You are on page 1of 26

Model Pembelajaran COOPERATIVE SCRIPT Selaian model pembelajaran STAD , Jigsaw dan Kepala Bernomor masih banyak model-model

pembelajaran yang lain seperti COOPERATIVE SCRIPT pada postingan kali ini kami paparkan langkah-lanhkah model pembelajaran COOPERATIVE SCRIPT Skrip kooperatif adalah metode belajar dimana siswa bekerja berpasangan dan bergantian secara lisan mengikhtisarkan, bagian-bagian dari materi yang dipelajari Langkah-langkah : Guru membagi siswa untuk berpasangan Guru membagikan wacana/materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya. Sementara pendengar : Menyimak/mengoreksi/menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap

Membantu mengingat/menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya. Serta lakukan seperti diatas. Kesimpulan Siswa bersama-sama dengan Guru Penutup

Model pembelajaran kooperatif mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam kerja atau membantu diantara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri. Pola hubungan kerja seperti itu, memungkinkan timbulnya persepsi yang positif tentang apa yang dapat mereka lakukan untuk keberhasilannya, berdasarkan kemampuan dirinya sebagai individu atau peran serta anggota lainnya selama mereka belajar secara bersama-sama dalam kelompok. Model pembelajaran kooperatif memandang bahwa keberhasilan dalam belajar bukan semata-mata harus diperoleh dari guru, melainkan juga dari pihak lain yang terlibat dalam pembelajaran yaitu teman sebaya. Dalam pembelajaran kooperatif, para siswa dilatih untuk

dapat kerja sama dan mengakui perbedaan pendapat dengan orang lain, sedangkan cooperative script adalah metode belajar dimana siswa bekerja berpasangan dan secara lisan mengikhtisarkan bagianbagian dari materi yang dipelajari.

Setiap model pembelajaran mempunyai berbagai kelebihan dan kekurangan, kelebihan dari model pembelajaran cooperative script adalah: (1) melatih pendengaran, ketelitian/kecermatan, (2) setiap siswa mendapat peran, (3) melatih mengungkapkan kesalahan orang lain dengan lisan. Sedangkan kekurangan dari metode cooperative script adalah (1) hanya digunakan untuk mata pelajaran tertentu, (2) hanya dilakukan dua orang (tidak melibatkan seluruh kelas sehingga koreksinya hanya sebatas pada dua orang tersebut). Dengan demikian siswa harus memiliki keaktifan pada saat proses pembelajaran

Langkah Model Pembelajaran COOPERATIVE SCRIPT :

Skrip kooperatif : metode belajar dimana siswa bekerja berpasangan dan bergantian secara lisan mengikhtisarkan, bagian-bagian dari materi yang dipelajari.

Langkah-langkah : Guru membagi siswa untuk berpasangan Guru membagikan wacana/materi tiap siswa untuk dibaca dan membuat ringkasan Guru dan siswa menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa yang berperan sebagai pendengar Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasannya.

Sementara pendengar : Menyimak/mengoreksi/menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap. Membantu mengingat/menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya

Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya. Serta lakukan seperti diatas. Kesimpulan Siswa bersama-sama dengan Guru Penutup

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup baik karena diharapkan dengan pendidikan itu nantinya membawa kemajuan bangsa ini dalam arti masyarakat yang maju cerdas dan berintelegensi tinggi. Sebagai mana tercantum di dalam GBHN tahun 1998 sebagai berikut: Pendidikan nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, trampil, berdidiplin, beretos kerja, professional, bertanggung jawab, produktif serta sehat jasmani dan rohani, pendidikan nasional juga harus menumbuhkan jiwa meningkatkan rasa kebangsaan dan setia kawan sosial serta kesadaran kepada sejarah bangsa dan sikap menghargai jasa para pahlawan, serta berorientasi masa depan. Iklim belajar yang dapat menumbuhkan rasa percaya diri dan budaya belajar dikalangan masyarakat terus berkembang agar tumbuh sikap dan maju. (Tap MPR. No II. GBHN, 1998: 174). Untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut maka upaya peningkatan mutu pendidikan harus terus diupayakan baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat itu sendiri. Pemerintah sebagi pemegang otoritas harus terus berupaya meningkatkan pendidikan dengan mengadakan berbagai sarana, prasarana dan kepastian hokum peningkatan mutu pendidikan. Sedangkan masyarakat sebagai pelaksana sekaligus sebagai pemakai out put pendidikan juga harus selektif terhadap pelayanan yang ada. Menurut E Mulyana ada tiga syarat utama yang harus diperhatikan dalam pembangunan pendidikan agar dapat berkontribusi terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia yaitu: 1. sarana gedung. 2. buku yang berkualitas, 3. guru dan tenaga kependidikan yang professional. Yang menjadi persoalan adalah pendidikan yang bagaimanakah yang harus dikembangkan?Untuk meningkatkan sumber daya manusia masyarakat bangsa Indonesia agar dapat mengangkat harkat dan martabat bangsa serta membebaskan bangsa ini dari keterpurukan dan ketergantungan dari bangsa lain Agar TKI yang kita kirimkan ke luar negeri bukan hanya tenaga kerja pembantu rumah tangga saja atau tenaga kasar bangunan atau diperkebunan semata melainkan tenaga kerja professional yang berkualitas dan mampu bersaing sesuai dengan bidang mereka masing-masing dalam bidang dan job kerja yang lebih bermartabat dan menjanjikan bagi kehidupan dan kesejahteraan mereka lahir maupun batin dunia dan akherat.

