Professional Documents
Culture Documents
LO MODUL 3 BLOK 16 : 1. Anatomi Faal Hidung dan Sinus Paranasal 2. Penyebab nyeri pipi dan rhinorea 3. Rhinitis ( akut, kronik (vasomotor, alergi)) 4. Sinusitis ( maksilaris, frontalis) 5. Pemilihan terapi
Dorsum Nasi (Batang Hidung) Bagian kaudal dorsum nasi merupakan bagian lunak dari batang hidung yang tersusun oleh kartilago lateralis dan kartilago alaris. Jaringan ikat yang keras menghubungkan antara kulit dengan perikondrium pada kartilago alaris. Bagian kranial dorsum nasi merupakan bagian keras dari batang hidung yang tersusun oleh os nasalis kanan & kiri dan prosesus frontalis ossis maksila.
Septum Nasi
Kavum Nasi Ada 6 batas kavum nasi, yaitu : 1. Batas medial kavum nasi yaitu septum nasi. 2. Batas lateral kavum nasi yaitu konka nasi superior, meatus nasi superior, konka nasi medius, meatus nasi medius, konka nasi inferior, dan meatus nasi inferior. 3. Batas anterior kavum nasi yaitu nares (introitus kavum nasi). 4. Batas posterior kavum nasi yaitu koane. 5. Batas superior kavum nasi yaitu lamina kribrosa. 6. Batas inferior kavum nasi yaitu palatum durum.
1. Hidung Luar Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian bagiannya dari atas ke bawah: 1. Pangkal hidung (bridge) 2. Dorsum nasi 3. Puncak hidung 4. Ala nasi 5. Kolumela 6. Lubang hidung (nares anterior) Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yaitu M. Nasalis pars transversa dan M. Nasalis pars allaris. Kerja otot otot tersebut menyebabkan nares dapat melebar dan menyempit. Batas atas nasi eksternus melekat pada os frontal sebagai radiks (akar), antara radiks sampai apeks (puncak) disebut dorsum nasi. Lubang yang terdapat pada bagian inferior disebut nares, yang dibatasi oleh : Superior : os frontal, os nasal, os maksila Inferior : kartilago septi nasi, kartilago nasi lateralis, kartilago alaris mayor dan kartilago alaris minor Dengan adanya kartilago tersebut maka nasi eksternus bagian inferior menjadi fleksibel. Perdarahan: 1. A. Nasalis anterior (cabang A. Etmoidalis yang merupakan cabang dari A. Oftalmika, cabang dari a. Karotis interna).
2. Kavum Nasi Dengan adanya septum nasi maka kavum nasi dibagi menjadi dua ruangan yang membentang dari nares sampai koana (apertura posterior). Kavum nasi ini berhubungan dengan sinus frontal, sinus sfenoid, fossa kranial anterior dan fossa kranial media. Batas batas kavum nasi : 1. Posterior : berhubungan dengan nasofaring 2. Atap : os nasal, os frontal, lamina kribriformis etmoidale, korpus sfenoidale dan sebagian os vomer 3. Lantai : merupakan bagian yang lunak, kedudukannya hampir horisontal, bentuknya konkaf dan bagian dasar ini lebih lebar daripada bagian atap. Bagian ini dipisahnkan dengan kavum oris oleh palatum durum. 4. Medial : septum nasi yang membagi kavum nasi menjadi dua ruangan (dekstra dan sinistra), pada bagian bawah apeks nasi, septum nasi dilapisi oleh kulit, jaringan subkutan dan kartilago alaris mayor. Bagian dari septum yang terdiri dari kartilago ini disebut sebagai septum pars membranosa = kolumna = kolumela. 5. Lateral : dibentuk oleh bagian dari os medial, os maksila, os lakrima, os etmoid, konka nasalis inferior, palatum dan os sfenoid. Konka nasalis suprema, superior dan media merupakan tonjolan dari tulang etmoid. Sedangkan konka nasalis inferior merupakan tulang yang terpisah. Ruangan di atas dan belakang konka nasalis superior adalah resesus sfeno-etmoid yang berhubungan dengan sinis sfenoid. Kadang kadang konka nasalis suprema dan meatus nasi suprema terletak di bagian ini. Perdarahan : Arteri yang paling penting pada perdarahan kavum nasi adalah A.sfenopalatina yang merupakan cabang dari A.maksilaris dan A. Etmoidale anterior yang merupakan cabang dari A. Oftalmika. Vena tampak sebagai pleksus yang terletak submukosa yang berjalan bersama sama arteri. Persarafan : 1. Anterior kavum nasi dipersarafi oleh serabut saraf dari N. Trigeminus yaitu N. Etmoidalis anterior 2. Posterior kavum nasi dipersarafi oleh serabut saraf dari ganglion pterigopalatinum masuk melalui foramen sfenopalatina kemudian menjadi N. Palatina mayor menjadi N. Sfenopalatinus. 3. Mukosa Hidung
FISIOLOGI HIDUNG 1. Sebagai jalan nafas Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring, sehingga aliran udara ini berbentuk lengkungan atau arkus. Pada ekspirasi, udara masuk melalui koana dan kemudian mengikuti jalan yang sama seperti udara inspirasi. Akan tetapi di bagian depan aliran udara memecah, sebagian lain kembali ke belakang membentuk pusaran dan bergabung dengan aliran dari nasofaring. 2. Pengatur kondisi udara (air conditioning) Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu untuk mempersiapkan udara yang akan masuk ke dalam alveolus. Fungsi ini dilakukan dengan cara : a. Mengatur kelembaban udara. Fungsi ini dilakukan oleh palut lendir. Pada musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air, penguapan dari lapisan ini sedikit, sedangkan pada musim dingin akan terjadi sebaliknya.
ANATOMI
Ada delapan sinus paranasal, empat buah pada masing-masing sisi hidung : sinus frontal kanan dan kiri, sinus ethmoid kanan dan kiri (anterior dan posterior), sinus maksila kanan dan kiri (antrium highmore) dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Semua sinus ini dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanjutan mukosa hidung, berisi udara dan semua bermuara di rongga hidung melalui ostium masingmasing. Pada meatus medius yang merupakan ruang diantara konka superior dan konka inferior rongga hidung terdapat suatu celah sempit yaitu hiatus semilunaris yakni muara dari sinus maksila, sinus frontalis dan ethmoid anterior. Sinus paranasal terbentuk pada fetus usia bulan III atau menjelang bulan IV dan tetap berkembang selama masa kanak-kanak, jadi tidak heran jika pada foto rontgen anak-anak belum ada sinus frontalis karena belum terbentuk. Pada meatus superior yang merupakan ruang diantara konka superior dan konka media terdapat muara sinus ethmoid posterior dan sinus sfenoid. Fungsi sinus paranasal adalah : Membentuk pertumbuhan wajah karena di dalam sinus terdapat rongga udara sehingga bisa untuk perluasan. Jika tidak terdapat sinus maka pertumbuhan tulang akan terdesak. Sebagai pengatur udara (air conditioning). Peringan cranium. Resonansi suara. Membantu produksi mukus.
Sinus Maksilaris Terbentuk pada usia fetus bulan IV yang terbentuk dari prosesus maksilaris arcus I.
Sinus Ethmoidalis Terbentuk pada usia fetus bulan IV. Saat lahir, berupa 2-3 cellulae (ruang-ruang kecil), saat dewasa terdiri dari 7-15 cellulae, dindingnya tipis. Bentuknya berupa rongga tulang seperti sarang tawon, terletak antara hidung dan mata Berhubungan dengan : a. Fossa cranii anterior yang dibatasi oleh dinding tipis yaitu lamina cribrosa. Jika terjadi infeksi pada daerah sinus mudah menjalar ke daerah cranial (meningitis, encefalitis dsb). b. Orbita, dilapisi dinding tipis yakni lamina papiracea. Jika melakukan operasi pada sinus ini kemudian dindingnya pecah maka darah masuk ke daerah orbita sehingga terjadi Brill Hematoma. c. Nervus Optikus. d. Nervus, arteri dan vena ethmoidalis anterior dan pasterior.
Sinus Frontalis Sinus ini dapat terbentuk atau tidak. Tidak simetri kanan dan kiri, terletak di os frontalis. Volume pada orang dewasa 7cc. Bermuara ke infundibulum (meatus nasi media). Berhubungan dengan : a. Fossa cranii anterior, dibatasi oleh tulang compacta. b. Orbita, dibatasi oleh tulang compacta. c. Dibatasi oleh Periosteum, kulit, tulang diploic.
2. rhinorea
RHINORREA Definisi Rhinorrea Rhinorea merupakan istilah kedokteran yang berarti hidung berair. Rhinorea berasal dari bahasa yunani, yakni rhinos yang berarti hidung, dan rhoia yang berarti suatu aliran sehingga diartikan suatu aliran yang berasal dari hidung. Rhinorea bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu gejala yang jarang berdiri sendiri. Penyebab Rhinorrea Rhinorea dapat disebabkan oleh beberapa kondisi berikut : Adanya infeksi virus dan atau bakteri pada mukosa saluran nafas atas, terutama mukosa hidung. Adanya allergen, terutama allergen inhalant yang mengiritasi mukosa hidung, asap rokok, cuaca dingin, dan sebagainya. Adanya partikel/benda asing seperti biji-bijian, manik-manik pada cavum nasi. Trauma mekanik pada mukosa hidung ataupun trauma pada kepala.
Patomekanisme Rhinorrea Rhinorea secara umum terjadi karena adanya reaksi inflamasi yang terjadi karena adanya infeksi dari virus dan ataupun bakteri, partikel/benda asing, serta trauma pada mukosa hidung. Seperti yang kita ketahui, hal-hal tersebut akan menyebabkan reaksi inflamasi yang mengakibatkan pelepasan mediator-mediator kimiawi. Pelepasan mediator-mediator tersebut akan mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah, meningkatkan permeabilitas kapiler, dan meningkatkan sekresi dari sel-sel goblet yang terdapat pada mukosa hidung.
RHINITIS AKUT DEFINISI Rhinitis akut adalah radang akut mukosa nasi yang ditandai dengan gejala-gejala rhinorea, obstruksi nasi, bersin-bersin dan disertai gejala umum malaise dan suhu tubuh naik.
ETIOLOGI DAN PREDISPOSISI Etiologi Etiologi ada 2 jenis mikroorganisme yang menimbulkan rhinitis akut: 1. 2. Virus ditentukan oleh Kruse tahun 1914 Bakteri terutama Haemophylus Influensa, Steptococcus, Pneumococcus, dan sebagainya. Pertama kali terjadi invasi virus yang merusak pertahanan mukosa, kemudian bakteri mengadakan infeksi sekunder. Penularan lewat droplet infeksi dan kontak langsung dengan penderita. Di samping virulensi , faktor predisposisi memegang peranan penting. Predisposisi 1. Faktor luar (enviroment) a. Pengaruh atmosfer yaitu angin, suhu udara, humidity, hujan dan sebagainya. Humudity optimal 45%, terlalu kering misalnya salju. Mukosa kering, terlalu lembab, keringat banyak, beranginangin, kedinginan. Common cold virus hidup lebih baik pada humidity tinggi. b. Ventilasi ruangan kurang yaitu ruangan kecil, tertutup, penuh orang-orang sakit, serumah ketularan.
