You are on page 1of 11

Doa

Oleh: Taufik Ismail

Tuhan kami Telah nista kami dalam dosa bersama Bertahun membangun kultus ini Dalam pikiran yang ganda Dan menutupi hati nurani Ampunilah kami Ampunilah Amin Tuhan kami Telah terlalu mudah kami Menggunakan asmaMu Bertahun di negeri ini Semoga Kau rela menerima kembali Kami dalam barisanMu Ampunilah kami Ampunilah Amin. 1966

Sajadah Panjang
Oleh: Taufik Ismail

Ada sajadah panjang terbentang Dari kaki buaian Sampai ke tepi kuburan hamba Kuburan hamba bila mati Ada sajadah panjang terbentang Hamba tunduk dan sujud Di atas sajadah yang panjang ini Diselingi sekedar interupsi Mencari rezeki, mencari ilmu Mengukur jalanan seharian Begitu terdengar suara azan Kembali tersungkur hamba

Ada sajadah panjang terbentang Hamba tunduk dan rukuk Hamba sujud dan tak lepas kening hamba Mengingat Dikau Sepenuhnya. 1984 (dinyanyikan Himpunan Musik Bimbo)

Tiga Keinginan
Oleh: Taufik Ismail

Seperti peneliti di depan sebuah pustaka aku berdiri Lalu berteriak sendiri Beri aku segenggam huruf Karena aku ingin menyusun sebuah gunung. Seperti perantara di depan percetakan aku berkeliaran Lalu mengetuk pintunya seraya berkata Beri aku seperangkat tanda baca Karena aku ingin menyelesaikan sebuah sungai. Seperti pencari berita di depan kantor ensiklopedi aku ragu Lalu minta janji waktu dan akhirnya bicara Beri aku kendara bahasa dengan suku cadang selengkapnya Karena aku ingin mengukir sebuah peta.

1992

Sajak Tangga
Oleh: Taufik Ismail

Empat puluh sembilan tangga kemiskinan Hari panas Lima puluh sembilan tangga kemiskinan Hari sengangar Enam puluh sembilan tangga kemiskinan Hari terbakar Haaai! Kemana kita pergi?

Tujuh puluh sembilan tangga kemiskinan Hari angin Delapan puluh sembilan tangga kemiskinan Hari topan Sembilan puluh sembilan tangga kemiskinan Hari banjir Haaai! Bagaimana ini? Kita sudah jalan kita sudah mendaki Kita sudah membidik awan kita sudah menembak Perkutut kita sudah menuai badai Berpuluh-puluh tangga kemiskinan Ada kemarau, ada sengangar dan ada nyala Berpuluh-puluh tangga kemiskinan Ada angin, ada topan, dan ada banjir Kita sudah jalan kita sudah memanjat kita Sudah melata kita sudah menangkap capung kita Sudah menangkap kita kita sudah membidik awan kita Sudah membidik mikroskop kita sudah menembak perkutut Kita sudah menembak kita kita sudah menanam angin Kita sedah menyemai api kita sudah sudah! Waaah! Tujuh puluh tangga kemiskinan Hari panas dan hujan dan panas dan hujan Delapan puluh tangga kemiskinan Hari garang dan topan dan garang dan topan Sembilan puluh tangga kemiskinan Hari kemarau dan badai dan kemarau dan badai Wah. 1972

Yang Menetes Yang Meleleh


Oleh: Taufik Ismail

Demikianlah tetes air mata kananku Karena ingat 6 anak muda petinju Mati berlatih dan bertanding di negeriku Tidak banyak orang mau tahu Dan yang tahu melupa-lupakan itu

Kemudian tetes air mata kiriku 500 petinju Amerika, begitu majalah Ring memberitahu Mati bertinju selama jangka waktu 70 tahun lalu Setiap lima puluh hari mati satu Menyiarkan ini mana pers mau