Agama Islam memandang bahwa pendidikan adalah sebagai need of live bagi kelangsungan hidup bangsa . tersirat dalam perintah Allah Bacalah QS Al Alaq:1 (Depag RI , 1990: 1079) . ayat tersebut dapat diinterpretasikan bahwa betapa pentingnya ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia baik di dalam meraih kesem purnaan hidup di dunia maupun kebahagiaan hidup di akherat. Maka dari itulah untuk menjawab persoalan tersebut maka tidak seorangpun dapat menyangkal bahwa semua itu akan dapat dicapai dengan pendidikan yang mampu mengembangkan potensi masyarakat, mampu menumbuhkan kemauan serta membangkitkan semangat generasi bangsa ini untuk menggali potensi dirinya dalam berbagai aspek kehidupan . Pendidikan dibentuk melalui proses pembelajaran, disinilah dibutuhkan sosok seorang guru yang professional. Guru adalah sebagi ujung tombak dalam peningkatan mutu pendidikan. Guru memiliki peranan yang sangat besar dan penting dalam mencapai tujuan pendidikan nasional pada umumnya dan tujuan peningkatan mutu pembelajaran dan hasil belajar pada khususnya. Menyadari akan pentingnya peranan guru. Seorang guru sangatlah dituntut untuk memulai dari dirinya sendiri meningkatkan mutu pembelajaran yang dilakoninya kearah yang yang lebih berkwalitas. Maka bagi setiap orang yang terjun dalam profesi ini haruslah memiliki keahlian, pengetahuan, serta keterampilan yang dibutuhkannya. Daradjat mengatakan , bahwa: Sebagai guru haruslah menjaga hal hal sebagai berikut : a. Bahwa proses mengajar harus menyertai proses belajar . b. Bahwa mengajar tidak hanya terbatas pada pengetahuan atau penguasaan berbagai ilmu ketrampilan saja , tetapi sampai membina pengalaman. c. Menjaga tingkat kematangan anak didik. d. Menjaga keperluan dan bakat anak. e. Penentuan tujuan-tujuan pelajaran. f. Dorongan , penghargaan , dan imbalan memainkan peranan dalam menanamkan sifat-sifat yang terpuj. Dan menambah kemajuan anak didik. g. Menjadikan materi dan metode pengajaran berhubungan dengan kehidupan nyata. h. Pekerjaan sekolah tidak dapat hidup kecuali guru menghindari perbuatan perbuatan yang remeh. i. Haruslah situasi belajar mengandung kesempatan luas bagi anak-anak umtuk berperan dan ambil bagian secara aktif sesuai dengan kemampuan dan bakatnya. j. Situasi belajar hendaknya diwarnai oleh suasana toleransi,kehangatan persaudaraan dan tolongmenolong. (1980:45-47)

Di samping itu Yunus mengatakan, bahwa : Guru haruslah mengetahui dimana ia bertanggung jawab sebagai pengajar, ia bukan saja menjadi pengajar belaka, melainkan menjadi juru perbaikan menjadi contoh dan tiru teladan dan memberi petunjuk ke jalan yang benar. (tt: 59) Jadi seorang guru haruslah memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan untuk membina, mengarahkan bakat dan kemampuan anak didik kearah titik maksimal yang dapat mereka capai. Selanjutnya Yunus mengatakan bahwa : Kesuksesan guru dalam melaksanakan tugasnya di depan kelas tergantung pada tiga faktor: 1) Persiapan mengajar yang lengkap. 2) Baik penyajiannya. 3) Bisa mengajak murid mencurahkan tenaga yang diperlukan (semestinya) untuk menerima apa yang disampaikan kepada mereka dan memehaminya benar-benar. (tt: 2) Berdasarkan pemikiran dan permasalahan di atas maka dalam karya ilmiah ini penulis mengambil judul : Menerapkan metode Jigsaw Dalam pengintegrasian life Skill Untuk Meningkatkan Proses dan Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam di Kelas I SMA Negeri 1 Giri Banyuwangi B. Rumusan Masalah Masalah timbul karena adanya tantangan, adanya kesangsian ataupun kebing ungan terhadap suatu hal atau fenomena. Adanya halangan atau rintangan, adanya celah baik antar kegiatan atau antar fenomena baik yang telah ada maupun yang akan ada . ( Nazir, 1999: 133) sedangkan menurut Hadjar masalah adalah : suatu kondisi yang memerlukan pembahasan, pemecahan, informasi atau keputusan . (1999: 38) Adapun masalah yang akan dibahas dalam karya tulis ini adalah : 1. Apakah ada keterkaitan antara pendekatan Contextual Teaching and Learning dengan metode jigsaw dalam konsep life skill education pada mata pelajaran Pendidikan agama Islam ? 2. Bagaimanakah menerapkan metode jigsaw sebagai bagian dari Contextual Teaching and Learning dalam proses pembelajaran ? 3. Apakah ada korelasi antara meningkatnya minat dengan pencapaian hasil belajar siswa berkaitan dengan penerapan metode jigsaw dalam Contextual Teaching and Learning ? C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Tujuan merupakan standar akhir yang akan dicapai dalam sebuah kegiatan, berkaitan dengan masalah penulisan karya ilmiah. Dan hendaknya dirumuskan secara jelas, singkat dan operasional dan mengacu pada perumusan masalah . Adapun tujuan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah :

1. Untuk mengetahui ada tidaknya keterkaitan antara pendekatan contextual teaching and learning dengan metode jigsaw dengan konsep life skill education pada mata pelajaran pendidikan agama Islam . 2. Untuk mengetahui kegiatan apa yang akan dilakukan dalam menyusun ; menyajikan; dan mengevaluasi program pembelajaran pendidikan agama islam yang dilakukan . 3. Untuk mengetahui adakah korelasi yang signifikan antara peningkatan minat belajar dengan pencapaian hasil belajar berkaitan dengan penerapan metode jigsaw. Sedangkan manfaat yang akan bisa diambil dasti hasil penulisan karya tulis ilmiah ini adalah : 1. siswa lebih tertarik dan berminat kepada pembelajarn pendidikan agama Islam sehingga prestasi mereka lebih meningkat. 2. Siswa dapat memiliki kecakapan hidup berupa kemampuan menggali informasi; bekerjasama; saling hormat menghormati; saling menghargai danmampu memecahkan masalah yang dihadapi secara bersama-sama. 3. Bagi guru hendaknya dapat bermanfaat karena dengan menggunakan metode ini proses pembelajaran akan lebih menarik dan proses pembelajaran akan lebih efektif.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Pendekatan Kontekstual Pembelajaran terkait dengan bagaimana membelajarkan siswa atau bagaimana membuat siswa dapat belajar dengan mudah dan terdorong oleh kemauannya sendiri untuk mempelajari apa yang teraktualisasikan dalam kurikulum sebagi kebutuhan peserta didik. Karena itu pembelajaran berupaya menjabarkan nilai-nilai yang terkandung di dalam kurikulum. Selanjutnya dilakukan kegiatan untuk memilih, menetapkan dan mengembangkan cara-cara pembelajaran yang tepat untuk mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan sesuai dengan kondisi yang ada. Agar kurikulum dapat diaktualisasikan dalam proses pembelajaran sehingga hasil belajar terwujud dalam diri peserta didik. (Muhaimin, 2002:145) Pembelajaran pendidikan agama islam selama ini berlangsung agaknya kurang kconcern terhadap persoalan bagaimana mengubah pengetahuan agama yng bersifat kognitif menjadi makna dan nilai yang perlu diinternalisasikan dalam diri peserta didik. Untuk selanjutnya menjadi sumber motifasi bagi peserta didik untuk bergerak, berbuat dan berperilaku secara kongkrit agamis dalam kehidupan praktis sehari-hari.

