You are on page 1of 13

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Air merupakan media bagi usaha budidaya ikan, maka pengelolaan air yang baik merupakan langkah awal dalam pencapaian keberhasilan budidaya ikan. Secara umum pengelolaan kualitas air dibagi kedalam tiga bagian, yaitu secara biologi, kimia dan fisika. Keberhasilan suatu organisme untuk bertahan hidup dan bereproduksi mencerminkan keseluruhan toleransinya terhadap seluruh kumpulan variabel lingkungan yang dihadapi organisme tersebut (Campbell. 2004; 288). Artinya bahwa setiap organisme harus mampu menyesuaikan diri terhadap kondisi lingkungannya. Adaptasi tersebut berupa respon morfologi, fisiologis dan tingkah laku. Pada lingkungan perairan, faktor fisik, kimiawi dan biologis berperan dalam pengaturan homeostatis yang diperlukan bagi pertumbuhan dan reproduksi biota perairan (Tunas. 2005;16). Suhu merupakan faktor penting dalam ekosistem perairan (Ewusie. 1990; 180). Kenaikan suhu air dapat akan menimbulkan kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu (Kanisius. 1992; 22). Menurut Soetjipta (1993; 71), Air memiliki beberapa sifat termal yang unik, sehingga perubahan suhu dalam air berjalan lebih lambat dari pada udara. Selanjutnya Soetjipta menambahkan bahwa walaupun suhu kurang mudah berubah di dalam air daripada di udara, namun suhu merupakan faktor pembatas utama, oleh karena itu mahluk akuatik sering memiliki toleransi yang sempit. Ikan merupakan hewan ektotermik yang berarti tidak menghasilkan panas tubuh, sehingga suhu tubuhnya tergantung atau menyesuaikan suhu lingkungan sekelilingnya (Hoole et al, dalam Tunas. 2005; 16). Sebagai hewan air, ikan memiliki beberapa mekanisme fisiologis yang tidak dimiliki oleh hewan darat. Perbedaan habitat menyebabkan perkembangan organ-organ ikan disesuaikan dengan kondisi lingkungan (Yushinta. 2004: 14). Secara kesuluruhan ikan lebih toleran terhadap perubahan suhu air, beberapa spesies mampu hidup pada suhu air mencapai 290C, sedangkan jenis lain dapat hidup pada suhu air yang sangat dingin, akan tetapi kisaran toleransi individual terhadap suhu umumnya terbatas(Sukiya. 2005; 9)

Ikan yang hidup di dalam air yang mempunyai suhu relatif tinggi akan mengalami kenaikan kecepatan respirasi (Kanisius. 1992; 23). Hal tersebut dapat diamati dari perubahan gerakan operculum ikan. Kisaran toleransi suhu antara spesies ikan satu dengan lainnya berbeda, misalnya pada ikan salmonid suhu terendah yang dapat menyebabkan kematian berada tepat diatas titik beku, sedangkan suhu tinggi dapat menyebabkan gangguan fisiologis ikan (Tunas. 2005; 16-17). Lima syarat utama kualitas air bagi kehidupan ikan adalah:

Rendah kadar amonia dan nitrit Bersih secara kimiawi Memiliki pH, kesadahan, dan temperatur yang sesuai Rendah kadar cemaran organik, dan Stabil Apabila persyaratan tersebut diatas dapat dijaga dan dipelihara dengan baik,

maka ikan yang dipelihara akan mampu mememilhara dirinya sendiri, terbebas dari berbagai penyakit, dan dapat berkembang biak dengan baik.

B. Tujuan

Mengamati perubahan sifat air terhadap tingkah laku orgnisme yang dibudidayakan

METODOLOGI

A. Waktu dan tempat Hari Waktu : selasa : pukul 08.00-10 am

Tempat : lab. Basah Politeknik Pertanian Nageri Pangkep

B. Alat dan bahan

Ikan mas (stenohaline) Ikan nila (eurhaline) Air tawar Air laut Lumpur Garam

Handrefrktometer DO meter pH meter H2S Aquarium

C. Prosedur kerja Suhu 1. Siapkan alat dan bahan 2. Isi akuarium dengan tanah dasar 5-10 cm 3. Mmasukkan air tawar kedalam akuarium secukupnya 4. Masukkan ikan ke dalam akuarium 5. Kemudian atur suhunya menjadi 200c dengan menambahkannya es batu 6. Ukur suhu, pH, oksigen serta kadar H2S yang terdapat pada akurium denghan menggunakan DO meter dan pH meter. 7. Amati perubahan tingkah laku ikan 8. Kemudian naikkan suhunya menjadi 250c dengan menambahkan air panas,

