentuk laporan tertulis) dipresentasikan oleh setiap kelompok mahasiswa pewawancara dan dianalisis oleh kelompok tersebut, dilengkapi oleh seluruh mahasiswa anggota kelas dan peneliti utama (Dosen Pengampu Mata Kuliah). Peneliti utama menganalisis seluruh data 9 SMA rekanan Prodi BK USD dan mendeskripsikan profil manajemen BK di seluruh SMA tersebut. 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengelolaan Program BK di SMA rekanan Prodi BK USD tahun 2006" 4.1.1. Organisasi BK (Koordinator dan Staff BK, latar belakang pendidikan Koordinator dan Staff BK) Rasio Staff BK-Siswa di SMA-SMA Rekanan Prodi BK USD tahun 2006 berkisar 1:100 hingga 1:300. Jika dibandingkan dengan standar rasio yang disepakati oleh ABKIN (Asisiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia) dan Asosiasi Bimbingan dan Konseling di berbagai negara, misalnya Amerika (1:250-1:300), rasio staff BK-Siswa di sekolah-sekolah tersebut adalah rasio yang wajar. Struktur organisasi (dan jabatan Staff BK) yang dikembangkan di SMA-SMA Rekanan Prodi BK dalam PPL pada tahun 2006 dapat digambarkan sebagai berikut : (a) Mayoritas SMA Rekanan Prodi BK USD memiliki koordinator BK dengan posisi di bawah kepala sekolah dan/atau wakil kepala sekolah bidang kesiswaan. Ditinjau dari latar belakang pendidikan, mayoritas koordinator BK di SMA Rekanan Prodi BK USD berlatar belakang ilmu Pendidikan Umum (PU) dan Kurikulum Teknologi Pendidikan (KTP) yang mempelajari Bimbingan dan Konseling sebagai Mata Kuliah Minor (7 sekolah). Hanya 1 SMA yang pelaksanaan program BK dikoordinir langsung oleh kepala sekolah. (b) Staff BK (Guru Pembimbing/Konselor sekolah) di SMA-SMA Rekanan Prodi BK USD adalah sarjana bidang Pendidikan Agama (katolik), Sarjana Psikologi, Sarjana Bimbingan dan Konseling, Sarjana Pendidikan Umum, Sarjana dalam bidang Kurikulum dan Teknologi Pendidikan, Sarjana bidang Pekerjaan Sosial, dan Sarjana bidang Pendidikan Teologi.

10 Penelitian ini dilakukan bersama dengan mahasiswa Prodi BK yang menempuh mata kuliah Organisasi dan Administrasi Bimbingan dan Konseling pada tahun ajaran 2006/2007

13

Jurusan dan/atau Program Studi Psikologi Pendidikan dan Bimbingan (PPB) atau Bimbingan dan Konseling (BK) berkembang dan menghasilkan lulusan pada dekade 19902000an. Dekade sebelumnya, jurusan atau program studi yang menghasilkan tenaga guru pembimbing adalah Program Studi/Jurusan Pendidikan Umum (PU) dan Jurusan/Program Studi Kurikulum dan Teknologi Pendidikan (KTP) yang mempelajari Bimbingan dan Konseling (dulu Bimbingan dan Penyululuhan sebagai program minor). Lulusan Program Studi/Jurusan BK yang dihasilkan dalam dekade 1990-200an, ditinjau dari masa kerja dan pengalaman kerja, kemungkinan mereka bekerja sebagai staff BK dan sebagian (kecil) sebagai koordinator BK. Kebijakan dalam bidang BK di sekolah hingga saat ini ditentukan oleh koordinator yang mayoritas adalah lulusan KTP dan PU, bersama kepala sekolah yang mayoritas mempelajari BK sebagai program minor (jika kepala sekolah tersebut adalah lulusan FKIP/FIP/ atau IKIP). Bekal pengatahuan dan keterampilan para penentu kebijakan di bidang BK di SMA Rekanan Prodi BK USD kurang memadai, apalagi jika selama bekerja mereka belum pernah mendapatkan pendidikan dan latihan dalam jabatan, khususnya mengenai bidang BK dan perkembangannya. 4.1.2. Asesmen Kebutuhan Siswa di SMA-SMA Rekanan Prodi BK USD Penelitian ini menemukan bahwa mayoritas SMA rekanan Prodi BK (7 dari 9 SMA) melakukan penggalian data siswa di awal tahun ajaran dengan metode beragam (angket, wawancara, mengolah data/buku pribadi siswa). Hanya 2 SMA yag tidak melakukan penggalian data siswa di awal tahun ajaran. Bila hanya ditinjau dari segi ada atau tidaknya asesmen kebutuhan siswa, program BK di mayoritas SMA Rekanan Prodi BK USD tersebut dapat dianggap telah mencerminkan usaha pembuatan program BK berbasis kebutuhan siswa yang sebenarnya. Akan tetapi penelitian ini tidak dapat mengungkap seberapa mendalam asesmen kebutuhan tersebut dilakukan. Fakta bahwa asesmen yang terbatas pada kelompok siswa saja dapat dijadikan dasar dugaan bahwa data asesmen tersebut belum memadai untuk menemukan akar masalah paling mendasar. Program bimbingan (kelompok maupun individual) membutuhkan data akurat yang mencerminkan kebutuhan peserta didik yang sebenarnya (realistis, mutakhir bukan kebutuhan yang sudah kadaluarsa, dirumuskan dengan dasar teori perkembangan remaja tetapi tanpa data siswa di sekolah yang di layani sama sekali). Tanpa rumusan kebutuhan berbasis data, program BK menjadi program BK yang tidak bervisi realistis. Visi BK yang realistis hanya dapat dirumuskan atas dasar keadaan siswa yang sebenarnya. Siswa di sekolah selalu berganti secara regular. Mereka juga tumbuh dan berkembang. Dengan demikian, asesmen berkelanjutan (on going assessment) sangat dibutuhkan, sehingga 14