PATOLOGI Pada stadium permulaan terjadi vasokonstrinsik yang akan diikuti vasodilatasi, udem dan meningkatnya aktifitas kelenjar seromucious dan goblet sel, kemudian terjadi infiltrasi leukosit dan desguamasi epitel. Secret mula-mula encer, jernih kemudian berubah menjadi kental dan lekat (mukoid) berwarna kuning mengandung nanah dan bakteri (makopurulent). Toksin yang berbentuk terbentuk terserap dalam darah dan lymphe, menimbulkan gejala-gejala umum. Pada stadium resolusi terjadi proliferasi sel epithel yang telah rusak dan mukosa menjadi normal kembali.
GAMBARAN KLINIS 1. Stadium prodromal, pada hari pertama - rasa panas dan kering pada cavum nasi - bersin-bersin - hidung buntu - pilek encer jernih seperti air Pemeriksaan (rhinoscopia anterior/RA) cavum nasi sempit, terdapat secret serous dan mukosa udem dan hyperemi 2. Stadium akut, hari kedua sampai keempat - bersin-bersin berkurang - obstruksi nasi bertambah, akibat obstruksi nasi akut terjadi hyposmia, gangguan gustateris, rasa makanan tidak enak
semusim. Berulang-ulang: pagi sakit, siang sembuh, besoknya kumat lagi Sifat secret Gejala Umum Alergen Mengental sesudah 3-4 hari Ada (panas, Malaise) Tidak ada Encer terus Tidak ada Ada (anamnesa, skin tes pada rhinitis allergen)
TERAPI 1. Lokal Tetes hidung sel HCl Ephedrin 1% dalam glucose 5% tau P.Z berfungsi melebarkan cavum nasi, meatus dan propilaksis terhadap sinusitis 2. Umum a. Hindari tubuh kedinginan - mandi air hangat - makan hangat - pakaian hangat, jangan terbuka - tidur memakai selimut - jangan berangin-angin/kipas angin
kedinginan/kehujanan yaitu setengah jam sesudah kedinginan, sesudah 2 jam tidak ada efek lagi. - asetosal dapat menghangatkan badan karena menimbulkan vasodilatasi perifer
PROPILAKSIS 1. hindari kontak dengan penderita 2. meningkatkan daya tahan tubuh dengan hindari kelelahan dan diet bergizi 3. hidari dingin dengan minum asetosal 4. rumah sakit dengan sinar ultra violet membunuh virus KOMPLIKASI 1. Otitis media akut 2. Sinusitis paranasalis 3. Infeksi traktus respiratorius bagian bawah seperti laring, tracho bronchitis, pneumonia 4. Akibat tidak langsung pada penyakit-penyakti lain yaitu jangung dan asma bronchial
PROGNOSA Rhinitis akut merupakan self limiting disease umumnya sembuh dalam 7 -10 hari. Tapi dapat lebih lama 3 minggu bila ada pharingitis, laryngitis atau komplikasi lain.
A. Rinitis Akut Rintis Akut adalah radang akut pada mukosa hidung yang disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri. Penyakit ini sering ditemukan, dan merupakan manifestasi dari rinitis simpleks (common cold), influensa, beberapa penyakit eksantem (seperti morbilli, varisela, pertusis), dan beberapa penyakit infeksi spesifik.
1. Rinitis Simpleks (Pilek, Selesma, Common Cold, Coryza) a. Definisi Penyakit ini merupakan penyakit virus yang paling sering ditemukan pada manusia.
Sinonim Rinitis akut adalah Acute Nasal Catarrh; Acute Coryza; Cold in the Head. Acute viral nasopharyngitis, atau Acute Coryza, biasanya dikenal sebagai common cold, adalah sangat tinggi penularannya, penyakit infeksi virus dari sistem pernapasan atas, terutama semata disebabkan oleh picornavirus atau coronavirus. Rinitis akut merupakan infeksi saluran napas atas terutama hidung, umumnya disebabkan oleh virus. Sebagian besar yang mencakup virus, meliputi rhinovirus, Respiratory syncytial viruses (RSV), virus parainfluenza, virus influenza, dan adenovirus. b. Etiologi Penyebabnya ialah beberapa jenis virus dan yang paling penting ialah Rhinovirus. Virus-virus lainnya adalah Myxovirus, virus Coxsackle dan virus ECHO. Rhinovirus, dikenal ada lebih dari 100 serotipe, adalah penyebab commond cold pada orang dewasa; sekitar 20 40 % kasus commond cold disebabkan virus ini, terutama pada musim gugur. Sedangkan Coronavirus, seperti 229E, OC43 dan B814 merupakan penyebab sekitar 10 15 % dari commond cold dan influenza sebagai penyebab sekitar 10 15 % dari commond cold pada orang dewasa; virus ini menonjol pada musim dingin dan awal musim semi, pada saat prevalensi rhinovirus rendah.
Virus saluran pernafasan lain juga diketahui dapat menyebabkan commond cold pada orang dewasa. Pada bayi dan anak-anak, virus parainfluenza, Respiratory syncytial viruses (RSV), influenza, adenovirus, enterovirus tertentu dan coronavirus menyebabkan penyakit seperti commond cold. Hampir setengah dari commond cold belum diketahui etiologinya. Penyakit ini sangat menular dan gejala dapat timbul sebagai akibat tidak adanya kekebalan atau menurunnya daya tahan tubuh (kedinginan, kelelahan, adanya penyakit menahun dan lain-lain). c. Epidemiologi Infeksi saluran pernapasan atas adalah penyakit infeksi paling umum antara dewasa yang mempunyai 2 4 kali terinfeksi pernapasan tiap tahun. Anak-anak mungkin punya 6 10 colds dalam 1 tahun (dan sampai 12 kali colds dalam 1 tahun untuk anak-anak sekolah). Pada Amerika Serikat, insiden colds meningkat pada musim gugur dan dingin, dengan infeksi paling terjadi di antara September April. Penyakit yang sering terjadi dapat mempunyai dampak yang besar terhadap ekonomi dunia. Perusahaan asuransi dan jawatan kesehatan pemerintah di seluruh dunia menyajikan angka-angka yang cukup mengesankan. Statistik berupa beberapa ratus juta serangan common cold setiap tahunnya di Amerika Serikat dan laporan serupa di berbagai negara lain, di dapat dengan cara melakukan ekstrapolasi angka absensi di sekolah, angkatan bersenjata, dan industri raksasa kokoh. Namun pada mayoritas yang mengarah pada statistik tersebut, diagnosis common cold dibuat oleh pasien sendiri dan tidak oleh dokter.
Ras. Tidak ada perbedaan ras dengan yang mudah terpengaruh infeksi atau perjalanan penyakit telah dideskripsikan antara perbedaan ras.
Jenis Kelamin. Beberapa laporan menunjukkan seorang laki-laki lebih banyak infeksi pada anak lebih muda kurang dari 3 tahun, yang berpindah ke seorang wanita lebih banyak pada anak tua kurang dari 3 tahun. Adalah terbukti tidak ada perbedaan ukuran infeksi pada orang dewasa.
Usia. Infeksi rhinovirus ialah paling umum pada anak-anak, dengan berkurangnya angka kejadian yang mendekati orang dewasa. Anak merupakan alat transmisi infeksi, biasanya infeksi melalui ke anggota keluarga setelah kontak virus di TK, fasilitas permainan dan sekolah.
Penyakit ini akan berkembang pesat dalam waktu 48 jam dan ditandai dengan suara serak, mata berair, ingus encer dan berkurang atau hilangnya penciuman dan pengecapan. Gejala yang paling mengganggu pada pasien ini ialah hidung yang tersumbat. Rasa nyeri yang tidak terlalu berat disekitar dahi, mata dan kadang-kadang pipi, berhubungan dengan pembengkakan mukosa hidung.
g. Diagnosis Banding
Influenza Adenovirus Bronchitis Coxsackievirus Infeksi mononucleosis Rinitis alergi Sinusitis akut Infeksi saluran pernapasan atas Virus parainfluenza Respiratory syncytial virus infection
h. Diagnosis Bersin berulang, dengan gejala catarrhal, dinyatakan diagnosis sangat mudah. Kita ingat, bagaimanapun, bahwa gejala catarrhal yang sama ini adalah antara bukti yang pertama campak dan influenza.
Rasa panas, kering, dan gatal di hidung atau nasofaring Sneezing (bersin) Rhinorrhea (hidung beringus) Hidung tersumbat Mata berair
Pemeriksaan fisik terhadap pasien pada hari-hari pertama menunjukkan mukosa hidung yang hiperemis tetapi tidak terlalu membengkak. Pada jam-jam pertama mukosa menjadi kering dan kadang-kadang seperti mengkilat. Kemudian mukosa menjadi edem dan mengeluarkan ingus yang encer atau mukoid. Pada keadaan ini mukosa pucat, sembab dan basah menyerupai keadaan alergi. Dianggap alergi bila pada pewarnaan sekret hidung ditemukan banyak eosinofil. Sering tampak kemerahan dan ekskoriasi pada nares anterior.
i. Terapi Tidak ada terapi yang spesifik untuk rinitis simpleks. Di samping istirahat diberikan obat-obatan simtomatis, seperti analgetik, antipretik dan obat dekongestan. Antibiotik hanya diberikan bila terdapat komplikasi.
Dekongestan oral mengurangi sekret hidung yang banyak, membuat pasien merasa lebih nyaman, namun tidak menyembuhkan. Tetes hidung efedrin 1 % sangat menolong, bila hidung tersumbat. Oleh karena lisozim dinonaktifkan dalam suasana basa, maka setiap obat hidung harus mempunyai pH asam untuk mencegah terjadinya aktivitas silia dan lisozim. Pemberian obat simtomatik oral sangat efektif dengan diberikan 4 jam sekali, suatu kapsul yang terdiri dari :
0,015 g 0,015 g
Preparat analgetik-antipiretik dapat meringankan gejala, dimana antipiretik terpilih adalah asetaminofen. j. Pencegahan Tidak ada vaksin efektif melawan colds, dan infeksi tidak mempertimbangkan imunitas. Pencegahan tergantung kepada :
Lebih sering mencuci tangan, terutama sebelum menyentuh wajah. Memperkecil kontak dengan orang-orang yang telah terinfeksi Tidak berbagi sapu tangan, alat makan, atau gelas minum. Menutup mulut ketika batuk dan bersin
k. Komplikasi Komplikasinya yaitu dapat mengantarkan ke opportunistic coinfections atau superinfections seperti bronkitis akut, bronkiolitis, croup, pneumonia, sinusitis, dan otitis media. Orang-orang dengan penyakit paru-paru kronik seperti asma dan COPD adalah lebih rentan terjadi. Colds mungkin menyebabkan eksaserbasi akut dari asma, emfisema atau bronkitis kronik.
B. Rinitis Kronis Yang termasuk dalam rinitis kronis adalah rinitis hipertrofi, rinitis sika (sicca) dan rintis spesifik. Meskipun penyebabnya bukan radang, kadang-kadang rinitis alergi, rinitis vasomotor dan rinitis medikamentosa dimasukkan juga dalam rinitis kronis.
