You are on page 1of 9

PENGALAMAN MASYARAKAT MADANI BERKENAAN DENGAN PELAYANAN DI SEKTOR PUBLIK DALAM BIDANG KEMITRAAN

Disusun Oleh : Kelompok 3

M. Malik Burha One Anjana Putri


Fahmi Yudi F Anggra D Z

(105040100111061) (105040100111062) (105040100111063) (105040100111065) (105040100111066) (105040100111067) (105040100111068) (105040100111069) (105040100111070) (105040100111071)

Silma Arfidya
Nurliana Sianipar Arbiandi S Aditya Rakhasyiwi P Avivah Rahmaningtyas Marthalena Damanik

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2011 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Dalam rangka menunjang keberhasilan pembaharuan tata pemerintahan (governance reform) menuntut adanya kemitraan dan kerjasama antara pemerintah, dunia usaha dan masyarakat madani. Kemitraan itu dibangun melalui mekanisme komunikasi yang transparan dan pendekatan konsensus dalam setiap proses pengambilan keputusan. Pernyataan dalam terms of reference itu seakan menghadapkan pemerintah dan dunia usaha di satu pihak dengan masyarakat madani di pihak yang lain, dan oleh sebab itu harus diupayakan kemitraan dan kerjasama di antara ketiganya. Pengertian ini menunjukkan masih terdapatnya salah kaprah dalam mendefinisikan apa yang disebut masyarakat madani sebagai terjemahan dari konsep awalnya: civil society Padahal sesungguhnya civil society dalam suatu negara, pemerintah adalah juga salah satu komponen dari civil society, selain tiga unsur yang lain, yaitu dunia bisnis dan industri, media massa serta LSM. 1.2 Rumusan Masalah a. Apa pengertian dari kemitraan dan fungsinya ? b. Bagimana model dan prinsip kemitraan ? c. Bagaimana tentang masyarakat madani, demokrasi dan pemerintah ? 1.3 Manfaat a. Memahami pengertian dari kemitraan dan fungsinya b. Memahami model dan prinsip kemitraan c. Memahami tentang masyarakat madani, demokrasi dan pemerintah

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Kemitraan dan fungsi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti kata mitra adalah teman, kawan kerja,pasangan kerja, rekan. Kemitraan artinya, perihal hubungan atau jalinan kerjasama sebagai mitra. Sedangkan menurut Dr. Muhammad Jafar Hafsah, kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Karena merupakan strategi bisnis maka keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan diantara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnis. Dua pendapat tersebut apabila dipadukan akan menghasilkan definisi yang lebih sempurna, bahwa kemitraan merupakan jalinan kerja sama usaha yang merupakan strategi bisnis yang dilakukan antara dua pihak atau lebih dengan prinsip saling membutuhkan, saling memperbesar, dan saling menguntungkan. Pada dasarnya kemitraan itu merupakan suatu kegiatan saling menguntungkan dengan pelbagai macam bentuk kerja sama dalam menghadapi dan memperkuat sattu sama lainnya. Julius Bobo menyatakan bahwa tujuan utama kemitraan adalah untuk mengembangkan pembangunan yang mandiri dan berkelanjutan dengan landasan dan struktur perekonomian yang kukuh dan berkeadilan dengan ekonomi rakyat sebagai tulang punggung utamanya. Sedangkan kemitraaan usaha adalah sebuah jalinan kerjasama usaha yang salin menguntungkan antara pengusaha kecil dengan pengusaha menengah atau besar (perusahaan mitra) yang disertai dengan pembinaandan pengembangan oleh pengusaha besar, sehingga saling memerlukan, menguntungkan, dan memperkuat usahanya. Kemitraan adalah upaya yang melibatkan berbagai sektor, kelompok masyarakat, lembaga pemerintah maupun bukan pemerintah, untuk bekerjasama dalam mencapai suatu tujuan bersama berdasarkan kesepakatan prinsip dan peran masing-masing, dengan

demikian untuk membangun kemitraan harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu persamaan perhatian, saling percaya dan saling menghormati, harus saling menyadari pentingnya kemitraan, harus ada kesepakatan misi, visi, tujuan dan nilai yang sama, harus berpijak padalandasan yang sama, kesediaan untuk berkorban Kemitraan pada esensinya adalah dikenal dengan istilah gotong royong atau kerjasama dari berbagai pihak, baik secar individual maupun kelompok. Menurut Notoatmodjo (2003), kemitraan adalah suatu kerja sama formal antara individu-individu, kelompokkelompok atau organisasi-organisasi untuk mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu. Adapun unsur-unsur kemitraan adalah :

Adanya hubungan (kerjasama) antara dua pihak atau lebih Adanya kesetaraan antara pihak-pihak tersebut Adanya keterbukaan atau trust relationship antara pihak-pihak tersebut Adanya hubungan timbal balik yang saling menguntungkan atau memberi manfaat.