deskripsi kebutuhan siswa dapat dirumuskan terus menerus dan program BK menjadi program BK yang dinamis dan tepat sasaran. Teori tentang tugas perkembangan peserta didik sebenarnya adalah kerangka yang dapat dipakai untuk menggambarkan seberapa tinggi kematangan kelompok siswa tertentu. Meskipun konselor dapat merumuskan tema-tema bimbingan kelompok berdasarkan teori tugas perkembangan peserta didik, tetapi tanpa deskripsi kebutuhan yang dirumuskan berdasarkan data siswa tema tersebut belum tentu sesuai dengan kebutuhan siswa yang sebenarnya. Tugas perkembangan peserta didik harus ditempatkan sebagai kerangka atau perspektif untuk meninjau dan menganalisis data siswa, sehingga diketahui kebutuhan siswa yang sebenarnya. 4.1.3. Bimbingan Kelompok/Klasikal Pelaksanaan Bimbingan Kelompok/Klasikal di SMA Rekanan Prodi BK USD dapat digambarkan menjadi 3 kategori : (a) Layanan bimbingan kelompok/klasikal disediakan bagi semua siswa di semua tingkat kelas (I-III) secara teratur (terjadwal). 5 dari 9 SMA yang diteliti menyelenggarakan layanan bimbingan kelompok/klasikal dengan model ini. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengelolaan program BK di 55.6% SMA rekanan Prodi BK USD cenderung kondusif bagi pengembangan siswa. Pengelolaan Program BK di 55.6 % SMA tersebut mencerminkan prinsip BK perkembangan. (b) Layanan bimbingan/klasikal terjadwal diberikan hanya kepada siswa di tingkat kelas tertentu saja, dan bagi kelas lain diselenggarakan hanya bila ada jam pelajaran yang tidak diisi oleh guru matapelajaran yang bersangkutan (3 SMA), dengan rincian sebagai berikut: 1 SMA menyelenggarakan layanan bimbingan klasikal terjadwal bagi kelas I dan II saja. Sementara kelas III hanya jika ada jam pelajaran kosong; 1 SMA menyelanggarakan layanan bimbingan kelompok klasikal terjadwal hanya bagai kelas II dan III saja, sementara kelas I tidak mendapat layanan bimbingan kelompk klasikal karena padatnya jam pelajaran akibat tambahan muatan lokal; dan 1 SMA hanya menyelanggarakan layanan bimbingan kelompok/klasikal terjadwal bagi siswa kelas I saja. Alasan sekolah hanya menyelenggarakan layanan bimbingan kelompok klasikal bagi kelas tertentu saja dan tidak memberikan layanan bimbingan kelompok klasikal bagi kelas lain adalah keinginan sekolah untuk memusatkan perhatian siswa ada persiapan ujian nasional (kelas III), dan bidang akademik secara umum (bagi kelas I dan II). Tindakan ini mengandung asumsi bahwa hal yang terpenting bagi siswa adalah prestasi akademik. Pengembangan kemampuan siswa dalam bidang personal, sosial, karier dipandang tidak atau kurang penting. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa gambaran mengenai lulusan yang 15

dicita-citakan adalah gambaran menusia yang kurang utuh (hanya unggul dalam bidang akademis saja). Jika dibandingkan dengan hasil penelitian tentang pengalaman persiapan karier di SMA para Mahasiswa USD tahun I pada Tahun Akademik 2006 (Santoadi, 2007), kurangnya perhatian guru pembimbing, staff BK, dan sekolah terhadap kebutuhan siswa ternyata menjadi fakta yang umum dialami oleh (mantan) siswa SMA (setidaknya yang sekarang sedang menempuh studi di Universitas Sanata Dharma) . (c) Layanan bimbingan kelompok/klasikal bagi semua siswa di semua tingkat kelas diselenggarakan secara insidental, hanya bila ada jam pelajaran yang tidak diisi oleh guru yang bersangkutan (1 SMA). Penyedaiaan waku bimbingan kelompok/klasikal semacam ini mengakibatkan layanan BK hanya mengatasi hal yang serba tak terduga atau sekedar menyelesaikan persoalan yang muncul setiap saat sepanjang tahun ajaran. Bentuk manajemen BK semacam ini tidak mencerminkan prinsip BK Perkembangan. Program BK di sekolah semacam ini dapat dikatakan tidak ada. Selain itu, capaian layanan BK dengan pengelolaan BK semacam ini menjadi tidak dapat diukur, sebab sesungguhnya sekolah tidak merumuskan standar capaian program BK. Tanpa evaluasi program BK, akuntabilitas layanan BK tidak dapat dibuktikan, sehingga BK di sekolah tersebut tidak mendapat kepercayaan dari pihak internal (guru, kepala sekolah, yayasan) maupun pihak luar sekolah (orang tua, lembaga-lembaga yang bekerja sama dengan sekolah). 4.1.4. Konseling Semua SMA Rekanan Prodi BK USD menyediakan layanan konseling Individual, dengan frekuensi beragam (4 SMA dengan frekuensi tinggi, berkisar 3-5 siswa perhari), bahkan ada sekolah yang menjadwalkan layanan konseling individual dengan memanggil siswa-siswi yang berprestasi belajar rendah. 1 sekolah yang frekuensi layanan konselingnya rendah, disebabkan oleh keengganan siswa mendatangi SMA tidak diketahui (data tidak tersedia) Frekuensi layanan konseling individual yang tinggi mengindikasikan setidaknya dua hal (a) banyak siswa mengalami persoalan yang perlu diatasi (b) perhatian BK yang besar pada fungsi kuratif. Perhatian sekolah yang (lebih) besar pada fungsi kuratif di beberapa sekolah ini diperkuat oleh fakta bahwa beberapa sekolah menyediakan layanan bimbingan kelompok/klasikal tidak untuk semua tingkat kelas. Kebijakan sekolah semacam ini mengakibatkan situasi kurang kondusif bagi program bimbingan dan konseling yang hendak memberi tekanan pada fungsi developmental. Konselor memiliki kesempatan yang sangat terbatas untuk melayani kebutuhan sebanyak mungkin siswa. Tugas konselor sekolah dengan 16 staf BK. Sementara itu hanya satu sekolah yang menyelenggarakan layanan konseling kelompok. Frekuensi layanan konseling individual di 4