1. Rinitis Hipertrofi a. Definisi Rinitis hipertrofi dapat timbul akibat infeksi berulang dalam hidung dan sinus, atau sebagai lanjutan dari rinitis alergi dan vasomotor. Proses infeksi dan iritasi yang kronis akan dapat menyebabkan hipertrofi konka nasalis. Septum deviasi juga dapat menyebabkan penyakit ini secara kontralateral. Gejala utama rinitis hipertrofi adalah hidung tersumbat. Keadaan ini memerlukan tindakan koreksi karena pengobatan dengan medikamentosa saja sering tidak memberi hasil yang memuaskan. Tindakan yang paling ringan seperti kauter sampai pemakaian laser dapat dilakukan untuk mengatasi keluhan hidung tersumbat akibat hipertrofi konka. b. Gejala Gejala utama adalah sumbatan hidung. Sekret biasanya banyak, mukopurulen dan sering ada keluhan nyeri kepala. Pada pemeriksaan akan ditemukan konka yang hipertrofi, terutama konka inferior. Permukaannya berbenjol-benjol ditutupi oleh mukosa yang juga hipertrofi.
Akibatnya saluran udara sangat sempit. Sekret mukopurulen yang banyak biasanya ditemukan di antara konka inferior dan septum, dan di dasar rongga hidung. c. Terapi Harus dicari faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya rinitis hipertrofi dan kemudian memberikan pengobatan yang sesuai. Beberapa teknik operasi yang dapat digunakan adalah: Kauterisasi Konka Dengan Zat Kimia Kauterisasi konka dengan zat kimia adalah teknik yang paling sederhana. Zat kimia yang biasanya digunakan adalah nitras argenti atau asam triklor asetat. Bahan kimia ini dioleskan sepanjang konka yang mengalami hipertrofi. Conchotomy Inferior Total Letakkan gunting konka dengan satu mata pisau di bawah konka dan yang lain diatasnya, lepaskan jaringan tulang dan jaringan lunak konka. Elektrokauter dapat dilakukan pada sisi pemotongan untuk menghentikan perdarahan, diikuti dengan tampon hidung. Keuntungan utama teknik ini adalah ditujukan pada hipertrofi tulang maupun mukosa sepanjang konka. Kerugiannya adalah risiko perdarahan dan krusta pasca operasi
Conchotomy Inferior Parsial Diletakkan elevator di bawah konka kemudian patahkan ke medial, lalu letakkan klem lurus sepanjang permukaan anterior inferior konka yang akan dibuang. Klem dibiarkan dulu sedikitnya satu menit untuk hemostatis dan memungkinkan penilaian konka yang hipertrofi untuk reseksi. Gunakan gunting konka untuk mengeksisi jaringan tulang dan jaringan lunak sepanjang batas anterior inferior konka. Elektrokauter dapat dilakukan pada sisi pemotongan untuk hemostatis. Keuntungan dengan cara ini adalah pembuangan langsung tulang dan mukosa yang hipertrofi. Kerugiannya adalah perdarahan serta terbentuknya krusta. Reseksi parsial konka inferior dengan endoskopi adalah cara terbaik untuk memperbaiki obstruksi hidung akibat hipertrofi konka inferior.
Turbinoplasti Inferior Gunakan elevator untuk mematahkan dan menggerakkankonka inferior. Lalu dibuat insisi sepanjang ujung anterior konka pada insersi lateral, kemudian diperpanjang ke bawah sampai setengah panjang anterior konka. Buat sebuah liang dengan elevator Freer sepanjang tulang konka ke arah posterior sejauh mungkin kemudian eksisi tulang konka dengan menggunakan senar. Gulung flap mukoperiosteal yang tersisa dari medial ke
Tujuan teknik ini adalah mengangkat tulang tetapi menyisakan bagian medial dan beberapa permukaan lateral mukosa. Keuntungan teknik ini adalah risiko perdarahan dan krusta lebih sedikit daripada teknik bedah reseksi lainnya. Prosedur ini menyisakan sebagian mukosa konka dan lebih ditujukan pada obstruksi konka bagian posterior. Reseksi Submukosa Insisi sepanjang permukaan inferior konka, kemudian elevasi bagian medial dan lateral flap mukoperiosteal ke arah superior dan inferior untuk mendapatkan tulang konka. Lalu reseksi bagian tulang dari sepertiga anterior konka. Variasi instrumen seperti gunting, takahashi forceps, rongeurs dapat digunakan, dan buang sisa-sisa fraktur pada posterior. Turunkan kembali flap mukoperiosteum, kemudian tampon dapat diletakkan untuk fiksasi flap selama fase penyembuhan.
Pelepasan konka bagian tulang memungkinkan konka inferior mengarah ke lateral secara alami. Keuntungan teknik ini adalah risiko perdarahan dan krusta lebih sedikit daripada teknik bedah reseksi lainnya serta menyisakan sebagian mukosa konka. Kerugiannya adalah sulit dilakukan dan tidak ditujukan untuk konka bagian posterior bila obstruksi. Diatermi Submukosa Diatermi submukosa konka inferior mulai populer sejak 1989, walaupun sudah pernah dilaporkan pada tahun 1987. Diyakini bahwa arus koagulatif menghasilkan nekrosis jaringan dan fibrosis yang terjadi menyebabkan penyusutan dari jaringan lunak konka. Keuntungannya adalah penyembuhan biasanya lebih cepat dan banyak ahli menggunakan diatermi submukosa sebagai pilihan karena komplikasi yang relatif sedikit. Di samping itu dapat dilakukan dengan anestesi lokal, peralatan tidak mahal dan aman, namun tidak efektif untuk jangka panjang. Outfracture Lateral Letakkan elevator Freer atau Boise di bawah konka kemudian tulang konka dipatahkan ke arah atas dan medial. Lalu elevator diletakkan di atas permukaan medial konka dan diberikan tekanan untuk mematahkan konka ke arah luar. Dipastikan bahwa fraktur tulang konka di seluruh panjangnya. Tampon biasanya tidak dibutuhkan tapi dapat berguna untuk mempertahankan konka ke lateral.
daerah tusukan infiltrasi lebih kurang 0,5 cm agar respatorium dapat dimasukkan. Bebaskan permukaan medial tulang konka dari jaringan lunak dengan menggunakan respatorium konka sampai ke posterior. Pematahan tulang konka secara berulang dimulai dari bagian posterior maju setiap 0,5 cm ke arah anterior sehingga terdapat 6-8 fragmen patah tulang konka.
Perdarahan yang terjadi biasanya tidak banyak dan dipasang tampon anterior untuk dipertahankan 3 hari. Keuntungan teknik operasi ini ialah caranya mudah, waktu operasi singkat dan penyulit saat operasi serta dampak pasca operasi sangat minimal. Kerugian teknik ini memerlukan kehati-hatian pada waktu melepas tulang konka dengan jaringan lunak konka agar tidak robek karena dilakukan dengan metode buta. Elektrokauter Elektrokauter dapat dilakukan dengan kontak linear mukosa atau submukosa.4,11 Untuk kauter permukaan, elektrode kabel atau jarum dapat digunakan. Kauter submukosa dapat dilakukan dengan elektrode unipolar atau bipolar yang menginduksi fibrosis dan kontraktur yang menghasilkan pengurangan volume. Teknik unipolar menyebabkan koagulasi jaringan di sekeliling elektrode, sedangkan teknik bipolar menghasilkan
Pada teknik unipolar, masukkan jarum spinal 22 sepanjang tepi konka anterior inferior lalu berikan arus, biasanya dengan unit elektrokauter Bovie. Hindari kontak dengan ala, kolumela atau septum, yang dapat menyebabkan luka jaringan perifer. Hindari pula kontak langsung dan kauterisasi tulang konka karena dapat menyebabkan nekrosis tulang. Keuntungan cara ini risiko perdarahan rendah sedangakan kerugiannya adalah krusta pada tempat insersi kauter dan sering terjadi edema konka pada minggu pertama pasca operasi. Ablasi Frekuensi Radio Ablasi frekuensi radio menghasilkan perubahan ionik pada jaringan dan menginduksi nekrosis jaringan. Fibrosis submukosa yang dihasilkan melengketkan mukosa ke periosteum konka, mengurangi aliran darah ke konka. Kontraktur yang terjadi menyebabkan reduksi volume konka inferior tanpa kerusakan pada mukosa diatasnya. Suhu target dapat diatur pada 60-90oC untuk menghindarkan kerusakan jaringan sekitar. Sebelum operasi berikan lidokain 4% topikal sepanjang konka, dan kemudian disuntikkan lidokain 1-2%. Injeksi lidokain dengan epinefrin (1:100.000) juga dapat dipakai. Ujung probe dimasukkan ke bagian anterior dan sepanjang pertengahan konka. Jumlah energi yang diberikan pada konka inferior bervariasi. Generator frekuensi radio memungkinkan pengaturan suhu target, besar arus, lama pemberian arus, dan total energi yang diberikan. Pemberian sampai sebesar 900 Joule per konka (pada dua lokasi probe yang berbeda pada konka) telah dilaporkan tanpa menyebabkan nekrosis mukosa.
Keuntungan teknik ini adalah mempertahankan mukosa, mengurangi risiko perdarahan dan pembentukan krusta pasca operasi. Prosedur ini juga dapat dilakukan dengan anestesi lokal di klinik dan dapat diulangi bila hasil yang optimal belum diperoleh. Cryosurgery Cryosurgery menyebabkan pembentukan kristal es intraselular, menghasilkan denaturasi protein inti dan membran sel. Hal ini menyebabkan destruksi membran sel, trombosis pembuluh darah, iskemia jaringan, dan destruksi jaringan. Peralatan yang digunakan adalah unit cryosurgery nitrous oxide. Letakkan cryoprobe pada permukaan konka dan turunkan suhu serta bekukan permukaan kontak. Suhu yang digunakan antara -45 sampai 85oC. Lindungi alanasi, kolumela dan septum dari kontak dengan ujung probe untuk menghindari kerusakan jaringan tersebut.