Pembelajaran pendidikan agama islam sebenarnya lebih menonjolkan aspek nilai, baik nilai ketuhanan maupun kemanusiaan yang hendak ditanamkan dan ditumbuh kembangkan ke dalam diri peserta didik sehingga dapat melekat pada dirinya dan menjadi kepribadiaannya. (Muhaimin, 2002:172) Pembelajaran pendidkan agama islam pada dasarnya tidak ada seorangpun, termasuk guru pendidikan agama islam yang mampu membuat seorang siswa menjadi muslim, mukmin, muttaqin dan sebagainya, akan tetapi peserta didik itu sendiri yang akan memilih dan menentukan jalan hidupnya dengan ijin Allah Swt. Hanya saja pembelajaran pendidikan agama islam merupakan wahana yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan potensi peserta didik menuju jalan kehidupan yang disediakan oleh Allah yang Maha Pencipta. Fungsi guru adalah berupaya untuk memilih, menetapkan dan mengembangkan metode-metode pembelajaran yang memungkinkan dapat membantu kemudahan, kecepatan, kebiasaan dan kesenangan peserta didik mempelajari agama islam untuk dijadikan pedoman dan petunjuk hidup dan kehidupannya. Keberhasilan pembelajaran dipengaruhi oleh banyak factor, baik factor yang sudah ada maupun factor yang dapat dimanipulasi. Dalam pembelajaran pendidikan agama terdapat tiga komponen utama yang saling berpengaruh dalam proses pembe lajaran pendidikan agama islam. Ketiga komponen tersebut adalah : 1. Kondisi pembelajaran pendidikan agama 2. Metode pembelajaran pendidikan agama 3. Hasil pembelajaran pendidikan agama ( Muhaimin, 2002: 146) Atas dasar pemikiran tersebut di atas Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) merupakan salah satu model pembelajaran berbasis kompe tensi yang dapat digunakan untuk mengefektifkan dan mensukseskan implementasi kurikulum 2004. Selanjutnya E Mulyana mengatakan : Contextual Teaching and Learning merupakan konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan peserta didik secara nyata. Sehingga para peserta didik mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari. Melalui proses penerapan kompetensi dalam kehidupan sehari-hari peserta didik akan merasakan pentingnya belajar dan mereka akan memperoleh makna yang mendalam terhadap apa yang dipelajarinya. Contextual Teaching and Learning memungkinkan proses belajar yang tenang dan menye nangkan, karena pembelajaran dilakukan secara ilmiah, sehingga peserta didik dapat mempraktikkan secara langsung apa saja yang dipelajarinya. Pembelajaran Contextual Teaching and Learning mendorong peserta didik memahami hakekat, makna dan manfaat belajar, sehingga memungkinkan mereka rajin, dan termotivasi untuk senantiasa belajar, bahkan kecanduan belajar. Kondisi tersebut terwujud ketika peserta didik menyadari tentang apa yang mereka perlukan untuk hidup, dan bagaimana cara menggapainya. (2002 ) Dalam pembelajaran Contextual Teaching and Learning tugas guru adalah memberikan kemudahan belajar kepada peserta didik dengan menyediakan berbagai sarana dan sumber belajar yang memadahi. Guru bukan hanya menyampaikan materi pembelajaran yang berupa hafalan semata, melainkan

mengatur lingkungan dan strategi pembelajaran yang memungkinkan peserta didik belajar dengan serius dan menyenangkan. Lingkungan yang kondusif sangat penting dan sangat menunjang pembelajaran kontekstual dan keberhasilan pembelajaran secara keseluruhan. Pentingnya lingkungan dalam pembelajaran kontekstual Nurhadi menge mukakan : 1. Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Dari guru acting didepan kelas, siswa menonton ke siswa aktif bekerja dan berkarya guru mengarahkan. 2. Pembelajaran harus berpusat pada bagaimana cara siswa menggunakan pengetahuan baru mereka. Strategi belajar lebih dipentingkan dibandingkan hasilnya. 3. Umpan balik amat dipentingkan bagi siswa yang berasal dari proses penilaian (asesment) yang benar. 4. Menumbuhkan komunitas belajar dan berikut kerja kelompok. (2002: 4) Dalam pelaksanaan pembelajaran kontekstual dipengaruhi oleh berbagai faktor yang sangat erat kaitannya. Faktor-faktor terebut bisa berasal dari dalam diri peserta didik dan bisa juga berasal dari luar dirinya atau lingkungan disekitarnya. Sehubungan dengan hal ini Zahorik (1995) mengemukakan ada lima elemen yang harus diperhatikan dalam pembelajaran kontekstual sebagai berikut: 1. Pembelajaran harus memperhatikan pengetahuan yang sudah dimiliki oleh peserta didik. 2. Pembelajaran dimulai dari keseluruhan (global) menuju bagian-bagiannya secara khusus (dari umum ke husus). 3. Pembelajaran harus ditekankan pada pemahaman, dengan cara: a. Menyusun konsep sementara. b. Melakukan sharing untuk memperoleh masukan dan tanggapan dari orang lain. c. Merevisi dan mengembangkan konsep. 4. Pembelajaran ditekankan pada upaya mempraktekkan secara langsung apa-apa yang dipelajari. 5. Adanya refleksi terhadap strategi pembelajaran dan pengembangan pengetahuan yang dipelajari. (E Mulyana, 2002) Mengenai pendekatan pembelajaran yang menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning menurut Endang Ekowati (2004) menjelaskan bahwa ada beberapa metode pembelajaran yang berbasis Contextual Teaching and Learning, antara lain adalah sebagai berikut: 1. Example non examples 2. Picture and picture 3. Numbered heads Togather (Spenser Kaga, 1992)

4. Cooperative Script ( Dan Sereau, 1985) 5. Kepala Bernomor Strukture ( Modifikasi Numbered Heads) 6. Students Teams-Acheavement Divition (Slavin, 1995) 7. Problem Based Introduction 8. Artikulasi 9. Mind Mapping 10. Snowball Throwing 11. Bertukar Pasangan 12. Talking Stik 13. Group Investigation (Sharan,1992) 14. Explisit Introduction (Rosenshina & Stevens, 1986) 15. Role Playing 16. Debat 17. Think Pair and Share (Frank Lyman, 1985) 18. Make-A Math (Lorna Cerran, 1984) 19. Student Facilitator ang Explaining 20. Course Review Horey 21. Cooperative Integrated Reading ang Composition (Steven Slavin, 1995) 22. InsideOutside-Circle (Spenser Kagam) 23. Tebak Kata 24. Kartu Arisan 25. Word Square 26. Scrabble 27. Take ang Give 28. Consept Sentence