demikian dibatasi hanya pada penanganan siswa yang mengalami masalah yang dapat diungkap saja. Hanya 1 SMA Rekanan Prodi BK USD yang menyelenggarakan layanan konseling kelompok. Guru pembimbing yang bekerja di SMA tersebut adalah lulusan Prodi BK atau Prodi Psikologi Pendidikan dan bimbingan USD dalam kurikulum 1996 dan kurikulum sebelumnya yang tidak secara terprogram mempelajari teori dan praktik konseling kelompok. Data ini menjadi indikasi bahwa para guru BK yang bekerja di SMA-SMA rekanan Prodi BK yang lulus dari pendidikan konselor (guru pembimbing) dalam kurikulum 1986 dan 1996 tidak memiliki bekal memadai dalam mengelola dalam konseling kelompok. 4.1.5. Keseimbangan perhatian staff dan Program BK terhadap fungsi bimbingan dan bidang-bidang bimbingan Keseimbangan perhatian staff dan Program BK yang dimaksud dalam penelitian ini nampak dalam banyaknya alokasi waktu layanan BK dan beragamnya jenis layanan BK yang mencerminkan fungsi bimbingan (Kuratif, developmental, preventif, dan pemeliharaan/perseveratif) dan bidang-bidang bimbingan (Akademik, Karier, Personal, Sosial). Status keseimbangan perhatian terhadap program BK di SMA Rekanan Prodi BK tersebut dirumuskan sebagai rentangan (continuum) relatif, berupa kecenderungan ke arah memperhatikan secara seimbang atau kecenderungan memperhatikan secara tidak seimbang. SMA rekanan Prodi BK dalam keseimbangan perhatian terhadap fungsi dan isi layanan BK dapat dikelompokkan menjadi 3 :
(a) Sekolah yang cenderung memberi perhatian seimbang pada 4 fungsi BK dan 4 cakupan isi

layanan. SMA rekanan Prodi BK yang keadaannya demikian relatif sedikit, hanya 1-2 dari 9 SMA yang diteliti. Keseimbangan ini nampak dalam frekuensi layanan Konseling dan frekuensi bimbingan kelompok klasikal yang relatif banyak dan merata di semua siswa di semua tingkat kelas, tujuan dan tema layanan bimbingan kelompok yang mencakup bidang bimbingan akademik, karier, personal, sosial, dan pelaksanaan layanan bimbingan kelompok yang teratur/terjadwal di semua tingkat kelas (bukan layanan BK kelompok yang hanya mengisi jam mata pelajaran yang kosong).
(b) Sekolah yang cenderung kurang seimbang dalam memberi perhatian terhadap 4 fungsi BK

dan 4 bidang bimbingan. SMA tersebut memberi perhatian terutama pada fungsi kuratif dan pada pengembangan kemampuan kognitif (akademik). Keadaan semacam ini nampak dalam tidak adanya layanan Bimbingan Kelompok secara terjadwal untuk semua siswa atau layanan bimbingan klasikal terjadwal hanya untuk tingkat kelas tertentu, bidang bimbingan tertentu hanya diberikan pada kelas tertentu saja (misalnya BK pribadi sosial di 17

kelas I, BK Belajar/akademik di kelas II, dan BK karier di kelas III), pembimbing/konselor sekolah melayani banyak siswa dalam bentuk konseling individual untuk kasus-kasus perilaku indisiplin dan berbagai perilaku maladaptif. Jumlah SMA rekanan Prodi BK yang memberi perhatian pada fungsi dan cakupan isi tertentu saja relatif banyak, yaitu 4-6 dari 9 SMA yang diteliti.
(c) Sekolah yang tidak dapat digambarkan dengan jelas fokus layanan BK-nya karena Staff

