You are on page 1of 6

Induksi persalinan adalah pencetusan persalinan buatan.

Augmentasi persalinan menggunakan teknik dan obat yang sama dengan induksi persalinan, tetapi dilakukan setelah kontraksi dimulai secara spontan. Biasanya induksi persalinan hanya dilakukan jika ibu memiliki masalah kebidanan atau jika ibu maupun bayinya memiliki masalah medis. untuk menentukan kematangan janin secara akurat, sebelum dilakukan induksi, bisa dilakukan amniosentesis. Pada induksi persalinan biasanya digunakan oksitosin, yaitu suatu hormon yang menyebabkan kontraksi rahim menjadi lebih kuat. hormon ini diberikan melalui infus sehingga jumlah obat yang diberikan dapat diketahui secara pasti. selama induksi berlangsung, denyut jantung janin dipantau secara ketat dengan menggunakan alat pemantau elektronik. Jika induksi tidak menyebabkan kemajuan dalam persalinan, maka dilakukan operasi sesar. Pada augmentasi persalinan diberikan oksitosin sehingga kontraksi rahim bisa secara efektif mendorong janin melewati jalan lahir. Tetapi jika persalinan masih dalam fase inisial (dimana serviks belum terlalu membuka dan kontraksi masih tidak teratur), lebih baik augmentasi ditunda dengan membiarkan ibu beristirahat dan berjalan-jalan. Kadang terjadi kontraksi yang terlalu kuat, terlalu sering atau terlalu kuat dan terlalu sering. keadaan ini disebut kontraksi disfungsional hipertonik dan sulit untuk dikendalikan. Jika hal ini terjadi akibat pemakaian oksitosin, maka pemberian oksitosin segera dihentikan. diberikan obat pereda nyeri atau terbutalin maupun ritodrin untuk membantu menghentikan maupun memperlambat kontraksi. Tahapan : 500 cc dextrose 5%, dicampurkan 5 IU oksitosin sintetik. Cairan oksitosin dialirkan melalui infus dengan dosis 0.5 mIU sampai 1.0 mIU per menit, sampai diperoleh respons berupa aktifitas kontraksi dan relaksasi uterus yang cukup baik. Dimulai dari 8 tetes dan dinaikkan 4 tetes/15 menit.. Dengan Maksimal tetesan 40 tetes. Ini semua dilakukan untuk mendapatkan Kontraksi Rahim yang adekuat sehingga menyebabkan pembukaan jalan lahir. Evaluasi Keberhasilan Induksi oleh tenaga Medis dapat dilihat dalam score Bishop. Bila, sudah di induksi dengan Infus Drip 3x tapi tetap tidak ada kemajuan, dikatakan INDUKSI GAGAL. Dan bila kegagalan persalinan dikarenakan rahim yang tak mau berkontraksi (POWER), penanganan selanjutnya dapat dilakukan dengan cara Sectio Caesarea