Meleleh ingus lubang hidung kananku terasa Di Madison Square Garden kucecerkan di gerbangnya Omong kosong ukuran raksasa itulah WBC dan WBA Mana pula olahraga, sejelas itu adu manusia Lama nian habis-habisan kita bangsa minder ini dikecohnya

Lalu meleleh ingus lubang hidungku sebelah kiri Kuhapus dengan koran pagi bergambar Don King ini Si Rambut Tegak, Penipu Gergasi, Pembunuh dan Bandit Sejati Di kakinya berlutut para petinju dan promotor satu negeri Jutaan dolar kontrak ditilep masuk kantong jas dalam kiri sekali.

1988

Syair Lima Tahun Anak Asongan


Oleh: Taufik Ismail

Seorang anak kecil laki-laki Berdiri di bawah matahari pagi Matanya silau, kepala tak bertopi Nanak, di mana kau kini? Pagi itu, kau masih kelas enam Mengepit koran di tangan kiri Melambaikan tangan menangkap rezeki

Nanak, di mana kau kini? Pagi lagi, kau sudah kelas satu Kau tangkas berlari di sela kendara Hidup begitu keras di ujung Jalan Pramuka Bersaing di bawah terik matahari Jakarta Nanak, kau kini di mana? Pagi itu, kau naik kelas dua Di bawah pohon kau duduk kecapekan Dan kulihat kau istirahat baca koran Tiap lima detik kau hirup debu jalanan Nanak, kau di mana gerangan? Pagi lagi, kau cerita kau kelas tiga Kaki tetap kurus, kecil dan dekil Terhimpit tiga warna lampu jalanan Paru-paru muda penuh karbon dioksida Nanak, kau kini di mana? Siang itu, kau tak bisa naik ke kelas satu Tak terbayar, begitu katamu Kulihat basah kuyup kemejamu Ini bulan Januari, cuma bukan hujan itu Tapi cucuran air matamu Nanak, kini di mana kamu? 1990

Kupu-Kupu di dalam Buku


Oleh: Taufik Ismail

Ketika duduk di setasiun bis, di gerbong kereta api, di ruang tunggu praktek dokter anak, di balai desa, kulihat orang-orang di sekitarku duduk membaca buku, dan aku bertanya di negeri mana gerangan aku sekarang, Ketika berjalan sepanjang gang antara rak-rak panjang, di perpustakaan yang mengandung ratusan ribu buku dan cahaya lampunya terang-benderang, kulihat anak-anak muda dan anak-anak tua sibuk membaca dan menuliskan catatan, dan aku bertanya di negeri mana gerangan aku sekarang, Ketika bertandang di sebuah toko, warna-warni produk yang dipajang terbentang, orang-orang memborong itu barang dan mereka

berdiri beraturan di depan tempat pembayaran, dan aku bertanya di toko buku negeri mana gerangan aku sekarang, Ketika singgah di sebuah rumah, kulihat ada anak kecil bertanya tentang kupu-kupu pada mamanya, dan mamanya tak bisa menjawab keingin-tahuan puterinya, kemudian katanya, tunggu mama buka ensiklopedia dulu, yang tahu tentang kupu-kupu, dan aku bertanya di rumah negeri mana gerangan aku sekarang, Agaknya inilah yang kita rindukan bersama, di setasiun bis dan ruang tunggu kereta api negeri ini buku dibaca, di perpustakaan perguruan, kota dan desa buku dibaca, di tempat penjualan buku laris dibeli, dan ensiklopedia yang terpajang di ruang tamu tidak berselimut debu karena memang dibaca.