BK di SMA tersebut tidak memiliki program yang disusun berdasarkan penggalian kebutuhan dan analisis akar masalah setiap awal tahun ajaran. Meskipun sekolah ini memiliki kesempatan menyelenggarakan layanan bimbingan klasikal secara insidental, tetapi karena layanan bimbingan klasikal tidak terencana, fokusnya menjadi tidak jelas. Jumlah layanan konseling individual pun terbatas, sebab siswa enggan mendatangi guru BK/konselor sekolah, kecuali jika siswa di panggil oleh guru BK/Konselor sekolah. Konselor sekolah di SMA seperti ini cenderung tidak dikenal oleh siswa. Terdapat 1 dari 9 SMA rekanan Prodi BK yang diteliti memiliki keadaan semacam ini. 4.1.6. Penyediaan Layanan BK yang berurutan sesuai tahap (tugas perkembangan siswa) Berdasarkan status penyediaan layanan bimbingan (urutan tema di semua tingkat kelas; ketersediaan layanan di semua atau sebagian tingkat kelas saja), peneliti merumuskan dua paradigma program BK yang berkembang di 9 SMA rekanan Prodi BK USD yaitu (a) paradigma diagram ven 4 bidang Bimbingan (bimbingan belajar/akademik, karier, personal, dan sosial; kemudian akan di sebut paradigma I) (lihat Figur 2) (b) Paradigma 4 bidang bimbingan berurutan (kemudian akan disebut sebagai paradigma II) (Lihat Figur 3). Mayoritas SMA Rekanan Prodi BK USD (7 dari 9 SMA) memakai paradigma 2. 1 SMA cenderung memakai paradigma 1, sementara 1 sekolah lagi tak dapat ditentukan paradigmanya, sebab tidak memiliki kegiatan bimbingan terprogram. Paradigma yang digambarkan oleh peneliti dalam diskusi ini tidak dirumuskan secara sadar oleh staf BK yang merancang program bimbingan di sekolah-sekolah rekanan Prodi BK, tetapi digambarkan oleh peneliti berdasarkan praktik pengelolaan program BK di SMA-SMA Rekanan Prodi BK USD. Paradigma 1 mengandung asumsi bahwa semua siswa di semua tingkat kelas memiliki potensi, masalah, dan kebutuhan dalam pengembangan kemampuan belajar (akademik), pengembangan kemampuan personal, pengembangan kemampuan sosial, dan mengembangkan kematangan karier (career maturity). Mempersiapkan kematangan karier berkaitan dengan pengembangan kemampuan personal-sosial, dan akademik, demikian pula

18

sebaliknya. Pengembangan 4 kemampuan tersebut dilakukan secara simultan dan terintegrasi dimulai sejak siswa SMA belajar di kelas I, II, hingga kelas III. Paradigma 2 mengandung asumsi bahwa masalah dan kebutuhan siswa dalam 4 bidang (belajar/akademik, personal, sosial, karier) hanya dialami oleh siswa di tingkat kelas tertentu saja. Dengan demikian 4 bidang bimbingan tersebut disusun dalam tema-tema untuk kelas tertentu saja. Paradigma ini menempatkan pengembangan kemampuan personal, pengembangan kemampuan sosial, pengembangan kemampuan belajar/akademik, dan pengembangan kematangan karier sebagai langkah yang berurutan. Paradigma ini mencerminkan anggapan bahwa masalah dalam 4 bidang tersebut hanya terjadi di tingkat kelas tertentu saja, sehingga tingkat kelas tertentu diberi layanan terutama dalam satu atau dua bidang bimbingan saja. Perhatian utama para guru pembimbing/konselor sekolah dalam melaksanakan program BK mencerminkan prioritas persoalan yang dipandang penting. Apabila guru pembimbing/konselor sekolah menggali kebutuhan siswa dan menganalisisnya dengan benar, mereka mampu mendeskripsikan kebutuhan secara lengkap (bidang Akademik, Karier, Personal, Sosial). Program BK seharusnya dirumuskan atas dasar asesmen kebutuhan yang lengkap, sehingga seimbang dalam hal cakupan isi maupun mengemban fungsi kuratif, preventif, developmental, dan pemeliharaan/perseveratif secara lengkap.
Figur 2. Paradigma Diagram Ven 4 Bidang Bimbingan (paradigma 1)
Bimbingan Personal

Kelas III

Bimbingan Karier

Bimbingan Belajar/ Akademik

Bimbingan Sosial

Bimbingan Personal Bimbingan Karier Bimbingan Belajar/ Akademik

Kelas II

Bimbingan Sosial Bimbingan Personal Bimbingan Karier Bimbingan Belajar/ Akademik

Kelas I

Bimbingan

19Sosial

Figur 3. Paradigma 4 Bidang Bimbingan Berurutan (Paradigma 2)


Bimbingan Karier Bimbingan Belajar/ Akademik Bimbingan Personal

Kelas III

Kelas II

Bimbingan Sosial

Kelas I 4.1.7. Keberlanjutan (continuity) Layanan Bimbingan Kelompok/Klasikal Mutu Program BK yang komprehensif juga nampak dari penyelenggaraan layanan bimbingan kelompok yang berurutan dan berkelanjutan. Kompetensi siswa yang dibentuk melalui layanan bimbingan kelompok mengikuti prinsip perkembangan peserta didik yaitu (a) penyediaan lingkungan perkembangan, (b) program bimbingan kelompok, sebagai bagian dari lingkungan perkembangan dilakukan berurutan sesuai dengan tahap perkembangan siswa, (b) urutan layanan bimbingan kelompok yang tepat mengikuti masa peka, yaitu saat paling tepat untuk menyelenggarakan proses belajar tertentu sehingga kemampuan yang dikembangkan optimal karena siswa sudah siap secara fisik dan mental. Tujuan layanan bimbingan dan tema layanan bimbingan kelompok yang dirancang berdasarkan asesmen kebutuhan dicapai secara bertahap. Pencapaian tujuan (kompetensi siswa) bertahap ini membutuhkan penyediaan layanan Bimbingan Kelompok bagi semua siswa di semua tingkat kelas secara berurutan dan tidak terputus-putus, tidak melompat (berkelanjutan, continue). Berdasarkan prinsip keberlanjutan (continuity), status layanan bimbingan kelompok di SMA rekanan Prodi BK USD dapat dikelompokan menjadi 3 : (a) SMA yang tidak menyediakan layanan bimbingan kelompok klasikal (terjadwal) bagi semua siswa di semua tingkat kelas. Status layanan bimbingan kelompok di sekolah ini tidak berkelanjutan. Terdapat 1 dari 9 SMA rekanan Prodi BK USD yang status layanan bimbingan kelompok/klasikalnya tidak berkelanjutan. (b) SMA yang menyediakan layanan Bimbingan Kelompok/klasikal hanya di jenjang kelas tertentu (kelas I saja atau kelas I dan II Saja). Status layanan bimbingan kelompok/klasikal di sekolah ini juga tidak berkelanjutan. Terdapat 2 dari 9 SMA rekanan Prodi BK USD yang statusnya demikian. 20