9. Ulangi langkah diatas untuk menaikkan suhunya menjadi 300c dan 350c. Salinitas 1. Siapkan alat dan bahan 2. Isi akuarium dengan tanah dasar 5-10 cm 3. Masukkan air tawar kedalam akuarium secukupnya 4. Masukkan ikan ke dalam akuarium 5. Ukur salinitas akuarium menjadi 10 ppm dengan menggunakan handrefraktometer. 6. Ukur salinitas, pH, O2 serta kadar H2S yang terdapat dalam akuarium 7. Amati tingkah laku ikan 8. Naikkan salinitas hingga mencapai 20 ppm dengan menambahkannya air laut atau air yang telah dilarutkan garam 9. Ulangi langkah diatas untuk salinitas 30 dan 40 ppm.

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu No 1 2 3 Suhu ( 0c ) 23.6 28 30 pH 7,37 7,31 7,38 O2 4,50 4,00 3,82 H2S 12 6 10 Keterangan Normal Normal pergerakan overkulum lambat 4 34 7,44 3,3 4 pergerakan overkulum lambat ikan mulai stress sirip punggungnya merapat pergerakannya cepat 5 45 7,35 2,6 gelisah, pergerakannya cepat sesekali berenang ke permukaan oleng/ miring tenggelam di dasar mati salinitas Hasil Ikan nila

No

Salinitas ( 0/00 )

Ph

O2

H2S

Keterangan overkulum lambat overkulum lambat pergerakan overkulum semakin cepat aktif selalu berada di permukaan

1 2 3

10 20 30

7,35 7,38 7,39

4,50 3,35 3,11

12 12 12

40

7,37

4,91

12

perairan pergerkn overkulum semakin cept 5 55 7,29 5,1 12 oleng/ miring overkulum semakin lambat berubah warna menjadi pucat dan kusam matanya berubah warna menjadi abu-abu terapung, mati dalam jangka waktu 7 menit. Ikan Mas Suhu No 1 `2 Suhu ( 0c ) 28 35 pH 7,41 7,66 O2 3,51 3,00 H2S 6 10 Keterangan Normal Pergerakannya lambat Pergerakn overkulum lambat 3 38 7,47 3,55 14 pergerakan overkulum lambat 4 40 7,88 2,70 12 ikan berusaha mencari tempat yang baik gelisah 5 45 8,01 2,29 16 ikan mati

salinitas

No

Salinitas ( 0/00 )

pH

O2

H2S

Keterangan normal overkulum sangat cepat

1 2

0 5

7,38 7,82

2,70 3,82

ikan berada di permukaan pergerakannya lambat ikan berjalan mundur 3 10 7,41 3,85 pergerakannya semakin cepat berusaha ke permukaan overkulum melambat 4 15 7,36 3,45 pergerakan ikan diam kurang agresif 5. 30 7,42 ikan mati selang beberapa menit

B. Pembahasan

Pada praktikum Pengaruh Lingkungan terhadap Ikan dengan analisis Anova one way telah menunjukkan bahwa kenaikan maupun penurunan suhu air tidak mempengaruhi gerakan operkulum ikan dengan nyata. Pada uji coba yang kami lakukan terbukti bahwa perubahan suhu air memberikan respon yang tidak berarti bagi ikan. Melihat grafik yang ditunjukkan diatas dapat dianalisis bahwa jumlah gerakan operkulum ikan tidak berbanding lurus dengan meningkatnya suhu. Suhu kontrol awal pada iakn nila yakni 280c, didapat pH sebanyak 7,37 dan kandungan o2 sebanyak 4,50 kandungan H2S yang terkandung sebanyak 12 sedangkan pada ikan mas didapat pH sebanyak 7,41 dan kandungan o2 sebanyak 3,5 kandungan H2S yang terkandung sebanyak 6. Setelah suhu dinaikan sebesar 380c terjadi penurunan dari pH, o2 dan H2S. jika diamati maka, maka terjadi fluktuasi antara setiap aspek yang diamati.dan juga setiap ikan mempunyai tingkat toleransi suhu yang bebrbeda. sepert Ikan Mas secara normal dapat tumbuh dengan baik pada kisaran suhu 24oC -30oC. Perubahan suhu air sebesar 1oC dapat dirasakan oleh Ikan (Campbell. 2002;