Setiap ibu hamil tentu menginginkan ketika saatnya persalinan nanti tiba semuanya berjalan lancar dan normal. Kemudian bayi yang dikandung selama sembilan bulan dapat terlahir dengan selamat dan sempurna. Namun, adakalanya persalinan normal yang diharapkan terjadi karena salah satunya dibantu oleh tindakan induksi. Induksi persalinan adalah suatu upaya stimulasi mulainya proses persalinan, yaitu dari tidak ada tanda-tanda persalinan, kemudian distimulasi menjadi ada dengan menimbulkan mulas/his. Cara ini dilakukan sebagai upaya medis untuk mempermudah keluarnya bayi dari rahim secara normal. Alasan Induksi Dari sisi medis ada beberapa alasan, yaitu : Kondisi medis ibu : tekanan darah tinggi (preeklamsia) dan diabetes gestasional (kadar gula darah tidak terkontrol) adalah kondisi yang membuat ibu harus di induksi segera. Kelahiran merupakan satu-satunya cara yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan nyawa ibu. Selain itu pada keadaan ibu dengan penyakit herpes, jika persalinan sudah hampir tiba, dan ibu menginginkan persalinan pervaginam, maka keadaan ini boleh di induksi. Persalinan pervaginam dengan herpes yang aktif sangat berbahaya bagi bayi. Ibu hamil tidak merasakan adanya kontraksi atau his. Padahal kehamilannya sudah memasuki tanggal perkiraan lahir bahkan lebih (sembilan bulan lewat). Pertimbangan bayi : Ada keadaan yang mengancam keselamatan janin jika terlalu lama didalam kandungan, diantaranya oligohidramnion (air ketuban sediki), IUGR (Intrauterine Growth Retardation-hambatan pertumbuhan janin), atau janin lewat waktu. Selain itu,Jika Anda merasakan pergerakan janin yang lemah, dan itu disadari pula oleh dokter, meski beberapa pemeriksaan normal, kadang tetap akan melakukan induksi. Selaput ketuban telah pecah : sekitar 10% kehamilan akan mengalami pecah ketuban sebelum kontraksi. Jika itu terjadi, ibu dan bayi beresiko terhadap infeksi. Belum ada kesepakatan berapa lama induksi harus dilakukan setelah ketuban pecah, tergantung dari kebijakan rumah sakit masing-masing. Namun, usahakan bayi segera lahir setidaknya 24 jam setelah ketuban pecah. Janin lewat waktu : setelah kehamilan berusia 41 minggu (atau 7 hari melebihi waktu seharusnya), akan meningkatkan resiko komplikasi pada bayi. Maka dari itu, induksi dibutuhkan. Sedangkan jika kehamilan sudah 42 minggu, atau 14 hari setelah waktu seharusnya, kemungkinan bayi meninggal semakin besar. Karena pada saat itu plasenta sudah tidak berfungsi. Plasenta memiliki waktu sampai akhir minggu ke-42 untuk berfungsi dengan baik. Pertanyaan selanjutnya adalah, apakah induksi dibolehkan pada kehamilan 40-42 minggu ? Jawabannya tergantung keadaan, riwayat kehamilan, dan keputusan dokter secara pribadi. Jika kehamilan Anda lewat waktu, dokter akan melakukan pemeriksaan non-invasif dan profil biofisika untuk mengetahui apakah janin dalam keadaan stres atau tidak. Apabila keadaan janin baik, Anda dapat meneruskan kehamilan Anda sampai kelahiran spontan. Namun jika selama

menanti kelahiran spontan itu terjadi masalah, misalnya pergerakan janin melemah akibat kurangnya cairan ketuban, maka induksi akan di lakukan. Catatan : Keadaan penipisan dan pembukaan mulut rahim saat induksi akan dilakukan merupakan faktor penting yang menentukan apakah prosentase keberhasilan induksi. Teknik Induksi Ada dua cara yang biasanya dilakukan oleh dokter untuk melalui proses induksi, yaitu kimia dan mekanik. Namun pada dasarnya, kedua cara ini dilakukan untuk mengeluarkan hormon prostaglandin yang berfungsi sebagai zat penyebab otot rahim berkontraksi.Secara kimia, Anda akan diberikan obat-obatan khusus. Ada yang diberikan dengan cara diminum, dimasukkan ke dalam vagina, diinfuskan. Bisanya, tak lama setelah salah satu cara kimia itu dilakukan, Anda akan merasakan datangnya kontraksi. Secara mekanik, biasanya dilakukan dengan sejumlah cara, seperti menggunakan metode stripping, pemasangan balon keteter, (oley chateter) dimulut rahim, serta memecahkan ketuban saat persalinan sedang berlangsung. Resiko Induksi Resiko induksi persalinan adalah : - Adanya kontraksi rahim yang berlebihan. Itu sebabnya induksi harus dilakukan dalam pengawasan yang ketat dari dokter yang menangani. Jika Anda merasa tidak tahan dengan rasa sakit yang ditimbulkan, biasanya dokter akan menghentikan proses induksi,kemudian akan dilakukan operasi caesar. -Janin akan merasa tidak nyaman, sehingga dapat membuat bayi mengalami gawat janin (fetal disterss). Itu sebabnya selama proses induksi berlangsung, dokter akan memantau gerak janin melalui CTG/kardiotopografi. Bila dianggap terlalu berisiko menimbulkan gawat janin, proses induksi akan dihentikan. - Dapat merobek bekas jahitan operasi caesar. Hal ini bisi terjadi pada yang sebelumnya pernah dioprasi caesar, lalu menginginkan kelahiran normal. - Emboli. Meski kemungkinannya sangat kecil sekali, namun tetap harus diwaspadai. Emboli terjadi apabila air ketuban yang pecah masuk ke pembuluh darah dan menyangkut di otak ibu atau paru-paru. Bila terjadi dapat merenggut nyawa ibu seketika. Jika pada kehamilan tua Anda sudah merasa sangat tidak nyaman dan ingin segera melahirkan dengan cara diinduksi, maka keadaan mulut rahim menjadi hal penting untuk dijadikan pertimbangan. Induksi akan bermanfaat ketika mukut rahim telah menipis sekitar 50 persen dan berdilatasi 3-4 cm. Hal ini karena tubuh Anda telah siap untuk menghadapi proses persalinan. Selain itu, secara statistik fase ini lebih aman untuk melahirkan pervaginam.