(c) SMA yang menyediakan layanan Bimbingan Kelompok/klasikal bagi semua siswa di semua tingkat kelas, dengan fokus bidang bimbingan tertentu di tingkat kelas tertentu. Misalnya fokus bimbingan klasikal untuk siswa kelas III bidang bimbingan karier dan bimbingan belajar, Kelas II bidang personal, dan Kelas I bidang bimbingan belajar, bimbingan personal, bimbingan sosial. Terdapat 5 dari 9 SMA rekanan Prodi BK yang status bimbingan kelompok/klasikalnya berkelanjutan, dengan fokus bidang bimbingan yang beragam di setiap tingkat kelas. 1 dari 9 SMA yang diteliti tidak menyediakan data secara lengkap tentang keberlanjutan layanan bimbingan kelompok/klasikal, sehingga tidak dapat digambarkan status keberlanjutan kegiatan bimbingan kelompok/klasikalnya. Mayoritas SMA tersebut menyelenggarakan layanan bimbingan kelompok/klasikal berkelanjutan dari segi waktu, tetapi terputus-putus dari segi isi/materi (sebab memakai paradigma 2). Sekolah yang menyediakan layanan bimbingan kelompok hanya untuk tingkat kelas tertentu pada umumnya beralasan bahwa beban studi (akademik) siswa di kelas tertentu (II dan/atau III) sudah padat dan mereka harus mempersiapkan diri untuk menempuh ujian nasional. Alasan ini mencerminkan pandangan tentang pendidikan yang timpang, lebih mengutamakan bidang pengajaran (yang terutama membentuk kemampuan kognitif) dari pada bidang bimbingan (yang terutama membentuk kemampuan emosional-afektif). 4.1.8. Fungsi Kontrol dalam pelaksanaan Program BK Fungsi kontrol dalam implementasi program BK adalah usaha yang dilakukan oleh staff BK dan/atau atasannya (koordinator BK dan/atau kepala sekolah) untuk menjamin program BK dapat dilaksanakan sesuai perencanaan. Data yang digali di SMA Rekanan Prodi BK USD dalam penelitian ini menunjukkan adanya beragam cara yang dilakukan dalam menjalankan fungsi kontrol ini. 5 dari 9 SMA yang diteliti tidak memberikan data secara memadai dalam hal fungsi kontrol sehingga cara 5 sekolah ini menjalankan fungsi kontrol atas program BK di sekolah tersebut tidak dapat digambarkan. Akan tetapi 4 dari 9 sekolah yang diteliti memberikan data relatif lengkap sehingga cara menjalankan fungsi kontrol di 4 SMA tersebut dapat digambarkan. Berikut ini adalah cara (wadah, forum) yang dipakai oleh 4 SMA tersebut dalam menjalankan fungsi kontrol atas program BK: (a) (b) (c) (d) Rapat staf BK, rapat guru, rapat dengan orang tua/wali murid. Kepala sekolah (sebagai koordinator BK) melakukan pengontrolan administratif secara periodik setiap bulan (dalam bentuk pemberian dan feed back laporan bulanan). Laporan rutin bulanan kepada kepala sekolah. Laporan tertulis Staff BK/Koordinator kepada kepala sekolah 21

4.1.9. Evaluasi Program BK Evaluasi program BK yang dilakukan oleh SMA rekanan prod BK dapat dikelompokkan menjadi bentuk : (a) Evaluasi program BK berupa pengumpulan pendapat dan/atau kesan para guru dan staff BK tanpa metode riset ilmiah. 5 dari 9 SMA yang diteliti memakai metode ini dalam evaluasi program BK di sekolah masing-masing. Evaluasi berupa pengumpulan kesan para guru dan staff BK dilakukan melalui forum-forum sebagai berikut: evaluasi umum persemeter dan akhir tahun, rapat bulanan guru, rapat evaluasi kenaikan kelas, rapat-rapat khusus dewan guru. Metode evaluasi program BK yang dilakukan bersama dengan kegiatan lain semacam ini memakai metode curah pendapat (brainstorming) dan diskusi. (b) Evaluasi program BK dengan memakai metode riset. 2 dari 9 sekolah yang diteliti melakukan evaluasi program BK dengan metode riset ilmiah dengan instrumen penggali data angket tertulis dan wawancara untuk menggali umpan balik atas program BK dari siswa. Selain itu ada satu SMA yang menggabungkan pemakaian angket siswa dan penggalian informasi dalam rapat staff BK sebagai bahan evaluasi program BK. 2 dari 9 SMA yang diteliti tidak memberikan data lengkap tentang metode evaluasi program BK di sekolah mereka. Berdasarkan data tentang metode evaluasi program di atas nampak bahwa mayoritas SMA rekanan Prodi BK USD yang diteliti melakukan evaluasi program BK bukan dengan metode riset ilmiah berbasis data, tetapi hanya berupa pengumpulan pendapat dan/atau kesan para guru dan staff BK atas program yang dirancang dan dilaksanakan. Sangat sedikit SMA rekanan Prodi BKUSD yang melakukan evaluasi program BK dengan metode riset ilmiah (penggalian data dengan instrumen penelitian, melakukan analisis data dan menemukan akar masalah). Evaluasi yang berupa pengumpulan kesan ('what do you think' methods) saja tidak memadai, sebab sangat rentan dipengaruhi oleh bias positif (cenderung hanya melihat hal yang baik, keberhasilan yang terlihat secara sekilas ) maupun negatif (cenderung lebih mudah menemukan hal negatif, kegagalan dalam pelaksanaan program). 4.1.10. Sosialisasi Program BK Sosialisasi program BK dalam hal ini adalah penyampaian informasi tentang program BK dan segala hal berkaitan dengan BK di sekolah kepada pihak-pihak yang relevan, seperti siswa, para guru, kepala sekolah, orang tua, yayasan (untuk sekolah swasta). Penelitian ini berhasil menghimpun data tentang prosedur sosialisasi Program BK di 5 SMA (dari 9 SMA rekanan Prodi BK USD yang diteliti). Berikut ini adalah beberapa prosedur sosialisasi Program BK yang dilakukan oleh staff BK di 5 SMA rekanan Prodi BK USD: 22