294). Perubahan suhu air sebesar 5oC, membuat respon fisiologis dan tingkah laku Ikan mas Komet dapat diamati dengan jelas. Perubahan suhu yang besar dan mendadak jelas dengan nyata mempengaruhi adaptasi Ikan, Ikan yang diaklimasikan ke suhu yang dingin akan berenang lebih cepat (Campbell. 2002; 294). Pada perlakuan ini ada korelasi bahwa semakin rendah suhu maka semakin cepat gerakan renang Ikan dan semakin cepat pula gerakan operkulum sebagai respon suhu rendah, dimana korelasi ini tidak kami temui pada perlakuan pada suhu panas. Ikan yang hidup di dalam air yang mempunyai suhu relatif tinggi akan mengalami kenaikan kecepatan respirasi (Kanisius. 1992; 23). Hal tersebut dapat diamati dari perubahan gerakan operculum ikan. Kisaran toleransi suhu antara spesies ikan satu dengan lainnya berbeda, misalnya pada ikan salmonid suhu terendah yang dapat menyebabkan kematian berada tepat diatas titik beku, sedangkan suhu tinggi dapat menyebabkan gangguan fisiologis ikan (Tunas. 2005; 16-17). Selain itu semakin tinngi suhu makan semakinrendah kada oksigen terlarut yang terdapat dalam air. Nilai salinitas dalam suatu perairan terutama pada perairan tawar (nilai salinitas 0-5 ppt), harus memiliki batas optimum untuk pemeliharaan ikan. Menurut Boyd (1982) dalam Ghufran dkk (2007), salinitas ditentukan berdasarkan banyaknya garam-garam yang larut dalam air. Parameter kimia tersebut dipengaruhi oleh curah hujan dan penguapan (evaporasi) yang terjadi suatu daerah. Berdasarkan kemampuan ikan menyesuaikan diri pada salinitas tertentu, dapat digolongkan menjadi Ikan yang mempunyai toleransi salinitas yang kecil (Ctenohaline) dan Ikan yang mempunyai toleransi salinitas yang lebar (Euryhaline). Dalam pengamatn ikan nila masih mampu bergerak dengan normal hingga mencapai salinitas 40 ppt karena ikan nila termasuk kedalam euryhaline, hal ini bebrbeda dengan ikan mas yang tidak dapat lagi bergerak normal bahkan mati pada salinitas 25 ppt karena ikan mas termasuk ke dalam stenohline atau berada pada toleransi salinitas yang sempit. Kandungan kadar garam dalam suatu media berhubungan erat dengan sistem (mekanisme) osmoregulasi pada organism air tawar. Affandi (2001)

berpendapat bahwa organism akuatik mempunnyai tekanan osmotik yang berbeda-beda dengan lingkungannya. Oleh karena itu ikan harus mencegah kelebihan air atau kekurangan air agar proses-proses fisiologis di dalam tubuhnya berlangsung normal. Dalam pengaturan tekanan osmotik pada setiap ikan, termasuk ikan mas melibatkan peran beberapa organ. Hal ini sesuai dengan pendapat Affandi (2001) bahwa organ osmoregulasi pada ikan meliputi ginjal, insang, kulit dan saluran pencernaan.

PENUTUP

A. Kesimpulan

Suhu merupakan faktor pembatas bagi kehidupan Ikan, suhu yang tinggi menurunkan kelarutan gas oksigen dalam air sedangkan suhu yang rendah menaikkan kelarutan gas oksigen dalam air.

Kenaikkan suhu akan menurunkan oksigen terlarut sedangkan penurunan suhu meningkatkan oksigen terlarut. Respon ikan terhadap pengaruh suhu dapat diamati dari perubahan fisiologis dan tingkah laku ikan.

Setiap jenis ikan memiliki kisaran toleransi suhu air yang berbeda. Setiap jenis ikan memiliki kisaran toleransi salinitas air yang berbeda. Kualitas air sangat mempengaruhi kehidupan dan kesehatan ikan.

B. Saran Prasarana yang digunakan dalam kegiatan praktikum harus tersedia sesuai dengan kebutuhan dan agar kiranya praktikum bias berjalan sesuai dengan jadwal yang telah di tetapkan.

DAFTAR PUSTAKA

Affandi. 2001. Fisiologi Hewan Air. Unri, Press : Riau Gufhran dkk. 2007. Pengelolaan Kualitas Air Dalam Budidaya Perairan. Rineka Cipta : Jakarta Fujaya, Yushinta. 2004. Fisisologi Ikan. Jakarta. Penerbit P.T Rineka Cipta Kanisius. 1992. Polusi Air dan Udara. Yogjakarta. Penerbis Kanisius Koesbiono, 1980. Biologi Laut. Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor.

LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH : KUALITAS AIIR MODUL : SIFAT-SIFAT AIR

OLEH : KELOMPOK A.4 : NURFITRI RAHIM RISKI NUR AWALIAH NURUL SAKIAH SYAHRUL

BUDIDAYA PERIKANAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PANGKEP PANGKEP 2011

You might also like