Namun, jika mulut rahim belum cukup menipis dan berdilatasi, itu tandanya tubuh belum siap untuk melahirkan. Melakukan induksi dan melahirkan pervaginam bukan hal yang tepat pada keadaan demikian, karena kemungkinan besar persalinan akan diubah menjadi caesar. Umumnya, meski tak ada catatan medis yang membuat suatu kehamilan diinduksi, menunggu janin lahir spontan adalah hal terbaik. Karena kita tidak tahu keadaan janin, mulut rahim berada pada fase apa, apakah ada kemungkinan terjadi perubahan posisi pada janin atau tidak, maka melakukan induksi adalah hal yang beresiko. Kita hanya mengganggu proses alami suatu persalinan. Sebagai akibatnya, bayi mungkin belum berada pada posisinya dan tubuh ibu ternyata belum siap untuk melahirkan. Dua keadaan itu meningkatkan dilakukannya operasi caesar pada kehamilan yang diinduksi.

Sumber : Mengenal Induksi Pada Persalinan http://bidanku.com/index.php?/mengenal-induksi-pada-persalinan

Sebeleum menentukan tindakan induksi persalinan yang paling penting menentukan kondisi serviks, matang atau tidaknya serviks yang dapat dinilai dengan Skor Bishop, karena keberhasilan dari induksi tergantung dari kondisi serviks. Cara menentukan skor Bishop : Yang Dinilai Skor 0 Skor 1 Skor 2 Skor 3 Pembukaan Tidak ada 1-2 cm 3 4 cm Lebih dari 5 Panjang servik/effacement > 4 cm 3 4 cm 1 2 cm < 1 cm Konsistensi Kenyal Rata-rata Lunak Posisi Posterior Tengah Anterior Penurunan Kepala (Dari spina ischiadica) -3 -2 -1 +1 +2 Penurunan kepala dengan palpasi (4/5) 3/5 2/5 2/5 Jika skor bishop lebih dari atau sama dengan 6 berarti kondisi serviks matang dan jika kurang dari atau sama dengan 5 berarti seviks belum matang. Tindakan yang dilakukan : Jika serviks belum matang Jika Nilai skor Bishop 5 lakukan pematangan serviks terlebih dahulu. Pematangan serviks dengan prostaglandin dan Katater Foley Jika serviks sudah matang Lakukan Amniotomi Jika 1 jam his tidak baik, lakukan pemberian oksitoksi drip. Jika ibu mengalami PEB, amniotomi bersamaan dengan oksitoksin drip Penggunaan Prostaglandin Untuk Pematangan Serviks Dosis : prostaglandin (PGE2) bentuk pessarium 3 mg atau gel 2-3 mg ditempatkan pada froniks posterior vagina