(a) Mensosialisasikan program BK kepada kepala sekolah dan guru dalam rapat dewan guru. (b) Mensosialisasikan program BK melalui layanan BK kepada semua pihak (siswa, para guru, orang tua), termasuk melalui MOS dan Kegiatan bimbingan kelompok klasikal. (c) Mensosialisasikan program BK kepada orang tua melalui pertemuan/rapat guru dengan orang tua/wali murid. (d) Mensosialisasikan program BK kepada kepala sekolah dan yayasan melalui laporan tertulis berkala. (e) Mensosialisasikan program BK kepada stake holder lain di luar sekolah melalui kemitraan dengan mereka Masing-masing SMA tersebut melakukan satu atau dua metode sosialisasi di atas di lingkungan sekolah masing-masing. Apabila masing-masing sekolah melakukan sosialisasi kepada semua pihak dengan berbagai cara yang tepat, akan berdampak pada terbentuknya pemahaman yang tepat mengenai hakikat bimbingan dan konseling di sekolah, peran guru pembimbing dalam pendidikan di sekolah. Situasi ini adalah akan membentuk iklim positif terjalinya kemitraan BK dengan semua unsur di sekolah dan diluar sekolah dalam mengimplementasikan program BK. 4.1.11. Jalinan kemitraan BK dengan berbagai pihak di luar sekolah Kemitraan dengan berbagai pihak dalam mengimplentasikan program BK seharusnya mencakup semua fungsi BK (kuratif/pengentasan masalah, developmental/pengembangan, pencegahan, pemeliharaan). Data 8 dari 9 SMA rekanan Prodi BK USD dalam menjalin kemitraan dengan berbagai pihak tergambar berikut ini (data 1 SMA tidak tersedia): (a) Kemitraan BK di sekolah dengan pihak lain dalam fungsi kuratif: terdapat dua SMA rekanan Prodi BK USD yang menjalin kemitraan dengan kepolisian dalam penanganan kasus coret-coret, rasia narkoba, dan kemitraan dengan tim medis untuk tes kehamilan. (b) Kemitraan BK dengan pihak lain dalam menjalankan fungsi preventif, developmental, pemeliharaan. Terdapat 6 SMA Rekanan Prodi BK USD yang menjalin kemitraan dengan kepolisian dalam pemberian informasi tentang narkoba, hukum, dan kriminalitas; kemitraan dengan PKBI (Persatuan Keluarga Berencana Indinesia) dalam pemberian informasi kesehatan reproduksi, HIV Aids; kemitraan dengan Rumah Sakit (Panti Rapih) dalam pelaksanaan pendidikan seksualitas; kemitraan dengan berbagai Perguan Tinggi dalam pemberian informasi studi lanjut dan bimbingan karier; kemitraan dengan komunitas religius dan Fakultas Teologi Sanata Dharma dalam pengembangan mental-spiritual siswa; kemitraan dengan psikolog untuk asesmen individu (Tes Psikologi).

23

Data tentang kemitraan yang dilakukan oleh SMA Rekanan Prodi BK USD tersebut di atas menggambarkan bahwa mayoritas SMA tersebut sudah menjalin kemitraan dengan berbagai pihak dalam beberapa hal tertentu yang bersifat developmental, preventif, dan pemeliharaan. Kemitraan dalam kasus-kasus berat dengan pihak luar sekolah membutuhkan keterbukaan untuk melihat diri dan berani mengakui adanya persoalan di lingkungan siswa dan sekolah. Dua sekolah yang sudah menjalin kemitraan dalam peneilitian ini menunjukkan keterbukaan tersebut dan memusatkan perhatian pada penyelesaian masalah secara tuntas, dan mengabaikan ancaman nama baik sekolah bila kasus-kasus tersebut terungkap dalam media masa. Kemitraan yang ideal adalah kemitraan yang lengkap, mencakup kemitraan untuk tujuan kuratif/mengentaskan masalah yang sudah muncul, pengembangan kemampuan siswa, pencegahan munculnya masalah siswa dan lingkungan pendidikan, dan pemeliharaan keadaan positif siswa dan lingkungan pendidikan. 4.1.12. Layanan BK bagi orang tua/keluarga siswa Layanan BK yang disediakan bagi orang tua dan keluarga asal siswa SMA Rekanan Prodi BK USD (dalam hal ini keluarga termasuk lingkungan kos) antara lain kunjungan rumah, kunjungan tempat kos, rapat staff BK dengan orang tua/wali murid, seminar bagi orang tua, pemberian informasi kepada orang tua/wali berupa laporan perkembangan siswa. Staff BK di 4 SMA (dari 9 SMA yang diteliti) melakukan kunjungan rumah. Kegiatan lain seperti kunjungan tempat kos, rapat staff BK dengan orang tua/wali murid, seminar bagi orang tua, pemberian informasi kepada orang tua/wali berupa laporan perkembangan siswa hanya dilakukan oleh Staf BK di satu SMA saja. Layanan BK bagi orang tua atau keluarga asal siswa di SMA rekanan Prodi BK USD kurang beragam, dan hanya dilakukan untuk kasus-kasus berat. Hampir tidak ada layanan BK yang terencana yang disediakan bagi orang tua/keluarga yang bersifat developmental, pencegahan, dan pemeliharaan. Fakta ini menunjukkan bahwa program BK yang dirancang masih terbatas pada pelayanan bagi siswa, dan belum menjangkau (mempengaruhi, membentuk) lingkungan pendidikan yang lebih luas. Program BK semacam ini belum dapat dikatakan program BK yang sistemik sebab belum mencerminkan usaha mempengaruhi secara positif lingkungan yang penting (sistem) bagi perkembangan siswa. 5. KESIMPULAN DAN SARAN Profil manajemen BK di SMA Rekanan Prodi BK USD dalam 12 aspek program BK komprehensif dapat disimpulkan sebagai berikut : 24