29. Jigsaw ( Model Tim Ahli). (Aronon, Blaney, Stephen, Sike and Snapp, 1978) Dari sekian banyak model pembelajaran yang berbasis Contextual Teaching and Learning yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Jigsaw atau yang sering disebut model tim ahli. Adapun langkah-langkah yang dapat diterapkan dalam metode jigsaw sebagai aplikasi dari Contextual Teaching and Learning dapat dijelaskan dalam kegiatan pembelajaran sebagai berikut: a. Siswa dikelompokkan menjadi beberapa tim ( 5 anggota atau lebih) b. Setiap anggota tim diberikan bagian materi yang berbeda c. Setiap anggota tim membaca bagian materi yang ditugaskan d. Dari anggota tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian/ sub bab yang sama bertemu dalam kelompok bagu (kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub bab mereka. e. Setelah selesai diskusi tim ahli tiap anggota kembali pada kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang sub bab yang mereka kuasai. Dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan sungguh- sungguh. f. Tiap ahli mempresentasikan hasil diskusi g. Guru memberikan evaluasi h. Penutup B. Prinsip Pendidikan Kecakapan Hidup ( Live Skill) Yang dimaksud dengan kecakapan hidup dalam hal ini bukan semata-mata memiliki kemampuan tertentu saja ( Vocational Tab). Melainkan ia harus memiliki kemampuan dasar pendukungnya secara fungssional meliputi membaca, menulis, menghitung, bekerja dalam tim kelompok, terus belajar di tempat bekerja, menggunakan teknologi dan lain sebagainya. (Pengembangn Silabus dan Sistem Penilaian Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam , Dikmenum , 2003) Menurut Wilson (2001) paradigma pendidikan berbasis kompetensi mencakup kurikulum, pedagogi, dan penilaian yang menekankan pada standar atau hasil. Kurikulum berisi bahan ajar yang diberikan kepada peserta didik melalui proses pembelajaran. Dalam implikasinya pendidikan berbasis kompetensi perlu adanya pengembangan silabus dan sistem penilaian yang menjadikan siswa mampu mendemontrasikan pengetahuan dan ketrampilan sesuai dengan standar yang ditetapkan dengan mengintegrasikan life skill. (Dikmenum,2003: 1)

Mengingat pendidikan kecakapan hidup (life skill) merupakan konsep yang relatif baru maka perlu adanya panduan bagi bagi para guru untuk melaksanakannya. Maka perlu diketahui oleh para guru agama bahwa ada beberapa prinsip dalam pelaksanaan pendidikan kecakapan hidup (life skill) adalah sebagi berikut:

1. Tidak mengubah sistem pendidikan yang berlaku 2. Tidak harus mengubah kurikulum. Yang diperlukan adalah pensiasatan kurikulum untuk diorientasikan pada kecakapan hidup. 3. Etika sosio religius bangsa dapat diintegrasikan dalam proses pendidikan. 4. Pembelajaran menggunakan pronsip learning to know. learning to do, learning to be, learning to live together. 5. Pelaksanaan pendidikan kecakapan hidup merupakan managemen berbasis sekolah 6. Potensi wilayah sekitar sekolah dapat direfleksikan dalam penyelenggaraan pendidikan. 7. Terjadi pertautan antara pendidikan dengan kebutuhan nyata peserta didik 8. Penyelengaraan pendidikan senantiasa diarahkan agar peserta didik : a. Menuju hidup yang sehat dan berkwalitas b. Mendapatkan pengetahuan dan wawasan yang luas c. Memiliki akses untuk mampu memiliki standar hidupnya secara layak Dengan memperhatikan prinsip pendekatan pembelajaran Contextual Teaching and Learning dengan prinsip pendidikan kecakapan hidup ( life skill Education) mempunyai keterkaitan yang erat sekali maka untuk menumbuhkan kecakapan hidup siswa dibutuhkan kemampuan dan inovati seorang guru. Untuk mengkontruksikan materi ajar dengan dengan menggunakan metode Contextual Teaching and Learning yang memperhatikan prosesnya, tidak hanya aspek kognitifnya melainkan afektif dan psychomotornya juga. Sebagaimana dijelaskan dalam pedoman khusus pengembangan silabus dan penilaian pendidikan agama islam (Dikmenum, 2003:1), bahwa Pendidikan berbasis kompetensi adalah pendidikan yang menekankan pada kemampuan yang harus dimiliki oleh lulusan suatu jenjang pendidikan. Kompetensi lulusan suatu jenjang pendidikan sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, mencakup komponen pengetahuan, ketrampilan, kecakapan, kemandirian, kreativitas, kesehatan, akhlaq, ketakwaan dan kewarganegaraan. C. Pelaksanaan Pendidikan Kecakapan Hidup sebagai Bagian School Reform Pengertian life skill education bukan hanya ketrampilan hidup, melainkan dalam artian luas yaitu membekali kecakapan hidup siswa yang meliputi kecakapan dalam berbicara mengidentifikasi, mendiskripsikan, menganalisis, memecahkan masalah di masyarakat, mengambil keputusan. Oleh karena itu pendidikan ketrampilan hidup memerlukan dukungan perubahan iklim sekolah yang men dorong berkembangnya budaya belajar sehingga disekolah tercipta prinsip belajar bukan asal sekolah, tetapi belajar untuk hidup. Belajar bukan hanya untuk ujian melainkan untuk memecahkan problem kehidupan. Dengan demikian sekolah adalah mendidik anak bukan untuk mendapatkan nilai bagus

dalam ujian. Maka agar mereka mampu memecahkan problem kehidupan yang dihadapinya pelaksanaan pendidikan ketrampilan hidup sebagai school reform dapat dilaksanakan melalui tiga unsur: 1. Iklim sekolah ( Scool Climate) Iklim sekolah berpengaruh besar terhadap proses pendidikan di sekolah. Oleh karena itu iklim sekolah perlu mendapat perhatian dalam pelaksanaan pendidikan kecakapan hidup. Paling tidak ada tiga unsure pendidikan dapat dikembangkan melalui iklim sekolah yang kondusif, yaitu pengembangan disiplin diri, rasa kebersamaan dan toleransi . Ketiga aspek pendidikan tersebut sering kali justu berkembang dari internalisasi praktek kehidupan keseharian oleh anak didik. Jika displin diri dan rasa tanggung jawab dapat ditumbuhkan menjadi kehidupan kesehjarian di sekolah, maka akan mendorong anak didik untuk menerimanya sebagai prinsip hidup. Sebagai contoh : kalau sebagi pemimpin, guru, karyawan dan warga sekolah datang tepat waktu. Maka secara mudah siswa akan mengikutinya. Kalau setiap warga sekolah berusaha mengerjakan tugas kewajiban sebaik mungkin. Maka dengan mudah prinsip itu akan berkembang pada siswa. Salah satu kunci keberhasilan siswa dalam belajar adalah adanya motivasi belajar. Maka motivasi belajar ini haruslah selalu dikemangkan pada diri siswa. Pengalaman menunjukkan bahwa iklim belajar yang terjadi disekolah mampu menumbuhkan motivasi belajar siswa. Jika keseharian siswa disekolah melihat kebersamaan dan kesetiakawanan sosial maka siswa akan terdorong untuk mengadopsinya dan menerapkannya dalam kehidupannya sehari-hari. 2. Manajemen Sekolah Prinsip MPMBS sekolah memberi kewenangan untuk mensiasati kurikulum yang berlaku agar sesuai dengan kondisi sekolah, termasuk tuntutan masa depan akan pentingnya pendidikan kecakapan hidup bagi siswa. Dengan demikian orientasi pembelajaran harus disesuaikan dengan kehidupan keseharian yang berkaitan erat dengan kecakapan hidup. Oleh karena itu mengingat pendidikan kecakapan hidup merupakan pendidikan yang bersifat mendasar, maka pada aspek manajemen sekolah juga perlu diperhatikan penyamaan pemahaman antar seluruh warga sekolah. Sehingga perwujudan pendidikan kecakan hidup menjadi salah satu bagian visi sekolah. Mungkin juga diperlukan upaya peningkatan kemampuan guru agar mampu mewujudkan pendidikan kecakapan hidup dalam keseharian di sekolah. 3. Hubungan yang sinergis antara sekolah dan masyarakat. Fihak pertama yang bertanggung jawab terhadap pendidikan anak adalah orang tua. Karena itu dalam rangka mewujudkan pendidikan kecakapan hidup perlu dijalin hubungan yang sinergis antara orang tua dengan fihak sekolah. Dalam artian saling bekerja sama dan saling mendukung. Orang tua dan sekolah perlu bersama untuk menentukan arah pendidikan bagi anak didik dan bagaimana mencapai arah tersebut secara maksimal.