Keuntungan teknik ini adalah dapat dilakukan dengan anestesi lokal pada klinik. Sedangkan kerugiannya adalah penyembuhan yang lama sehingga membutuhkan waktu sampai 6 minggu. Laser conchotomy Laser conchotomy yang digunakan adalah laser CO2, Nd: YAG (neodymium: yttriumaluminium-garnet) dan dioda.Jaringan divaporisasi sepanjang sampai bagian anterior inferior konka.4 Teknik laser CO2 melibatkan penggunaan beberapa titik laser (densitas energi laser 6.100 Joule/cm2 per lesi) pada puncak konka di bawah mikroskop operasi. Pada prosedur laser Nd:YAG, radiasi tenaga rendah (densitas Power microdebrider). Power microdebrider merupakan metode yang aman, sederhana dan efektif untuk penatalaksanaan rinitis hipertrofi kronis. Teknik ini terutama berguna sebagai tambahan pada septoplasti endoskopi atau sinosurgery, dan merupakan pilihan
Pasca operatif bila dilakukan reseksi tulang atau mukosa, tampon pasca operasi harus diberikan, yang biasanya dilepaskan dalam 24 jam pasca operasi. Perdarahan pascaoperatif biasanya dapat diatasi dengan dekongestan topikal, bahan hemostatik seperti surgical, atau tampon hidung. Perdarahan yang menetap mungkin membutuhkan operasi ulang dan mungkin juga dibutuhkan endoskopi. Penatalaksanaan Lanjutan beritahukan pasien untuk menghindari mengangkat beban berat atau aktivitas berat selama beberapa minggu setelah operasi (biasanya 2-3 minggu). Selama itu pasien juga harus menghindari obat-obatan dengan efek antikoagulasi. Cuci hidung dengan NaCl harus digunakan untuk meminimalkan kekeringan hidung dan krusta pasca operasi. Hal ini harus dilanjutkan sampai mukosa sembuh sempurna, kemudian pengobatan lanjutan seperti glukokortikoid topikal dapat dilanjutkan. d. Komplikasi Pasca Operasi Perdarahan Komplikasi ini adalah yang paling sering terjadi dengan insidensi sebesar 1% sampai 2%. Umumnya perdarahan berhenti secara spontan dalam beberapa hari. Dapat pula terjadi perdarahan berat yang membutuhkan transfusi, dengan insidens sebesar kurang dari 1%. Perdarahan ditangani dengan cara yang sama dengan penanganan epistaksis. Bila setelah beberapa lama perdarahan belum berhenti, sumber perdarahan harus dicari. Tampon yang ada harus dikeluarkan dari hidung dan klot darah diisap, lalu diberikan nasal dekongestan topikal dengan menggunakan kapas.
2. Rinitis Sika Pada rinitis sika ditemukan mukosa yang kering, terutama pada bagian depan septum dan ujung depan konka inferior. Krusta biasanya sedikit atau tidak ada. Pasien biasanya mengeluh adanya iritasi atau rasa kering di hidung yang kadang-kadang disertai dengan epistaksis. Penyakit ini biasanya ditemukan pada orang tua dan pada orang yang bekerja di lingkugan yang berdebu, panas dan kering. Juga ditemukan pada pasien yang menderita anemia, pemium alkohl dan gizi buruk. Pengobatan tergantung pada penyebabnya. Dapat diberikan pengobatan lokal, berupa obat cuci hidung.
3. Rinitis Spesifik Rinitis karena infeksi spesifik antara lain rinitis difteri, rinitis atrofi, rinitis sifilis, rinitis tuberkulosis, rinitis karena jamur dan lain-lain.
RINITIS ATROFI Rinitis atropi merupakan infeksi hidung kronik, yang ditandai oleh adanya atrofi progresif pada mukosa dan tulang konka. Secara klinis mukosa hidung menghasilkan sekret yang kental dan cepat mengering sehingga terbentuk krusta yang berbau busuk. Wanita lebih sering terkena, terutama usia dewasa muda. Sering ditemukan pada masyarakat dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah dan sanitasi lingkungan yang buruk. Pada pemeriksaan histopatologi tampak metaplasia epitel torak bersilia menjadi epitel kubik atau gepeng berlapis, silia menghilang, lapisan submukosa menjadi lebih tipis, kelenjar-kelenjar berdegenerasi atau atrofi. Etiologi Banyak teori mengenai etiologi dan patogenesis rinitis atrofi dikemukakan, antara lain:
RHINITIS INFEKSI RINITIS DIFTERI Penyakit ini disebabkan oleh Corynecbacterium diphteriae, dapat terjadi primer pada hidung atau sekunder dari tenggorok, dapat ditemukan dalam keadaan akut atau kronik. Dugaan adanya rinitis difteri harus dipikirkan pada penderita dengan riwayat imunisasi yang tidak lengkap. Penyakit ini semakin jarang ditemukan, karena cakupan program imunisasi yang semakin meningkat. Gejala rinitis difteri akut ialah demam, toksemia, terdapat limfadenitis dan mungkin ada paralisis otot pernapasan. Pada hidung ada sekret yang bercampur darah, mungkin ditemukan pseudimembran putih yang mudah berdarah dan ada krusta coklat di nares anterior dan rongga hidung. Jika perjalanan penyakitnya menjadi kronik, gejala biasanya lebih ringan dan mungkin dapat sembuh sendiri, tetapi dalam keadaan kronik, masih dapat menulari. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan kuman dari sekret hidung. Sebagai terapi diberikan ADS, penisilin lokal dan intramuskuler. Pasien harus diisolasi sampai hasil pemeriksaan kuman negatif.
RINITIS JAMUR Dapat terjadi bersama dengan sinusitis dan bersifat invasif atau non-invasif dapat menyerupai rinolith dengan inflamasi mukosa yang lebih berat. Rinolith ini sebenarnya adalah bola jamur (fungus ball). Biasanya tidak terjadi destruksi kartilago dan tulang. Tipe invasif ditandai dengan ditemukannya hifa jamur pada lamina propria. Jika terjadi invasi jamur pada submukosa dapat mengakibatkan perforasi septum atau hidung pelana. Jamur sebagai penyebab dapat dilihat dengan pemeriksaan histopatologi, pemeriksaan sediaan langsung atau kultur jamur, misalnya Aspergillus , Candida, Histoplasma, Fussarium dan Mucor. Pada pemeriksaan hidung terlihat adanya sekret mukopurulen, mungkin terlihat mukus atau perforasi pada septum disertai dengan jaringan nekrotik berwarna kehitaman (black eschar). Untuk rinitis jamur non-invasif, terapinya adalah mengangkat seluruh bola jamur. Pemberian obat jamur sistemik maupun topikal tidak diperlukan. Terapi untuk rinitis jamur invasif adalah mengeradikasi agen
RINITIS TUBERKULOSA Rinitis tuberkulosa merupakan kejadian infeksi tuberkulosa ekstra pulmoner. Seiring dengan peningkatan kasus tuberkulosis (new emerging disease) yang berhubungan dengan kasus HIV-AIDS, penyakit ini harus diwaspadai keberadaannya. Tuberkulosis pada hidung berbentuk noduler atau ulkus, terutama mengenai tulang rawan septum dan dapat mengakibatkan perforasi. Pada pemeriksaan klinis terdapat sekret mukopurulen dan krusta, sehingga menimbulkan keluhan hidung tersumbat. Diagnosis ditegakkan dengan ditemukannya basil tahan asam (BTA) pada sekret hidung. Pada pemeriksaan histopatologi ditemukan sel datia Langhans dan limfositosis. Pengobatannya diberikan OAT dan obat cuci hidung.
RINITIS SIFILIS Penyakit ini sudah jarang ditemukan. Penyebab rinitis sifilis adalah kuman Trepanoma pallidum. Pada rinitis sifilis yang primer dan sekunder gejalanya serupa dengan rinitis akut lainnya, hanya mungkin dapat terlihat adanya bercak/bintik pada mukosa. Pada rinitis sifilis tersier dapat ditemukan gumma atau ulkus, yang terutama mengenai septum nasi dan dapat mengakibatkan perforasi septum. Pada pemeriksaan klinis didapatkan sekret mukopurulen yang berbau dan krusta. Mungkin terlihat perforasi septum atau hidung pelana. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan mikrobiologik dan biopsi. Sebagai pengobatan diberikan penisilin dan obat cuci hidung. Krusta harus dibersihkan secara rutin.
JAMUR Aspergilosis. Infeksi yang disebabkan salah satu dari enam spesies Aspergillus; aspergilosis seringkali terjadi sebagai paru kronik. Namun dapat pula terjadi sebagai infeksi granulomatosa kronik pada sinius paranasalis, hidung, telinga tengah dan liang telinga. Pada pasien yang tidak berdaya atau
BAKTERI Keterlibatan hidung pada penyakit-penyakit berikut ini sebagai bagian dari penyakit-penyakit sistemik. Tuberculosis. Meskipun tuberculosis primer pada hidung jarang di amerika serikat, namun keterlibatan hidung kadang-kadang dapat ditemukan pada pasien dengan tuberculosis paru aktif. Diagnosis dimulai dengan radiogram dada. Jika negative, dapat dilakukan sediaan apus dan biakan dari sputum dan secret hidung yang ikut dibiopsi. Jika specimen-specimen ini positif atau Mycobacterium tubercolosis, maka suatu rangkaian pengobatan anti tuberculosis yang tepat harus diberikan. Lepra. Lebih umum di Negara-negara tropis, namun ditemukan pula di amerika serikat, terutama di texas, Hawaii, California, lucianna, florida dan ney York. Dengan perkembanganyang mirip rhinoscleroma, hidung dapat merupakan tempat infeksi primer atau menjadi bagian dari penyakit sistemik. Gejala awal berupa sumbatan, pembentukan krusta dan perdarahan krusta. Saluran pernafasan atas lebih sering terlibat dalam bentuk lepromatousa daripada bentuk tuberculoid atau bentuk dimorfus dari lepra. Mycobacterium leprae selalu melibatkan hidung sebelum menyebar ke faring dan laring. Rhynoscleroma. Rhinoscleroma adalah penyakit granulomatosa hidung yang endemic di eropa selatan dan tengah dan beberapa daerah asia. Walaupun sebelumnya jarang ditemukan di amerika serikat,
Penyebabnya diduga karena cavum nasi terlalu lebar/luas, misalnya setelah 1. conchotomi yang berlebihan misalnya R.H 2. Exrractie polyp, pada polyp yang sangat besar atau multiple/banyak 3. Radiasi Perbedaan dengan ozaea ialah pada penyakit ini tidak ada gejala anosmia dan secret tidak berbau.
FAKTOR PREDISPOSISI 1. Infeksi Coccobacillus ozaenae dan Klebsiella ozaenae 2. Herediter 3. Malnutrisi/avitaminosis A 4. gangguan horamonal pada wanita muda 5. Deficiensy Fe Saaat ini factor-faktor ini dianggap tidak berdiri sendiri-sendiri, tapi bersama-sama menimbulkan dan menyebabkan penyakit ini.
GEJALA DAN TANDA 1. keluhan utama hawa nafas berbau (foetor nasi) yang dirasakan oleh orang-orang sekitarny, sedangkan penderita sendiri tidak membau. Sebab ada anosmia. 2. hidung buntu (obstruksi nasi) karena banyak crustae (secret yang kering) dalam cavum nasi dan gangguan aliran udara (aerodinamika/aerodynamic) 3. faring (tenggorok) terasa kering. R.A cavum nasi tampai luas oleh karena atrofi mukosa cavum nasi mukosa tampak licin, sekre kental, crustae kering hijau kehitaman. Bau busuk karena pembusuka protein dalam secret/krustae.
DIAGNOSA BANDING Perlu dibedakan dengan sinusitis maksilaris chronica karena sama-sama ada feoteo nasi, tetapi pada sinusitis maksilaris chronica biasanya unilateral, choncae nasi oedem dan hyperemi, cavum nasi justru sempit.