2.2 Model dan Prinsip Kemitraan Terdapat lima model kemitraan yang menurut anggapan cenderung dapat dipahami sebagai sebuah ideologi kemitraan, sebab model tersebut merupakan azas dan nafas kita dalam membangun kemitraan dengan anggota masyarakat lainnya. Model kemitraan tersebut antara lain: kepemimpinan (manageralism) (Rees, 2005), pluralisme baru (newpluralism), radikalisme berorientasi pada negara (state-oriented radicalism), kewirausahaan (entrepreneurialism) dan membangun gerakan (movement-building) (Batsler dan Randall, 1992). Untuk membangun sebuah kemitraan, harus didasarkan pada hal-hal berikut :

Kesamaan perhatian (common interest) atau kepentingan, Saling mempercayai dan saling menghormati Tujuan yang jelas dan terukur Kesediaan untuk berkorban baik, waktu, tenaga, maupun sumber daya yang lain.

Adapun prinsip-prinsip kemitraan adalah

Persamaan atau equality, Keterbukaan atau transparancy dan Saling menguntungkan atau mutual benefit.

2.3 Masyarakat Madani, Demokrasi, dan Negara Pembicaraan soal hubungan antara masyarakat madani, demokrasi, dan negara yang kini tengah marak, sesungguhnya bukan topik baru. Sudah sejak abad lampau topik tersebut menjadi bahan telaah pemikir terkemuka. Dari Max Weber hingga Samuel Huntington dan Adam Smith sampai Amartya Sen menggeluti tema tersebut. Selain ekonom dan teoritikus politik, kaum negarawan dan politisi semacam Mahatma Gandhi, Julius Nyirere, dan Vaclav Havel turut meramaikan pengkajian hubungan antara masyarakat madani, demokrasi, dan negara. Secara garis besar, papar peminat studi hubungan antara negara, demokrasi, dan masyarakat madani mencurahkan pemikirannya pada dua hal. Pertama, di upaya menemukan jalan terbaik bagi pewujudan dan kesinambungan demokrasi yang efektif yang berciri adanya pemerintahan berdasarkan hukum (rule of law) dan mampu menyelesaikan permasalahan/ sengketa secara damai. Kedua, dalam upaya membentuk sistem politik yang berkembang dan didukung oleh masyarakat yang makmur ekonominya.

Pengalaman Pemerintah Bermitra dengan Masyarakat Madani Pada pelaksanaan revisi program Jaring Pengaman Sosial (JPS) --sebagai salah satu contoh program negara dengan masyarakat madani-- acapkali muncul situasi di mana tawaran agar publik mau terlibat dalam proses pembangunan tak diterima dengan baik. Bahkan terkadang dianggap sebagai upaya mobilisasi atau korporatisme negara gaya baru. Selain itu terkadang masyarakat yang terlibat dalam Forum Lintas Pelaku (FLP) kebablasan dalam memantau program JPS hingga cukup merepotkan pengelola program di tingkat lokal karena ada FLP yang berperilaku seperti Akuntan Publik, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Padahal FLP tak memiliki kewenangan publik untuk menjalankan kewenangan tersebut.

Birokrasi sendiri terkadang menganggu mengingat FLP ditujukan untuk melibatkan masyarakat dalam program JPS mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, hingga evaluasi. Pada praktiknya, pemerintah yang mestinya bertindak hanya sebagai fasilitator ternyata belum mampu secara tuntas melepaskan sikap lamanya yang suka mengontrol. Meski demikian, ada manfaat dari pembentukan FLP sebagai salah satu praktik penerapan prinsip tata pemerintahan yang baik, yakni membangun semangat agar para pihak yakni negara, masyarakat madani dan sektor bisnis belajar bersikap terbuka ( inclusive) dan saling percaya dalam menyukseskan program pembangunan. Hasilnya terlihat dari produk FLP Madani di Kabupaten Asahan, Sumatera Utara, mereka berhasil melimpahkan kasus penyelewengan dana JPS ke Kejaksaaan. Di Magetan, Jawa Timur, FLP bekerja dengan baik hingga mampu menemukan indikasi penyelewengan pada program JPS Kesehatan, Beasiswa, dan Dana Bantuan Operasional Pendidikan Dasar dan Menengah. Bahkan di Tasikmalaya, Jawa Barat, FLP berhasil memaksa Pemerintah Daerah dan DPRD merevisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) supaya lebih mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan rakyat setempat. Sementara pada kasus Kecamatan Pusat Pertumbuhan (KPP) yang berjalan sejak 1987 di Yogyakarta sempat terjadi beberapa kendala yang mengharuskan pemrakarsa meningkatkan kesabaran dan terus mencari terobosan supaya konsep kemitraan antar stakeholders dalam rangka pembangunan regional (Yogjakarta Incorporated) terwujud. Proyek percontohan KPP sendiri tersebar di 14 kecamatan. Dari hasil pelatihan, penerapan, dan evaluasi program KPP, tenaga penggerak terpilih menyatakan sudah memahami sejak lama apa yang dilatihkan kepadanya, hanya saja ketika mereka menerapkannya di lapangan sering dihadang kendala yang cukup berat. Hal ini ditandai oleh ketidaksiapan pihak birokrasi dalam merespon usulan inovasi baru, sehingga proses penerapan KPP terganggu. Hambatan juga datang dari pihak masyarakat sendiri, misalnya ada yang mengambil untung terlalu banyak dari program KPP hingga anggota masyarakat di kecamatan KPP tertentu tetap jadi buruh upahan karena yang menguasai aset program KPP tetap segelintir pengusaha dari pusat kota Yogyakarta. Belum lagi urusan kecilnya dukungan anggaran (APBD).