Keterlibatan orang tua dalam menyusun kebijakan pendidikan di sekolah diharapkan dapat menumbuhkan rasa memiliki terhadap program-program sekolah yang pada gilirannya mendorong mereka untuk mendukung penggalangan dana dan fasilitas guna melaksanakan program sekolah. D. Pendidikan Agama Islam Setiap mata pelajaran memiliki karakteristik tertentu yang dapat membe dakan dengan mata pelajaran lain (Dikmenum, 2003) demikian pula pendidikan agama Islam. Adapun karakteristik pendidikan agama Islam adalah sebagai berikut: 1. Secara umum pendidikan agama islam merupakan mata pelajaran yang dikembangkan dari ajaranajaran dasar yang terdapat dalam agama islam. Ajran-ajaran dasar tersebut terdapat dalam Al Quran dan al Hadits untuk kepentingan pendidikan dengan melalui ijtihad para ulama pengembangan materi PAI pada tingkat yang lebih rinci. 2. Prinsip-prinsip dasar PAI tertuang dalam tiga kerangka dasar ajaran Islam, yaitu : akidah, syariah dan akhlak. Akidah merupakan penjabaran dari konsep iman, syariah merupakan penjabaran dari konsep Islam, dan akhlak merupakan penjabaran dari konsep ihsan. Dari ketiga prinsip dasar itulah berkembang berbagi kajian keislaman, termasuk kajian yang terkait dengan ilmu dan teknologi, seni dan budaya. 3. Mata pelajaran PAI tidak hanya mengntarkan peserta didik untuk menguasai berbagai ajaran islam, tetapi yang terpenting adalah bagaimana peserta didik mengamalkan ajran-ajaran itu dalam kehidupan sehari-hari. Mata pelajaran PAI menekankan keutuhan dan keterpaduan antara ranah kognitif, psychomotor dan afektifnya. 4. Tujuan diberikannya mata pelajarn PAI adalah untuk membentuk peserta didik yang beriman dan bertakwa kepada Allah Swt. Memiliki pengetahuan yang luas tentang Islam dan berakhlakul karimah. Oleh karena itu semua mata pelajaran hendaknya seiring dan sejalan dengan tujuan yang ingin dicapai oleh mata pelajaran pendidikan agama Islam. 5. Tujuan akhir dari mata pelajaran PAI adalah terbentuknya peserta didik yang berakhlak mulia. Tujuan inilah yang merupakan misi utama diutusnya nabi Muhammad Saw. Dengan demikian pendidikan akhlak adalah jiwa dari pendidikan agama Islam. Mencapai akhlak yang mulia adalah tujuan yang sebenarnya dari pendidikan. Sejalan dengan tujuan inilah maka semua mata pelajaran yang diajarkan kepada anak didik haruslah mengandung muatan pendidikan akhlak atau tingkah laku peserta didiknya.

Skema : 1

Pendidikan agama Islam Al Quran Al Hadits Ijtihad

Pendidikan Aqidah Pendidikan syariah Pendidikan Akhlak

Tarih Islam

BAB III LAPORAN KEGIATAN PEMBELAJARAN

A. Menyusun Program Pembelajaran Pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning dengan menggunakan metode Jigsaw dalam mengintegrasikan life skill dalam mata pelajaran pendidikan agama Islam memerlukan persiapan pelaksanaan sebagai berikut: 1. Menyusun silabus pembelajaran berbasis kompetensi. 2. Menyusun rencana pembelajaran yang dilengkapi dengan pengintegrasian life skill. 3. Menyusun rencana kegiatan dalam kelas dengan metode jigsaw. Dalam penyusunan program pembelajaran penulisan menggunakan dasar pembahasan sebagai berikut: a. Kurikulum berbasis kompetensi 2004 yang mengintegrasikan life skill dan pendekatan kontekstual. b. Menggunakan mata pelajaran pendidikan agama Islam kelas X (sepuluh) semester ganjil tahun 20042005. c. Menggunakan standar kompetensi ke empat : Menerapkan akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari. Kompetensi dasar : membiasakan meng hindari perilaku tercela dalam kehidupan sehari-hari. d. Materi pokok pembahasan meliputi : Husnudhon, berperilaku gigih, berinisiatif dan ihlas dalam beramal, baik terhadap lingkungan. e. Menggunakan metode jigsaw dalam mengimplementasikan life skill dalam pembelajaran. Selanjutnya dalam rangka menyusun program pembelajaran penulis melakukan persiapan sebagi berikut: 1) Menyusun silabus