TERAPI Karena penyebabkan belum jelas, maka pengobatan ditujukan pada faktor-faktor yang diduga menjadi penyebab 1. INH 1 x 400 mg 2. Vitamin A 150.000 -200.000 U 3. Estrogen 4. Preparat Fe
RHINITIS DIPHTHERICA
DEFINISI Radang akut yang spesifik mukosa cavum nasi dengan coryne bacterium diphtherica, khas ditandai dengan pembentukan pseudomembran
GAMBARAN KLINIK Keluhan: Pilek campur darah (secret hemoragis) Demam Toksemia Limfanedinitis Kadan terdapat paralisis otot pernapasan Pemeriksaan: pseudomembran dalam mukosa cavum nasi melekat pada mukosa (tampak pada concha inferior, septum bagian depan, dasar cavum nasi bagian depan) bila dilepas mudah berdarah. Kadang-kadang berbau busuk (nekrosis mukosa)
Diagnosa Pasti Hapusan secret hidung (nose swab) dikultur untuk mengetahui jenis bakteri
DIAGNOSA BANDING 1. Corpus alicnum cavum nasi secret hidung hemoragis biasanya unilateral 2. ADS 20.000 IU 3. Dermatitis Vestibulum nasi/kebiasaan anak korek-korek hidung.
TERAPI 1. Isolasi 2. Antibiotik penicillin procain 300.000 sampai 600.000 IU selama 10 hari.
KOMPLIKASI DAN PROGNOSA Prognosa umumnya baik karena lymphe cavum nasi sedikti sehingga toksin tidak menyebar (komplikasi dan gejala umum tidak ada) Kerugian : Dapat menyebar ke nasofaring-faring-laring (periksa faring tiap hari) karena gejala
ringan, tidak berobat, tidak mau masuk rumah sakit (isolasi) berbahaya menular pada orang lain.
RINITIS ALERGI
DEFINISI Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE.(1)
KLASIFIKASI Dahulu rinitis alergi dibedakan dalam 2 macam berdasarkan sifat berlangsungnya, yaitu : 1. Rinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, polinosis) 2. Rinitis alergi sepanjang tahun (perenial) Gejala keduanya hampir sama, hanya berbeda dalam sifat berlangsungnya. Saat ini digunakan klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari WHO Iniative ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2000, yaitu berdasarkan sifat berlangsungnya dibagi menjadi : 1. Intermiten (kadang-kadang) : bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4 minggu 2. Persisten/menetap bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan atau lebih dari 4 minggu Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi : 1. Ringan, bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktifitas harian, bersantai, berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu 2. Sedang atau berat bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas(1,7)
ETIOLOGI
PATOFISIOLOGI Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi dan diikuti dengan reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu : 1. Immediate Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC) yang berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya. Munculnya segera dalam 5-30 menit, setelah terpapar dengan alergen spesifik dan gejalanya terdiri dari bersin-bersin, rinore karena hambatan hidung dan atau bronkospasme. Hal ini berhubungan dengan pelepasan amin vasoaktif seperti histamin. 2. Late Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase hiperreaktifitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung sampai 24-48 jam. Muncul dalam 2-8 jam setelah terpapar alergen tanpa pemaparan tambahan. Hal ini berhubungan dengan infiltrasi sel-sel peradangan, eosinofil, neutrofil, basofil, monosit dan CD4 + sel T pada tempat deposisi antigen yang menyebabkan pembengkakan, kongesti dan sekret kental.(1,3)
Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau monosit yang berperan sebagai APC akan menangkap alergen yang menempel di permukaan mukosa hidung. Kompleks antigen yang telah diproses dipresentasikan pada sel T helper (Th0). APC melepaskan sitokin seperti IL1 yang akan mengaktifkan Th0 ubtuk berproliferasi menjadi Th1 dan Th2. Th2 menghasilkan berbagai sitokin seperti IL3, IL4, IL5 dan IL13. IL4 dan IL13 dapat diikat oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi IgE. IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE di permukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif. Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan mediator yang tersensitisasi. Bila
GEJALA KLINIK Gejala rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya serangan bersin berulang. Sebetulnya bersin merupakan gejala yang normal, terutama pada pagi hari atau bila terdapat kontak dengan sejumlah besar debu. Hal ini merupakan mekanisme fisiologik, yaitu proses membersihkan sendiri (self cleaning process). Bersin dianggap patologik, bila terjadinya lebih dari 5 kali setiap serangan, sebagai akibat dilepaskannya histamin. Disebut juga sebagai bersin patologis. Gejala lain ialah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi). Tanda-tanda alergi juga terlihat di hidung, mata, telinga, faring atau laring. Tanda hidung termasuk lipatan hidung melintang garis hitam melintang pada tengah punggung hidung akibat sering menggosok hidung ke atas menirukan pemberian hormat (allergic salute), pucat dan edema mukosa hidung yang dapat muncul kebiruan. Lubang hidung bengkak. Disertai dengan sekret mukoid atau cair. Tanda di mata termasuk edema kelopak mata, kongesti konjungtiva, lingkar hitam dibawah mata (allergic shiner). Tanda pada telinga termasuk retraksi membran timpani atau otitis media serosa sebagai hasil dari hambatan tuba eustachii. Tanda faringeal termasuk faringitis granuler akibat hiperplasia submukosa jaringan limfoid. Seorang anak dengan rinitis alergi perenial dapat memperlihatkan semua ciri-ciri bernafas mellaui mulut yang lama yang terlihat sebagai hiperplasia adenoid. Tanda laringeal termasuk suara serak dan edema pita suara.(1,3,7) Gejala lain yang tidak khas dapat berupa: batuk, sakit kepala, masalah penciuman, mengi, penekanan pada sinus dan nyeri wajah, post nasal drip. Beberapa orang juga mengalami lemah dan lesu, mudah marah, kehilangan nafsu makan dan sulit tidur.(6,8,9,10) DIAGNOSIS(1,7) Diagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan : Anamnesis Anamnesis sangat penting, karena seringkali serangan tidak terjadi di hadapan pemeriksa. Hampir 50% diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis saja.
KOMPLIKASI 1. Polip hidung. Rinitis alergi dapat menyebabkan atau menimbulkan kekambuhan polip hidung. 2. Otitis media yang sering residif, terutama pada anak-anak. 3. Sinusitis paranasal. 4. Masalah ortodonti dan efek penyakit lain dari pernafasan mulut yang lama khususnya pada anakanak. 5. Asma bronkial. Pasien alergi hidung memiliki resiko 4 kali lebih besar mendapat asma bronkial.(1,3,7,8)
PROGNOSIS Banyak gejala rinitis alergi dapat dengan mudah diobati. Pada beberapa kasus (khususnya pada anakanak), orang mungkin memperoleh alergi seiring dengan sistem imun yang menjadi kurang sensitif pada alergen.(9)
RHINITIS ALERGI 1. Definisi Rhinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut (Von Pirquet,1986).
Definisi menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal, dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh Ig E.
2. Etiologi Berdasarkan cara masuknya alergen penyebab rhinitis alergi ini yaitu : a. Alergen inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernafasan. Seperti tungau debu rumah, kecoa, serpihan epitel kulit binatanh, rerumputan, serta jamur.
b. Alergen ingestan, yang masuk ke saluran cerna. Seperti makanan,misalnya susu sapi, telur, coklat, ikan laut, kepiting, dan kacang-kacangan. c. Alergen injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan. Misalnya penisilin dan sengatan lebah. d. Alergen kontaktan, yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa. Misalnya bahan komestik dan perhiasan.
3. Klasifikasi a. Rhinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, polinosis) Rhinitis ini hanya ada di negara yang mempunyai 4 musim. Alergen penyebabnya spesifik, yaitu tepung sari (pollen) dan spora jamur. Oleh karena itu dikenal dengan rinokonjungtivitis.
Saat ini digunakan klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi WHO Initiative ARIA tahun 2001, yaitu : a. Berdasarkan sifat berlangsungnya : Intermiten (kadang-kadang), bila gejala kurang dari 4 minggu. Persisten/menetap, bila gejala lebih dari 4 minggu. b. Berdasarkan ukuran tingkat berat ringannya penyakit : Ringan, bila tidak ditemukannya gangguan tidur, gangguan aktivitas harian, bersantai, berolahraga, belajar, bekerja, dan hal-hal lainnya yang mengganggu. Sedang-berat, bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas.
4. Patofisiologi Satu macam alergen dapat merangsang lebih dari satu organ sasaran, sehingga memberi gejala campuran. Dengan masuknya antigen asing ke dalam tubuh terjadi reaksi antara lain : a. Respon primer
Terjadi proses eliminasi dan fagositosis antigen. Reaksi ini bersifat bon spesifik. Bila antigen tidak berhasil seluruhnya dihilangkan reaksi berlanjut menjadi respon sekunder. b. Respon sekunder Reaksi yang terjadi bersifat spesifik, yang mempunyai 3 kemungkinan yaitu sistem imunitas seluler atau hormonal atau keduannya dibangkitkan. Bila antigen berhasil dieliminasi maka reaksi selesai. Namun bila antigen masih ada atau memang sudah ada defek dari sistem imunologik maka reaksi ini berlanjtu menjadi respon tertier. c. Respon tertier Reaksi imunologik yang terjadi ini tidak menguntungkan tubuh. Reaksi ini dapat bersifat sementara atau menetap tergantung daya eliminasi antigen oleh tubuh.
Rhinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi dan diikuti dengan tahap provokasi atau tahap alergi. Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu : Immediate Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC) Reaksi ini berlangsung sejak kontak dengan allergen sampai 1 jam setelahnya. Pada kontak pertama dengan allergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau monosit yang berperan sebagai APC akan menagkap allergen yang menempel dipermukaan mukosa hidung. Setelah diproses, antigen akan membentuk fragmen pendek peptide dan bergabung dengan molekul HLA kelas II membentuk kompleks peptide MHC kelas IIyang kemudian dipresentasikan pada sel T helper (Th 0). Kemudian APC akan melepaskan sitokin seperti IL 1 yang akan mengaktifkan Th 0 untuk berproliferasi menjadi Th 1 dan Th 2. Th 2 akan menghasilkan berbagai sitokin seperti IL 3, IL 4,IL 5, dan IL 13. IL 4 dan IL 13 diikat oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan memproduksi immunoglobulin E (IgE). IgE di sirkulasi darah masuk menuju jaringan dan diikat oleh reseptor IgE dipermukaan sel manosit atau basofil sehingga kedua sel ini menjadi aktif. Proses ini disebut sensitasi yang menghasilkan sel mediator yang tersensitasi terpapar dengan allergen yang sama, maka kedua rantai IgE akan mengikat allergen spesifik dan terjadilah degranulasi mastosit dan basofil dengan akibat terlepasnya mediator kimia yaitu histamine. Selain histamine dikeluarkan jufga mediator lainya seperti Leukotrien D4, Prostaglandin D2, Leukotrien C4, bradikinin, dan berbagai sitokin.
Histamine akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Selain itu menyebabkan kelenjar mucus dan sel goblet mengalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore. Gejala lain adalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid.