1996

Beri Daku Sumba


Oleh: Taufik Ismail

di Uzbekistan, ada padang terbuka dan berdebu aneh, aku jadi ingat pada Umbu Rinduku pada Sumba adalah rindu padang-padang terbuka Di mana matahari membusur api di atas sana Rinduku pada Sumba adalah rindu peternak perjaka Bilamana peluh dan tenaga tanpa dihitung harga Tanah rumput, topi rumput dan jerami bekas rumput Kleneng genta, ringkik kuda dan teriakan gembala Berdirilah di pesisir, matahari kan terbit dari laut Dan angin zat asam panas dikipas dari sana Beri daku sepotong daging bakar, lenguh kerbau dan sapi malam hari Beri daku sepucuk gitar, bossa nova dan tiga ekor kuda Beri daku cuaca tropika, kering tanpa hujan ratusan hari Beri daku ranah tanpa pagar, luas tak terkata, namanya Sumba Rinduku pada Sumba adalah rindu seribu ekor kuda Yang turun menggemuruh di kaki bukit-bukit yang jauh Sementara langit bagai kain tenunan tangan, gelap coklat tua Dan bola api, merah padam, membenam di ufuk teduh Rinduku pada Sumba adalah rindu padang-padang terbuka

Di mana matahari bagai bola api, cuaca kering dan ternak melenguh Rinduku pada Sumba adalah rindu seribu ekor kuda Yang turun menggemuruh di kaki bukit-bukit yang jauh. 1970

TUHAN AKU BERGURU


(Puisi Emha Ainun Najib) Tuhan aku berguru kepadaMu Tidak tidur di kereta waktu Tuhan aku berguru kepadaMu Meragukan setiap yang ku temu Kelemahan menyimpan berlimpa kekuatan Buta mata menganugerahi penglihatan Jika aku tahu teraa betapa tak tahu Waktu melihat betapa penuh rahasia Gelap yang dikandung oleh cahaya JEJAK IBRAHIM Jejak Ibrahim di batu hitam Tataplah bayangan rahasianya Rabalah inti karomahnya Ciumlah nikmat barokahnya Jejak kaki bapak kebenaran Jejak luhur peradaban Allah Pusat rohani Ulughiyah Mata air kebudayaan Rahim ibu sejarahmu sendiri Tempat jiwamu menemukan pintu Menjadi fitri kembali Bertemu ke yang abadi Betapa sejuk Baitullah Betapa sangat menenteramkan

ANTARA TIGA KOTA


Oleh: Emha Ainun Najib

di yogya aku lelap tertidur angin di sisiku mendengkur seluruh kota pun bagai dalam kubur pohon-pohon semua mengantuk di sini kamu harus belajar berlatih tetap hidup sambil mengantuk kemanakah harus kuhadapkan muka agar seimbang antara tidur dan jaga ? Jakrta menghardik nasibku melecut menghantam pundakku tiada ruang bagi diamku matahari memelototiku bising suaranya mencampakkanku jatuh bergelut debu kemanakah harus juhadapkan muka agar seimbang antara tidur dan jaga surabaya seperti ditengahnya tak tidur seperti kerbau tua tak juga membelalakkan mata tetapi di sana ada kasihku yang hilang kembangnya jika aku mendekatinya kemanakah haru kuhadapkan muka agar seimbang antara tidur dan jaga ? Antologi Puisi XIV Penyair Yogya, MALIOBORO, 1997

TAHAJJUD CINTAKU
Oleh : Emha Ainun Najib

Mahaanggun Tuhan yang menciptakan hanya kebaikan Mahaagung ia yang mustahil menganugerahkan keburukan Apakah yang menyelubungi kehidupan ini selain cahaya Kegelapan hanyalah ketika taburan cahaya takditerima Kecuali kesucian tidaklah Tuhan berikan kepada kita Kotoran adalah kesucian yang hakikatnya tak dipelihara Katakan kepadaku adakah neraka itu kufur dan durhaka Sedang bagi keadilan hukum ia menyediakan dirinya Ke mana pun memandang yang tampak ialah kebenaran Kebatilan hanyalah kebenaran yang tak diberi ruang Mahaanggun Tuhan yang menciptakan hanya kebaikan Suapi ia makanan agar tak lapar dan berwajah keburukan Tuhan kekasihku tak mengajari apa pun kecuali cinta Kebencian tak ada kecuali cinta kau lukai hatinya