Dalam penyusunan silabus perlu diintegrasikan aspek-aspek kecakapan personal, kecakapan berfikir, kecakapan sosial, kecakapan akademis dan kecakapan vokasional dalam peumusannya. Proses penginte grasian kecakapan hidup tersebut disesuaikan dengan karakteristik mata pelajaran pendidikan agama Islam. Silabus tersebut disusun meliputi perumusan komponen: a) Kemampuan Dasar Dalam menyusun kemampuan dasar yang harus diperhatikan adalah : (1) Kemampuan dasar merupakan kemampuan-kemampuan minimal apa saja yang harus dikuasai oleh siswa (2) Kemampuan dasar mencakup pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang sangat diperlukanuntuk menguasai kemampuan dasar terkait. (3) Kemampuan dasar adalah standar minimal untuk mencapai kompetensi. b) Materi pembelajaran Materi pembelajaran adalah butir-butir bahan pelajaran yang dibutuhkan siswa untuk mencapai suatu kompetensi dasar. Prinsip yang perlu diperhatikan dalam menentukan materi pembelajaran adalah : (1) Prinsip relevansi, yaitu adanya kesesuaian antara materi dengan kompetensi dasar yang ingin dicapai. (2) Prinsip konsistensi, yaitu adanya keajegan antara materi dengan kompetensi dasar dan standar kompetensi. (3) Prinsip adekuasi, yaitu adanya kecukupan materi pelajaran yang diberikan untuk mencapai kompetensi dasar yang telah ditentukan. c) Pengalaman belajar Proses pencapaian kompetensi dasar dikembangkan melalui pemilihan strategi pembelajaran yang meliputi pembelajaran tatap muka dan pengalaman belajar. Dalam menyusun pengalaman belajar yang harus diperhatikan adalah : (1) Pengalaman belajar harus menunjukkan aktivitas belajar yang dilakukan oleh siswa dalam mencapai kemampuan dasar yang dipilih sesuai dengn kompetensinya. (2) Pengalaman belajar bisa dilakukan di dalam atau diluar kelas. (3) Pengalaman belajar yang ditulis dalam silabus adalah alternatif kegiatan, sehingga menunjang kemampuan dasar. (4) Pengalaman belajar juga harus memuat kecakapan hidup yang harus dimiliki oleh siswa (life skill) d) Alokasi waktu

Alokasi waktu adalah perkiraan berapa lama siswa mempelajari suatu materi pelajaran. Utnuk menentukan alokasi waktu prinsip yang harus diperhatikan adalah : (1) Berapa lama siswa mempelajari materi pelajaran yang ditentukan bukan lamanya siswa mengerjakan tugas. (2) Tingkat kesukaran materi, luas cakupan materi, frekwensi penggunaan materi baik di dalam maupun di luar kelas, serta tingkat pentingnya materi yang dipelajari. (Bentuk silabusnya lihat lampiran: 1) 2) Menyusun Rencana Pembelajaran Rencana pembelajaran adalah rencana yang harus disusun oleh seorang guru dalam proses pembelajaranuntuk sekali tatap muka (2*45 menit) agar life skill (kecakapan hidup) dapat terintegrasi dalam pembelajaran. Maka diperlukan rencana pembelajaran yang mengakomodasikannya. Bentuk pengintegrasiannya dapat menggunakan metode jigsaw berikut ini: (lihat lampiran: 2 ) B. Penyajian Program Pembelajaran 1. Prosedur penyajian program Dalam pelaksanaan (proses) penyajian program pembelajaran dengan menggunakan metode jigsaw dalam mengintegrasikan life skill dengan mata pelajaran pendidikan agama Islam pada pokok bahasan akhlak karimah terhadap diri sendiri. Dalam penyajian program pembelajaran ini hal-hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut: a. Berpedoman pada rencana pembelajaran b. Guru diberikan kebebasan untuk berkreasi mengembangkan secara kreatif meteri pokok untuk mencapai kompetensi dasar tertentu. c. Mengembangkan prinsip pembelajaran : 1) learning to know 2) learning to do 3) learning to be 4) learning to live togather d. aspek kognitif, afektif dan psychomotor merupakan proses pencapaian kompetensi dan kemampuan dasar. e. Siswa sebagai subyek pendidikan

f. Berorientasi pada kompetensi siswa g. Sistem belajar tuntas benar-benar dituntut untuk diterapkan karena seorang siswa dituntut untuk kompeten sesuai dengan kompetensi yang telah ditetapkan. h. Diperlukan sistem menejemen berbasis sekolah dan partisipasi stake holeder untuk melaksanakan kurikulum. 2. Penerapan Metode Kontekstual Dengan Model Jigsaw i. Penjelasan materi ( 5-10 menit) Penjelasan materi dimulai dengan menjelaskan : 1) Tujuan pembelajaran 2) Materi pembelajaran 3) Scenario pembelajaran 4) Pengalaman belajar dengan model jigsaw j. Pelaksanaan 1) Siswa dibagi ke dalam kelompok . setiap kelompok terdiri 8 orang . pengelompokan ini dalam rangka mengembangkan lif skill berupa kerja kelompok dan pengembangan aspek afektif berupa kerja sama dan saling menolong dalam kerja kelompok 2) Setiap orang dalam kelompok diberi tugas yang berbeda dengan jumlah tagihan 5 soal. Masingmasing soal dengan rentang pembagian sebagai berikut: a) Anggota kelompok no 1 sebanyak 5 orang mampu mengerjakan soal nomor 1. b) Anggota kelompok no 2 sebanyak 5 orang mampu mengerjakan soal nomor 2. c) Anggota kelompok no 3 sebanyak 5 orang mampu mengerjakan soal nomor 3. d) Anggota kelompok no 4 sebanyak 5 orang mampu mengerjakan soal nomor 4 e) Anggota kelompok no 5 sebanyak 5 orang mampu mengerjakan soal nomor 5. f) Anggota kelompok no 6 sebanyak 5 orang mampu mengerjakan soal nomor 1 g) Anggota kelompok no 7 sebanyak 5 orang mampu mengerjakan soal nomor 2 h) Anggota kelompok no 8 sebanyak 5 orang mampu mengerjakan soal nomor 3 Kecakapan hidup yang diharapkan pada tahap ini adalah kecakapan berkomunikasi, bekerja sama, dan berbagi tugas.

3) Siswa dengan nomor yang sama dari kelompok yang berbeda mengerjakan soal sesuai dengan nomor kode anggota kelompoknya. Setelah selesi mengerjakan tugas semua kembali kekelompoknya semula. Semua siswa dalam satu kelompok memiliki jawaban dari kelima kelompok yang berbeda. Anggota yang lain dalam satu kelompok mengumpulkan jawaban dari kedelapan teman anggotanya. Kecakapan hidup yang lahir dalam tahap ini adalah : kecakapan menggali informasi, mengumpulkan informasi, dan bekerja sama. 4) Materi soal yang dibuat oleh guru disesuaikan denganstandar kompetensi, kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa, alokasi waktu, strategi pembelajaran, pengalaman belajar dan aspek penilaian yang meliputi : kognitif, afektif, dan psychomotor. Bentuk soalnya adalah sebagai berikut: Soal :1 (kognitif) - Jelaskan pengertian gigih dan berikan contoh dalam hal apa saja Anda harus gigih ! Soal : 2 (kognitif) - Jelaskan manfaat gigih dan tunjukkan dalil naqlinya ! Soal : 3 (psychomotor) - Sebutkan dalam hal apa saja Anda harus berinisiatif ? Soal : 4 (psychomotor) - Dalam hal apa saja Anda harus rela berkorban ? Soal : 5 (afektif) - Jelaskan dalam hal apa saja Anda harus ihlas ?