Pada RAFC, sel mastosit akan melepaskan molekul kemotatik yang menyebabkan akumulasi sel eosinofil dan netrofil di jaringan target. Repon ini akan tetap berjalan dengan gejala yang akan berlangsung dan mencapai puncak 6-8 jam setelah pemaparan. Late Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Lambat (RAFL) Reaksi ini berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam setelah pemaparan dan berlangsung sampai 24-48 jam. Pada RAFL ini ditandai dengan penambahan jenis dan jumlah sel inflamasi seperti eosinofil, limfosit, netrofil, basofil dan mastosit di mukosa hidung serta peningkatan sitokin seperti IL 3, IL 4, Il 5, dan Granulocyte Macrophag Colony Stimulating Factor, dan ICAM 1 pada secret hidung.
Timbulnya gejala hiperaktif atau hiperresponsif hidung adalah akibat peranan eosinofil dengan mediator inflamasi dari granulnya. Pada fase iniselain factor spesifik, iritasi oleh factor non spesifik dapat memperberat gejala seperti asap rokok, bau yang merangsang, perubahan cuaca dan kelembaban udara yang tinggi.
5. Gambaran Histologik Secara nikroskopik tampak adanya dilatasi pembuluh darah dengan pembesaran sel goblet dan sel pembentuk mucus. Terdapat juga pembesaran ruang interseluler dan penebalan membrane basal, serta ditemukannya infiltrasi sel-sel eosinofil pada jaringan mukosa dan submukosa hidung.
Gambaran tersebut terdapat pada saat serangan. Diluar keadaaan serangan, mukosa kembali normal. Akan tetapi serangan dapat terjadi secara terus menerus sehingga lama kelamaan terjadi perubahan yang ireversibel yaitu proliferasi jaringan ikat dan hyperplasia mukosa sehingga tampak mukosa hidung menebal. 6. Diagnosa a. Anamnesa Anamnesa sangatlah penting. Hamper 50% diagnose dapat ditegakan dari anamnesa saja. Gejala khas dari rhinitis alergi ini adalah terdapatnya serangan bersin berulang. Bersin ini terutama merupakan gejala pada RAFC dan kadang pada RAFL. Gejala lain adalah keluar rinore yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidug dan mata gatal, kadang disertai dengan banyak air mata yang keluar. b. Pemeriksaan Fisik Pada rinoskopi anterior tampak mukosa edema, basah, berwarna pucat atau livid disertai adanya secret encer yang banyak. Pemeriksaan nasoendoskopi bias dilakukan bila fasilitas tersedia. Gejala spesifik lainnya pada anak yaitu terdapat bayangan gelap di daerah bawah mata karena statis vena sekunder akibat obstruksi hidung (allergic shiner).
Selain itu akan tampak anak menggosok-gosok hidungnya dengan punggung tangan dikarenakan gatal (allergic salute). Keadaan menggosok hidung ini kelamaan akan mengakibatkan timbul garis melintang di dorsum nasi bagian sepertiga bawah (allergic crease). Mulut sering terbuka dengan lengkung langit-langit yang tinggi sehingga menyebabkan
gangguan pertumbuhan gigi geligi (facies adenoid). Dinding posterior faring tampak granuler dan edema serta dinding lateral faring menebal. Lidah tampak seperti gambaran peta (geographic tongue). c. Pemeriksaan Penunjang
Ditemukannya eosinofil dalam jumlah banyak menunjukan kemungkinan alergi inhalan. Namun jika basofil > 5 sel / ppl mungkin disebabkan alergi makanan, sedangkan jika ditemukan sel PMN akan menunjukan adanya infeksi bakteri. In vivo Allergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukil kulit, uji intrakutan yang tunggal atau berseri ( SET / Skin End-point Titration). SET dilakukan untuk allergen inhalan dengan menyuntikkan allergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat kepekatannya. Untuk alergi makanan, uji kulit yang dilakukan yaitu Provocative Dilutional Food Test (IPDFT), namun sebagai gold standar yaitu dengan diet eliminasi dan provokasi
7. Penatalaksanaan a. Terapi ideal yaitu dengan menghindari kontak dengan menghindari kontak dengan allergen penyebabnya dan eliminasi. b. Medikamentosa Antihistamin yang digunakan yaitu antagonis histamine H-1 yang bekerja secara inhibitor kompetitif pada reseptor H-1 sel target. Antihistamin dibagi menjadi 2 golongan yaitu : i. Golongan antihistamin generasi 1 Bersifat lipofilik, sehingga dapat menembus sawar darah otak dan plasenta serta mempunyai efek kolinergik. Yang termasuk kelompok obat ini yaitu difenhidramin, prometasin dan klorferinamin, sedangkan yang dapat diberikan secara topical adalah azelastin. ii. Golongan antihistamin generasi 2 Bersifat lifopobik, sehingga sulit menembus sawar darah otak. Selain itu bersifat selektif mengikat reseptor H-1 perifer dan tidak mempunyai efek kolinergik, antiadrenergik, dan efek pada SSP minimal. Golongan ini dibagi menjadi 2 kelompok yaitu : Kelompok pertama, astemisol dan terfenadin yang punya efek kardiotoksik. Kelompok kedua, loratadin, setirisin, fexofenadin, desloratadin, dan levosetirisin.
8. Komplikasi Komplikasi rhinitis alergi yang sering antara lain : a. Polip Hidung Beberapa penelitian mendapatkan bahwa alergi hidung merupakan salah satu factor penyebab terbentuknya Polip hidung dan kekambuhan polip hidung. b. Otitis Media Efusi yang sangat residif, terutama pada anak-anak. c. Sinusitis Paranasal \ RINITIS VASOMOTOR
Gangguan vasomotor hidung ialah terdapatnya gangguan fisiologik lapisan mukosa hidung yang tdisebabkan oleh bertambahnya aktivitas parasimaptis. Kelainan ini mempunyai gejala mirip dengan rhinitis alergi. Etiologi yang pasti belum diketahui, tetapi diduga sebagai akibat gangguan fungsi vasomotor. Oleh karena itu kelainan ini disebut juga vasomotor catarrh, atau vasomotor rinorrhea, nasal vasomotor instability, atau juga non specific allergic rhinitis. Saraf otonom mokosa hidung berasal dari n. vidianus yang mengandung serat saraf simpatis dan serat saraf parasimpatis. Rangsangan pada saraf parasimpatis menyebabkan dilatasi pembuluh dalam konka serta meningkatkan permeabilitas kapiler dan sekresi kelenjar. Sedangkan rangsangan pada serat saraf simpatis menyebabkan efek sebaliknya. Bagaimana tepatnya saraf otonom ini bekerja belum diketahui dengan pasti, tetapi hipotalamus bertindak sebagai penerima impuls eferen, termasuk rangsangan emosional dari pusat yang lebih tinggi. Keseimbangan vasomotor ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berlangsung temporer, seperti eomsi, posisi tubuh, kelembaban udara, perubahan suhu luar, latihan jasmani dan sebagainya, yang pada keadaan normal faktor-faktor tadi tidak dirasakan sebagai gangguan oleh individu tersebut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan vasomotor 1. Oabt-obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis, seperti ergotamin, chlorpromazine, obat anti hipertensi dan obat vasokonstriktor topikal. 2. Faktor fisik, seperti iritasi oleh asap rokok, udara dingin, kelembaban udara yang tinggi dan bau yang merangsang. 3. Fator endokrin, seperti kehamilan, pubertas, pemakaian pil kontrasepsi dan hipotiroidisme. 4. Faktor psikis, seperti rasa cemas, tegang.
PATOFISIOLOGI Beberapa hipotesis telah dikemukakan untuk menerangkan patofisiologi rinitis vasomotor : 1. Neurogenik (disfungsi sistem otonom) Serabut simpatis hidung berasal dari korda spinalis segmen Th 1-2, menginervasi terutama pembuluh darah mukosa dan sebagian kelenjar. Serabut simpatis melepaskan ko-transmiter nonadrenalin dan neuropeptida Y yang menyebabkan vasokonstriksi dan penurunan sekresi hidung. Tonus simpatis ini berfluktuasi sepanjang hari yang menyebabkan adanya peningkatan tahanan rongga hidung yang bergantian setiap 2-4 jam. Keadaan ini disebut sebagai "siklus nasi". Dengan adanya siklus ini, seseorang akan mampu untuk dapat bernafas dengan tetap normal melalui rongga hidung yang berubah-ubah luasnya. Serabut saraf parasimpatis berasal nukleus salivatori superior menuju ganglion sfenopalatina superior menuju ganglion sfenopalatina dan membentuk n.Vidianus, kemudian menginervasi pembuluh darahdan terutama kelenjar eksokrin. Pada rangsangan akan terjadi pelepasan ko-transmiter asetilkolin dan vasoaktif intestinal paptida yang menyebabkan peningkatan sekresi hidung dan vasodilatasi, sehingga terjadi kongesti hidung. Bagaimana tepatnya saraf otonom ini bekerja belumlah diketahui dengan pasti, tetapi mungkin hipotalamus bertindak sebagai pusat penerima impuls eferen, teermasuk rangsangan emosional dari pusat yang lebih tinggi. Dalam keadaan hidung normal, persarafan simpatis lebih dominan. Rhinitis vasomotor diduga sebagai akibat dari ketidakseimbangan impuls saraf otonom dimukosa hidung yang berupa bertambahnya aktivitas sistem parasimpatis. 2. Neuropeptida Pada mekanisme ini terjadi disfungsi hidung yang diakibatkan oleh meningkatnya rangsangan terhadap saraf sensori serabut C di hidung. Adanya rangsangan abnormal saraf sensoris ini akan diikuti dengan peningkatan pelepasan neuropeptida seperti substance P dan calcitonin gene-related protein
GEJALA KLINIS Untuk memahami gejala yang timbul pada rhinitis vasomotor perlu diketahui apa yang dimaksud siklus nasi, yaitu kemampuan untuk dapat bernafas dengan tetap normal melalui rongga hidung yang berubah-ubah luasnya
Gejala yang didapat pada rhinitis vasomotor adalah hidung tersumbat, bergantian kiri dan kanan, tergantung pada posisi pasien. Selaian itu terdapat rinorea yang mucus atau serus, kadang-kadang agak banyak. Keluhan ini jarang disertai dengan bersin, dan tidak terdapat rasa gatal di mata. Gejala dapat memburuk pada pagi hari waktu bangun tidur oleh karena adanya perubahan suhu yang ekstrim, udara lembab, juga oleh karena asap rokok dan sebagainya. Berdasarkan gejala yang menonjol, kelainan ini dibedakan dalam 3 golongan, yaitu : 1. Golongan bersin (sneezers), gejala biasanya memberikan respon yang baik dengan terapi antihistamin dan glukokortikosteroid topical 2. Golongan rhinorea (runners), gejala dapat diatasi dengan pemberian anti kolinergik topikal.
DIAGNOSA Dalam anamnesis dicari faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan vasomotor, dan disingkirkan kemungkinan rhinitis alergi. Pada pemerikasaan rinoskopi anterior tampak gambaran klasik berupa edema mukosa hidung, konka berwarna merah gelap atau berwarna merah tua (karakteristik), tetapi dapat pula pucat. Hal ini dapat dibedakan dengan rhinitis alergi. Permukaan konka dapat licin atau berbenjol (tidak rata). Pada rongga hidung terdapat secret mukoid, biasanya sedikit. Tetapi pada golongan rinorea sekret yang ditemukan ialah serosa dan banyak jumlahnya. Pemerikasaan laboratorium dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan rhinitis alergi. Kadangkadang ditemukan eosinofil pada sekret hidung, akan tetapi dalam jumlah sedikit. Tes kulit biasanya ngatif. Bila pada tes ini hasilnya positif, biasanya hanya kebetulan.