Pemberian diulang setiap 6 jam jika his masih belum baik Pemberian dihentikan jika : Ketuban sudah pecah Serviks sudah matang Pemakaian prostaglandin sudah 24 jam KATETER FOLEY Kateter foley untuk kateterisasi urine dimasukkan ke dalam canalis servikalis, sampai melewati ostium uteri internum, dan dibuat balon, dengan adanya penekanan pada serviks diharapkan merangsang terjadinya kontraksi. Cara melakukan pemasangan kateter foley : Pasang spekulum di vagina Masukkan foley catater ke dalam vagina, masukkan perlahan-lahan ke dalam serviks, sampai melewati ostium uteri internum Isi balon kateter dengan 10 cc aquadest Gulung sisa kateter dan letakkan ke dalam vagina Diamkan sampai timbul kontraksi atau maks 12 jam Kempiskan balon kateter sebelum mengeluarkan kateter, kemudian lanjutkan dengan infus oksitoksin Jika tindakan pematangan serviks tidak gagal tindakan selanjutnya adalah terminasi kehamilan dengan cara Sectio Caesaria. Selain Prostaglandin (PGE2), untuk kondisi tertentu juga dapat diberikan misoprostal yang merupakan jenis PGE1, namun harus diperhatikan Misoprostol ini efeknya lebih kuat sehingga hanya digunakan pada kasus PEB/EKLAMPSI , serviks belum matang, SC tidak bisa dilakukan atau bayi tertalu prematur untuk bisa hidup atau bisa juga diberikan pada kasus IUFD yang lebih dari 4 minggu dan sudah ada tanda gangguan pembekuan darah. PEMBERIAN OKSITOKSIN UNTUK INDUKSI/AKSELERASI PERSALINAN Jika kondisi serviks sudah matang, tindakan yang dilakukan adalah pemberian oksitoksin drip. Saat pemberian oksitoksin perlu diperhatikan yaitu pemantauan dengan menggunakan partograf, memposisikan ibu miring ke kiri dan jangan meninggalkan ibu yang sedang dipasang oksitoksin drip. Cara dan Dosis Oksitoksin : Oksitoksin di drip dalam NaCL atau RL Mulai dengan 2,5 UI dalam 500 cc, tetesan mulai dengan 10 tts/m dan naikkan tiap 30 menit sampai kontraksi baik (3 x/ 10 m/ 40 dtk) dan pertahankan sampai terjadi persalinan Jika his belum baik sampai tetesan ke 60, tingkatkan pemberian oktitoksi menjadi 5 UI/500 cc Mulai dengan tetesan 30 dan tingkatkan 10 tts tiap 30 menit Perhatikan tabel berikut ini : Jam Oksitoksin Tetesan/m Perkembangan 01.00 2,5 UI/500 cc Nacl/RL 10 tetes/m 01.30 20 02.00 30 02.30 40

03.00 50 03.30 60 Tidak ada kemajuan 04.00 5 UI/500 cc Nacl/RL 30 04.30 40 05.00 50 05.30 60 Tidak ada kemajuan Jika tetap tidak ada kemajuan his sampai dengan tetesan ke-60, maka : Pada multi dianggap gagal dan lakukan SC Pada primi dapat dinaikkan : * Tingkatkan pemberian oktitoksin menjadi 10 UI/500 cc * Mulai dengan tetesan 30 dan tingkatkan 10 tts tiap 30 menit * Jika tetap tidak adekuat hisnya setelah tetesan ke-60, lakukan SC Yang perlu diperhatikan juga dalam pemberian oksitoksin : Untuk multigravida harus lebih hati-hati dalam pemberian oksitoksin dan jangan memberikan oksitoksin 10 unit dalam 500 ml Jangan memberikan oksitoksin drip pada pasien bekas SC Dari uraian tentang induksi dan augmentasi persalinan, semuanya ini sangat penting diketahui oleh bidan. Tetapi bukan berarti untuk dilaksanakan secara mandiri, karena induksi persalinan hanya dilakukan pada tempat pelayanan yang lengkap dan memiliki tenaga ahli, mengingat efeknya yaitu hiperstimulasi yang berakibat gawat janin dan ruptur uteri. SUMBER PUSTAKA : 1. Saifuddin AB, 2003, Buku Panduan Praktik Pelayanan Maternal dan Neonatal, YPBSP : Jakarta 2. http://www.who.int/reproductivehealth/impac/Procedures/Induction_P17_P25.html#P22%20table%20P7

You might also like