5) Setiap kelompok secara bergantian mempresentasikan hasil kerja kelompoknya di depan kelas. Kelompok yang lain menjadi pembanding, penyanggah, penanya dan pengklarifikasi jawaban kelompok penyaji. Kecakapan hidup yang muncul adalah kecakapan bekerja sama, membagi tugas, dan menyampaikan gagasan dan pendapat. 6) Guru melakukan penilaian proses yang meliputi nilai: kerjasama, ketepatan jawaban, penyajian, dan keaktifan berpartisipasi. Format penilaian (lihat lampiran : 3) 7) Guru memberikan penjelasan akhir pembelajaran dan penutup. C. Penilaian Proses Hasil Pembelajaran 1. Prosedur Penilaian

a. Menerapakan sistem penilaian berkelanjutan yang mengacu kepada keberlengsungan proses dan sistem penilaian berbasis kelas. b. Penilaian dilakukan dengan acuan patokan karena berdasarkan kompetensi yang dituntut. c. Menyusun kisi-kisi soal, penyusunan soal menilai manganalisis soal untuk mengetahui apakah seorang siswa telah menguasai atau belum suatu kemampuan dasar. d. Asumsi pencapaian belajar siswa akan optimal apabila siswa berminat atau senang mempelajari mata pelajaran 2. Teknik Penilaian Prinsip penilaian terhadap keberhasilan siswa bukan hanya untuk ujian semata, melainkan juga untuk memecahkan problem kehidupan. Dengan demikian sekolah mendidik anak bukan sekedar untuk mendapatkan nilai bagus dalam ulangan, tetapi agar mereka mampu memecahkan problem kehidupan yang dihadapinya. Maka untuk mewujudkan hal tersebut dapat ditempuh dengan cara sebagai berikut: a. Penilaian Proses belajar Penilaian proses belajar dilakukan terhadap tiga aspek 1) Penilaian afektif (sikap) Dilakukan dengan melalui pengamatan meliputi : a) Keaktifan siswa b) Penafsiran siswa c) Bertukar fikiran 2) Penilaian psychomotor ( kecakapan) Dilakukan dengan jalan bertanya langsung pada siswa di sela-sela proses pembelajaran berlangsung dengan maksud untuk mengetahui : a) Kemampuan menyampaikan/ memecahkan masalah b) Kemampuan bekerjasama 3) Penilaian kognitif (pengetahuan) Dilaksanakan pada akhir prosespembelajaran dengan sejumlah tagihan dengan maksud untuk mengetahui seberapa jauh keberhasilan pencapaian kemampuan dasar. b. Penilaian hasil belajar Penilaian hasil belajar dilakukan melalui ulangan harian. Penilaian ini dilakukan dengan cara :

1) Penilaian hasil belajar psychomotor dilakukan melalui sejumlah tagihan dengan bentuk soal menjelaskan. 2) Penilaian hasil belajar kognitif dilakukan dengan sejumlah tagihan dengan bentuk soal pilihan ganda 3) Penilaian afektif dilakukan dengan sejumlah tagihan dengan bentuk pilihan ganda. BAB IV LAPORAN HASIL BELAJAR

A. Data Perolehan Hasil Belajar Data perolehan hasil belajar yang dilaporkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Nilai hasil belajar pada ulangan harian 1 tanpa model jigsaw TABEL I DAFTAR NILAI HASIL BELAJAR TANPA MODEL JIGSAW

Nama Sekolah : SMA N 1 Giri Kelas/ Program/ Sem : X/ inti/ I Pokok Bahasan : Husnudhon, Gigih, Inisiatif, Rela Berkorban, Ihlas

Nomor responden Nilai Nomor responden Nilai

Mean 5.50

TABEL II DAFTAR NILAI HASIL BELAJAR DENGAN METODE JIGSAW Nilai proses Belajar kognitif psycho afektif rata-rata

Mean 7.16 7.20

B. Analisa dan interpretasi Data Hasil Belajar Peningkatan proses dan hasil belajar sebagai indikatornya adalah meningkatnya efektifitas dan efisiensi proses belajar siswa yang dapat diketahui dari meningkatnya minat dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran yang dipelajarinya sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Maka untuk mengettahui adanya peningkatan hasil belajar dapat diketahui dengan cara : 1. Membandingkan Nilai Mean Penelitian ini didesain sebagai penelitian eksperimen, yaitu dengan membandingkan perolehan hasil belajar pada ulangan 1 tanpa menggunakan metode jigsaw dengan kelas yang sama pada ulangan ke 2 dengan perlakuan metode jigsaw. Adapun analisis dan interpretasinya adalah sebagi berikut: TABEL III Pembanding Ketercapaian Hasil Belajar Antara Perlakuan Metode Jigsaw Dengan tanpa perlakuan Metode Jigsaw

No. res UH 1 UH 2 Peningkatan hasil

Mean 5.50 6.9 1.40

Selanjutnya untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan atau tidak terhadap perlakuan metode jigsaw dapat dilaihat pada tabel berikut: TABEL IV Analisa Peningkatan Hasil Tertinggi dan Terendah Setelah perlakuan Metode Jigsaw

No Res UH 1 UH 2 Peningkatan Hasil Nilai rata-2 Proses Belajar

Interprettasi hasil Analisis

Berdasarkan hasil perbandingan terhadap responden pada ulangan harian 1 (UH1) dengan tanpa metode jigsaw dengan perolehan hasil ulangan harian 2 (UH 2) dengan perlakuan metode jigsaw dapat diinterpretasikan bahwa : e. Adanya peningkatan yang signifikan antara perolehan hasil belajar ulangan harian 1 dengan perolehan hasil belajar ulangan harian 2. terbukti adanya peningkatan nilai mean 1.40 ( lihat tabel 3) f. Dengan peningkatan proses yang baik ternyata dapat meningkatkan hasil belajar siswa terbukti dengan nilai proses 9 ada peningkatan hasil belajar selisih 3 . dengan nilai proses belajar yang rendah nilai 5 selisih pencapai annya adalah 0 atau tetap ( lihat tabel 4) 2. Korelasi Product Moment Analisis data hasil belajar dengan menggunakan korelasi product moment dengan tujuan untuk mengetahui apakah ada korelasi antara pencapaian proses belajar yang baik dengan peningkatan hasil belajarnya. TABEL : V Korelasi Antara Pencapaian Proses Belajar dengan Perolehan Hasil Belajar Mean 7.25 6.9

Keterangan X : Perolehan nilai proses belajar Y : Perolehan nilai hasil belajar ( UH 2) 290 X = - = 7.25 40