TERAPI Pengobatan pada rhinitis vasomotor bervariasi, tergantung pada faktor penyebab dan gejala yang menonjol.
RINITIS MEDIKAMENTOSA 1. Definisi Rhinitis medikamentosa adalah suatu kelainan hidung yang berupa gangguan respons normal vasomotor. Kelainan ini merupakan akibat dari pemakaian vasokontriktor topikal (obat tetes hidung atau obat semprot hidung) dalam waktu lama dan berlebihan, sehingga menyebabkan sumbatan hidung yang menetap. Istilah rhinitis mendikamentosa ini pertama kali dikenalkan oleh Lake pada tahun 1946. Rhinitis medikamentosa dikenal juga dengan rebound atau rhinitis kimia karena menggambarkan kongesti mukosa hidung yang diakibatkan penggunaan vasokontriksi topikal yang berlebihan. Obat-obatan lain yang bisa mempengaruhi keseimbangan vasomotor adalah antagonis -adrenoreseptor oral, inhibitor fosfodiester, kontrasepsi pil, dan antihipertensi. Tetapi mekanisme terjadinya kongesti antara vasokontriktor hidung dengan obat-obat di atas berbeda sehingga istilah rhinitis medikamentosa hanya untuk rhinitis yang disebabkan oleh penggunaan vasokontiktor topikal sedangkan yang disebabkan oleh obat-obat oral dinamakan rhinitis yang dicetuskan oleh obat (drug induced rhinitis). Mukosa hidung merupakan organ yang sangat peka terhadap rangsangan sehingga dalam penggunaan vasokontriktor topikal harus berhati-hati. Vasokontriktor hidung diisolasi pertama kali pada tahun 1887 dari ma-huang yaitu tanaman yang mengandung ephedrine dan digunakan sebagai vasokontriktor topikal pada mukosa hidung dalam bentuk inhalasi, minyak, semprot dan tetes. Vasokontriktor topikal yang digunakan sebaiknya yang isotonik dengan sekret yang normal, pH antara 6,3 sampai 6,5 serta
5. Penatalaksanaan a. Hentikan pemakaian obat tetes /semprot hidung b. Untuk mengatasi sumbatan hidung berulang (rebound congestion) berikan kortikosteroid secara tappering off dengan penurunan dosis sebanyak 5mg/hari c. Dekongestan oral : pseudoefedrine
d. Operatif bila tidak ada perbaikan selama 3 minggu : cauterisasi konka inferior, conchotomi concha inferior
SINUSITIS AKUT 1. Sinusitis Maksilaris Sinusitis maksilaris akut, biasanya menyusul suatu infeksi saluran napas atas yang ringan. Alergi hidung kronik, benda asing, deviasi septum nasi merupakan factor predisposisi local yang paling sering ditemukan. Deformitas rahang-wajah, terutama palatoskisis, dapat menimbulkan masalah pada anak. Anak-anak cenderung menderita infeksi nasofaring atau sinus kronik dengan angka insidens yang lebih tinggi. Sedangkan gangguan geligi bertanggung jawab atas sekitar 10% infeksi maksilaris akut.
Gejala Demam, malaise, dan nyeri kepala yang tidak jelas. Yang biasanya reda dengan pemberian analgetik biasanya seperti aspirin. Wajah terasa bengkak, penuh dan gigi terasa nyeri pada gerakan kepala mendadak. Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan menusuk, serta nyeri pada palpasi dan perkusi. Keluarnya secret mukopurulen dari hidung, dan terkadang berbau busuk. Batuk iritatif nonproduktif seringkali ada.
Diagnosis 1. Pemeriksaan Fisik : Adanya pus dalam hidung, yang asalnya dari meatus media. Atau pus mukopurulen dari nasofaring. Sinus maksilaris terasa nyeri saat di perkusi atau palpasi Transiluminasi berkurang, karena sinus terisi cairan
Sinusitis maksilaris dengan pus yang keluar dekat konka media dan masuk kedalam meatus media
Gambaran Radiologi :
Gambaran radiografi sinus maksilaris menunjukkan air fluid level karena infeksi akut dan kronik sinus maksilaris
Gambaran Ct-scan sinus maksilaris dan etmoidalis menunjukkan opasitas karena infeksi
Pemeriksaan Laboratorium : Hitung darah lengkap Apusan hidung , yang diambil dari sinus maksilaris atau dari bagian posterior hidung dan nasofaring.
Penatalaksanaan : Antibiotic spectrum luas : amoksisilin, ampisilin, eritromisin plus sulfonamide, sefalosporin, sefuroksim dan trimetropin plus sulfonamide. Dekongestan : pseudoefedrin, tetes hidung (fenilefrin), oksimetazoline. Analgetik dan antipiretik ( parasetamol ) Kompres hangat pada wajah Pasien biasanya akan memperlihatkan tanda-tanda perbaikan dalam dua hari dan proses penyakitnya akan menyembuh dalam 10 hari. Kegagalan penyembuhan pada suatu terapi aktif mungkin menunjukkan organism tidak peka lagi terhadap antibiotic, atau antibiotic gagal mencapai
Sinusitis maksilaris dengan asal Geligi Bentuk Penyakit geligi-maksilaris yang kusus bertanggung jawab pada 10% kasus sinusitis yang terjadi setelah gangguan pada gigi. Penyebab tersering adalah ekstraksi gigi molar pertama, dimana sepotong kecil tulang diantara akar gigi molar dan sinus maksilaris ikut terangkat. Infeksi gigi lainnya seperti abses apical atau penyakit periodontal dapat menimbulkan kondisi serupa. Gambaran bakteriostatik sinusitis berasal dari geligi , didominasi oleh infeksi bakteri gram negative. Karena itulah infeksi ini menyebabkan pus yang berbau busuk dan akibatnya tibul bau busuk dari hidung. Prinsip terapi adalah pemberian antibiotic, irigasi sinus dan koreksi gangguan geligi.
Faktor predisposisi lokal Yang menyebabkan sinusitis maksilaris akut adalah suatu benda asing dalam hidung dan deviasi septum nasi. Penganggkatan benda asing merupakan keharusan, dan koreksi bedah septum nasi yang berdeviasi dilakukan setelah fase akut sembuh sempurna. Karena sinusitis dapat terjadi setelah pemasangan tampon hidung untuk menggatasi epistaksis, maka diperlukan antibiotic profilaksis pada setiap pemasangan tampon hidung. Fraktur wajah dapat menggangu drainase fisiologis normal dari sinus dan menyebabkan infeksi. Barotrauma menyebabkan edema mukosa dan oklusi ostium sinus, sehingga terjadi akumulasi secret sinus yang diikuti infeksi.
Transiluminasi berkurang bila sinus penuh cairan. Gambaran radiologik berupa penebalan mukosa, diikuti opasifikasi sinus lengkap akibat mukosa yang membengkak hebat, atau akibat akumulasi cairan. Terbentuk gambaran air-fluid lefel yang khas akibat akumulasi pus yang dapat dilihat pada foto tegak sinus maksilaris. Oleh karena itu, radiogram sinus harus dibuat dalam posisi telentang dan possi tegak.
Sinusitis maksilaris akut umumnya diterapi dengan antibiotik spektrum luas seperti amoksisilin, ampisilin atau eritromisin plus sulfonamid, dengan alternatif lain berupa amoksisilin/klavulanat,sefaklor, serufoksim, dan trimetoprim plus sulfonamid. Dekongestan seperti pseudoefedrin juga bermanfaat, dan tetes hidung poten seperti fenilefrin (neoSynephrine) atau oksimetazolin dapat dgunakan selama beberapa hari pertama infeksi namun kemudian harus dihentikan. Kompres hangat pada wajah dan analgetik seperti aspirin dan asetaminofen dapat meringankan gejala. Pasien biasanya memperlihatkan tanda-tanda perbaikan dalam 2 hari, dan proses penyakit biasanya menyembuh dalam 10 hari, kendatipun konfirmasi radiologik dalam hal kesembuhan total memerlukan waktu 2 minggu atau lebih.
Kegagalan penyembuhan dengan suatu terapi aktif mungkin menunjukkan organisme tidak lagi peka terhadap antibiotik atau antibiotik tersebut gagal mencapa lokulasi infeksi. Pada kasus demikian, ostium sinus dapat sedemikan edematous sehingga drainase sinua terhambat dan terbentuk suatu abses sejati.
Bila demikian, terdapat suatu indikasi irigasi antrum segera. Jalur insersi trokar pada irigasi antrum maksilaris biasanya di bawah konka inferior, setelah sebelumnya dilakukan kokinisasi membran mukosa. Jalur alternatif adalah melalui pendekatan sublabial dimana jarum ditusukkan lewat celah bukalis menembus fosa insisiva. Kemudian larutan salin hangat dialirkan ke dalam antrum maksilaris melalui jalur ini, dan pus akan didorong keluar melalui ostium alami.
Sinusitis Etmoidalis Sinus etmoidalis akut terisolasi lebih lazim pada anak, seringkali bermanifestasi sebagai selulitis orbita. Sinusitis etmoidalis menyebabkan nyeri di belakang dan diantara mata serta sakit kepala di dahi. Peradangan sinus etmoidalis juga bisa menyebabkan nyeri bila pinggiran hidung di tekan, berkurangnya indera penciuman dan hidung tersumbat.
Pada dewasa, seringkali bersama-sama dengan sinus maksilaris, serta dianggap sebagai penyerta sinusitis frontalis yang tidak dapat dielakkan. Gejala berupa nyeri dan nyeri tekan diantara kedua mata dan di atas jembatan hidung, drainase dan sumbatan hidung. Pada anak, dinding alteral labirin etmoidalis (lamina papirasea) seringkali merekah dan karena itu cenderung lebih sering menimbulkan selulitis orbita.
Pengobatan sinusitis etmoidalis berupa pemberian antibiotik sistemik, dekongestan hidung, dan obat semprot atau tetes vasokonstriktor topikal. Ancaman terjadinya komplikasi atau perbaikan yang tidak memadai merupakan indikasi untuk etmoidektomi. Dekongestan dalam bentuk tetes hidung atau obat semprot hidung hanya boleh dipakai selama waktu yang terbatas (karena pemakaian jangka panjang bisa menyebabkan penyumbatan dan pembengkakan pada saluran hidung). Untuk mengurangi penyumbatan, pembengkakan dan peradangan bisa diberikan obat semprot hidung yang mengandung steroid. Sinusitis kronis Diberikan antibiotik dan dekongestan. Untuk mengurangi peradangan biasanya diberikan obat semprot hidung yang mengandung steroid. Jika penyakitnya berat, bisa diberikan steroid per-oral (melalui mulut).