5.1. Kesimpulan

(a) Rasio guru pembimbing/konselor sekolah-siswa di SMA Rekanan Prodi BK USD relatif memadai, tetapi latar belakang pendidikan sebagian dari mereka adalah Pendidikan Umum (PU) dan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan (KTP) yang mempelajari BK sebagai pilihan minor. Sebagian guru pembimbing yang bekerja mulai paruh dekade 1990an hingga sekarang sudah memiliki bekal ilmu bimbingan dan konseling. (b) Sebagian besar SMA Rekanan Prodi BK USD melakukan asesmen kebutuhan siswa dengan metode beragam, sementara sebagian kecil saja SMA Rekanan Prodi BK USD yang tidak melakukan asesmen kebutuhan. (c) Sebagian SMA Rekanan Prodi BK USD menyelenggarakan layanan bimbingan kelompok/klasikal secara terjadwal bagi semua siswa di semua tingkat kelas, sebagian lagi hanya menyelenggarakan layanan bimbingan kelompok/klasikal bagi siswa di kelas tertentu saja (I, II, atau III saja) dan layanan bimbingan kelompok/klasikal insidental (tidak terjadwal). (d) Semua SMA Rekanan Prodi BK USD menyediakan layanan konseling individual dengan frekuensi beragam, akan tetapi hanya satu sekolah saja yang menyelenggarakan layanan konseling kelompok bagi siswa. (e) Sebagian kecil SMA Rekanan Prodi BK memberikan perhatian seimbang pada semua fungsi BK dan cakupan isi (bidang bimbingan), sementara sebagian besar SMA tersebut cenderung memberi perhatian lebih besar pada fungsi kuratif dan sebagian kecil lagi tidak jelas fokus layanannya sebab sekolah tersebut tidak memiliki program yang disusun berdasarkan kebutuhan siswa. (f) Terdapat dua macam paradigma yang berkembang dalam pengelolaan program BK di SMA Rekanan Prodi BK USD yaitu paradigma diagram ven (paradigma 2) dan paradigma bidang bimbingan berurutan (paradigma 1). Mayoritas SMA tersebut memakai paradigma 2. (g) Mayoritas SMA Rekanan Prodi BK USD menyelenggarakan layanan bimbingan kelompok/klasikal berkelanjutan dari segi urutan waktu, tetapi terputus-putus dari segi isi/materi (memakai paradigma 2). (h) Terdapat beragam cara SMA Rekanan Prodi BK USD menjalankan fungsi kontrol untuk menjamin keterlaksanaan program BK, seperti rapat staf BK-dewan guru, rapat orang tua/wali murid, pengontrolan administratif oleh kepala sekolah, laporan rutin bulanan, dan kunjungan lapangan oleh pejabat terkait. (i) Mayoritas sekolah melakukan evaluasi program BK dengan metode non-ilmiah (berdasarkan kesan, tidak berbasis data). 25

(j) Sebagian SMA Rekanan Prodi BK USD melakukan sosialisasi program BK kepada siswa, guru, orang tua, dan stakeholder di luar sekolah melalui forum rapat, layanan langung bagi siswa dan pihak lain, dan laporan tertulis kepada atasan. (k) Mayoritas SMA Rekanan Prodi BK USD menjalin kemitraan dengan berbagai pihak dalam beberapa hal tertentu yang bersifat developmental, preventif-perseveratif/pemeliharaan, dan sebagian kecil SMA tersebut menjalin kemitraan untuk kasus-kasus kuratif. (l) Layanan BK bagi orang tua (keluarga asal) siswa kurang beragam, hanya terbatas pada kunjungan rumah untuk kasus-kasus yang sudah terlanjur berat. Layanan BK bagi orang tua dan keluarga asal siswa di SMA Rekanan Prodi BK USD cenderung tidak terprogram. Berdasarkan ringkasan di atas nampak bahwa manajemen BK di SMA Rekanan Prodi BK USD pada tahun 2006 menunjukkan kondisi yang cenderung baik dalam bebeberapa hal berikut: Rasio guru pembimbing/konselor sekolah-siswa; sebagian besar staf BK di SMA Rekanan Prodi BK USD melakukan asesmen kebutuhan siswa dengan metode beragam; Sebagian SMA Rekanan Prodi BK USD menyelenggarakan layanan bimbingan kelompok/klasikal secara terjadwal bagi semua siswa di semua tingkat kelas; Semua SMA Rekanan Prodi BK USD menyediakan layanan konseling individual; Terdapat beragam cara masing-masing SMA tersebut mengontrol program BK; Masing-msing SMA Rekanan Prodi BK USD memakai berbagai cara mensosialisasikan program BK kepada siswa, guru, dan orang tua; Masing-masing SMA Rekanan Prodi BK USD menjalin kemitraan dengan berbagai pihak dalam menyediakan layanan BK kepada siswa. Manajemen BK di SMA Rekanan Prodi BK pada tahun 2006 masih memiliki kekurangan sebagai berikut: masih terdapat banyak koordinator dan staf BK di SMA Rekanan Prodi BK USD yang tidak memiliki latar belakang pendidikan memadai sebagai guru pembimbing/konselor sekolah; Ada sebagian kecil SMA Rekanan Prodi BK USD yang tidak melakukan asesmen kebutuhan; Sebagian SMA Rekanan Prodi BK USD hanya menyelenggarakan layanan bimbingan kelompok klasikal bagi siswa di kelas tertentu secara tidak teratur; Mayoritas SMA Rekanan Prodi BK USD menyelenggarakan layanan Bimbingan Kelompok/Klasikal secara terputus-putus dari segi isi/materi, meskipun dari segi waktu berurutan (paradigma 2); Mayoritas SMA Rekanan Prodi BK USD hanya melakukan evaluasi berdasarkan kesan ('what do you think' methods), bukan dengan riset ilmiah berbasis data, sehingga sekolah tersebut tidak dapat membuktikan akuntabilitas program BK; Jumlah dan ragam layanan BK bagi keluarga asal siswa sangat sedikit, sehingga dari segi ini Program BK di SMA Rekanan Prodi BK USD tidak sistemik karena tidak mempengaruhi lingkungan keluarga agar menjadi lingkungan yang mendukung perkembangan siswa secara terprogram. 26