Pengalaman Masyarakat Madani Berkenaan dengan Pelayanan Publik Sementara pengalaman masyarakat madani sendiri dalam upaya mereka mempengaruhi kebijakan publik --seperti terlihat dari upaya lembaga swadaya masyarakat (LSM) mempengaruhi kebijakan Pemda DKI Jakarta-- acapkali terbentur perilaku tak akomodatif yang diperlihatkan elit daerah yang berada di DPRD. Misalnya, meski sudah berkali-kali DPRD DKI Jakarta didesak supayamengurangi jatah pengeluaran gubernur (misalnya biaya renovasi rumah dan pakaian yang lebih besar ketimbang untuk pos yang terkait hajat hidup orang banyak), ternyata kalangan DPRD tak mau bergeming. Bahkan ketika perwakilan masyarakat berharap besar supaya alokasi anggaran lebih berpihak pada kebutuhan masyarakat ternyata usulan ini tak diindahkan. Dalam pengalaman yang lain, yakni urusan penertiban becak, giliran pihak eksekutif tak mau memberi kesempatan pada masyarakat madani mengelola dan membereskan secara bottom up urusan perbecakan. Pihak eksekutif lebih suka membayar mahal para preman dan membeli becak yang berseliweran di Jakarta sebagai jalan penertiban. Padahal pihak LSM sudah berjanji membantu pemungutan retribusi dan registrasi becak jika diijinkan menyelesaikan masalah perbecakan di Jakarta. Bila ditarik dari kerangka penelaahan yang lebih luas, yaitu dari kacamata ketatanegaraan, terganggunya upaya masyarakat madani dalam mempengaruhi kebijakan publik memang berkaitan dengan masalah pembentukan sikap birokrasi yang selama 30 tahun lebih bersikap anti-service atau anti melayani masyarakat yang membayar pajak. Akibatnya program rintisan masyarakat madani yang hendak mempengaruhi kebijakan publik pasti menghadapi banyak kendala.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

a. Kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan.
b. Pada pelaksanaan revisi program Jaring Pengaman Sosial (JPS) --sebagai salah

satu contoh program negara dengan masyarakat madani-- acapkali muncul situasi di mana tawaran agar publik mau terlibat dalam proses pembangunan tak diterima dengan baik. Bahkan terkadang dianggap sebagai upaya mobilisasi atau korporatisme negara gaya baru.
c. Sementara pengalaman masyarakat madani sendiri dalam upaya mereka

mempengaruhi kebijakan publik --seperti terlihat dari upaya lembaga swadaya masyarakat (LSM) mempengaruhi kebijakan Pemda DKI Jakarta-- acapkali terbentur perilaku tak akomodatif yang diperlihatkan elit daerah yang berada di DPRD.

3.2 Saran

Kita sebaiknya dapat melaksanakan kemitraan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous a. 2011. http://andrianjati.wordpress.com/2011/01/20/kemitraan-usaha/. Diakses tanggal 24 Desember 2011. AB Susanto, Manajemen Pemerintahan, Kompas, 29 November 2000. Cho, Chang-hyun, Privatization and Local Government Reform, Keynote Speech: Occassional Papers and Documents, Friedrich,Naumann-Stiftung Maret 1999. Hwang, Yun-Won, Privatization as a Tool for Local Government Reform Measures inKorea, Paper 2, FNSt, Maret 1999.

You might also like