Sinusitis Frontalis Sinusitis frontalis akut hampir selalu bersama-sama dengan infeksi sinus etmoidalis anterior. Faktor predisposisi infeksi sinus frontalis akut adalah sama dengan faktor untuk infeksi sinus lainnya. Nyeri berlokasi di atas alis mata, biasanya pada pagi hari dan memburuk menjelang tengah hari, kemudian perlahan-lahan mereda hingga menjelang malam. Pasien biasanya menyatakan bahwa dahi terasa nyeri bila disentuh, dan mungkin terdapat pembengkakan supraorbita. Tanda patognomonik adalah nyeri yang hebat pada palpasi atau perkusi di daerah sinusitis. Transiluminasi dapat terganggu, dan radiogram sinus memastikan adanya penebalan periosteum atau kekeruhan sinus menyeluruh atau suatu air fluid lefel. Pengobatan berupa pemberian antibiotik yang tepat, dekongsetan, dan tetes hidung vasokonstriktor. Kegagalan penyembuhan segera atau timbulnya komplikasi memerlukan drainase sinus frontalis dengan teknik trepanasi.
Sinusitis Sfenoidalis Sinusitis sfenoidalis akut terisolasi amat jarang. Sinusitis ini dicirikan oleh nyeri kepala yang mengarah ke verteks kranium. Namun penyakit ini lebih lazim menjadi bagian dari pansinusitis dan oleh karena itu gejalanya menjadi satu dengan gejala infeksi sinus lainnya.
SINUSITIS KRONIK
Perdefenisi, sinusitis kronik berlangsung selama beberapa bulan atau tahun. Gambaran patologik sinusitis kronik adalah kompleks dan irreversible. Mukosa umumnya menebal, membentuk lipatan-lipatan atau pseudopolip. Epitel permukaan tampak mengalami deskwamasi, regenerasi, mataplasia, atau epitel biasa dalam jumlah yang bervariasi. Pembentukan mkroabses, dan jaringan granulasi bersama-sama dengan pembentukan jaringan parut. Kegagalan mengobati sinusitis akut atau berulang secara adekuat akan menyebabkan regenerasi epitel permukaan bersilia yang tidak lengkap, akibat terjadinya kegagalan mengeluarkan sekret sinus dan oleh karena itu menciptakan predisposisi infeksi. Sumbatan drainase dapat pula ditimbulkan perubahan struktur ostium sinus, atau oleh lesi dalam rongga hidung misalnya hipertrofi adenoid, tumor hidung dan nasofaring, atau suatu septum deviasi. Akan tetapi, faktor predisposisi nasal yang paling lazim adalah poliposisi nasal yang timbul pada rinitis alergika, polip dapat memenuhi rongga hidung dan menyumbat total ostium sinus. Alergi juga dapat merupakan predisposisi infeksi karena terjadi edema mukosa dan hipersekresi. Mukosa sinus yang membengkak dapat menyumbat ostium sinus dan mengganggu drainase, menyebabkan infeksi lebih lanjut, yang selanjutnya menghancurkan epitel permukaan dan siklus seterusnya berulang. Gejala sinusitis kronik tidak jelas. Selama eksaserbasi akut, gejala mirip dengan sinusitis akut; namun diluar masa itu gejala berupa suatu perasaan penuh pada wajah dan hidung, dan hipersekresi yang
KOMPLIKASI SINUSITIS 1. Komplikasi orbita Sinus etmoidalis merupakan penyebab komplikasi pada orbita yang tersering. Pembengkakan orbita dapat merupakan manifestasi etmoiditis akut, namun sinus frontalis dan maksilaris juga terlertak di dekat orbita dan dapat pula menimbulkan infeksi isi orbita. Terdapat lima tahapan : a. Peradangan atau reaksi edema yang ringan. Terjadi pada isi orbita akibat infeksi sinus etmoidalis di dekatnya. Keadaan ini sering ditemukan pada anak karena lamina papirasea yang memisahkan orbita dan sinus etmiodalis seringkali merekah pada kelompok umur ini. b. Selulitis orbita. Edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif menginvasi isi orbita namun pus bellum terbentuk.
c. Abses subperiosteal. Pus terkumpul diantara periorbita menyebabkan proptosis dan kemosis.
d. Abses orbita. Pada tahap ini, pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi orbita. Tahap ini disertai gejala sisa neuritis optik dan kebutaan unilateral yang lebih serius. Keterbatasan gersk otot ekstraokular mata yang terserang dan kemosis konjunctiva merupakan tanda khas abses orbita, juga proptosis yang makin bertambah.
bakteri
melalui saluran vena ke dalam sinus kavernosus dimana selanjutnya terbentuk suatu tromboflebitis septik. Secara patognomonik, trombosis sinus kavernosus terdiri dari oftamoplegia, kemosis konjunctiva, gangguan penglihatan yang berat, kelemahan pasien dan tanda-tanda meningitis oleh karena letak sinus kavernosus yang berdekatan dengan saraf kranial II,III,IV, dan VI, serta berdekatan juga dengan otak.
Pengobatan komplikasi orbita dari sinusitis berupa pemberian antibiotik intravena dosis tinggi dan pendekatan bedah khusus untuk membebaskan pus dari rongga abses . 2. Mukokel Mukokel adalah suatu kista yang mengandung mukus yang timbul dalam sinus. Kista ini paling sering ditemukan pada sinus maksilaris, sering disebut sebagai kista retensi mukus dan biasanya tidak berbahaya. Dalam sinus frontalis, etmoidalis, dan sfenoidalis, kista ini dapat membesar sebagai pembengkakan pada dahi atau fenestra nasalis dan dapat menggeser mata ke lateral. Dalam sinus sfenoidalis, kista dapat menimbulkan diplopia dan gangguan penglihatan dengan menekan saraf di dekatnya.
Piokel adalah mukokel terinfeksi. Gejala piokel hampi sama dengan mukokel meskipun lebih akut dan lebih berat. Eksporasi sinus secara bedah untuk mengangkat semua mukosa yang terinfeksi dan berpenyakit serta memastikan suatu drainase yang baik, atau obliterasi sinus merupakan prinsip-prinsip terapi. 3. Komplikasi Intrakranial Meningitis akut. Infeksi dari sinus paransalis dapat menyebar sepanjang saluran vena atau langsung dari sinus yang berdekatan, seperti lewat dinding posterior sinus frontalis atau melalui lamina kribriformis di dekat sistem etmoidalis.
Abses dura. Adalah kumpulan pus di antara dura dan tabula interna kranium, seringkali mengikuti sinusitis frontalis. Proses ini mungkin timbul lambat sehingga pasien mungkin hanya mengeluh nyeri kepala, dan sebelum pus yang terkumpul mampu menimbulkan tekanan intrakranial yang memadai, mungkin tidak terdapat gejala neurologik lain. Abses subdural adalah kumpulan pus di antara dura mater dan araknois atau permukaan otak. Gejala-gejala kondisi ini serupa dengan abses dura yaitu nyeri kepala yang membandel dan demam tinggi dengan tanda-tanda rangsangan meningen. Gejala utama tidak timbul sebelum tekanan intrakranial meningkat atau sebelum abses memecah ke dalam ruang subaraknoid.
Abses otak. Setelah sistem vena dalam mukoperiosteum sinus terinfeksi. Abses otak biasanya terjadi melalui tromboflebitis yang meluas secara langsung.
Dengan demikian, lokasi abses yang lazim adalah pada ujung vena yang pecah, meluas menembus dura dan araknoid hingga ke perbatasan antara substansia alba dan grisea koteks serebri. Kontaminasi substansi otak dapat terjadi pada puncak suatu sinusitis supuratif yang berat, dan proses pembentukan abses otak berlanjut sekalipun penyakit pada sinus telah memasuiki tahap resolusi normal.
4. Osteomielitis dan Abses Subperiosteal Penyebab tersering osteomielitis dan subperiosteal pada tulang frontalis adalah infeksi sinus frontalis. Nyeri dan nyeri tekan dahi setempat sangat berat. Gejala sistemik berupa malaise, demam, dan menggigil. Pembengkakan di atas alis mata juga lazim terjadi dan bertambah hebat bila berbentuk abses subpriosteal, dalam hal mana terbentuk edema supraorbita dan mata menjadi tertutup.
POLIP HIDUNG DEFINISI Polip Hidung adalah suatu pertumbuhan dari selaput lendir hidung yang bersifat jinak. PENYEBAB Penyebab terjadinya polip tidak diketahui, tetapi beberapa polip tumbuh karena adanya pembengkakan akibat infeksi.
Polip sering ditemukan pada penderita: Rinitis alergika Asma Sinusitis kronis Fibrosis kistik.
GEJALA Polip biasanya tumbuh di daerah dimana selaput lendir membengkak akibat penimbunan cairan, seperti daerah di sekitar lubang sinus pada rongga hidung. Ketika baru terbentuk, sebuah polip tampak seperti air mata dan jika telah matang, bentuknya menyerupai buah anggur yang berwarna keabu-abuan. Polip menyebabkan penyumbatan hidung, karena itu penderita seringkali mengeluhkan adanya penurunan fungsi indera penciuman.Karena indera perasa berhubungan dengan indera penciuman, maka
PENGOBATAN Obat semprot hidung yang mengandung corticosteroid kadang bisa memperkecil ukuran polip atau bahkan menghilangkan polip. Pembedahan dilakukan jika: Polip menghalangi saluran pernafasan Polip menghalangi drainase dari sinus sehingga sering terjadi infeksi sinus Polip berhubungan dengan tumor. Polip cenderung tumbuh kembali jika penyebabnya (alergi maupun infeksi) tidak
terkontrol.Pemakaian obat semprot hidung yang mengandung corticosteroid bisa memperlambat atau mencegah kekambuhan. Tetapi jika kekambuhan ini sifatnya berat, sebaiknya dilakukan pembedahan untuk memperbaiki drainase sinus dan membuang bahan-bahan yang terinfeksi. Bila anda mengalami hidung tersumbat yang menetap dan semakin lama semakin berat ditambah dengan ingus yang selalu menetes serta gangguan fungsi penciuman, kemungkinan besar anda menderita polip hidung. Polip hidung terjadi karena munculnya jaringan lunak pada rongga hidung yang berwarna putih atau keabuan. Jaringan ini bisa diamati langsung dengan mata telanjang setelah lubang hidung diperbesar dengan alat spekulum hidung. Polip hidung biasanya menyerang orang dewasa yang kemungkinan disebabkan oleh karena reaksi hipersensitif atau reaksi alergi pada mukosa hidung yang berlangsung lama. Beberapa faktor lain yang meningkatkan kemungkinan terkena polip hidung antara lain sinusitis (radang sinus) yang menahun, iritasi, sumbatan hidung oleh karena kelainan anatomi dan adanya pembesaran pada konka. Prinsip pengobatan dari polip hidung yaitu mengatasi polipnya dan menghindari penyebab atau faktor faktor yang mendorong terjadinya polip. Bila polip kecil dilakukan pengobatan dengan obat obatan oral dan penyemprotan dengan obat semprot hidung. Namun bila polip besar dan tidak dimungkinan dengan pengobatan oral atau semprot maka harus dilakukan operasi pengangkatan polip.