276 Y = = 6.90 40

Rumus rxy = =

21 = - =

( 50 ) * (32 ) 21 21

= = 40 1600 = 0.53 Untuk mengetahui interpretasi terhadap koefisien korelasi yang diperoleh dapat digunakan tabel sebagai berikut ( Hadi, 1979: 310) TABEL VI TABEL INTERPRETASI NILAI r Besarnya nilai r Interpretasi Antara 0.800 sampai dengan 1.00 Antara 0.600 sampai dengan 0.800 Antara 0.400 sampai dengan 0.600 Antara 0.200 sampai dengan 0.400 Antara 0.100 sampai dengan 0.200 Tertinggi Cukup Tinggi Agak tinggi Rendah Sangat rendah

Analisis dan Interpretasi Berdasarkan analisis data korelasi produk moment diperoleh hasil korelasi = 0.53. maka dengan melihat tabel interpretasi di atas menunjukkan bahwa dengan proses pembelajaran yang baik mempunyai tingkat korelasi agak tinggi terhadap perolehan hasil belajar siswa dalam bidang studi pendidikan agama Islam. C. Observasi dan tindakan Kelas Saat proses pembelajaran berlangsung sebagai implementasi dari metode jigsaw yang dilakukan dalam rangka mencapai tujuan yang telah direndanakan dalam Rencana Pembelajaran sebagai indikatornya adalah peningkatan proses dan hasil belajar, sebagaimana yang telah dipaparkan di atas. Selanjutnya penulis menginfentarisir semua permasalahan yang mungkin timbul dalam kegiatan belajar dalam kelas dan kemudian menentukan tindakan yang perlu dilakukan guna menyelesaikan permasalahan. Dalam kegiatan kelas ini dapat ditemukan bahwa dengan metode jigsaw dapat meningkatkan peran aktif para siswa; Dapat mengembangkan daya nalar , siukap saling membantu, bekerja sama dan berdemokrasi; Dan selanjutnya juga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran pendidikan agama Islam. BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan Berdasarkan penyajian data dan hasil analisanya maka dalam bab penutup ini dapatlah disimpulkan, bahwa : 1. Ada keterkaitan yang sangat antara pendekatan Contextual Teaching and Learning dengan metode jigsaw dalam konsep life skill education pada mata pelajaran Pendidikan agama Islam, karena strategi pembelajaran jigsaw mengkontruksikan materi ajar dengan kenyataan yang dinilai siswa sehari-hari. Sehingga materi ajar sesuai dengan kenyataan dan masuk akal. 2. Dalam proses pembelajaran seorang guru dalam mengaplikasikan metode jigsaw diberikan kebebasan untuk berkreasi dengan mempertimbangkan prinsip learning to know, learning to do, learning to be, learning to live to gather. Dengan mengkontruksikan materi ajar siswa dengan pendekatan contextual teaching and learning . 3. Ada korelasi antara meningkatnya minat dengan pencapaian hasil belajar siswa berkaitan dengan penerapan metode jigsaw dalam Contextual Teaching and Learning dalam upaya menumbuhkan kecakapan hidup ( life skill ) mata pelajaran pendidikan agama Islam dengan peningkatan yang

signifikan. Yaitu adanya peningkatan nilai hasil belajar ( mean = 1.40 ) . Sedangkan perolehan hasil belajar dengan metode jigsaw ada korelasi 0.53 yang berarti ada korelasi yang agak tinggi. B. Saran Berdasarkan tujuan dan manfaat dari karya tulis ini maka dapat penulis sarankan kepada : 3. Siswa agar lebih tertarik dan berminat kepada pembelajarn pendidikan agama Islam sehingga prestasi mereka lebih meningkat. 4. Siswa dapat memiliki kecakapan hidup berupa kemampuan menggali informasi; bekerjasama; saling hormat menghormati; saling menghargai dan mampu memecahkan masalah yang dihadapi secara bersama-sama. 5. Bagi guru hendaknya dapat bermanfaat karena dengan menggunakan metode ini proses pembelajaran akan lebih menarik dan proses pembelajaran akan lebih efektif. C. Penutup Dengan mengucap syukur Al hamdulillah akhirnya karya ini dapat terselesaikan berkat taufiq serta hidayah dari Allah Swt . mengingat keterbatasan ilmu yang penulis miliki sebagai manusia biasa penulis senantiasa mengharapkan kritik serta saran dari para pemerhati ilmu pengetahuan demi perbaikan dan kesempurnaan karya ilmiah ini. Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih atas segala perhatian dan mohon maaf atas segala kekurangan . hanya kepada Allah semata kami mohon bimbingan dan petunjuk yang benar.

DAFTAR KEPUSTAKAAN Abdul Rohman Saleh, 1976, Dedaktik Pendidikan Agama, , Jalarta, Bulan Bintang. Aqib Zainal, 2001, Profesionalisme Guru Dalam Pembelajaran, Surabaya, Insan Cendekia Arikunto, Suharsimi, 1993, Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi, Jakarta . pt. Renika Cipta. -, 2002, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta, Bumi Aksara. -, 2002, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta, PT. Renika Cipta. Daradjat, Zakiah, et,. al, 2000, Ilamu Pendidikan Islam, Jakarta, PT. Ikrar Mandiri Abadi. -, 2001, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Jakarta PT. Bumi Aksara. Departemen Agama RI, 1992, Al Quran dan Terjemahnya, Semarang, PT. Tanjung Mas Inti.

Departemen Pendidikan Nasional, 2002. Undang-undang RI No:20 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta , Depdiknas. -, 2003, Pedoman Penyusunan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam, Jakarta, Depdiknas E Mulyana, 2002, Menjadi Guru Profesional, Bandung , Remaja Rosdakarya Endang Ekowati, 2002, Model-model Pembelajaran Inofatif Sebagi Solusi Mengakhiri Dominasi Guru,Proyek Peningkatan Mutu SMU. Sub Din Dikmenum, Depdiknas Jawa Timur Hamalik, Oemar, 1999, Kurikulum dan Pembelajaran Jakarta , PT. Bumi Aksara. -, 2002, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem , Jakarta , PT Bumi Aksara. Hadi, Sutrisno, 1993, Metodologi Research,1,2,3, Yogyakarta, Andi Affset. Hadari Nawawi, 1982, Administrasi Pendidikan, Jakarta, Gunung Agung Supriyanto, 2001, Pembelajaran Alternatif; Metode menggairahkan Belajar Siswa, Jakarta, Depdiknas. Uzer Usman, Moh, 2002, Menjadi Guru Frofesional, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya Witherington, HC, Crombach, Bapemsi, 1982, Teknik-teknik Belajar Mengajar, Bandung, Jemmars Yunus, Mahmud, 1981, Pokok-pokok Pendidikan dan Pengajaran, Bandung, Al Maarif Yusuf, dan Syaiful Anwar, 1997, Metodologi Pendidikan Agama Islam, Jakarta, Rineka Cipta. Zuhairini, et, al, 1983, Metodik Khussus Pendidikan Agama, Surabaya , Usaha Nasional.

You might also like