5.2. Saran Berdasarkan temuan di atas, peneliti mengajukan beberapa saran berikut ini: 5.2.1. Peningkatan kemampuan professional Staf BK dan Koordinator BK di SMA Rekanan Prodi BK USD, terutama yang berasal dari lulusan PU dan KTP. Usaha ini harus dilakukan dalam kemitraan antara sekolah-sekolah dan perguruan tinggi yang mengelola pendidikan konselor. Peningkatan kemampuan tersebut antara lain memuat pengayaan (1) wawasan tentang teori BK Perkembangan yang melandasi Manajemen BK Komprehensif, (2) manajemen BK Komprehensif yang memberi perhatian seimbang pada fungsi BK dan menyediakan layanan lengkap bagi semua siswa di semua tingkat kelas, (3) kemampuan mengelola konseling kelompok, (4) kemampuan riset yang dapat dipakai dalam asesmen kebutuhan dan evaluasi program BK dengan pendekatan ilmiah, (4) kemampuan merancang program BK dan pendidikan keorangtuaan bagi keluarga (orang tua) siswa. 5.2.2. Penambahan wawasan pimpinan SMA Rekanan Prodi BK USD tentang hakikat dan prinsip manajemen BK Komprehensif, pentingnya kebijakan pendidikan di sekolah yang mendukung implementasi program BK komprehensif dan pendidikan yang utuh. Penambahan wawasan ini diharapkan dapat memicu terciptanya iklim sekolah yang kondusif bagi implementasi program BK yang komprehensif yang melayani semua siswa secara maksimal. DAFTAR PUSTAKA _______(2000). Connecticut Comprehensive School Counseling Program. Connecticut: Connecticut School Counselor Association (CSCA). ______. (2003). Comprehensive Counseling and Guidance State Model for Alabama Public School. Alabama State Department of Education Bulletin 2003, N0. 89. Bradburn, Norman M.&Seymour Sudman. (1979). Improving Interview Methods and Questionnaire Design. San Fransisco: Jossey-Bass Publishers. Creswell, John W. (1994). Research Design: Qualitative and Quantitative Approach. California: Sage Publication Inc. Donelly Jr., James H., et. al., (.). Fundamentals of Management 8th Ed. Boston: IRWIN Erford, Bradley T. ed. (2004). Professional School Counseling, A Handbook of Theories, Program, and Practices. Texas: Pro-Ed. Gysbers, Norman C.&Patricia Henderson. (2006). Developing and Managing Your School Guidance and Counseling Program 4th Ed. Alexandria: American Counseling Association. 27

Microsoft Encarta World English Dictionary Reinhart, Bruce. (1979). Career Education from Concept to Reality. New York: McGraww-Hill. Santoadi, Fajar. (2007). "Pengalaman Persiapan Pilihan Studi/Karier Mahasiswa USD Semseter I Tahun Akademik 2006/2007 (Studi Eksploratif Retrospektif)" dalam Widya Dharma, Vol. 17, No. 2 , April 2007. 149-175. Schmidt, John J. (1993). Counseling in School: Essential services and Comprehensive Programs. Boston: Allyn and Bacon.

28

Glosary : 1. BK : Bimbingan dan Konseling 2. Prodi BK USD : Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma 3. FGDs : Focus Group Discussions 4. SMA rekanan Prodi BK USD: Sekolah Menengah Atas yang menjadi rekanan Prodi BK USD (misalnya tempat Praktik Pengalaman Lapangan/PPL mahasiswa Prodi BK USD) 5. UN : Ujian Nasional 6. KTSP : Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 7. Paradigma I atau paradigma diagram ven 4 bidang Bimbingan adalah pandangan bahwa bidang bimbingan belajar/akademik, karier, personal, dan sosial saling berkaitan dan kebutuhan siswa dalam 4 bidang bimbingan tersebut terjadi di semua jenjang/tingkat kelas dan harus dipenuhi dengan memberikan layanan bimbingan dalam 4 bidang tersebut di semua tingkat kelas. 8. paradigma II atau Paradigma 4 bidang bimbingan berurutan adalah pandangan bahwa bidang bimbingan belajar/akademik, karier, personal, dan sosial dan kebutuhan siswa dalam 4 bidang tersebut hanya terdapat (atau menonjol) di tingkat kelas tertentu, sehingga layanan bimbingan dalam keempat bidang tersebut hanya diselelnggarakan di tingkat kelas tertentu saja.

29

You might also like