1988 Pengirim Subhan Toba Jumat 7 Januari 2000

SEPENGGAL PUISI CAK NUN


Oleh : Emha Ainun Najib

sayang sayang kita tak tau kemana pergi tak sanggup kita dengarkan suara yang sejati langkah kita mengabdi pada kepentingan nafsu sendiri yang bisa kita pandang hanya kepentingan sendiri loyang disangka emas emasnya di buang buang kita makin buta yang mana utara yang mana selatan yang kecil dibesarkan yang besar di remehkan yang penting disepelekan yang sepele diutamakan Allah Allah betapa busuk hidup kami dan masih akan membusuk lagi betapa gelap hari di depan kami mohon ayomilah kami yang kecil ini

MEMECAH MENGUTUHKAN
Oleh : Emha Ainun Najib

Kerja dan fungsi memecah manusia Sujud sembahyang mengutuhkannya Ego dan nafsu menumpas kehidupan Oleh cinta nyawa dikembalikan Lengan tanganmu tanggal sebelah Karena siang hari politik yang gerah Deru mesin ekonomi membekukan tubuhmu Cambuk impian membuat jiwamu jadi hantu Suami dan istri tak saling mengabdi Tak mengalahkan atau memenangi Keduanya adalah sahabat bergandengan tangan Bersama-sama mengarungi jejeak Tuhan Kalau berpcu mempersaingkan hari esok Jangan lupakan cinta di kandungan cakrawala Kalau cemas karena diiming-imingi tetangga Berkacalah pada sunyi di gua garba rahasia

1987 Pengirim Subhan Toba Jumat 6 Januari 2000

KUDEKAP KUSAYANG-SAYANG
Oleh : Emha Ainun Naijb

Kepadamu kekasih kupersembahkan segala api keperihan di dadaku ini demi cintaku kepada semua manusia Kupersembahkan kepadamu sirnanya seluruh kepentingan diri dalam hidup demi mempertahankan kemesraan rahasia, yang teramat menyakitkan ini, denganmu Terima kasih engkau telah pilihkan bagiku rumah persemayaman dalam jiwa remuk redam hamba-hambamu Kudekap mereka, kupanggul, kusayang-sayang, dan ketika mereka tancapkan pisau ke dadaku, mengucur darah dari mereka sendiri, sehingga bersegera aku mengusapnya, kusumpal, kubalut dengan sobekan-sobekan bajuku Kemudian kudekap ia, kupanggul, kusayang-sayang, kupeluk, kugendong-gendong, sampai kemudian mereka tancapkan lagi pisau ke punggungku, sehingga mengucur lagi darah batinnya, sehingga aku bersegera mengusapnya, kusumpal, kubalut dengan sobekan-sobekan bajuku, kudekap, kusayang-sayang. 1994 (Dari Kumpulan sajak Abracadabra Kita Ngumpet, Yayasan Bentang Budaya Yogyakarta, 1994, halaman 7) Republika, 24 Januari 1999

KITA MASUKI PASAR RIBA


Oleh : Emha Ainun Najib

Kita pasar riba Medan perang keserakahan Seperti ikan dalam air tenggelam Tak bisa ambil jarak Tak tahu langit Ke kiri dosa ke kanan dusta Bernapas air

Makan minum air Darah riba mengalir Kita masuki pasar riba Menjual diri dan Tuhan Untuk membeli hidup yang picisan Telanjur jadi uang recehan Dari putaran riba politik dan ekonomi Sistem yang membunuh sebelum mati Siapakah kita ? Wajah tak menentu jenisnya Tiap saat berganti nama Tegantung kepentingannya apa Tergantung rugi atu laba Kita pilih kepada siapa tertawa 1987 Pengirim Subhan Toba Jumat 7 Januari 2000

You might also like